Anda di halaman 1dari 5

PENANGANAN LUKA BAKAR FASE AKUT

PENDAHULUAN
Kecelakaan dan bencana massal seperti ledakan bom dan kebakaran menyebabkan timbulnya korban dengan
luka-luka yang serius, termasuk luka bakar. Luka bakar ini termasuk di dalamnya luka bakar akibat panas, yang
disebabkan oleh kontak dengan api, cairan panas, permukaan benda yang panas, dan sumber-sumber panas lainnya
seperti luka bakar kimiawi dan listrik. Oleh karena itu sangat penting agar masyarakat mengetahui bagaimana cara
menghadapi kecelakaan massal dan situasi kebakaran, terutama tentang prinsip-prinsip dasar pertolongan pertama pada
korban kebakaran. Khususnya pada luka bakar, pertolongan segera dapat menyelamatkan nyawa. 1
Luka bakar pada dasarnya merupakan fenomena pemindahan panas. Meskipun sumber panasnya dapat
bervariasi, akibat akhir yang timbul selalu berupa kerusakan jaringan, paling nyata pada kulit, tetapi pada cedera
multisistemik yang nyata dapat menyebabkan gangguan yang serius pada paru-paru, ginjal, dan hati. Efek-efek sistemik
dan mortalitas akibat cedera luka bakar berhubungan langsung dengan luas dan dalamnya kulit yang terkena. Hampir
semua kasus luka bakar disebabkan oleh api atau tersiram air panas. Dengan menentukan sumber panas (misalnya, agen
yang menyebabkan luka bakar) akan membantu kita dalam memperkirakan luas dan dalamnya cedera. Perkiraan ini
sangat penting dalam merencanakan terapi cairan intravena yang tepat. 2
Untuk memahami penanganan luka bakar, terlebih dahulu kita harus memahami luka bakar itu sendiri.
Berbicara tentang luka bakar, tidak terlepas dari organ kulit. Berikut ini adalah uraian tentang anatomi dan fisiologi
kulit sebagai organ yang paling rentan terhadap luka bakar dan gambaran umum tentang luka bakar.

ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT


Kulit merupakan organ yang paling luas pada tubuh, berkisar dari 0,25 m 2 (bayi baru lahir) sampai 1,8 m2
(dewasa). Kulit terdiri dari dua lapisan : epidermis dan dermis (korium). Lapisan paling luar dari epidermis adalah sel-
sel korneum mati yang bertindak sebagai barrier protektif terhadap lingkungan. Lapisan kedua, lebih tebal, yaitu
korium (0,06 – 0,12 mm), terdiri dari jaringan konektif fibrous. Korium mengandung pembuluh darah dan saraf serta
appendix epitel yang mempunyai fungsi-fungsi khusus. 3

Anatomi Kulit
Ket:
A. Epidermis: 7. Pars retikuler C. Subkutis
1. S. korneum 8. Melanosit D. Unit kelenjar apokrin
2. S. lusidum 9. Badan Meisner E. Unit kelenjar ekrin
3. S. granulosum 10. Sel Langerhans F. Vaskularisasi dermal :
4. S. spinosum 11. Glandula sebasea - pleksus superfisialis
5. S. Basale 12. Rambut - pleksus profunda
B. Dermis: 13. M. Erektor Pili
6. Pars papilare 14. Badan Pacini

Walaupun kulit tidak berfungsi sangat aktif pada proses metabolisme, kulit tetap mempunyai fungsi-fungsi
yang penting terhadap mekanisme pertahanan tubuh organisme. 4
Korium merupakan barrier yang mencegah kehilangan cairan tubuh melalui proses evaporasi dan kehilangan
panas tubuh yang berlebihan. Kelenjar keringat mempertahankan temperatur tubuh dengan mengatur jumlah cairan
yang diuapkan melalui kulit. Kelenjar keringat juga mengekskresi sejumlah kecil sodium klorida, kolesterol, albumin
dan urea. Korium terdiri dari ujung-ujung serabut saraf sensoris yang memediasi sensasi raba, tekanan, nyeri, panas,
dan dingin. Ini merupakan mekanisme proteksi sehingga individu dapat beradaptasi terhadap perubahan fisik dari
lingkungan.3
Kulit memproduksi vitamin D, yang disintesis melalui perantaraan sinar matahari pada senyawa kolesterol
intradermal. Kulit juga merupakan barrier protektif terhadap infeksi dengan mencegah penetrasi mikroorganisme ke
dalam jaringan subdermal.3

LUKA BAKAR
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti
api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase shock) sampai fase lanjut. 5
Dalam perjalanan penyakitnya dibedakan 3 fase pada luka bakar, yaitu : 5
1. Fase awal, fase akut, fase shock
Pada fase ini problem yang ada berkisar pada gangguan saluran nafas karena adanya cedera inhalasi dan gangguan
sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit, akibat cedera termis yang
bersifat sistemik.
2. Fase setelah shock berakhir/diatasi

1
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir/dapat diatasi. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan
jaringan di bawahnya) menimbulkan masalah antara lain proses inflamasi, infeksi yang dapat menimbulkan sepsis,
dan evaporative heat loss yang menyebabkan gangguan proses metabolisme.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadinya maturasi. Masalah pada fase ini adalah
timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena
kerapuhan jaringan atau organ-organ strukturil.
Luka bakar dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebab dan kedalaman kerusakan jaringan,
yaitu :5
a. Berdasarkan penyebab
Luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara lain :
- Luka bakar karena api
- Luka bakar karena air panas
- Luka bakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat)
- Luka bakar karena listrik dan petir
- Luka bakar karena radiasi
- Cedera akibat suhu sangat rendah (frost bite)
b. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan
Luka bakar derajat I :
- Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial)
- Kulit kering, hiperemis berupa eritem
- Tidak dijumpai bullae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensoris teriritasi
- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5 – 10 hari
Luka bakar derajat II :
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi
- Dijumpai bullae
- Dasar luka berwarna merah atau pucat
Dibedakan atas 2 :
a. Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh
- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10 – 14 hari
b. Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih
utuh
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi
dalam waktu lebih dari satu bulan
Luka bakar derajat III :
- Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan
- Tidak dijumpai bullae
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami
kerusakan/kematian
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka

Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang dewasa digunakan “rumus
9”. Rumus ini membantu untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa. Pada anak dan
bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan
rumus 10-15-20 untuk anak.6
Rule of nine pada dewasa dan anak-anak

2
Dikutip dari kepustakaan 12 Dikutip dari kepustakaan 6

PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR


Syok luka bakar pada dasarnya merupakan syok hipovolemia dan seluler, yang ditandai dengan terjadinya
perubahan hemodinamik yang spesifik misalnya terjadinya penurunan cardiac output, cairan ekstraseluler, dan volume
plasma, dan oligouri.11
Cedera termis menyebabkan proses inflamasi akut, di mana terjadi pelepasan mediator kimiawi yang
menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler. Terjadi perubahan bentuk sel-sel endotel (epitel tunika
intima), di mana sel-sel tersebut membulat (edematous) dengan pembesaran jarak interseluler. Karena terjadi perubahan
tekanan hidrostatik dan onkotik di ruang intravaskuler, terjadi ekstravasasi cairan intravaskuler, plasma (protein),
elektrolit dan lekosit ke ruang intersisiel. Di jaringan intersisiel terjadi penimbunan cairan, menyebabkan keseimbangan
tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu. Penimbunan cairan di jaringan intersisiel menyebabkan gangguan perfusi
dan metabolisme seluler.5
Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, penimbunan
cairan masif di jaringan intersisiel menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Kondisi ini dikenal dengan
terminology syok.5
Reaksi yang timbul akibat adanya gangguan homeostasis tersebut adalah vasokonstriksi pembuluh-pembuluh
perifer. Sirkulasi dipertahankan melalui kompensasi jantung dan sistim pernafasan untuk memenuhi kebutuhan perfusi
organ-organ vital di tingkat sentral.5
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang
berlebihan, cairan masuk ke bulla yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka
bakar derajat III. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya tetapi bila di atas 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala khas seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang. 6
Pada akhirnya, jika hipoferfusi jaringan akibat syok hipovolemik tidak teratasi, maka akan terjadi kegagalan
fungsi organ-organ (Multy-System Organ Failure). Salah satunya adalah penurunan sirkulasi pembuluh renal akan
menyebabkan iskemi ginjal. Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemi ini adalah penurunan ekskresi urin

3
mulai dari oligouri sampai anuri. Selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan peningkatan
ureum dan kreatinin.5
PENANGANAN LUKA BAKAR FASE AKUT
Sebelum penanganan pada luka bakar dimulai, pasien harus dievaluasi dengan tepat dan lengkap. Seringkali,
evaluasi ini dilakukan dengan singkat, terutama pada pasien dengan luka bakar yang kecil dan tidak kompleks. Tetapi
pada pasien luka bakar yang lebih luas, evaluasi terhadap luka merupakan hal penting yang kedua. Berdasarkan
American College of Surgeons Committee on Trauma, evaluasi pasien luka bakar dibagi menjadi primary survey dan
secondary survey.7
Penanganan awal dan segera untuk korban kebakaran yaitu : 1
1. “Stop, Drop, and Roll” , yaitu usaha untuk menghentikan nyala api dengan menjatuhkan diri
dan berguling dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang terbakar dari api.
2. Lepaskan seluruh pakaian yang terbakar. Jika pakaian melekat pada kulit, gunting atau robek
di sekitar daerah yang terbakar.
3. Lepaskan seluruh perhiasan, ikat pinggang, pakaian yang ketat, dll, dari tubuh korban,
terutama dari daerah leher korban. Hal ini sangat penting karena daerah yang terbakar akan membengkak dengan
cepat.
Primary Survey
A (Airway) : Mempertahankan jalan nafas yang adekuat
Jika terjadi luka bakar yang berat pada daerah wajah dan leher, maka harus diperhatikan kemungkinan adanya
edema laring dan jalan nafas bagian atas yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Inhalasi udara atau uap yang
sangat panas pada ruangan yang sempit juga dapat menyebabkan edema jalan nafas bagian atas. Pertimbangkan untuk
segera melakukan intubasi endotracheal pada pasien-pasien dengan luka seperti itu. Jika luas luka bakar lebih dari 60%
luas permukaan tubuh, termasuk wajah, disarankan pemberian intubasi endotracheal segera. Jika tidak memungkinkan,
dapat dilakukan cricothyrotomy.8,9,10

B (Breathing) : Memperbaiki ventilasi dan oksigenasi


Berikan oksigen, 2 – 12 L/menit, dengan menggunakan kanula nasal atau masker. Jika ada kemungkinan
terjadi inhalasi asap, berikan oksigen 100% dengan masker yang disambungkan dengan reservoir atau endotracheal
tube, untuk mengatasi keracunan karbonmonoksida. Awasi saturasi oksigen dengan oksimetri. 8,9,10
Selain itu, juga perlu untuk memeriksa adanya kemungkinan trauma lain, baik itu trauma eksternal maupun
internal.
1. Trauma eksternal - Jika terdapat luka bakar pada dada yang lebih dalam dan luas, yang menyebabkan retriksi
pengembangan dada, lakukan eskarotomi dada. Potong mulai dari permukaan eskar sampai di bawah lapisan
lemak subkutis dengan setiap ujung insisi berakhir pada daerah yang tidak terbakar, dengan pisau scalpel
yang lebar dan steril.
2. Trauma internal – Trauma inhalasi biasanya memerlukan intubasi dan ventilasi. 9

C (Circulation) : Resusitasi cairan


Pasien dengan luas luka bakar lebih dari 15% luas permukaan tubuh membutuhkan resusitasi cairan
intravena. Sebaiknya dilakukan pemasangan 1 atau 2 kateter IV perifer dengan ukuran yang paling besar pada daerah
tubuh yang tidak terbakar. Luka bakar identik dengan kehilangan cairan intravaskuler dalam jumlah besar, disertai
kehilangan elektrolit dan protein melalui kapiler-kapiler yang mengalami peningkatan permeabilitas. Kehilangan cairan
dimulai segera setelah terjadinya luka bakar dan akan terjadi selama 6 – 8 jam. Ada beberapa formula yang dapat
digunakan sebagai petunjuk resusitasi cairan, salah satunya adalah formula Baxter/Parkland. 9,10
Parkland berpendapat, bahwa syok yang terjadi pada kasus luka bakar adalah jenis hipovolemia, yang hanya
membutuhkan penggantian cairan (yaitu kristaloid). Penurunan efektivitas hemoglobin yang terjadi disebabkan
perlekatan eritrosit, trombosit, lekosit dan komponen sel lainnya pada dinding pembuluh darah (endotel). Sementara
dijumpai gangguan permeabilitas kapiler dan terjadi kebocoran plasma, pemberian koloid ini sudah tentu tidak akan
efektif bahkan menyebabkan penarikan cairan ke jaringan intersisiel, menyebabkan akumulasi cairan yang akan sangat
sulit ditarik kembali ke rongga intravaskuler. Hal tersebut akan menambah beban jaringan dan ‘menyuburkan’ reaksi
inflamasi di jaringan, serta menambah beban organ seperti jantung, paru dan ginjal.
Berdasarkan alasan tersebut, maka Parkland hanya memberikan larutan Ringer Laktat (RL) yang diperkaya
dengan elektrolit. Sedangkan koloid/plasma, bila diperlukan, diberikan setelah sirkulasi mengalami pemulihan (>24-36
jam).
Menurut Baxter dan Parkland, pada kondisi syok hipovolemia yang dibutuhkan adalah mengganti cairan,
dalam hal ini cairan yang diperlukan adalah larutan fisiologik (menagndung elektrolit). Oleh karenanya mereka hanya
mengandalkan larutan RL untuk resustasi. Dan ternyata pemberian cairan RL ini sudah mencukupi, bahkan mengurangi
kebutuhan akan transfusi.
Hari pertama, separuh jumlah kebutuhan cairan diberikan dalam delapan jam pertama, sisanya dalam enam
belas jam kemudian. Jumlah cairan yang diperlukan pada hari pertama adalah sesuai dengan perhitungan Baxter (4
ml/kgBB), sehingga kebutuhan cairan resusitasi menurut Baxter/Parkland adalah :

4
4 ml/kgBB/% luas luka bakar
dengan pemantauan jumlah diuresis antara 0,5-1 ml/kgBB/jam. Pada hari kedua, jumlah cairan diberikan secara merata
dalam 24 jam.5
Sirkulasi ke daerah ekstremitas dapat terhambat karena adanya luka bakar sirkumferensial. Eskarotomi
sebaiknya dilakukan jika aliran darah ke ekstremitas terhambat. Petunjuk yang digunakan untuk menilai sirkulasi darah
ke perifer adalah warna kulit ekstremitas, hangat, capillary refill, teraba nadi, prick test, monitor saturasi, doppler
sonografi. 9
Secondary Survey
Setelah mengatasi gangguan pada primary survey, maka penanganan pasien luka bakar dapat dilanjutkan
pada tahap secondary survey. Penilaian terhadap luka bakar dapat dilakukan secara mendetail, khususnya mengenai
dalamnya luka bakar. Selanjutnya dapat ditentukan penanganan yang akan dilakukan pada luka bakar itu sendiri,
misalnya pemberian silver sulfadiazine dan menggunakan pakaian steril untuk pasien agar mencegah infeksi.
Pemberian steroid tidak diindikasikan untuk pasien luka bakar. Antibiotik dapat diberikan jika terdapat hasil kultur
yang membuktikan adanya infeksi, tetapi tidak sebagai profilaksis. 7,9
Hipoksemia, syok, gangguan keseimbangan elektrolit, atau keracunan karbonmonoksida pada pasien luka
bakar dapat menjadi predisposisi terjadinya iskemik miokard atau aritmia jantung. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan
pengawasan terhadap fungsi jantung, misalnya dengan EKG. 10
Pasien dengan luka bakar lebih dari 20% dapat mengalami ileus. Pemasangan nasogastric tube dapat
mengurangi risiko emesis dan kemungkinan aspirasi. 10
Pemberian morphine IV untuk mengurangi rasa nyeri juga dapat dilakukan. Biasanya diberikan 2,5 - 5 mg
(0,05 mg/kgBB) diencerkan dalam saline 10 cc perlahan. 9,12
Pada pasien luka bakar juga harus dilakukan evaluasi terhadap kemungkinan adanya trauma lain yang
menyertai. Misalnya pada korban kecelakaan kendaraan bermotor dan ledakan bom sebaiknya dievaluasi adanya
fraktur pada ekstremitas, cervical, dada, dan trauma abdomen pada pasien dengan riwayat melompat dari gedung yang
terbakar.10
DAFTAR PUSTAKA
1. ________, Burns In www.cdcmasscasualties.com, accessed on December 31st 2005.
2. Ollstein Ronald N., Luka Bakar Dalam Keterampilan Pokok Ilmu Bedah, edisi IV, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1996
3. Demling H. Robert, Burn and Other Thermal Injuries In Current Surgical Diagnosis and Treatment, 2nd
edition, Lange Medical Book, Boston, 2003.
4. Naradzay FX Jerome, Burns, Thermal In www.emedicine.com, accessed on December 31st 2005
5. Moenadjat Yefta, Luka Bakar Dalam Pengetahuan Klinik Praktis, edisi II, FKUI, Jakarta, 2001.
6. Sjamsuhidajat R & Jong de Wim, Luka, Trauma, Syok, Bencana Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi
revisi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997.
7. Shukla C Prem, Initial Evaluation and Management of the Burn Patient In www.emedicine.com,
accessed on December 31st 2005
8. Demling H Robert, DeSanti Leslie, Orgill P Dennis, Initial Management of The Burn Patient In
www.burnsurgery.org, accessed on December 22nd 2005
9. Brennan Michael, Serious Burns In www.ermanagement.com, accessed on December 22nd 2005
10. Cheeseman Melissa & Boozer Harriet, Burn & Smoke Inhalation In Current Emergency Diagnosis &
Treatment, fifth edition, Lange Medical Book, New York, 2003
11. Warden D Glenn and Helmbach M David, Burns In Principles of Surgery, seventh edition, Schwartz et al
editors, McGraw-Hill, New York, 2002
12. __________, Heat Injuries In www.tpub.com, accessed on January 10th 2006

Anda mungkin juga menyukai