Anda di halaman 1dari 55

USULAN TEKNIS CV.

ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

B. URAIAN PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA


B.1 UMUM

Tugas konsultan perencana sesuai dalam KAK mencakup pekerjaan pokok, yaitu
Perencanaan Jalan PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN LONG WAI -
SIMPANG 3 JALAN UTAMA (POROS) KABUPATEN.

Pekerjaan perencanaan teknis, untuk mendapatkan konsep perencanaan dan detail


design dalam gambar dan dokumen yang terpadu, sehingga dapat menjadi pegangan
pada waktu pelaksanaan pembangunan dilapangan.

Hasil dari perencanaan teknis, adalah mencakup kumpulan dokumen teknis yang
dapat memberikan gambaran produk yang ingin diwujudkan, dengan
memperhatikan:

 Ketentuan teknis

 Keadaan serta faktor pengaruh lingkungan dan menggambarkan hasil optimal


sesuai dengan kebutuhan pemakai serta penghematan biaya.

B.2 Bagian pokok dari pekerjaan yang harus dilakukan oleh konsultan
perencana mencakup tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Survai pendahuluan
b. Survai lapangan dan analisa data :
 Pengukuran topografi

 Survai kondisi jalan

 Survai lalu lintas

 Survai inventarisasi jalan kota (IJK)

 Survey hidrologi

 Penyelidikan tanah

 Survai material
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Survai lansekap

 Traffic management

c. Perencanaan
 Perencanaan Flyover dan Underpass

 Pengaturan dan perencanaan lalu-lintas (traffic management)

 Perencanaan geometrik

 Perencanaan perkerasan

 Perencanaan lansekap

 Perencanaan box girder

 Perencanaan instalasi (misal : rumah pompa)

d. Penggambaran
e. Perhitungan volume dan perkiraan biaya
f. Penyiapan spesifikasi teknis (Dokumen lelang)
g. Laporan
Bagan alir hubungan aktivitas bagian pokok dari pekerjaan perencanaan teknis
tersebut disajikan pada Gambar B.1.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Gambar B.1 BAGAN ALIR HUBUNGAN AKTIVITAS

Survey Lapangan Perhitungan BOQ & RAB


dan Analisa Data :
Tinjauan dokumen
lelang dan collecting
1. Topografi Perencanaan :
2. Kondisi Jalan
data
Survey 3. Lalu Lintas
1. Flyover
2. Pengaturan &
Penggambaran Laporan
Pendahuluan 4. Inventarisasi Jalan Perencanaan Lalu Lintas Akhir
Kota 3. Geometrik Detail
Proses perubahan 5. Hidrologi 4. Perkerasan
rencana jika diperlukan 6. Penyelidikan Tanah
penyesuaian dan 5. Lansekap
revisi rencana 7. Material 6. Box Grirder
8. Lansekap Penyiapan
9. Traffic Management Spesifikasi Teknis
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Secara rinci konsultan menyajikan tentang pemahaman proyek untuk pekerjaan


perencanaan teknis tersebut yang diuraikan dalam sub-bab berikut ini :

B.1 STANDAR PERENCANAAN

Dalam melaksanakan perencanaan, konsultan perencana mengacu pada peraturan


dan ketentuan sebagai berikut :

 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Arahan Dampak Lingkugan

 Keputusan gubernur DKI Jakarta Nomr 175 Tahun 2002 tentang tata cara
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah, DKI Jakarta

 Pedoman perencanaan pembebanan jalan raya SKBI – 1.328.1987 UDC : 624.042


: 264.21

 Peraturan Beton Bertulang Indonesia yang berlaku saat ini

 Pembebanan Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (Departemen


Pekerjaan Umum, 1987)

 Pedoman Perencanaan Geometrik Jalan perkotaan (Dirjen Bina Marga Tahun


1983)

 Bridge Management System (BMS), 1991-1992

 Tata cara pelaksanaan survai lalu lintas, No. 017/T/BNKT/1990

 Tata cara survai kondisi jalan kota, No. 005/T/BNKT/1991

 Tata cara pelaksanaan survai inventarisasi jalan dan jembatan kota,


No. 016/T/BNKT/1990

 Petunjuk perencanaan trotoar, No. 007/T/BNKT/1990

 Tata cara perencanaan drainase permukaan jalan, SK SNI T-22-1991-03

 Tata cara perencanaan pemisah jalan kota, No. 014/T/BNKT/1990

 Petunjuk perencanaan marka jalan, No. 012/T/BNKT/1990

 Tata cara perencanaan persimpangan sederhana jalan perkotaan,


No. 002/T/BNKT/1991

 Standar perencanaan geometrik jalan perkotaan, Maret 1992


USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Spesifikasi standar perencanaan geometrik jalan antar kota, Desember 1990

 Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan, No.


010/T/BNKT/1990

 Peraturan penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisa
komponen, SNI-1732-1989-F (SK BI-2.3.26.1987)

 Tata cara perencanaan teknik lansekap jalan, No. 033/T/BM/1996, Maret 1996

 Urban drainage guidelines and technical design standards, tahun 1994 yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya

 Spesifikasi tanaman lansekap jalan, No. 09/S/BNKT/1991

 Petunjuk/Tata cara/Standar lainnya yang berhubungan.

B.2 SURVEY PENDAHULUAN

Dalam survey pendahuluan, konsultan akan mengumpulkan sebanyak mungkin


data yang diperlukan untuk perencanaan lebih lanjut. Untuk itu konsultan akan
melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Mengumpulkan dan mereview data mengenai alinyemen jalan dan situasinya


serta informasi lainnya secara umum, termasuk didalamnya konfirmasi ruas yang
akan ditangani.
2. Mengumpulkan dan mereview data lalu-lintas.
3. Mengumpulkan dan mereview pemilihan lokasi atau daerah-daerah khusus yang
diperkirakan banyak membantu dalam tahap selanjutnya.
4. Mengumpulkan dan mereview data mengenai bahan-bahan/material maupun
peralatan yang tersedia yang dapat menentukan jenis konstruksi.
5. Mengumpulkan dan mereview data harga satuan bahan-bahan dan material
dilokasi.
6. Membuat foto-foto dokumentasi mengenai kondisi lapangan yang bersangkutan
dan khusus untuk kepentingan pekerjaan lansekap jalan, perlu direkam situasi
lokasi dan sekitarnya dengan foto panoramik.
7. Memperhatikan usulan lainnya baik dari Dinas Pekerjaan Umum
Propinsi/Kotamadya maupun Pengguna Anggaran di daerah.
8. Menyusun rencana jadual pelaksanaan dilapangan.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

9. Mengumpulkan data sekunder lainnya yang diperlukan dan dianggap penting.


Dari survey pendahuluan ini diharapkan konsultan sudah dapat menyajikan metode
penelitian dan perencanaan yang akan diterapkan, dan mengidentifikasi masalah-
masalah yang mungkin timbul.

Semua hasil survai pendahuluan akan dilaporkan dalam bentuk Laporan Survey
Pendahuluan lengkap dengan foto asli untuk dikonsultasikan kepada Pengguna
Anggaran dan sebagai dasar persiapan langkah selanjutnya.

B.3 PENGUKURAN TOPOGRAFI

Pengukuran topografi dilakukan disepanjang sumbu (as jalan) rencana jalan dan jalan
masuk/keluar serta daerah-daerah sekitarnya yang diperlukan dalam pembuatan
rencana detail, meliputi lebar daerah milik jalan ditambah dengan daerah sebelah kiri
dan kanan dari daerah pengawasan jalan, sesuai dengan kebutuhan untuk
perencanaan teknis. Pekerjaan pengukuran ini meliputi pekerjaan-pekerjaan :

1). Pengukuran titik-titik kontrol horisontal dan vertikal (Poligon Utama)

Titik kontrol poligon utama dibuat pada titik awal/akhir dari setiap jarak
maksimal 500 m pada sumbu jalan dimaksud.
2). Pengukuran situasi, penampang memanjang dan penampang
melintang

a. Pengukuran Situasi
Pengukuran situasi akan dilakukan secara cermat, semua data
lapangan/bangunan permanen diukur misalnya : bangunan-bangunan
gedung, rumah-rumah permanen, pinggir bahu jalan, pinggir selokan, letak
gorong-gorong serta dimensinya, tiang-tiang telepon serta bangunan-
bangunan lain yang dianggap perlu.
Patok Km dan Hm jika ada, serta patok-patok tanda-tanda penting lainnya
yang ada di tepi jalan akan diambil dan dihitung koordinatnya.
b. Pengukuran Penampang Memanjang
Pengukuran penampang memanjang diambil pada sumbu dari lintasan yang
diusulkan.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Pengukuran beda tinggi titik-titik stasiun diambil untuk setiap jarak


50 meter. Titik-titik tersebut diberi tanda patok di lapangan.
c. Pengukuran Penampang Melintang
Pengukuran penampang memanjang diambil setiap jarak 50 meter pada
bagian yang lurus dan landai dan setiap jarak 25 m untuk daerah-daerah
tikungan/miring terjal. yang diusulkan.
Lebar pengukuran meliputi daerah seluas/sejauh 50 m sebelah kiri-kanan
sumbu jalan pada bagian yang lurus dan 25 m kesisi luar dan 50 m kesisi
dalam pada bagian jalan yang menikung atau sesuai kebutuhan.
3). Pemasangan patok-patok untuk titik ikat serta patok-patok tanda

a. Titik awal dan titik akhir sumbu jalan/jembatan diikatkan pada titik-titik
poligon yang telah dibuat sebelumnya, dan diikatkan pada masing-masing
dua buah patok ikat beton yang diletakkan ditepi kiri dan kanan daerah
penguasaan jalan sebagai titik-titik ikat/BM penolongnya.
b. Patok beton dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 75cm ditanam sedemikian rupa
sehingga bagian patok yang ada dibagian atas tanah adalah kurang lebih 25
cm atau dengan patok besi berdiameter berdiameter 5 cm sebagai titik ikat
poligon maupun sebagai BM.
c. Patok poligon dan profil dibuat dari kayu dengan ukuran 5 cm x 7 cm x 60
cm atau sesuai dengan kebutuhan. Pada patok poligon maupun patok profil
diberi tanda cat kuning dengan tulisan merah yang diletakkan disebelah kiri
kearah jalannya pengukuran. Khusus untuk profil memanjang titik yang
terletak disumbu jalan diberi paku dengan dilingkari cat kuning sebagai
tanda.
d. Untuk memperbanyak titik tinggi yang tetap perlu ditempatkan titik tinggi
referensi pada tempat lain yang permanen dan mudah ditemukan kembali.
e. Patok beton patok tanda referensi dan titik tinggi referensi didokumentasikan
dan dijadikan acuan dalam penggambaran.
4). Perhitungan dan Penggambaran Peta

Titik poligon utama dihitung koordinatnya berdasarkan pada metode kwadrat


terkecil. Penggambaran titik poligon tersebut tidak menggunakan cara grafis.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Gambar ukur yang berupa gambar situasi digambar pada kertas milimeter
dengan skala 1 : 1000 dan garis ketinggian dengan interval 1 m. Ketinggian titik
detail dicantumkan dalam gambar ukur, begitu pula semua keterangan yang
penting. Titik ikat atau titik mati serta titik ikat baru dimasukkan dalam gambar
dengan diberi tanda khusus. Koordinat beserta ketinggian poligon utama
dicantumkan dalam gambar dan dilampiri daftar data koordinat dan
ketinggiannya akan dilampirkan.
5). Prosedur pekerjaan pengukuran

a. Pemeriksaan dan koreksi alat ukur


Sebelum melakukan pengukuran, setiap alat ukur yang akan digunakan
diperiksa dan dikoreksi sebagai berikut :
 Pemeriksaan theodolith :

Sumbu I vertikal, dengan koreksi nivo kotak dan nivo tabung


Sumbu II tegak lurus sumbu I
Garis bidik tegak lurus sumbu II
Kesalahan kolimasi horisontal = 0
Kesalahan indeks vertikal = 0
 Pemeriksaan alat sipat datar :

Sumbu I vertikal, dengan koreksi nivo kotak dan nivo tabung


Garis bidik harus sejajar dengan garis arah nivo.

Hasil pemeriksaan dan koreksi alat ukur dicatat dan dilampirkan dalam laporan.
b. Pemasangan patok-patok
 Patok-patok BM

 Patok-patok kayu, dan dalam keadaan khusus ditambahkan patok bantu

 Untuk memudahkan pencarian patok, sebaiknya pada daerah sekitar


patok diberi tanda-tanda khusus

 Pada lokasi-lokasi khusus dimana tidak mungkin dipasang patok,


misalnya diatas permukaan jalan beraspal atau diatas permukaan batu,
maka titik-titik poligon dan sipat datar ditandai dengan paku seng
dilingkari cat kuning dan diberi nomor.

c. Pengukuran titik kontrol horizontal


USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Pengukuran titik kontrol horizontal dilakukan dengan sistem poligon, dan


semua titik ikat (BM) dijadikan sebagai titik poligon.

 Sisi poligon atau jarak antar titik poligon, diukur dengan meteran atau
dengan alat ukur secara optis ataupun elektronis.

 Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur theodolith dengan


ketelitian baca dalam detik. Disarankan untuk menggunakan theodolith
jenis T2 atau yang setingkat.

 Ketelitian untuk pengukuran poligon adalah sebagai berikut :

 Kesalahan sudut yang diperbolehkan adalah 10” kali akar jumlah titik
poligon.
 Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5”
 Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal dan titik akhir
pengukuran. Setiap pengamatan matahari dilakukan dalam 2 seri (4
biasa dan 4 luar biasa).

d. Pengukuran titik kontrol vertikal


 Pengukuran ketinggian dilakukan dengan cara 2 kali berdiri/pembacaan
(double standard).

 Pengukuran sipat datar mencakup semua titik pengukuran (poligon,


sipat datar, dan potongan melintang) dan titik BM.

 Pengukuran sipat datar disarankan dilakukan dengan alat sipat datar


orde II dengan ketelitian tidak boleh lebih besar dari 10 mm kali akar
jumlah jarak (km).

 Rambu-rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik, berskala


benar, jelas dan sama.

 Pada setiap pengukuran sipat datar dilakukan pembacaan ketiga


benangnya, yaitu Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT), dan Benang
Bawah (BB), dalam satuan milimeter. Pada setiap pembacaan harus
dipenuhi 2 BT = BA + BB.

e. Pengukuran situasi
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachimetry, yang mencakup


semua obyek yang dibentuk oleh alam, maupun manusia yang ada
disepanjang jalur pengukuran.

 Dalam pengambilan data perlu diperhatikan keseragaman penyebaran


dan kerapatan titik yang cukup sehingga dihasilkan gambar situasi yang
benar.

 Pada lokasi-lokasi khusus (misalnya : sungai, persimpangan dengan


jalan yang sudah ada) pengukuran perlu dilakukan dengan tingkat
kerapatan yang lebih tinggi.

 Untuk pengukuran situasi digunakan alat theodolith.

f. Pengukuran penampang melintang


 Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan diatas alas besi

 Pengukuran penampang melintang dilakukan dengan persyaratan :

Tabel B.1. Persyaratan Pengukuran Penampang Melintang

Kondisi Lebar koridor (m) Interval (m)

- Datar, landai, dan 50 + 50 50


lurus
- Pegunungan 50 + 50 25
- Tikungan 25 (luar) + 50 25
(dalam)

g. Perhitungan koordinat
Perhitungan koordinat poligon dibuat setiap seksi, antara pengamatan
matahari yang satu dengan pengamatan berikutnya. Koreksi sudut tidak
boleh diberikan atas dasar nilai rata-rata, tapi harus diberikan berdasarkan
panjang kaki sudut (kaki sudut yang lebih pendek mendapatkan koreksi
yang lebih besar), dan dilakukan dilokasi pekerjaan.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

h. Perhitungan sipat datar


Perhitungan sipat datar dilakukan hingga 4 desimal (ketelitian 0,5 mm), dan
perlu dilakukan kontrol perhitungan pada setiap lembar perhitungan dengan
menjumlahkan beda tingginya.
i. Perhitungan ketinggian detail
Ketinggian detail dihitung berdasarkan ketinggian patok ukur yang dipakai
sebagai titik pengukuran detail dan dihitung secara tachimetric.

B.2 SURVEY KONDISI JALAN

Survey kondisi jalan dilakukan untuk mengetahui jenis konstruksi, struktur, jenis
kerusakan yang terjadi dan seberapa berat kerusakannya dan kondisi lainnya untuk
mendapatkan data yang diperlukan guna perencanaan lebih lanjut.

B.2.1 SURVEY LALU-LINTAS

Survey lalu lintas dilakukan untuk mengetahui volume dan komposisi lalu lintas yang
akan dilayani oleh sistem persimpangan yang diusulkan selama masa palayanannya
untuk merencanakan struktur perkerasan dan geometrik jalan penghubung serta
lebar flyover/underpass.

Survey persimpangan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi


persimpangan/pertemuan jalan baik situasi fisik maupun kondisi lalu lintas antara lain
komposisi, distribusi menurut waktu dan arah, dan lain-lain.

Pelaksanaan survey ini mengikuti pedoman survey lalu lintas yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga No. 017/BNKT/1990 dan pedoman yang berlaku
lainnya serta sesuai dengan permintaan Pengguna Anggaran.

Bagan alir lalu lintas dapat dilihat pada Gambar 3.6.

B.2.2 SURVEY INVENTARISASI JALAN KOTA

Survey ini dilakukan untuk menginventarisasi tentang situasi, panjang jalan, lebar
perkerasan, lebar bahu, troroar, median, drainase, persimpangan-persimpangan,
dengan jalan lain bangunan-bangunan pelengkap jalan dan lain-lain yang berada
dalam daerah disekitar lokasi flyover/underpass dengan jarak interval pengamatan
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

setiap jarak minimal 50 meter dan maksimal 100 meter didaerah yang lurus dan
untuk daerah tikungan minimal setiap jarak 25 meter atau sesuai dengan kebutuhan.

B.2.3 SURVEY HIDROLOGI

Survey hirologi dilaksanakan dengan tujuan untuk mengumpulkan data yang


diperlukan dalam analisa hidrologi dan perencanaan drainase. Lingkup pekerjaan
survai hidrologi ini meliputi :

a. Mengambil data curah hujan dan banjir tahunan dari sumber sumber yang
bersangkutan (data dalam 10 tahunan).
Memprediksi kemungkinan terjadinya curah hujan yang paling besar yang
selanjutnya dapat memperkirakan besarnya intensitas curah hujan.
c. Dari data lapangan dan hasil perhitungan tersebut diatas selanjutnya
menentukan :
 Jenis dan dimensi bangunan drainase yang diperlukan seperti jenis
saluran samping dan dimensinya

 Jenis dan dimensi gorong gorong (jika ada)

B.2.4 PENYELIDIKAN TANAH

Penyelidikan tanah dilapangan disertai dengan foto-foto dan membuat laporan hasil
survey tersebut termasuk hasil laboratorium dan rekomendasinya.

Kegiatan penyelidikan lapangan meliputi :

a. Pemetaan geologi teknis


b. Pemetaan tanah dasar antara lain :
 Gerakan tanah

 Tebal tanah dasar

 Kondisi air tanah dan air permukaan

c. Test pit
Test pit diperlukan untuk mengetahui susunan atau komposisi dan ketebalan
lapis perkerasan jalan yang ada, baik yang sudah beraspal maupun yang belum.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Test pit dilakukan pada setiap jenis satuan tanah yang berbeda, dengan
kedalaman 1 - 2 meter, bila sepanjang daerah penyelidikan hanya dijumpai satu
atau beberapa jenis satuan batuan, maka penggalian sumur uji masing masing
berjarak tidak lebih dari 1 km. Pada kasus tertentu (jalan segera dilaksanakan)
perlu dilakukan penggalian sumur uji tambahan.

Pada setiap test pit dilakukan pengamatan/deskripsi struktur dan jenis tanah, di
foto dan diambil sampelnya serta dilakukan analisa sebagai berikut :

 Indeks properties

 Atterberg limits

 Compaction Standard

 CBR

d. Untuk sudut lereng pada daerah-daerah dengan galian cukup tinggi diperlukan
desain terhadap keruntuhan dengan faktor keamanan F > 1,5 dengan berbagai
variasi perbandingan sudut lereng.
e. Pengisian lembar isian kondisi geoteknik disekitarnya, setiap jarak 500 - 1000
meter.
1). Penyelidikan geologi

Pemetaan jenis batuan dilakukan secara visual, dengan bantuan loupe dan alat
lainnya yang representatif untuk menentukan penyebaran tanah/batuan dasar
dan kisaran tebal tanah pelapukan (yaitu untuk menentukan jenis galian tanah
atau batu)
a. Penyelidikan lapangan
Penyelidikan meliputi pemetaan geologi permukaan detail dengan peta
dasar topografi. Pencatatan kondisi geoteknik disepanjang rencana trase
jalan dilakukan menggunakan lembar isian / form standar yang berlaku.
b. Pemetaan
Jenis batuan yang ada disepanjang rencana trase jalan dipetakan dan
batas-batasnya ditetapkan dengan jelas sesuai dengan data pengukuran,
untuk selanjutnya diplot dalam gambar rencana. Pemetaan mencakup jenis
struktur geologi yang ada antara lain : sesar/patahan, kekar, perlapisan
batuan, dan perlipatan.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Lapukan batuan dianalisis berdasarkan pemeriksaan sifat fisik/kimia,


kemudian hasilnya diplot diatas peta geologi teknik termasuk didalamnya
pengamatan tentang :
 Gerakan tanah

 Tebal pelapukan tanah dasar

 Kondisi drainase alami, pola aliran air permukaan dan tinggi muka air
tanah

 Tata guna lahan

2). Penyelidikan tanah dan bahan

Penyelidikan tanah dan bahan dilakukan dengan cara pengamatan langsung


dilapangan dan pengujian laboratorium.
a. Penyelidikan lapangan
Konsultan akan melakukan penyelidikan lapangan yang mencakup
pengamatan visual, pengambilan contoh tanah terganggu (disturbed
samples), dan pengambilan contoh tanah tak terganggu (undisturbed
samples).
Pengamatan visual
Meliputi pemerian sifat tanah (konsistensi, jenis tanah, warna, perkiraan
persentase butiran kasar/halus) sesuai dengan metoda USCS.
Pengambilan contoh tanah terganggu
Dilakukan dari sumuran uji sekurang-kurangnya 40 kg untuk setiap contoh
tanah. Setiap contoh tanah diberi identitas yang jelas (nomor sumur uji,
lokasi, kedalaman). Setiap sumuran uji yang digali dan contoh tanah yang
diambil di-foto. Dalam foto diberi identitas nomor sumur uji dan lokasi.
Pengambilan contoh tanah tak terganggu
Dilakukan dengan bor mesin menggunakan tabung contoh tanah (split tube
untuk tanah keras atau piston tube untuk tanah lunak). Setiap contoh tanah
diberi identitas yang jelas (nomor bor, lokasi dan kedalaman). Pemboran
dilakukan pada setiap lokasi yang diperkirakan akan dibangun pilar-pilar dan
abutment.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Semua contoh tanah diamankan baik selama penyimpanan dilapangan


maupun dalam pengangkutan ke laboratorium.
b. Penyelidikan laboratorium
Semua contoh tanah yang diambil dari lapangan diuji di laboratorium.
Pengujian di laboratorium meliputi antara lain dan tidak terbatas pada :
 Penentuan klasifikasi tanah

 Pemeriksaan CBR

 Pemeriksan konsolidasi

 Pemeriksaan pemadatan

 Pemeriksaan kadar air asli

 Pemeriksaan berat jenis

 Pemeriksaan kuat geser langsung

 Pemeriksaan triaksial

c. Soil investigation

Jenis soil investigation yang akan dilaksanakan untuk pekerjaan perencanaan


teknik disesuaikan dengan keperluan.

Jenis pengujian laboratorium yang akan dilaksanakan tergantung kepada


jenis/keadaan tanah, dan jenis konstruksi yang direncanakan. Jenis pengujian
laboratorium yang dipilih harus memberikan data yang diminta.

Jenis pengujian tanah di laboratorium akan diuraikan dalam bab ini secara garis
besar, tetapi data dan pengujian yang harus dilakukan, ditentukan sesuai
dengan keperluan perencanaan.

Beberapa soil test antara lain secara garis besar disajikan sebagai berikut :
1. Bor mesin
Cara ini digunakan untuk semua jenis tanah untuk mencapai kedalaman
maksimum 30 m. Contoh tidak terganggu dan terganggu dapat diperoleh
dan juga Standard Penetration Test (SPT) dapat dilakukan. Jarak
pengambilan contoh tidak terganggu dan SPT maksimum 3 m.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Kegunaannya untuk mendapatkan keterangan mengenai tanah, jenisnya,


sifat-sifat fisisnya dan keadaan tanah itu sendiri.
2. Pengambilan contoh asli ( undisturbed sample )
Untuk cara ini diperlukan tabung contoh dengan ukuran 6,8 cm dan panjang
40 cm. Tabung contoh dimasukkan kedalam lubang bor dan kemudian
ditekan perlahan-lahan sampai mencapai kedalaman 40 cm. Untuk
memudahkan pemeriksaan dilaboratorium, minimal 60 % dari tabung harus
terisi tanah. Stang bor kemudian diputar dengan arah terbalik sehingga
contoh tanah terlepas dari kelilingnya dan contoh dapat diangkat keatas.
Setelah tabung contoh diangkat keluar, dilepas dari kepala tabung. Ujung
tanah diratakan dan dibersihkan kemudian diberi lilin/parafin pada ujung-
ujungnya sebagai isolator. Setelah lilin/parafin mengering contoh diberi label
dan ditempatkan pada tempat yang terlindung.
3. Tinggi muka air tanah
Kedalaman tinggi muka air tanah dalam banyak hal akan mempengaruhi
perencanaan pondasi dan cara pelaksanaan. Pengamatan biasanya dengan
mengamati tinggi muka air tanah dalam lubang pengeboran selama 24 jam.
Untuk tanah tembus air ( pasir dan kerikil lepas ) dalam beberapa jam
adalah cukup, sedangkan untuk tanah tembus air yang rendah ( lanau dan
lempung ) memerlukan beberapa hari/minggu untuk menentukan
kedalaman yang pasti tinggi muka air tanah.
4. Ukuran butir
Ukuran dan gradasi butir tanah ditentukan dengan saringan dan analisa
hydrometer. Analisa saringan untuk menentukan gradasi pasir dan kerikil,
sedangkan analisa hydrometer untuk menentukan gradasi lanau dan
lempung. Tanah harus diklasifikasikan mempunyai karakteristik seperti
bahan berbutir kasar (pasir atau kerikil) atau bahan berbutir halus (lanau
atau lempung). Deskripsi mengenai pasir dan kerikil atas dasar ukuran butir
: kasar, sedang, halus. Tanah dengan penyebaran ukuran berbutir yang
baik dari yang kasar sampai ke yang halus disebut gradasi baik ( well
graded ), sedangkan untuk tanah dengan ukuran butir satu jenis disebut
gradasi seragam dan untuk tanah yang kekurangan ukuran butir tertentu
disebut gradasi celah (gap graded). Disamping komposisinya pasir dan
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

kerikil juga diuraikan bentuk butirnya : bulat, hampir bulat, tajam, hampir
tajam.
5. Berat jenis
Berat jenis ditetapkan sebagai perbandingan berat butir tanah dengan berat
air dengan volume yang sama pada suatu suhu tertentu. Berat jenis tanah
tergantung kepada bahan tanah.
6. Berat satuan
Berat satuan masa tanah, ditentukan sebagai perbandingan berat masa
dengan volume masa tersebut.
7. Moisture contents
Untuk menentukan kadar air tanah, yaitu perbandingan berat air yang
terkandung dalam tanah dengan berat kering, dinyatakan dalam %.
8. Batas Atterberg
Untuk petunjuk atau indikasi pengaruh air, lebih lanjut diadakan pengujian
yang meliputi Batas cair ( Liquid Limit = LL ), Batas plastis ( Plastic Limit =
PL ) dan Index plastis ( Plasticity Index = PI ). Batas cair adalah batas kadar
air apabila perubahan tanah dari tingkat cair ke plastis. Batas plastis adalah
kadar air minimum dimana tanah masih dalam tingkat plastis. Perbedaan
antara batas cair dan batas plastis disebut Index plastis. Batas Atterberg
digunakan sebagai suatu dasar untuk membedakan bahan yang
berplastisitas cukup tinggi (lempung), plastis sebagian dan tidak plastis.
Penjelasan batas Atterberg yang bersangkutan adalah suatu dukungan
dalam menentukan jenis pondasi.
9. Konsolidasi
Untuk menentukan sifat kemampatan suatu jenis tanah, yaitu sifat-sifat
perubahan isi dan proses keluarnya air dari dalam tanah yang diakibatkan
adanya perubahan tekanan vertikal pada tanah tersebut. Pengujian hasil
konsolidasi dapat digunakan untuk memilih jenis pondasi yang aman dan
perhitungan besaran serta waktu penurunan.
10. Pengujian triaxial
Pengujian triaxial digunakan untuk menentukan kohesi, sudut geser dalam
dan tekanan air yang dituangkan kedalam tanah. Data ini digunakan untuk
menentukan daya dukung pondasi. Contoh mutu yang jelek tidak boleh
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

digunakan, karena hasilnya akan memberikan gambaran yang


menyesatkan.
11. Direct shear test
Tujuan pengujian ini adalah serupa dengan pengujian triaxial. Dibandingkan
dengan pengujian triaxial, hasil pengujian ini kurang teliti, karena bidang
rusak terjadi dalam geser langsung (direct shear) ditekan oleh cara
pengujian, sedangkan pengujian triaxial, contoh rusak melalui bidang yang
paling lemah. Apabila diharuskan uji geser tanah atau batuan sepanjang
bidang tertentu, direct shear dapat dilaksanakan.
12. Kekuatan tekan bebas ( unconfined )
Pengujian tekan bebas adalah suatu pengujian tekanan yang tidak satu
sumbu, tanpa ada tekanan melintang pada contoh selama pembebanan
vertikal. Pengujian ini dilaksanakan untuk mengukur kekuatan tekan contoh
yang mempunyai suatu bentuk silinder tanah kohesif/batu. Pengujian ini
tidak digunakan untuk tanah yang tidak kohesif atau tanah kohesif yang
amat lembek karena contoh tidak dapat menahan berat sendiri dan runtuh
sebelum dibebani. Biasanya pengujian semacam ini dilaksanakan untuk
contoh yang tidak terganggu dengan kadar air yang asli. Pengujian ini dapat
mengurangi jumlah pengujian triaxial yang harus dilakukan, karena
kekuatan geser pengujian ini dapat digunakan sebagai perbandingan
kekuatan geser tanah dengan pengujian triaxial.
13. Proctor compaction test
Untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah
sehingga bisa diketahui kepadatan maksimum dan kadar air optimum.
14. Test CBR
Berdasarkan cara mendapatkan contoh tanahnya, CBR dapat dibagi atas :
 CBR lapangan.

 CBR lapangan rendaman.

 CBR laboratorium.

CBR lapangan
Gunanya untuk mendapatkan nilai CBR asli dilapangan sesuai dengan
kondisi tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan


dipadatkan lagi. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi kadar air tanah tinggi
(musim penghujan) atau dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi.
CBR lapangan rendaman
Gunanya untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli dilapangan pada
keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan yang maksimum.
Hal ini sering digunakan untuk menentukan daya dukung tanah didaerah
yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi, terletak
didaerah yang badan jalannya sering terendam air pada musim hujan dan
kering pada musim kemarau. Sedangkan pemeriksaan dilakukan dimusim
kemarau.
CBR laboratorium
Nilai CBR yang diperoleh dari contoh tanah yang dibuatkan mewakili
keadaan tanah tersebut setelah dipadatkan. CBR ini disiapkan di
laboratorium.
Pengujian lapangan dan pengujian laboratorium yang lain, disesuaikan
dengan kebutuhan guna menunjang perencanaan teknis.

B.3. SURVEY MATERIAL

Kegiatan yang dilakukan adalah untuk memberikan informasi tentang lokasi sumber
material yang ada disekitar lokasi proyek tersebut, menyangkut jenis, komposisi,
kondisi beserta perkiraan jumlah dan lain-lainnya, yang dapat digunakan sebagai
bahan konstruksi yang proporsional untuk pekerjaan struktur jalan dimaksud, dan
akan dibuat petanya untuk dimasukkan kedalam gambar rencana.

B.4 SURVEY LANSEKAP

Kegiatan yang dilakukan adalah menyelidiki jenis-jenis tanaman yang ada dan
tumbuh-tumbuhan dilokasi proyek dan daerah sekitarnya, termasuk juga
menginventarisasi jenis tanaman yang cocok dengan habitat dilingkungan proyek
dengan cara mempelajari karakteristik tanaman yang ada, mengetahui data iklim
(suhu dan curah hujan), kondisi tanah (struktur, pH dan tingkat kesuburan tanah),
dan mencari sumber-sumber pembudidayaan/pembibitan tanaman yang terdekat
dengan lokasi proyek.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Pelaksanaan survey mengikuti petunjuk yang ada (Tata cara perencanaan Teknik
Lansekap Jalan, No. 033/T/BM/1996) atau sesuai petunjuk Pengguna Anggaran.

B.4 TRAFFIC MANAGEMENT

Penyedia jasa konsultansi/konsultan perencana akan membuat dan merencanakan


pengaturan dan perencanaan lalu lintas (traffic management) berupa :

 Pengaturan lalu lintas pada saat survey.

 Pengaturan lalu lintas pada persimpangan.

 Perencanaan lajur jalan dan pemisah.

 Perencanaan fasilitas pejalan kaki.


1). Pengaturan lalu lintas pada saat survey

Perlengkapan, alat-alat keamanan dan keselamatan kerja serta pengaturan lalu


lintas, mengikuti standar yang berlaku, antara lain :
 Perlengkapan pekerjaan survey disiapkan sebelumnya, untuk kelancaran
pada waktu survey

 Kendaraan survey diberi identitas/tanda khusus

 Perlengkapan/alat-alat keamanan dan keselamatan kerja survey


lapangan

 Perijinan untuk pelaksanaan survey

 Rubber cone, rambu lalu lintas, rambu/papan informasi traffic survey,


penandaan batas daerah survey

 Rompi reflector

 Flagman

 Bantuan polisi, untuk legalitas survey, dan untuk pengaturan lalu lintas
pada saat survey.

2). Pengaturan lalu lintas pada persimpangan


USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Tujuan utama dari pengaturan lalu lintas umumnya adalah untuk menjaga
keselamatan arus lalu lintas dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas
dan terarah, tidak menimbulkan keraguan.

Pengaturan lalu lintas di simpang dapat dicapai dengan menggunakan Sistem


persimpangan yang tidak sebidang, Lampu lalu lintas, Marka dan rambu, dan
Pulau-pulau lalu lintas.

Pemilihan jenis pengaturan simpang didasarkan pada karakteristik fisik dari


simpang maupun kondisi lalu lintasnya.
a. Titik konflik pada simpang
Titik-titik konflik yang timbul pada simpang bervariasi menurut jenis
manufernya. Jumlah dari potensi titik-titik konflik pada simpang tergantung
dari :
 Jumlah kaki simpang

 Jumlah lajur dari setiap kaki simpang

 Jumlah pengaturan simpang

 Jumlah arah pergerakan

Ada dua tipe konflik, yaitu : primer dan sekunder. Konflik primer
termasuk konflik antara arus lalu-lintas dari arah tegak lurus. Konflik
sekunder termasuk konflik antara arus lalu-lintas belok kanan dan lalu-lintas
arah lainnya atau antara arus belok kiri dan pejalan kaki.
Sinyal lalu-lintas terutama menghilangkan konflik primer dan mungkin juga
konflik sekunder. Bila tidak ada konflik (primer dan sekunder) maka
pergerakan-pergerakan adalah tak terganggu. Bila masih ada konflik
sekunder, pergerakan adalah terganggu.
b. Jenis-jenis pengaturan simpang
Makin tinggi tingkat kompleksitas suatu simpang makin tinggi kebutuhan
pengaturannya. Pengaturan simpang dapat dibedakan / dilakukan
sebagai berikut :
 Simpang dibuat tidak sebidang (fly over, underpass)

 Simpang sebidang
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Kombinasi antara sebidang dengan tidak sebidang ( khusus untuk


persimpangan yang sangat kompleks).

Disamping dibuatnya sistim fly over atau underpass kemungkinan masih


diperlukan aturan-aturan lain untuk persimpangan yang sangat komplek,
seperti:
Aturan prioritas
Persimpangan dengan prioritas adalah merupakan kontrol yang paling
umum. ROW pada persimpangan dengan prioritas harus terlihat dengan
jelas, baik marka dan rambu jalan. Secara umum, jalan utama mempunyai
ROW. Jika volume besar pada jalan yang lebih kecil atau jika jalan utama
tidak lurus, aspek efisiensi dan keselamatan memerlukan pertimbangan
tertentu.
Ketentuan dari aturan prioritas pada simpang tanpa signal lalu-lintas sangat
mempengaruhi kelancaran pergerakan arus lalu-lintas yang saling
berpotongan. Terutama pada simpang yang merupakan perpotongan dari
ruas-ruas jalan yang mempunyai kelas yang sama.
Yield signs
Pengaturan ini digunakan untuk melindungi arus lalu-lintas dari salah satu
ruas jalan pada dua ruas jalan yang saling berpotongan tanpa harus
berhenti sama sekali. Sehingga pengendara tidak terlalu terhambat bila
dibandingkan dengan pengaturan stop signs.
Yield signs juga digunakan pada simpang yang diatur dengan channelization
yang digunakan untuk mengatur kendaraan belok kiri pada lajur percepatan
terutama bila lajur percepatan tersebut kurang panjang.
Stop signs
Pengaturan simpang dengan stop signs digunakan bila pengendara pada
kaki simpang harus berhenti secara penuh sebelum memasuki simpang.
Pengaturan ini digunakan pada pertemuan antara minor road dengan major
road.
Channelization
Pengaturan simpang dengan channelization terutama untuk memisahkan
lajur lalu-lintas menerus dan lajur belok. Bentuk fisiknya dapat berupa
marka atau pulau-pulau lalu-lintas. Dengan pengaturan ini arah pergerakan
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

lalu-lintas lebih dipertegas sehingga kendaraan dapat dengan mudah dan


aman memasuki simpang sesuai pada lajurnya. Pulau-pulau lalu-lintas pada
channelization ini juga dapat digunakan sebagai perlindungan bagi
penyeberang/pejalan kaki.
Dimensi dari pulau-pulau lalu-lintas seperti panjang, lebar, jari-jari ujung
berdasarkan pada standar yang ditetapkan.
Lampu lalu-lintas
Pengaturan simpang dengan signal lalu-lintas termasuk yang paling efektif
terutama untuk volume lalu-lintas pada kaki-kaki simpang yang relatif
tinggi. Pengaturan ini dapat mengurangi atau menghilangkan titik-titik
konflik pada simpang dengan memisahkan pergerakan arus lalu-lintas pada
waktu yang berbeda-beda.
Peralihan antara persimpangan dengan prioritas menjadi lampu lalu-lintas
biasanya di-justifikasi dengan pengurangan pada keterlambatan dan
kecelakaan, hal utama yang menentukan peralihan ke lampu lalu-lintas
ditentukan berdasarkan arus lalu-lintas. Lampu lalu-lintas adalah hal yang
paling efektif jika volume turning movement rendah, dan jumlah stage
sedikit.
Jika problem kapasitas terjadi pada lampu lalu-lintas, beberapa parameter
berikut diperlukan untuk meningkatkan kapasitas :
 Menghitung kembali waktu siklus optimum

 Mereview pengaturan fase optimum

 Menentukan pengaturan optimum untuk arus pejalan kaki

 Meningkatkan kapasitas jalur approach dan exit, dan menyediakan jalur


turning movement.

3). Penambahan jumlah lajur pada persimpangan

Penambahan jumlah lajur pada persimpangan akan meningkatkan kapasitas.


Jika waktu siklus juga dapat dikurangi, tundaan untuk kendaraan dan pejalan
kaki juga menurun. Pengaruh penambahan lajur terbaik jika digunakan sebagai
lajur bersama (shared-lane), kecuali arus belok kanan cukup besar (lebih besar
dari 200 - 400 kendaraan/jam).
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

4). Desain geometrik dan layout persimpangan

Berbagai jenis persimpangan sebidang ataupun tidak sebidang mencerminkan


pola pengaturan dari jalan-jalan, derajat pemisahan dari gerakan-gerakan
berlawanan tertentu, volume lalu-lintas yang harus ditampung, kecepatan lalu-
lintas, dan luas daerah yang disediakan untuk fasilitas itu.

Pemisahan kendaraan-kendaraan pada lajur gerak yang berbeda adalah sangat


berguna. Penyaluran atau kanalisasi banyak digunakan pada persimpangan-
persimpangan dimana terdapat volume lalu-lintas yang tinggi atau dimana
ukuran persimpangan itu terlalu besar.

Disain persimpangan perlu mengikuti persayaratan/standar radius lengkungan


dan super-elevasi.

Seluruh marka jalan harus jelas terlihat, dan harus sedekat mungkin dengan
persimpangan, tanpa mengganggu kendaraan lain atau jalur pejalan kaki. Parkir
didekat persimpangan mengurangi jarak pandangan, dan harus dibatasi antara
10 - 50 m dari persimpangan, tergantung dari kelas jalan. Jika parkir
mengurangi efektifitas lebar entry dan exit, sehingga parkir dekat persimpangan
harus dibatasi.

Geometrik dan kanalisasi : Kanalisasi ( channelization) memperbaiki gerak


kendaraan secara efisiensi, dan meningkatkan kapasitas. Apabila masih ada titik
konflik walaupun sudah dibuat overpass/underpass titik konflik harus diatur
sedemikian rupa sehingga proses crossing terjadi pada sudut arah kanan.

Pelebaran jalan dan konstruksinya : Metoda yang sederhana untuk


meningkatkan kapasitas persimpangan adalah dengan memperbesar lebar exit
dan entry. Jika batas kapasitas praktis pada tipe kontrol ini telah dicapai dengan
meningkatkan lebar jalan, maka pertemuan tidak sebidang adalah merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas.
5). Fasilitas pejalan kaki

Problem utama adalah adanya konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan.
Sehubungan dengan masalah ini, adalah penting untuk tidak menganggap
bahwa pejalan kaki adalah penduduk kelas dua, dibandingkan dengan orang
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

yang mempunyai mobil. Prioritas utama adalah untuk melihat apakah tersedia
fasilitas pejalan kaki cukup tersedia, kedua adalah apakah fasilitas tersebut
terpelihara dan beroperasi dengan baik.

Setiap jalan didaerah perkotaan (kecuali jalan tol atau jalan bebas hambatan)
harus menyediakan jalur pejalan kaki pada kedua sisinya. Jalur tersebut harus
tetap terpelihara dan selalu beroperasi dengan baik.

Dua tipe daerah yang diharuskan untuk disediakan jalur pejalan kaki adalah :
 Jalan pada daerah pertokoan utama

 Daerah pemukiman

6). Penyeberangan jalan

Fasilitas terbatas ke :
 Refugee

 Zebra crossing (tidak digunakan pada jalan arteri primer). Refugee


sentral diperlukan untuk 4 jalur, kadang-kadang 2 jalur

 Pelican crossings

 Jembatan penyeberangan (pedestrian bridge) atau bawah tanah,


digunakan jika adanya penyeberang akan mengakibatkan penurunan
kapasitas jalan, mengurangi keselamatan atau meningkatkan
keterlambatan. Jembatan atau subway untuk penyeberang orang
diperlukan untuk jalan dengan lebih dari 4 jalur, dan lalu-lintas
berkecepatan tinggi.

Penyeberangan harus disediakan dimana terdapat konsentrasi arus pejalan


kaki, biasanya yang dibangkitkan oleh adanya akses ke tepi jalan atau ke suatu
tata-guna tanah utama. Jumlah titik-titik penyeberangan harus dibatasi, tetapi
prioritas pejalan kaki harus ditingkatkan. Sistem pagar dapat digunakan untuk
mengalihkan arus, dan membatasi kesempatan untuk menyeberang pada lokasi
yang lain.
7). Rambu dan marka jalan

a. Fungsi rambu
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Rambu sesuai dengan fungsinya dikelompokkan menjadi :


 Rambu peringatan

 Rambu larangan

 Rambu perintah

 Rambu petunjuk

b. Papan tambahan
Papan tambahan adalah papan yang memberikan penjelasan lebih lanjut
dari suatu rambu yang berisi ketentuan waktu, jarak, jenis kendaraan dan
ketentuan lainnya yang dipasang untuk melengkapi rambu lalu-lintas jalan.
c. Warna dasar dan lambang rambu
 Rambu peringatan : warna dasar kuning dengan lambang atau tulisan
berwarna hitam

 Rambu larangan : warna dasar putih dengan tepi berwarna merah


dengan pengecualian apabila ada garis serong berwarna merah lambang
dan atau tulisan berwarna hitam, kecuali kata-kata tulisan warna merah

 Rambu perintah: warna dasar biru dengan lambang atau tulisan


berwarna putih

 Rambu petunjuk :

 Rambu petunjuk yang menyatakan tempat fasilitas umum, batas


wilayah suatu daerah, situasi jalan, serta tempat khusus, warna dasar
biru

 Rambu petunjuk pendahulu jurusan, jurusan dan penegas jurusan


yang menyatakan petunjuk arah untuk mencapai tujuan antara lain
kota, daerah/wilayah serta rambu yang menyatakan nama jalan
dinyatakan dengan warna dasar hijau dengan lambang dan atau
tulisan warna putih

 Khusus rambu petunjuk jurusan kawasan dan objek wisata


dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang dan atau
tulisan warna putih
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Papan tambahan : warna dasar putih dengan tulisan dan bingkai


berwarna hitam.

d. Penempatan rambu
 Rambu ditempatkan disebelah kiri menurut arah lalu-lintas, diluar jarak
tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalu-lintas

 Penempatan rambu dilakukan sedemikian rupa, sehingga mudah terlihat


dengan jelas bagi pemakai jalan dan tidak merintangi lalu-lintas
kendaraan atau pejalan kaki

 Dengan pertimbangan teknis tertentu, sesuatu rambu dapat


ditempatkan disebelah kanan atau diatas daerah manfaat jalan.

e. Bentuk dan lambang rambu


Bentuk dan lambang rambu dapat dilihat pada gambar dalam lampiran
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 17 Tahun 1991.
f. Marka jalan
Garis terputus
 Garis sumbu dan pemisah : Dua jalur dua arah, warna garis putih.

 Hanya garis sumbu : Dua jalur dua arah.

 Garis peringatan : Untuk jalur percepatan/perlambatan dan


penghampiran pada penghalang, warna garis putih.

 Yield line (pada pertemuan tanpa tanda stop).

Garis penuh
 Garis sumbu dan pemisah : Jalur jamak, tanpa median. Untuk 3 jalur
tidak digunakan garis sumbu pemisah. Kecuali pada penambahan jalur
(jalur pendakian) diperlukan sebagai jalur jamak. Digunakan juga pada
tikungan dimana jarak pandangan tidak memenuhi.

 Garis tepi : Tepi perkerasan dalam, tepi perkerasan luar, garis pada
marginal strip.

 Garis pengarah : Untuk pengarah pada persimpangan.

 Garis dilarang pindah jalur atau mendahului : Ditempat tertentu atau


pada daerah tikungan dengan jarak pandangan yang kurang memadai.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Garis stop : Digunakan pada pertemuan major dan minor road.

 Garis pendekat.

Zebra cross dipersimpangan


 Persimpangan siku

 Persimpangan tidak siku

 Garis stop dan zebra cross (persimpangan siku)

 Garis stop dengan zebra cross (persimpangan tidak siku)

Chevron
Garis penuh, warna putih, miring garis disesuaikan dengan arah kendaraan.

Garis dilarang parkir


 Garis diatas kerb, menerus.

 Garis diantara tepi perkerasan dan garis marginal.

Tanda pengarah jalur


Digunakan terutama pada pertemuan-pertemuan jalan. Digunakan tanda
panah. Warna putih.

Marka huruf dan angka


Digunakan untuk rambu petunjuk atau rambu perintah. Marka stop. Warna
putih.

Marka simbol
Digunakan pada pertemuan berprioritas.

Marka pulau (island) pada persimpangan


Digunakan untuk persimpangan yang menggunakan pulau-pulau. Warna
putih.

B.5 PERENCANAAN GEOMETRIK

Penetapan alinyemen horisontal

Konsultan akan menetapkan kembali alinyemen horisontal yang mungkin


menyimpang dari hasil studi kelayakan dengan memperhatikan :
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Lokasi (STA) dan nomor-nomor titik kontrol horisontal.

 Pertimbangan ekonomi.

 Data lengkung horisontal (curva data) yang direncanakan.

 Lokasi dari bangunan pelengkap rencana jembatan.


Bagan alir alinyemen horisontal dapat disajikan pada Gambar F.2.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Gambar B.5.. PERENCANAAN GEOMETRIK

ALINYEMEN HORIZONTAL

Alinyemen Horizontal

Kemiringan tikungan Lengkung peralihan Super-elevasi Pelebaran tikungan

- Gaya sentrifugal - Bentuk lengkung - As jalan - Lintasan


- Koefisien geser - Panjang lengkung - Tepi dalam jalan - Penggeseran
- Kemiringan dan koefisien - Tepi luar jalan - Tonjolan depan
geser pada bidang gerak - Pelebaran total

Landai relatif Bentuk lengkung horizontal Pandangan bebas

- Full circle - Jarak pandangan


- Spriral - Circle - Spiral - Kebebasan samping
- Spiral - Spiral
- Clothoid
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Penetapan alinyemen vertikal

Konsep alinyemen vertikal (penampang memanjang) dapat dimulai setelah konsep


alinyemen horisontal disetujui Project Officer dan digambar dibagian bawah dari
gambar aliynemen horisontal.

Penetapan alinyemen vertikal didasarkan pada :

 Tinggi muka tanah asli.

 Ketentuan kemiringan maksimum diagram super-elevasi.

 Data lengkung vertikal.

 Elevasi bangunan-bangunan pelengkap, bangunan-bangunan drainase, dan


bangunan disekitar rencana jalan.

 Elevasi jembatan.

 Pertimbangan ekonomi.

 Ketentuan panjang kritis landai maksimum.


Bagan alir alinyemen ditunjukkan pada Gambar F.3.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Gambar F.3. PERENCANAAN GEOMETRIK

ALINYEMEN VERTIKAL

Alinyemen Vertikal

Biaya Lengkung vertikal (LV) Landai maksimum

- Biaya pembangunan - Aman dan nyaman - Panjang kritis landai


- Biaya operasi kendaraan - Drainase baik - Jalur pendakian
- Kecelakaan lalu lintas

Bentuk lengkung vertikal Panjang minimum LV

Parabola sederhana - Cembung


- Cekung
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Penetapan potongan melintang

Didalam merencanakan standar potongan melintang Konsultan akan memperhatikan


hal-hal sebagai berikut :

 Rencana pengaturan lalu lintas, jalur hijau tanaman dan bangunan pelengkap
lainnya yang diperlukan.

 Penetapan rencana konstruksi perkerasan dan badan jalan.

 Penetapan rencana drainase.

 Penetapan rencana lansekap.


Bagan alir penampang melintang dapat dijelaskan pada Gambar F.4.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Gambar B.5. PERENCANAAN GEOMETRIK

PENAMPANG MELINTANG

Penampang Melintang

Jalur lalu lintas Median Bahu jalan Drainase

- Lebar lajur - Fungsi median - Fungsi bahu - Kemiringan melintang


- Pengaruh lebar lajur - Lebar bahu - Kemiringan memanjang
- Lebar rencana - Kemiringan bahu - Selokan tepi

Kebebasan Bagian lain

- Kebebasan horisontal - Talud


- Kebebasan vertikal - Trotoar
- Lebar manfaat
- Badan jalan
- Daerah pembebasan
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Keselamatan lalu lintas

Dalam perencanaan geometrik jalan konsultan akan mempertimbangkan aspek


keselamatan pengguna jalan, baik selama pelaksanaan pekerjaan konstruksi maupun
pada saat pengoperasian jalan. Konsultan perlu menjamin bahwa semua elemen
geometrik yang direncanakan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar
geometrik jalan dan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.

Bagan alir standar geometrik jalan dapat ditunjukkan pada Gambar F.5.

Gambar B.5. PERENCANAAN GEOMETRIK

STANDAR PERENCANAAN
KRITERIA DASAR

Kriteria Dasar

Syarat batas perencanaan Pertimbangan biaya

- Lalu lintas harian rata-rata


- Kecepatan rencana
- Lebar daerah penguasaan minimum
- Lebar perkerasan
- Lebar median minimum
- Lebar bahu
- Lereng melintang perkerasan
- Lereng melintang bahu
- Jenis lapisan permukaan jalan
- Miring tikungan maksimum
- Jari-jari lengkung minimum
- Landai maksimum
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Tinjauan geometrik jalan

Standard perencanaan geometrik yang perlu diperhatikan antara lain dan tidak
terbatas pada:

1. Klasifikasi perencanaan
2. Lalulintas (traffic)
3. Kecepatan rencana
4. Potongan melintang
5. Jalur lalulintas
6. Bahu jalan
7. Jarak pandang henti
8. Jarak pandang menyiap
9. Alinyemen horisontal
 Jari-jari tikungan minimum

 Jari-jari minimum untuk bagian jalan dengan kemiringan normal

 Superelevasi

 Bagian peralihan

 Pelebaran pada tikungan

10. Kemiringan melintang


11. Alinyemen vertikal
 Landai maksimum

 Panjang landai kritis

 Jalur pendakian

 Lengkung vertikal

12. Persimpangan sebidang


 Kontrol/pengendalian lalulintas pada persimpangan

 Kecepatan rencana

 Alinyemen dan konfigurasi

 Jarak antara persimpangan

 Jari-jari minimum persimpangan


USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Potongan melintang dekat persimpangan, pergeseran jalur (lane shife)

 Jalur belok kanan

 Jalur belok kiri

1). Klasifikasi jalan

Berdasarkan buku Standar dan spesifikasi geometrik disain untuk jalan


perkotaan Maret 1992, klasifikasi perencanaan disain jalan perkotaan sesuai
dengan klasifikasi jalan terdiri dari dua tipe sebagai berikut :
a. Tipe I, meliputi kategori :
 Jalan Arteri Primer termasuk dalam disain klas I

 Jalan Kolektor Primer termasuk dalam disain klas II

b. Tipe II, meliputi kategori :


 Jalan Arteri Primer termasuk dalam disain klas I

 Jalan Kolektor Primer termasuk dalam disain klas I atau II

 Jalan Arteri Sekunder termasuk dalam disain klas I atau II

 Jalan Kolektor Sekunder termasuk dalam disain klas II atau III

 Jalan Lokal Sekunder termasuk dalam disain klas III atau IV

Disain klas seperti disebutkan diatas sangat ditentukan oleh kondisi/volume


lalu-lintas yang ada.
Bagan alir klasifikasi jalan dapat dilihat pada Gambar F.6.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

GAMBAR B.5

KLASIFIKASI JALAN

Klasifikasi Jalan

Fungsi Volume & sifat lalu lintas Adm. pemilikan Konstruksi

Bina Marga : Kelas I Jalan Negara Jalan Lentur


Jalan Utama (I) Kelas IIA Jalan Propinsi Jalan Kaku
Jalan Sekunder (II) Kelas IIB Jalan Kabupaten
Jalan Penghubung (III) Kelas IIC Jalan Kotamadya
Kelas III Jalan Desa
Urban :
Jalan Ekspres/Tol
Jalan Arteri
Jalan Kolektor
Jalan Lokal
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

2). Alinyemen horisontal

Alinyemen horisontal atau trase suatu jalan adalah proyeksi dari rencana sumbu
jalan, tegak lurus pada bidang datar (peta).
a. Tangen
Tangen adalah bagian lurus dari trase. Tangen tersebut dihubungkan
dengan lengkungan-lengkungan.
b. Lengkungan horisontal
Bentuk yang biasa digunakan :
 Lingkaran

 Spiral - Lingkaran - Spiral

 Spiral - Spiral

3). Alinyemen vertikal

Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal
melalui sumbu jalan.

Alinyemen vertikal menyatakan bentuk geometrik jalan dalam arah vertikal


(naik/turunnya jalan).
 Lengkung vertikal parabola cembung

 Lengkung vertikal parabola cekung

Gambar parabola cekung sama dengan cembung dibalik.


4). Diagram superelevasi

Diagram ini merupakan suatu cara untuk menggambarkan pencapaian


superelevasi dari lereng normal ke kemiringan melintang.
5). Disain penampang melintang

Penampang melintang jalan raya umumnya terdiri dari bagian : lajur lalu-lintas,
bahu jalan, saluran tepi jalan.
6). Lebar lajur (lane width)

Pada saat sebuah kendaraan berpapasan dengan kendaraan lain dari depan,
atau menyiap kendaraan lain yang bergerak lebih lambat, posisi yang dipilih
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

pengemudi terutama tergantung pada lebar jalan atau bagian jalan yang
diperkeras.

Hasil penelitian terakhir menunjukkan adanya alasan yang kuat untuk


penggunaan lebar lajur yang cukup besar pada jalan-jalan dimana kendaraan
penumpang dan truck-truck besar sering saling berpapasan atau saling
menyiap.

Alasan yang dikemukakan adalah bahwa apabila muncul angin samping (cross
wind) yang kuat, tekanan angin dapat mengakibatkan kendaraan menyimpang
atau bahkan keluar dari jalurnya.

Lebar kendaraan penumpang umumnya antara 1,50 - 1,75 m. Bina Marga


mengambil lebar kendaraan rencana :
 Mobil penumpang : 1,70 m

 Truk/bis/semitrailer : 2,50 m

Pada jalan lokal (kecepatan rendah) lebar jalan dianjurkan minimum 5,50 m ( 2
x 2,75 m ).

Dengan pertimbangan biaya yang tersedia, lebar 5,00 m masih diperkenankan.

Jalan yang direncanakan untuk kecepatan tinggi, lebar per lajur lalu-lintas lebih
besar dari 3,25 m, sebaiknya 3,50 m.
7). Jumlah lajur (lane width)

Banyaknya lajur yang diperlukan sangat tergantung dari volume lalu-lintas dan
tingkat pelayanan jalan yang diharapkan.
8). Kemiringan melintang jalur lalu-lintas

Kemiringan melintang dijalan lurus diperuntukkan terutama untuk drainase,


kemiringan melintang antara 1 - 3 % untuk jalan beraspal. Untuk jalan tanpa
bahan pengikat, kemiringan melintang sampai 5 %.
9). Bahu jalan

Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu-lintas,
berfungsi :
 Ruangan untuk tempat berhenti sementara
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Ruangan untuk menghindarkan diri dalam keadaan darurat

 Memberikan kelegaan pengemudi

 Memberikan sokongan konstruksi jalan dari arah samping

 Ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan jalan

 Ruangan untuk lintasan kendaraan patroli, ambulan.

a. Jenis bahu jalan :


 Bahu yang tidak diperkeras : material tanpa bahan pengikat.

 Bahu yang diperkeras : material dengan bahan pengikat.

b. Letak bahu jalan :


 Bahu kiri/luar (left/outer shoulder) : bahu yang terletak ditepi sebelah
kiri dari jalur lalu-lintas.

 Bahu kanan/dalam (right/inner shoulder) : bahu yang terletak ditepi


sebelah kanan dari jalur lalu-lintas.

c. Lebar bahu jalan :


Lebar bahu jalan dipengaruhi oleh :
 Fungsi jalan

 Volume lalu-lintas

 Kegiatan disekitar jalan

 Ada atau tidaknya trotoar

 Biaya

Lebar bahu jalan antara 0,50 - 2,50 m.


d. Lereng melintang bahu jalan :
Kemiringan melintang bahu lebih besar dari kemiringan melintang jalur
perkerasan jalan, yaitu antara 4 - 6 %.
10). Saluran samping

Fungsi saluran samping :


 Mengalirkan air dari permukaan jalan atau dari luar jalan.

 Menjaga supaya konstruksi jalan selalu dalam keadaan kering.


USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Umumnya bentuk saluran samping adalah trapesium atau segi-empat. Lebar


saluran berdasar debit rencana, minimum 30 cm. Kelandaian dasar saluran
biasanya mengikuti kelandaian jalan. Bila kelandaian dasar saluran cukup besar,
perlu dibuat terasering.
11). Talud

Talud umumnya dibuat kemiringan 2H : 1V, atau dibuat sesuai dengan landai
yang aman. Berdasarkan keadaan tanah atau kondisi jalan, mungkin juga
dibuat dinding penahan tanah (retaining wall).
12). Pengaman tepi

Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika
terjadi kecelakaan dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan.

Umumnya dipergunakan pada :


 Sepanjang jalan yang menyusur jurang

 Tanah timbunan dengan tikungan yang tajam

 Pada jalan-jalan dengan kecepatan tinggi.

Jenis pengaman tepi :


 Pengaman tepi dari besi yang digalvanised (guard rail)

 Pengaman tepi dari beton (parapet)

 Pengaman tepi dari tanah timbunan

 Pengaman tepi dari batu kali

 Pengaman tepi dari balok kayu.

13). Daerah Manfaat Jalan (damaja)

Daerah manfaat jalan meliputi : badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur
pemisah dan bahu jalan.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

14). Daerah Milik Jalan (damija)

Daerah milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar
dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina Jalan dengan suatu hak
tertentu.

Biasanya pada setiap 1 km dipasang patok DMJ warna kuning.


15). Daerah Pengawasan Jalan (dawasja)

Daerah pengawasan jalan adalah sejalur tanah tertentu yang terletak diluar
daerah milik jalan, yang penggunaannya diawasi oleh Pembina Jalan, dengan
maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi
bangunan jalan, dalam hal tidak cukup luasnya daerah milik jalan.
16). Parameter perencanaan geometrik jalan

Parameter perencanaan :
 Kendaraan rencana

 Kecepatan rencana

 Volume dan kapasitas jalan

 Tingkat pelayanan.

a. Kendaraan rencana
Kendaraan rencana umumnya dikelompokkan :
 Mobil penumpang

 Bus/truk

 Semi trailer

 Trailer.

Untuk perencanaan geometrik jalan :


 Ukuran lebar kendaraan rencana akan mempengaruhi lebar lajur

 Sifat membelok kendaraan akan mempengaruhi perencanaan tikungan


dan lebar median (bila ada) dimana mobil diperkenankan untuk
memutar (U turn).

 Daya kendaraan akan mempengaruhi tingkat kelandaian yang dipilih


USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Tinggi tempat duduk pengemudi akan mempengaruhi jarak pandangan


pengemudi.

Tabel B.2. Ukuran kendaraan rencana (satuan m)

Jenis Panjan Lebar Tinggi Depan Jarak Belakang Radius


g
Kendaraan total total Tergantu Gandar tergantu putar
ng ng min.

Kendaraan 4,7 1,7 2,0 0,8 1,2 2,7 6,0


Penumpang

Truk/bus 12,0 2,5 4,5 1,5 6,5 4,0 12,0


tanpa
gandengan

Kombinasi 16,5 2,5 4,0 1,3 4,0 (depan) 2,2 12,0


9,0
(belakang)

b. Kecepatan rencana

Kecepatan rencana adalah suatu kecepatan yang ditetapkan untuk disain


dan korelasi segi-segi fisik dari suatu jalan raya yang mempengaruhi operasi
kendaraan.
Kecepatan ini adalah kecepatan maximum yang aman yang dapat
dipertahankan pada tempat tertentu di jalan raya itu apabila kondisinya
begitu menyenangkan sehingga kendaraan hanya diatur oleh aspek disain
jalan raya.
Sebagai acuan lain, AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Office) menyarankan agar kecepatan rencana ditetapkan
pada tingkat terbesar yang masih mungkin memenuhi tuntutan pengemudi
pada saat ini maupun diwaktu mendatang selama umur rencana jalan.
Menurut AASHTO, pertama kali harus diadakan klasifikasi jalan. Jalan
dikelompokkan sebagai datar, perbukitan dan pegunungan.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Kecepatan rencana 80 km/jam dilihat dari sifat kendaraan pemakai jalan,


dan kondisi jalan merupakan kecepatan rencana tertinggi untuk jalan tanpa
pengawasan jalan masuk.
Kecepatan rencana 20 km/jam merupakan kecepatan terendah yang masih
mungkin untuk dipergunakan.
Perubahan kecepatan rencana yang dipilih disepanjang jalan tidak boleh
terlalu besar dan tidak dalam jarak yang terlalu pendek. Perbedaan sebesar
10 km/jam dapat dipertimbangkan karena akan menghasilkan beda rencana
geometrik yang cukup berarti.
c. Volume dan kapasitas jalan
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik
pengamatan dalam satu satuan waktu.
Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan
penentuan jumlah dan lebar lajur adalah :
 Lalu lintas Harian Rata-rata

 Kapasitas

Lalu lintas harian rata-rata :


Dari cara memperoleh data tersebut dikenal 2 jenis yaitu :
 Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT)

 Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR).

Lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah volume lalu lintas rata-rata dalam
satu hari atau hasil bagi jumlah kendaraan yang diperoleh selama
pengamatan dengan lamanya pengamatan.
LHR atau LHRT untuk perencanaan jalan baru dari analisa data yang
diperoleh dari survai asal dan tujuan serta volume lalu lintas disekitar jalan
tersebut.
Kapasitas :
Kapasitas adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu
penampang jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus
lalu lintas tertentu.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

d. Tingkat pelayanan jalan


Lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan dengan
baik walaupun LHR telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh karena tingkat
kenyamanan dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan rencana belum
ditentukan. Lebar lajur yang dibutuhkan akan lebih lebar jika pelayanan
jalan diharapkan lebih tinggi. Kebebasan bergerak yang dirasakan
pengemudi akan lebih baik pada jalan-jalan dengan kebebasan samping
yang memadai.
Pada keadaan volume lalu lintas rendah, pengemudi akan merasa lebih
nyaman mengendarai kendaraan dibandingkan jika berada pada daerah
dengan volume lalu lintas besar. Kenyamanan berkurang sebanding dengan
bertambahnya volume lalu lintas.
Kenyamanan dari kondisi arus lalu lintas yang ada tidak cukup hanya
digambarkan dengan volume lalu lintas tanpa disertai data kapasitas jalan
dan kecepatan pada jalan tersebut.
Tingkat kenyamanan/pelayanan jalan dapat ditentukan dari nilai V/C dan
Kecepatan. Tingkat pelayanan jalan merupakan kondisi gabungan yang
ditunjukkan dari hubungan antara V/C dan Kecepatan.
Highway Capacity Manual membagi tingkat pelayanan jalan menjadi 6
keadaan:
Tingkat pelayanan A
Dengan ciri-ciri :
 Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan

 Volume dan kepadatan lalu lintas rendah

 Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi

Tingkat pelayanan B
Dengan ciri-ciri :
 Arus lalu lintas stabil

 Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas, tetapi tetap dapat
dipilih sesuai kehendak pengemudi
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Tingkat pelayanan C
Dengan ciri-ciri :
 Arus lalu lintas masih stabil

 Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh


besarnya volume lalu lintas sehingga pengemudi tidak dapat lagi
memilih kecepatan yang diinginkannya

Tingkat pelayanan D
Dengan ciri-ciri :
 Arus lalu lintas sudah mulai tidak stabil

 Perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan


perjalanan

Tingkat pelayanan E
Dengan ciri-ciri :
 Arus lalu lintas sudah tidak stabil

 Volume kira-kira sama dengan kapasitas

 Sering terjadi kemacetan

Tingkat pelayanan F
Dengan ciri-ciri :
 Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah

 Sering terjadi kemacetan

 Arus lalu lintas rendah

17). Jarak pandangan

Jarak pandangan adalah panjang jalan didepan kendaraan yang masih dapat
dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi.

Jarak pandangan berguna untuk :


 Menghindarkan terjadinya tabrakan.

 Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain.

 Menambah efisiensi jalan.


USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Sebagai pedoman bagi pengatur lalu lintas dalam penempatan rambu-


rambu lalu lintas.

Berdasarkan kegunaannya, jarak pandangan dibedakan menjadi :

Jarak pandangan henti :

Yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraannya.


Jarak pandangan henti minimum adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk
menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya rintangan pada
lajur jalannya.
Jarak pandangan menyiap :

Yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk dapat menyiap kendaraan lain
yang berada pada jalur jalannya dengan menggunakan lajur untuk arah yang
berlawanan.

Jarak pandangan menyiap standar pada jalan 2 lajur 2 arah dihitung


berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas :
 Kendaraan yang akan disiap harus mempunyai kecepatan tetap.

 Sebelum menyiap, kendaraan harus mengurangi kecepatannya dan


mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan kecepatan yang sama.

 Bila kendaraan sudah berada pada lajur untuk menyiap, maka


pengemudi harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan
menyiap dapat diteruskan atau tidak.

 Kecepatan kendaraan yang menyiap mempunyai perbedaan sekitar 15


km/jam dengan kecepatan kendaraan yang akan disiap.

 Pada saat kendaraan yang menyiap telah berada kembali pada lajur
jalannya, maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang
bergerak dari arah yang berlawanan.

 Tinggi mata pengemudi diukur dari permukaan perkerasan menurut


AASHTO „90 = 1,06 m ( 3,5 ft ) dan tinggi obyek yaitu kendaraan yang
akan disiap 1,25 m ( 4,25 ft ), sedangkan Bina Marga (urban)
mengambil tinggi mata pengemudi sama dengan tinggi obyek 1,00 m.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Kendaraan yang bergerak dari arah berlawanan mempunyai kecepatan


sama dengan kendaraan yang menyiap.

Jarak pandangan pada malam hari

Pandangan malam hari dibatasi oleh kemampuan penyinaran dan ketinggian


letak lampu besar. Keadaan yang menentukan pada malam hari adalah jarak
pandangan henti, sedangkan jarak pandangan menyiap dimana bahaya yang
timbul diakibatkan oleh kendaraan dari arah lawan tidak lagi menentukan,
karena sorotan lampu kendaraan yang datang akan terlihat nyata.

Faktor yang paling menentukan pada malam hari adalah faktor lampu besar.
Penurunan kemampuan untuk melihat pada malam hari terutama adalah akibat
kesilauan lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.
18). Pelebaran perkerasan pada lengkung horizontal

Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju ke tikungan seringkali tak
dapat mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan. Hal ini
disebabkan karena:
 Pada waktu membelok yang diberi belokan pertama kali hanya roda
depan, sehingga lintasan roda belakang agak keluar lajur (off tracking).

 Jejak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit, karena bemper depan dan
belakang kendaraan mempunyai lintasan yang berbeda dengan lintasan
roda depan dan roda belakang.

 Pengemudi mengalami kesukaran dalam mempertahankan lintasannya


tetap pada lajur jalannya terutama pada tikungan-tikungan yang tajam
atau pada kecepatan-kecepatan yang tinggi.

Untuk menghindari hal tersebut diatas maka pada tikungan-tikungan yang


tajam perlu perkerasan jalan diperlebar.

Faktor-faktor pelebaran perkerasan yang dipergunakan sebagai dasar


perencanaan :
 Jari-jari lengkung

 Kecepatan kendaraan
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

 Jenis dan ukuran kendaraan rencana

Pada umumnya truk tunggal merupakan jenis kendaraan yang dipergunakan


sebagai dasar penentuan tambahan lebar perkerasan yang dibutuhkan.

Tetapi pada jalan-jalan dimana banyak dilewati kendaraan berat, jenis


kendaraan semi trailer merupakan kendaraan yang cocok dipilih untuk
kendaraan rencana.

Elemen-elemen pelebaran perkerasan tikungan terdiri dari :


 Off tracking

 Kesukaran dalam mengemudi ditikungan

Off tracking :
Bina Marga memperhitungkan pelebaran dengan mengambil posisi kritis
kendaraan, yaitu pada saat roda depan kendaraan pertama kali dibelokkan
dan tinjauan dilakukan untuk lajur sebelah dalam, berdasarkan kendaraan
rencana truk tunggal.
Kesukaran dalam mengemudi ditikungan :
Tambahan lebar perkerasan akibat kesukaran dalam mengemudi ditikungan
diberikan oleh AASHTO sebagai fungsi dari kecepatan dan radius lajur
sebelah dalam.
Kebebasan samping dikiri dan kanan jalan tetap harus dipertahankan demi
keamanan dan tingkat pelayanan jalan.
Kebebasan samping sebesar 0,50 m, 1,00 m dan 1,25 m cukup memadai
untuk jalan dengan lebar lajur 6,00 m, 7,00 m dan 7,50 m.

B.6 PERENCANAAN PERKERASAN

Pemilihan type dan material perkerasan akan didasarkan pada pertimbangan dari segi
ekonomi, kondisi setempat, tingkat kebutuhan, kemampuan pelaksanaan dan syarat
teknis lainnya.

Perhitungan tebal perkerasan lentur dilakukan dengan metode analisa komponen


Bina Marga beserta AASHTO 1986 dan Road Note 31 sebagai desain pembanding
dengan umur rencana 10 dan 20 tahun.

Konsultan akan membuat juga bangunan pelengkap jalan.


USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

1). Standar

Rujukan yang dipakai untuk perhitungan konstruksi perkerasan jalan dalam


pekerjaan ini adalah : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya dengan Metoda Analisa Komponen SNI-1732-1989-F, SKBI-2.3.26.1987,
UDC:625.73(02). Dan dianjurkan dalam Kerangka Acuan Kerja untuk
pembanding, digunakan metode AASHTO 1986 dan Road Note 31.
2). Analisis lalu lintas

Konsultan akan melakukan analisis data lalu lintas untuk penetapan lebar dan
tebal konstruksi perkerasan.
3). Pemilihan jenis bahan

Konsultan akan mengutamakan penggunaan bahan setempat sesuai dengan


masukan dari laporan penyelidikan tanah dan survai material. Bila bahan
setempat tidak dapat digunakan langsung sebagai bahan konstruksi, maka
konsultan akan mengusulkan usaha-usaha peningkatan sifat-sifat teknis bahan
sehingga dapat dipakai sebagai bahan konstruksi jalan.
4). Bila pekerjaan konstruksi perkerasan direncanakan secara bertahap (vertikal),
maka pada segmen-segmen jalan dengan kemiringan memanjang > 6 %, harus
digunakan jenis bahan konstruksi yang menggunakan bahan pengikat.

5). Prinsip perencanaan tebal perkerasan

Perkerasan jalan direncanakan menggunakan jenis perkerasan lentur. Prinsip-


prinsip perencanaan perkerasan lentur menggunakan metode/cara Bina Marga
Analisa Komponen :
1. Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu arus jalan
yang menampung lalu lintas terbesar.

Koefesien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang
lewat pada jalur rencana ditentukan sesuai dalam “daftar koefisien distribusi
kendaraan (C)” pada buku standar Bina Marga.
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

2. Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E)

( BebansatusumbutunggaldalamKg) 4
Angka ekivalen sumbu tunggal =
8160
( BebansatusumbutunggaldalamKg) 4
Angka ekivalen sumbu ganda = 0,086
8160
3. Lalulintas Harian Rata-rata (LHR)
LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana, yang
dihitung untuk diusahakan pada jalan tanpa median atau masing-masing
arah pada jalan dengan median.
4. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
n
LEP   LHR j  C j  E j
j1

j = Jenis Kendaraan
5. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
n
LEA   LHR j 1  i
UR
 Cj  Ej
j1

UR = Umur Rencana
i = perkembangan lalulintas
6. Lintas Ekivalen Tengah (LET)
LEP  LEA
LET =
2
7. Lintas Ekivalen Rencana (LER)
LER = LET x FP
LR
FP 
10
8. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR
Daya dukung tanah dasar ditetapkan berdasarkan grafik koreksi dengan
CBR dalam buku standar Bina Marga.
9. Faktor Regional (FR)
 Kelandaian

 Persentasi kendaraan berat (  13 ton )

 Curah hujan
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

Faktor regional dapat diambil dari nilai-nilai yang terdapat dalam buku
standar.
10. Indeks Permukaan (IP)
Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari pada kerataan serta kekokohan
permukaan yang berkaitan dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang
lewat.
11. Indeks permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta
kekokohan) pada awal umur rencana.
12. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai
lapis permukaan, pondasi ditentukan/digunakan seperti pada “Daftar
Koefisien Kekuatan Relatif (a)” dalam buku standar.
13. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Penetuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
a1, a2, a3 = Koefesien Keukuatan relatif bahan
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan.
14. Pelapisan Tambahan
Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan
lama (existing pavement) dinilai sesuai “Daftar Nilai Kondisi Perkerasan
Jalan” pada buku standard Bina Marga.
Indek total perkerasan yang diperhitungkan (  ITP)
 ITP = ITP - ITPe
ITPe = ITP perkerasan jalan lama (existing pavement)
Pelapisan tambahan :
ITP
D1 ' 
a1

15. Konstruksi bertahap


Konstruksi bertahap digunakan pada keadaan tertentu, antara lain :
 Keterbatasan biaya untuk pembuatan tebal perkerasan sesuai rencana,
perkerasan dapat direncanakan dalam dua tahap, misalnya tahap
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

pertama untuk 5 tahun dan tahap berikutnya untuk sisa tahun


berikutnya

 Kesulitan dalam memperkirakan perkembangan lalu-lintas untuk jangka


panjang, dengan adanya pentahapan, perkiraan lalu-lintas diharapkan
tidak jauh meleset

 Kerusakan setempat (weak spots) selama tahap pertama dapat


diperbaiki dan direncanakan kembali sesuai data lalu-lintas yang ada.

Metoda perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep sisa


umur. Perkerasan berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama
mencapai keseluruhan masa fatique. Untuk itu tahap kedua diterapkan bila
jumlah kerusakan pada tahap pertama sudah mencapai kurang lebih 60 %.
Dengan demikian sisa umur tahap pertama tinggal kurang lebih 40 %.
Untuk menetapkan ketentuan diatas maka perlu dipilih waktu tahap
pertama antara 25 % - 50 % dari waktu keseluruhan.
Perumusan konsep sisa umur ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur (sudah mencapai fatique,
misalnya timbul retak), maka tebal perkerasan tahap I didapat dengan

memasukkan lalu-lintas sebesar LER 1

b. Jika pada akhir tahap II diinginkan adanya sisa umur kurang lebih 40
% maka perkerasan tahap I perlu ditebalkan dengan memasukkan lalu-

lintas sebesar x. LER 1

c. Dengan anggapan sisa umur linear dengan sisa lalu-lintas, maka :

(Tahap I plus) = (Tahap I) + (Sisa tahap I)

x. LER1  LER1  40%. LER1

x = 1,67

d. Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur maka tebal perkerasan

tahap II didapat dengan memasukkan lalu-lintas sebesar LER2

e. Tebal perkerasan tahap I + II didapat dengan memasukkan lalu-lintas


sebesar
USULAN TEKNIS CV. ARCHITILA BORNEO KONSULTAN

y. LER2 . Karena 60 % y. LER2 sudah dipakai pada tahap I maka :

(Tahap I + II) = (Tahap I) + (Tahap II)

y. LER2  60%. y. LER2  LER2

y = 2,5

f. Tebal perkerasan tahap II diperoleh dengan mengurangkan tebal

perkerasan tahap I + II (lalu-lintas y. LER2 ) terhadap tebal perkerasan I

(lalu-lintas x. LER 1 )

g. Dengan demikian pada tahap II diperkirakan ITP2 dengan rumus :

ITP2  ITP  ITP1

ITP didapat dari nomogram dengan LER = 2,5 LER2

ITP1 didapat dari nomogram dengan LER = 1,67 LER 1

Anda mungkin juga menyukai