Anda di halaman 1dari 38

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RS KARANGGEDE SISMA MEDIKA

NOMOR: 4828/PR-Kep.Dir/II/2016
Tentang
KEBIJAKAN PELAYANAN
KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RS KARANGGEDE SISMA MEDIKA

DIREKTUR RS KARANGGEDE SISMA MEDIKA

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Karanggede Sisma Medika, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi dari setiap
gugus tugas / unit pelayanan yang ada;
b. Bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
merupakan salah satu gugus tugas / unit pelayanan di
Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika yang harus
mendukung pelayanan rumah sakit secara keseluruhan
maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan pencegahan
dan pengendalian infeksi yang bermutu tinggi.
c. bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan
Direktur tentang Kebijakan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi Rumah Sakit Karanggede Sisma
Medika sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a, b dan c, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan
Direktur Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
2. Keputusan Pengurus Yakkum Nomor 2071-Ps/STRUKTUR-
RSPR/VII/2013 tentang Penetapan Struktur Rumah Sakit
Karanggede Sisma Medika

1
3. SK Pengurus Yakkum Nomor: 2263-Ps/PERPJ/PUK.
RSPR/XII/2013 tentang Perpanjangan Jabatan dr. Djoko
Pramono, MM, CHt sebagai Direktur RS Karanggede Sisma
Medika Periode 1 Januari 2014 – 31 Maret 2016.
4. SK Direktur RS Karanggede Sisma Medika No. 4600/PR-
Kep.Dir/VIII/2013 Tentang Kebijakan Pelayanan RS
Karanggede Sisma Medika.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RS KARANGGEDE SISMA MEDIKA
Tentang KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT KARANGGEDE
SISMA MADIKA.
Kedua : Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit Karanggede
Sisma Medika dilaksanakan oleh Direktur Rumah Sakit
Karanggede Sisma Medika.
Keempat : Kepala pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan
ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

2
Ditetapkan di : BOYOLALI

Pada Tanggal : 1 AGUSTUS 2016

DIREKTUR RUMAH SAKIT KARANGGEDE SISMA MEDIKA

dr. Djoko Pramono, MM, CHt

Surat Keputusan ini dan lampirannya diserahkan kepada:


1. Wakil Direktur .......Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika.
2. Kepala Bagian ....... Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika.
3. Kepala Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit
Karanggede Sisma Medika.
4. Arsip

3
Lampiran
Keputusan Direktur Rumah Sakit
Karanggede Sisma Medika
Nomor : 4828/PR-Kep.Dir/II/2014
Tanggal : 2 AGUSTUS 2016

KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI.
RUMAH SAKIT KARANGGEDE SISMA MEDIKA

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta
kasih, tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka
yang lemah dan kurang mendapat perhatian (option for the poor).
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu
layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi
pasien, keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi, Falsafah
dan Tujuan Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika.
3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien
(patient centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas
pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian
pelayanan pasien, serta memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan
masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa unit
pelayanan tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui kegiatan
Plan-Do-Check-Action (PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah
sakit dan melibatkan berbagai individu.
7. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang muka.
4
8. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan,
mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi
unit pelayanan maupun visi-misi rumah sakit.
9. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi ketentuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi
dan mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, dan
memelihara kondisi lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat
pelindung diri (APD).
10. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan 6 (enam)
sasaran Keselamatan Pasien.
11. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara
teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
12. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit.
13. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin / lisensi / sertifikasi sesuai dengan
profesi dan ketentuan yang berlaku.
14. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi,
standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan semua
peraturan rumah sakit yang berlaku.
15. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai
sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan
pelayanan kepada masyarakat.
16. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan menggunakan
informasi secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan
kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik secara keseluruhan maupun individu.
17. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui
rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
18. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan
tahunan kepada manajemen rumah sakit.
19. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 7 (tujuh) standar
keselamatan pasien, dan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
20. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa ( TB ) sesuia dengan pedoman
stategi DOTS

5
21. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak bersedia di rumah sakit, maka pasien
harus dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan
pasien / keluarga
22. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
23. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medis
pasien yang dilayani.
24. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal
ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.

B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI
a) Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap
penularan infeksi di Rumah Sakit, maka Rumah Sakit Karanggede Sisma
Medika melaksanakan Pencegahandan Pengendalian Infeksi (PPI).
b) Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) serta Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (TPPI). Komite PPI Rumah Sakit Karanggede Sisma
Medika bertanggung jawab langsung kepada Direktur. Tim PPI bertanggung
jawab langsung kepada Komite PPI.
c) Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas
sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011.
d) Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional
disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
e) Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka
Rumah Sakit Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika memiliki 1 IPCN
(Infection Prevention and Control Nurse) purnawaktu yang bertugas
mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian infeksi yang meliputi
gugus tugas perawatan, IPSRS, Farmasi, Gizi, Administrasi, IGD,
Laboratorium.
f) Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection
Prevention and Control Link Nurse) dan IPCLS (Infection Prevention and

6
Control Link Staf ) sebagai pelaksana harian / penghubung di unit masing-
masing.

2. KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan
sterilisasi, tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan benda tajam,
pengendalian lingkungan, praktik menyuntik yang aman, kebersihan
pernafasan / etika batuk, praktek lumbal punksi, perawatan peralatan pasien,
penatalaksanaan linen, program kesehatan karyawan, penempatan pasien.
Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua area Rumah
Sakit dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas
pelayanan sesuai Panduan PPI Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika.

3. KEBERSIHAN TANGAN
a. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di
Seluruh lingkungan Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika.
b. Indikasi kebersihan tangan secara umum :

 Segera : setelah tiba di tempat kerja


 Sebelum :

invasif
-obatan

 Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan


terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang

7
 Setelah :

urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan


terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik
menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan.
/
bersin).
gkungan di sekitar pasien

c. 4 Jenis kebersihan tangan .


 Kebersihan tangan surgical
 Kebersihan tangan Aseptik
 Kebersihan tangan alkohol handrub
 Kebersihan tangan Sosial

d. Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan (WHO):


 Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
 Momen 2 : sebelum tindakan asepsis
 Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
 Momen 4 : setelah kontak dengan pasien
 Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

e. 6 langkah kebersihan tangan.


f. Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-klinis) di
Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika, yaitu :
 Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun (sosial)
 Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik
chlorhexidine 2% (aseptik)
 Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)
 Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptik

8
chlorhexidine 4 % (surgical).

g. Kebersihan tangan efektif :


 Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien
 Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi),
semuaperhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus
dilepaskanselama bertugas dan pada saat melakukan kebersihan
tangan
 Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan
kuku palsu dan cat kuku
 Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air
 Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan
handuk sekali pakai
 Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila
tangan terlihat kotor
 Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
(handrub) bila tangan tidak terlihat kotor diantara tindakan
 Keringkan tangan menggunakan handuk sekali pakai
 Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan
sarung tangan
 Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada
isinya.
 Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian
ulang

h. Sediakan di setiap ruangan / bagian :


 Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :

arutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2


dan 3) : poli rawat jalan, HCU, UGD (area non tindakan), ruang
keperawatan, unit penunjang medik (radiologi, laboratorium klinik)
chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kamar bedah, VK

kebersihan tangan momen 1,4,5), toilet, dapur.

9
pasien di area kritis (UGD, ruang observasi VK, HCU, kamar
bedah), setiap pintu masuk kamar pasien, meja trolly tindakan.
 Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :

chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3):


sanitasi, kamar cuci, kamar jenazah, CSSD.
-masuk
petugas / pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar
jenazah, area dimana fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan
air mengalir tidak tersedia / jauh letaknya.

i. Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :


 Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan :
klinis setiap 2 minggu sekali (ruang keperawatan,
UGD, HCU, OK, rawat jalan, VK, Gizi) .
 Dengan memperhatikan 4,5,6 kebersihan tangan sebelum kontak
dengan pasien (Momen 1 menurut WHO).
non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci, farmasi,
dapur, IPSRS, sanitasi, kamar jenazah) : sesuai indikasi
kebersihantangan secara umum.

non klinis dengan sasaran 30 % dari jumlah masing-masing


profesi (Dokter, Perawat, Radiologi dan Gizi).

j. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien,


keluarga dan pengunjung yang merupakansalah satu bagian dari proses
penerimaan pasien baru.
k. Setiap petugas di RS Karanggede Sisma Medika wajib mengikuti
pelatihan kebersihan tangan yang diadakan oleh rumah sakit secara
berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan tangan melalui
orientasi dan pendidikan berkelanjutan.

10
l. Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas (dokter,
perawat, radiologi, gizi) setiap 2 minggu sekali pada hari selasa pada
setiap minggu ke 2.
m. Setiap minggu ke 2 hari selasa seluruh karyawan bebas assesoris
tangan.

4. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


Merupakan tambahan kewaspadaan standarditerapkan pada pasien rawat
inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara
transmisi kontak, droplet atau airbone. Tatalaksana administratif meliputi
percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat
waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket perlindungan petugas ;
tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan sistem
ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan
penggunaan alat pelindung diri.

a) Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur


isolasi yang melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular
dan pasien yang rentan terhadap infeksi nosokomial ( imuno supressed )
b) Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk
selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
c) Rumah Sakit berencana untuk saat ini menyiapkan ruang tekanan negatif,
namun saat ini kita menyiapkan ruang Isolasi untuk perawatan pasien
airbone disease, dengan sistem HEPA fillter dan pertukaran udara 12 kali per
jam, yang terpisah dari pasien non infeksidan khususnya terpisah dari pasien
dengan kondisi imunocompromise.
d) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan
prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya.
e) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.

f) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan


umum dengan menggunakan bahan desinfektan.

11
g) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan
setelah pasien yang tidak menular.

h) Setiap pengunjung atau pasien ruang Isolasi harus dilakukan edukasi


penggunaan APD, kebersihan tangan, etika batuk.

i) Adanya pengaturan alur penyakit menular.

5. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB)


Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan
infeksi airbone, dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan
terhadap risiko transmisi penyakit TB, MDR dan XDR-TB (Multiple Extend
Drug Resistance TB).

a) Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan
edukasi oleh petugas Rumah Sakit terlatih mengenai etika batuk serta higiene
respirasi dan diharuskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien
mengarah ke TB ( batuk ≥2 minggu atau batuk darah )
b) Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk
akan diberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta
higiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah
c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis
segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga
mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
d) Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien
lain(ruang isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan sistem
kohorting dengan lama perawatan maksimal 2 minggu.
e) Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran
(menggunakan ekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan ruang
isolasi rawat inap serta UGD) untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan
kadar penularan percik renik sehingga tidak menularkan orang lain.
f) Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan
ventilasi tekanan negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95
dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut.

12
g) Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan
konsepAII (Airbone Infection Isolation) atau box khusus dengan pengaturan
sistem ventilasi (Well Ventilated Sputum Induction Booth).
h) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum
dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.
i) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui
udara (airbone) dan transmisi melalui kontak.
j) Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan
pemeriksaan kesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub
Sumber Daya Manusia dan K3RS.
k) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus
mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
l) Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang
adekuat bagi petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat
pelayanan.

6. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasinya oleh Komite
PPI RS bersama K3RS, instalasi farmasi dan bagian logistik RS.
a) APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi
denganselalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas
pelayanan/tindakan medik sehingga tepat, efektif dan efisien.
b) APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi.
c) Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan.
d) APD yang lain disediakan melalui unit K3RS.
e) Masker untuk ruang Isolasi air borne desease dengan masker bedah rangkap
2.
f) Tim K3RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD
sebagai bahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.

13
7. SURVEILANS INFEKSI RS (IRS)
Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse –
perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse – perawat
penghubungpengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai
penyakit infeksitarget sesuai Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes
dan penyakit endemisdi rumah sakit. Target surveilans yaitu : Infeksi Saluran Kemih
(ISK) terkait kateterisasi, Infeksi DaerahOperasi (IDO), Infeksi Luka Infus (ILI) pada
pasien berisiko, Pneumonia terkait ventilator (HAP)
a) Melakukan surveilens PPIRS
b) Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi
dilakukan Komite PPI RS di bawah koordinator. Dokter Penanggung jawab
PPI (IPCO) untuk tujuan pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan
terhadap kejadian luar biasa(KLB)
c) Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program PPI.
Sasaran angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun.
d) Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan
pertimbangan Komite PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik
kecenderungan angka IRS melalui surveilans. Kecenderungan kejadian IRS
yang terus menerus meningkatsignifikan selama 3 bulan berturut - turut atau
peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan tertentu
diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran
kejadian yang berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi
melalui kerjasama lintas unit/satuan kerja oleh Komite PPIRS.
e) Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur Medik dan
Keperawatan setiap bulan.
f) Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (ILI,
ISK,VAP/HAP, IDO) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan
surveilans infeksi RS. Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang
diduga infeksi rumah sakit (HAIs).

8. STERILISASI ALAT / INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI


Di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui
tahapan pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan,
pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan, distribusi
14
diikuti dengan pemantauan dan evaluai proses serta kualitas / mutu hasil
sterilisasi secara terpusat melalui Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi
(CSSD) yang saat ini berada di IKO
1. Pemrosesan alat / instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat.
Sterilisasi dilakukan untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi
(DTT) dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat
non kritikal.
2. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria
memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan
toksisitas rendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak
merusak bahandan efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap
penyediaan desinfektan dan antiseptik di RS sesuai rekomendasi Komite PPI
RS Karanggede Sisma Medika melalui instalasi farmasi.
3. Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) bertanggung jawab menyusun
panduandan prosedur tetap, mengkoordinasikan serta melakukan monitoring
dan evaluasiproses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan
Komite PPI RS.
4. Unit CSSD memonitor pelaksanaan proses dekontaminasi di setiap unit
menggunakan form.

9. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang


pengganggu, penyehatan ruang dan bangunan, pemantauan hygiene
sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi permukaan /
udara / lantai, pengelolaan limbah cair / limbah B3 / limbah
padat medis / non medis dikelola oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan RS
(ISLRS) dan SubBagian Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak
ketiga, berkoordinasi dengan Komite PPI RS, sehingga aman bagi
lingkungan.

a) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :


/ tanda yang jelas.

15
container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning
untuk limbah infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif, hitam untuk
limbah non medis / domestika.
boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)

dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat


yang terlindungi binatang atau serangga.

b) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan
tahan tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau
tidak.
c) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “
d) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup.
Pengangkutan dilakukan 2 kali. Apabila harus menggunakan lift harus
dengan lift tersendiri / RAM.
e) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di
tempat pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit
bekerjasama dengan pihak ketiga
f) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung
tangan khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila
perlu helm
g) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan
bahan desinfektan, cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan
berdasarkan telaah panitia PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.

10. PENGELOLAAN LINEN

a) Jenis linen di Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika dikualifikasikan


menjadi linen bersih, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius
b) Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan
kantong linen yang berbeda, linen kotor dengan kantong linen berwarna
hitam dan linen kotor infeksius dengan kantong linen kuning
16
c) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan
dengan desinfeksi kereta linen, pengepelan / disinfeksi lantai,
implementasi praktik kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri
(APD) sesuai potensi resiko selama bekerja

13 PENGELOLAAN MAKANAN
Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi
makanan minuman, alat, lingkungan produksi dan hygiene perorangan
penjamah makanan.
a) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan
kepada pasien, pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman
dan standar prosedur pelayanan instalasi gizi agat terhindar dari
pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan
b) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam
keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan
hewan lain serta suhu penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan
makanan.
c) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai
dari proses penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan
surveilans higiene pribadi berupa monitoring kultur mikrobiologi swab
rektal, dikoordinasikan dan di bawah tanggung jawab Komite K3 RS.
d) Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan
berkala selama 6 (enam) bulan sekali

14. PENDIDIKAN dan PELATIHAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN


INFEKSI RUMAH SAKIT
Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan
oleh bagian Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan
Komite PPI RS untuk menjamin setiap petugas yang berada dan bekerja
di RS (termasuk peserta didik dankaryawan kontrak) memahami dan
mampu melaksanakan program PPI RS, khususnya kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
17
a) Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk
materi PPI RS
b) Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberiakan materi
orientasi PPI RS.
c) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan
oleh bagian SDM bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang
berlaku sebagai dasar perencanaan program selanjutnya.
d) Seluruh staff di didik tentang pengelolaan infeksius.

15. PENDIDIKAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI


DIBERIKAN UNTUK SETIAP PASIEN.
a) Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien
barumasuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban
membuang sampah.

16. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI di


RUMAH SAKIT
a) Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan
analisis terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan,
getaran dan prosedur emergensi.
b) Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS
harus mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas
berdasarkan prinsip-prinsippencegahan dan pengendalian infeksi .
c) Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection
Control Risk Assesment (ICRA).
d) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS)
melakukanpengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi
dengan bagianpemeliharaan dan K3RS.

18
17. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN

a) Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:


s/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak
dengan membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses
sterilisasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan
disinfeksi tingkat tinggi.
esiko rendah: adalah peralatan yang kontak
dengan permukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen,
alat makan, lantai, perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini
dapat digunakan disinfeksitingkat sedang sampai tingkat rendah.
b) Disinfeksi lingkungan rumah sakit
ingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
didisenfeksi dengan detergen netral.

dibersihkan dengan desinfektan tingkat menengah.


c) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis

disinfektan: Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 %


(permukaan bukan logam).
tuh (Non High touch area)
menggunakan sabun PH netral

d) Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh:


menggunakan disinfektan Chlorine 0.5%

19
Cairan desinfektan yang digunakan di Rumah Sakit Karanggede Sisma
Medika
NO ISI MERK PENGGUNAAN
1 Isopropyl, ethil Alkohol 70 %, Softa- Antiseptik kulit
alkohol man
2 Chlorhexidine 2% Acetron Antiseptik kebersihan
tangan ruang
perawatan,
antiseptik kulit pre
operasi
3 Chlorhexidine 4% Cutisoft Antiseptik kulit
kebersihan
tangan daerah kritis
4 Povidone Iodine Bethadine Solotion Antiseptik kulit dan luka
7.5% Operasi
5 Chlorin Bycline
darah dan cairan tubuh
lainnya.

bersalin
C
difficile)

Organisem (Mis MRSA)

6 Gluteraldehyde Steranios 2%, High level desinfektan


3.4% Stabimed
7 Propanol, Primasept Antiseptik kulit kamar
biphenylol 2.0 g bedah
8 Ethanol Lysol Low level Disinfeksi
9 Chlorhexidin Desmanol handrub Antiseptik kulit
digluconate
solution

20
10 Benzalkonium Terralin protect High level desinfektan
chloride, alat semi kritikal
phenoxyethanol

18. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN

a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk
mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
b) Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan
cara yang dapat menjaga syarat aseptik.
c) Multi dose vial digunakan

spuit yang steril

tindakan kecuali vial tersebut hanya diperuntukkan untuk satu


orang pasien tertentu.

tanggal pertama kalivial dibuka dan tanggal beyond use date


pada etiket obat.
d) Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan
bersama sama untuk beberapa pasien.
e) Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan
tidak dapat digunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
f) Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus
menggunakanjarum baru.

19. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN,


KELUARGA dan PENGUNJUNG.

a) Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit


adalah kepedulian terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah
sakit.
21
b) Pasien, keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPI
RS.
c) Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di Rumah Sakit
Karanggede Sisma Medika dikoordinasi oleh Tim PPI RS yang
tergabung dalam unit rawat jalan dan rawat inap.
d) Masing – masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, radiologi,
Gizi, Farmasi dll ) maupun non kesehatan ( Pekarya, petugas
kebersihan, dll ) pasien, keluarga dan pengunjung turut ambil bagian
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
e) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di Rumah Sakit
Karanggede Sisma Medika harus mentaati peraturan yang ada di
Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika sesuai dengan peraturan tata
tertib pasien.
f) Buku Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
dan fasilitaslainya tahun 2011 : tentang kebersihan tangan dan
penggunaan Alat Pelindung Diri ( APD ) di fasilitas kesehatan
g) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter, Perawat,
Radiologi, Pekarya, Gizi dll ) bila tidak melakukan kebersihan tangan
sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan lingkungan pasien.
h) Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung
jawab pasien, keluarga dan pengunjung.
i) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
j) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan /
unit harus menyediakan fasilitas wastafel, tempat sampah non
infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap), masker bagi
pasien, keluarga dan pengunjung.

20. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


a) Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani,
Rumah Sakit Karanggede Sisma Medika perlu mempunyai sistem
pengendalian dan penanganan KLB.
b) Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans
infeksi di rumah sakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara
22
aktif juga bertujuan untukmencegah supaya KLB tidak terulang
lagi.
c) Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data
yang didapat dari surveilans diolah oleh komite PPI RS, disertai
analisis, rekomendasi dan tindak lanjut, dan digunakan sebagai
bahan laporan kepada Direktur rumah sakit, dan bahan komunikasi
dengan bagian yang terkait.
d) Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur
berdasarkan pertimbangan Komite PPI RS Karanggede Sisma
Medika pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan
peningkatan angka IRS secara signifikan selama 3 bulan berturut-
turut. Peningkatan signifikan angka kejadian IRS pada suatu waktu
pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
e) Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara
terpadu olehseluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh
Komite PPI RS. Selama terjadi KLB, Petugas Ruangan/Bagian
terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harus berkoordinasi secara
intensif dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit untuk
menangani KLB tersebut.
f) Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPI RS
bersama IPCN/IPCO melakukan investigasi bersama di tempat
terjadinya KLB, meliputi:
 Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai
prosedur Surveilans Infeksi Rumah Sakit
 Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai
prosedur Surveilans InfeksiRumah Sakit.
 Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta
dokter yang bertanggung jawab menangani pasien, untuk
melakukan verifikasi diagnosis infeksi rumah sakit,
penegakan diagnosis IRS dan mengkonfirmasi sebagai
kasus KLB. Selain itu juga dilakukan investigasi terhadap
kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan
kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang

23
diperlukan untuk penanggulangan atau memutuskan
rantai penularan.
 Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk
melakukan:
o Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi
bakteri.
o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka
sumber infeksi untuk dibiakkan dan antibiogram.
o Pemasangan label di tempat penampungan bahan
pemeriksaan laboratorium pasien penyakit
menular. Label bertuliskan ”Awas Bahan Menular”
 Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait
untuk memberikan klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait
dengan KLB, misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap
secara benar.
g) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka
Komite PPI RS menetapkan status siaga bencana KLB dan
melaporkan kepada pimpinan RS.
h) Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan
Direktorat Pelayanan Medik, Panitia K3RS, Laboratorium, Farmasi,
Sanitasi, CSSD, Gizi, Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai
kebutuhan.
i) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit
rujukan infeksi yangtelah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
j) Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan
perawat ruanganmelakukan langkah-langkah pencegahan dan
pembatasan dengan cara:
 Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan
cuci tangan yang benardan tepat.
 Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung
tangan dan APD lain sesuaiindikasi.
 Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan
benar

24
 Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan
dengan pasien yang sama-sama terinfeksi/isolasi dan
menentukan staf yang akan memberikanpenanganan
(dipisahkan dengan staf lainnya)
 Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Utama
untuk mengisolasi ruangan atau mengisolasi pasien
bersangkutan yang dianggap tercemar olehinfeksi.
 Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
 Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
k) Komite PPI RS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan
tindakan yang telah diambil terhadap data atau informasi KLB.
l) Komite PPI RS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai
KLB berhasildiatasi.
m) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
n) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi
terpanjang tidak ditemukan kasus baru.

23. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI


PEMULASARAN JENAZAH

a) Pemindahan jenazah dari ruang perawatan:


 Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip
Kewaspadaan Standar.
 Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien
yang ingin melihat jenazah setelah dipindahkan dari ruang
perawatan juga harus menerapkan Kewaspadaan Standar.
 Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD
yang sesuai.
b) Perawatan jenazah di kamar jenazah:
 Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan
Standar; melakukan kebersihan tangan yang benar dan
menggunakan APD yang sesuai dengan risiko pajanan sekret /
cairan tubuh pasien.

25
 Pengawetan jenazah dengan menggunakan cairan formaldehide
dilakukan sesuai prosedur dan prinsip-prinsip Kewaspadaan
Standar.
 Pengawetan jenazah tidak boleh dilakukan pada pasien yang
meninggalakibat penyakit menular.
 Pemulasaraan jenazah secara higienis (membersihkan badan,
merapikanrambut, mendandani, memotong kuku dan mencukur)
harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Standar.
 Setelah selesai perawatan jenazah tempat dan ruangan wajib
dilakukan dekontaminasi.

c) Pemeriksaan post-mortem:
 Pemeriksaan post-mortem dilakukan dengan menerapkan
Kewaspadaan Standar .
 Jumlah petugas harus dibatasi seminimal mungkin.
 Prosedur dilakukan dalam ruangan yang berventilasi memadai.
 Tersedia APD yang sesuai dengan risiko pajanan.
d) Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan
panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
e) Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan
ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
f) Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera
mungkin, tidak melebihi batas waktu 4 jam.

24. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI /


RENOVASI RS
a) Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas
udara, tingkat kebisingan .
b) Melakukan edukasi (pemasangan rambu2 atau gambar diarea
renovasi) kepada petugas ,pengunjung dan pasien.

26
c) Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua
permukaan, termasuk dinding, langit-langit, jendela dan sistem
ventilasi berisiko tinggi.
d) Makukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di area
berisiko tinggi sebelum ruangan digunakan.

25. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BERSALIN

a) Pencegahan standar

proseduryang bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien,


termasuk juga kebersihan peralatan dan lingkungan, pemeriksaan
plasenta.
dur persalinan.

dibuang kedalam sharp container yang telah tersedia.

berwarna kuning.
a atau goresan pada tangan
mereka harus menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan
selalu menggunakan sarung tangan saat menangani persalinan.

HepatitisB.
ampah yang terkontaminasi dengan darah harus
dibuang kedalam kantong plastik kuning.

b) Persyaratan bekerja di kamar bersalin


 Petugas kamar bersalin

apron, topi) sebelum menolong persalinan.

bersalin.
27
 Pasien

rsalin dibatasi.

(isolasi)
 Bayi

menggunakan APD lengkap.

diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi


alkohol70%/povidine iodine7.5% pada ujung tali pusat.
ersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan
air hangat.
c) Lingkungan
 Ruang Bersalin
sihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap
selesai tindakan.

ada tindakan/persalinan.

dengan menggunakandesinfektan chlorine.


rsihkan dengan
menggunakan deterjen netral setiap selesai digunakan.
 Alat dan linen
men yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya
untuk menghilangkan noda darah (proses dekontaminasi) dan
langsung dikirim ke CSSD.
oleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak
kotor, dan lihat tanggal kadaluarsa.

secukupnya sesuai dengan keperluaan saat itu.

28
li atau kalau perlu
bila terkena darah.

tindakan.

dimasukkan ke dalam kantong plastik warna kuning.

d) Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui
darah– Hepatitis B, C dan HIV.
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah karena
ibunya positif terkena virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah
yang harus dilakukan:
ungkin.

tranfusi janin maupun ibu yang tidak perlu.

berasal dari ibu dibersihkan.


aka dorongan
untuk imnunisasi terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
-hari
sehingga semuadarah menempel bisa dibersihkan, semua
peralatan yang digunakan dibuang diplastik warna kuning atau
dibersihkan sehingga semua yang mengandung protein
terangkat. Segera setelah prosedur ini selesai dilakukan, bayi
bisa ditangani dengan normal, tidak perlu diambil tindakan
pengisolasian.

B.

26. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH

a) Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Bedah berfokus pada pasien,


petugas, teknik pembedahan, lingkungan, dan peralatan.
b) PPI di Kamar Bedah meliputi :
29
 Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek mencuci tangan
menggunakan sabun antiseptik (chlorhexidin 4 %) dan air mengalir,
atau handrub. Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di kamar
bedah oleh setiap petugas kamar bedah sesuai dengan kebijakan
kebersihan tangan di RS Karanggede Sisma Medika.

bedah berpedoman pada lima saat kebersihan tangan wajib


dilaksanakan (standar WHO) dan enam langkah prosedur.
4 %,
dengan enam langkah prosedur dan mencuci sampai siku tangan.

 Alat Pelindung Diri (APD)

erkontaminasi
darah, cairan tubuh, sekret, ekskret, bahan/benda terkontaminasi,
mukosa, kulit yang tidak utuh, atau kulit utuh yang potensial
terkontaminasi.

akan operasi dan diganti


denganmasker baru pada saat akan operasi berikutnya.

kontaminasi dan mencegah baju menjadi kotor, selama tindakan


/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya percikan cairan
tubuh pasien.

diganti setiap kali selesai operasi.


-
bolong.

30
c) Penanganan peralatan perawatan pasien
 Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat
dipergunakandan dilakukan oleh petugas terlatih.
 Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang digunakan pada
penderita TB yang dioperasi digunakan alat yang sekali pakai.
d) Pembersihan lingkungan
 Menggunakan cairan desinfektan untuk RS sesuai dengan pedoman
RS
 Tempat tidur/ kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja
instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan
menggunakan clorin 0,05 % atau desinfektan yang lain sesuai
kebijakan Rumah Sakit

 Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning


kemudian dibakar di incenerator, benda tajam masuk ke dalam box
safety, sampah umum/rumah tangga (non infeksi) dibuang di TPA.
 Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan
sesuai SPO.
e) Pasien
 Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.
 Mandi pasien dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum operasi.
 Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan segera sebelum
operasi dengan menggunakan clipper bukan razor.
 Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien sebelum,
selama pasien dan sesudah pasien operasi.
 Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera langsung
masuk kamar operasi tidak diperbolehkan menunggu di lingkungan
kamar operasi. Masker bedah harus dipakai pasien selama pasien
dipindah ke kamar operasi
 Pasien TB harus dipulihkan kesadarannya diruang kamar operasi /
ruanganastesi, tidak boleh diruangan pemulihan.
f) Petugas
 Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah

31
 Memberikan motivasi kepada petugas.
 Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.
 Tidak berkuku panjang dan memakai kutek
 Petugas yang sakit menular dilarang untuk bekerja di kamar bedah.

28. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI HIGH CARE


UNIT (HCU)
a) Petunjuk Umum :
 Hand Hygiene (Kebersihan Tangan)
Kebersihan tangan yang sering merupakan salah satu cara yang
paling penting sebagai ukuran pengendalian infeksi di Rumah
sakit. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah merawat
pasien atau menangani peralatan medis yang digunakan oleh
pasien. Tangan juga harus dicuci jika terkontaminasi dengan
cairan tubuh pasien, sebelum melakukan tindakan invasive,
sebelum dan setelah melepas sarung tangan, sebelum memulai
kerja dan setelah tugas kerja selesai, setelah kontak dengan
lingkungan sekitar pasien.
 Sarung tangan
Untuk melindungi staff HCU, sarung tangan harus digunakan jika
akan kontak dengan cairan tubuh lainnya dan sarung tangan
harus dilepas setelah selesai melakukan perasat untuk
meminimalkan terjadinya kontaminasi silang, kemudian segera
lakukan kebersihan tangan.
 Konsultasi

dijadikan sebagai narasumber dalam melakukan surveilans


dan pengkajian pengendalian infeksi di HCU. Disamping itu
tim PPI juga harus menetapkan dan melakukan monitoring
terhadap prosedur sterilisasi dan desinfeksi terhadap
peralatan yang digunakan di HCU, juga terhadap penanganan
bila terjadi luka tertusuk jarum.

32
b) Prosedur Invasive
 Jika prosedur invasive digunakan sebagai pilihan untuk
menyelamatkan jiwa pasien dan sangat bermanfaat dalam
penanganan pasien, maka prosedur pengendalian infeksi
sebagaimana dijelaskan di atas dapat diabaikan.
 Prosedur invasive harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik.
Teknik aseptik harus diterapkan untuk semua prosedur invasive dan
penggantian balutan perlu memakai sarung tangan steril. Dalam situasi
emergency dimana prosedur yang dilakukan tidak cukup baik dalam
teknik aseptik, maka seperti penggantian kateter urine, iv kateter yang
mungkin dapat terkontaminasi maka sebaiknya diganti setelah kondisi
pasien stabil.

 Kanulasi pembuluh darah


Bagian yang dipasang kanulasi merupakan tempat masuknya
mikroorganisme ke dalam jaringan subkutan dan sirkulasi darah yang
sangat potensial. Oleh karena itu staff yang akan melakukan
pemasangan kanulasi harus terlebih dahulu melakukan kebersihan
tangan dan memakai sarung tangan serta tindakan mendisinfeksi kulit
sebelum pemasangan kanulasi.
 Kanulasi vena sentral
Pemasangan kanulasi vena sentral harus dilakukan dengan
menerapkan teknika septik termasuk memakai sarung tangan steril,
melakukan persiapan kulit yang akan ditusuk dengan antiseptik dan
memasang doek steril pada area yang telah disiapkan. Cari bagian
yang mempunyai risiko yang rendah seperti subclavicula, internal jugu
laris.
 Penggantian kanulasi
Kanulasi intravena harus diganti secara reguler ( 72 jam).
Khusus bayi, kanulasi umbilical kateter dipasang dengan teknik steril
menggunakan jas operasi, sarung tangan steril, masker dan doek steril.
Penggantian posisi kanulasi umbilical kateter dilakukan tidak melebihi 5
– 7 hari.

33
c) Peralatan
Tingkat sterilitas yang benar, desinfektan dan dekontaminasi harus dilakukan
padasemua perlatan yang akan digunakan. Setiap pasien harus mempunyai
peralatan sendiri - sendiri dan bisa dipakai ulang atau menggunakan alat yang
sekali pakai.
 Item sekali pakai
Item yang sekali pakai seperti peralatan airway yang kontak langsung
dengan saluran pernafasan seperti ETT dan airway, canule suction
dimana dari manufakturnya telah diberi label sekali pakai, maka tidak
boleh dipakai ulang atau didaur ulang.

 Item yang dapat dipakai ulang


Item yang dapat dipakai ulang harus dilakukan dekontaminasi dan
disinfeksiyang benar sebelum digunakan kembali dan apabila prosedur
yang akandilakukan melibatkan bagian tubuh yang steril, maka
peralatan tersebut harusdalam keadaan steril.
 Circuit Ventilator
Untuk setiap pasien, breathing circuit, humidifier harus diganti setiap 5-
7 hari atau dapat diganti jika kotor, circuit dapat dilindungi dengan
posisi filter yang benar, sedangkan bacterial filter dipakai satu pasien
satu bacterial filter.
d) Suplai
 Area penyimpanan
Item yang bersih dan steril tidak boleh disimpan dalam area yang
sama. Lokasi atau ruangan terpisah harus digunakan untuk area bersih
dan kotor.
 Item steril
Semua item yang telah steril harus disimpan di area yang bersih dan
kering.Jika bungkusan steril mengalami kerusakan atau bocor, maka
kemasan tersebut dinyatakan tidak steril lagi dan item didalamnya tidak
boleh digunakan. Pengecekan item steril pada stok steril harus

34
dilakukan secara reguler. Semua item steril harus dicek keutuhan
kemasannya sebelum digunakan (dibuka).
e) Pengelolaan Linen
 Linen kotor adalah merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme
yang signifikan linen kotor saat penggantian linen (oleh karena itu
penggantian linen tidak boleh dilakukan dengan mengibaskan linen ke
udara).
 Linen disimpan di tempat yang bersih, kering dan tertutup untuk
mencegah kontaminasi kuman dari udara. Jika linen bersih tidak jadi
digunakan, maka tidak boleh disimpan di area penyimpanan stok linen
ruangan, tetapi harus dikembalikan ke laundry untuk dicuci ulang.
 Tidak boleh meletakkan linen kotor di lantai, di kursi atau di meja.
Linen kotor dimasukkan ke dalam kantong plastik trolly linen kotor
yang telah tersedia. Trolly linen yang digunakan untuk mengangkut
linen kotor tidak boleh digunakan untuk membawa linen bersih.

f) Obat-obatan
 Obat-obatan harus disiapkan dengan menggunakan teknik tanpa
sentuhan, obat-obat parenteral harus disiapkan secara aseptik
menggunakan spuit dan jarum steril. Cairan intravena dan cairan irigasi
steril harus diberi label tanggal, waktu dibuka dan dibuang setelah 24
jam (jika setelah dibuka dan tidak digunakan lagi).
 Antibiotika
Pemberian antibiotika pada pasien HCU yang tidak memperhatikan
pola sensitivitas kuman akan memberikan andil terjadinya KLB infeksi
serius dengan konsekuensi yang fatal. Adanya kebijakan penggunaan
antibiotika dirumah sakit akan lebih rasional dalam pemberiannya dan
merupakan keputusan yang dapat diterima secara hukum
dibandingkan mereka yang tidak mempunyai kebijakan tentang
pemberiaan antibiotika yang benar.
 Pemberian multi dose
Karena adanya potensi terjadi infeksi silang, maka penggunaan vial
untuk multi dose dan ampul untuk pasien lebih dari satu sangat tidak

35
dianjurkan diterapkan di RS Karanggede Sisma Medika, oleh karena itu
isi vial atau ampul hanya digunakan oleh satu pasien saja dengan
alternatif lainnya yaitu dengan memisahkan isi vial ke dalam beberapa
spuit steril, beri tanggal dan jam buka vial pada spuit dan disimpan
dalam lemari pendingin obat untuk selama 24 jam.

g) Faktor Pasien dan Petugas


 Isolasi
Setiap pasien yang dicurigai atau dinyatakan mempunyai penyakit
menular, maka harus ditempatkan terpisah dari pasien lain (kamar
isolasi).

 Hygiene
Pasien yang dirawat di HCU secara rutin harus dilakukan personal
hygienedengan baik. Dengan melakukan personal hygiene yang baik
akan mencegahterjadinya infeksi silang dan memberikan kesegaran
dan mengurangi stres bagi pasien.
 Petugas
Semua staff yang bertugas di HCU harus memakai seragam yang
bersih. Staf HCU tidak diperbolehkan memakai perhiasan termasuk
cincin kawin saat mereka tugas, hal ini karena potensial menyebarkan
kuman atau mengakibatkan kolonisasi kuman.Staf yang diketahui
mengidap penyakit menular baik melalui pembuluh darah maupun
melalui udara harus berobat dan melaporkan ke supervisor.
h) Pengendalian lalu lintas di HCU
 Dalam kasus tertentu pengunjung harus dibatasi sesuai dengan
keperluannya, hal ini untuk memberikan keamanan dan kenyamanan
bagi pasien. Jika pasien dirawat di kamar isolasi HCU, maka
pengunjung harus diberi penjelasan untuk menerapkan kewaspadaan
standar termasuk pengunaan APD, dan anak-anak di bawah umur
tidak boleh masuk ke dalam HCU, khusus untuk bayi pengunjung yang
diperbolehkan hanya orang tua.

36
 Pengunjung wajib melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
mengunjungi pasien HCU.
 Pengunjung tidak perlu memakai baju ganti pada saat mengunjungi
pasien di HCU.
i) Pengendalian Lingkungan
 Penanganan sampah

penanganan dan pembuangan sampah harus sesuai dengan


kategori sampah (klinis dan non klinis)
benda tajam lainnya harus dibuang ke dalam
tempat yang telah disediakan (sharp container).

harus dibuang ke dalam kantong sampah warna kuning.

 Suhu dan kelembapan udara


Pengecekan suhu dan kelembapan udara harus dilakukan setiap hari.
 House Keeping

menggunakan kain pel dan desinfektan, dilakukan 2x sehari atau


sewaktu-waktu.
at jumlah
pasien

28. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)

a) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit)


maupun eksternal (dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan
praktik terbaik /bukti ilmiah yang diakui).
b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali
(benchmarking eksternal).

37
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah
sakitlokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional
yang terbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi
secara tertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan
laporan surveilans tahunan (benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal
dikoordinasikan dalam rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.

31. Risk Management PPI


a) Setiap gugus tugas melakukan pengkajian risk PPI di masing-masing
ruangan.
b) Pengkajian didasarkan pada management risk.
c) Dilakukan analisis risk management PPI oleh IPCN bersama komite
PPI.
d) Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja PPI
RS Karanggede Sisma Medika.
e) Risk PPI juga terkait kejadian KLB

Boyolali, 28 JUNI 2016


Ketua Komite PPI
RSKS Sisma Medika

(dr. )

38

Anda mungkin juga menyukai