Bab I, Ii, Iii, Iv, V, Vi, Vii
Bab I, Ii, Iii, Iv, V, Vi, Vii
PENDAHULUAN
pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160
pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatat
angka kematian dikarenakan kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja
tahun 2009 terdapat 96.314 kasus, tahun 2010 terdapat 98.711 kasus, tahun
2011 terdapat 99.491 kasus dan tahun 2012 terdapat 103.000 kasus.
Berdasarkan data dari BPJS (2014) terjadi kecelakaan kerja sebanyak 129.911
lingkungan industri.
1
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI (2015) jumlah kasus kecelakaan akibat kerja di Indonesia pada tahun 2011-
2014 yang paling tinggi pada tahun 2013 yaitu 35.917 kasus kecelakaan kerja.
Pada tahun 2011 terdapat 9.891 kasus, tahun 2012 terdapat 21.735 kasus 2013
terdapat 35.917 kasus dan pada tahun 2014 terdapat 24.910 kasus kecelakaan
2011 adalah Provinsi Banten, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Jawa Tengah
dan Jawa Barat, tahun 2012 adalah Provinsi Bali, Banten, Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Jawa Barat, tahun 2013 adalah Provinsi Jambi, Sulawesi Utara,
Aceh, Gorontalo, dan Banten, tahun 2014 adalah Provinsi Bali, Riau, Sulawesi
Selatan, Jawa Timur dan Jawa Barat. Faktor utama kecelakaan disebabkan oleh
(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015) pada tahun 2011-
akibat kerja pada tahun 2011-2014 yang paling tinggi pada tahun 2014 yaitu
terdapat 1.713 kasus kecelakaan kerja, tahun 2011 terdapat 731 kasus, tahun
2012 terdapat 1.026 kasus dan pada tahun 2013 terdapat 584 kasus kecelakaan
kerja.
terdapat 200 accident atau kecelakaan kerja dari tahun 2015 sampai dengan
2
kecelakaan keja dibandingkan tahun sebelumnya mencapai 300 kasus
Barat atau secara nasional, tetapi diharapkan setiap perusahaan di Kota Bogor
Selain itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (BPS,
2014) bahwa tenaga kerja di Kabupaten Bogor paling banyak bekerja di sektor
perusahaan.
tidak aman) dan unsafe condition (kondisi tidak aman). Berdasarkan studi yang
10% disebabkan oleh kondisi tidak aman, dan 10% didapatkan dari kondisi
yang tidak dapat dihindarkan seperti bencana alam (Ramli, 2010). Penyebab
kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh tindakan tidak aman seperti, sembrono
dan tidak hati-hati, tidak mematuhi peraturan, tidak mengikuti standar prosedur
kerja, tidak memakai alat pelinding diri (APD), dan kondisi badan yang lemah.
3
Berdasarkan konsep perilaku dari Notoadmodjo (2007), dapat dijelaskan
ekonomi, politik dan sebagainya. Sehingga kedua faktor ini dapat dijadikan
perilaku tidak aman pada pekerja PT. Krakatau area Cook Over Plant (COP)
Proyek Blast Furnace. Hasil penelitian diketahui bahwa dari sebelas indikator
perilaku tidak aman, sebanyak 9 perilaku tidak aman yang dilakukan pekerja
sesuai yang terlihat dari melempar alat-alat kerja, melakukan pekerjaan dengan
cepat dan terburu-buru dan bekerja tidak sesuai dengan prosedur. Berdasarkan
hasil penelitian, perilaku tidak aman yang dilakukan pekerja disebabkan oleh
rendahnya motivasi untuk keselamatan diri bagi para pekerja, persepsi terhadap
kurang memadai dan tidak sesuai dengan jumlah pekerja, dan tidak adanya
4
reward yang diberikan kepada pekerja, pemberian punishment yang kurang
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian dari Aghil Dwi Jati Kusuma dan Eni
di unit paper mill 5/6/9 bagian produksi 5/6 PT. Baratuma Kudus 2015 terdapat
hubungan antara pengetahuan dan tindakan tidak aman pada pekerja walaupun
tidak aman salah satunya dengan sengaja seperti yang dilakukan pekerja unit
produksi yang melanggar aturan dengan tidak menggunakan alat pelindung diri
dengan persepsi baik menunjukkan tindakan tidak aman sebesar 60%. Pada
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Dari hasil observasi dan wawancara
(AMDK) pada tahun 2016 terjadi kecelakaan kerja sebanyak lebih dari 10
kecelakan kerja itu disebabkan oleh tindakan tidak aman yang pekerja lakukan
5
rusak sehingga menyebabkan kecelakaan kerja. Terlebih didukung dengan
kondisi lingkungan fisik yang tidak sesuai dengan standar lingkungan fisik di
area kerja berupa pencahayaan <100 lux dan intensitas kebisingan >85 dB(A)
(unsafe action) pada pekerja harus diperhatikan dengan baik untuk mencegah
kerja dari tahun ke tahun akibat faktor manusia (tindakan tidak aman) dan
faktor lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor internal dan faktor eksternal
yang mempengaruhi tindakan tidak aman (unsafe action) pada pekerja bagian
yang mempengaruhi tindakan tidak aman (unsafe action) pada pekerja bagian
6
1.2 Rumusan Masalah
faktor manusia yang melakukan tindakan tidak aman di tempat kerja dan
kecelakan kerja itu disebabkan oleh tindakan tidak aman yang pekerja lakukan
kondisi lingkungan fisik yang tidak sesuai dengan standar lingkungan fisik di
area kerja berupa pencahayaan <100 lux dan intensitas kebisingan >85 dB(A)
tindakan tidak aman pada pekerja produksi bagian Air Minum Dalam Kemasan
7
Kabupaten Bogor yang dihubungkan dengan faktor internal dan faktor
eksternal pekerja.
dengan tindakan tidak aman pada pekerja produksi bagian Air Minum
aman pada pekerja produksi bagian Air Minum Dalam Kemasan di PT.
aman (unsafe action) pada pekerja produksi bagian Air Minum Dalam
8
1.4.2 Tujuan Khusus
motivasi) dengan tindakan tidak aman pada pekerja produksi bagian Air
tahun 2017.
tindakan tidak aman pada pekerja produksi bagian Air Minum Dalam
9
1.5.2 PT. Danson Indonesia
Khaldun Bogor.
Indonesia yang terletak di Jln. Kol. Bustami, Kp. Gembrong, Desa Ciadeg,
RT/RW 02/07, Kec. Cigombong, Kab. Bogor Provinsi Jawa Barat dan
penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2017. Penelitian ini menggunakan
dependent berupa tindakan tidak aman dan variabel independen adalah faktor
10
kebijakan, pengawasan, dan lingkungan fisik (pencahayaan dan kebisingan)).
Penelitian ini diharapkan dapat melihat adakah hubungan antara faktor internal
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Tak
sangka dan dalam sekejap mata, dan setiap kejadian terdapat empat (4)
manusia.
yang di maksud adalah kecelakaan yang terjadi karena pekerjaan atau pada
12
Menurut Rachman (1990), kecelakaan akibat kerja adalah suatu
2009) adalah:
- Terjatuh
- Tertimpa benda
- Tertumbuk
- Terjepit
- Pengaruh suhu
- Mesin
- Alat angkut
13
c. Klasifikasi menuut sifat luka/kelainan
- Patah tulang
- Dislokasi (keseleo)
- Regang otot
- Amputasi
- Luka dipermukaan
- Luka bakar
- Keracunan-keracunan mendadak
- Pengaruh radiasi
- Lain-lain
- Kepala
- Leher
- Badan
- Anggota atas
- Anggota bawah
- Banyak tempat
14
2.1.3 Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja
risiko bahaya di tempat kerja, (2) pelaksanaan SOP secara benar di tempa
pemeriksaan kesehatan.
15
4. Penelitian bersifat teknik yang meliputi sifat dan bentuk bahan yang
perlindungan diri.
5. Riset medis yang meliputi terutama penelitian tentang efek fisiologi dan
terduga.
yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, apa
sebab-sebabnya.
9. Pelatihan yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja
16
terjadi pada suatu perusahaan sangat bergantung kepada tingkat
dapat dilakukan baik oleh pihak manajemen perusahaan maupun oleh pihak
baik, pemberian sanksi dan memberikan insentif kepada pekerja jika terjadi
kecelakaan. Pencegahan oleh tenaga kerja yaitu dengan cara memakai alat
tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang karyawan yang
Menurut Didi Sugandi (2003), tindakan tidak aman adalah tingkah laku,
17
Jenis-jenis tindakan tidak aman menurut para ahli adalah sebagai
berikut :
18
d. Mengoperasikan peralatan atau mesin kerja dengan kecepatan yang
19
2.2.2 Kondisi Tidak Aman (Unsafe Condition)
Kondisi tidak aman (unsafe condition) adalah situasi atau keadaan yang
atau lebih karyawan pada suatu lokasi yang dapat menyebabkan celaka atau
cedera jika kondisi tersebut tidak diperbaiki. Kondisi tidak aman disebabkan
4. Terpapar bising
5. Terpapar radiasi
20
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Tidak Aman
a. Pengetahuan
telinga.
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
21
5. Adoption yaitu dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
(Notoatmodjo, 2007).
1. Tahu (know)
2. Memahami (comprehension)
3. Aplikasi (aplication)
yang lain.
22
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (synthesis)
6. Evaluasi (evaluation)
sintesis, dan evaluasi suatu objek. Menurut Adenan (1986) dalam buku
23
formal atau pendidikan informal. Menurut Cahyani (2004),
proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang
b. Pendidikan
24
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing karyawan. Pada
c. Lama Kerja
penting dalam absen maupun total hari yang hilang pada saat bekerja.
manusia juga karena masih baru bekerja dan kurang dalam pengalaman
25
d. Motivasi
ciri yang ada pada calon tenaga kerja ketika diterima masuk bekerja
menyebabkan kita tertarik pada air segar, sebaliknya, jika kita tidak
dorongan kerja. oleh karena itu motivasi kerja dalam psikologi biasanya
kerja tidak dapat dipisahkan dari job performance. Hal ini karena
26
motivasi kerja merupakan bagian penting dari tingkah laku kerja
tersebut.
e. Persepsi
didasari oleh persepsi orang itu mengenai apa realita itu, bukan
27
mengenai realitas itu sendiri. Penilaian kinerja seorang karyawan sangat
yang dimilikinya.
yaitu:
ditempat kerja.
kecelakaan kerja.
kecelakaan kerja.
28
2.3.2 Faktor Eksternal
karena perubahaan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh
b. Pengawasan
29
mengatur dan mencegah sebelumya terhadap kemungkinan-
30
yang berjalan serta kurangnya sistem pengawasan dalam bidang
dilaksanakan.
3. Kegiatan pekerja yang tidak aman, seperti cara kerja yang salah,
ada kondisi yang berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat
31
diketahui dengan segera dan dapat dilakukan usaha untuk
memperbaikinya.
c. Ketersediaan Fasilitas/APD
manusia (sumber dan manusia) dan fasilitas merupakan salah satu hal
aman dalam pekerjaan yang safety karena tempat kerja yang memenuhi
(Suma’mur, 1996)
32
d. Lingkungan Fisik
1. Kebisingan
NAB yang diizinkan untuk waktu 1 jam, 2 jam, 4 jam, dan 8 jam
untuk waktu 30 menit, 15 menit, 7,5 menit, 3,75 menit, 1.88 menit,
1. Gangguan fisiologis
33
adalah perubahan emosional akibat tekanan darah berubah
2. Ganguan psikologis
satu anggota badan dan atau panca indra, hal terburuk adalah
34
kerja, terkait masalah hukum sampai pada ditutupnya
3. Gangguan komunikasi
lain dan susahnya mengerti apa yang orang lain katakan. Untuk
4. Gangguan Keseimbangan
dan lain-lain.
35
atau hilang sama sekali dan mempengaruhi ketelitian seseorang
36
peneliti membuktikan bahwa penerangan yang tepat dan
2014).
37
2.4 Kerangka Teori
budaya keselamatan yang berperan sebagai suatu petunjuk atau standar yang
38
masyarakat dan lain-lain) dan faktor perilaku (termasuk praktek kerja aman
dapat terjadi perubahan cara berpikir. Proses pendekatan perilaku ini dapat
Perilaku Manusia
Internal Eksternal
- Sikap - Pelatihan
- Kepercayaan - Pengawasan
- Perasaan - Perhatian aktif
- Pemikiran - Pengakuan
- Tujuan - Pemenuhan
- Kepatuhan - Pengkomunikasian
- Kepribadian - Pengenalan
- Nilai-nilai
- Persepsi
39
2.4.2 Teori Lawrence Green
faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar
perilaku (non behavior causes). Selanjutnya faktor itu sendiri terbentuk dari 3
faktor yaitu:
sistem pencegahan kerugian yang disebut sebagai ILCI Loss Caution Model
yang juga mengacu pada urutan peristiwa yang berakibat pada kerugian.
Teori ini pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari teori domino yang
40
ditemukan H.W Heinrich. Pada buku Pratical Loss Control Leadershift
kejadian yang saling berhubungan dan berakhir pada kerugian yaitu cidera,
adalah:
Kelemahan
Kendali
Kecelak Kerugian
a. Program Penyeba
Penyebab aan atau (LOSS)
yang tidak b Dasar
Langsung Insiden
memadai a.pekerja
a. Faktor a. kontak
b. Standar a. Tindakan
Manusia dengan b. Material
program tidak aman
b. Faktor sumber c.
yang tidak b. Kondisi
Pekerjaa energi lingkungan
memadai Tidak aman
n atau
c. Tidak bahan d. alat
memenuhi
standar
kinerja dirinya sendiri dan orang lain, mengevaluasi hasil dan keperluan,
41
rangkaian kecelakaan berawal dan menyebabkan faktor-faktor penyebab
yang penting bervariasi dengan lingkup atau scope, sifat dan jenis
42
adalah merupakan alasan tunggal yang paling kuat bagi kegagalan
2. Penyebab dasar
yang tidak standar. Dua kategori (tindakan yang tidak aman dan kondisi
a. Faktor manusia
- Kurang pengetahuan
- Kurang keterampilan
43
- Enginering yang tidak memadai
3. Penyebab langsung
dan kondisi yang tidak aman pada umumnya dapat diperhatikan dari
44
b. Kondisi yang tidak aman
melampaui ambang batas dari yang seharusnya diterima oleh tubuh atau
radiasi, kimia dan lain-lain. Beberapa jenis kontak atau kejadian yang
- Terjepit peralatan
45
5. Kerugian atau Loss
kerugian harta benda atau kerugian proses produksi. Jenis dan derajat
dapat diartikan bahwa setiap adanya suatu kejadian cidera berat seperti
fatality, cidera kehilangan jam kerja selalu ada kurang lebih 30 poperty
damage, serta 600 kajian yang tida kterlihat adanya cidera atau kerusakan
46
BAB III
faktor internal (pengetahuan, motivasi) dan enabling factors yang berasal dari
faktor luar (peraturan dan kebijakan) dan teori Domino Herbert W. Heinrich
tindakan tidak aman (unsafe action) dan kondisi tidak aman (lingkungan fisik :
pencahayaan dan kebisingan) oleh pekerja. Oleh karena itu peneliti mengambil
faktor internal dan faktor eksternal sebagai variabel independen dan tindakan
tidak aman sebagai variabel dependen. Faktor internal yang diteliti adalah
47
Variabel Independen Variabel Dependen
Faktor Internal :
Pengetahuan
Persepsi
Motivasi
Sumber : Model Total Safety Culture (Teori Geller) , Teori Domino(Frank E Bird dan
Germain,1996), Teori Green (Lawrence Green, 1980)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
48
1.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Dependen
1 Tindakan Tindakan tidak aman adalah Kuesioner Pengisian 1. Tinggi, bila Ordinal
tidak aman tindakan yang dilakukan oleh kuesioner dengan score yang
pekerja pada saat melakukan diperoleh
pekerjaannya yang meliputi: responden
1. Menjalankan peralatan atau ≥20
mesin kerja tanpa adanya (median)
kewenangan atau perintah 2. Rendah, jika
2. Gagal untuk score yang
memperingatkan, seperti diperoleh
tidak memberi peringatan <20
berupa tanda bahaya untuk (median)
berhenti kerja kepada rekan
kerja
3. Gagal untuk mengamankan
seperti tidak mematikan
peralatan atau mesin kerja
yang tidak digunakan
4. Mengoperasikan peralatan
atau mesin kerja dengan
kecepatan yang tidak sesuai
dengan prosedur
49
5. Membuat safety devices
(peralatan pengaman)
seperti safety plug, safety
tag, safety valve tidak
berfungsi
6. Menggunakan peralatan
kerja yang rusak
7. Gagal dalam pemakaian
APD (tidak menggunakan
APD yang lengkap dan
benar seperti memakai ear
muff dileher, seharunya
ditelinga)
8. Muatan atau beban yang
tidak layak, seperti memuat
beban yang berlebihan pada
forklift atau mengangkat
beban berat
9. Penempatan yang tidak
layak, seperti menempatkan
peralatan kerja tidak pada
tempatknya baik pada saat
bekerja maupun setelah
bekerja
10. Mengangkat beban
dengan postur tubuh yang
janggal, misalnya
punggung membungkuk
pada saat mengangkat
50
beban
11. Bekerja dengan postur
janggal/ postur yang salah
(seharusnya bekerja dengan
posisi tubuh berdiri dan
tegak tapi bekerja dengan
postur berdiri tapi
membungkuk)
12. Memperbaiki atau
melakukan perawatan
terhadap peralatan kerja
kerja pada saat peralatan
kerja sedang beroperasi
atau belum dimatikan
13. Bersenda gurau
berlebihan (mengagetkan
rekan kerja, berteriak, iseng
atau jahil, bercanda dengan
rekan kerja, dll) pada saat
bekerja
14. Mengkonsumsi alkohol
dan/ atau obat-obat
sebelum, saat bekerja dan
setelah bekerja
15. Menggunakan peralatan
kerja yang tidak tepat
dalam melakukan suatu
pekerjaan (peralatan kerja
yang digunakan bukan
51
peralatan kerja yang
dibutuhkkan untuk
menyelesaikan suatu
pekerjaan)
16. Tidak mengikuti prosedur
kerja yang berlaku
Tindakan tidak aman tersebut
diatas berdasarkan standar dari
Systematic Causes Analysis
Technique (SCAT) yang
dikeluarkan oleh Det Norske
Veritas (DNV)
Independen
Faktor
Internal
2. Pengetahuan Informasi yang diketahui Kuesioner Pengisian 1. Kurang, bila Ordinal
pekerja mengenai APD yang Kuesioner score yang
digunakan , bahaya dan risiko diperoleh
ditempat kerja dan <72,47
pengendaliannya. (mean).
2. Baik, jika
score yang
diperoleh
≥72,47
(mean)
3. Persepsi Opini responden mengenai Kuesioner Pengisian 1. Ada Ordinal
seberapa sulit untuk melakukan kuesioner dengan hambatan
tindakan tidak aman saat piiliha (negatif) jika
52
bekerja, 1= sangat setuju score yang
Indikator : 2= setuju diperoleh
a. Alat pelindung diri (APD) 3= tidak setuju ≥14,12(mean)
yang wajib digunakan 4= sangat tidak 2. Tidak ada
terkadang sulit didapatkan, setuju hambatan jika
sehingga malas score yang
menggunakannya. diperoleh
b. Merasa tidak nyaman bila <14,12
menggunakan APD saat (mean)
bekerja
c. Tidak terlalu memahami
bagaimana berperilaku
yang aman saat bekerja
d. Jika saat bekerja
berperilaku tidak aman, hal
tersebut tidak akan
diingatkan oleh
pengawas/supervisor
e. Merasa kurang
mendapatkan informasi
mengenai risiko bahaya di
tempat kerja
f. Teman tidak mendukung
bekerja dengan
menggunakan APD (karena
mereka juga tidak
menggunakan)
4. Motivasi Alasan atau tujuan mengapa Kuesioner Pengisian 1. lemah, bila Ordinal
pekerja mau berperilaku aman kuesioner dengan menjawab
53
dalam bekerja. pilihan jawaban : salah , dan
Indikator: 1. Mencipatakan score yang
a. Alasan menggunakan APD kondisi kerja diperoleh
saat bekerja yang aman buat <50,89
b. Alasan tidak melempar alat diri sendiri, (mean)
kerja saat memberikan ke orang lain dan 2. kuat, bila
teman lingkungan nilai
c. Alasan tidak bekerja 2. Selain diatas menjawab
dengan terburu-buru benar, dan
d. Alasan tidak berkelakar score yang
atau becanda saat bekerja diperoleh
e. Alasan tidak merokok ≥50,89
sambil bekerja (mean)
f. Alasan mengikuti standar
prosedur kerja
5. Peraturan Peraturan yang terkait perilaku Kuesioner Pengisian Ordinal
dan yang harus pekerja terapkan kuesioner dengan 1. tidak ada,
kebijakan dilingkungan kerja diantaranya pilihan jawaban : jika score
perusahaan : 1= sangat setuju yang
a. pihak perushaan telah 2= setuju diperoleh >7
memiliki Standar Prosedur 3= tidak setuju (median)
Kerja terhadap setiap 4= sangat tidak 2. ada jika
aktivitas pekerjaan setuju score yang
b. pada area kerja telah diperoleh ≤7
dipasang rambu-rambu (score)
mengenai pentingnya
penggunaan APD dalam
bekerja
c. pihak perusahaan memiliki
54
program safety morning/
safety briefing yang
diberikan secara rutin
d. pihak perusahaan
mewajibkan kepada seluruh
pekerja untuk menggunakan
(APD) selama melakukan
pekerjaan di area produksi
6. Pengawasan Kegiatan pemantauan dan Kuesioner Pengisian 1. Tidak baik, Ordinal
pengarahan pada pekerja untuk kuesioner dengan jika score
selalu berperilaku aman saat pilihan jawaban yang
bekerja.. indikatornya : 4= sangat setuju diperoleh >8
a. Pihak pengawas selalu 3= setuju (median)
memeriksa kelengkapan 2= tidak setuju 2. Baik jika
APD 1= sangat tidak score yang
b. Sebelum bekerja, selalu setuju diperoleh ≤8
diingatkan untuk bekerja (median)
sesuai standar prosedur
kerja
c. Pihak pengawas jarang
melakukan pengawasan
pada area kerja
d. Pengawasan dari pengawas
(supervisor) pada saat
bekerja sudah sangat baik
7. Lingkungan Jumlah penyinaran pada area Pengisian lembar 1. Sangat Ordinal
fisik (kondisi kerja dari segi intensitas pengukuran rendah, bila
pencahayaan) pencahayaan/ penerangan di Lux Meter pencahayaan
ruang kerja minimal 100 lux diarea kerja
55
(Kepmenkes RI No 1405 tahun <25 lux
2002) 2. Rendah, bila
pencahayaan
diarea kerja
≥25 lux tapi
<100 lux
8 Lingkungan Terjadinya bunyi yang tidak Pengisian lembar 1. Tidak baik, Ordinal
fisik (kondisi dikehendaki diarea kerja Sound Level pengukuran bila terpapar
kebisingan) dengan tingkat kebisingan Meter kebisingan
kerja maksimal 85 dbA dalam diatas 85
8 jam (Keputusan Menteri dbA
Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2. Baik, bila
Nomor Per.13/Men/X/2011) terpapar
kebisingan
≤85 dbA.
56
3.3 Hipotesis
4. Ho : Tidak ada hubungan (p value > 0,05) antara peraturan dan kebijakan
Indonesia.
Indonesia.
57
Ha : Ada hubungan (p value ≤ 0,05) antara pengawasan dengan tindakan
58
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik yang bersifat cross sectional
efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada
faktor yang mempengaruhi tindakan tidak aman (unsafe action) pada pekerja
produksi bagian Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di PT. Danson Indonesia
59
4.2 Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel, serta Kerangka Kerja
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruh objek penelitian atau objek yang akan diteliti
Populasi target dalam penelitian ini yaitu seluruh pekerja yang bekerja
sebanyak 84 pekerja.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010). Sampel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah 41
PT.Danson Indonesia.
60
sampel (Sugiyono, 2014). Penggunaan sampling jenuh karena jumlah pekerja
penelitian ini dengan memilih semua pekerja bagian Air Minum Dalam
Jenis Waktu
NO
Kegiatan Januari Februari Maret April
Penyusunan
1 x x x x x x x X
Proposal
Persiapan
2 x
Instrumen
Pengumpulan
3 x
Data
Pengolahan
4 x
Data
5 Analisis Data X
Penyusunan
6 x x x x x
Laporan
61
4.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
perintah
g. Gagal dalam pemakaian APD (tidak menggunakan APD yang lengkap dan
62
h. Muatan atau beban yang tidak layak, seperti memuat beban yang
dengan posisi tubuh berdiri dan tegak tapi bekerja dengan postur berdiri
tapi membungkuk)
setelah bekerja
63
2. Variabel Independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
pekerja di bagian produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di PT. Danson
kebisingan)) dan data sekunder (data dari pusat data dan informasi Kementerian
64
1. Pengamatan (observasi)
2. Kuesioner
Kuesioner yang ditulis oleh peneliti terdiri dari 3 bagian yaitu kuesiner
tidak aman pada pekerja dan tindakan tidak aman yang dilakukan pekerja.
jenis kelamin, usia, status pendidikan, status karyawan dan lama masa
65
Responden diminta untuk memilih salah satu kategori jawaban yang
1. Pengetahuan
tepat.
2. Persepsi
Setuju”.
66
3. Motivasi
teman kerja”.
Setuju”.
5. Pengawasan
67
“Sangat Setuju”, “Setuju”, “Tidak Setuju”, dan “Sangat Tidak
Setuju”.
a. Pencahayaan
b. Kebisingan
1. Lokasi Penelitian
2. Waktu Penelitian
68
4.4.4 Ethical Cleareance
a. Informed Consent
consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta
mengetahui dampaknya.
dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
c. Kerahasiaan (Confidentiality)
69
4.4.5 Teknik Pengumpulan Data
Menurut arikunto (2010) sumber data merupakan objek dari mana data
a. Data Primer
Jawa Barat.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan oleh orang lain.
Data sekunder dalam penelitian ini data yang didapatkan dari perusahaan
70
a. Editing
atau terbaca.
b. Coding
huruf menjadi data angka atau bilangan. Koding atau pemberian kode ini
71
d. Pembersihan Data
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
1. Analisis univariat
dilakukan pekerja.
72
2. Analisis Bivariat
bivariat yaitu uji Chi Square (independen dan dependen bersifat kategorik)
mempunyai hubungan yang bermakna jika nilai p lebih kecil dari alpha (p-
bermakna jika nilai p lebih besar dari alpha (p-value > 0,05).
73
BAB V
HASIL PENELITIAN
PT. Danson Indonesia, berdiri sejak tahun 2010 dan merupakan perusahaan
yang bergerak dalam bidang industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang
terletak di area pegunungan Gunung Salak Bogor dengan lahan pabrik seluas 2 Ha
yang memiliki sumber mata air sendiri. PT.Danson Indonesia terleak di Jalan
PT Danson memiliki visi dan misi, visinya yaitu menjadi perusahaan terbaik,
terpercaya dan inovatif, dan misi PT. Danson Indonesia adalah sebagai berikut :
74
PT. Danson Indonesia memiliki komitmen perusahaan yaitu memberikan
1. Heart
2. Yes i can
3. Attitude
4. Mental Kaizen
5. New Spirit
mineral dalam kemasana sebanyak 41 pekerja. Pada bagian produksi air mineral
dalam kemasan terdapat 2 line produksi. Line pertama memproduksi cup filler
dengan jumlah 11 pekerja dengan hanya terdapat 1 shift kerja dalam 1 hari. Proses
kerja line produksi ini 3 pekerja fokus pada bagian sebagai operator mesin kerja, 1
pekerja fokus bagian visual control, 4 pekerja fokus bagian mempacking air
sudah dikemas dan menatanya, dan 1 pekerja fokus memindahkan kardus yang
Pada line kedua memproduksi bottle filler dengan jumlah 30 pekerja dalam 3
shift dengan jumla 1 shift terdapat 10 pekerja. Proses kerja line produksi ini adalah
2 pekerja fokus dengan bagian sebagai operator mesin kerja dengan kebisingan di
75
area ini sebesar 100,3 dB(A), 1 pekerja fokus pada mesin kerja dengan kebisingan
di area ini sebesar 86,4 dB(A), 1 pekerja fokus dalam bagian visual control dengan
intensitas pencahayaan di area ini sebesar 48 lux, 2 pekerja fokus dalam bagian
memberikan labelling pada air mineral dalam kemasan botol dengan intensitas
1 pekerja fokus dalam proses penglakbanan kardus, 1 pekerja fokus pada bagian
mengangkat kardus yang sudah dikemas dan menatanya, dan 1 pekerja fokus
Pada penelitain ini, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini
dengan teknik non random sampling dengan metode sampling jenuh yaitu seluruh
pekerja produksi dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Sampel penelitian
ini seluruh pekerja bagian produksi air mineral dalam kemasan di PT.Danson
Indonesia.
76
5.2 Analisis Univariat
Dari tabel diatas diketahui bahwa umur responden sebagian besar berumur
Dari tabel diatas diketahui bahwa jenis kelamin responden sebagian besar
77
Tabel 5.3 Pendidikan Terakhir Responden di PT.Danson Indonesia
Tahun 2017
Tahun 2017
Dari tabel diatas diketahui bahwa lama masa kerja responden sebagian
responden yang lama masa kerjanya lebih dari sama dengan 5 tahun sebanyak 4
responden (9,7%).
78
5.2.2 Tindakan Tidak Aman
Tahun 2017
Dari tabel diatas diketahui bahwa tindakan tidak aman yang dilakukan
79
digunakan
4. Menjalankan peralatan 29 70,7 11 26,8 1 2,4 41 100
atau mesin kerja dengan
kecepatan yang tidak
sesuai dengan prosedur
5. Membuat safety devices 41 100 0 0 0 0 41 100
(alat pengaman) seperti
safety plug, safety tag,
safety valve tidak
beroperasi
6. Menggunakan peralatan 35 85,4 5 12,2 1 2,4 41 100
kerja yang sudah rusak
7. Tidak memakai APD 8 19,5 30 73,2 3 7,3 41 100
(Alat Pelindung Diri)
secara lengkap dan benar
sesuai peraturan kerja
(menggunakan ear muff
tapi dileher seharusnya
ditelinga)
8. Pemuatan beban yang 35 85,4 5 12,2 1 2,4 41 100
tidak layak, seperti
memuat beban yang
berlebihan pada forklift
atau mengangkat beban
yang berlebihan
9. Penempatan yang tidak 29 70,7 11 26,8 1 2,4 41 100
benar, seperti
menempatkan peralatan
kerja tidak pada
tempatnya baik pada saat
bekerja maupun setelah
bekerja
10. Mengangkat beban 27 65,9 8 19,5 6 14,6 41 100
dengan postur yang
janggal, misalnya
punggung terlalu
membungkuk pada saat
mengangkat beban
11. Bekerja dengan postur 24 58,5 14 34,1 3 7,3 41 100
yang janggal/posisi yang
salah (seharusnya bekerja
dengan posisi tubuh
80
berdiri dan tegak tapi
bekerja dengan postur
berdiri tapi membungkuk)
12. Memperbaiki atau 41 100 0 0 0 0 41 100
melakukan perawatan
terhadap peralatan kerja
pada saat peralatan kerja
tersebut sedang
beroperasi atau belum
dimatikan
13. Bersenda gulau 21 51,2 15 36,6 5 12,2 41 100
berlebihan (mengagetkan
rekan kerja, berteriak,
iseng, atau jahil terhadap
rekan kerja, bercanda
dengan teman dll) pada
saat bekerja
14. Mengkonsumsi alkohol 41 100 0 0 0 0 41 100
dan atau obat-obatan
terlarang sebelum, saat
bekerja dan setelah
bekerja
15. Menggunakan peralatan 41 100 0 0 0 0 41 100
kerja yang tidak tepat
dalam melakukan suatu
pekerjaan (peralatan kerja
yang digunakan bukan
peralatan kerja yang
dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu
pekerjaan)
16. Tidak mengikuti prosedur 37 90,2 2 4,9 2 4,9 41 100
kerja yang berlaku
didivisi saudara
Sumber : Data Primer
81
Dari tabel diatas diketahui bahwa jawaban responden terhadap pernyataan
variabel tindakan tidak aman yang pernah melakukan variabel tindakan tidak
sebagai berikut :
1. Tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap dan benar sesuai
(36,6%)
4. Menempatkan peralatan kerja tidak pada tempatnya baik pada saat bekerja
responden (22,0%),
(19,5%).
82
10. Pemuatan beban yang tidak layak, seperti memuat beban yang berlebihan
(12,2%)
12. Tidak mengikuti prosedur kerja yang berlaku didivisi saudara sebanyak 2
responden (4,9%)
(14,6%),
(12,2%),
responden (9,8%),
(7,3%),
responden (4,9%).
83
5.2.3 Pengetahuan
Tahun 2017
adalah 50,0 dan score tertinggi adalah 85,7. Dari hasil estimasi interval dapat
bahaya, risiko dan pengendalian risiko ditempat kerja sebagian besar termasuk
84
5.2.4 Persepsi
Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata score persepsi responden adalah
adalah 8 dan score tertinggi adalah 24. Dari hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata score persepsi ibu adalah
berperilaku aman dalam bekerja sebagian besar beranggapan bahwa tidak ada
85
sedangkan responden yang memiliki persepsi ada hambatan (Negatif) sebanyak
16 responden (39,1%).
5.2.5 Motivasi
Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata score motivasi responden adalah
adalah 0 dan score tertinggi adalah 100. Dari hasil estimasi interval dapat
86
(60,9%) dengan alasan berperilaku aman dalam bekerja karena mengikuti
perusahaan menurut responden adalah 6,95 (95% CI :), dengan standar deviasi
1,43. Score terkecil adalah 4 dan score tertinggi adalah 9. Dari hasil estimasi
87
Tabel 5.14 Peraturan/Kebijakan Perusahaan Menurut Responden di
PT. Danson Indonesia Tahun 2017
(46,3%).
5.2.7 Pengawasan
1,34. Score terkecil adalah 5 dan score tertinggi adalah 10. Dari hasil estimasi
88
pengawasan di perusahan menurut responden adalah diantara 7,48 sampai
5.2.8 Kebisingan
89
sedangkan responden yang terpapar kebisingan >85 dB(A) sebanyak 17
responden (41,5%).
5.2.9 Pencahayaan
responden (43,9%).
90
5.3 Analisis Bivariat
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,630. Oleh karena nilai p > 𝛼
(0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian
tindakan tidak aman aman antara responden yang memiliki pengetahuan tidak
baik dan responden yang memiliki pengetahuan baik (tidak ada hubungan
91
5.3.2 Hubungan Persepsi dengan Tindakan Tidak Aman
tidak aman kategori tinggi dan 7 responden (43,8%) melakukan tindakan tidak
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 1,000. Oleh karena p > 𝛼 (0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian tindakan
tidak aman aman antara responden yang memiliki persepsi terdapat hambatan
92
(negatif) dalam berperilaku aman dan responden yang memiliki persepsi tidak
ada hambatan (positif) dalam berperilaku aman (tidak ada hubungan antara
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,956. Oleh karena p > 𝛼 (0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian tindakan
93
tidak aman aman antara responden yang memiliki motivasi yang lemah dan
responden yang memiliki motivasi yang kuat (tidak ada hubungan antara
Aman
kategori rendah.
94
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 1,000. Oleh karena p > 𝛼 (0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian tindakan
aman kategori tinggi dan 17 responden (63%) melakukan tindakan tidak aman
95
aman kategori tinggi dan 2 responden (14,3%) melakukan tindakan tidak aman
kategori rendah.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,008. Oleh karena p < 𝛼 (0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi kejadian tindakan tidak
aman aman antara responden yang mengatakan ada pengawasan dan responden
96
responden terpapar kebisingan diatas NAB (>85 dB(A)), dimana sebanyak 14
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,005. Oleh karena p < 𝛼 (0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi kejadian tindakan tidak
aman aman antara responden yang terpapar kebisingan dibawah NAB (≤85
dB(A)) dan responden yang terpapar kebisingan diatas NAB (>85 dB(A)) (ada
NAB (<100 lux) dengan kejadian tindakan tidak aman adalah sebanyak 23
97
kategori tinggi dan 5 responden (21,7%) melakukan tindakan tidak aman
diruang kerja yang rendah (≥25 lux), dimana sebanyak 4 responden (22,2%)
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001. Oleh karena p < 𝛼 (0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi kejadian tindakan tidak
(≥25 lux) (ada hubungan antara pencahayaan dengan tindakan tidak aman).
98
BAB VI
PEMBAHASAN
Dari 41 responden diketahui bahwa tindakan tidak aman yang dilakukan saat
bekerja, sebagian besar kategori tinggi atau sering melakukan tindakan tidak aman
mengenai bahaya, risiko dan pengendalian risiko kurang baik (48,8%). Menurut
Cahyani (2004), pengetahuan yang tidak memadai mengenai adanya risiko, bahaya
kerja akan membuat pekerja bersikap tak acuh serta mungkin pekerja melakukan
tindakan yang tidak aman dan merugikan keselamatan dirinya. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Aghil Dwi Jati Kusuma (2015) bahwa terdapat hubungan
antara pengetahuan dengan tindakan tidak aman pada karyawan dimana pekerja
Selain itu tindakan tidak aman dan pengetahuan pekerja ditunjang ataupun
99
mayoritas pekerja berstatus (51,2%) lulusan SMP sehingga mengakibatkan
pekerja. Menurut Adenan (1986) dalam buku Widyatun (1999) juga bahwa
luas pengetahuan dan semakin tinggi tingkat pendidikan seseoarang maka semakin
objek tertentu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kudus (2003) bahwa
Tindakan tidak aman yang paling sering dilakukan di bagian produksi air
1. Tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap dan benar sesuai
4. Menempatkan peralatan kerja tidak pada tempatnya baik pada saat bekerja
100
6. Menjalankan peralatan atau mesin kerja tanpa adanya perintah sebanyak 9
responden (22,0%),
10. Pemuatan beban yang tidak layak, seperti memuat beban yang berlebihan pada
responden (12,2%)
11. Tidak mengikuti prosedur kerja yang berlaku didivisi saudara sebanyak 2
responden (4,9%)
12. Tidak mengikuti prosedur kerja yang berlaku didivisi saudara sebanyak 2
responden (4,9%)
PT.Danson, tindakan tidak aman yang paling sering dilakukan adalah bekerja
dengan tidak menggunakan alat pelindung diri yang lengkap dan benar sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu penggunaan masker, ear pulg
dan ear muff. Hal ini terjadi karena pekerja tidak mengetahui pentingnya
penggunaan alat pelindung diri dan terbukti dari hasil kuesioner bahwa pertanyaan
101
mengenai alat pelindung ear pulg dan ear muff merupakan alat pelindung diri
yang paling banyak jawaban salahnya. Menurut Adenan (1986) dalam buku
yang dimiliki seseorang sebagai hasil proses penginderaan terhadap objek tertentu.
dalam bekerja.
diperoleh melalui mata dan telinga. Melalui indera penglihatan dan pendengaran
102
Tindakan akan sesuai dengan pengetahuan apabila individu menerima isyarat yang
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.19 bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan tindakan tidak aman pada pekerja bagian
produksi air mineral dalam kemasan PT. Danson Indonesia. Dari hasil uji statistik,
melakukan tindakan tidak aman yang sering dibandingkan dengan responden yang
tetapi terdapat peluang resiko pekerja yang memiliki pengetahuan kurang untuk
tindakan tidak aman dan sebaliknya pekerja yang memiliki pengetahuan yang baik
aman dalam bekerja. Berdasarkan hasil jawaban kuesioner, pertanyaan yang paling
banyak salah, salah satunya adalah pekerja belum mengetahui definisi bahaya,
risiko dan pengendalian risiko di tempat kerja. Selain itu, terdapat faktor pemicu
pekerja tidak mengetahui definisi bahaya, risiko dan pengendalian risiko ditempat
kerja sehingga pekerja melakukan tindakan tidak aman yaitu karena diarea kerja
103
pelindung diri (APD) dan rambu-rambu peringatan bahaya yang tidak dipasang di
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Dwi Ayu Septiani (2014), bahwa
dengan tindakan tidak aman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maulidhasari
(2011) yang menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan setiap
tindakan tidak aman antara lain lama kerja/masa kerja responden lebih dari sama
dengan 5 tahun sehingga pengalaman dan pengetahuan tentang bahaya, risiko dan
pengendalian risiko dari pekerja juga semakin baik. Akan tetapi, pada penelitian
ini, lama kerja/masa kerja responden kurang dari 5 tahun sebanyak 37 responden
banyak sehingga masih tingginya tindakan tidak aman yang dilakukan responden.
Menurut teori Max Weber yang dikemukan oleh Ritzer (1983) bahwa seorang
berbagai pengalaman yang berkaitan dengan kondisi yang ada, sehingga sangat
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dapat dimiliki oleh tenaga kerja tersebut,
104
dengan kata lain semakin lama bekerja maka semakin mengetahui keadaan yang
Menurut Dwi Atmaja (2012) persepsi merupakan tahap paling awal dari
diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung. Secara singkat dapat
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.20 bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara persepsi dengan tindakan tidak aman pada pekerja bagian
produksi air mineral dalam kemasan PT. Danson Indonesia. Dari hasil uji statistik,
diperoleh pula nilai OR sebesar 1,187 (95% CI = 0,336-4,19), yang artinya pekerja
mempunyai peluang 1,187 kali untuk melakukan tindakan tidak aman yang sering
dibanding dengan pekerja yang memiliki persepsi merasa tidak ada hambatan
(postif) dalam berperilaku aman. Dalam penelitian ini pekerja yang memiliki
105
dalam melakukan tindakan tidak aman, sedangkan pekerja yang memiliki persepsi
dalam melakukan tindakan tidak aman dalam bekerja. Dapat disimpulkan bahwa
pekerja yang memiliki persepsi positif atau negatif tidak menutup kemungkinan
Berdasarkan hasil analisis statistik bahwa dalam penelitian ini pekerja yang
memiliki persepsi negatif dalam berperilaku aman berpeluang lebih besar dalam
melakukan tindakan tidak aman yang sering dalam bekerja, dan berdasarkan hasil
kuesioner bahwa pertanyaan persepsi mengenai alat pelindung diri yang wajib
pekerja tidak nyaman menggunakan alat pelindung diri saat bekerja merupakan
pertanyaan yang paling banyak jawabannya setuju bahwa alat pelindung diri sulit
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Aghil Dwi Jati Kusuma
(2015) bahwa terdapat hubungan antara persepsi dengan tindakan tidak aman yang
106
kurangnya persepsi seseorang maka akan berpengaruh terhadap tindakan yang
tidak aman. Responden yang memiliki persepsi positif cenderung tidak melakukan
tindakan tidak aman, dan responden yang memiliki persepsi negatif cenderung
yang mendasari seseorang untuk berperilaku. Motivasi berasal dari bahasa latin
yang berarti to move yang secara umum mengacupada adanya kekuatan dorongan
sialagan (2008) dalam Retnani (2013) faktor yang mendorong motivasitenga kerja
adalah pemenuhan rasa puas tenaga kerja terhadap faktor intrinsik seperti
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.21, nilai p value yang didapatkan
adalah 0,956 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara motivasi
dengan tindakan tidak aman pada pekerja bagian produksi air mineral dalam
kemasan PT. Danson Indonesia. Dari hasil uji statistik, diperoleh pula nilai OR
motivasi yang lemah dalam berperilaku aman mempunyai peluang 1,273 kali
107
untuk melakukan tindakan tidak aman yang sering dibanding pekerja yang
memiliki motivasi kuat dalam berperilaku aman. Walaupun dalam penelitian ini
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi dengan tindakan tidak
aman, akan tetapi terdapat peluang resiko untuk pekerja yang memiliki motivasi
kecenderungan bahwa pekerja yang memiliki motivasi yang lemah atau kurang
(56,0%), sedangkan pekerja yang memiliki motivasi yang kuat atau baik memiliki
kecenderungan untuk tidak melakukan tindakan tidak aman (50,0%). Dari hasil
pekerja melakukan tindakan aman karena mengikuti peraturan dan kebijakan yang
mencapai tujuan yang diinginkan yaitu supaya tidak diberhentikan kerja dan
mengarah kepada tercapainya tujuan tertentu, yang berarti pada penelitian ini,
pekerja berperilaku aman supaya terhindar dari sanksi kerja atau pemberhentian
Hasil penelitian ini sejalan dengan Dwi Ayu Septiani (2011) yang
menghasilkan nilai p value sebesar 0,458 > ɑ 0,05 yang artinya tidak terdapat
108
hubungan yang bermakna antara motivasi dengan unsafe action. Hal tersebut dapat
(Robbins, 2001). Dan setiap orang dapat berada dalam hierarki kebutuhan yang
berbeda-beda, sehingga ketika pekerja masih berada pada tahap untuk memenuhi
kebutuhan tingkat dasar yaitu kebutuhan akan fisiologi atau justru kebutuhan akan
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitain Siagalan (2008) bahwa PT.
perilaku aman dalam bekerja. Selaim itu, penelitian yang dilakukan oleh Karyani
(2005) juga didapatkan hbunga yang bermakna antara motivasi perilaku aman
dalam bekerja. Dimana dalam penelitian mereka berdua, motivasi pekerja yang
yang mempunya motivasi yang rendah. Dapat diartikan bahwa pekerja yang
memiliki motivasi rendah akan melakukan tindakan tidak aman lebih sering
109
Karyawan yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi akan menunjukkan
motivasi dan aktivitas yang berbeda dengan pendidikan yang rendah. Pada
mempunyai motivasi kerja yang kuat dalam melakukan perilaku aman sedangkan
melakukan tindakan tidak aman. Pada penelitian ini mayoritas pekerja memiliki
norma, dan kebijakan untuk perilaku yang diharapkan (Geller, 2001). Semakin
banyak peraturan perusahaan yang diterapkan di area kerja untuk pekerja, semakin
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.22, nilai p value yang didapatkan
pada penelitian ini adalah 1,000 > ɑ 0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang
110
aman dan pekerja yang mengatakan ada peraturan/kebijakan di tempat kerja
sebanyak 54,5% responden melakukan tindakan tidak aman. Dari hasil analisa
mempunyai peluang 0,926 kali untuk melakukan tindakan tidak aman yang sering
ditempat kerja. Walaupun terdapat peluang resiko, tetapi dalam penelitian ini dapat
responden tetap melakukan tindakan tidak aman karena pekerja yang beranggapan
ada peraturan/ tidak ada peraturan perusahaan tetap melakukan tindakan tidak
aman. Selain itu, dari hasil observasi peneliti, diarea tempat kerja tidak terpasang
tidak takut jika melakukan tindakan tidak aman karena merasa tidak ada sanksi
Cara ini menghasilkan perubahaan perilaku yang cepat mengenai tindakan tidak
aman pekerja, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama
111
karena perubahaan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Maaniaya (2005) yaitu tidak
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.
pengecekan, inspeksi, pengendalian dan berbagai tindakan yang sejenis dengan itu.
dipatuhi dan merupakan salah satu cara guna meningkatakan keselamatan (ILO,
1989).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.23, nilai p value yang didapatkan
pada penelitian ini adalah 0,008 < ɑ 0,05 yang artinya ada hubungan yang
112
bermakna antara pengawasan dengan tindakan tidak aman. Responden yang
merasa tidak ada pengawasan sebesar 85,7% melakukan tindakan tindakan tidak
aman kategori tinggi atau sering lebih banyak dari responden yang merasa ada
pengawasan sebesar 37,0% melakukan tindakan tidak aman kategori tinggi atau
sering. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 10,2 (95% CI : 1,88-
55,19), yang artinya pekerja yang merasa bahwa ditempat kerja tidak adanya
pengawasan mempunyai peluang 10,2 kali untuk melakukan tindakan tidak aman
yang sering dibandingkan dengan pekerja yang merasa bahwa ditempat kerja
dalam melakukan tindakan tidak aman dan juga memiliki pelung resiko yang
terbilang tinggi. Dari hasil jawaban pekerja, pekerja merasa tidak mendapatkan
Penelitian ini pun didukung oleh masih tingginya tindakan tidak aman dan
yang sering dilakukan pekerja yang berarti pengawasan di tempat kerja pun terasa
tidak ada dan pekerja merasa biasa saja jika melakukan tindakan tidak aman.
pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
113
ditentukan sebelumnya yaitu rencana karyawan tidak melakukan tindakan tidak
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hendrawan (2005), bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pengawasan dalam bekerja dengan tindakan tidak
aman yang dilakukan oleh responden. Pekerja yang tidak selalu merasa
lebih banyak daripada yang jarang melakukan tindakan tidak aman sebesar 9%,
tindakan tidak aman sebanyak 47% lebih banyak daripada responden yang sering
melakukan tindakan tidak aman sebesar 26%. Tindakan tidak aman umumnya
penelitian hendrawan pengawasan yang dilakukan merupakan salah satu cara dan
menunjukkan bahwa kehadiran petugas pengawasan atau ada atau tidak adanya
aman.
114
6.7 Hubungan Kebisingan dengan Tindakan Tidak Aman
menggunakan alat pelindung telinga (ear plug dan ear mup). Berdasarkan
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.24, nilai p value yang di dapatkan
pada penelitian ini adalah 0,005 < 0,05 yang artinya ada hubungan yang bermakna
tinggi sebesar 33,3% lebih kecil dari responden yang melakukan tindakan tidak
paparan di atas NAB (>85 dB(A)) melakukan tindakan tidak aman kategori tinggi
sebesar 82,4% lebih besar dari responden yang melakukan tindakan tidak aman
kategori rendah sebesar 17,6%. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar
9,3 (95% CI : 2,06-42,18), yang artinya pekerja yang terpapar kebisingan >85
dB(A) mempunyai peluang 9,3 kali untuk melakukan tindakan tidak aman yang
sering dibanding dengan pekerja yang terpapar kebisingan ≤85 dB(A) di tempat
115
kebisingan semakin kecil pula kemungkinan pekerja melakukan tindakan tidak
aman, sebaliknya semakin tinggi ((>85 dB(A)) intensitas kebisingan semakin besar
pula kemungkinan pekerja melakukan tindakan tidak aman. Kebisingan yang >85
psikologis berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi atau tidak fokus selama
telinga dalam) dan juga kelelahan. Selain itu menurut Fanny (2015) bahwa
dampak yang sangat besar berupa melakukan tindakan tidak aman saat bekerja
baik secara finansial maupun non finansial, seperti hilang pekerjaan, tidak
berfungsinya salah satu anggota badan dan atau panca indra, hal terburuk adalah
sampai pada kematian bagi tenaga kerja. Sedangkan bagi perusahaan, kecelakaan
kerja dapat menghambat aktivitas para pekrja lainnya sehingga dapat menurunkan
116
Hasil tersebut didukung oleh mayoritas jawaban responden, bahwa tindakan
tidak aman yang paling banyak dilakukan adalah tidak memakai Alat Pelindung
Diri (APD) secara lengkap dan benar sesuai dengan peraturan kerja sebanyak 30
Penelitian ini sejalan dengan teori Green (1980) bahwa faktor pembentuk
untuk membentuk perilaku. Dapat diartikan bahwa lingkungan fisik yang baik
penerangan yang tepat dan disesuaikan dengan pekerjaan berakibat produksi yang
maksimal dan ketidakefisienan yang minimanl, dan dengan begitu secara tidak
117
yang tinggi (Sumamur, 1996). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1405
tahun 2002 bahwa jumlah penyinaran pada area kerja/ dari segi intensitias
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.25, nilai p value yang didapatkan
pada penelitian ini adalah 0,001 < 0,05 vang artinya ada hubungan yang bermakna
antara pencahayaan yang dibawah NAB (<100 lux) dengan tindakan tidak aman.
Responden yang mendapatkan pencahayaan diruang kerja sangat rendah (<25 lux)
melakukan tindakan tidak aman kategori tinggi sebesar 78,3% lebih besar dari
responden yang melakukan tindakan tidak aman kategori rendah sebesar 21,7%,
(≥25 lux) melakukan tindakan tidak aman kategori tinggi sebesar 22% lebih kecil
dari responden yang melakukan tindakan tidak aman kategori rendah 77,8%. Dari
hasil analisis dipeorleh pula nilai OR sebesar 12,6 (95% CI : 2,84-55,83), yang
artinya pekerja yang terpapar pencahayaan kurang dari <25 lux mempunyai
peluang 12,6 kali untuk melakukan tindakan tidak aman yang sering dibanding
pekerja yang terpapar ≥25 lux – <100 lux ditempat kerja. Dapat disimpulkan
atau semakin sering melakukan tindakan tidak aman ditempat kerja dan
pencahayaan di tempat kerja <50 lux yang terbilang sangat jauh dari batas minimal
pencahayaan diruang kerja (100 lux) yang mengakibatkan pekerja kurang fokus
118
dan merasa tidak nyaman saat bekerja sehingga tindakan tidak aman ditempat
melakukan tindakan tidak aman salah satunya pekerja bisa lebih leluasa untuk
bercanda dengan teman kerja. Selain itu dampat dari pencahayaan yang kurang
terjerembab dan lain-lain. Bila diruang kerja terdapat banyak orang, penerangan
harus diadakan secara baik dan disesuaikan dengan lokasi seperti diarea yang
Selain itu, menurut Newstrom (1996) bahwa penerangan yang kurang jelas
Penelitian ini sejalan dengan teori Green (1980) bahwa faktor pembentuk
yang baik akan memberikan kenyamanan pada pekerja dalam berperilaku aman
119
ditempat kerja, sebaliknya lingkungan fisik yang buruk akan memberikan efek
jawaban terdapat responden yang bekerja sama saat pengisian dan peneliti
benar.
dan memberikan arahan cara mengisi kuesioner. Dan peneliti tidak dapat
120
BAB VII
7.1 Kesimpulan
1. Tindakan tidak aman yang sering dilakukan di PT. Danson Indonesia adalah
sebagai berikut :
a. Tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap dan benar
(36,6%)
(34,1%),
d. Menempatkan peralatan kerja tidak pada tempatnya baik pada saat bekerja
responden (22,0%),
121
g. Mengangkat beban dengan postur yang janggal sebanyak 8 responden
(19,5%).
j. Pemuatan beban yang tidak layak, seperti memuat beban yang berlebihan
(12,2%)
responden (4,9%)
2. Tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan tindakan tidak aman pada
Indonesia. Dengan nilai p value adalah 0,630 > ɑ (0,05). Walau tidak terdapat
3. Tidak adanya hubungan antara persepsi dengan tindakan tidak aman pada
122
Indonesia. Dengan nilai p value adalah 1,000 > ɑ (0,05). Berdasarkan hasil
analisis statistik bahwa dalam penelitian ini pekerja yang memiliki persepsi
4. Tidak adanya hubungan antara motivasi dengan tindakan tidak aman pada
Indonesia. Dengan nilai p value adalah 0,956 > ɑ (0,05). Dalam penelitian ini
perusahaan.
tindakan tidak aman pada pekerja bagian produksi Air Mineral Dalam
(0,05). Walaupun terdapat peluang resiko, tetapi dalam penelitian ini dapat
123
kerja terasa tidak ada yang mengakibatkan seringya pekerja tindakan tidak
aman.
7. Adanya hubungan antara kebisingan dengan tindakan tidak aman pada pekerja
Dengan nilai p value adalah 0,005< ɑ (0,05). Dalam penelitian ini semakin
tindakan tidak aman pada pekerja bagian produksi Air Mineral Dalam
Kemasan di PT. Danson Indonesia. Dengan nilai p value adalah 0,001 < ɑ
(0,05). Dalam penelitian ini semakin pencahayaan diruang kerja <100 lux,
8.2 Saran
sebagai berikut :
124
2. Perusahaan mensosialisasikan peraturan/kebijakan perusahaan kepada
dan mengetahui sanksi jika pekerja tidak mematuhi dan mentaati peraturan
yang ada.
segi fungsinya sampai jenis-jenis alat pelindung diri yang harus digunakan
5. Penambahaan alat pelindung diri khususnya alat pelindung telinga berupa ear
muff dan ear pulg. Perusahaan menyediakan alat pelindung telinga berupa ear
muff khusus untuk operator mesin produksi bottle filler dan cup filler, karena
125