PENDAHULUAN
1
2
Suhu pirolisis yang digunakan yaitu 300 oC, 400 oC, 500 oC, 600 oC, dan 700 oC
dengan waktu tinggal 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Dari penelitian yang telah
dilakukan didapatkan nilai kadar air tertinggi yaitu sebesar 0,73% pada suhu 700
o
C dengan waktu tinggal 60 menit yang berasal dari tongkol jagung. Ini
menunjukkan bahwa pada suhu yang semakin tinggi dan waktu tinggal semakin
lama maka nilai kadar air menjadi lebih rendah. Nilai volatile matter tertinggi
yaitu sebesar 33,02% dengan waktu tinggal 30 menit yang berasal dari jerami
padi. Nilai fix-carbon tertinggi yaitu sebesar 74,08% dengan waktu tinggal 30
menit yang berasal dari tempurung kelapa. Nilai kalor tertinggi diperoleh sebesar
7,345% dengan waktu tinggal 60 menit yang berasal dari tempurung kelapa.
Penelitian ini menggunakan pelepah sawit sebagai bahan baku dengan
suhu pirolisis 400 oC, 500 oC, dan 600 oC dan waktu tinggal 30 menit, 45 menit,
dan 60 menit.
6
7
Selulosa tidak terlarut dalam air pada suhu ruang namun sebagian akan terlarut
pada suhu 302°C dan terlarut seluruhnya pada suhu 330°C (Kumar dan Jena,
2015).
2.2.1 Selulosa
Selulosa (C6H10O5)x, adalah komponen utama dari biomassa lignoselulosa
yang merupakan senyawa polisakarida yang tersusun rantai panjang D-glukosa
yang terhubung oleh ikatan β-(1,4)-glikosida yang berikatan satu sama lain.
Selulosa tersebut berikatan satu sama lain membentuk benang-benang. Serat
selulosa terhubung dengan bilangan ikatan intra- dan intermolekular hidrogen.
Oleh karena itu, selulosa tidak dapat terlarut dalam air dan sebagian besar pelarut
organik (Mood dkk, 2013). Struktur senyawa selulosa dapat dilihat pada Gambar
2.3. di bawah ini.
9
2.2.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa (C5H8O4)m, terletak di dinding sel sekunder adalah
biopolimer heterogen bercabang yang mengandung senyawa pentosa (β-D-xylosa,
α-L-arabinosa), heksosa (β-D-manosa, β-D-glukosa, α-D-galaktosa) dan asam
urgonat (asam α-D-glukuronat, asam α-D-4-O-metil-galakturonat dan asam α-D-
galakturonat). Ketiga komponen tersebut relatif mudah untuk dihidrolisis karena
bersifat amorf, dan struktu cabang (dengan rantai pendek) serta berat molekul
yang lebih kecil. Maka untuk meningkatkan kecernaan selulosa, hemiselulosa
dalam jumlah besar harus dihilangkan karena menyelubung benang-benang
selulosa sehingga menghalang proses hidrolisis enzimatik. Hemiselulosa relatif
sensitif terhadap kondisi operasi, karena itu, parameter seperti temperatur dan
waktu retensi harus dikontrol untuk menghindar terjadinya pembentukan produk
yang tidak diinginkan (Mood dkk, 2013). Struktur senyawa hemiselulosa dapat
dilihat pada Gambar 2.4. di bawah ini.
10
2.2.3 Lignin
Lignin [C9H10O3(OCH3)0,9-1,7]n adalah polimer aromatik yang terbentuk
dari prekursor fenilpropanoid. Sebagian besar unit fenilpropana lignin yang terdiri
atas syringil, guaiasil, dan p-hidroksi fenol yang terhubung satu sama lain
sehingga membentuk matriks yang rumit (Mood dkk, 2013). Struktur senyawa
lignin dapat dilihat pada Gambar 2.5.
proses fermentasi dilakukan secara komersial di banyak negara dalam skala besar
untuk produksi etanol dari tanaman gula seperti tebu dan gula bit serta tanaman
pati seperti jagung dan gandum (McKendry, 2002).
2.3.3 Proses Fisika
Densifikasi bahan lepas menjadi bentuk yang lebih ringkas yang
mencakup pelet dan briket adalah proses yang terlibat dalam proses konversi fisik
biomassa. Keadaan alami biomassa biasanya memiliki kadar air yang tinggi,
bentuk dan ukuran yang tidak beraturan serta kerapatan yang rendah, sehingga
menyulitkan untuk menangani, mengangkut, menyimpan dan memanfaatkan
(Lope Tabil et al., 2011). Proses pelet dan briket akan menjadikan biomassa
sebagai bahan baku yang cocok untuk bahan bakar padat.
Gambar 2.6 Pola Skematik Dekomposisi Biomassa Via Pirolisis (Huat Kong,
2014)
Pirolisis ini adalah proses degradasi termokimia biomassa pada suhu yang
relatif rendah sekitar 500°C hingga 800°C dengan terbatas atau tidak adanya
oksigen (Nan dkk, 1994). Goyal dkk, (2008) melaporkan bahwa pirolisis
biomassa dapat dimulai pada 350°C hingga 550°C dan naik hingga 700°C.
Sementara itu, proses pirolisis biomassa seperti kayu dapat dimulai pada suhu
serendah 200°C dan berlangsung hingga 450°C hingga 500°C tergantung pada
sifat-sifatnya (Sinha dkk, 2000). Pirolisis biomassa menghasilkan arang padat
yang berguna, cairan dan gas yang dapat terkondensasi. Proporsi dan komposisi
produk ini bervariasi sesuai dengan jenis pirolisis yang digunakan.
Babu (2008) mengklaim mekanisme pirolisis dimulai dengan perpindahan
panas ke permukaan partikel padat biomassa melalui radiasi dan / atau konveksi
dan kemudian ke bagian dalam partikel ketika biomassa dipanaskan dalam
atmosfer lembam. Selanjutnya, penghapusan kelembaban dalam biomassa terjadi
karena kenaikan suhu dalam partikel biomassa. Kenaikan suhu kemudian memulai
proses pirolisis. Produk volatil dan gas mengalir melalui pori-pori partikel selama
proses perpindahan panas. Proses pirolisis berlangsung dengan laju tergantung
pada suhu. Ketika biomassa berubah menjadi gas selama reaksi, pori-pori partikel
padat menjadi lebih berpori. Dengan demikian, pori-pori yang diperbesar
14
menyediakan banyak reaksi terhadap produk pirolisis yang mudah menguap dan
gas dan mendukung interaksi mereka dengan partikel padat biomassa.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi proses pirolisis adalah waktu, suhu,
ukuran partikel, dan berat partikel. Ada banyak klasifikasi dari jenis-jenis
pirolisis tergantung pada kondisi operasi, seperti laju panas, suhu, dan waktu
tinggal uap. Sehingga, dapat diklasifikan secara umum yaitu pirolisis lambat (slow
pyrolysis) dan pirolisis cepat (fast pyrolysis) (Silia dan Seri, 2017).
Pirolisis dengan berbagai tipe dan produk yang dihasilkan sebagaimana
tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Tipe Pirolisis, Kondisi Operasional dan Produk yang Dihasilkan
Tipe
Kondisi Operasional Produk yang Dihasilkan
Pirolisis
Cepat - Suhu reaktor 500ºC - Padatan 12%
- Kecepatan pemanasan sangat - Cairan 75%
tinggi > 1000ºC/detik - Gas 13%
- Waktu tinggal uap sekitar 1 detik
Sedang - Suhu reaktor 400-500ºC - Padatan 25%
- Kecepatan pemanasan sedang 1- - Cairan 50%
1000ºC/detik - Gas 25%
- Waktu tinggal uap sekitar 10-30
detik
Lambat - Suhu reaktor 290ºC - Padatan 77%
- Kecepatan pemanasan lambat - Cairan 0-5%
1ºC/detik - Gas 23%
- Waktu tinggal uap sekitar 30 detik
(Sumber: Kong dkk, 2014)
2.4.1 Pirolisis Cepat
Pirolisis cepat ditandai dengan temperature tinggi dan laju pemanasan.
Proses ini cocok untuk produksi cair (bio-oil) dan gas. Biomassa yang digunakan
untuk bahan baku pirolisis cepat biasanya digiling halus karena laju pemanasan
dan laju perpindahan panas yang sangat tinggi pada antarmuka reaksi
(Bridgwater, 2003). Babu (2008) melaporkan bahwa pirolisis cepat melibatkan
suhu mulai dari 580°C hingga 980°C. Sementara Bridgwater dan Bridge (1991)
menyatakan kisaran suhu untuk pirolisis cepat adalah sekitar 450°C hingga
900°C.
15
aprikot, kulit hazelnut, kulit biji anggur dan kulit chestnut (Özçimen dan Ersoy
Meriçboyu, 2010) digunakan sebagai bahan baku dalam proses pirolisis lambat.
Lee dkk. (2013) melakukan percobaan pirolisis lambat pada michantus
raksasa untuk mempelajari dampak suhu pirolisis pada hasil biochar dan siftat
untuk aplikasi tanah menggunakan reaktor unggun berskala lab. Temperatur
bervariasi pada 300°C, 400°C, 500°C, 600°C dan 700°C dengan tingkat
pemanasan 10°C/menit. Ditemukan bahwa persentase hasil biochar menurun dari
49,54% berat menjadi 27,15% berat ketika suhu meningkat dari 300°C menjadi
500°C. Namun, setelah 500°C, penurunan hasil biochar cukup signifikan. Hal ini
disebabkan oleh dekomposisi hemiselulosa dan selulosa yang telah selesai.
Dengan demikian, produksi biochar dari michantus raksasa sesuai pada 500 ° C
dengan mempertimbangkan sifat-sifat biochar dan jumlah panas yang dibutuhkan.
2.5 Biochar
Biochar adalah produk kaya karbon yang diperoleh ketika biomassa,
seperti kayu, pupuk kandang atau daun, dipanaskan dalam wadah tertutup dengan
sedikit atau tanpa udara yang tersedia. Dalam istilah yang lebih teknis, biochar
diproduksi oleh dekomposisi termal bahan organik di bawah pasokan oksigen
yang terbatas (O2), dan pada suhu yang relatif rendah (<700 ° C). Proses ini sering
mencerminkan produksi arang, yang merupakan salah satu teknologi industri
paling kuno yang dikembangkan oleh umat manusia (Harris, 1999). Biochar
diproduksi dengan maksud untuk diterapkan pada tanah sebagai cara
meningkatkan produktivitas tanah, penyimpanan karbon (C), atau penyaringan air
tanah yang meresap.
Menurut Lehmann dan Joseph (2009), biochar diproduksi dari bahan-
bahan organik yang sulit terdekomposisi, yang dibakar secara tidak sempurna
(pirolisis) atau tanpa oksigen pada suhu yang tinggi. Biochar yang terbentuk dari
pembakaran ini akan menghasilkan karbon aktif, yang mengandung mineral
seperti kalsium (Ca) atau magnesium (Mg) dan karbon anorganik. Kualitas
senyawa organik yang terkandung dalam biochar tergantung pada asal bahan
organik dan metode karbonisasi. Dengan kandungan senyawa organik dan
17
penggunaan unsur hara menggunakan bahan yang tersedia secara lokal dan
terbarukan secara berkelanjutan. Pembuatan biochar tidak memerlukan sumber
daya baru, tetapi menggunakan sumber daya yang ada lebih efisien dan lebih
sadar lingkungan, petani dapat menggunakan residu organik menjadi biochar
tanpa mengurangi energy yang dihasilkan (Lehmann dan Stephen, 2009). Biochar
mampu memainkan peran utama dalam pengelolaan tanah yang berkelanjutan
dengan meningkatkan produktivitas tanah. Biochar bermanfaat bagi petani karena
memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas pertanian konvensional
dengan langsung menerapkan karbon ke dalam tanah. Biochar yang dimasukkan
ke tanah juga dapat meningkatkan produktivitas tanah, mengurangi emisi N2O
dari tanah, meningkatkan kapasitas penampung air dan memiliki potensi untuk
menjadi penyerap karbon jangka panjang karena stabilitas kimia yang tinggi, dan
potensi untuk berada di tanah untuk waktu yang lama (Adilah, 2014) .
2.6.2 Biochar Untuk Mengelola Limbah
Pengelolaan limbah tanaman dari pertanian menimbulkan beban
lingkungan yang mengarah pada pencemaran air dan tanah (Carpenter dkk, 1998).
Limbah ini serta produk sampingan lainnya adalah sumber daya yang dapat
digunakan untuk menghasilkan bioenergi dengan menggunakan proses pirolisis
(Bridgwater, 2003). Tidak hanya energi yang dapat diperoleh dalam proses
pirolisis, tetapi juga mampu membuat limbah berkurang secara signifikan
(Cantrell, 2007). Menurut Ackerman (2000), pengelolaan limbah organik yang
tepat dapat membantu dalam mitigasi perubahan iklim secara tidak langsung
dengan:
a. Mengurangi emisi metana dari tanah.
b. Mengurangi penggunaan energi dan emisi industri karena daur ulang dan
pengurangan limbah.
c. Meningkatkan penyerapan karbon di hutan.
penghilangan logam berat. Oleh karena itu, biochar sangat efektif dalam
pengelolaan limbah (Gaunt dan Lehmann, 2008).
2.6.3 Biochar Untuk Menghasilkan Energi
Di daerah yang mengandalkan energi biomassa, seperti halnya sebagian
besar pedesaan Afrika serta daerah besar di Asia dan Amerika Latin, bioenergi
yang diperoleh dengan proses pirolisis memberikan peluang untuk produksi
energi yang lebih efisien daripada pembakaran kayu (Demirbas, 2004). Ini juga
memperluas pilihan untuk jenis-jenis biomassa yang dapat digunakan untuk
menghasilkan energi, misalnya, residu tanaman. Manfaat utama bahwa pirolisis
menawarkan panas bersih, yang diperlukan untuk mengembangkan teknologi
memasak dengan polusi dalam ruangan yang lebih rendah oleh asap (Bhattacharya
dan Abdul Salam, 2002) daripada yang biasanya dihasilkan selama pembakaran
biomassa (Bailis dkk, 2005). Faktanya, bioenergi dapat berkontribusi secara
signifikan untuk mengamankan pasokan energi hijau di masa depan.
3.1.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain reaktor pirolisis,
bubble flow meter, desikator, kondensor, cawan porselin, condensate trap,
furnace, crucible, timbangan analitik, dan oven.
21
22
Pelapah sawit
Pengecilan ukuran
dan pengeringan
Pirolisis
Analisa Hasil
Pengolahan Data
(A−B)
Kadar air (%) = [ ] x 100%
A
Dimana,
A = Berat sampel yang digunakan (gr)
B = Berat sampel setelah dipanaskan (gr)
25
(A−B)
Kehilangan Berat (%) = [ ] x 100%
A
Dimana,
A = Berat sampel yang digunakan (gr)
B = Berat sampel setelah dipanaskan (gr)
(A−B)
Kadar Abu (%) = [ ] x 100%
A
Dimana,
A = Berat cawan + tutup + abu (gr)
B = Berat cawan + tutup (gr)
C = Berat sampel yang digunakan (gr)
Kadar Karbon (%) = 100 – (kadar air + kadar abu + volatile matter)