Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF

(DENGUE HAEMORRHAGIC FEFER)

OLEH :

KELOMPOK 3

1. MUTMAINNAH
2. PUTU ANGGA
3. TUWIARTI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1

MATARAM

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang peran
manajemen risiko dalam patien.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu saya menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang peran manajemen risiko dalam pasien ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Mataram 20 Juni 2019

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………………..i

Daftar Isi…………………………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan...............................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian…………………………………………………………………………………7
B. Etiologi……………………………………………………………………………………7
C. Patofsiologi………………………………………………………. ……………………….8
D. Klasifikasi……………………………………………………………………………........11
E. Manifestasi Klinis…………………………………………………………………………11
F. Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………………………………...11
G. Penatalaksanaan Medis…………………………………………………………………....12
H. Komplikasi………………………………………………………………………………....13
I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan……………………………………………………….16

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………29
B. Saran…………………………………………………………………………………..........29

Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan anak-anak dari orang
dewasa. Namun, mendefinisikan anak-anak dari segi usia dapat menjadi permasalahan besar
karena penggunaan definisi yang berbeda oleh beragam negara dan lembaga internasional.
(WHO , 2003) . Anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 20 tahun. Sedangkan The
Convention on the Rights of the Child mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia
di bawah 18 tahun. ( Department of Child and Adolescent Health and Development , 2006)
Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang yang menggunakan istilah “pertumbuhan”
dan “perkembangan” secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara interdependensi,
artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak bisa dipisahkan dalam
bentuk-bentuk yang secara pilah berdiri sendiri-sendiri; akan tetapi bias dibedakan untuk
maksud lebih memperjelas penggunaannya. Dalam hal ini kedua proses tersebut memiliki
tahapan-tahapan diantaranya tahap secara moral dan spiritual. Karena pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik dilihat dari tahapan tersebut memiliki kesinambungan yang
begitu erat dan penting untuk dibahas maka kita meguraikannya dalam bentuk struktur yang
jelas baik dari segi teori sampai kaitannya dengan pengaruh yang ditimbulkan.
Penanggulangan demam berdarah secara umum di tujukan pada pemberantasan rantai
penularan dengan memusnahkan pembawa virusnya (vektornya) yaitu nyamuk Aedes
Aegypty dengan memberantas sarang perkembangbiakannya yang umunya ada di air bersih
yang tergenang di permukaan tanah maupun di tempat-tempat penampungan air, melakukan
program 3M ( menutup, menguras, mengubur) (WHO 2004).
Dari data yang diperoleh, kasus DBD di dki jakarta menurun selama tiga tahun
terakhir, secara signifikan. Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menyebutkan, penurunan
terjadi hingga tiga tahun terakhir. Pada tahun 2007, jumlah kasus DBD mencapai 31.836
kasus. Jumlah itu mengalami penurunan di tahun 2008 yang hanya mencapai 28.361 kasus.
Pada 2009 penurunannya sangat signifikan hanya menyisakan 18.835 kasus. Di tahun 2010,
jumlah kasus DBD kian menyusut menjadi 12.639 kasus.

4
Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2010 menunjukkan, jumlah kasus DBD di DKI
sebesar 18.006 kasus, dengan tingkat kejadian rata-rata (incidence rate/IR) sebesar 202,4 per
100.000 penduduk. Angka tersebut jauh di atas target nasional, yaitu 150 per 100.000
penduduk.
Untuk tahun 2011 hingga bulan Mei kasus DBD tercatat sebanyak 3.603 kasus.
Dengan rincian Jakarta Timur 941 kasus, Jakarta Selatan 720 kasus, Jakarta Barat 661 kasus,
Jakarta Utara 961 kasus, Jakarta Pusat 314 kasus, dan Kepulauan Seribu 6 kasus.
Peran perawat untuk mengatasi penyakit DBD dengan cara promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Promotif yaitu memberi penyuluhan kesehatan tentang penyakit DBD dan
penanggulangannya, preventif yaitu untuk mencegah terjadinya DBD dengan cara merubah
kebiasaan hidup sehari-hari melalui tidak menggantung pakaian yang sudah di pakai,
menjaga kebersihan lingkungan dan penampungan air, kuratif yaitu untuk memenuhi cairan
tubuh sesuai dengan kebutuhan, serta mengkonsumsi minuman yang dapat meningkatkan
trombosit seperti jus kurma dll. Dari aspek rehabilitatif perawat berperan memulihkan
kondisi klien dan menganjurkan klien untuk kontrol kembali kerumah sakit bila keluhan
timbul kembali.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik memilih judul “Asuhan
Keperawatan Anak Dengan DHF”.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Anak dengan DHF

2. Tujuan Khusus

1) Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian DHF.


2) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi DHF.
3) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi DHF.
4) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi DHF.
5) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis.
6) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik.
7) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan DHF.

5
8) Mahasiswa dapat menjelaskan teori asuhan keperawatan DHF
9) Mahasiswa dapat memahmi dalam melakukan asuhan keperawatan DHF

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

I. KONSEP DASAR DHF

A. Pengertian

1. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk. 2008)

2. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Hidayat, 2006)

3. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus
yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Suriadi. 2010)

4. DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk
kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. (Suryady,2001,hal 57)

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever
(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong
arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang
terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai ruam atau tanpa ruam.

B. Etiologi
Dengue haemoragic Fever (DHF) disebabkan oleh arbovirus (Arthopodborn Virus) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepthy. Virus Nyamuk aedes aegypti
berbentuk batang, stabil pada suhu 370 C. Adapun ciri-ciri nyamuk penyebar demam
berdarah menurut (Nursalam ,2008) adalah :

7
1. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
2. Hidup didalam dan sekitar rumah
3. Menggigit dan menghisap darah pada waktu siang hari
4. Senang hinggap pada pakaian yang bergantung didalam kamar
5. Bersarang dan bertelur digenangan air jernih didalam dan sekitar rumah seperti bak
mandi, tempayan vas bunga.

C. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dimana
virus tersebut akan masuk ke dalam aliran darah, maka terjadilah viremia (virus masuk ke
dalam aliran darah). Kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks
virus antibody yang tinggi akibatnya terjadilah peningkatan permeabilitas pembuluh darah
karena reaksi imunologik. Virus yang masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan
peradangan pada pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang mana akan
menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia) dan factor koagulasi merupakan factor
terjadi perdarahan hebat. Keadaan ini mengkibatkan plasma merembes (kebocoran plasma)
keluar dari pembuluh darah sehingga darah mengental, aliran darah menjadi lambat
sehingga organ tubuh tidak cukup mendapatkan darah dan terjadi hipoksia jaringan.
Pada keadaan hipoksia akan terjadi metabolisme anaerob , hipoksia dan asidosis
jaringan yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan dan bila kerusakan jaringan semakin
berat akan menimbulkan gangguan fungsi organ vital seperti jantung, paru-paru sehingga
mengakibatkan hipotensi , hemokonsentrasi , hipoproteinemia, efusi pleura, syok dan dapat
mengakibatkan kematian. Jika virus masuk ke dalam sistem gastrointestinal maka tidak
jarang klien mengeluh mual, muntah dan anoreksia.
Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengue tersebut menganggu sistem kerja
hepar, dimana salah satunya adalah tempat sintesis dan osidasi lemak. Namun, karena hati
terserang virus dengue maka hati tidak dapat memecahkan asam lemak tersebut menjadi
bahan keton, sehingga menyebabkan pembesaran hepar atau hepatomegali, dimana
pembesaran hepar ini akan menekan abdomen dan menyebabkan distensi abdomen. Bila
virus bereaksi dengan antbody maka mengaktivasi sistem koplemen atau melepaskan

8
histamine dan merupakan mediator factor meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah atau terjadinya demam dimana dapat terjadi DHF dengan derajat I,II,III, dan IV.

9
DHF/DBD
 Perjalanan penyakit
(Nursalam, 2008)
viremia

Demam Sakit kepala mual Nyeri otot petekhie Pembesaran


kelenjargetah
bening
trombositopenia Pembesaran limfa Hepato megali hiperemia

(splenomegali)

Vaskulitis Reaksi
imunologis

Permeabilitas vaskular
meningkat (dinding kapiler)

Hemokonsentrasi (peningkatan
Kebocoran plasma HCT >20 %), Hipoproteinemia,
Hiponatremia dan Efusi
serosa.
Syok
hipovolume Peningkatan reabsorbsi air dan Na
oleh ginjal dan penurunan eksresi
Hipoksia
Na urine serta peningkatan
jaringan
osmolalitas

DIC Asidosis
metabolik
perdarahan

10
D. Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO (2002), DHF dibagi menjadi empat derajat sebagai berikut:
1. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.

2. Derajat II :

Seperti derajat I namun di sertai perdarahan spontan di kulitdan atau perdarahan lain.

3. Derajat III :

Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan
darah menurun disertai kulit dingin, lembab dan gelisah.

4. Derajat IV :

Renjatan berat dengan nadi tidak teratur dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.

E. Manifestasiklinis

Menurut Nursalam, 2008 tanda dan gejala penyakit DHF antara lain

1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari


2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6. Sakit kepala.
7. Pembengkakan sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
F. Pemeriksaan diagnostik
(Nursalam, 2008)
1. Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih),
trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
2. Serologi : uji HI (hemoagutination inhibition test).
11
3. Rontgen thoraks : effusi pleura

G. Penatalaksanaan medis (Narusalam, 2008)


1. Terapi
a. DHF tanpa rejatan
Pada pasien dengan demam tinggi , anoreksia dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan haus, beri pasien minum 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat
diberikan teh manis, sirup, susu dan bila mau lebih baik diberikan oralit. Apabila
hiperpireksia diberikan obat anti piretik dan kompres air biasa.Jika terjadi kejang,
beri luminal atau anti konvulsan lainnya. Luminal diberikan dengan dosis anak umur
kurang dari 1 tahun 50 mg/ IM , anak lebih dari 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang
belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3mg / kg BB. Anak diatas satu
tahun diberikan 50 mg dan dibawah satu tahun diberikan 30 mg, dengan
memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada pasien tanpa
ranjatan apabila pasien terus menerus muntah , tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematocrit yang cenderung
meningkat.
b. Pasien yang mengalami rajatan (syok) harus segera dipasang infus sebagai pengganti
cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya Ringer
Laktat. Jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon maka dapat diberikan plasma
atau plasma akspander, banyaknya 20 sampai 30 ml/kg BB.
Pada pasien rajatan berat pemberian infus diguyur dengan cara membuka klem infus
tetapi biasanya vena-vena telah kolaps sehingga kecepatan tetesan tidak mencapai
yang diharapkan, maka untuk mengatasinya dimasukkan cairan secara paksa dengan
spuit dimasukkan cairan sebanyak 200 ml, lalu diguyur.

2. Tindakan Medis yang bertujuan untuk pengobatan


Keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Jenis
minuman yang diajurkan adalah jus buah, the manis, sirup, susu, serta larutan oralit.
Apabila cairan oralit tidak dapat dipertahankan maka cairan IV perlu diberikan. Jumlah

12
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit,
dianjurkan cairan dextrose 5% di dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis
dianjurkan pemberian NaCl 0,9 % +dextrose ¾ bagian natrium bikarbonat.
Kebutuhan cairan diberikan 200 ml/kg BB , diberikan secepat mungkin dalam waktu 1-
2 jam dan pada jam berikutnya harus sesuai dengan tanda vital, jadar hematocrit, dan
jumlah volume urine. Untuk menurunkan suhu tubuh menjadi kurang dari 39°C perlu
diberikan anti piretik seperti paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kg BB/hari. Apabila
pasien tampak gelisah, dapat diberkan sedative untuk menenangkan pasien seperti kloral
hidrat yang diberikan peroral/ perektal dengan dosis 12,5-50 mg/kg BB (tidak melebihi
1 gram) . Pemberian antibiotic yang berguna dalam mencegah infeksi seperti
Kalmoxcilin, Ampisilin, sesuai dengan dosis yang ditemukan.
Terapi O2 2 liter /menit harus diberikan pada semua pasien syok.Tranfusi darah dapat
diberikan pada penderita yang mempunyai keadaan perdarahan nyata, dimaksudkan
untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah.Hal yang diperlukan yaitu memantau
tanda-tanda vital yang harus dicatat selama 15 sampai 30 menit atau lebih sering dan
disertai pencatatan jumlah dan frekuensi diuresis.

H. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit Dengue Hemoragic Fever menurut
( Hidayat Alimul , 2008) diantaranya:
1. Ensepalopati
Sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan dan kemungkinan
dapat disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah ke otak.
2. Syok (renjatan)
Karena ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sehingga dapat terjadi syok
hipovolemik.
3. Efusi Pleura
Adanya edema paru akibat pemberian cairan yang berlebihan dengan tanda pasien akan
mengalami distress pernafasan.
4. Perdarahan intravaskuler menyeluruh.

13
Kemungkinan koplikasi berupa hospitalisasi juga mungkin terjadi pada anak ketika proses
penyembuhan dilaksanakan, adapun konsep hospitalisasi pada usia sekolah antara lain :

a) Pengertian

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak
dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian di
tunjukan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stresas.

b) Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi anak

Banyak penelitian membuktikan bahwa perawatan anak di rumah sakit menimbulkan


stress pada anak dan orang tua. Reaksi orang tua terhadap perawatan anak di rumah
sakit latar belakang yang menyebabkan dapat di uraikan sebagai berikut :

1. Perasaan cemas dan takut

Perasaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat anak mendapat prosedur
menyakitkan, seperti pengambilan darah, injeksi, infus, di lakukan fungsi lumbal dan
prosedur infasiv lainnya.Perilaku yang sering di tujukan orang tua berkaitan dengan
adanya perasaan cemas dan takut ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal
yang sama secara berulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang,
dan bahkan merah.

2. Perasaan sedih

Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua
mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh. Pada kondisi ini,
orang tua menunjukan perilaku isolasi atau tidak mau di dekati orang lain. Bahwa tidak
bisa kooperatif terhadap petugas kesehatan.

3. Perasaan frustrasi

14
Pada kondisi anak yang telah di rawat cukup lama dan di rasakan tidak mengalami
perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang di terima orang tua baik
dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan
frustrasi. Oleh karena itu, sering kali orang tua menunjukan perilaku tidak
koomperatif, putus asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa.

c) Reaksi anak usia sekolah terhadap hospitalisasi ( 6 – 12 tahun)

Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan


lingkungan yang di cintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan
menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada perubahan
peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan
kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan
fisik.

Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan di tunjukan dengan ekspresi baik
secara verbal maupun non verbal karena anak sudah mampu mengomunikasi kannya.
Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu
dengan menggigit bibir dan atau memegang sesuatu dengan erat.

1. Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya.

b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri.

c. Selalu ingin tahu alasan tindakan.

d. Berusaha independen dan produktif.

2. Reaksi orang tua

a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak.

b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak

15
familiernya peraturan Rumah sakit.

II. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DHF


( Mary E. 2002)
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15
tahun) , jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan
pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit adalah
panas tinggi dan anak lemah
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam
kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak
semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati,
dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kult ,
gusi (grade III. IV) , melena atau hematemesis.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami serangan
ulangan DHF dengan tipe virus lain.
5. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
koplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun
buruk dapat beresiko , apabila terdapat factor predisposisinya. Anak yang menderita
DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan.Apabila kondisi
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak
dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.
7. Kondisi Lingkungan

16
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih (
seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)
8. Pola Kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantanganm nafsu makan berkurang dan
menurun,
b. Eliminasi alvi (buang air besar) : kadang-kadang anak yang mengalami diare atau
konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
c. Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit
atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun
istirahatnya berkurang.
d. Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aedypty.
e. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menajga
kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :
a. Grade I : kesadaran composmetis , keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
andi elmah.
b. Grade II : kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan ptechiae, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur
c. Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil
dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
d. Grade IV : kesadaran coma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba, tekanan darah
tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin. berkeringat dan kulit
tampak biru.
10. Sistem Integumen
a. Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncl keringat dingin, dan
lembab
b. Kuku sianosis atau tidak

17
c. Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam
(flusy). mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epitaksis) pada grade
II,III. IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan
terjadi perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).
d. Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak terdapat
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
e. Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegaly) dan asites
f. Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
11. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a. HB dan PVC meningkat (≥20%)
b. Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
c. Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
d. Ig. D dengue positif
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia
f. Ureum dan pH darah mungkin meningkat
g. Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah
h. SGOT /SGPT mungkin meningkat.

A. Analisa Data

No Data Masalah Etiologi

1. DS: Gangguan peningkatan


volume cairan permeabilitas
a. klien mengatakan minum
kurang dari kapiler,muntah
kurang
kebutuhan tubuh dan demam.
b. klien mengatakan BAK
kurang

18
c. klien mengatakan BAB
kurang
d. klien mengatakan perut
anaknya kembung
e. klien mengatakan muntah
f. klien mengatakan lemas

DO :

g. Mukosa bibir klien kering


h. Turgor kulit klien sedang
i. Konjungtiva klien anemis
j. Mata klien tampak cekung
2. DS : Gangguan Anoreksia
pemenuhan
a. mengatakan tidak nafsu
kubutuhan nutrisi
makan
kurang dari
b. mengatakan rewel
kebutuhan tubuh
c. klien mengatakan tidak
nafsu makan
d. klien mengatakan
memuntah makanan
DO :

a. BB klien turun
b. Klien tampak lemas
3. a. klien mengatakan panas Resiko proses penyakit
b. klien mengatakan panas peningkatan suhu (virus dalam
naik turun tubuh darah/viremia).
c. klien mengatakan lemas (hipertermia)
d. klien mengatakan rewel

DO :

19
a. Klien teraba panas
b. Kulit klien tampak
kemerahan
c. Pemeriksaan vital sign

B. Diagnosa keperawatan
(Doengoes, E Marilyn. 2000)
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan, muntah dan demam.

b. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (virus dalam darah/viremia).


c. Gangguan pemenuhan kubutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
d. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
f. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
akibat perdarahan.
g. Kurang pengetahuan tenang proses penyakit, diet, perawatan, dan obat-obatan pasien
berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi keperawatan
(E, Marylin, 2000)
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria Hasil : volume cairan perlahan-lahan teratasi, An.A tidak muntah – muntah
lagi, Mukosa bibir kembali normal
Intervensi :
Mandiri :
a. Kaji tanda-tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
Rasional :mengetahui atau memantau keadaan umum klien

20
b. Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor kulit tidak elastis,
ubun-ubun cekung , produksi urine menurun
Rasional : untuk mengetahui tingkat dehidrasi dan intervensi lanjut
c. Observasi dan catat intake dan output cairan
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit atau balance
cairan
d. Berikan hidrasi yanga adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan klien
e. Memonitor nilai laboratorium : elektrolit darah, BJ urine, dan serum albumin
Rasional : memantau keseimbangan cairan dalam darah
f. Monitor dan catat berat badan
Rasional : mengontrol penambahan berat badan karena pemberian cairan yang
berlebihan
g. Monitor tanda syok hipovolemik, baringkan pasien terlentang tanpa bantal
Rasional : memulihkan dan membantu peredaran darah dalam tubuh supaya lancar
sehingga mengurangi syok yang terjadi
h. Pasang infus dan berikan cairan intravena jika terjadi perdarahan
Rasional : membantu proses perbaikan tubuh.

2. Hipertemia (suhu naik) berhubungan dengan proses penyakit (viremia/virus).


Tujuan : Hipertemia dapat teratasi

Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36-370 C).

Mukosa lembab t idak ada sianosis atau purpura

Intervensi

Mandiri :

a. Kaji saat timbulnya demam


Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b. Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, tensi, pernafasan setiap 3 jam atau lebih
sering.
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui

21
keadaan umum klien.
c. Anjurkan klien untuk banyak minum ± 2,5 liter/24 jam dan jelaskan manfaatnya
bagi klien.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
d. Lakukan “Tepid Water Sponge”
Rasional : Tepid Water Sponge dapat menurunkan
penguapan dan penurunan suhu tubuh.
e. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional: Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi panas
dalam tubuh.
Kolaborasi :

f. Berikan terapi cairan IVFD dan obat antipiretik.


Rasional : Pemberian cairan dan obat antipiretik sangat penting
bagi klien dengan suhu tinggi yaitu untuk menurunkan suhu
tubuhnya.

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungandengan anoreksia.
Tujuan :Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.

Kriteria Hasil : Berat badan stabil dalam batas normal.

Tidak ada mual dan muntah.

Intervensi

Mandiri :

a. Kaji mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami oleh pasien.
Rasional : untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara/bagaimana makanan dihidangkan
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengarauhi

22
nafsu makan klien.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur, tim, dan hidangkan saat
masih hangat.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
d. Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi klien terutama saat klien sakit.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi
sehingga motivasi makan meningkat.
e. Berikan umpan balik positif pada saat klien mau berusaha menghabiskan
makanan.
Rasional : Motivasi dan meningkatklan semangat pasien.
f. Catat jumlah/porsi makan yang dihabiskan oleh klien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi.
g. Lakukan oral hygiene dengan menggunakan sikat gigi yang lunak.
Rasional : Meningkat nafsu makan.
h. Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Mengetahui perkembangan status nutrisi klien.

Kolaborasi :

i. Bererikan obat-obatan antasida (anti emetik) sesuai program/instruksi dokter.


Rasional: Dengan pembarian obat tersebut diharapkan intake
nutrisi klien meningkat karena mengurangi rasa mual dan muntah.
j. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : Membantu proses penyembuhan klien.

4. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.


Tujuan : Perdarahan tidak terjadi.

Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital normal.

Jumlah trombosit klien meningkat.

Tidak terjadi epitaksis, melena, dan hemotemesis.

23
Intervensi.

Mandiri :

a. Monitor tanda-tanda perdarahan dan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda


klinis.
Rasional: Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda
adanya perforasi pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis berupa perdarahan (petekie,
epistaksis, dan melena).
b. Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
Rasional : Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
c. Berikan penyelasan pada keluerga untuk segera melaporkan jika ada tanda-tanda
perdarahan.
Rasional : Mendapatkan penanganan segera mungkin.
d. Antisipasi terjadinya perdarahan dengan menggunakan sikat gigi lunak, memberikan
tekanan pada area tubuh setiap kali selesai pengambilan darah.
Rasional : Mencegah terjadinya pendarahan.

5. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.


Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.

Kriteria Hasil :Keadaan umum membaik

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi seperti: makan, minum, dan


personal hyiene (mandi, menggosok gigi, dan bershampoo).

Intervensi.

Mandiri :

a. Kaji kebutuhan klien.


Rasional : Mengidentifikasi masalah klien.
b. Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien berhubungan dengan kelemahan fisiknya.
Rasional: Mengetahui tindakan keperawtan yang akan diberikan

24
sesuai dengan masalah klien.
c. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari klien sesuai tingkat
keterbatasan klien seperti mandi, makan, dan eliminasi.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada
saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa membuat klien
ketergantungan terhadap perawat.

6. Resiko tinggi syok hipovolemik berhibungan dengan kurangnya volume cairan


tubuh akibat perdarahan.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.

Kriteria Hasil :Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Keadaan umum baik.

Syok hipovolemik tidak terjadi.

Intervensi.

Mandiri :

a. Monitor keadaan umum kilen.


Rasional : Untuk mengetahui jika terjadi tanda-tanda syok.
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam.
Rasional : Untuk memastikan tidak terjadi per syok.
c. Monitor tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan yang cepat diketahui dapat segera teratasi.
d. Anjurkan keluarga/klien untuk segera melapor jika ada tanda-tanda perdarahan.
Rasional : Untuk membantu tim perawat untuk segara menentukan tindakan yang
tepat.
e. Segera puasakan jika terjadi perdarahan saluran pencernaan.
Rasional : Untuk membantu mengistirahatkan saluran pencernaan
untuksementara selama perdarahan berasal dari saluran cerna.

f. Perhatikan keluhan klien seperti pusing, lemah, ekstremitas dingin, sesak nafas.

25
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengaruh perdarahan.

Kolaborasi :

g. Berikan therapi cairan intra vena jika terjadi perdarahan.


Rasional: Untuk mengetahui kehilangan cairan tubuh yang hebat
yaitu untuk mengatasi syok hipovolemik.

h. Cek Hb, Ht, Trombosit (sito)


Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami klien, dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
i. Berikan trasfusi sesuai instruksi dokter.
Rasional : Untuk menganti volume darah serta komponen yang hilang.

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diit, perawatan, dan obat-obatan


pasien berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah.

Kriteria Hasil :Pengetahuan klien/Keliarga tentang proses penyakit, diit,perawatan


dan obat penderita DHF meningkat dan klien/keluarga mampu menjelasakan kembali.

Intervensi

Mandiri :

a. Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF.


Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang penyakit
yang diderita klien.
b. Kaji latar belakang pendidikan klien dan keluarga.
Rasional: Agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai dengan
tingkat pendidikan sehingga penjelasan dapat dipahami dan tujuan
yang direncanakan tercapai.
c. Jelaskan tentang proses penyakit,diit, perawatan, obat-obatan pada klien dengan
bahasa yang mudah dimengerti.

26
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan tepat dan jelas.
d. Berikan kesempatan pada klien/keluarga untuk bertanya sesuai dengan penyakit yang
dialami.
Rasional: Mengurangi kecemasan dan motivasi klien untuk kooperatif
selama masa perawatan/penyembuhan
e. Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam bentuk penjelasan.
Rasional: Dapat membantu mengingat penjelasan yang telah
diberikan karena dapat dilihat atau dibaca berulang kali.

D. Implementasi
Implementasi adlh proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari keperawatan.
Pelaksanaan keperawatan mencakup melakukan,membantu,memberikan askep. Tujuannya
berpusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan, dengan
keperawatan kesehatan berkelanjutan pada klien.
1. Proses atau tahapan
b. Mengkaji ulang klien.Fase ini merupakan komponen yang memberikan
mekanisme bagi perawat yang menentukan apakah tindakan keperawatan yang
diusulkan masih sesuai.
c. Mengklarifikasi rencana yang sudah ada.
d. Mengidentifikasi bidang bantuan berupa tenaga, pengetahuan serta keterampilan.
e. Mengimplementasikan intervensi keperawatan.

2. Dokumentasi
Mencatat semua tindakan yang dilakukan tentang respon pasien, tanggal dan waktu
serta nama dan paraf perawat yang jelas.

E. Evaluasi
1. Definisi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dan rencana keperawatan tercapai atau tidak.

2. Jenis evaluasi
a. Evaluasi pormatif

27
Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan
respon segera ( pendokumentasian dan implementasi ).

b. Evaluasi sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dengan analisis stasus klien pada
waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan (
dalam bentuk SOAP ).

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian,
terutama anak serta sering menimbulkan wabah.

28
Menurut klasifikasi pada DHF terdapat 4 derajat yaitu, derajat i : demam disertai
gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan
hemokonsentrasi. derajat ii : derajat i di sertai perdarahan spontan di kulitdan atau
perdarahan lain. derajat iii : kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah,hipotensi, kulit
dingin lembab, gelisah. Derajat IV :
Diagnosa yang muncul pada pasien DHF yaitu Hipertemia berhubungan dengan
proses penyakit (virus dalam darah/viremia), Gangguan pemenuhan kubutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, Resiko tinggi terjadinya
perdarahan berhubungan dengan trombositopenia, Gangguan aktivitas sehari-hari
berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah, Resiko tinggi syok hipovolemik
berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh akibat perdarahan dan Kurang
pengetahuan tenang proses penyakit, diet, perawatan, dan obat-obatan pasien
berhubungan dengan kurangnya informasi.

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Untuk perawat anak
Perawat diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatanyang lebih lengkap sesuai
dengan keadaan klien serta memantau keadaan pasien tersebut, karena akan di
takutkan adanya Dengue Syok Syndrom dan komplikasi lain yang mengakibatkan fatal
pada klien.Hendaknya penyuluhan kesehatan ini di jadikan suatu program di ruangan
guna meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakitnya.

2. Untuk klien dan keluarga


Klien dan keluarga diharapkan untuk dapat menjaga lingkungan rumah, dan
melaksanakan program pemerintah untuk pemberantasan nyamuk demam berdarah
yaitu dengan melakukan program 3M, menguras tempat penampungan air, mengubur
barang-barang bekas, membersihkan lingkungan rumah dan sekitarnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3, EGC : Jakarta

Nursalam, dkk. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta : salemba medika

Hendarwanto. 2003. Ilmu Penyakit Dalam, hal 142, Edisi 3, Jilid I. Jakarta : EGC

Hidayat alimul aziz. 2006. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta : salemba medika

Rampengan. 2007. Penyakit infeksi tropik pada anak. Jakarta : EGC

30
Supartini Yupi, S.Kp, MSc. 2004. Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta : EGC

Suriadi. 2010. Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : cv sagung seto.

31

Anda mungkin juga menyukai