Anda di halaman 1dari 133

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KEPATUHAN PENDERITA DIABETES MELITUS DALAM
MELAKUKAN OLAHRAGA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PRAYA LOMBOK TENGAH

TESIS

MUHAMAD HASBI
1006800945

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI, 2012

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KEPATUHAN PENDERITA DIABETES MELITUS DALAM
MELAKUKAN OLAHRAGA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PRAYA LOMBOK TENGAH

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Ilmu Keperawatan

MUHAMAD HASBI
1006800945

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DEPOK
JULI, 2012

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


ii

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Muhamad Hasbi


NPM : 1006800945

Tanda tangan :

Tanggal : 12 Juli 2012

iii

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


iv

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan anugerah-
Nya peneliti dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus Dalam Melakukan
Olahraga Di Wilayah Kerja Puskesmas Praya Lombok Tengah.”. Tesis ini sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan Kekhususan
Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Selama penyusunan tesis ini, peneliti telah mendapat bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Wiwin Wiarsih, MN selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan
dan arahan dalam penyusunan tesis.
2. Ns. Sukihananto, M.Kep selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis.
3. Dewi Irawaty, MA, PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
4. Astuti Yuni Nursasi, MN selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
5. Puskesmas Praya yang memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.
6. Seluruh dosen dan civitas akadek Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia, khususnya Peminatan Keperawatan Komunitas yang telah
memberikan banyak bimbingan dan arahan serta pembelajaran berarti kepada
peneliti.
7. Orang tua tercinta atas doa yang selalu mengiringi peneliti selama masa studi
8. Istri tercinta dan anak tersayang, Hania Syakira, yang menjadi sumber
semangat bagi peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.
9. Seluruh teman CHN angkatan 2010, yang telah memberikan banyak
dukungan selama proses pembelajaran dan proses penyelasain tesis ini
10. Seluruh responden, atas bantuan dan kesediaan mengikuti penelitian ini
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penyelesain tesis ini

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Peneliti berharap semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang berlimpah
bagi seluruh pihak yang membantu dalam penyelesaian tesis ini. Peneliti
menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka peneliti
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Keperawatan
khususnya Keperawatan Komunitas

Depok, Juli 2012

Peneliti

vi

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademis Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini :
Nama : Muhamad Hasbi
NPM : 1006800945
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Kekhususan : Keperawatan Komunitas
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN


PENDERITA DIABETES MELITUS DALAM MELAKUKAN
OLAHRAGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PRAYA LOMBOK
TENGAH

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/format, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buata dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 12 Juli 2012

Yang Menyatakan,

(Muhamad Hasbi)

vii

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


ABSTRAK

Nama : Muhamad Hasbi


Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Judul : Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Penderita Diabetes Melitus Dalam Melakukan Olahraga
di Wilayah Kerja Puskesmas Praya Lombok Tengah

Kepatuhan berolahraga mempunyai peran penting dalam manajemen terapi


penderita diabetes melitus. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi
faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita DM dalam melakukan
olahraga. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan
cross sectional. Sampel 122 responden diambil secara acak proposional. Analisa
data menggunakan Chi Square dan regresi logistik berganda. Faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan penderita DM dalam melakukan olahraga adalah
jenis kelamin (p = 0.026), pengetahuan (p = 0.013). persepsi manfaat (p = 0.016),
persepsi hambatan (p = 0.002), dan dukungan keluarga (p = 0.00). Faktor yang
paling dominan adalah dukungan keluarga (OR = 10.047). Diharapkan pelayanan
kesehatan mengembangkan pengelolaan pelayanan berbasis keluarga dan
komunitas untuk meningkatkan kepatuhan pasien diabetes militus.

Kata kunci : Diabetes Melitus, Kepatuhan, Olahraga.

viii

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


ABSTRACT

Name : Muhamad Hasbi


The Study Program : Master of Nursing Science
Title : Analysis of Factors Associated with Adherence to
exercise in Patients with Diabetes Mellitus in
Community Health Center Area of Praya Central
Lombok

Adherence play important role at therapeutic management of patients with DM.


The Purpose this study was to identifies the factors Associated with adherence
to exercise at patients with diabetes mellitus. This research was Quantitative
research design with cross sectional approach. Sample was 122 respondents
gained with proposional random method. Data were analyzed using chi square and
multiple regression.Factors associated with adherence to exercise was gender (p =
0026), knowledge (p = 0.013). perception of benefit (p = 0.008), perceived
barriers (p = 0.002), and family support (p = 0.00). family support was strong
Associated with adherence to exercise (OR = 10.047). Expected health care
service develop the management of health service based on family and
community to improve adherence at patients with diabetes mellitus

Keywords : Diabetes Mellitus, Adherence, exercise.

ix

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


DAFTARA ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .............................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... vii
ABSTRAK .................................................................................................. viii
ABSTRACT ................................................................................................ vix
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR SKEMA ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 13
1.3 Tujuan 14
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 14
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 14
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 15
1.4.1 Manfaat bagi pelayanan keperawatan Komunitas............. 15
1.4.2 Manfaat bagi Pengembangan Ilmu.................................... 15
1.4.3 Manfaat Bagi Penelitian selanjutnya ................................. 15

BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................... 16


2.1 Populasi Diabetes Sebagai Populasi Rentan .......................... 16
2.2 Strategi Penanggulangan Diabetes Melitus .......................... 20
2.2.1 Pencegahan Primer ....................................................... 21
2.2.2 Pencegahan Sekunder ................................................... 22
2.2.3 Pencegahan tersier ........................................................ 23
2.3 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas ......................... 23
2.3.1 Pendidikan Kesehatan ................................................... 23
2.3.2 Proses Kelompok .......................................................... 25
2.3.3 Pemberdayaan .............................................................. 26
2.3.4 Partnership ................................................................... 27
2.3.5 Perawatan Langsung .................................................... 27
2.3.5.1 Observasi ............................................................ 27
2.3.5.2 Terapi Modalitas ................................................. 27
2.3.5.3 Terapi Komplementer ......................................... 28
2.4 Konsep Diabetes Melitus, Olahraga, dan Kepatuhan ............ 28
2.4.1 Diabetes melitus dan Olahraga ..................................... 28
2.4.2 Olahraga yang Direkomendasikan Bagi Penderita
DM................................................................................ 30

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


2.4.3 Kepatuhan Melakukan Olahraga ................................. 31
2.5 Faktor – Faktor Berkaitan Dengan Kepatuhan Olah Raga .... 32
2.5.1 Faktor Demografi .......................................................... 32
2.5.1.1 Umur ................................................................. 33
2.5.1.2 Jenis Kelamin ................................................... 33
2.5.1.3 Ras dan Etnis .................................................... 33
2.5.1.4 Status Sosial Ekonomi ...................................... 34
2.5.2 Faktor Biologi ............................................................... 34
2.5.3 Faktor Pengetahuan dan Psikologi ................................ 35
2.5.4 Faktor Sosial ................................................................. 35
2.6 Konsep Health Belief Model (HBM) ...................................... 35
2.6.1 Persepsi Keseriusan (perceived seriousness) ................ 37
2.6.2 Persepsi Kerentanan (Perceived Susceptibility) ........... 37
2.6.3 Persepsi Manfaat yang Dirasakan (perceived
benefits) ........................................................................ 38
2.6.4 Persepsi Hambatan yang Dirasakan (perceived
barriers) ........................................................................ 38
2.6.5 Isyarat Bertindak (cues to action) ................................. 38
2.7 Kerangka Konsep Teori .......................................................... 39

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI


OPERASIONAL .................................................................... 40
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................... 41
3.2 Hipotesis ................................................................................. 42
3.3 Definisi operasional ................................................................ . 43

BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................... 46


4.1 Rancangan Penelitian ............................................................. 46
4.2 Populasi dan Sampel .............................................................. 46
4.2.1 Populasi ......................................................................... 46
4.2.2 Sampel .......................................................................... 47
4.2.2.1 Besar Sampel .................................................... 47
4.2.2.2 Kriteria Sampel................................................. 48
4.2.2.3Teknik Pengambilan Sampel ............................. 48
4.3 Tempat Penelitian .................................................................. 49
4.4 Waktu Penelitian .................................................................... 49
4.5 Etika Penelitian ...................................................................... 50
4.5.1 Aplikasi Etik Dalam Penelitian..................................... 50
4.5.1.1 Prinsip manfaat (beneficence) ......................... 50
4.5.1.2 Prinsip respect for human dignity ................... 51
4.5.1.3 Prinsip keadilan (right to justice) .................... 51
4.6 Instrumen Penelitian .............................................................. 52
4.7 Uji Instrumen ......................................................................... 54
4.7.1 Uji Validitas .................................................................. 55
4.7.1.1 Variabel pengetahuan ...................................... 55
4.1.1.2 Variabel persepsi ............................................. 55
4.1.1.3 Variabel dukungan keluarga ............................. 55

xi

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


4.7.2 Uji Reliabilitas .............................................................. 56
4.8 Prosedur Pengumpulan Data .................................................. 56
4.8.1 Prosedur Administrasi................................................... 56
4.8.2 Prosedur Teknis Penelitian ........................................... 57
4.9 Pengolahan dan Analisa Data ................................................ 58
4.9.1 Pengolahan Data .......................................................... 58
4.9.2 Analisis Data ................................................................. 59
4.9.2.1 Analisis Univariat ............................................. 59
4.9.2.2 Analisis Bivariat ............................................... 60
4.9.2.3 Analisis Multivariat .......................................... 61

BAB 5 HASIL PENELITIAN .................................................................. 63


5.1 Uji Kenormalan .......................................................................... 63
5.2 Analisa Univariat ....................................................................... 64
5.2.1 Gambaran Faktor Pemodifikasi Penderita DM Di
Wilayah Kerja Puskesmas Praya ....................................... 64
5.2.2 Gambaran Persepsi Penderita DM Di Wilayah Kerja
Puskesmas Praya ............................................................... 66
5.2.3 Gambaran Isyarat Bertindak (dukungan keluarga)
Penderita DM di Wilayah Kerja Puskes Praya ................. 67
5.2.4 Gambaran Kepatuhan Melakukan Olahraga Penderita
DM di Wilayah kerja Puskesmas Praya ............................ 67
5.3 Analisa Bivariat ........................................................................... 68
5.3.1 Hubungan Faktor Pemodifikasi Dengan Kepatuhan
Melakukan Olahraga Penderita DM di Wilayah Kerja
Puskesmas Praya ............................................................... 68
5.3.2 Hubungan Faktor Persepsi Dengan Kepatuhan
Melakukan Olahraga Penderita DM di Wilayah Kerja
Puskesmas Praya .............................................................. 71
5.3.3 Hubungan Faktor Isyarat Bertindak Dengan kepatuhan
Melakukan Olahraga Penderita DM di Wilayah kerja
Puskesmas Praya ............................................................... 73
5.4 Analisa Multivariat ..................................................................... 74
5.4.1 Pemilihan Kandidat Variabel Multivariat .......................... 75
5.4.2 Pemodelan Multivariat ..................................................... 75

BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................ 77


6.1 Interpretasi Hasil Penelitian ........................................................ 77
6.1.1 Faktor Pemodifikasi dan kepatuhan Dalam Melakukan
Olahraga ............................................................................ 77
6.1.1.1 Hubungan Umur Dengan Kepatuhan Penderita
DM Melakukan Olahraga ................................. 77
6.1.1.2 Hubungan jenis Kelamin Dengan Kepatuhan
Penderita DM Melakukan Olahraga ................... 79
6.1.1.3 Hubungan Suku Dengan Kepatuhan Penderita
DM Melakukan Olahraga ................................... 80
6.1.1.4 Hubungan Pendapatan Dengan Kepatuhan
Penderita DM Melakukan Olahraga ................... 81

xii

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


6.1.1.5 Hubungan Lama Menderita Sakit Dengan
Kepatuhan Penderita DM Melakukan Olahraga . 82
6.1.1.6 Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan
Penderita DM Melakukan Olahraga ................... 83

6.1.2 Faktor Persepsi dengan Kepatuhan .................................. 84


6.1.2.1 Hubungan Persepsi Kerentanan Dengan
Kepatuhan Penderita DM Melakukan
Olahraga............................................................ 84
6.1.2.2 Hubungan Persepsi Keseriusan denag
Kepatuhan Penderita DM Melakukan
Olahraga............................................................ 86
6.1.2.3 Hubungan Persepsi Manfaat Dengan
kepatuhan Penderita DM Melakukan
Olahraga............................................................ 87
6.1.2.4 Hubungan Persepsi Hambatan Dengan
Kepatuhan Dalam Melakukan Olahraga........... 88
6.1.3 Isyarat Bertindak Dengan Kepatuhan ................................ 88
6.1.3.1 Hubungan Dukungan keluarga Dengan
Kepatuhan Penderita DM Dalam Melakukan
Olahraga .............................................................. 88
6.1.4 Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kepatuhan
Penderita DM Dalam melakukan Olahraga ...................... 90
6.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................... 91
6.3 Implikasi penelitian ..................................................................... 92

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 94


7.1 Simpulan.................................................................................... 94
7.2 Saran .......................................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


DAFTAR SKEMA

Hal

Skema 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 39

Skema 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 41

xiv

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................. 43


Tabel 4.1 Perhitungan jumlah sampel secara proposional di wilayah
kerja puskesmas Praya tahun 2011 ........................................... 49
Tabel 4.2 Hasil uji reliabilitas instrument penelitian kepatuhan
penderita DM melakukan olahraga di wilayah kerja
puskesmas Praya lombok Tengah ............................................. 56
Tabel 4.3 Daftar uraian variabel dan hasil analisis univariat .................... 60
Tabel 4.4 Analisis bivariat dan uji statistik antara dua variabel .............. 61
Tabel 4.5 Analisa multivariate dan uji statistik regresi logistic berganda 62
Tabel5.1 Hasil uji kenormalan variabel pengetahuan, kerentanan,
keseriusan, manfaat, hambatan, dan dukungan keluarga pada
penderita DM di wilayah kerja puskes Praya ........................... 63
Tabel 5.2 Distribusi penderita DM berdasarkan umur di wilayah kerja
puskesmas Praya Lombak Tengah ............................................ 64
Tabel 5.3 Distribusi Penderita DM berdasarkan jenis kelamin, suku,
dan pendapatan di wilayah kerja puskesmas Praya Lombak
Tengah ...................................................................................... 65
Tabel 5.4 Distribusi penderita DM berdasarkan lama menderita sakit
dan pengetahuan di wilayah kerja puskesmas Praya Lombak
Tengah ...................................................................................... 65
Tabel 5.5 Distribusi persepsi kerentanan dan keseriusan penderita DMdi
wilayah kerja puskesmas Praya Lombak Tengah ..................... 66
Tabel 5.6 Distribusi persepsi manfaat dan hambatan penderita DM di
wilayah kerja puskesmas Praya Lombak Tengah ..................... 66
Tabel 5.7 Distribusi dukungan keluarga pada penderita DM dalam
melakukan olahraga di wilayah kerja puskesmas Praya
Lombak Tengah ........................................................................ 67

xv

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Tabel 5.8 Distribusi kepatuhan melakukan olahraga penderita DM di
wilayah kerja puskesmas Praya Lombak Tengah ..................... 67
Tabel 5.9 Analisa hubungan umur dengan kepatuhan penderita DM
melakukan olahraga di wilayah kerja puskesmas Praya
Lombak Tengah ........................................................................ 68
Tabel 5.10 Analisa hubungan jenis kelamin, suku, dan pendapatan dengan
kepatuhan penderita DM melakukan olahraga di wilayah
kerja puskesmas Praya Lombak Tengah ................................... 69
Tabel 5.11 Analisa hubungan lama menderita penyaki, dan pengetahuan
dengan kepatuhan penderita DM melakukan olahraga di
wilayah kerja puskesmas Praya Lombak Tengah ..................... 70
Tabel 5.12 Analisa hubungan persepsi kerentanan dan persepsi keseriusan
dengan kepatuhan penderita DM melakukan olahraga di
wilayah kerja puskesmas Praya Lombak Tengah ..................... 71
Tabel 5.13 Analisa hubungan persepsi manfaat, dan persepsi hambatan
dengan kepatuhan penderita DM melakukan olahraga di
wilayah kerja puskesmas Praya Lombak Tengah ..................... 72
Tabel 5.14 Analisa hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan
penderita DM melakukan olahraga di wilayah kerja
puskesmas Praya Lombak Tengah ............................................ 73
Tabel 5.15 hasil Analisa bivariat dalam penentuan kandidat multivariat
pada faktor pemodifikasi, faktor persepsi, dan isyarat
bertindak terhadap kepatuhan penderita DM melakukan
olahraga di wilayah kerja puskesmas praya .............................. 74
Tabel 5.16 Hasil analisa multivariat jenis kelamin, pengetahuan, persepsi
manfaat, persepsi hambatan, dengan kepatuhan penderita DM
melakukan olahraga di wilayah kerja puskesmas Praya
Lombak Tengah ........................................................................ 75

xvi

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner penelitian


Lampiran 2 : Lembaran penjelasan penelitian
Lampiran 3 : Lembaran persetujuan menjadi responden
Lampiran 4 : Surat Permohonan Ijin Penelitin
Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian
Lampiran 6 : Surat keterangan lulus uji etik

xvii

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

Bab ini menggambarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan serta


manfaat penelitian tentang kepatuhan penderita Diabetes Melitus (DM)
melakukan olah raga. Latar belakang menyajikan alasan pentingnya dilakukan
penelitian yang didukung dengan data, teori, dan hasil penelitian terkait. Tujuan
penelitian difokuskan pada harapan yang ingin dicapai dari penelitian ini,
Sedangkan manfaat penelitian menjelaskan kegunaan hasil penelitian ini untuk
pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan komunitas dan
pengembangan penelitian berikutnya.

1.1 Latar Belakang


Peningkatan kesejahteraan, perubahan pola hidup, dan kemajuan teknologi
memberikan dampak terhadap permasalahan kesehatan. Permasalahan kesehatan
terutama masalah penyakit menjadi semakin komplek dan luas. Penyakit menular
seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), malaria, dan
diare masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat, sementara penyakit tidak
menular seperti penyakit jantung pembuluh darah, DM, dan kanker mengalami
peningkatan

Penyakit Tidak Menular (PTM) saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang serius, karena pola kejadiannya mengalami peningkatan dan menjadi
penyebab kematian dan kecacatan. World Health Organization (WHO)
memperkirakan 70% kematian penduduk dunia tahun 2005 disebabkan penyakit
tidak menular, meliputi: 30% karena penyakit jantung dan pembuluh darah,
kanker 13%, penyakit kronis 9%, penyakit saluran pernapasan kronis 7%,
kecelakaan 7%, dan 2% penyakit DM (Kemenkes RI, 2008.a). Kematian akibat
penyakit tidak menular di Indonesia juga mengalami peningkatan. yaitu dari
41,5% tahun 1995 meningkat menjadi 49,9% pada 2001 dan 59,5% pada 2007
(Kemenkes RI, 2012). Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit
tidak menular yang terus mengalami peningkatan prevalensi dan berkontribusi

1
Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


2

terhadap peningkatan angka kematian akibat penyakit tidak menular (Soegondo,


Soewondo, Subekti, 2009).

Penyakit Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang


serius dihadapi dunia, terutama negara berkembang termasuk Indonesia.
Peningkatan prevalensi DM di beberapa negara diantaranya disebabkan oleh
pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di daerah perkotaan
(Misnadiarly, 2009). Perkumpulan Endokrin Indonesia (PERKENI) tahun 2011
menjelaskan bahwa prevalensi DM di dunia dan Indonesia mengalami
peningkatan. Laporan Diabetic Care tahun 2004 bahwa WHO memperkirakan
angka kejadian DM di dunia pada tahun 2003 sebesar 194 juta jiwa atau 5,1% dari
3,8 miliar penduduk dunia yang berumur antara 20 sampai 79 tahun, dan pada
tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa (Kemenkes RI, 2008.a).

WHO (2000) memprediksi kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia, yaitu


dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Menurut
International Diabetes Federation (IDF), jumlah penyandang DM di Indonesia
tahun 2009 diperkirakan sebesar 7,0 juta dan akan mengalami peningkatan
menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka
prevalensi, laporan keduanya menunjukan adanya peningkatan jumlah
penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).

Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukan bahwa prevalensi DM di daerah urban


Indonesia untuk usia 15 tahun sebesar 5,7% meliputi: 1,5% pasien DM yang
sudah terdiagnosis sebelumnya, dan 4,2% baru diketahui DM saat penelitian.
Prevalensi DM menurut provinsi tertinggi terdapat di Kalimantan Barat dan
Maluku Utara sebesar 11,1%, diikuti Riau 10,4 % dan Nangroe Aceh Darusalam
(NAD) 8,5%. Prevalensi DM terendah adalah Papua 1,7%, diikuti NTT 1,8%
(Kemenkes RI, 2008.b).

Prevalensi DM di Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat juga


menunjukan peningkatan. Pada tahun 2009 jumlah penderita DM di Kabupaten

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


3

Lombok Tengah sebesar 2.943 kasus, dan mengalami peningkatan sebesar 4,4 %
atau 3.074 kasus pada tahun 2010 (Dinkes Kota Praya, 2011). Peningkatan yang
signifikan kasus DM di Lombok Tengah terjadi di wilayah kerja puskesmas
Praya. Kasus DM di Puskesmas praya selama tiga tahun terahir terus mengalami
peningkatan, yaitu tahun 2009 sebesar 516 kasus meningkat sebesar 63 % atau
840 kasus pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 meningkat sebesar 2,9 % atau
865 kasus. Penderita DM dengan komplikasi seperti hipertensi, penyakit jantung,
katarak, dan ulkus pada kaki di puskesmas Praya mencapai 5% (Puskesmas
Praya, 2011). Peningkatan prevalensi DM ini membutuhkan perhatian dan tindak
lanjut, karena peningkatan prevalensi biasanya akan diikuti peningkatan
komplikasi yang membahayakan terhadap penderita DM itu sendiri.

DM selain dikenal sebagai penyakit, juga dikenal sebagai faktor resiko. Penderita
DM dapat beresiko mengalami komplikasi baik akut yaitu hipoglikemi dan kronis
yaitu penyakit jantung, pembuluh darah, gagal ginjal, gangguan penglihatan,
impotensi, ulkus pada kaki, dan gangren (Kemenkes RI, 2008.c). Kondisi ini
menempatkan penderita DM termasuk dalam vulnerable group. Menurut
Swanson dan Nies (1997), kondisi vulnerable merupakan kondisi dimana individu
terpapar atau tidak telindungi dari lingkungan membahayakan kesehatan baik
lingkungan fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi.

Penyakit DM memberikan dampak merugikan pada individu, keluarga, maupun


pemerintah. Individu dengan DM akan mengalami gangguan fisik, psikis, dan
sosial. Menurut Darmono (2005) bahwa individu dengan DM yang tidak
terkontrol, akan mangalami peningkatan glukosa darah atau dikenal dengan
hiperglikemi. Kondisi hiperglikemi kronis pada penderita DM selalu diikuti
komplikasi penyempitan vaskuler, yang berakibat pada kemunduran dan
kegagalan fungsi organ tubuh seperti kerusakan otak, mata, jantung, ginjal, dan
gangren. Penelitian Manderson, Kokanovic, Klimidis (2005) membuktikan
bahwa 40% penderita DM tipe 2 kelompok imigran yang tinggal di Melbourne
mengalami gangguan sirkulasi, 63.3% gangguan pada mata, 26,7% gangguan
jantung, 6,7% mengalami stroke, gangguan ginjal dan masalah pada kaki.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


4

Ganguan psikososial pada individu dengan DM merupakan emosi yang dirasakan


oleh penderita DM setelah terdiagnosa dan menjalani perawatan DM meliputi:
sikap menyakal, marah, obsesi, frustasi, takut dan depresi (Soegondo, Soewondo,
& Subekti, 2009). Obuegbe (2008) mengemukakan bahwa ketika individu
terdiagnosa menderita DM, maka reaksi individu adalah syok, rasa cemas dan
takut. Kondisi ini berlanjut pada penurunan harga diri dan menarik diri dari
pergaulan sosial serta penurunan semangat dalam menjalani hidup. Hasil
penelitian yang dilakukan Pawaskar (2007) menunjukan bahwa 17% dari 792
penderita DM tipe 2 di Amerika Serikat mengalami depresi dan kondisi depresi
berakibat pada penurunan kualitas hidup penderita DM.

Munculnya beberapa komplikasi fisik seperti penyakit jantung, gangguan


penglihatan, luka gangreng, kehilangan salah bagian tubuh akibat amputasi dan
adanya gangguan psikososial menyebabkan penderita DM mengalami kondisi
ketidakmampuan (disability). Ketidakmampuan yang mungkin bisa terjadi adalah
ketidakmampuan melakukan perawatan diri (mandi, memakai baju, makan),
ketidakmampuan melakukan pergerakan (berjalan, naik tangga, dan bangun dari
tempat tidur). Penelitian eksperimen dilakukan Cho dan Chi (2005) yang
membandingkan ketidakmampuan orang dewasa penderita DM dengan yang tidak
menderita DM di China menunjukan hasil bahwa 26,4% orang dewasa penderita
DM tidak mampu melakukan tiga fungsi yaitu mobilitas, perawatan diri dan
kegiatan yang rumit, sedangkan orang dewasa yang tidak menderita DM hanya
mengalami ketidakmampuan sebesar 14,8%. Penelitian lain dilakukan Koref et.al
(2005) tentang ketidakmampuan yang dialami penderita DM di Washington
Amerika Serikat menunjukan hasil bahwa 19% dari populasi penelitian
mengalami ketidakmampuan dalam dalam pekerjaan meliputi: 12% tidak bisa
bekerja sama sekali (unemployed), 7% bekerja hanya 5 hari dalam sebulan, dan
4% bekerja tapi mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas. Hasil lain
dari penelitian ini adalah 50% lebih dari penderita DM dengan komplikasi tidak
bekerja (unemployed. Ketidakmampuan (disability) penderita DM dalam beberapa
aktivitas menyebabkan ketergantungan pada orang lain, yaitu keluarga dan
menjadi beban bagi pemerintah.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


5

Friedman, Bowden, Jones, (2003) mengemukakan bahwa gangguan yang


kesehatan yang terjadi pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi
anggota keluarga lain. Kondisi ini juga terjadi pada keluarga dengan salah satu
anggota keluarga menderita diabetes. Dampak yang ditimbulkan terhadap
keluarga adalah peningkatan beban keluarga karena banyak biaya yang
dikeluarkan untuk pengobatan dan perawatan seperti biaya perawatan di rumah
sakit, rawat jalan, pembedahan, obat-obatan, dan biaya uji laboratorium. Dampak
lain dialami oleh keluarga adalah berkurangnya pendapatan atau penghasilan
keluarga sebagai akibat kehilangan pekerjaan. Hasil penelitian yang mendukung
adalah penelitian kualitatif dilakukan oleh Myles, Tamborlane, dan Grey, (2010)
tentang dampak psikososial dirasakan keluarga Afrika-Amerika dengan adanya
penderita DM di keluarga. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa sebagian
besar keluarga mengatakan terjadi peningkatan tanggung jawab untuk merawat
penderita DM di rumah dan terjadi respon emosional berupa kecemasan,
ketakutan, dan stres.

Peningkatan prevalensi penyakit DM juga berdampak negatif pada ekonomi dan


produktifitas suatu bangsa. Pemerintah akan menyediakan sarana pelayanan
kesehatan, asuransi, dan mengeluarkan biaya yang besar untuk penanggulangan
DM. Amerika Serikat pada tahun 2002 mengalami kerugian akibat DM sebesar
137 juta dolar Amerika. Jumlah ini diperoleh dari kerugian langsung yaitu biaya
perawatan medis sebesar 93 juta dolar, dan kerugian tidak langsung yaitu
berhubungan dengan kecacatan, kehilangan produktivitas, dan kematian lebih
awal sebesar 40 juta dolar. Angka ini menempati peringkat ke enam dari kerugian
masalah kesehatan di Amerika serikat (Hogan, Dall, Nikolov, 2003). Menurut
IDF (2011) bahwa komplikasi dan kematian akibat DM terbanyak berada pada
usia produktif, yaitu 30 – 50 tahun.

Keseriusan masalah DM sebagai bagian dari masalah kesehatan mendapat


perhatian dunia dan juga pemerintah Indonesia. WHO untuk kawasan Asia
Tenggara (ASEAN) melakukan upaya berupa pengembangan South East Asian
Networking for Non Communicable Diasess (SEANET-NCD), berfungsi sebagai
fasilitator bagi negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dalam pencegahan dan

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


6

penanggulan Penyakit Tidak Menular (PTM) termasuk penyakit DM. Pemerintah


Indonesia melalui Kementerian kesehatan RI mengembangkan beberapa program
untuk penanggulangan penyakit DM meliputi: pencegahan dan penanggulangan
faktor resiko, penemuan dini dan tata laksana kasus, surveilans epidemiologi,
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang DM (Kemenkes RI, 2008.a)

Upaya dan program telah dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi


masalah DM, namun kasus DM di Indonesia masih tinggi. Penelitian tahun 2008
oleh Litbang Kementerian Kesehatan RI menunjukan bahwa prevalensi nasional
untuk DM sebesar 5,7% (Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2009). Kemungkinan
faktor penyebab adalah prilaku atau gaya hidup masyarakat yang mengarah ke
faktor resiko DM seperti kurang aktivitas, diet tidak seimbang,dan merokok.

Hasil wawancara dengan penanggungjawab program penyakit tidak menular di


Puskesmas Praya menjelaskan bahwa program - program yang dilakukan dalam
penanggulangan DM meliputi: penemuan kasus, pengobatan dan perawatan
penderita, dan penyuluhan langsung pada penderita DM yang berkunjung ke
puskesmas yang terkait dengan pengelolaan DM meliputi diet, olah raga, dan
obat. Program yang tidak bisa dilaksanakan adalah deteksi dini dan tindak lanjut
terhadap kelompok faktor resiko, surveilans epidemiologi, penyuluhan kepada
keluarga, dan pelaksanaan program olah raga bagi penderita diabetes. Beberapa
kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program adalah tingkat partisipasi
masyarakat yang rendah, dan beban kerja yang tinggi dihadapi oleh
penanggungjawab program. Penanggung jawab program penyakit tidak menular
tidak hanya menangani penyakit DM saja, tetapi beberapa penyakit lain dalam
kelompok penyakit tidak menular seperti penyakit seperti stroke, dan hipertensi.
Permasalahan seperti ini menjadi tantangan dalam penanggulangan DM.

WHO selaku organisasi kesehatan dunia merekomendasikan penanggulangan DM


dilakukan secara menyeluruh, terintegrasi, dan berbasis masyarakat dengan kerja
sama lintas program, lintas sektor dan swasta (Kemenkes RI, 2008.a). Menurut
Waspadji (2009) bahwa penanggulangan DM menggunakan dua pendekatan, yaitu
pendekatan terhadap masyarakat dan individu.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


7

Pengendalian DM dengan pendekatan terhadap masyarakat dilakukan oleh


pemeritah melalui Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (DPPTM)
dengan fokus kegiatan pada upaya pencegahan dan penanggulangan. Upaya
pencegahan merupakan kegiatan bertujuan mencegah tidak terjadinya penyakit
DM pada masyarakat yang sehat. Bentuk kegiatan pencegahan meliputi:
penggerakan peran serta masyarakat dalam peningkatan pola hidup bersih dan
sehat seperti meningkatkan aktivitas, diet seimbang, tidak merokok, tidak minum
alkohol dan majemen stress di setiap tatanan kehidupan. Upaya penanggulangan
adalah menangani masyarakat yang mempunyai faktor resiko dan menderita DM.
Bentuk kegiatan aspek penanggulangan meliputi: deteksi dini penyakit DM pada
kelompok resiko, pelayanan pengobatan pasien DM, dan pencegahan kecacatan
akibat DM (Kemenkes RI, 2008.a)

Pendekatan secara individu dalam penanggulangan DM lebih diarahkan pada


pendekatan terhadap keluarga karena keluarga merupakan penyedia pelayanan
kesehatan utama bagi pasien yang mengalami penyakit kronik (Campell, 2000
dalam Friedman, Bowden, Jones, 2003). Friedman, Bowden, dan Jones (2003)
mengemukakan bahwa adanya penyakit serius dan kronik pada salah satu anggota
keluarga biasanya mempunyai dampak pada sistem keluarga, terutama pada
struktur peran dan pelaksanan fungsi keluarga. Keluarga diberikan pendidikan
kesehatan bertujuan untuk peningkatan pemahaman akan tugas keluarga dalam
bidang kesehatan meliputi mengenal permasalahan penyakit DM, mengambil
keputusan untuk tindakan kesehatan yang harus dilakukan terhadap anggota
keluarga dengan masalah DM, merawat anggota keluarga dengan DM,
memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan anggota keluarga
dengan DM, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk penanganan anggota
keluarga dengan DM.

Penanggulangan dan pengelolaan DM secara klinis difokuskan pada pengendalian


glukosa darah. Pengendalian glokosa dalam darah dengan baik dapat mencegah
terjadinya penyulit seperti penyakit serebro-vaskuler, penyakit jantung, penyakit

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


8

mata, ginjal dan saraf. Pengendalian glukosa dalam darah dapat dilakukan
melalui diet, aktivitas fisik/olahraga dan obat. Diet dan aktivitas fisik termasuk
dalam kategori pengeloloaan nonfarmakologi, sedangkan penggunaan obat-obatan
merupakan pengelolaan farmakologi (Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2009).
Hasil penelitian Yoga, Julianti, dan Pramono (2011) tentang hubungan antara
empat pilar pengelolaan DM (diet, olahraga, obat, dan edukasi) dengan
keberhasilan pengelolaan DM menunjukan hasil bahwa Faktor yang berpengaruh
terhadap keberhasilan pengelolaan DM adalah keteraturan olahraga. Keteraturan
olah raga mempengaruhi keberhasilan pengelolaan DM sebesar 40%

Judith (2007) mengemukakan bahwa olahraga secara teratur adalah salah satu
faktor penting dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan serta
berperan penting dalam penanganan DM baik tipe 1 maupun tipe 2, khususnya
dalam mengontol gula darah. Manfaat olahraga bagi penderita DM adalah
menurunkan kadar glukosa darah, meningkatkan sensivitas insulin, menurunkan
berat badan, dan meningkatkan fungsi jantung serta menurunkan tekanan darah
(Praet & Loan, 2009).

Manfaat olahraga terhadap penurunan glukosa darah dan sensivitas insulin


dibuktikan oleh penelitian Savas, et al. (2004). Hasil penelitian menunjukan
bahwa terjadi penurunan glukosa darah sebesar 8,1% pada 9 wanita penderita DM
setelah mengikuti program olah raga aerobic selama empat minggu dan
meningkat menjadi 12,5% penurunan glukosa darah setelah menjalani program
olahraga selama 16 minggu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa olahraga teratur
dalam jangka waktu lama dapat menurunkan glukosa darah lebih besar.

Penelitian lain telah membuktikan efektifitas dari pengelolaan non farmakologi


(diet dan aktivitas fisik) terhadap penurunan glukosa darah. Penelitian yang
dilakukan oleh Pastor, et al. (2002) tentang efektifitas terapi nutrisi medis dalam
penanganan DM tipes 2 menunjukan hasil bahwa terapi nutrisi medis dapat
menurunkan kadar gula darah sebesar 1.0% – 2.0%. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Shenoy, et al (2010) tentang efektivitas program olahraga,

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


9

menunjukan hasil bahwa program aerobic dan jalan dapat menurunkan glukosa
darah sebesar 37%.

Sutedjo (2010) mengemukakan, salah satu kunci sukses pengelolaan DM adalah


kepatuhan dalam melaksanakan regimen terapi. Kepatuhan penderita DM dalam
menjalani terapi baik farmakologi maupun non farmakologi dapat mengurangi
komplikasi. Ketidakpatuhan dapat menyebabkan menurunya kualitas hidup dan
menambah biaya perawatan (Wolf, et al. 2004). Haris (2007) mengatakan
ketidakpatuhan pasien DM dalam menjalani terapi merupakan salah satu faktor
penyebab ketidakberhasilan dalam penanganan diabetes. Hasil Penelitian
DiMatteo (2004) menunjukan bahwa populasi penderita DM adalah populasi yang
terendah kepatuhan (67,5%) dalam tindakan medis yang dianjurkan dibandikan 16
penyakit utama.

Penelitian yang dilakukan Serour, et al. (2007) tentang kepatuhan penderita DM


di Kuwait dalam melakukan diet dan aktivitas fisik, menunjukan hasil bahwa
64,4% penderita DM tidak patuh menjalani aktivitas fisik secara teratur dan
63,3% penderita DM tidak patuh dalam menjalani diet. Hasil penelitian ini juga
mengemukakan bahwa hambatan dalam kepatuhan melakukan aktivitas
fisik/olahraga meliputi: 27,7% karena faktor cuaca panas, 39,9% kesibukan, 35%
adanya penyakit penyerta. Hambatan dalam kepatuhan melakukan diet meliputi:
48,6% kurang motivasi, 30,2% kesulitan mengikuti diet, dan 13,7% sering
mengikuti kegiatan kemasyarakan. Kurtz (1990); Johnson (1992); McNabb (1997)
dalam Haris (2007) mengidentifikasikan bahwa ketidakpatuhan penderita DM
dalam pengeloloan penyakit bervariasi, yaitu 70-80 % tidak patuh dalam
melakukan olahraga, 35-75%, mengikuti perencanaan makanan (diet), 20-80%
menggunakan insulin, 30-70% melakukan tes gula darah, dan 23-52% tidak patuh
melakukan perawatan kaki. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ketidakpatuhan
penderita DM dalam melakukan aktivitas fisik/olahraga merupakan
ketidakpatuhan yang proporsinya paling besar dibandingkan ketidapatuhan yang
lain dalam pengelolaan DM.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


10

Hasil penelitan telah membuktikan manfaat dari olahraga terhadap pengelolaan


DM terutama pengendalian glukosa darah, namun sebagian besar penderita DM
jarang melakukan aktivitas fisik dan bahkan tingkat kepatuhan dalam melakukan
aktivitas juga rendah (Albright, et al. 2010). Laporan ADA tahun 2007, hanya
25% - 42% penderita DM dewasa di Amerika Serikat melakukan olah raga
dibandingkan dengan individu yang tidak menderita DM. Hasil survey di China
yang dilaporkan oleh Chinese Diabetes Society tahun 2010 menunjukan hanya
35,2% penderita DM tipe 2 melakukan olah raga (Qiu, et al. 2012).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 penderita DM


yang berkunjung ke Puskesmas Praya Lombok Tengah, bahwa 7 orang (70%)
mengatakan tidak pernah melakukan olah raga dalam 1 minggu dan 8 pasien
(80%) mengatakan kondisi gula darahnya masih tinggi. Alasan penderita DM
tidak melakukan kegiatan olahraga adalah karena malas, sibuk, dan adanya
penyakit lain seperti rematik. Kondisi ini menuntut penanganan DM harus
dilakukan dengan serius dan terprogram.

Perawat komunitas memainkan peran penting dalam penanggulangan DM di


masyarakat termasuk subsistem yang terdapat didalamnya, yaitu individu,
keluarga dan kelompok khusus. Menurut Allender, Rector, dan Warner (2010),
perawat komunitas memiliki peran dan fungsi dalam penenggulangan DM di
masyarakat meliputi: 1) Advokat; perawat komunitas memberikat nasehat kepada
keluarga dengan DM dan masyarakat tentang pengelolaan DM secara mandiri,
memberikan informasi mengenai layanan kesehatan bagi penderita diabetes, dan
mengupayakan sistem layanan yang sesuai dengan kebutuhan penderita diabetes.
2) Kolaborator; perawat komunitas bekerja sama dengan berbagai profesi
kesehatan lain (dokter, ahli gizi, fisioterapis), organisasi yang berada di komunitas
(PKK, Posbindu, perkumpulan penderita diabetes) dalam upaya penanggulangan
DM. 3) Pelaksana; perawat komunitas memberikan asuhan keperawatan langsung
kepada penderita DM sebagai individu, keluarga dan masyarakat. 4) Pendidik;
perawat komunitas memberikan pendidikan kesehatan baik pada tingkat
pencegahan primer, sekunder, dan tersier agar penderita DM dapat mengelola DM

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


11

secara mandiri. 5) Peneliti; Perawat melakukan penelitian atau menelaah


fenomena DM seperti peningkatan prevalensi, dan perilaku penderita DM.

Keberhasilan perawat komunitas menjalankan peran dan fungsi dalam


penanggulangan DM tidak terlepas dari strategi intervensi yang digunakan.
Menurut Hichocok, Schurbert, dan Tomas (1999), strategi intervensi keperawatan
komunitas dalam penanggulangan DM meliputi: kemitraan, pemberdayaan,
pendidikan kesehatan, dan proses kelompok.

Kemitraan adalah hubungan kerja sama antara dua belah pihak atau lebih
berdasarkan keterbukaan dan saling menguntungkan (Depkes RI, 2005). Perawat
komunitas membangun dan membina jejaring kerja sama dengan pihak pihak
yang terkait dalam upaya penanggulangan DM baik level individu, keluarga, dan
masyarakat. Pihak-pihak terkait tersebut adalah profesi kesehatan lainnya seperti
dokter, ahli gizi; stakeholder seperti Puskesmas, Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten; sponsor, organisasi penderita DM, tokoh masyarakat dan kader
setempat. Anderson dan Mcfarlane (2010) menyatakan bahwa kemitraan perawat
komunitas dan masyarakat sangat penting untuk pengambilan keputusan dalam
rangka meningkatkan penyembuhan dan derajat kesehatan masyarakat.

Pemberdayaan adalah proses pemberikan dorongan dan kekuatan kepada


masyarakat sehingga membentuk pengetahuan baru dan kekuatan untuk mandiri
(Hitchcok, Schubert, & Thomas, 1999). Perawat komunitas melibatkan peran serta
masyarakat dalam penanggulangan DM seperti pelatihan kader tentang deteksi
dini diabetes. Perawat komunitas memperdayakan penderita DM melalui
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam penanganan DM di rumah,
sehingga terbentuk kemandirian mengelola DM (self management).

Strategi intervensi pendidikan kesehatan pada penanggulangan DM bertujuan


untuk menambah pengetahuan, menyempurnakan sikap, meningkatkan
ketrampilan, dan mempengaruhi perilaku atau gaya hidup individu, keluarga
masyarakat. Pendidikan kesehatan diharapkan dapat merubah perilaku penderita

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


12

DM untuk patuh terhadap saran pengelolaan DM secara mandiri. Strategi


intervensi proses kelompok merupakan proses pembentukan sebuah kelompok
yang dilakukan oleh perawat komunitas bersama masyarakat dalam upaya
penanggulan DM. Kelompok dapat berupa kelompok swabantu (self-help group)
dan kelompok pendukung (support group)

Ervin (2002) mengemukakan bahwa konsep dasar praktek keperawatan komunitas


diantaranya adalah upaya pencegahan. Upaya pencegahan penyakit di masyarakat
terdiri dari 3 tingkat, yaitu primer, sekunder dan tersier (Leavell & Clark, 1965
dalam Ervin, 2002). Pencegahan primer berfokus pada upaya pencegahan faktor
resiko sebelum terjadinya penyakit dan sasaranya adalah masyarakat sehat. Upaya
pencegahan primer yang bisa dilakukan oleh perawat komunitas untuk mencegah
terjadi penyakit DM meliputi: penggerakan masyarakat dalam peningkatan hidup
bersih dan sehat (PHBS) seperti meningkatkan aktivitas, diet seimbang,
mempertahan berat badan ideal, dan manajemen stres; pemberian pendidikan
kesehatan tentang nutrisi seimbang dan pengelolaan stres.

Pencegahan sekunder DM adalah melakukan deteksi dini dan penanganan awal


terhadap penyakit. Upaya pencegahan sekunder penyakit DM yang bisa dilakukan
oleh perawat komunitas adalah melakukan skrining terhadap kelompok resiko
(Allender , Rector & Warner, 2010). Pencegahan tersier DM adalah melakukan
tindakan pencegahan komplikasi pada penderita DM. Perawat komunitas
memberikan pendidikan kesehatan pada penderita DM tentang pentingnya
kepatuhan mengikuti terapi (obat, diet, dan olah raga). Keluarga diberikan
pendidikan kesehatan tentang cara memelihara stabilitas DM dan mencegah
terjadinya hipoglikemi. Bentuk intervensi keperawatan pada upaya pencegahan
tersier yaitu konseling, perawatan luka, senam kaki. Keberhasilan pelaksanaan
strategi intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah DM dipengaruhi oleh
kepercayaan klien terrhadap masalah tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Health Belief Model (HBM) yang


dikembangkan oleh Rosentock dan Becker tahun 1974. HBM merupakan
kerangka konsep untuk memahami perilaku kesehatan individu. Glanz, Rimer,

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


13

dan Viswanath (2008) mengemukakan bahwa diasumsikan bahwa HBM dapat


menjelaskan alasan perilaku ketidakpatuahan penderita DM dalam melakukan
olahraga yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan sebagai salah satu cara
pengelolaan DM.Terdapat 4 komponen utama dari konsep HBM yang dapat
menjelaskan ketidakpatuhan penderita DMdalam melakukan olah raga, yaitu
persepsi dirasakan sebagai hambatan dalam melakukan olah raga (perceived
barriers), persepsi dirasakan sebagai manfaat melakukan olah raga (perceived
benefits), persepsi dirasakan sebagai kerentanan dari penyakit DM (perceived
susceptibility), dan persepsi dirasakan sebagai keparahan dari penyakit DM
(perceived severity).

Variabel lain pada struktutur HBM adalah variabel demografi (umur, jenis
kelamin, pekerjaan, etnis), psikososial (personality, tingkat sosial, peer group),
dan variabel struktur (pengetahuan tentang penyakit, lamanya menderita
penyakit). Variabel-variabel tersebut diperkirakan dapat memberikan kontribusi
tidak langsung terhadap prilaku penderita DMdalam melakukan olah raga
(Berman & Sneyder, 2012).

Pemahaman terhadap perilaku kesehatan masyarakat, memudahkan perawat


komunitas memberikan intervensi keperawatan. Glanz, Rimer, dan Viswanath
(2008) mengemukakan bahwa inti dari pendidikan kesehatan adalah perubahan
perilaku. Pemahahan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku olah raga
penderita DM di masyarakat memberikan acuan bagi perawat komunitas dalam
menentukan strategi pendidikan kesehatan yang akan diberikan.

1.2 Rumusan Masalah


Penyakit DM saat ini mengalami peningkatan prevalensi di semua negara
termasuk Indonesia. Penyakit DM juga memberikan dampak merugikan bagi
individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintah, sehingga memerlukan
penanganan yang serius. Penanganan masalah DM dapat dilakukan dalam tiga
bentuk upaya pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


14

Olah raga bagi penderita DM merupakan salah satu bentuk pencegahan tersier
yang memberikan efek menurunkan glukosa dalam darah dan mencegah terjadi
komplikasi. Beberapa hasil penelitian telah membuktikan efektifitas olah raga
dalam pengelolaan DM, namun sebagian besar penderita DM di masyarakat
belum banyak melakukan kegiatan olah raga sebagai salah satu bentuk terapi.
Kurtz (1990 dalam Haris 2007) mengemukakan bahwa sekitar 70-80% penderita
DM tidak patuh dalam melakukan olahraga. Penelitian ini mengidentifikasi faktor
yang berhubungan dengan kepatuhan penderita DM dalam melakukan olah raga.
Pertanyaan penelitian adalah faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan
penderita DM dalam melakukan olah raga di wilayah kerja puskesmas Praya.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya berbagai faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita
DM dalam melakukan olah raga di wilayah kerja Puskesmas Praya Lombok
Tengah

1.3.2 Tujuan Khusus


Teridentifikasinya:
1.3.2.1 Faktor pemodifikasi (modifying factors): umur, jenis kelamin, pendapatan,
suku, pengetahuan, dan lama menderita penyakit pada penderita DM di
wilayah kerja Puskesmas Praya Lombok Tengah
1.3.2.2 Faktor persepsi (individual perceptions): persepsi kerentanan, keseriusan,
manfaat, dan hambatan terhadap kepatuhan melakukan olahraga pada
penderita DM di wilayah kerja Puskesmas Praya Lombok Tengah
1.3.2.3 Faktor isyarat bertindak (cues to action): dukungan keluarga terhadap
kepatuhan melakukan olahraga pada penderita DM di wilayah kerja
Puskesmas Praya Lombok Tengah
1.3.2.4 Kepatuhan penderita DM dalam melakukan olahraga di wilayah kerja
Puskesmas Praya Lombok Tengah
1.3.2.5 Hubungan faktor pemodifikasi, persepsi individu, dan isyarat bertindak
dengan kepatuhan penderita DM dalam melakukan olah raga di wilayah
kerja Puskesmas Praya Lombok Tengah

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


15

1.3.2.6 Faktor yang dominan berhubungan dengan kepatuhan penderita DM


dalam melakukan olah raga di wilayah kerja Puskesmas Praya Lombok
Tengah

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Bagi Pelayanan Keperawatan Komunitas
Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi acuan bagi perawat komunitas
dalam memberikan intervensi keperawatan komunitas yang tepat dan efektif
dalam upaya peningkatan kepatuhan penderita DM dalam melakukan olah raga.
Hasil penelitian ini juga diharapakan dapat menjadi acuan dalam pengembangan
intervensi keperawatan keluarga khususnya keluarga dengan masalah diabetes
melitus.

1.4.2 Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dasar dalam
pengembangan ilmu keperawatan komunitas khususnya memahami perilaku sehat
masyarakat. Hasil penelitian ini juga diharapakan memberikan acuan dalam
merancang model pembelajaran yang melibatkan peran serta masyarakat dalam
upaya meningkatkan kepatuhan penderita diabetes melitus dalam melakukan
olahraga

1.4.3 Manfaat Bagi Penelitian Selanjutnya


Hasil penelitian ini diharapkan sebagai dasar untuk pengembangan penelitiaan
selanjutnya baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif berkaitan dengan
perilaku kesehatan masyarakat khususnya perilaku olahraga.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN TEORI

Bab ini akan mengemukakan beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian
yang terkait dengan bidang penelitian yang akan menjadi landasan dan rujukan
dalam penelitian. Konsep dan teori tersebut meliputi: populasi DM sebagai
populasi rentan, konsep asuhan keperawatan komunitas pada populasi DM,
konsep kepatuhan dan olah raga pada populasi DM, konsep Health Belief Model
(HBM).

2.1 Populasi Diabetes Melitus (DM) Sebagai Populasi Rentan


Rentan atau kerentanan mempunyai pengertian yang luas. Beberapa ahli
mendefinisikan kerentanan berdasarkan sudut pandang berbeda. Kerentanan
didifinisikan sebagai suatu kondisi dimana individu mudah menderita penyakit
(Kamus Bahasa Indonesia, 2008). Chesnay dan Anderson (2008) mendifinisikan
kerentanan dari aspek medis dan epidemiologi. Kerentanan dari aspek medis
adalah suatu kondisi kesehatan yang buruk, sedangkan dari aspek epidemiologi
kerentanan adalah resiko kemungkinan seseorang menderita penyakit dalam
jangka waktu tertentu. Aday (2001) menjelaskan bahwa individu berada dalam
kondisi kerentanan berarti berada dalam posisi menderita, terabaikan dan
membutuhkan bantuan orang lain. Berdasarkan beberapa definisi tersebut diatas
dapat di simpulkan bahwa kerentanan adalah kondisi resiko munculnya masalah
kesehatan dan memburuknya masalah kesehatan pada individu, sehingga individu
tersebut membutuhkan pertolongan.

Kelompok rentan adalah kelompok yang beresiko terhadap terjadinya penurunan


kesehatan fisik, psikologi dan sosial (Aday, 2001). Kondisi resiko dalam kontek
keperawatan komunitas mengandung arti yaitu kondisi dimana populasi memiliki
resiko yang lebih besar mengalami penurunan kesehatan dibandingkan dengan
yang lainnya (Stanhope & Lacaster, 2004). Populasi penderita DM adalah
termasuk dalam populasi rentan, karena kondisi kesehatan penderita DM beresiko

16
Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


17

mengalami penurunan kesehatan fisik, psikis, dan sosial seiring dengan perjalanan
penyakit.

Masalah penurunan kesehatan fisik yang dialami oleh populasi DM adalah


berkaitan dengan komplikasi penyakit seperti munculnya penyakit stroke,
gangren, penyakit kardivaskuler, hipertensi, retinopati, dan penyakit ginjal yang
mana prevalensi penyakit tersebut pada populasi penderita DM lebih tinggi
dibandingkan populasi normal atau populasi yang tidak menderita DM (Permana,
2011). Hasil survey oleh WHO tahun 2005 menunjukan bahwa 15-25% penderita
hipertensi dan 40-45% penderita penyakit jantung di Indonesia adalah penderita
DM (Kemenkes RI, 2008.a). Hasil penelitian Nafisa, et.al (2011) menunjukan
prevalensi komplikasi yang dialami oleh populasi DM di Goa India meliputi:
80% neuropati, 32.3% Chronic Heart Desease (CHD), 20% katarak, 15.5%
retinopati, 11,5% penyakit perifer vaskuler, dan 6,9% stroke.

Populasi penderita DM mempunyai resiko lebih besar akan munculnya beban


psikososial yaitu adanya respon emosional negatif dalam menghadapi penyakit
meliputi: rasa cemas, marah, merasa berdosa dan depresi (Darmono, 2005).
Penelitian oleh Kakleas, Kandyla, Karayianni, dan Karavanaki (2009) tentang
masalah psikososial yang dialami oleh penderita DM dewasa tipe 1 di Prancis
menunjukan hasil bahwa penderita diabetes tipe 1 dewasa beresiko mengalami
peningkatan gangguan kejiwaan sebesar 10-20%, gangguan makan sebesar 8-
30%, dan gangguan penyalahgunaan zat adiktif sebesar 20-50%. Penelitian kohor
yang dilakukan oleh Pawaskar, Anderson, dan Balkishnan (2007) tentang gejala
depresi yang terjadi pada penderita diabetes tipe 2 usia lanjut di Amerika
menunjukan hasil bahwa 17% dari 792 responden mengalami gejala depresi.

Spiers (2000, dalam Larkin, 2009) mendefinisikan kelompok rentan adalah


kelompok yang membutuhkan perawatan kesehatan seperti usia lanjut, anak-anak,
dan penderita penyakit kronis. Populasi penderita DM merupakan populasi
penderita penyakit kronis dimana populasi tersebut menderita penyakit DM
seumur hidup (PERKENI, 2011). Batasan penyakit kronis adalah mengacu pada

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


18

lamanya proses perjalanan penyakit yang terjadi pada individu atau lamanya
individu mengalami kondisi sakit seperti penyakit DM, kanker, dan tuberculosis
(Stanhope & Lancaster, 2004). Kondisi kronis yang dialami oleh populasi
penderita DM membutuhkan bantuan penanganan dari tenaga kesehatan yaitu
dokter, perawat, dan ahli gizi, serta tenaga kesehatan lainnya berupa pemberian
pengobatan, perawatan, pencegahan kecacatan, dan pendidikan kesehatan tentang
penyakit diabetes (PERKENI 2011).

Populasi DM sebagai kelompok rentan dapat dijelaskan dalam beberapa faktor,


yaitu faktor resource limitations, faktor health status, faktor health risks, dan
faktor marginalization (Stanhope & Lancaster, 2004). Faktor resource limitations
(keterbatasan sumber) mengacu pada ketidakadekuat sumber sosial dan ekonomi
individu. Adler, et.al. (1997 dalam Stanhope & Lancaster, 2004) mengemukakan
bahwa status ekonomi mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Orang
dengan kondisi miskin biasanya hidup dengan kondisi yang membahayakan
kesehatan seperti tinggal pada pemukiman padat penduduk, lingkungan dengan
sanitasi buruk, bekerja pada tempat yang beresiko, mengalami kekurangan
makanan, dan memiliki banyak stressor (de la Bara, 1998, dalam Stanhope &
Lancaster, 2004). IDF memperkirakan pada tahun 2007 prevalensi DM pada
negara berkembang seperti Asia, Timur Tengah, dan Oceania sebesar 12-20% dan
pada tahun 2025 diperkirakan 80% dari semua kasus DM akan terjadi pada
negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah (IDF, 2007).

Stanhope dan Lancaster (2004) mengemukakan bahwa adanya perubahan status


kesehatan baik fisik maupun psikis kearah yang lebih buruk mendorong individu
berada dalam kondisi rentan. Perubahan status kesehatan mungkin disebabkan
oleh proses penyakit yang lama (penyakit kronis). Populasi penderita DM akan
menghadapi proses penyakit yang lama bahkan seumur hidup. Kondisi ini
mengakibatkan penderita DM mengalami penurunan status kesehatan.

Faktor health risk (resiko kesehatan) sebagai salah satu karakteristik populasi
rentan mengandung arti bahwa populasi rentan mengalami pengalaman yang

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


19

kompleks, terpapar resiko yang kumulatif, dan mempunyai sensivitas terhadap


dampak yang ditimbulkan dari beberapa resiko yang terjadi. Resiko bisa dari
lingkungan fisik yang membahayakan, lingkungan sosial yang membahayakan
dan perilaku individu seperti diet, dan olahraga (Stanhope & Lancaster, 2004).
Populasi penderita DM rentan mengalami peningkatan glukosa darah yang bisa
menimbulkan komplikasi, bila populasi DM memiliki perilaku kesehatan yang
tidak adekuat seperti diet yang tidak seimbang, kurang aktivitas, dan
ketidakpatuhan melakukan kontrol gula darah. Hasil penelitian Howteerakul,
Suwannapong, Rittichu, dan Rawdaree (2010) menunjukan hasil bahwa 50,2%
penderita diabetes tipe 2 yang tidak rajin kontrol gula darah mempunyai kadar
gula darah > 8%. atau diatas normal yaitu

Faktor marginalization (marjinalisasi) mengandung arti bahwa populasi rentan


merasa terpinggirkan atau termarjinal dari kelompok masyarakat. Permasalahan
yang dihadapi oleh populasi rentan tidak terlihat atau muncul di masyarakat dan
populasi tersebut memiliki ketebatasan kekuatan dalam memperoleh sumber yang
dibutuhkan. Salah satu aspek dari faktor marjinalisasi pada poulasi rentan adalah
dimensi disenfranchisement (terpisah). Populasi rentan merasa terpisah dengan
beberapa kelompok sosial yang ada di masyarakat. Perasaan terpisah muncul
karena tidak adanya dukungan sosial yang diperlukan dalam mengontrol emosi
dan kesehatan fisik secara efektif (Stanhope & Lancaster, 2004). Populasi
penderita DM mengalami kesulitan dalam melakukan hubungan sosial di
masyarakat dan cenderung menarik diri dari pergaulan sosial karena adanya
gangguan emosional berupa rasa cemas, depresi, dan rasa tidak berguna
(Obueqbe, 2008)

Menurut Aday (2001) tentang kerangka kerja kerentanan, mengemukakan bahwa


ketersediaan sumber materi dan non materi adalah penting dalam menentukan
resiko kumulatif dari kondisi kerentanan. Sumber materi yang mempengaruhi
kerentanan adalah sumber daya manusia seperti pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, dan perumahan, sedangkan sumber non materi adalah berhubungan
dengan sosial status seperti ras, etnis, umur, dan jenis kelamin.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


20

2.2 Strategi Penanggulangan Diabetes Melitus


Strategi penanggulangan DM secara global mengacu pada penanggulangan
penyakit tidak menular secara umum dengan fokus kegiatan meliputi: surveilans,
promosi kesehatan, pencegahan faktor resiko, meningkatan akses dan kualitas
perawatan (Alwan, 2009). IDF juga menetapkan beberapa kegiatan dalam upaya
penanggulangan diabetes, yaitu peningkatan kesehatan penderita DM,
pencegahan peningkatan kasus DM tipe 2, dan penghentian diskriminasi
penderita DM

Penanggulangan DM nasional dilaksanakan oleh Direktorat Pengendalian


Penyakit Tidak menular (DPPTM) dengan mengeluarkan beberapa kebijakan,
strategi dan tindakan. Kebijakan dalam penanggulangan penyakit diabetes di
Indonesia meliputi: pengendalian DM dilakukan melalui pencegahan dan
penanggulangan faktor resiko, penemuan dan tatalasana kasus secara tepat, survey
epidemiologi, dan pemberian informasi dan edukasi tentang DM; peningkatan
surveilans epidemiologi dan sarana pelayanan kesehatan; peningkatan
kemampuan petugas dan masyarakat dalam pengendalian DM; mengembangkan
potensi masyarakat kearah kemandirian; meningkatkan peran pemerintah
Provinsi, Kabupaten/Kota, dan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi upaya pengendalian DM (Kemenkes RI, 2008.a).

Strategi penanggungulangan DM di Indonesia meliputi: melaksanakan sosialisasi


dan advokasi pada pihak pemerintah, legislatif, stake holder, dan pemerintah
daerah; intensifikasi upaya pencegahan dan penanggulangan faktor resiko,
surveilans epidemilogi, penemuan dan tata laksana kasus, serta komunikasi,
informasi dan edukasi tentang DM; meningkatkan kemitraan melalui jejaring
kerja baik nasional, regional maupun internasional; pemberdayaan masyarakat
melalui pembentukan berbagai kelompok masyarakat; memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta hasil-hasil penelitian yang mendukung upaya
peningkatan program penanggulangan DM (Kemenkes RI, 2008.a).

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


21

Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Penanggulangan Penyakit Menular


menetapkan kegiatan pokok dalam penanggulangan DM di Indonesia meliputi:
pencegahan dan penanggulangan faktor resiko, penemuan dan tatalaksana kasus,
surveilans epidemiologi, KIE, jejaring kerja dan advokasi. Kegiatan pokok
tersebut dilaksanakan dalam berbagai upaya pencegahan penyakit baik primer,
sekunder dan tersier (Kemenkes RI, 2008.a). Pelaksanaan kegiatan
penanggulangan penyakit DM melibatkan berbagai komponen seperti tenaga
kesehatan (dokter, perawat, ahli gizi), stake holder, dan juga melibatkan
masyarakat seperti keluarga, tokoh agama dan masyarakat, dan organisasi
kemasyarakan (PERKENI, 2011). Bentuk bantuan yang diberikan oleh komponen
yang terlibat dalam penanggulangan diabetes tersebut didasarkan pada peran dan
fungsi masing-masing.

Perawat komunitas sebagai salah satu bagian dari tenaga kesehatan mempunyai
peran penting dalam penanggulangan penyakit tidak menular seperti penyakit
DM. Peran perawat komunitas dalam penanggulangan penyakit DM dapat
ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat sebagai area intervensi
keperawatan komunitas (Allender, Rector, & Warner, 2010). Allender dan
Spradley (2005) mengemukakan bahwa hal yang utama dilakukan oleh perawat
komunitas dalam menjalankan peran pada praktek keperawatan komunitas adalah
melakukan upaya pencegahan terhadap masalah kesehatan. Pencegahan
mengandung arti melakukan antisipasi terhadap masalah kesehatan secepat
mungkin untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya ketidakmampuan dan
keparahan. Upaya pencegahan kesehatan dapat dilakukan dalam 3 tingkat
pencegahan, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier (Leavel & Clark,
1965, dalan Ervin, 2002).

2.2.1 Pencegahan Primer


Pencegahan primer adalah upaya mencegah terjadinya penyakit dengan mengatasi
faktor tertentu yang dapat meningkatkan dan menurunkan faktor resiko kejadian
penyakit (Watkins, Edwards, & Gastrell, 2003). Allender, Rector, dan Warner
(2010) memberikan definisi pencegahan primer adalah upaya meningkatkan

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


22

kesehatan, kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kerentanan terhadap adanya


stressor melalui kegiatan promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dan proteksi
kesehatan. Kegiatan pencegahan primer difokuskan pada masyarakat yang sehat
dan strategi intervensi yang utama digunakan adalah pendidikan kesehatan,
dengan tujuan untuk merubah perilaku (Stanhope & Lancaster, 2004).

Upaya pencegahan primer yang dapat dilakukan perawat komunitas dalam


mencegah terjadinya penyakit DM adalah memberikan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat tentang gaya hidup yang sehat dengan cara memberikan
pedoman cara mempertahankan perilaku diet sehat dan seimbang,
mempertahankan berat badan normal, dan mempertahankan kegiatan jasmani
yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan.

2.2.2 Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder adalah melakukan deteksi dini dan penanganan lebih awal
pada masalah kesehatan (Allender & Spradley, 2005). Salah satu kegiatan pada
pencegahan sekunder adalah penemuan penderita secara aktif pada tahap dini.
Kegiatan ini meliputi pemeriksaan berkala, penyaringan (screening) yaitu
pencarian penderita secara dini untuk penyakit yang secara klinis belum tampak
pada kelompok resiko tinggi. Deteksi dini terhadap penyakit melalui program
skrining dapat dilakukan dengan metode wawancara, mengkaji riwayat kesehatan,
dan pemeriksaan fisik (Hitchcock, Schubert, & Thomas, 1999).

Upaya pencegahan sekunder pada penyakit DM adalah dimulai dengan kegiatan


deteksi dini adanya pengidap DM melalui program skrining. Peran perawat
komunitas dalam kegiatan deteksi dini adalah sebagai care provider (Allender &
Spradly, 2005), yaitu melakukan skirining secara langsung pada masyarakat
terutama kelompok beresiko seperti kelompok yang memiliki kelebihan berat
badan (obesitas). Perawat komunitas juga dapat menjalankan peran sebagai
konselor dan pendidik dalam upaya pencegahan sekunder penyakit DM. Bentuk
peran perawat komunitas sebagai konselor yaitu memberikan motivasi pada
masyarakat terutama kelompok beresiko untuk melakukan pemeriksaan gula

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


23

darah, sedangkan pada peran sebagai pendidik, perawat komunitas mengajarkan


kepada kelompok resiko DM tentang bagaimana cara memodifikasi diet
seimbang, melakukakan olahraga dan menghadapi stress.

2.2.3 Pencegahan tersier


Pencegahan tersier difokuskan pada program rehabilitasi dan pemulihan setelah
terjadi sakit dengan tujuan mencegah tejadinya keparahan, kecacatan, dan
mengembalikan fungsi (Allender, Rector & Warner, 2010). Pencegahan tersier
pada individu dengan masalah kesehatan bertujuan untuk mencegah terjadinya
keparahan penyakit dan meminimalkan terjadinya ketidakmampuan yang
mempengaruhi kehidupan individu, sedangkan pencegahan tersier pada area
komunitas bertujuan meminimalkan efek dari kondisi tidak sehat yang dialami
masyarakat.

Upaya pencegahan tersier yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas yaitu
memberikan konseling kepada individu dan keluarga tentang cara pencegahan
kecacatan. Perawat komunitas juga dapat melaksanakan peran sebagai pemberi
perawatan kesehatan langsung, yaitu melakukan perawatan luka, mengajarkan
senam untuk penderita DM. Nies dan McEwen (2007) mengemukakan bahwa
membangun kerja sama dengan keluarga sangat penting dalam pelaksanaan
pencegahan tersier sebagai dasar promosi kesehatan.

2.3 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas

Intervensi keperawatan adalah kegiatan keperawatan yang berpusat pada pasien


yang diberikan oleh perawat dalam menyelesaikan masalah atau diagnosa
keperawatan (McCabe, 2001). Strategi intervensi keperawatan komunitas yang
dapat digunakan dalam mengatasi masalah DM meliputi: strategi pendidikan
kesehatan, proses kelompok, pemberdayaan, partnership, dan perawatan langsung
(Hitchecok, Schubert, & Thomas, 1999).
2.3.1 Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk merubah
perilaku individu, kelompok, dan masyarakat, yaitu dari perilaku yang dianggap
Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


24

merugikan kesehatan menuju pada perilaku yang bermanfaat bagi kesehatan


untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang (Simons, 1976, dalam
Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008). Pendidikan kesehatan mencakup tindakan
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan yang optimal dilakukan secara terus
menerus pada beberapa fase kegiatan seperti fase deteksi penyakit, pengobatan,
rehabilitasi dan fase perawatan yang lama (Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008).

Pelaksanaan pendidikan kesehatan dapat dilakukan di masyarakat, sekolah, dan


klinik (Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008). Upaya pendidikan kesehatan di tingkat
komunitas penting dilakukan dengan beberapa alasan, yaitu: intervensi di tingkat
komunitas dapat mengubah struktur sosial yang kondusif terhadap program
promosi kesehatan, unsur-unsur di komunitas dapat membentuk sinergi dalam
upaya promosi kesehatan, dan individu akan mudah mengadopsi perilaku sehat
apabila mendapat dukungan keluarga (Allender, Rector, & Warner, 2010).

Intrvensi keperawatan komunitas melalui pendidikan kesehatan dalam konteks


penanggulangan penyakit DM dapat dilakukan pada 3 level pencegahan penyakit,
yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
Pendidikan kesehatan dilakukan pada tahap pencegahan primer bertujuan untuk
untuk menurunkan resiko yang dapat mengakibatkan terjadinya DM. Perawat
komunitas mengenalkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya
penyakit DM dan upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor
tersebut pada masyarakat. Perawat komunitas juga memberikan pemahaman lebih
awal pada aggregate usia prasekolah dan usia sekolah tentang pentingnya latihan
jasmani secara teratur, pola dan jenis makanan yang sehat dan seimbang, menjaga
badan tidak terlalu gemuk, dan resiko merokok bagi kesehatan.

Pendidikan kesehatan pada tahap pencegahan sekunder bertujuan untuk


memotivasi kelompok beresiko untuk melakukan skrining dan penatalaksanaan
gejala DM yang muncul. Perawat komunitas menjelaskan pada kelompok
beresiko tentang tujuan dan manfaat dilakukan skrining, menjelaskan dan
mengajarkan pada kelompok yang sudah terdiagnosa DM tentang pengeloloaan

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


25

DM meliputi diet, olah raga, obat, manajemen stres, dan kontrol teratur.
Pendidikan kesehatan pada tahap pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah
komplikasi dan memelihara stabilitas kesehatan. Perawat komunitas mendorong
kelompok penderita DM untuk melakukan follow up secara teratur, mengajarkan
tentang cara mencegah hiperglikemi berulang, menjarkan individu dan keluarga
tentang modifikasi diet untuk DM, dan mengajarkan bagaimana memelihara
stabilitas kesehatan (Allender & Spradley, 2005).

3.3.2 Proses Kelompok


Proses kelompok merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan yang
dilakukan dengan cara menghimpun individu-individu yang mempunyai
kesamaan dan mengorganisasikan dalam suatu kelompok (Stanhope & Lancaster,
2004). Interensi keperawatan dalam tatanan komunitas menjadi lebih efektif dan
mempunyai kekuatan untuk melaksanakan perubahan pada individu, keluarga dan
komunitas apabila bekerja bersama dengan masyarakat, berbagai kelompok di
masyarakat dapat di kembangkan sesuai dengan dengan inisiatif dan kebutuhan
masyarakat, misalnya Posbindu dan karang lansia

Strategi intervensi dengan proses kelompok dapat memberikan pengaruh positif


meliputi: (1) membangun harapan ketika anggota kelompok menyadari bahwa ada
orang lain yang telah menghadapi atau berhasil menyelesaikan masalah yang
sama; (2) universalitas, dengan menyadari bahwa dirinya tidak sendiri
menghadapi masalah yang sama; (3) berbagi informasi; (4) saling membantu; (5)
koreksi berantai atau berurutan, hubungan yang paralel terjadi dalam kelompok
dan dalam keluarga; (6) pengembangan tekhnik sosialisasi; (7) perilaku imitatif
dari pemimpin kelompok; (8) chatarsis, ketika anggota belajar untuk
mengekspresikan perasaan secara tepat; (9) faktor faktor eksistensial ketika
anggota kelompok menyadari bahwa hidup kadang tidak adil dan setiap orang
harus bertanggung jawab terhadap cara hidup yang telah ditempuh (Yalom, 1983
dalam Hitchcock, Schubert & Thomas, 1999)

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


26

Bentuk kelompok yang dapat di kembangkan dalam penanggulangan penyakit


DM berupa kelompok swabantu (self-help group), yaitu kelompok yang terdiri
dari penderita DM yang mempunyai keinginan saling berbagi permasalahan
terkait masalah penyakit DM. dan kelompok dukungan (support group), yaitu
kelompok yang terdiri dari masyarakat bukan penderita DM seperti kader, tokoh
masyarakat yang peduli terhadap penyakit DM.

2.3.3 Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pengembangan pengetahuan dan keterampilan untuk
meningkatkan penguasaan seseorang dalam mengambil keputusan untuk
mengubah hidup (Kreisberg, 1992 dalam Allender & Spradley, 2005). Hithcock,
Schubert, dan Thomas (1999) memaknai konsep pemberdayaan sebagai proses
pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformasi
kepada masyarakat meliputi: dukungan, kekuatan ide baru, dan kekuatan untuk
mandiri sehingga membentuk pengetahuan baru. Pemberdayaan, kemitraan
memiliki hubungan yang kuat dan mendasar. Kemitraan yang dijalin memiliki
prinsip yaitu bekerja sama dengan masyarakat, sehingga perawat komunitas perlu
memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar muncul
partisipasi aktif masyarakat (Nies & McEwan, 2007).

Bentuk pemberdayaan masyarakat yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas


dalam penanggulangan masalah penyakit DM berupa pelatihan kader posbindu
tentang DM, peningkatan pengetahuan penderita DM tentang pengelolaan mandiri
DM, dan melibatkan keluarga dalam perawatan penderita DM. Pemberdayaan
populasi penderita DM berkembang melalui proses pemberdayaan dengan tahapan
meliputi: 1) tahapan penyadaran dan pembentukan perilaku sadar dan peduli
sehingga merasa membutuhkan kemampuan mengelola penyakit diabetes secara
mandiri, 2) tahap tranformasi berupa pengetahuan dan ketrampilan dalam
mengelola DM secara mandiri, 3) tahap peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
sehingga terbentuk inisiatif dan inovatif untuk mengantarkan kemandirian
mengelola diabetes secara mendiri (Allender, Rector, & Warner, 2010)

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


27

2.3.4 Partnership
Partnership diartikan suatu kerjasama formal antara individu– individu,
kelompok-kelompok, dan organisasi-organisasi untuk mencapai tujuan
(Kemenkes RI, 2011). Allender dan Spradley 2005 memberikan definisi
partnership adalah suatu kesepakatan antara orang-orang (agency) untuk tujuan
saling menguntungkan. Partnership bisa dilaksanakan dalam lingkup yang besar,
yaitu mencakup hubungan multinasional seperti hubungan dengan pemerintah,
legislasi, dan juga partnership bisa dalam area yang kecil.

Partnership yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas adalah membangaun


jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait dengan penanggulangan
penyakit DM. Pihak - pihak tersebut meliputi: profesi kesehatan (dokter, ahli
gizi), stake holder (puskesmas, dinas kesehatan kota/kabupaten, departemen
kesehatan, departemen sosial, dan pemerintah kota), sponsor, dan organisasi
masyarakat (PKK, Posbindu).

2.3.5 Perawatan langsung


Perawatan langsung adalah memberikan asuhan keperawatan langsung kepada
kepada populasi penderita DM. Bentuk intervensi keperawatan langsung yang
dapat dilakukan oleh perawat komunitas dalam penanggulangan DM meliputi:

2.3.5.1 Observasi
Hithcock, Schubert, dan Thomas (1999) mengemukakan observasi merupakan
kegiatan yang dilaksanakan terus menerus selama kunjungan dan di mulai sejak
dilakukan pengkajian terhadap popolasi. Observasi terhadap populasi penderita
DM meliputi: observasi perilaku terkait perilaku beresiko seperi aktivitas fisik,
diet, interaksi dengan keluarga, tetangga, dan komunitas. Observasi diperlukan
untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada populasi penderita DM
.
2.3.5.2 Terapi Modalitas
Terapi modalitas merupakan sarana penyembuhan yang tidak disadari,
menimbulkan respon tubuh berupa energi sehingga menimbulkan efek

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


28

penyembuhan (Starkey, 2004). Terapi modalitas yang dapat diterapkan pada


populasi penderita DM meliputi: terapi relaksasi progresif, massage, manajemen
nyeri, olahraga kaki diabetes, range of motion, dan terapi acupressure.

2.5.3.3 Terapi komplementer


Terapi komplementer adalah penyembuhan alternatif untuk melengkapi atau
memperkuat pengobatan konvesional maupun biomedis dengan tujuan
mempercepat proses penyembuhan (Snyder & Linquist, 2010). Bentuk-bentuk
terapi komplementer untuk penderita DM meliputi: 1) pengobatan alternatif:
terapi herbal, akupuntur, dan terapi herbal China; 2) intervensi tubuh dan pikiran:
meditasi, hipnotis, terapi perilaku, guided imagery, dan pengobatan mental dan
spiritual; 3) terapi bersumber pada bahan organik: terapi diet DM, terapi jus, bee
pollen, dan terapi lintah; 4) terapi energy: terapi sentuh, latihan seni pernapasan
tenaga dalam, dan Tai Chi; 5) bioelektromagnetik: terapi magnet

2.4 Konsep Diabetes Melitus, Olahraga, dan Kepatuhan


2.4.1 Diabetes Melitus dan Olahraga
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik di mana
penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau
tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadi kelebihan gula
dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi lanjut pada organ tubuh
(Misnadiarly, 2006). Menurut konsesus PERKENI tahun 2006 bahwa penentuan
diagnosa DM didasarkan pada hasil pemeriksaan gula darah baik sewaktu
maupun puasa dan munculnya gejala-gejala seperti sering kencing, cepat lapar,
rasa haus, dan penurunan berat badan (Kemenkes RI, 2008.a)

DM terdiri dari 2 jenis, yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2 (Fox & Kilvert,
2010). Diabetes tipe 1 atau yang dikenal dengan diabetes ketegantungan insulin
merupakan gangguan metabolik yang ditandai kenaikan kadar gula darah akibat
kesurakan sel beta pankreas yang menyebabkan tidak terproduksi insulin sehingga
memerlukan penambahan insulin dari luar. Sedangkan diabetes tipe 2 atau yang
dikenal dengan diabetes tidak ketergantungan insulin adalah gangguan metabolik

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


29

yang ditandai dengan kenaikan kadar gula dalam darah yang disebabkan
penurunan pengeluaran insulin oleh sel beta pangkreas (Kemenkes RI, 2008.b).
Diabetes tipe 2 merupakan jenis DM yang paling banyak ditemukan pada
penderita diabetes, yaitu hampir 90 % dari keseluruhan penderita DM (Gonder,
Frederick, Cox, & Clarke, 2002). Diabetes Melitus tipe 2 ini selalu dikaitkan
dengan umur dan obesitas. Hasil studi epidemiologi di Amerika Serikat
menunjukan bahwa hampir 11% penderita DM tipe 2 berumur 65 keatas dan 6%
berumur antara 45-64 tahun, sementara hanya 1,5% penderita DM tipe 2 berumur
antara 18-44 tahun (Harris, 1998).

Keller (2006) menjelaskan bahwa kelebihan berat berat badan dan obesitas
berperan utama terhadap peningkatnya kejadian penyakit DM. Mekanisme
patologi dari asam bebas dan tertimbunya adipose dihubungkan dengan gangguan
sensivitas insulin. Penelitian dilakukan oleh kelompok Penelitian Program
Pencegahan Penyakit Diabetes di Amerika Serikat (2002) menunjukan bahwa
penyakit DM dapat dicegah pada kelompok resiko melalui penurunan berat badan
dan meningkatkan kegiatan olah raga.

Kondisi hiperglikemi atau peningkatan gula darah pada penderita DM berperan


penting terhadap terjadinya komplikasi. Hiperglikemi dapat menyebabkan
kerusakan pembuluh darah, saraf dan beberapa organ tubuh. Komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular meningkatkan angka kesakitan dan kematian
dan menurunkan kualitas hidup (Andrus et al., 2003; Fowler, 2008). Komplikasi
makrovaskular menyebabkan munculnya penyakit jantung koroner dan stroke.
Menurut laporan ADA tahun 2008 bahwa prevalensi kejadian penyakit akibat
komplikasi makrovaskuler terutama penyakit jantung lebih banyak diderita oleh
populasi penderita DM daripada populasi yang tidak menderita DM. Komplikasi
microvaskuler meliputi: nephropati (kerusakan pada ginjal), neuropathy
(kerusakan pada saraf), dan retinopathy (kerusakan pada retina) (Fowler, 2008).

Olahraga merupakan salah satu bagian dari upaya pencegahan primer dan
sekunder penyakit DM. Olahraga sebagai pencegahan sekunder yaitu ditujukan

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


30

pada kelompok resiko tinggi penyakit DM, sedangkan untuk pencegahan sekunder
yaitu dikaitkan dengan komplikasi pada orang yang telah didiagnosa menderita
penyakit DM. Olahraga memberikan manfaat yaitu meningkatkan sensivitas
insulin, menurunkan glukosa darah dan tekanan darah, menurunkan berat badan,
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan sirkulasi, menghilangkan stress
(American Diabetes Association, 2008). Penelitan eksperimen terhadap 15 orang
kelompok kontrol dan 15 kelompok intervensi dengan melakukan olah raga 4 kali
/minggu selama 8 minggu pada penderita DM dewasa mengurangi glycosilat
hemoglobin (HbA1C) tetapi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
penurunan berat badan (Boule, Haddad, Kenny, Wells, & Sigal 2001). Penelitian
meta-analysis dilakukan oleh Boule, Haddad, Kenny, Wells, & Sigal (2003)
menyimpulkan bahwa peningkatan intensitas olah raga dapat meningkatkan kerja
jantung dan menurunkan kadar gula dalam darah (HbA1C) pada pasien DM tipe
2. Penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Sigal et al. (2007) menyimpulkan
bahwa olah raga aerobic dan latihan resisten meningkatkan HbA1C tetapi kontrol
gula darah menjadi lebih bagus, bila kedua kegiatan tersebut digabungkan.
Kesimpulan bahwa kegiatan olah raga merupakan strategi yang tepat untuk
memodifikasi faktor resiko dalam menurunkan angka kejadian diabetes dan
munculnya komplikasi.

2.4.2 Olah Raga yang Direkomendasikan Bagi Penderita Diabetes


Menurut U.S. Departement of Health and Human Services bahwa olahraga yang
dianjurkan bagi penderita dewasa umur 18 tahun ke atas adalah olah raga dengan
intesitas sedang sampai berat dan latihan kekuatan otot. Olah raga pada kategori
sedang dilaksanakan minimal 150 menit (2 jam dan 30 menit) per minggu,
sedangkan olahraga untuk kategori berat dilaksanakan selama 70 menit (1 jam 15
menit)

Canadian Diabetes Association (2008) merekomendasikan bagi penderita DM


untuk melakukan olah raga dengan intesitas sedang seperti jalan cepat, bersepeda,
dan senam erobik atau olah raga dengan intensitas berat seperti jogging,
bersepeda, dan berenang dengan durasi 150 menit, 3 hari setiap minggu. American

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


31

Diabetes Association (ADA) merekomendasikan olah raga bagi penderita diabetes


dewasa adalah olah raga dengan intesitas sedang dengan durasi 150 menit, dan
frekuensinya 1 kali seminggu.

Soegondo, Soewondo, dan Subekti, (2009) mengemukakan bahwa prinsip olah


raga pada penderita DM adalah memenuhi beberapa hal, yaitu: frekuensi,
intesitas, time (durasi), dan tipe (jenis) :Frekuensi : 3 – 5 kali perminggu yang
dilaksanakan secara teratur; intesitasnya adalah olahraga ringan dan sedang yaitu
60% - 70% Maximum Hearth Rate (MHR); time (durasi) adalah 30 - 60 menit;
tipe yaitu olahraga endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda.

Kementerian Kesehatan RI (2008.c) menetapkan olahraga yang dianjurkan bagi


bagi penderita DM meliputi : jenis olahraga untuk kesegaran kardiovaskuler yaitu
jantung, pembuluh darah, pernapasan, sirkulasi darah, kekuatan, dan kelenturan.
Olahraga yang dilakukan secara berkesenambungan dan berirama, yaitu otot- otot
berkontraksi secara teratur seperti jalan kaki, Jogging, bersepeda, berenang; lama
olahraga antara 20 – 30 menit; frekuensi paling sedikit 3 kali seminggu karena
ketahanan seseorang akan menurun setelah 48 jam. Latihan tiap hari tidak
dianjurkan karena menurunkan kondisi fisik dan mental

Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam melakukakn olahraga meliputi: 1) kondisi
dapat memperburuk gangguan metabolic penderita DM, yaitu beratnya penyakit
dan komplikasi seperti penyakit jantung, hipertensi, gangguan penglihatan,
gangguan fungsi ginjal, dan kelainan pada kaki; 2) gangguan pada kaki.
Mencegah gangguan pada kaki ketika melakukan aktivitas olahraga, penderita
DM harus mengenakan sepatu yang sesuai, kaki harus selalu bersih dan kering,
dan memeriksa kondisi kaki setiap sebelum dan sesudah melakukan olahraga.

2.4.3 Kepatuhan Melakukan Olahraga


Olahraga adalah aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang memanfaatkan
gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai kebugaran (Kemenkes RI, 2008.c).

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


32

Olahraga dilaksanakan untuk meningkatkan atau mempertahankan kemampuan


fungsi organ tubuh seperti jantung dan kekuatan otot. Manfaat olahraga bagi
kesehatan telah dibuktikan melalui beberapa penelitian seperti olahraga dapat
meningkatkan kesehatan mental (Paluska & Schwenk, 2000), meningkatkan
fungsi status (Sing, 2002).

Kepatuhan melaksanakan olahraga merupakan hal yang penting dalam


mempertahankan status kesehatan. Penelitian Morey et al. (2002) menunjukan
hasil bahwa orang dewasa yang patuh melakukan olahraga selama 10 tahun lebih
memiliki ketahanan hidup lebih lama dibandingkan orang dewasa yang tidak
patuh melakukan olah raga. Beberapa hasil penelitian lain juga menunjukan
bahwa orang yang patuh melakukan program olahraga secara teratur dibandingkan
yang tidak patuh merasakan manfaat yang lebih besar, yaitu berkaitan dengan
peningkatan kebugaran, peningkatan fungsi fisik, dan peningkatan kualitas hidup
(Belza et al. 2002; Clark, 2003).

Berman dan Sneyder (2012) mendefinisikan kepatuhan adalah keadaan sejauh


mana perilaku individu seperti minum obat, melaksanakan diet, dan mengontrol
kesehatan dilaksanakan dengan benar, yaitu sesuai anjuran yang diberikan oleh
tenaga medis atau kesehatan. Kepatuhan melakukan olahraga adalah tingkat
partisipasi seseorang dalam melaksanakan olahraga sebagai bagian dari terapi
sesuai dengan anjuran (Dishman, 1994 dalam Ammann, 2010)

2.5 Faktor – Faktor yang Berkaitan dengan Kepatuhan Melaksanakan


Olahraga
Dominic dan Morey (2006) mengemukakan bahwa faktor –faktor yang
berkaitan dengan kepatuhan dalam melaksanakan olah raga meliputi: faktor
demografi, biologi, psikologi dan pengetahuan, perilaku, sosial.
2.5.1 Faktor Demografi
Secara umum faktor demografi berpengaruh kuat terhadap kepatuhan melakukan
olahraga. Faktor demografi meliputi: umur, jenis kelamin, ras dan etnis, status
sosial ekonomi, dan status perkawinan.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


33

2.5.1.1 Umur
Beberapa laporan hasil penelitian telah menunjukan pengaruh umur terhadap
perilaku olohraga. Penelitian yang dilakukan Barnes (2000) menyimpulkan bahwa
peningkatan usia adalah salah satu faktor menurunya aktivitas kegiatan olahraga.
Di Amerika Serikat, lebih dari 60% usia lanjut tidak melaksanakan olahraga
secara teratur (U.S Departement of Health and Human Service, 2001). Faktor
yang paling berpengaruh terhadap penurunan aktivitas olahraga pada usia lanjut
adalah menurunya status kesehatan, rendahnya persepsi atau keyakinan terhadap
pentingnya olahraga bagi kesehatan, adanya penyakit kronis, keterbatasan
mobilisasi, dan kekuatiran terhadap adanya rasa nyeri (Dishmann, (1994 dalam
Dominic & Morey, 2006). Faktor lain yang berpengaruh terhadap penurunan
aktivitas olahraga usia lanjut adalah tingkat pendidikan, riwayat dalam melakukan
olahraga, dan sosial kognitif meliputi: dukungan sosial, self-efficacy, persepsi
manfaat dan hambatan yang dirasakan (Brawley, 2003)

2.5.1.2 Jenis Kelamin


Jenis kelamin secara konsisten berpengaruh terhadap kegiatan olahraga, dimana
laki-laki mempunyai tingkat aktivitas olahraga lebih besar dibandingkan
perempuan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan hambatan yang dirasakan
oleh perempuan melakukan aktifitas olahraga meliputi: 1) perempuan kurang
memahami manfaat olahraga dibandingkan laki-laki, 2) anjuran dalam melakukan
olahraga lebih ditekankan pada olahraga berat dimana perempuan kurang berani
melakukannya. Penelitian Salis, et.al. (2000) menunjukan hasil bahwa hanya 5%
perempuan melakukan olahraga rengan, 34% melakukan olahraga sedang seperti
berjalan. 3) dukungan sosial bagi perempuan untuk melakukan aktivitas olahraga
kurang dibandingkan laki-laki.

2.5.1.3 Ras dan Etnis


Perbedaan ras dan etnik berpengaruh terhadap tingkat aktivitas olahraga (Crespo,
2010). Penelitian Barnes (2003) menunjukan hasil bahwa ras kulit hitam,
Hispanik, Asia, dan American Indian di Amerika serikat mempunyai tingkat

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


34

aktivitas olahraga rendah. Data dari National Health Interview Survey tentang
ketidakpatuhan menjalankan olahraga antara ras yang berada di Amerika meliputi:
54 % ras Hispanik, 46% ras American Indian, 42% ras Asia, dan 36% ras kulit
putih. Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dalam melakukan olahraga
antara ras dan etnis minoritas tersebut adalah sosial ekonomi (Dismann, 1994).

2.5.1.4 Status Sosial Ekonomi


Status sosial ekonomi umumnya didefinisikan sebagai status sosial dari individu
atau kelompok dan biasanya diukur melalui kombinasi antara pendapatan,
pekerjaan dan pendidikan. Beberapa penelitian telah menunjukan ada hubungan
antara status sosial ekonomi dengan perilaku kesehatan khususnya olahraga.
Penelitian Hanson dan Chen, (2007) tentang hubungan antara status sosial
ekonomi dengan perilaku kesehatan orang dewasa menunjukan hasil bahwa status
ekonomi yang rendah berkaitan dengan rendahnya perilaku kesehatan, yaitu diet
yang tidak bagus, kurang aktivitas fisik, dan perilaku merokok yang berlebihan.

Penelitian Rimmer, Nicola, Riley dan Creviston (2002) mengemukakan beberapa


alasan yang menyebabkan individu dengan status ekonomi rendah mempunyai
tingkat aktifitas fisik/olah raga yang rendah meliputi: individu tersebut hidup atau
tinggal di lingkungan yang terbatas atau minim fasilitas olahraga, keterbatasan
sumber keuangan untuk membeli peralatan olahraga, rendahnya dukungan sosial
untuk melakukan olahraga, dan kurangnya pengetahuan tentang manfaat olahraga
bagi kesehatan. Hasil penelitian Billings, at.al. (1993) tentang dampak status
sosial ekonomi terhadap penggunaan rumah sakit di New York, menyimpulkan
bahwa orang dengan status ekonomi rendah, jarang mendapatkan saran/nasehat
dari tenaga kesehatan (dokter) tentang perilaku kesehatan yang terkait pencegahan
seperti melaksanakan olahraga.

2.5.2 Faktor Biologi


Faktor biologi adalah faktor internal individu seperti adanya penyakit, faktor
genetik, dan penampilan dari individu. Individu dengan penyakit kronis
mempunyai tingkat aktivitas olahraga yang rendah dibandingkan dengan yang

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


35

tidak menderita penyakit kronis (King,1992). Kelebihan berat badan/obesitas juga


mempengaruhi individu melakukan aktivitas olahraga. Penelitian Brownson, et.al.
(2000) menunjukan bahwa wanita di Amerika Serikat yang mengalami
kegemukan kurang melakukan aktivitas olahraga dibandingkan dengan wanita
yang kurus.

2.5.3 Faktor Pengetahuan dan Psikologi


Faktor pengetahuan dan psikologi yang dapat mempengaruhi aktivitas olahraga
meliputi persepsi hambatan yang dirasakan, persepsi manfaat yang dirasakan,
kesehatan mental, self-efficacy, motivasi diri, persepsi tentang sehat, stress, dan
pengetahuan tentang olahraga. Beberapa penelitian menunjukan bahwa hambatan
yang dirasakan (perceived barriers) merupakan faktor yang besar terhadap
perilaku olahraga. Hasil penelitian Trost, Owen, Bauman dan Sallis (2002)
menyimpulkan bahwa persepsi yang dirasakan sebagai hambatan mempunyai
hubungan yang kuat terhadap perilaku olahraga individu. Faktor penghambat
umumnya adalah tidak mempunyai waktu (sibuk), cuaca, tidak ada teman, kurang
tenaga, dan kurang sehat.

2.5.4 Faktor Sosial


Faktor dukungan dari tenaga kesehatan (dokter), dukungan dari keluarga dan
dukungan dari teman sangat berhubungan dengan kepatuhan melakukan olahraga
(Salis,1999). Penelitian Burton, at.al. 1999 melaporkan bahwa 40% pasien lanjut
usia di masyarakat mengatakan bahwa dokter mempunyai pengaruh yang kuat
aktivitas olahraga yang mereka lakukan. Saran dari dokter yang menganjurkan
olahraga berhubungan dengan aktivitas fisik yang dilakukan oleh orang lanjut usia
(Kreuter, Cheeda & Bull, 2000)

2.6 Konsep Health Belief Model (HBM)


Health Belief Model (HBM) pertama kali dikembangkan oleh ahli psikologi,
Amereika Serikat yaitu Rosentock tahun 1950 dengan tujuan menjelaskan alasan
ketidak berhasilan program skrining dan penyakit terutama penyakit TBC di
Amerika Serikat (Hochbaum, (1958); Rosenstock, (1960) dalam Champion &

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


36

Skinner, 2008). HBM selanjutnya berkembang menjadi model untuk mengetahui


respon individu terhadap gejala penyakit (Kirscht,1974 dalam Champion &
Skinner, 2008) dan mengetahui perilaku individu dalam merespon adanya
penyakit terutama kepatuhan dalam menjalankan regimen terapi (Becker, 1974
dalam Champion & Skinner, 2008).

Glanz, Rimer, dan Viswanath, (2008) mengemukakan bahwa Health Belief Model
(HBM) banyak digunakan dalam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan.
Konsep asli yang mendasari HBM adalah bahwa perilaku kesehatan ditentukan
oleh keyakinan pribadi atau persepsi tentang penyakit dan strategi yang tersedia
untuk mengurangi terjadinya penyakit (Hochbaum, 1958 dalam Glanz, Rimer, dan
Viswanath, 2008). Persepsi individu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
yang mempengaruhi intrapersonal perilaku kesehatan. Health Belief Model
(HBM) digunakan secara luas untuk membantu menentukan alasan seseorang
terlibat dalam aktivitas tertentu yang atau tidak meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan (Fridmen, Bowden & Jones, 2002).

Konstruksi utama Health Belief Model (HBM) memiliki empat persepsi yaitu: 1)
persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), 2) persepsi
kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), 3) persepsi manfaat yang
dirasakan (perceived benefits), dan 4) persepsi hambatan yang dirasakan
(perceived barriers). Masing-masing persepsi, secara individu atau dalam
kombinasi, dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kesehatan. Konstruksi
HBM selanjutnya mengalami pengembangan, yaitu isyarat untuk bertindak (cues
to action), faktor motivasi (motivating factors), dan self – efficacy.

Kontruksi lain yang ada pada HBM adalah faktor pemodifikasi (modify factors),
yang memberikan kontibusi tidak langsung terhadap perilaku kesehatan individu.
Faktor pemodifikasi meliputi: demografi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku,
dan status sosial); variabel psikologi (kepribadian, tingkat sosial, dan peer group);
dan variabel struktur (pengetahuan tentang penyakit, lamanya menderita

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


37

penyakit). Penjelasan tentang kontruksi Health Belief Model (HBM) sebagai


berikut:

2.6.1 Persepsi Kerentanan (perceived susceptibility)


Persepsi kerentanan adalah persepsi subyektif individu tentang resiko yang
diperoleh dari kondisi kesehatan yang dialami. Risiko individu atau kerentanan
adalah salah satu persepsi yang sangat kuat dalam mendorong orang untuk
mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar
kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko (Champion &
Skinner, 2008). Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa tindakan pencegahan
terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan dirinya atau
keluarganya rentan terhadap penyakit

2.6.2 Persepsi Keseriusan (perceived seriousness)


Persepsi keseriusan adalah perasan seseorang berkaitan dengan keseriusan kondisi
kesehatan atau penyakit. Persepsi keseriusan dirasakan (perceived seriousness)
merupakan keyakinan seseorang tentang keseriusan atau keparahan penyakit.
Persepsi keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan,
dan juga dapat berasal dari sebuah keyakinan seseorang atas penyakit tersebut,
yaitu terkait keparahan dan dampak yang ditimbulkan terhadap kehidupan
(Champion & Skinner, 2008). misalnya, kebanyakan orang menganggap penyakit
flu sebagai penyakit yang relatif kecil. Namun, jika individu memiliki asma dan
tertular flu, sehingga individu dirawat di rumah sakit, maka persepsi individu
tersebut bahwa penyakit flu mungkin itu adalah penyakit yang serius.

Persepsi keseriusan penyakit DM yang dirasakan oleh populasi penderita DM


mungkin dapat dirasakan setelah adanya komplikasi seperti adanya penyakit
jantung, hipertensi, luka gangren dan pengetahuan penderita tentang penyakit
DM sebagai penyakit yang harus mengkonsumsi obat terus menerus dan dialami
seumur hidup

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


38

2.6.3 Persepsi Manfaat (perceived benefits)


Persepsi manfaat (perceived benefits) adalah kepercayaan individu tentang
keuntungan atau manfaat dari suatu tindakan dalam mengurangi ancaman.
Persepsi manfaat yang dirasakan adalah pendapat seseorang didasari dari nilai
atau kegunaan dari suatu perilaku baru dalam mengurangi risiko berkembangnya
penyakit. Orang cenderung untuk mengadopsi sehat perilaku ketika mereka
percaya perilaku baru akan menurun kemungkinan terkena penyakit. Persepsi
manfaat yang dirasakan memainkan peran penting dalam mengadopsi perilaku
pencegahan sekunder seperti melakukan skrining.

2.6.4 Persepsi Hambatan (perceived barriers)


Persepsi hambatan (perceived barriers) merupakan kepercayaan individu tentang
konsekuensi negatif. Persepsi hambatan yang dirasakan adalah persepsi terhadap
aspek negatif yang mengahalangi/ mempengaruhi secara psikologi individu
berperilaku sehat sesuai dengan anjuran seperti rasa sakit, biaya, pengalaman yang
tidak menyenangkan.

2.6.5 Isyarat Bertindak (cues to action)


Isyarat bertindak (cues to action) merupakan rangsangan atau kejadian yang dapat
meningkatkan motivasi seseorang melakukan perubahan perilaku kesehatan.
Rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan internal atau eksternal. Rangsangan
internal yaitu rangsangan yang berasal dari dalam individu seperti gejala penyakit
yang dirasakan, sedangkan rangsangan eksternal berasal dari interaksi
interpersonal, misalnya media masa, pesan, nasehat, anjuran atau konsultasi
dengan petugas kesehatan

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


39

2.7 Kerangka Konsep Teori

Health Belief Model (HBM)


Persepsi Individu
Faktor yang berkaitan Faktor Pemodifikasi (Individual
dengan kepatuhan
(Modifying Factors) Perception)
olahraga
Dominic dan Morey
(2006) - Umur
- Jenis Kelamin - Persepsi
- Demograafi Keseriusan
- Suku
- Biologi - Persepsi
- Pendapatan
- Pengetahuan Kerentanan
- Pengetahuan
dan psikologi Persepsi Manfaat
- Lama menderita
- Sosial - Persepsi
penyakit Hambatan
-

Kepatuhan
Melakukan
Olahraga

Isyarat Bertindak
(Cues to Action)
- Dukungan
Keluarga

2.1 Skema Kerangka Konsep Teori

Sumber : The Health Belief Model dalam Glanz K., Rimer B.K., Viswanath K
(2008) ; Dominic dan Morey (2006)

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,
DAN DEFINISI OPERASIONAL

Bab ini akan menguraikan tentang kerangka konsep, hasil dari rangkaian konsep
teori yang berkaitan dengan variabel penelitian, hipotesis penelitian, dan definisi
operasional. Kerangka konsep merupakan landasan berpikir untuk melakukan
suatu penelitian yang dikembangkan dari tinjauan teori. Hipotesis merupakan
pernyataan sementara yang perlu diuji apakah hipotesi diterima atau ditolak.
Definisi operasional mendefinisikan variabel penelitian ke dalam kerangka kerja
penelitian

3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian merupakan panduan dalam pelaksanaan penelitian
yang diadopsi dari kerangka teori. Kerangka konsep merupakan rangkuman teori
– teori yang saling terkait yang menunjukan hubungan antara variabel yang diteliti
(Sastroasmoro & Ismail, 2011). Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari
variabel independen dan variabel dependen.

Variabel independen dalam penelitian ini berasal dari struktur dari Health Belief
Model (HBM) meliputi: faktor pemodifikasi (modifying factors), persepsi
individu (individual perception), dan isyarat bertindak (clues to action) (Breman
& Sneyder,2012). Faktor pemodifikasi adalah faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi individu, meliputi: demografi (umur, jenis kelamin, suku,
pendapatan); variabel sturuktur (pengetahuan dan lama menderita penyakit).
Persepsi individu meliputi: persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi
manfaat, dan persepsi hambatan. Isyarat bertindak (clues to action) merupakan
faktor fisik atau lingkungan yang dapat menumbuhkan motivasi untuk berprilaku
sehat. Isyarat bertindak meliputi: dukungan keluarga dan lama menderita penyakit

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan melakukan olahraga.


Kepatuhan melakukan olahraga adalah tingkat partisipasi seseorang dalam
melaksanakan olahraga sebagai bagian dari terapi sesuai dengan anjuran
40
Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


41

(Dishman, 1994 dalam Ammann, 2010). Standar kepatuhan dalam melakukan


olahraga dalam penelitian ini meliputi: jenis olahraga, frekuensi dan durasi
melakukan olahraga (Kemenkes RI,2008.d)

Berdasarkan urain diatas, maka kerangka konsep peneltian ini sebagai berikut:

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Faktor Pemodifikasi
(Modifying Factors):

1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Suku
4. Pendapatan
5. Pengetahuan tentang
olah raga bagi DM
6. Lama menderita DM

Patuh
7. Pengetahuan
Persepsi Individu
(Individual Perceptions)
Kepatuhan
7. Kerentanan Melakukan
8. Keseriusan
Olahraga
9. Manfaat
10. Hambatan Tidak
Patuh

Isyarat Bertindak
(Cues to Action) :
11. Dukungan Keluarga

Gambar. 3.1 Kerangka konsep penelitian

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
42

3.2 Hipotesis

3.2.2 Hipotesis Kerja (Ha)


3.2.2.1 Ada hubungan antara umur dengan kepatuhan penderita DM dalam
melakukan olah raga
3.2.2.2 Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan penderita DM
dalam melakukan olah raga
3.2.2.3 Ada hubungan antara suku dengan dengan kepatuhan penderita DM
dalam melakukan olah raga
3.2.2.4 Ada hubungan antara pendapatan dengan dengan kepatuhan penderita DM
dalam melakukan olah raga
3.2.2.5 Ada hubungan antara pengetahuan dengan dengan kepatuhan penderita
DM dalam melakukan olah raga
3.2.2.6 Ada hubungan antara lama menderita penyakit dengan dengan kepatuhan
penderita DM dalam melakukan olah raga
3.2.2.7 Ada hubungan antara persepsi kerentanan dengan dengan kepatuhan
penderita DM dalam melakukan olah raga
3.2.2.8 Ada hubungan antara persepsi keseriusan dengan dengan kepatuhan
penderita DM dalam melakukan olah raga
3.2.2.9 Ada hubungan antara persepsi manfaat dengan dengan kepatuhan
penderita DM dalam melakukan olah raga
3.2.2.10 Ada hubungan antara persepsi hambatan dengan dengan kepatuhan
penderita DM dalam melakukan olah raga
3.2.2.11 Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan dengan kepatuhan
penderita DM dalam melakukan olah raga

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
43

3.3 Definisi operasional


Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

Definisi Alat Ukur dan Skala


Variabel Hasil Ukur
Operasional Cara Ukur Ukur
Variabel Independen
Umur Usia responden Kuesioner dengan Dinyatakan dalam Interval
yang dihitung pertanyaan isian. tahun
berdasarkan
waktu mulai lahir
sampai ulang
tahun terakhir

Jenis Gender responden Kuesioner dengan Dikatagorikan Nominal


Kelamin yang dibawa sejak pertanyaan pilihan menjadi 2 (dua)
lahir kelompok yaitu :
1.= Perempuan
2 = Laki-laki

Suku Karakteristik Kuesioner dengan Dikatagorikan Nominal


budaya responden pertanyaan pilihan menjadi 2 yaitu :
yang berkaitan 1= Sasak
dengan asal 2 = bukan Sasak
orang tua

Pendapatan Rata-rata Kuesioner dengan Dikatagorikan Ordinal


penghasilan pertanyaan pilihan menjadi 2 yaitu :
responden/ 1 = Tinggi
keluarga setiap (≥ Rp 750.000.,-)
bulan yang diukur
melalui upah 2= Rendah
minimum (< Rp 750.000,-)
regional(UMR)
(Sumber : UMR
Kabupaten Lombok
Tengah)

Pengetahuan Kemampuan Kuesioner dengan 10 Dikategorikan Ordinal


responden dalam peryataan menjadi :
menjawab 1= Baik
pertayaan secara Skor untuk setiap bila ≥ cut of point
benar tentang jawaban : median 9
olahraga yang 0 = Tidak
diperuntukan bagi 1 = Ya 2 = Kurang
penderita DM Bila < cut of point
median 9

Lama Waktu menderita Kuesioner dengan Dikategorikan Ordinal


menderita penyakit DM pertanyaan terbuka menjadi 2 :
penyakit yang dihitung dari 1 = Kurang dari 6
sejak didiagosa bulan
DM sampai 2 = lebih dari 6 bulan
sekarang yang
dihitung dalam
jumlah bulan

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
44

Persepsi Pendapat Kuesioner dengan 10 Dikategorikan Ordinal


kerentanan subyektif item pernyataan menjadi :
responden 3 menggunakan
tentang resiko skala Likert:Sangat 1= Baik
yang bisa terjadi Setuju (SS), Setuju bila ≥ cut of
dari kondisi (S),Tidak setuju point median 17
penyakit DM (ST), dan Sangat
Tidak Setuju (STS). 2 = Kurang
Nilai pernyatan (+) : bila < cut of
SS = 4 S =3 point median 17
TS = 2 STS = 1
Nilai Pernyataan (-) :
SS = 1 S =2
TS = 3 STS = 4

Persepsi Pendapat Kuesioner dengan 5 Dikategorikan Ordinal


keseriusan subyektif item pertanyaan menjadi :
responden tentang 3 menggunakan
keseriusan dari skala Likert:Sangat 1= Baik
penyakit DM Setuju (SS), Setuju bila ≥ cut of
(S),Tidak setuju point median 31
(ST), dan Sangat
Tidak Setuju (STS). 2 = Kurang
Pernyatan (+) : bila < cut of
SS = 4 S =3 point median 31
TS = 2 STS = 1
Pernyataan (-) :
SS = 1 S =2
TS = 3 STS = 4

Persepsi Pendapat Kuesioner dengan 5 Dikatagorikan : Ordinal


manfaat subyektif item pertanyaan
responden tentang 3 menggunakan Dikategorikan
keuntungan yang skala Likert:Sangat menjadi :
diperoleh bila Setuju (SS), Setuju
berolah raga (S),Tidak setuju 1= Baik
(ST), dan Sangat bila ≥ cut of
Tidak Setuju (STS). point median 22
Pernyatan (+) :
SS = 4 S =3 2= Kurang
TS = 2 STS = 1 bila < cut of
Pernyataan (-) : point median
SS = 1 S =2 22
TS = 3 STS = 4
Persepsi Pendapat Kuesioner dengan 5 Dikategorikan ordinal
Hambatan subyektif item pertanyaan menjadi :
responden 4 menggunakan
terhadap kondisi skala Likert:Sangat 1= Baik
yang menjadi Setuju (SS), Setuju bila ≥ cut of
halangan dalam (S),Tidak setuju point median 26
berolah raga (ST), dan
Sangat Tidak Setuju 2 = Kurang
(STS). bila < cut of
Pernyatan (+) : point median 26
SS = 4 S =3
TS = 2 STS = 1

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
45

Pernyataan (-) :
SS = 1 S =2
TS = 3 STS = 4

Dukungan Bentuk tindakan Kuesioner Dikategorikan Ordinal


Keluarga keluarga terhadap menggunakan menjadi :
responden dalam skala Likert:
melakukan olah 1. tidak pernah 1= Baik
raga 2. kadang-kadang bila ≥ cut of
3. sering point median 13
4. selalu
2 = Kurang
bila < cut of
point median 13

Variabel Dependen

Kepatuhan Pendapat Kuesioner dengan Dikatagorikan Nominal


Olah raga subyektif menggunakan menjadi 2 (dua)
responden pertanyaan pilihan yaitu:
tentang aktifitas ganda 1 = Patuh
jasmani yang kriteria :
dilakukan - melakukan
responden olahraga sesuai
mencakup : jenis yang
- Jenis : jalan kaki, dianjurkan (jalan,
jogging, lari, bersepeda,
bersepeda, dan dan berenang)
berenang - Frekuensi : ≥ 3
- Frekuensi : 3 kali - Durasi : 20 -30
seminggu menit.
- Durasi : 20 -30
menit setiap kali 1 = Tidak patuh
olahraga kriteria:
- Olahrga sesuai
(Kemenkes RI, jenis yang
2008.d) dianjurkan, durasi
20 -30 menit,
frekuensi < 3 kali
perminggu
- Olahrga sesuai
jenis yang
dianjurkan, durasi
< 20 -30 menit,
frekuensi ≥ 3 kali
- Tidak berolahraga
sesuai jenis yang
dianjurkan. durasi
< 20- 30 menit,
frekuensi < 3 kali
perminggu

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
BAB 4
METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang desain penelitian, populasi, sampel dan metode
sampling, tempat penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan
data, uji coba alat pengumpul data, prosedur pengumpulan data, dan rencana
analisis data.

4.1 Rancangan penelitian


Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian menggunakan
desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian analitik
adalah penelitian yang bertujuan mencari hubungan antara variabel yang satu
dengan variabel yang lain (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Polit dan Back (2012)
menjelaskan penelitian cross sectional adalah penelitian yang meneliti suatu
kejadian pada suatu waktu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-
faktor yang berpengaruh pada kepatuhan penderita diabetes melitus dalam
melakukan olah raga dimana observasi atau pengukuran terhadap variabel
dependen dan independen dilakukan sekali dalam waktu yang bersamaan.
Variabel dependen penelitian ini adalah kepatuhan melakukan olah raga,
sedangkan variabel independen meliputi: faktor pemodifikasi, persepsi individu,
dan isyarat bertindak.

4.2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi adalah seluruh subjek penelitian (Arikunto, 2001) yang memenuhi
kriteria penelitian sehingga populasi merupakan target utama penelitian.
Sastroasmoro & Ismael (2010) menjelaskan populasi penelitian merupakan
sekelompok subjek atau data dengan karakteristik tertentu. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes melitus yang berada pada wilayah
kerja Puskesmas Praya kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat yang
berjumlah 865 orang.

46

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


47

4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai karakteristik yang sama
dengan populasi sehingga dapat mewakili populasi tersebut. Sampel juga dapat
diartikan sebagai bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga
dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Sampel
dalam penelitian ini adalah sebagian dari seluruh penderita diabetes melitus yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Praya Kabupaten Lombok Tengah Nusa
Tenggara Barat

4.2.2.1 Besar Sampel


Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan cara rule of thumb,
yaitu pengambilan jumlah sampel minimal berdasarkan jumlah seluruh variabel
independen. Dharma (2011) merekomendasikan estimasi besar sampel untuk
penelitian analisa multivariat menggunakan perhitungan dengan cara rule of
thumb. Perhitungan sampel dengan cara ini yaitu jumlah sampel minimal yang
diperlukan berkisar antara 5 sampai 50 kali banyak dari jumlah variabel
independen. Angka yang disarankan adalah 10 kali lebih banyak dari jumlah
variabel independen (Dharma, 2011). Rumus perhitungan dengan cara rule of
thumb adalah :
n = 5… 50 x jumlah variabel independen
Ket : - n = besar sampel
- 5…50 = kisaran jumlah sampel minimal yang diperlukan
Penelitian ini, peneliti menetapkan 10 sampel minimal dalam 1 variabel
independen. Variabel independent dalam penelitian ini berjumlah 11 variabel,
sehingga perhitungannya sebagai berikut:
Rumus : n = 5… 50 x jumlah variabel independen
n = 10 x 11
n = 110

Jumlah sampel ini kemudian dikoreksi untuk menghindari drop out pada sampel
penelitian dengan prediksi sample drop out sebesar 10 %. (Sastroasmoro &
Ismael, 2001). Perhitungan besar sampel akhir setelah dilakukan koreksi adalah:
110 + 10% = 122

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


48

4.2.2.2 Kriteria Sampel


Pengambilan sampel harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria
inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi target,
sedangkan kriteria eksklusi adalah keadaan dimana subyek yang memenuhi
kriteria inklusi yang tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro &
Ismael, 2001). Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi : penderita DM yang
tercatat di Puskesmas Praya Kabupaten Lombok Tengah, Penderita DM berumur
30 tahun sampai 75 tahun. Penderita DM yang bisa membaca dan menulis,
penderita DM yang mampu melakukan kegiatan olahraga, bersedia menjadi
responden. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi: penderita diabetes
dengan komplikasi penyakit jantung, stroke, penderita diabetes melitus dengan
dimensia.

4.2.2.3 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik
probability sampling dengan metode proposional random sampling yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan dengan proporsi dan secara acak pada
kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah (Sastroasmoro &
Ismael, 2011). Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah sebagian dari
penderita diabetes melitus yang berada di wilayah kerja Puskesmas Praya Lombok
Tengah yang tersebar dalam 9 yaitu keluran Panji, Leneng, Renteng, Praya,
Praya, Prapen, Tiwu Galih, Gerunung, Gonjak, dan Semayan. Sampel dalam
penelitian ini adalah 122 orang yang tersebar pada 9 kelurahan sesuai dengan
proporsi jumlah penderita diabetes melitus tiap kelurahan. Rumus menentukan
jumlah sampel secara proposional untuk setiap kelurahan sebagai berikut :

Jumlah sampel = Jumlah penderita DM setiap kelurahan x jumlah sampel


setiap kelurhan Jumlah total populasi

Perhitungan dan distribusi sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


49

Tabel 4.1
Perhitungan Jumlah Sampel Secara Proposional di Wilayah Kerja Puskesmas
Praya Tahun 2011
(n = 865)

No. Nama Kelurahan Populasi (orang) Jumlah Sampel (orang)


1. Panji 43 7
2. Leneng 104 15
3. Renteng 61 8
4. Praya 156 22
5. Prapen 164 23
6. Tiwu Galih 138 19
7. Gerunung 69 10
8. Gonjak 61 8
9. Semayan 69 10
Jumlah 865 122

4.3 Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Praya, Kecamatan Praya
Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Penetapan lokasi penelitian
didasarkan adanya fenomena, yaitu peningkatan yang signifikan kasus diabetes
melitus disertai dengan komplikasi. Berdasarkan laporan tahunan kesakitan
Puskesmas Praya tahun 2011 menunjukan bahwa prevalensi kasus diabetes
melitus dari tahun 2009 sampai 2010 mengalami peningkatan sebesar 63%.
Penderita DM dengan komplikasi sebesar 5% komplikasi meliputi: hipertensi,
penyakit jantung, gangren, dermatitis, katarak, dan neuropati. Hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Praya tentang kepatuhan penderita
diabetes melitus melakukan olah raga menunjukan bahwa 7 (70%) dari 10
penderita DM yang berobat di puskesmas Praya mengatakan tidak pernah
melakukan olah raga. Komplikasi diabetes akan mengalami peningkatan, bila
penderita tidak mematuhi program terapi yang dianjurkan , salah satunya adalah
melakukan olah raga

4.4 Waktu penelitian


Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari sampai bulan Juni 2012
dengan perincian kegiatan sebagai berikut : penyusunan proposal mulai bulan

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


50

Februari sampai pertengahan Mei, pengambilan data mulai bulan Mei mingggu ke
empat sampai Juni minggu ke dua, dan tahap penyusunan laporan pada minggu
ke ketiga dan ke empat bulan Juni 2012.

4.5 Etika Penelitian


Polit, Beck dan Hugler (2001) memberikan definisi etika penelitian adalah
kesediaan atau tidak terlibat dalam penelitian, menjaga kerahasiaan baik identitas
maupun informasi yang diberikan oleh responden, dan menjaga responden dari
ketidaknyamanan baik fisik maupun psikologis. Prinsip etika penelitian yang
diterapkan pada penelitian yaitu prinsip manfaat (beneficence), menghargai hak
asasi manusia (respect for human dignity), dan hak memperoleh prinsip keadilan
(right to justice).

1.5.1 Aplikasi etik dalam penelitian


Pada penelitian ini, penerapan etika penelitian diawali dengan adanya kaji etik
oleh komite etik FIK-UI (terlampir). Peneliti selanjutnya menyampaikan surat
permohonan ijin penelitian pada Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah.
Setelah mendapat persetujuan dari pemda Kabupaten Lombok Tengah,
selanjutnya peneliti menyampaikan tembusan surat persetujuan penelitian ke
Dinas kesehatan Lombok Tengah dan Puskesmas Praya sebagai tempat penelitian.
Peneliti juga melakukan koordinasi untuk pelaksanaan penelitian dengan kepala
puskesmas, penanggungjawab program penyakit tidak menular di puskesmas
Praya, dan perawat puskesmas yang membantu dalam pengumpulan data. Prinsip
etik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
4.5.1.1 Prinsip manfaat (beneficence)
Prinsip manfaat (beneficence) berarti bahwa setiap penelitian harus
mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya pada bagi subyek penelitian
dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (Dharma, 2011). Hasil
penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pemberi pelayanan kesehatan di
daerah khususnya puskesmas Praya untuk peningkatan pelayanan kepada
kelompok masyarakat dengan penyakit DM. Teridentifikasi faktor yang
mempengaruhi kepatuhan penderita diabetes melitus dalam melakukan olahraga,
maka dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan program pendidikan kesehatan

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


51

terkait perilaku olahraga dalam upaya penanggulangan masalah DM di


masyarakat, khususnya masyarakat Praya Lombok Tengah

4.5.1.2 Prinsip mengharagai harkat dan martabat (respect for human dignity)
Prinsip ini adalah prinsip menghargai hak dan martabat responden untuk
menentukan nasib sendiri. Respect for human dignity meliputi: (1) Hak untuk
terlibat atau tidak terlibat dalam sebuah penelitian (right to self determination),
yaitu responden mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi
responden atau tidak, tanpa ada sanksi apapun. (2) Hak untuk mendapatkan
jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure), yaitu peneliti
memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu
yang terjadi kepada responden. (3) Responden mendapat informasi secara lengkap
tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan (Jaji, 2009).
Pada penelitian ini, responden yang menjadi subyek penelitian diberi informasi
tentang maksud dan tujuan penelitian sebelum menyatakan kesediaan menjadi
responden. Setiap responden diberi hak penuh untuk menyetujui atau menolak
menjadi responden dengan cara menandatangani informed concent (terlampir).

Informed Concernt merupakan kondisi dimana responden sudah mempunyai


informasi yang cukup terkait penelitian yang akan dilakukan (Polit & Beck,
2012). Pada penelitian ini, informed concernt telah diberikan sebelum menjadi
responden. Setelah membaca dan memahami isi informed concernt, sebanyak 122
responden menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian dengan
menandatangani informed concernt yang diberikan. Selama penelitian tidak ada
responden menyatakan mengundurkan diri dari penelitian

4.5.1.3 Prinsip keadilan (right to justice)


Prinsip keadilan (right to justice) terdiri dari: (1) Hak untuk mendapatkan
penatalaksanaan yang adil (right to fair treatment), yaitu responden berhak
mendapatkan perlakuan yang adil baik sebelum, selama, dan setelah berpartisipasi
dalam penelitian, tanpa adanya diskriminasi;(2) Hak dijaga kerahasiaannya (right
to privacy), yaitu responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


52

diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan
bersifat rahasia (confidentiality). Penelitian ini, Peneliti menjaga kerahasiaan
informasi yang diberikan responden dengan tidak menampilkan nama dan alamat
asal responden dalam kuesioner, peneliti hanya menggunakan kode responden.
Peneliti juga memperlakukan semua responden sama, yaitu semua responden
diberikan penjelasan tentang manfaat, tujuan, dan prosedur penelitian. Peneliti
juga menetapkan responden berdasarkan proporsi untuk setiap kelurahan yang
telah ditentukan atau dihitung sebelumnya, dengan tujuan responden mempunyai
hak yang sama untuk diikutkan dalam penelitian.

4.6 Instrumen Penelitian


Instrumen atau alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
kuesioner. Instrumen tersebut menggunakan pertanyaan–pernyataan yang
dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan teori pada bab 2.
Kuesioner tersebut meliputi :
4.6.1 Kuesioner A
Kuesioner A berisikan komponen variabel pemodifikasi meliputi usia, jenis
kelamin, pendapatan, pengetahuan tentang olahraga, dan lama menderita penyakit.
Umur diukur dengan pertanyaan isian yang hasilnya berupa data numerik. Jenis
kelamin, pendapatan, lama menderita DM diukur dengan pertanyaan pilihan.
Responden memberikan jawaban dengan cara memberikan tanda contreng (√)
pada kotak yang tersedia. Pengukuran pengetahuan tentang olahraga
menggunakan skala Guttman, yaitu “ya” dan “tidak” dengan 5 peryataan yang
terdiri dari peryataan favourrable dan peryataan unfavourrable. Nilai
Pernyataan favourrable : 1 = tidak, 2 = ya, dan sebaliknya untuk pernyataan
unfavourrable: 1 = ya, 2= tidak.

Hasil uji kenormalan terhadap data pengetahuan menggunakan uji Kolmogorof –


Smirnov diperoleh hasil p= 0.000, artinya variabel pengetahuan tidak berdistribusi
normal (p value < 0.005), sehingga hasil ukur untuk pengetahuan adalah 1 = baik
bila ≥ cut of point score median dan 2 = kurang bila ≤ cut of point score median

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


53

4.6.2 Kuesioner B
Kuesioner B yaitu kuesioner variabel persepsi individu, terdiri dari: persepsi
kerentanan terdiri 6 peryataan (favourrable dan unfavourrable) dengan
menggunakan skala likert, dengan pilihan jawaban sangat setuju, setuju, tidak
setuju, dan sangat tidak setuju. Hasil uji kenormalan terhadap data kerentanan
menggunakan uji Kolmogorof –Smirnov diperoleh hasil p= 0.000, artinya variabel
kerentanan tidak berdistribusi normal (p value < 0.005), sehingga hasil ukur
untuk kerentanan adalah 1 = baik bila ≥ cut of point score median dan 2 =
kurang bila ≤ cut of point score median. Persepsi keseriusan terdiri dari 10
pernyataan (favourrable dan unfavourrable) dengan menggunakan skala likert,
dengan pilihan jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Hasil uji kenormalan terhadap data keseriusan menggunakan uji Kolmogorof –
Smirnov diperoleh hasil p= 0.000, artinya variabel keseriusan tidak berdistribusi
normal (p value < 0.005), sehingga hasil ukur untuk keseriusan adalah 1 = baik
bila ≥ cut of point score median dan 2 = kurang bila ≤ cut of point score median.

Persepsi manfaat terdiri 7 peryataaan. Hasil uji kenormalan terhadap data manfaat
menggunakan uji Kolmogorof –Smirnov diperoleh hasil p= 0.000, artinya variabel
manfaat tidak berdistribusi normal (p value < 0.005), sehingga hasil ukur untuk
manfaat adalah 1 = baik bila ≥ cut of point score median dan 2 = kurang bila ≤
cut of point score median. Persepsi hambatan terdiri 9 pernyataan. Hasil uji
kenormalan terhadap persepsi hambatan menggunakan uji Kolmogorof –Smirnov
diperoleh hasil p= 0.000, artinya variabel manfaat tidak berdistribusi normal (p
value < 0.005), sehingga hasil ukur untuk keseriusan adalah 1 = baik bila ≥ cut of
point score median dan 2 = kurang bila ≤ cut of point score median.

4.6.3 Kuesioner C
Kuesioner C merupakan kuesioner dukungan keluarga yang diukur dengan skala
likert 1-4 yang terdiri dari 6 peryataan (favourrable dan unfavourrable) dengan
pilihan jawaban selalu, sering. kadang-kadang, dan tidak pernah. Pernyatan
favourrable diberikan nilai 4 untuk jawaban selalu, 3 untuk jawaban sering, 2
untuk jawaban kadang-kadang , dan nilai 1 untuk untuk jawaban tidak pernah.
Pernyataan unfavourrable diberi nilai 4 untuk jawaban tidak pernah, 3 untuk

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


54

jawaban kadang, 2 untuk jawaban sering, dan nilai 1 untuk jawaban selalu. Hasil
uji kenormalan terhadap data dukungan keluarga menggunakan uji Kolmogorof –
Smirnov diperoleh hasil p= 0.000, artinya variabel dukungan keluarga tidak
berdistribusi normal (p value < 0.005), sehingga hasil ukur untuk dukungan
keluarga adalah 1 = baik bila ≥ cut of point score median dan 2 = kurang bila ≤
cut of point score median.

4.6.4 Kuesioner D

Kuesioner D merupakan kuesioner kepatuhan melakukan olahraga. Kuesioner ini


beisikan tentang olahraga. Kuesioner terdiri dari 3 pertanyaan multiple choice
bertingkat. Hasil ukur dari kuesioner kepatuahan melakukan olah raga adalah
berbentuk 2 kategori, yaitu 1 = patuh dengan kriteria melakukan olahraga jalan
kaki/ jogging/ bersepeda / renang dengan frekuensi ≥ 3 dan durasi : 20 -30
menit dan 2 = tidak patuh dengan kategori berolahraga jalan kaki, jogging,
bersepeda, berenang, durasi 20 -30 menit, tapi frekuensi < 3 kali perminggu;
Olahrga jalan kaki/ jogging/ bersepeda /berenang, durasi < 20 -30 menit,
frekuensi ≥ 3 kali; tidak berolahraga jogging, bersepeda, berenang.

4.7 Uji Instrumen


Uji instrumen telah dilakukan sebelum melaksanakan pengumpulan data
penelitian meliputi uji validitas dan uji reliabilitas. Tujuan uji instrumen adalah
untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan mengukur apa yang
seharusnya diukur (valid) dan bila instrumen tersebut digunakan beberapa kali
dengan obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama yaitu reliabilitas
(Sugiyono, 2006). Dharma (2011) mengemukakan bahwa responden uji
instrumen yang diambil dari populasi yang sama dengan responden penelitian,
maka diasumsikan memiliki karakteristik yang sama. Berdasarkan pernyataan
diatas maka uji coba kuesioner penelitian ini dilakukan pada penderita diabetes
melitus di wilayah kerja Puskesmas Praya Lombok Tengah yang mempunyai
karakteristik yang sama.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


55

4.7.1 Uji Validitas


Dharma (2011) menyatakan bahwa validitas menunjukkan ketepatan pengukuran
suatu instrumen, artinya suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen
tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas instrument dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program statistik pada komputer
dengan membandingkan r hitung dengan r tabel. Variabel peryataan dikatakan
valid bila nilai r hitung lebih besar dari r tabel (r hitung > r tabel) (Hastono,
2007). Peneliti menetapkan 0,361 untuk r tabel.

Uji validitas pada penelitian ini dilakukan pada variabel pengetahuan, persepsi
(kerentanan, keseriusan, manfaat, hambatan), dan variabel dukungan keluarga.
Hasil uji validitas sebagai berikut :

4.7.1.1 Variabel pengetahuan


Peryataan variabel pengetahuan dilakukan uji validitas sebanyak 10 peryataan.
Hasil uji menunjukan bahwa dari 10 peryataan, terdapat 5 pernyataan yang valid (
p1,p2,p4,p6,p8) dengan nilai r hitung > r tabel.(hasil uji terlampir)

4.7.1.2 Variabel persepsi


Variabel persepsi (kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan) mempunyai 10
peryataan setiap variabel yang dilakukan uji validitas. Hasil uji menunjukan
bahwa: variabel persepsi kerentanan menghasilkan 6 peryataan yang valid (kr1,
kr3, kr4, kr6, kr7, kr8), persepsi keseriusan menghasilkan semua peryataan (ks1 –
ks10) valid, persepsi manfaat menghasilkan 7 peryataan yang valid (man1, man2,
man3, man4, man7, man10), dan persepsi hambatan menghasilkan 9 peryataan
valid (ham1, ham2, ham3, ham4, ham5, ham7, ham8, ham9, ham10). (hasil uji
terlampir)

4.7.1.3 Variabel dukungan keluarga


Variabel dukungan keluarga memiliki 10 peryataan yang dilakukan uji validitas.
Hasil uji menunjukan bahwa 6 peryataan adalah valid (dk2, dk4,dk7, dk8, dk9,
dan dk 10). (hasil uji terlampir)

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


56

Hasil item peryataan yang valid diambil sebagai item peryataan yang digunakan
sebagai kuesioner dalam penelitian, sedangkan item peryataan yang tidak valid
dihilangkan dengan pertimbangan bahwa item peryataan yang valid sudah
mewakili sebagai alat ukur

4.7.2 Uji Reliabilitas


Reliabilitas dapat berarti keajegan kuesioner yaitu bahwa jika diukur berapa
kalipun maka hasilnya cenderung sama / konsisten. Reliabilitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan
alat ukur yang sama (Arikunto, 2001). Uji reliabilitas pada penelitian ini
dilakukan uji coba satu kali (one shot) dengan membandingkan nilai r hasil (alpha
chronbach) . Suatu pernyataan dikatakan valid bila nilai r hasil (alpha chronbach)
lebih dari 0,6 (Hastono, 2007). Hasil uji reliabiliitas pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2
Hasil uji reliabilitas instrument penelitian kepatuhan penderita DM melakukan
olahraga di wilayah kerja puskesmas Praya Lombok Tengah 2012

No Variabel Penelitian Hasil uji Reliabititas


(r alpha cronbach)
1 Pengetahuan 0.60
2 Persepsi kerentanan 0.61
3 Persepsi keseriusan 0.89
4 Persepsi manfaat 0.78
5 Persepsi hambatan 0.90
Dukungan keluarga 0.71

4.8 Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi :
4.8.1 Prosedur Administrasi Penelitian
4.8.1.1 Peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indondesia Prosedur setelah dilakukan ujian proposal.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


57

4.8.1.2 Peneliti menyerahkan surat izin penelitian dari Fakultas Ilmu


Keperawatan Universitas Indondesia kepada pihak terkait sesuai lingkup
kewenangan penelitian yaitu Kepala Kesbangpol dan Linmas Kabupaten
Lombok Tengah
4.8.1.3 Mengurus surat izin ke Kepala Bapeda Lombok Tengah, setelah mendapat
surat persetujuan dari Kepala Kesbanpol dan Linmas Kabupaten Lombok
Tengah.
4.8.1.4 Peneliti menyampaikan surat ijin penelitian pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Lombok Tengah dan Puskesmas Praya
4.8.1.5 Peneliti bekerjasama dengan pihak puskesmas terutama penanggung jawab
program penyakit tidak menular untuk mekanisme pengambilan data.

4.8.2 Prosedur Teknis Penelitian


4.8.2.1 Peneliti mengumpulkan data penderita DM yang teregister di puskesmas
praya di penanggungjawab program penyakit tidak menular. Data pasien
DM yang ada dikelompokan berdasarkan tempat tinggal yaitu 9
kelurahan. Peneliti menetapkan penderita diabetes melitus sebagai
responden sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan.
Selanjutnya menentukan sampel yang menjadi responden berdasarkan
jumlah proporsi untuk setiap wilayah secara acak.
4.8.2.2 Tanggal 1 Juni 2012, peneliti menetapkan asisten peneliti yang terdiri dari
3 pegawai puskesmas dan 6 kader sebagai asisten peneliti mempunyai
tugas sebagai data collector (pengumpul data)
4.8.2.3 Tanggal 2 Juni 2012, peneliti memberikan pelatihan kepada asisiten
peneliti untuk menyamakan persepsi tentang prosedur penelitian, tugas
dan tanggung jawab pengumpul data, dan cara mengisi kuesioner di aula
puskesmas Praya.
4.8.2.4 Hari berikutnya, peneliti dibantu dengan asisten peneliti mulai
mengumpulkan data. Responden yang ditemui langsung, peneliti
memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada responden tentang maksud
dan tujuan penelitian dan meminta kesediaan untuk menjadi responden

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


58

penelitian dengan meminta menandatangani informed consent sebagai


peryataan kesediaan menjadi responden dalam penelitian
4.8.2.5 Responden yang ditemui oleh asisten peneliti dibekali dengan penjelasan
penelitian dan informed consent yang disatukan dengan kuesioner untuk
dibacakan atau dijelaskan oleh asisten peneliti sebelum pengisian
kuesioner dilakukan.
4.8.2.6 Peneliti dan asisten peneliti memberikan penjelasan cara mengisi
kuesioner. Kemudian memberikan waktu 1 hari kepada responden untuk
mengisi kuesioner dengan alasan memberikan kebebasan responden
mengisi kuesioner.
4.8.2.7 Peneliti dan asisten peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah
disebarkan yang sebelumnya dilakukan pengecakan ulang terhadap
kuesioner yang sudah diisi dengan tujuan melihat kelengkapan isi
kuesioner. Kuesioner yang isian belum lengkap, peneliti langsung
meminta responden untuk melengkapi.
4.8.2.9 Kuesioner yang sudah lengkap diisi, selanjutnya dilakukan tabulasi dan
pengolahan data oleh peneliti sendiri

4.9 Pengolahan dan Analisa Data


4.9.1 Pengolahan Data
Proses pengolahan data meliputi: editing, coding, entry, dan cleaning (Hastono,
2007)
4.9.1.1 Pengediting Data (editing)
Kegiatan pengeditan data dilakukan oleh peneliti terhadap kuesioner yang telah
diisi oleh responden sebelum dilakukan entri data. Proses pengeditan data berupa
pemilahan kuesioner berdasarkan variabel seperti pengetahuan, persepsi,
dukungan keluarga.
4.9.1.2 Memberikan Kode (coding)
Coding merupakan proses pengkodean data variabel penelitian dengan tujuan
mempercepat entry data dan memudahkan peneliti memasukan data. Peneliti
melakukan pengkodean meliputi: variabel jenis kelamin diberi kode 1 untuk
perempuan dan 2 untuk laki-laki; suku diberi kode 1 untuk suku Sasak dan 2

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


59

untuk suku bukan sasak; pendapatan diberi kode 1 untuk pendapatan tinggi dan 2
untuk pendapatan rendah; pengetahuan diberi kode 1 untuk pengetahuan baik, dan
kode 2 untuk pengetahuan kurang; lama menderita penyakit diberi kode 1 untuk
kurang dari 6 bukan dan kode 2 untuk lebih dari 6 bulan; persepsi kerentanan,
keseriusan, manfaat dan persepsi hambatan diberi kode 1 untuk persepsi baik dan
kode 2 untuk persepsi kurang; dukungan keluarga diberi kode 1 untuk baik dan
kode 2 untuk kurang; Kepatuhan olahraga diberi kode 1 untuk patuh dan kode 2
untuk tidak patuh

4.9.1.3 Memproses Data (Processing)


Merupakan kegiatan memproses data yang sudah di entry. Processing data
menggunakan bantuan program computer.

4.9.1.4 Pembersihan Data (cleaning data)


Merupakan kegiatan melihat kembali data yang ada telah diinput. Peneliti
memeriksa kembali hasil input data pada program, jika terdapat kesalahan
pengetikan atau salah memasukkan data sesuai tempatnya, maka segera akan
diperbaiki, termasuk data missing.
4.9.2 Analisis Data
Analisis data penelitian adalah kegiatan mengolah data menjadi sebuah informasi
untuk mendeskripsikan karakterteristik setiap variabel yang diteliti (Hastono,
2007). Analisis data pada penelitian ini berupa analisis univariat, bivariat, dan
multivariat menggunakan program computer

4.9.2.1 Analisis Univariat


Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik variabel yang
diukur dalam penelitian. Analisis univariat bertujuan untuk melihat mean, median,
modus, standar deviasi, nilai minimal dan maksimal serta confident interval (CI
95%) untuk data numerik dan melihat distribusi frekuensi dan proporsi untuk data
kategorik. Analisa univariat dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3.

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


60

Tabel 4.3
Daftar Uraian Variabel dan hasil analisis univariat

No. Variabel Hasil Analisis


1. Umur Median
2. Jenis kelamin Frekuensi, Proporsi
3. Suku Frekuensi, Proporsi
4. Pendapatan Frekuensi, Proporsi
5. Pengetahuan Frekuensi, Proporsi
6. Lama menderita penyakit Frekuensi, Proporsi
7. Persepsi Kerentanan Frekuensi, Proporsi
8. Persepsi Keseriusan Frekuensi, Proporsi
9. Persepsi Manfaat Frekuensi, Proporsi
10. Persepsi Hambatan Frekuensi, Proporsi
11. Dukungan keluarga Frekuensi, Proporsi
12. Kepatuhan olahraga Frekuensi, Proporsi

4.9.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah mengolah data dengan menghubungkan antara 2 variabel


yaitu independen dengan dependen. Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel sehingga akan diketahui perbedaan yang signifikan
antara dua variabel tersebut. Analisa bivariat yang digunakan pada penelitian ini
dapat dilihat pada pada tabel 4.4

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


61

Tabel 4.4
Analisis Bivariat dan Uji Statistik Antara Dua Variabel

Variabel
No Variabel Independen Uji statistik
Dependen
1. Umur Kepatuhan t test independen
berolah raga
2. Jenis kelamin Kepatuhan Chi square
berolah raga
3. Suku Kepatuhan Chi square
berolah raga
4. Pendapatan Kepatuhan Chi square
berolah raga
5. Pengetahuan Kepatuhan Chi square
berolah raga
6. Lama menderita Kepatuhan Chi square
penyakit berolah raga
7. Persepsi Kerentanan Kepatuhan Chi square
berolah raga

8. Persepsi Keseriusan Kepatuhan Chi square


berolah raga

9. Persepsi Manfaat Kepatuhan Chi square


berolah raga
10. Persepsi Hambatan Kepatuhan Chi square
berolah raga
11. Dukungan keluarga Kepatuhan Chi square
berolah raga

Derajat kepercayaan (confidance interval) pada pengujian bivariat dalam


penelitian ini adalah sebesar 95 % dengan alpha (α) = 5 % atau 0,05. Jika hasil
uji statistik (p value) kurang dari α (0,05) maka Ha diterima atau dapat dikatakan
ada hubungan antara variabel independen dengan dependen.

4.10.3 Analisis Multivariat


Analisis multivariat digunakan untuk melihat hubungan beberapa variabel (lebih
dari satu variabel) independen dengan satu variabel dependen (Hastono, 2007).
Analisa multivariat dalam penelitian ini adalah untuk melihat hubungan variabel
independen meliputi: usia, jenis kelamin, suku, pendapatan, pengetahuan tentang
olah raga, lama menderita penyakit diabetes melitus, keseriusan, kerentanan,

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


62

manfaat, hambatan, dan dukungan keluarga dengan variabel dependen yaitu


kepatuhan melakukan olahraga.
Analisa multivariat dalam penelitian ini menggunakan analisa regresi logistik
berganda dengan tahapan sebagai berikut:

4.10.3.1 Pemilihan kandidat multivariat


Pemilihan kandidat multivariat adalah melakukan uji seleksi bivariat antara
masing-masing variabel independen meliputi umur, jenis kelamin, suku,
pendapatan, lama menderita sakit, pengetahuan, persepsi kerentanan, persepsi
keseriusan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, dan dukungan keluarga. dengan
variabel dependen yaitu kepatuhan. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p <
0,25, maka variabel tersebut masuk seleksi uji multivariat. Hasil seleksi bivariat
menunjukan bahwa variabel yang masuk seleksi (P<0,25) adalah variabel jenis
kelamin, pengetahuan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, dan dukungan
keluarga.
4.10.3.2 Melakukan uji multivariat
Uji multivariat menggunakan uji uji regresi logistik berganda dengan tujuan untuk
menentukan pemodelan. Variabel yang yang masuk dalam uji adalah variabel
yang masuk seleksi bivariat (jenis kelamin, pengetahuan, persepsi manfaat,
hambatan, dan dukungan keluarga) untuk variabel independen dan variabel
dependen adalah kepatuhan melakukan olahraga. Hasil uji menunjukan bahwa
semua variabel independent mempunyai nilai p < 0,05, artinya bahwa variabel
tersebut merupakan variabel untuk pemodelan akhir. Variabel yang masuk dalam
uji multivariat dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5
Analisis Multivariat dan Uji Statistik Regresi Logistik Berganda

Variabel
No Variabel Independen Uji statistik
Dependen
1. Jenis kelamin Kepatuhan Regresi logistik
2. Pengetahuan berolah raga berganda
3. Persepsi Manfaat
4. Persepsi Hambatan
5. Dukungan keluarga

Universitas Indonesia

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


BAB 5
HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini menguraikan tentang gambaran faktor pemodifikasi (umur,


jenis kelamin, suku, pendapatan, lama menderita sakit, dan pengetahuan),
persepsi (kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan), isyarat bertindak
(dukungan keluarga) dan kepatuhan penderita DM melakukan olahraga. Hasil
penelitian juga menjelaskan hubungan antara variabel umur, jenis kelamin, suku,
pendapatan, lama menderita sakit, persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat,
persepsi hambatan, dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan melakukan
olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya. Hasil penelitian
dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat yang disajikan dalam bentuk
tabel. Tabel penyajian hasil dan interpretasi sebagai berikut:

5.1 Uji Kenormalan


Variabel – variabel yang dilakukan uji kenormalan meliputi: pengetahuan,
kerentanan, keseriusan, manfaat, hambatan, dan dukungan keluarga dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji kenormalan dapat dilihat pada
tabel 5.1 berikut ini

Tabel 5.1
Hasil uji kenormalan variabel pengetahuan, kerentanan, keseriusan, manfaat,
hambatan, dan dukungan keluarga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas
Praya Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Variabel n p value

Pengetahuan 122 0.000


Kerentanan 122 0.000
Keseriusan 122 0.000
Manfaat 122 0.000
Hambatan 122 0.004
Dukungan Keluarga 122 0.000

63

6
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
64

Tabel 5.1 menunjukan bahwa variabel pengetahuan, kerentanan, keseriusan,


manfaat, hambatan, dan dukungan keluarga mempunyai nilai p valaue < 0.005,
artinya bahwa variabel tersebut berdistribusi tidak normal

5.2 Analisa Univariat


Analisa univariat bertujuan untuk memberikan gambaran tentang faktor
pemodifikasi (usia, jenis kelamin, suku, pendapatan, lama menderita sakit, dan
pengetahuan), persepsi (kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan), isyarat
bertindak (dukungan keluarga), dan kepatuhan melakukan olahraga. Hasil analisa
univariat adalah sebagai berikut:
5.2.1 Gambaran Faktor Pemodifikasi Penderita DM di Wilayah Kerja
Puskesmas Praya

Distribusi penderita DM berdasarkan usia di wilayah kerja puskesmas Praya dapat


dilihat pada tabel 5.2 berikut ini:

Tabel 5.2
Distribusi penderita DM berdasarkan umur di wilayah kerja puskesmas Praya
Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Variabel Mean Minimum - Maksimum 95%CI

Umur 57.70 33 ; 72 (56.45 – 58.94)

Tabel 5.2 menunjukan bahwa rata – rata penderita DM berumur 57.70 tahun,
umur termuda 33 tahun dan tertua 72 tahun. Hasil estimasi interval dapat
disimpulkan 95% diyakini rata-rata umur penderita DM di wilayah kerja
puskesmas Praya adalah diantara 56.45 sampai dengan 58.94.

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, suku, pendapatan, lama


menderita penyakit dan pengetahuan dengan distribusi dapat dilihat pada tabel
5.2 dan tabel 5.3 berikut ini:

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
65

Tabel 5.3
Distribusi Penderita DM berdasarkan jenis kelamin, suku, dan pendapatan di
wilayah kerja puskesmas Praya Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Variabel Frekuensi Persentase (%)


Jenis Kelamin
Perempuan 55 45.1
Laki-laki 67 54.9
Suku
Sasak 73 59.8
Bukan Sasak 49 40.2
Pendapatan
Tinggi 74 60.7
Rendah 48 39.3
Total 122 100

Tabel 5.3 menunjukan bahwa jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebesar
54.9%, dengan distriribusi suku memperlihatkan lebih dari separuh berasal dari
suku Sasak yaitu sebanyak 59.8%. Hasil analisa juga menujukan bahwa sebagian
besar (60.7%) penderita DM mempunyai pendapatan tinggi

Tabel 5.4
Distribusi Penderita DM berdasarkan lama menderita sakit dan pengetahuan di
wilayah kerja puskesmas Praya Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Variabel Frekuensi Persentase (%)


Lama menderita sakit
< 6 bulan 54 44.3
≥ 6 bulan 68 55.7
Pengetahuan
Baik 65 53.3
Kurang 57 46.7
Total 122 100

Hasil analisa menunjukan bahwa lama menderita sakit penderita DM terbanyak


adalah lebih dari 6 bulan sebesar 55.7% dan sebagian besar penderita DM (53.3%)
mempunyai pengetahuan baik

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
66

5.2.2 Gambaran Persepsi Penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Praya

Tabel 5.5
Distribusi persepsi kerentanan, keseriusan penderita DM di wilayah kerja
puskesmas Praya Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Variabel Frekuensi Persentase (%)


Kerentanan
Baik 66 54.1
Kurang 56 45.9
Keseriusan
Baik 63 51.6
Kurang 59 48.4
Total 122 100

Tabel 5.5 menujukan bahwa sebagian besar (54.1%) penderita DM memiliki


persepsi kerentenan baik dan separuh lebih (51.6%) memiliki persepsi keseriusan
baik

Tabel 5.6
Distribusi persepsi manfaat, hambatan penderita DM di wilayah kerja puskesmas
Praya Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Variabel Frekuensi Persentase (%)


Manfaat
Baik 65 53.3
Kurang 57 46.7
Hambatan
Baik 66 54.1
Kurang 56 45.9
Total 122 100

Hasil analisa yang terlihat pada tabel 5.6 menunjukan bahwa persepsi manfaat
penderita DM terbanyak adalah baik sebesar 53.3%, dan separuh lebih (54%)
responden memiliki persepsi hambatan baik.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
67

5.2.3 Gambaran Isyarat Bertindak Penderita DM di Wilayah Kerja


Puskesmas Praya

Tabel 5.7
Distribusi dukungan keluarga dalam kepatuhan melakukan olahraga di wilayah
kerja puskesmas Praya Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Variabel Frekuensi Persentase (%)


Dukungan Keluarga
Baik 61 50.0
Kurang 61 50.0
Total 122 100

Tabel 5.7 menunjukan bahwa separuh (50%) dari penderita DM memperoleh


dukungan keluarga baik terhadap kepatuhan melakukan olahraga.

5.2.4 Gambaran Kepatuhan Melakukan Olahraga Penderita DM di Wilayah


Kerja Puskesmas Praya

Tabel 5.8
Distribusi kepatuhan penderita DM melakukan olahraga responden di wilayah
kerja puskesmas Praya Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Variabel Frekuensi Persentase (%)


Kepatuhan Olahraga
Patuh 52 42.6
Tidak Patuh 70 57.4
Total 122 100

Hasil analisa kepatuhan melakukan olahraga menunjukan bahwa separuh lebih


(57.4 %) penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya tidak patuh melakukan
olahraga.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
68

5.3 Analisa Bivariat


Analisa bivariat bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara faktor
pemodifikasi (umur, jenis kelamin, lama menderita sakit, pendapatan, dan
pengetahuan), persepsi (kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan), dan
isyarat bertindak (dukungan keluarga) terhadap kepatuhan melakukan olahraga.
Hasil analisa bivariat dan interprestasi faktor pemodifikasi adalah sebagai
berikut:

5.3.1 Hubungan Faktor Pemodifikasi Dengan Kepatuhan Melakukan


Olahraga Penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Praya

Tabel 5.9
Analisa hubungan umur dengan kepatuhan olahraga penderita DM di wilayah
kerja puskesmas Praya Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Minimum -
Variabel Mean p value
Maksimum
Umur
Patuh 57.67 - 2.574 ; 2.492 0.974
Tidak patuh 57.71

Tabel 5.9 menunjukan bahwa umur rata-rata penderita DM yang patuh melakukan
olahraga adalah 57.67 tahun, sedangkan umur yang tidak rata-rata 57.71 tahun .
Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara umur penderita
DM dengan kepatuhan melakukan olahraga ( p : 0.974).

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
69

Tabel 5.10
Analisa hubungan jenis kelamin, suku, dan pendapatan dengan
kepatuhan olahraga penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya
Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Total OR (95%CI)
Kepatuhan p value

Variabel Tidak n
Patuh %
patuh
n % n %
Jenis Kelamin
(1.176 ;
Perempuan 30 54.5 25 45.5 55 100 2.455 0.026*
5.124)
Laki-laki 22 32.8 45 67.2 67 100
Suku
(0.624 ;
Sasak 33 45.2 40 54.8 73 100 1.303 0.605
2.721
Bukan sasak 19 38.8 30 61.2 49 100
Pendapatan
0.511 ;
Tinggi 32 43.2 42 56.8 74 100 1.000
2.225
Rendah 20 41.7 28 58.3 48 100
Ket : * bermakna pada α 0.05

Tabel 5.10 menjelaskan bahwa proporsi penderita DM yang tidak patuh


melakukan olahraga terbanyak berjenis kelamin laki-laki (67.2%). dibandingkan
dengan penderita DM perempuan (45.5%). Hasil uji statistik Chi Square diperoleh
nilai p = 0.026, maka dapat disimpulkan ada hubungan bermakna antara jenis
kelamin dengan kepatuhan melakukan olahraga. Hasil analisa diperoleh nilai OR=
2.455, artinya penderita DM laki-laki mempunyai peluang 2.45 kali lebih besar
untuk tidak patuh melakukan olahraga dibandingkan penderita DM perempuan.
Hasil analisis lanjut menunjukan bahwa proporsi penderita DM yang tidak patuh
melakukan olahraga terbanyak bukan dari suku sasak (61.2%) dibandingkan suku
sasak (54.8%). Hasil uji Chi Square menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara suku dengan kepatuhan melakukan olahraga (p value : 0.605).

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
70

Hasil analisis hubungan antara pendapatan dengan kepatuhan melakukan olahraga


diperoleh bahwa proporsi penderita DM dengan pendapatan rendah lebih besar
untuk tidak patuh melakukan olahraga (58.3%) dibandingkan penderita DM
dengan pendapatan tinggi (56.8%). Tetapi hasil uji statistik menujukan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan kepatuhan
melakukan olahraga (p value : 1.000).

Tabel 5.11
Analisa hubungan lama menderita sakit, dan pengetahuan dengan kepatuhan
olahraga penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya Lombok Tengah bulan
Juni 2012 (n=122)

Total OR (95%CI)
Kepatuhan p value

Variabel Tidak n
Patuh %
patuh
n % n %
Lama menderita
sakit
(0.727 ;
< 6 bulan 26 48.1 28 51.9 54 100 1.500 0.360
3.094)
≥ 6 bulan 26 38.2 42 61.8 68 100
Pengetahuan
(1.299 ;
Baik 35 53.8 30 46.2 65 100 2.745 0.013*
5.801)
Kurang 17 29.8 40 70.2 57 100
Ket : * bermakna pada α 0.05

Tabel 5.11 menunjukan bahwa proporsi penderita DM yang menderita sakit lebih
dari 6 bulan lebih besar (61.8%) dibandingkan penderita DM yang sakit kurang
dari 6 bulan (51.9%) untuk tidak patuh melakukan olahraga. Hasil uji Chi Square
diperoleh hasil p= 0.360, artinya tidak ada hubungan bermakna antara lama
menderita sakit dengan kepatuhan melakukan olahraga. Tabel 5.11 juga
menunjukan bahwa proporsi penderita dengan pengetahuan kurang lebih banyak
(70.2%) tidak patuh melakukan olahraga dibandingkan penderita DM dengan
pengetahuan baik (46.2%). Hasil uji Chi Square diperoleh hasil p= 0.013, artinya

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
71

ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan melakukan


olahraga. Hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 2.745, artinya penderita DM
yang berpengetahuan kurang mempunyai peluang sebesar 2.745 kali lebih besar
untuk tidak patuh melakukan olahraga dibandingkan dengan penderita DM yang
pengetahuan baik.

5.3.2 Hubungan Faktor Persepsi Dengan Kepatuhan Melakukan Olahraga


Penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Praya

Tabel 5.12
Analisa hubungan persepsi kerentanan dan persepsi keseriusan dengan kepatuhan
melakukan olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya
Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

OR
Kepatuhan Total (95%CI) p value

Variabel Tidak n
Patuh %
patuh
n % n %
Kerentanan
(0.547 ;
Baik 29 43.9 37 56.1 66 100 1.125 0.892
2.312)
Kurang 23 41.1 33 58.9 56 100
Keseriusan
(0.435 ;
Baik 26 41.3 37 58.7 63 100 0,892 0.897
1.829)
Kurang 26 41.1 33 55.9 69 100

Hasil analisis hubungan antara persepsi kerentanan dengan kepatuhan melakukan


olahraga diperoleh hasil bahwa ada 33 (58.9%) penderita DM memiliki persepsi
kurang yang tidak patuh melakukan olahraga. Sedangkan penderita DM yang
memiliki persepsi baik dan tidak patuh melakukan olahraga sebanyak 37 (56.1%).
Hasil uji Chi Square diperoleh hasil nilai p= 0.892, artinya tidak ada hubungan
yang bermakna antara persepsi kerentanan terhadap kepatuhan melakukan
olahraga.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
72

Hasil analisis lanjut menunjukan hasil bahwa proporsi penderita DM dengan


persepsi keseriusan baik lebih besar (58.7%) dibandingkan penderita DM dengan
persepsi keseriusan kurang (55.9%) untuk tidak patuh melakukan olahraga. Hasil
uji Chi Square menunnjukan tidak ada hubungan bermakna antara persepsi
keseriusan dengan kepatuhan melakukan olahraga (p value = 0.897)

Tabel 5.13
Analisa hubungan persepsi manfaat dan hambatan dengan kepatuhan melakukan
olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya Lombok Tengah
bulan Juni 2012 (n=122)

OR
Kepatuhan Total (95%CI) p value

Variabel Tidak n
Patuh %
patuh
n % n %
Manfaat
(0.165 ;
Baik 34 52.3 31 47.7 65 100 0.347 0.016*
0.729)
Kurang 18 31.6 39 68.4 57 100
Hambatan
(1.622 ;
Baik 37 56.1 29 43.9 66 100 3.487 0.002*
7.498)
Kurang 26 41.1 33 55.9 69 100
Ket : * bermakna pada α 0.05

Tabel 5.13 menunjukan bahwa proporsi penderita DM dengan persepsi manfaat


baik lebih besar (52.3%) dibandingkan penderita DM dengan persepsi manfaat
kurang (31.6%) untuk patuh melakukan olahraga. Hasil uji statistik di peroleh
nilai p = 0.016, artinya ada hubungan yang bermakna antara persepsi keseriusan
dengan kepatuhan melakukan olahraga. Hasil analisis didapatkan juga nilai OR =
0.347, artinya penderita DM dengan persepsi manfaat baik berpeluang 0,347
untuk patuh melakukan olahraga.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
73

Tabel 5.13 juga memaparkan bahwa bahwa proporsi penderita DM yang


mempunyai persepsi hambatan kurang lebih besar tidak patuh melakukan olahraga
(73.2%) dibandingkan penderita DM dengan persepsi hambatan baik (43.9). Hasil
uji Chi Square menunjukan ada hubungan bermakna antara persepsi hambatan
dengan kepatuhan melakukan olahraga (p value : 0.002). Hal ini mengidentifikasi
bahwa peluang penderita DM dengan persepsi hambatan kurang sebesar 3.487
kali lebih besar dibandingkan penderita DM dengan persepsi hambatan baik.

5.3.3 Hubungan Faktor Isyarat Bertindak Dengan Kepatuhan Melakukan


Olahraga Penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Praya

Tabel 5.14
Analisa hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan olahraga penderita DM
di wilayah kerja puskesmas Praya Lombok Tengah bulan Juni 2012 (n=122)

Total OR
Kepatuhan p value
(95%CI)
Variabel Tidak n
Patuh %
patuh
n % n %
Dukungan
Keluarga
(2.174 ;
Baik 37 60.7 24 39.3 61 100 4.728 0.000*
10.281)
Kurang 15 24.6 46 75.4 61 100
Ket : * bermakna pada α 0.05

Hasil analisis hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan melakukan


olahraga didapatkan bahwa proporsi penderita DM dengan dukungan keluarga
kurang lebih besar tidak patuh melakukan olahraga (75.4%) dibandingkan
penderita DM yang mempunyai dukungan kelauarga baik ( 39.3%). Hasil uji
statisik diperoleh nilai p = 0.000, artinya ada hubungan antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan melakukan olahraga. Hasil analisis diperoleh juga nilai OR =
4.728), artinya bahwa penderita DM yang mempunyai dukungan keluarga kurang

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
74

berpeluang 4.728 kali untuk tidak patuh melakukan olahrga dibandingkan


penderita DM yang mempunyai dukungan keluarga baik.

5.4 Analisa Multivariat

5.4.1 Pemilihan Kandidat Variabel Multivariat

Pemilihan kandidat variabel yang akan diuji multivariat menggunakan analisa


bivariat dengan cara memasukan semua variabel independen meliputi: umur, jenis
kelamin, suku, pendapatan, lama menderita sakit, pengetahuan, persepsi
kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, dan
dukungan keluarga. Variabel yang diikutkan dalam seleksi kandidat multivariat
yaitu variabel dengan nilai p multivariat lebih kecil dari 0.25. Hasil analisa
bivariat dalam pemilihan kandidat variabel multivariate dapat dilhat pada tabel
5.15 berikut ini:

Tabel 5.15
Hasil analisis bivariat dalam penentuan kandidat multivariat pada faktor
pemodifikasi, faktor persepsi, dan isyarat bertidak terhadap kepatuhan melakukan
olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya, Juni 2012
(n=122)
No Variabel p value
Faktor Pemodifikasi
1 Umur 0.976
2 Jenis kelamin 0.016*
3 Suku 0.481
4 Pendapatan 0.863
5 Lama menderita sakit 0.272
6 Pengetahuan 0.007*
Faktor Persepsi
7 Persepsi kerentanan 0.749
8 Persepsi keseriusan 0.755
9 Persepsi manfaat 0.005*
10 Persepsi hambatan 0.001*
Isyarat Bertindak
11 Dukungan keluarga 0.000*
*masuk seleksi model multivariat (p value < 0.25)

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
75

Tabel 5.12 menunjukan bahwa variabel yang dapat masuk seleksi pada tahap uji
mulivariat meliputi jenis kelamin, pengetahuan, persepsi manfaat, persepsi
hambatan, dan dukungan keluarga. Sedangkan variabel yang tidak bisa ikut pada
tahap uji multivariat adalah variabel umur, suku pendapatan, lama menderita sakit,
persepsi kerentanan, dan persepsi keseriusan, disebabkan karena lima 6 variabel
tersebut mempunyai nilai p value lebih besar dari variabel nilai p value
pembanding (p value > 0.25)

5.4.2 Pemodelan Akhir Multivariat


Hasil analisis uji regreresi logistic berganda dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut
ini

Tabel 5.16
Hasil analisis multivariat jenis kelamin, pengetahuan, persepsi manfaat, persepsi
hambatan, dan dukungan keluarga dengan kepatuhan melakukan olahraga
penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya, Juni 2012 (n=122)

Variabel p OR 95%CI
Jenis kelamin 0.002 5.117 1.799 – 14.55
Pengetahuan 0.033 2.853 1.067- 7487
Persepsi manfaat 0.000 0.120 0.040 – 0.357
Persepsi hambatan 0.001 5.805 2.036–16.552
Dukungan keluarga 0.000 10.047 3.425-29.468
Konstanta - 6.468

Tabel 5.13 menunjukan bahwa semua variabel mempunyai nilai p value kurang
dai 0,05, (p value < 0.05), sehingga semua variabel tersebut merupakan
pemodelan akhir multivariat. Hasil analisis multivariat dapat disimpulkan bahwa
11 variabel independen ternyata ada 5 variabel yang diduga berhubungan dengan
kepatuhan melakukan olahraga penderita yaitu jenis kelamin, pengetahuan,
persepsi manfaat, persepsi hambatan dan dukungan keluarga. Hasil analisis
didapatkan Odd Ratio terbesar adalah dukungan keluarga (OR =10.047), artinya
Dukungan keluarga adalah variabel yang yang dominan berpengaruh terhadap
kepatuhan penderita DM melakukan olahraga di wilayah kerja puskesmas Praya

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
76

Hasil uji multivariat menghasilkan pemodelan sebagai berikut:

Kepatuhan melakukan olahraga = - 6.468 + 5.117 (jenis kelamin) + 2.853


(pengetahuan) + 0.120 (persepsi manfaat + 5.805 (persepsi hambatan) + 10.047
(dukungan keluarga).

Model tersebut diatas menjelaskan bahwa jenis kelamin mempengaruhi kepatuhan


penderita DM melakukan olahraga sebesar 5.117 kali setelah dikontrol oleh faktor
pengetahuan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, dan dukungan keluarga.
Pengetahuan mempengaruhi kepatuhan penderita DM melakukan olahraga sebesar
2.853 kali setelah dikontrol faktor lain. Persepsi manfaat menghambat kepatuhan
penderita DM melakukan olahraga sebesar 0.120 kali setelah dikontrol oleh faktor
lain. Persepsi hambatan mempengaruhi kepatuhan penderita DM dalam
melakukan olahraga sebesar 5.805 kali setelah dikontrol faktor lain.Dukungan
keluarga mempengaruhi kepatuhan penderita DM dalam melakukan olahraga
sebesar 10.047 kali setelah dikontrol oleh jenis kelamin, pengetahuan, persepsi
manfaat dan persepsi hambatan.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
BAB 6
PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai hasil penelitian didapat dan membandingkan dengan
literatur serta hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini, serta
bagian akhir bab ini juga menyajikan keterbatasan dan implikasi penelitian untuk
keperawatan.

6.1 Interpretasi Hasil Penelitian


6.1.1 Faktor Pemodifikasi dan Kepatuhan dalam Melakukan Olahraga

6.1.1.1. Hubungan umur dengan kepatuhan penderita DM melakukan


olahraga
Hasil analisis univariat menunjukan bahwa rerata umur responden adalah 57
tahun, atau termasuk kategori usia dewasa pertengahan (Berman & Sneyder
2012). Califano (1997, dalam Stanhope & Lancaster, 2002) mengemukakan
bahwa umur merupakan salah satu faktor resiko terjadinya masalah kesehatan
seperti penyakit DM. Insiden penyakit DM meningkat seiring dengan
pertambahan umur (Suyono, 2009). Hal ini didukung oleh data dari National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) Amerika Serikat tahun
2010, menunjukan bahwa penderita DM di Amerika Serikat lebih banyak berada
pada umur 60 tahun keatas (26.9%) dibandingkan dengan yang berumur 20 tahun
lebih (11.3%). Rochmah, (2006) menjelaskan bahwa prevalensi penyakit DM
lebih banyak didapatkan pada usia dewasa, dimana pada usia dewasa (30 tahun)
kadar glukosa darah mengalami kenaikan 1 – 2 mg/ tahun pada saat puasa dan
akan naik sekitar 5,6 – 13 mg pada 2 jam setelah makan. Penderita DM di
Indonesia kebanyakan berumur antara 45 sampai 64 tahun (Suyono, 2009).
Berdasarkan laporan tahunan puskesmas Praya tahun 2010 bahwa penderita DM
yang berobat di Puskesmas Praya pada tahun 2010, sebagian besar berada pada
kelompok umur 55 – 59 tahun

77

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


78

Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa rerata umur responden yang patuh
melakukan olahraga adalah 57.67 tahun, sedangkan rerata umur yang tidak patuh
adalah 57.71 tahun. Hal ini menunjukan bahwa rerata umur responden baik yang
patuh maupun tidak patuh melakukan olahraga adalah sama, yaitu 57 tahun,
dimana umur tersebut termasuk kategori dewasa pertengahan (Berman & Sneyder
2012), Hasil analisa statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
umur dengan kepatuhan penderita DM dalam melakukan olahraga (p value 0.974).
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Suhadi, (2011)
mengemukakan bahwa umur mempengaruhi kepatuhan penderita hipertensi usia
lanjut dalam melakukan perawatan hipertensi di wilayah puskesmas Serondol
Semarang.

Umur dewasa pertengahan (57 tahun ) merupakan usia pra lansia, dimana fungsi
dan integrasi mulai mengalami penurunan, kemampuan untuk mobilisasi dan
aktivitas sudah mulai kurang, dan muncul beberapa penyakit yang menyebabkan
status kesehatan menurun (Berman & Sneyder 2012). Kondisi ini mengakibatkan
penurunan motivasi dalam melakukan kegiatan olahraga. Rendahnya status
kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penuranan aktivitas
usia lanjut (Rhodes, Martin, Taunton, Donnelly, & Elliot, 1999). Hal ini di
dukung oleh hasil penelitian Brawley, Rajeski, dan King (2003), mengemukakan
faktor yang mempengaruhi penurunan aktivitas pada orang usia lanjut adalah
kehadiran penyakit kronis, keterbatasan gerak, dan kekuatiran terhadap
munculnya nyeri.

Hasil penelitian diperoleh bahwa ada sebagian responden melakukan kegiatan


olahraga, meskipun berumur 57 tahun atau pra lansia. Kemungkinan faktor
penyebabnya adalah banyaknya waktu luang atau responden tidak bekerja lagi
karena sudah masuk tahap pensiun. Usia pensiun untuk pegawai negeri di
Indonesia adalah 56 tahun (Depdagri 2011). Kondisi pensiun atau tidak bekerja
menyebabkan penderita DM (responden) mengisi waktu luang dengan melakukan
olahraga.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
79

6.1.1.2 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kepatuhan Melakukan Olahraga di


wilayah puskesmas Praya Lombok Tengah

Hasil analisis univariat menunjukan bahwa proporsi responden berdasarkan


jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki (54,9%). Hasil penelitian ini sama dengan
hasil penelitian survey oleh Choi & Shi (2001) terhadap penderita DM di Kanada
yang menunjukan bahwa prevalensi terbanyak adalah laki-laki dibandingkan
perempuan (54% : 46%). Hasil temuan ini didukung oleh hasil survey American
Diabetes Association tahun 2005 menemukan bahwa penderita DM laki- laki
lebih banyak dari perempuan yaitu 10.9% untuk laki-laki dan 9.7 % untuk
perempuan (ADA (2005 dalam Allender, Rector, & Warner, 2010).

Hasil uji bivariat menunjukan bahwa laki-laki lebih banyak tidak patuh
melakukan olahraga (67.2%) dibandingkan dengan perempuan. Hal ini didukung
oleh hasil statistik yang menunjukan ada hubungan bermakna antara jenis kelamin
dengan kepatuhan penderita DM dalam melakukan olahraga (p value 0.026 ; OR :
2.455). Laki –laki mempunyai peluang 2.455 kali untuk tidak patuh melakukan
olahraga dibandingkan perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Didarloo et al, (2011) menyatakan ada hubungan antara
umur dengan aktivitas fisik pada penderita DM di Iran. Jenis kelamin secara
konsisten berpengaruh terhadap kegiatan olahraga, dimana laki-laki mempunyai
tingkat aktivitas olahraga lebih besar dibandingkan perempuan (Dominic &
Morey, 2006), tetapi hasil penelitian ini menunjukan bahwa laki-laki lebih tidak
patuh dibandingkan perempuan.

Kemunkinan faktor penyebabnya adalah laki-laki tidak mempunyai waktu yang


banyak untuk melakukan olahraga. Waktu banyak dihabiskan untuk bekerja,
melakukan kegiatan kemasyarakatan. Menurut Soerjo (2011) bahwa orang laki-
laki suku Sasak sangat menjunjung tinggi kebersamaan dalam menjalankan
kehidupan baik di lingkungan keluarga, kerabat, maupun lingkugan yang luas.
Rasa kebersamaan selalu menjiwai setiap individu dalam menjalani kehidupan

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
80

bersama yang dalam aplikasinya antara lain tercermin dalam wujud kerja sama
atau gotong royong. Kondisi ini menyebabkan kaum laki-laki suku Sasak jarang
melakukan aktivitas olahraga. Kemungkinan faktor lain adalah jenis olah raga
yang dilakukan oleh penderita DM di puskesmas praya adalah olahraga yang lebih
banyak mengarah pada jenis olahraga kebugaran seperti senam, dimana olahraga
jenis ini banyak disenangi oleh kaum perempuan. Hasil wawancara dengan
penanggungjawab program penyakit tidak menular puskesmas praya mengatakan
bahwa olahraga yang biasa dilakukan oleh penderita DM di puskesmas praya
adalah olahraga senam DM.

6.1.1.3 Hubungan suku dengan kepatuhan penderita DM melakukan


olahraga
Hasil analisis univariat menunjukan bahwa penderita DM yang berada di wilayah
kerja puskesmas Praya terbanyak berasal dari suku Sasak (59.4%). Ras/suku
merupakan salah satu faktor resiko penyakit DM (Kemenkes RI, 2008.a).Secara
global etnis suatu kelompok dapat mempengaruhi naik atau turunnya faktor
resiko terjadinya diabetes pada individu. Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Holmes, et al, (2012) menunjukan bahwa ras /suku merupakan faktor penyebab
dominan terhadap angka kejadian DM di Amerika Serikat, dimana ras African
Americans (ras kulit hitam) lebih dominan menderita penyakit DM dibandingkan
ras kulit putih. Hasil penelitian ini menunjukan proporsi terbanyak penderita DM
pada suku Sasak disebabkan karena 90% penderita DM di puskesmas Praya
adalah berasal suku Sasak (Puskesmas Praya, 2010).

Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa penderita DM dari suku Sasak lebih
patuh melakukan olahraga (45.2%) dibandingkan suku lain (38.8). Suku minoritas
yang mengalami penyakit kronis mempunyai perilaku aktivitas rendah.
Dibandingan suku mayoritas. Hasil analisa statisrik juga menunjukan bahwa tidak
ada hubungan bermakna antara suku dengan kepatuhan penderita DM dalam
melakukan olahraga (p value 0.605). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
hasil penelitian Barnes, Moris, dan Kaufusi (2004) mengatakan ada perbedaan
perilaku kepatuhan antara pasien DM suku Tongan dan suku dari Eropa di

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
81

Selandia Baru, dimana suku Tongan memiki perilaku kontrol kesehatan yang
rendah dibandingakan pasien dari suku Eropa. Perbedaan hasil temuan ini,
kemungkinan faktor penyebab adalah alkulturasi suku , yaitu pembauran suku
yang satu dengan suku yang lain, melahirkan kesatuan baru dengan nilai norma
dan budaya yang berbeda, seperti sikap tidak tidak mendukung dan tidak peduli
satu sama lain.

6.1.1.4 Hubungan pendapatan dengan kepatuhan Penderita DM melakukan


olahraga
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar penderita DM di wilayah kerja
puskesmas Praya mempunyai pendapatan tinggi atau diatas Upah Minimum
Regional (UMR). Pendapatan sangat berkaitan dengan umur, artinya bila individu
berada pada usia pruduktif, maka kemungkinan individu tersebut memperoleh
pendapatan tinggi. Penelitian in diperoleh bahwa rata –rata usia responden adalah
57 tahun, dimana usia ini termasuk kategori umur produktif dan tenaga masih
kuat untuk bekerja untuk menghasilkan pendapatan. Berdasarkan laporan dari
puskesmas Praya bahwa penderita DM yang berobat sebagian besar menggunakan
fasilitas askes, hal ini menunjukan bahwa penderita DM yang berobat di
puskesmas Praya adalah pegawai negeri dengan pendapatan rata-rata diatas Rp.
1000.000.

Hasil analisa bivariat menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan
dengan kepatuhan penderita DM dalam melakukan olahraga (p value 1.000). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Suhadi, (2011) menyatakan tidak ada
hubungan antara usia dengan kepatuhan penderita hipertensi usia usia lanjut
dalam melakukan perawatan hipertensi di wilayah puskesmas Serondol Semarang.
Tetapi hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Hanson dan Chen,
(2007) mengatakan ada hubungan antara pendapatan dengan perilaku kesehatan,
dimana pendapatan berhubungan denagan perilaku kesehatan orang dewasa.
Dimana individu dengan status ekonomi (pendapatan rendah) memungkinkan
mempunyai perilaku kesehatan yang rendah pula , seperti kurang aktivitas fisik,
dan perilaku merokok yang berlebihan.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
82

Kemungkinan faktor penyebab dari perbedaan hasil dengan penelitian ini adalah
faktor dukungan keluraga. Hasil penelitian diperoleh bahwa hanya (50%)
penderita DM mendapat dukungan dari keluarga untuk melakukan olahraga,
berarti masih ada sepauh yang tidak mendukung penderita DM melakukan
olahraga, Meskipun mempunyai pendapatan tinggi, kurang dukungan keluarga
dapat menurunkan motivasi dalam melakukan olahraga.

6.1.1.4 Hubungan lama sakit dengan kepatuhan penderita DM dalam


melakukan Olahraga

Hasil penelitian menunjukan bahwa 55.7% penderita DM di wilayah kerja


puskesmas Praya menderita penyakit DM lebih dari 6 bulan. Populasi penderita
DM merupakan populasi penderita penyakit kronis (PERKENI, 2011). Sedangkan
batasan kronis adalah mengacu pada lamanya proses perjalanan penyakit yaitu
lebih dari 6 bulan (Stanhope & Lancaster, 2004).

Hasil statistik menyatakan tidak ada hubungan antara lama menderita sakit
dengan kepatuhan penderita DM dalam melakukan olahraga (p value 0.360). Hasil
penelitian sejalan dengan hasil penelitian Suhadi (2011) tentang kepatuhan
penderita hipertensi usia lanjut dalam melakukan tindakan keperawatan hipertensi.
Hal ini menunjukan bahwa durasi menderita penyakit, tidak mempengaruhi
perilaku kesehatan individu. Kemungkinan faktor penyabab adalah faktor
psikologis yang dialami oleh penderita DM. Soegondo, Soewondo, & Subekti,
(2009) mengemukakan bahwa individu yang terdiagnosa menderita penyakit DM
baik lama maupun baru mempunyai emosi yang sama, yaitu sikap menyangkal,
marah, dan rasa cemas.

Faktor lain adalah durasi menderita DM. Penderita DM yang mengalami sakit lama
mengalami kejenuhan dan beresiko terjadinya komplikasi. Diabetes Melitus (DM) selain
dikenal sebagai penyakit, juga dikenal sebagai faktor resiko. Penderita dengan durasi
menderita penyakit DM lebih dari 6 bulan mengalami kecendrungan komplikasi baik
akut yaitu hipoglikemi dan kronis yaitu penyakit jantung, pembuluh darah, gagal ginjal,

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
83

gangguan penglihatan, impotensi, ulkus pada kaki, dan gangren (Kemenkes RI, 2008.c).
Hal ini didukung oleh penelitian Manderson, Kokanovic, Klimidis (2005)
membuktikan bahwa 40% penderita DM tipe 2 kelompok imigran yang tinggal
di Melbourne mengalami gangguan sirkulasi, 63.3% gangguan pada mata, 26,7%
gangguan jantung, 6,7% mengalami stroke, gangguan ginjal dan masalah pada
kaki. Kondisi komplikasi dengan penurunan kondisi fisik dapat menurunkan motivasi
untuk melakukan aktivitas/olahraga

6.1.1.5 Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penderita DM dalam


melakukan olahraga

Hasil analisis univariat menunjukan bahwa sebagian besar (83,3%) penderita


DM di wilayah kerja puskesmas Praya mempunyai pengetahuan baik tentang
olahraga. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengideraan terhadap suatu obyek. Pengetahuan seseorang dapat
dipengaruhi oleh faktor internal: intelegensia, minat, dan kondisi fisik, faktor
eksternal; keluarga, masyarakat, sarana; faktor pendekatan belajar: strategi dan
metode pembelajaran (Notoatmojo, 2010). Hurlock (2002) mengemukakan
bahwa pengetahuan yang luas akan lebih baik jika seseorang berada di perkotaan
dibandingkan di pedesaan. Kondisi responden yang sebagian besar tinggal di kota
Praya, yaitu ibukota Kabupaten Lombok Tengah memungkin responden mudah
memperoleh dan mengakses informasi tentang penyakit DM yang bisa
meningkatkan pengetahuan.

Hasil analisis bivariat menubjukan bahwa penderita DM berpengetahuan kurang


lebih banyak (70.2%) untuk tidak patuh dibandingkan penderita DM
berpengetahuan kurang. Hal ini didukung dengan hasil uji statistik menunjukan
ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan melakukan
olahrga (p value 0.01) Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wahyudi,
(2011) mengatakan ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan
melaksanakan diet pada pasien DM di RSUD Nganjuk.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
84

Dalam teori WHO, dijelaskan bahwa penegetahuan dipengaruhi oleh pengalaman


seseorang, faktor diluar orang tersebut (lingkungan), baik fisik maupun non fisik
dan sosial budaya. Pengalaman diperoleh dipersepsikan, diyakini, sehingga
menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya menjadi perilaku
(Notoatmojo, 2010). Penderita DM mempunyai pengetahuan baik dalam
penelitian ini kemungkinan disebabkan karena faktor umur responden. Hasil
penelitian menunjukan bahwa umur responden terbanyak berada pada usia
dewasa . Pada usia dewasa biasanya mempunyai pengalaman yang banyak dalam
kehidupan, lebih banyak mendampatkan informasi, memahami suatu obyek lebih
cepat, dan mengaplikasi sesuatu dalam bentuk perilaku lebih mudah.

Hasil penelitian juga ditemukan bahwa rata-rata responden menderita penyakit


lebih dari 6 bulan. Durasi atau lama menderita suatu penyakit juga dapat
mempengaruhi besarnya pengalaman tentang penyakit, yang akhirnya juga
mempengaruhi pengetahuan tentang penyakit tersebut. Disamping itu petugas
kesehatan berperan aktif memberikan informasi dan edukasi terhadap penderita
DM. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala puskesmas Praya mengatakan
bahwa puskesmas Praya mempunyai program pembinaan yang diperuntukan bagi
penderita DM dengan kegiatan rutin per bulan adalah pengobatan dan edukasi.

6.1.2 Faktor Persepsi dengan Kepatuhan


6.1.2.1 Hubungan persepsi kerentanan dengan kepatuhan penderita DM
melakukan olahraga

Hasil analisis univariat menunjukan bahwa sebagian besar penderita DM di


wilayah kerja puskesmas Praya mempunyai persepsi kerentanan baik (54.1%),
artinya sebagian besar penderita DM merasakan adanya resiko atau bahaya yang
bisa terjadi dengan penyakitnya. Hasil analisa statistik menunjukan bahwa tidak
ada hubungan antara persepsi kerentanan dengan kepatuhan penderita DM dalam
melakukan olahraga (p value 0.892) . Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
konsep yang dikemukan Rosenstock, (2004 dalam Champion & Skinner, 2008)
pada struktur model HBM yang menjelaskan bahwa jika persepsi kerentanan atau

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
85

persepsi terhadap resiko seseorang baik, maka akan menyebabkan munculnya


perilaku pencegahan terhadap resiko juga akan besar. Persepsi kerentanan sangat
penting dalam memotivasi perilaku dimana persepsi kerentanan tinggi akan lebih
memotivasi seseorang untuk melakukan suatu tindakan dibandingkan yang
mempunyai persepsi kerentanan rendah.

Persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan yang


diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan (Notoadmodjo,
2010). Dominan hasil persepsi kerentanan baik pada hasil penelitian ini
disebabkan karena sebagian besar responden memperoleh banyak informasi
tentang penyakit DM dan rata-rataresponden menderita penyakit DM lebih dari 6
bulan. Durasi yang lama menderita penyakit, maka semakin banyak pengalaman-
pengalaman tentang penyakit dan ditafsikan dalam bentuk persepsi. Faktor yang
berperan dalam pembentukan persepsi adalah kognitif, kepribadian dan budaya
yang dimiliki oleh seseorang (Notoadmodjo, 2010). Kemungkinan faktor lain
adalah faktor budaya , dimana kepribadian suku Sasak adalah penurut dan
menempatkan tokoh agama menjadi panutan bagi masyarakat. Informasi dan
anjuran yang diberikan oleh tenaga medis tidak banyak diperhatikan dan
dilaksanakan dibandingkan anjuran yang disampaikan oleh pemuka agama.

Menurut teori perilaku terencana bahwa diantara berbagai keyakinan yang


akhirnya menentukan intesi dan perilaku adalah keyakinan mengenai tersedia dan
tidaknya kesempatan dan sumber (Ajzen, 1988, dalam Azwar 2011). Stanhope
dan Lancaster, (2004) juga mengemukakan bahwa populasi DM sebagai
kelompok rentan dapat di jelaskan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor
resource limitation (keterbatasan sumber) yaitu ketidakadekuatnya sumber sosial
dan ekonomi individu. Ketidakadekuat sumber sosial yaitu tidak adanya
dukungan sosial baik dari keluarga, masyarakat. Berdasarkan pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa individu mengadopsi suatu perilaku tidak sepenuhnya
dipengaruhi oleh suatu keyakinan atau persepsi tetapi ada faktor lain memotivasi
individu untuk mengadopsi perilaku seperti tersedianya sumber. diantaranya
sumber sosial, yaitu dukungan baik dari keluarga maupun dari lingkungan sosial.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
86

Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi kerentanan baik, Tetapi kepatuhan


melakukan olahraga kurang. Hal ini disebabkan karena faktor dukungan
keluarga kurang, sehingga sebagian besar penderita DM tidak patuh melakukan
olahraga. Keterbatasan sumber sosial pada penderita DM di Praya juga dapat
ditemukan dari hasil wawancara dengan kepala puskesmas mengatakan bahwa
belum ada wadah atau kelompok (support group dan self help group) yang
mengkoordinasi penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya.

6.1.2.2 Hubungan persepsi keseriusan dengan kepatuhan penderita DM


melakukan olahraga

Hasil penelitian menunjukan bahwa 51.6% penderita DM di wilayah kerja


puskesmas Praya mempunyai persepsi keseriusan baik. Persepsi keseriusan selalu
didasari dari informasi medis, pengetahuan atau besarnya masalah yang dihadapi
oleh individu (Brown, 1999 dalam Champion & Skinner, 2008). Persepsi
keseriusan baik pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas disebabkan
karena banyaknya informasi tentang penyakit DM yang diperoleh responden
terutama dari petugas kesehatan. Penanggungjawab program penyakit tidak
menular puskesmas Praya mengatakan bahwa setiap pasien DM yang berobat ke
puskesmas langsung diberikan edukasi dan setiap bulan penderita DM juga
mendapatkan program pengontrolan gula darah dan edukasi tentang manajemen
DM. Hasil Laporan puskesmas Praya (2011) bahwa 10% dari jumlah penderita
DM yang berobat di puskesmas mempunyai komplikasi, sehingga kondisi ini
menyebabkan persepsi keseriusan penderita DM baik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak hubungan antara persepsi keseriusan


dengan kepatuhan penderita DM dalam melakukan olahraga (p value 0.897). Hasil
ini berbeda dengan konsep HBM yang mengatakan bahwa persepsi keseriusan
merupakan kepercayaan individu terhadap keseriusan penyakit yang dihadapi.
Notoadmojo, (2011) mengemukakan persepsi sehat sakit yang terjadi
dimasyarakat dapat digambarkan kedalam empat area, salah satunya diantaranya

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
87

adalah pada area 2, yaitu tentang konsep sehat dalam konteks masyarakat.
Masyarakat menganggap sehat adalah orang yang dapat bekerja atau menjalankan
pekerjaannya sehari-hari. Sedangkan sakit, suatu kondisi dirasakan oleh
seseorang, dimana individu tidak bisa bangkit dari tempat tidur, dan tidak dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari.

Kemungkinan faktor penyebab ketidakpatuhan melakukan olahraga penderita


DM adalah sebagian besar responden mempunyai persepsi sakit dalam konteks
masyarakat, yaitu kondisi sakit adalah kondisi dimana individu tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari. Sehingga responden merasa sehat dan
mengabaikan anjuran untuk melakukan olahraga dari tenaga medis,

6.1.2.3 Hubungan persepsi manfaat dengan kepatuhan penderita DM dalam


melakukan olahraga

Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi manfaat terbanyak penderita DM di


wilayah kerja puskesmas praya adalah persepsi manfaat baik (53.3%), artinya
Penderita DM menyadari manfaat yang besar dari olahraga terhadap penyakit
yang diderita. Hasil uji bivariat menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara persepsi manfaat dengan kepatuhan dalam melakukan olahraga (p value
0.008). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hays dan Clark (1999)
menyatakan ada hubungan persepsi manfaat penderita DM dengan perilaku
olahraga pada usia lanjut African American di Mempis Amerika Serikat..

Notoadmojo (2010) mengemukakan perilaku merupakan suatu respon seseorang


terhadap rangsangan. Respon dapat berbentuk respon pasif, yaitu respon yang
terjadi didalam diri manusia, dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang
lain seperti berpikir, sikap dan pengetahuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
persepsi manfaat penderita DM baik, namun tetapi perilaku tidak patuh.
Persepsi penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya kemungkinan berada
area persepsi respon pasif atau belum bisa diwujudkan dalam tindakan.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
88

6.1.2.4 Hubungan persepsi hambatan dengan kepatuhan dalam melakukan


Olahraga

Hasil penelitian menunjukan bahwa penderita DM di wilayah kerja puskesmas


Praya memiliki persepsi hambatan baik (54%), artinya penderita DM di
puskesmas praya itu menganggap hambatan untuk melakukan olahraga itu adalah
kecil. Penelitian ini diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara
persepsi hambatan dengan kepatuhan (p value : 0.002 ). Hal ini sesuai dengan
penelitian Trost, Owen, Bauman dan Salis, (2002) bahwa persepsi hambatan
mempunyai hubungan yang kuat tehadap kepatuhan dalam olahraga. Hasil
penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Davila, (2010) tentang
kepatuhan kepatuhan penderita DM usia dewasa di Puerto Rico. Rosenstock,
(2004 dalam Champion & Skinner, 2008) mengemukakan bahwa indivividu
dalam mengadopsi perilaku baru, individu membutuhkan kepercayaan akan
besarnya manfaat yang diperoleh, dan kepercayaan akan adanya hambatan yang
menghalangi adopsi perilaku.

6.1.3 Isyarat Bertindak dengan Kepatuhan

6.1.3.1 Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan penderita DM


dalam melakukan olahraga

Hasil Penelitian menunjukan bahwa dukungan keluarga pada penderita DM


untuh patuh melakukan olahraga di wilayah kerja puskesmas Praya seimbang,
yaitu separuh (50%) dukungan keluarga baik dan 50% memperoleh dukungan
keluarga kurang. Dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi selama masa
hidup dengan sifat dan tipe dukungan yang bervariasi meliputi dukungan
emosional, dukungan informasional, dukungan instrumental dan dukungan
penilaian (Friedman, 2010). Dukungan tersebut membentuk satu kesatuan
dukungan keluarga terutama bagi anggota keluarga yang mempunyai masalah
kesehatan seperti diabetes melitus.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
89

Dukungan keluarga bagi penderita DM dibuktikan dengan kepatuhan keluarga


untuk mengikuti regimen pengobatan, salah satuntya adalah olahraga. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa keluarga yang berperan sebagai caregivers
ternyata mampu memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan. Menurut Friedman 2010, salah satu fungsi afektif keluarga
adalah saling asuh, artinya keluarga berfungsi sebagai tempat singgah kehangatan
dan dukungan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara


dukungan keluarga dengan kepatuhan penderita DM melakukan olahraga (p value
0.00). Hasil penelitian ini sesuai dengan dengan hasil penelitian Pereira, Cross,
Almeida , & Machado, (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
dukungan keluarga dengan kepatuhan mengikuti terapi pada anak penderita DM
di Portugal.

Hasil penelitian menunjukan bahwa lama menderita sakit respondent terbanyak


adalah lebih dari 6 bulan, artinya sebagian besar responden mengalami masalah
kesehatan kronis. Horner, (1997) mengemukakan bahwa keberadaan penyakit
kronis pada keluarga merupakan sumber stressor keluarga, sehingga keluarga ikut
berperan dalam mengatasi hal tersebut. Keluarga menjadi sangat penting terutama
memberikan dukungan bila salah satu anggota mengalami penyakit kronis. Model
perawatan penyakit kronik pada keluarga memandang bahwa kondisi kronik
merupakan suatu kondisi yang membutuhkan dukungan untuk mencapai
manajemen diri penderita dengan baik (Kaakinen, Duff, Coehlo, & Hanson,
2010).

Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (2010) bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah kelas sosial ekonomi. Kelas
sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan. Dalam keluarga kelas
menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada,
sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau
otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
90

dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan
kelas sosial bawah. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar penderita
DM mempunyai pendapatan tinggi. Hal ini bisa berarti keluarga mempunyai
berada pada tingkat dukungan afeksi atau keterlibatan yang tinggi terhadap
anggota keluarga lain
.
6.1.4 Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kepatuhan Penderita DM dalam
Melakukan Olahraga

Penelitian ini memperoleh hasil bahwa, penderita DM di wilayah puskesmas


Praya sebagian besar (57.4%) tidak patuh melakukan olahraga. Hasil uji
multivariat menunjukan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor yang
dominan terhadap kepatuhan penderita DM melakukan olahraga di wilayah kerja
puskesmas Praya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anggina,
Hamzah, Pandith, (20101) menyatakan ada hubungan antara dukungan sosial
keluarga dengan kepatuhan pasien DM dalam melaksanakn diet di poli penyakit
dalam RSUD Cibabat Cimahi. Menurut Cohern dan Syme (1996 dalam
Friedman 2010) , dukungan sosial keluarga merupakan keadaan yang bagi
individu yang diperoleh dari orang lain sehingga orang lain tahu ada oaring lain
yang memeperhatikan, menghargai dan mencintainyan

Kurt Lewin (1951 dalam Azwar, 2011) merumuskan suatu model hubungan
perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan
lingkungan. Karakteristik individu meliputi motif, nilai-nilai, dan sikap interaksi
satu sama lain dan berinteraksi pula dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan
memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku.

Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2 sumber dukungan
keluarga yaitu natural dan artifisal. Dukungan keluarga yang natural diterima
seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara spontan dngan orang
yang berbeda disekitarnya. (anak, istri, suami). Sedangkan dukungan keluarga

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
91

artificial adalah dukungan yang dirancang dalam kebutuhan primer misalnya


dukungan keluarga akibat bencana.

Dominan faktor dukungan keluarga yang mempengaruhi kepatuhan dalam


melakukan olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas praya
disebabkan: Usia rata –rata responden adalah 57 tahun, termasuk usia usia dewasa
pertengahan atau usia pra lansia. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap faktor
psikologis yang stabil dan penurunan fungsi sehingga keluarga merasa perlu
memberikan dukungan positif terhadap anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan (penyakit DM)

Hasil penelitian menunjukan 55,7% responden menderita lebih dari 6 bulan.


Mengingat lamanya pasien menderita DM, biasanya hal ini memungkinkan
keluarga merasa jenuh untuk memberkan informasi tentang penyakitnya atau
memberikan saran untuk melakukan olahraga. Keluarga sudah kurang
bersemangat untuk memberikan dukungan emosianal, yaitu memberikan
dukungan moril untuk melakukan olahraga, atau keluarga sudah kurang
bersemangat untuk menyiapkan saran dan prasarana yang dibutuhkan oleh
penderita DM dalam melakukan olahraga (dukungan instrumental)

6.2 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
6.2.1 Lokasi penelitian yang luas
Penelitian ini mengambil lokasi di area komunitas (masyarakat) yaitu di kota
praya dengan demografi yang luas (9 kelurahan.), jarak antara kelurahan yang
satu dengan kelurahan lain cukup jauh atau distribusi tempat tinggal responden
tersebar jauh. sehingga peneliti membutuhkan waktu yang lama dalam proses
pengumpulan data.

6.2.1 Variabel penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan model HBM, dimana variabel-variabel
yang dipakai terbatas pada komponen yang ada pada model tersebut. Variabel

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
92

pada penelitian ini lebih didominasi oleh variabel persepsi, Sedangkan untuk
mendiskripkan hasil temuan diperlukan variabel – variabel lain seperti
pekerjaan, pendidikan yang tidak ada dalam komponen HBM. Kondisi ini
menyulitkan peneliti dalam menjastifikasi hasil penelitian.

6.3 Implikasi Hasil Penelitian


6.3.1 Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemungkinan faktor yang mempengaruhi
kepatuhan penderitan DM. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepatuhan
penderita DM dalam melakukan olahraga dipengaruhi oleh faktor dukungan
keluarga, pengetahuan, persepsi manfaat dan persepsi hambatan. Hasil temuan ini
menjelaskan bahwa dukungan keluarga yang, pengetahuan dan persepsi baik
perlu ditingkatkan pada penderita DM dalam upaya mengadopsi perilaku sehat.

Implikasi hasil penelitian ini terhadap pelayanan keperawatan, khususnya


keperawatan komunitas adalah temuan ini dapat dijadikan sumber atau acuan
dalam inovasi pengembangan intervensi keperawatan komunitas khususnya
penanggulangan penyakit DM. Perawat komunitas dapat mengembangkan
berbagai strategi intervensi keperawatan dalam meningkatkan kepatuhan penderita
DM seperti pendidikan kesehatan dan pemberdayaan keluarga. Perawat komunitas
harus memperhatikan keluarga sebagai pendukung perawatan pada setiap
intervensi yang diberikan. Perawat komunitas juga dapat mengembangkan
program perkesmas melalui kegiatan kunjungan rumah (home visit) dalam
mengatasi masalah kesehatan di masyarakat. Melalui kunjungan rumah, perawat
dapat memberikan perawatan langsung pada individu yang mengalami masalah
kesehatan, dan melibatkan keluarga dalam perawatan dengan cara pemberian
informasi tentang masalah kesehatan terjadi, dan mengajarkan keluarga tentang
cara perawatan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

Hasil penelitian ini, juga dapat memberikan implikasi pada instansi kesehatan,
yaitu Dinas kesehatan dan Puskesmas, dalam upaya mengatasi dan meningkatkan

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
93

kesehatan masyarakat. Hasil penelitian ini bagi Dinas Kesehatan dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan –kebijakan pelayanan
kesehatan masyarakat seperti kebijakan terhadap program perkesmas, yang
diupayakan menjadi program wajib di puskesmas. Puskesmas sebagai ujung
tombak pelayanan kesehatan di masyarakat dapat meningkatkan dan
mengembangkan kegiatan puskesmas di luar gedung seperti kunjungan rumah,
posyandu dan kegiatan posbindu, serta peningkatan kesehatan keluarga.

6.3.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan Komunitas


Hasil penelitian menunjukan bahwa dukungan keluarga adalah faktor yang
dominan yang mempengaruhi kepatuhan penderita DM dalam melakukan
olahraga. Hasil temuan ini memberikan implikasi terhadap keperawatan keluarga
sebagai enty point asuhan keperawatan pada komunitas. Starategi pembelajaran
keperawatan komunitas harus dibarengi dengan asuhan keperawatan keluarga
melalui pemberdayaan keluarga dan membentuk kelompok-kelompok kesehatan
sebagai pendukung seperti self help group.

Temuan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pengembangan penelitian
selanjutnya terutama penelitian yang berkaitan jenis dukungan keluarga yang
berperan dalam kepatuhan penderita penyakit kronis , khususnya DM

6.3.1 Masyarakat dan Penderita DM.


Hasil penelitian ini dapat menjadi motivasi bagi masyarakat dan penderita DM
khususnya untuk membentuk kelompok dukungan sosial di masyarakatl seperti
kelompok swabantu, dan kelompok peduli kesehatan (support group) dan
posbindu yang mempunyai tujuan membantu masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatan.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini disampaikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran rekomendasi
penelitian

7.1 Simpulan
Mengacu pada hasil penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
7.1.1 Faktor pemodifikasi (modifying factors) penderita DM di wilayah kerja
puskesmas Praya adalah sebagai berikut:
Rata-rata umur penderita DM adalah 57.70 tahun. Jenis Kelamin terbanyak
adalah laki-laki, sebagian besar berasal dari suku Sasak. berpenghasilan
tinggi, lama menderita sakit terbanyak adalah lebih dari 6 bulan,
pengetahuan tentang olahraga sebagian besar mempunyai pengetahuan
baik.
7.1.2 Faktor pesepsi penderita DM di wilayah puskesmas Praya meliputi:
Persepsi kerentanan dan keseriusan penderita DM terhadap penyakit baik,
persepsi manfaat dan hambatan terhadap olahraga juga baik.
7.1.3 Isyarat bertindak yaitu dukungan keluarga menunjukan bahwa dukungan
keluarga yang diperoleh penderita DM seimbang, separuh memperoleh
dukungan keluarga baik, dan separuh memperoleh dukungan keluarga
kurang
7.1.4 Kepatuhan penderita DM melakukan olahraga terbanyak adalah tidak
patuh
7.1.5 Tidak ada hubungan antara umur dengan kepatuhan dalam melakukan
olahraga penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya
7.1.6 Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan dalam melakukan
olahraga penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya (p value =
0.026 ; OR: 1.500) .
7.1.7 Tidak ada hubungan antara suku dengan dengan kepatuhan melakukan
olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya

94
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
95

7.1.8 Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan kepatuhan melakukan


olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya
7.1.9 Tidak ada hubungan antara lama menderita sakit dengan kepatuhan
melakukan olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya
7.1.10 Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan melakukan olahraga
pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya (p value = 0.013 ;
OR: 2.745).
7.1.11 Tidak ada hubungan antara persepsi kerentanan dengan kepatuhan
melakukan olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya
7.1.12 Tidak ada hubungan antara persepsi keseriusan dengan kepatuhan
melakukan olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya
7.1.13 Ada hubungan antara persepsi manfaat dengan kepatuhan melakukan
olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya (p value =
0.016 ; OR: 0.347)
7.1.14 Ada hubungan antara persepsi hambatan dengan kepatuhan melakukan
olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya (p value =
0.002 ; OR: 3.487)
7.1.15 Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan melakukan
olahraga pada penderita DM di wilayah kerja puskesmas Praya (p = 0.000
; OR: 4.728).
7.1.16 Dukungan keluarga adalah faktor yang dominan berhubungan dengan t
kepatuhan penderita DM dalam melakukan olahraga di wilayah kerja
puskesmas Praya (OR =10.047).

7.2 Saran
Terkait dengan simpulan hasil penelitian, beberapa hal yang dapat disarankan
demi keperluan pengembangan dari hasil penelitian ini adalah :
7.2.1 Instansi Kesehatan
7.2.1.1 Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah
Dinas kesehatan diharapkan mengeluarkan kebijakan tentang pembentukan
kelompok-kelompok dukungan sosial di setiap puskesmas seperti kelompok
penderita DM, kelompok penderita hipertensi. Puskesmas diberi tanggungjawab

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
96

untuk pembinaan terhadap kelompok yang dibentuk. Dinas Kesehatan juga


diharapkan untuk mengeluarkan kebijakan tentang pelaksanaan program
perkesmas sebagai upaya wajib di setiap puskesmas.

7.2.1.2 Puskesmas Praya/ perawat komunitas dan keluarga


Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan puskesmas, khususnya puskesmas
Praya Lombok Tengah hendaknya meningkatkan kegiatan pelayanan diluar
gedung seperti kegiatan posbindu, posyandu, dan kunjungan rumah. Perawat
puskesmas sebagai perawat komunitas dan keluarga hendaknya melibatkan
keluarga dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada masyarakat. Keluarga
selalu diberikan informasi kesehatan, diajarkan cara merawat anggota keluarga
yang mengalami masalah kesehatan. Puskesmas juga hendaknya tetap
menjalankan dan mengalokasikan dana untuk kegiatan program perkesmas, yang
bentuk kegiatanya adalah home visit. Puskemas juga memprakarsai terbentuknya
kelompok swadaya kesehatan seperti kelompok dukungan kesehatan (support
group)
.
7.2.2 Bagi Pengembangan Ilmu
Peneliti menyarankan kepada institusi keperawatan mengembangkan strategi
intervensi keperawatan komunitas seperti pemberdayaan, pendidikan kesehatan
dalam praktek mahasiswa dilapangan. Pengajaran tentang asuhan keperawatan
keluarga ditingkatkan dan diaplikasikan secara langsung dilapangan.

7.2.3 Bagi Penelitian selanjutnya


Hasil penelitian ini baru mendapatkan gambaran tentang faktor yang
mempengaruhi kepatuhan penderita DM dalam melakukan olahraga, dimana
dukungan keluarga merupakan faktor yang dominan. Hasil penelitian ini
hendaknya ditindak lanjuti dengan penelitian tentang jenis-jenis dukungan
keluarga yang dapat meningkatkan kepatuhan penderita DM dalam melakukan
olahraga

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
97

Peneliti juga menyarankan bahwa dalam melaksanaan penelitian dengan lokasi


penelitian komunitas yang luas, hendaknya mempertimbangkan dengan tepat wktu
pelaksanaan penelitian, mengenal dengan baik lokasi penelitian, dan sumber-
sumber yang dapat membantu penelitian.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA

Aday, L. A. (2001). At risk in America (2nd ed.). San Francisco: John Wiley &
Sons.

Allender J.A, Rector C,Warner K . (2010). Community Health Nursing; Prmoting


and Protecting the Public's Health, 7th Edition. Philadelphia:Lippincott
Williams & Wilkins

Alwan. (2009). Global strategies for the Prevention od Diabetes and Other
Noncommunicable diseases, Wold Health Organization: United State of
America

American Diabetes Association (2008). Standards of medical care in diabetes-


2008. Diabetes Care, 31, S12-S54.

American Diabetes Association (2010). Standards of Medical Care in Diabetes-


2010. Diabetes Care, 33, S11-S61.

Ammann G. (2010). Adherence. http://www.performanceforsport.com.diakses


tanggal 29 April 2012.

Anderson, E. T., & McFarlane, J. (2010). Community as partner : theory and


practice in nursing. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott
Williams & Wilkins.

Andrus, M., Leggett-Frazier, N. & Pfeifer, M. A. (2003). Chronic complications


of diabetes: an overview. In M. J. Frank (Ed.), A core curriculum for
diabetes education, diabetes and complications (pp. 45-64). Chicago:
American Association of Diabetes Educator.

Arikunto, S. (2001). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Azwar S., (2011). Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta;


Pustaka Pelajar.

Barnes L, Moris M, Kaufusi M. (2004). Illness belief and adherence in Diabetes


Mellitus: comparison between Tongan and European patient

Barnes P.M, Schoenborn C.A.(2003).Physical Activity Among Adults: United


States 2000. Advance Data From Vital and Health Statistics; no. 333.
Hyattsville, MD: National Center for Health Statistics

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Barnes P.M., Schoenborn C.A. (2000).Physical Activity Among Adults: United
States.Advance Data From Vital and Health Statistics; no. 333.
Hyattsville, MD: National Center for Health Statistics;

Belza B, Topolski T, Kinne S, Patrick D.L., Ramsey S.D. (2002) Does adherence
make a difference? Results from a community-based aquatic exercise
program. Nurs Res.;51(5):285–291.

Billings J, Zeitel L, Lukomnik J, Carey T, Blank A, Newman L. (1993) Impact of


socioeconomic status on hospital use in New York City. Health Aff
(Millwood).;12: 62–173.

Boulé, N. G., Haddad, E., Kenny, G. P., Wells, G. A. & Sigal, R. J. (2001).
Effects of exercise on glycemic control and body mass in type 2 diabetes
mellitus: a meta-analysis of controlled clinical trials. The Journal of the
American Medical Association, 286(10), 1218-27.

Boulé, N. G., Kenny, G. P, Haddad, E., Wells, G. A. & Sigal, R. J. (2003). Meta-
analysis of the effect of structured exercise training on cardiorespiratory
fitness in Type 2 diabetes mellitus. Diabetologia, 46(8), 1071-81.

Brawley L.R., Rejeski W.J., King A.C. (2003) Promoting physical activity for
older adults:the challenges for changing behavior. Am J Prev
Med.;25:172–183

Broadbent E, Donkin L, Stroach J, C.(2011). Illness and Treatment Perception are


Associated to Adherenceto medication, diet, and exercise. In diabetic
patien. Diabetes care. 34; 338:340

Brownson R.C, Eyler A.A, King A.C, Brown D.R, Shyu Y.L, Sallis J.F.
(2000).Patterns and correlates of physical activity among US women 40
years and older. Am J Public Health.;90:267–270.

Canadian Diabetes Association Clinical Practice Guidelines Expert Committee


(2008). Canadian Diabetes Association 2008 clinical practice guidelines
for the prevention and management of diabetes in Canada. Canadian
Journal of Diabetes, 32, S1-S201.

Champion, & Skinner.(2008). The Health Belif Model. Jossey-Bass. San


Fransisco.

Chesnay M.D, Anderson B. A, (2008). Caring for the Vulnerable ; Perspectives


in Nursing Theory, Practice, and Research.Jones and Bartlett Publishers;
Canada

Cho K.L., Chi I. (2005). Functional Disability Related to Diabetes mellitus in


Older Hong Kong. Chinese Adults. Gerontology , 51:334–339

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Choi B.C.K., Shi F. (2001) Risk faktor for diabetes melitus by age and sex: results
of the national population health survey. Diabetologia: 44:1221-1231

Clark DO, Stump TE, Damush TM. (2003). Outcomes of an exercise program for
older women recruited through primary care. J Aging Health.;15(3):567–
585.

Crespo C.J. Encouraging physical activity in minorities: eliminating disparities


(2010). The Physician and Sportsmedicine.;28(10):36–51.

Darmono. (2005). Pengaturan Pola Hidup Penderita Diabetes Untuk Mencegah


Komplikasi Kerusakan Organ – Organ Tubuh. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.

Davila N. (2010). Physical Activity in Poerto Rico Adults with Type 2 Diabetes
Melitus. United State of America.

Departemen Pendidikan Nasional, (2008), Kamus Bahasa Indonesia, Balai


Pustaka: Jakarta

Depdagri. (2012). Usia Pensiun PNS. www:depdagri.go.id. diperoleh tanggal 2


Juli 2012.

Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan


Melaksanakan Dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info
Media.

Diabetes Prevention Program Research Group (2002). Reduction in the incidence


of type 2 diabetes with lifestyle intervention or metformin. New England
Journal of Medicine, 346(6), 393-403.

Diabetes. http://EzineArticle.com, Diperoleh Tanggal 15 maret 2012.

DiMatteo, M.R. (20004). Variations in patients’ adherence to medical


recommendation: A quantative revew of 50 years of research. Medical Care,
42 (3), 200 -209

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah. (2011). Profil Kesehatan Dinas


kesehatan Kabupaten Lombok Tengah. Praya: Dinas Kesehatan Kabupaten
Lombok Tengah

Dishman R.K, Sallis J.F.(1994.)Determinants and interventions for physical


activity and exercise. In: Bouchard C, Shephard RJ, Stephens T, eds.
Physical Activity, Fitness and Health: International Proceedings and
Consensus Statement. Champaign, IL: Human Kinetics;:214–238

Dominick, & Morey. (2006). Adherence to Physical Activity. Jossey-Bass: San


Francisco.

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Ervin N E., (2002). Advanced Community Health Nursing Practice; Population –
Focused Care. New Jersey; Pearson Education Inc.

Fowler, M. J. (2008). Microvascular and macrovascular complication of diabetes.


Clinical Diabetes, 26(2), 77-82.

Fox, D. C., & Kilvert, D. A. (2010). Bersahabat Dengan Diabetes Tipe 2. Bogor:
Penebar Plus

Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G. (2003). Family Nursing:


Research, Theory, & Practice. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Glanz K., Rimer B.K., Viswanath. (2008). Health Behavior and Health
Education: Theory, Research, and Practice. Jossey-Bass: Francisco.

Haris, M.A. (2007). The Family's Involment in Diabetes Care and the Problem of
Helping.

Hastono, S. P. (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.

Hitchcock, J. E., Schubert, P. E., & Thomas, S. A. (1999). Community Health


Nursing: Caring in Action. New York: Delmar Publishers.

Hogan, P., Dal, T., Nikolov, P. (2003). Economic Cost of Diabetes in U.S. in
2002. Diabetes Care , 26 (3); 32-40

Holmes L, at al. (2012) .Racial/ethnic Variability in Variability in di diabetes


among united stated residents is unexplanid by lifestyle,
sociodemographich and prognostic factors. International Scholarly
Research Network:

Kaakinen J.R., Duff V.G.,Coehlo D.P., Hanson. Family Health Care Nursing;
Theory Practice and Research. Philadelphia: FA Davis Company.

Kakleas K, Kandyla B, Karayianni C, Karavanaki K. (2009). Psychosocial


Problems in Adolenscents in Type 1 Diabetes Mellitus. Diabetes Metab.
;35(5):339-50

Keller, U. (2006). From obesity to diabetes. International Journal for Vitamin and
Nutrition Research, 76(4), 172-177.

Kemenkes RI. (2008.a). Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit


Menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. (2008.b). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Kemenkes RI. (2008.c). Petunjuk teknis pengukuran faktor resiko diabetes
melitus. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta.

Kemenkes RI. (2008.d). Pedoman Teknis dan Tatalaksana Penyakit Diabetes


Melitus. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta.

Kemenkes RI. (2012). Penyakit Tidak Menular (PTM) Penyebab Kematian


Terbanyak di Indonesia. http://www.depkes.go.id. Diperoleh tanggal 13
April 2012.

King AC, Blair S.N, Bild D.E, et al. (1992). Determinants of physical activity and
interventions in adults. Med Sci Sports Exerc.;24(6):S221–S236.

Kozier & Erb’s. (2012). Fundamentals of Nursing; Concepts, Process and


Practice. New Jersey; Pearson Education Inc.

Larkin, M. (2009). Vulnerabel Groups in Health and Social Care. California:


SAGE Publication Ltd.

Manderson, L, Kokanovic, R and Klimidid, S. (2005). Emotional and Lifestyle


Impact of Type 2 Diabetes: Exploring the Association between Diabetes
and Depression. Diabetes Education Association Magazine, 13-14

McCabe, P. (2001). Complementary therapies in nursing and midwifery : from


vision to practice. Ausmed Publications: Australia.

Misnadiarly. (2006). Diabetes Melitus; Gangreng, Ulcer, Infeksi Menanggulangi


dan mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka popular Obor.

Morey M.C., Pieper C.F., Crowley G.M., Sullivan R.J., Puglisi C.M.
(2002).Exercise adherence.

Myles S.E., Tamborlane W.V., Grey M. (2010) Perception of the Impact of Type
1 Diabetes on Low-Income Families. The Diabetes Educator. 36: 318

Nafisa, A.M Ferreira C,V, M,S, Kulkarni, S,V Frederick, N.R Pinto, (2011).
Prevalence of Diabeteic Complications in Rural Goa India. Indian Journal
Community Med, 36 (4): 283 – 286

Notoatmodjo S. (2010.a). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo. (2010.b). Promosi Kesehatan, teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka


Cipta

Obuegbe A. (2008). Diabetes Effects – Psychological and Social Effects of


diabetes melitus.

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Paluska SA, Schwenk TL.( 2000). Physical activity and mental health: current
concepts. Sports Med.;29(3):167–180.

Pereira M.G., Cross L.B., Almaida P., Machado. (2008) Impact of Family
Environment and Support on Adherence, Metabolic Control and Quality of
Life in Adolencets with Diabetes. International Journal of Behavior
Madicene. 15:187-193

PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta: PERKENI

Permana H. (2009). Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta pada Diabetesi.


Bandung: Padjadjaran University Medical School

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing Research: Generating and Assessing
Evidence for Nursing Practice. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Praet, S.F.E., Loan, L.J.C.V. (2009). Exercise Therapy in Type 2 Diabetes. Acta
Diabetol Journal, 46: 263-278

Puskesmas Praya. (2011). Laporan Tahunan Kesakitan Puskesmas Praya. Praya:


Puskesmas Praya

Qiu, et al. (2012). Improving Patients’ Adherence to Phycal Activity in Diabetes


Mellitus: A Review. Diabetes Metabolik Journal, 36:1-5

Rhodes RE, Martin AD, Tautonton J F. Donnely M. Elliot J. ( 1999). Factors


associatedwith exercise adherence among older adults; An Individual
perpective. Sport Med. 6: 110- 134.

Rimmer J.H, Nicola T, Riley B, Creviston T. (2002).Exercise training for African


Americans with disabilities residing in difficult social environments. Am J
Prev Med.;23(4):290–295.

Rochmah W. (2006). Diabetes Melitus Pada Usia Lanjut. Jakarta: Depertemen


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Sallis J.F, Haskell W.L, Fortmann S.P, Vranizan KM, Taylor C.B, Solomon D.
S.(1996) Predictors of adoption and maintenance of physical activity in a
community sample. Prev Med ;15:331–341

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis


(4 ed.). Jakarta: Sagung Seto.

Serour, M., Alqhennaei, H., Al-Saqabi, S., Mustafa, A.R., Ben-Nakhi, A. (2007).
Cultural factors and Patiens Adherence to Lifestyle Measures. British
Journal of General Practice, 57: 291-295

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Shenoy, S., Guglany, R., Shandhu, S. (2010). Effectiveness of Aerobic Walking
Programme Using Heart Rate Monitor and Pedometer on the Parameters
of Diabetes Control in Asian Indians with Type 2 diabetes, (4), 41-5

Sigal, R. J., Kenny, G. P., Boulé, N. G., Wells, G. A., Prud’homme, D., Fortier,
M., Reid, R. D., Tulloch, H., Coyle, D., Phillips, P., Jennings, A. & Jaffey,
J. (2007). Effects of aerobic training, resistance training, or both on
glycemic control in type 2 diabetes. Annals of Internal Medicine, 147, 357-
369.

Singh MA. (2002). Exercise to prevent and treat functional disability. Clin Geriatr
Med.;18(3):431–462

Snyder, M., Lindquist R. (2010). Complementary & Alternative Therapies in


Nursing. Springer Publishing Company, LLC: New York.

Soegondo, Soewondo, Subekti. (2009). Penatalaksanaan diabetes Melitus.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Stanhope, M., & Lancaster, J. (2004). Community and Public Health Nursing. St.
Louis Missouri: Mosby.

Starkey C. (2004). Therapeutic Modalitas. F.A. David Company: Philadelphia.


Subramaniam I, Gold J, L, D. (2005). Diabetes Mellitus in Elderly. Jurnal of The
Indian Academy of Geriatrics. 2: 77-81

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D.


Bandung: Alfabeta.

Suhadi. (2011). Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengelolaan


perawatan hipertensi pada lanjut usia di wilayah puskesmas Srondol. Tidak
dipublikasikan

Sutedjo. (2010). 5 Stategi Penderita Diabetes Berusia Panjang. Yogyakarta:


Kanisius

Suyono S. (2009). Kecendrungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes.


Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Swanson, J. M., & Nies, M. A. (1997). Coomunity Health Nursing: Promoting the
Health of Aggregates. Philadelphia: W.B. Saunder Commpany.

Tokmakidis, S.P., Zois, Z.E., Volaklis, K.A., Kosta, K., Touvara, A.M. (2004).
The Effects of a Combined Strength and Aerobic Execise Program on
Glucose Control and Insulin Action in Women With Type 2 Diabetes. Eur
Jurnal Physiol, 92: 437 – 442

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Trost SG, Owen N, Bauman AE, Sallis JF, Brown W. (2002). Correlates of
adults’ participation in physical activity: review and update. Med Sci
Sports Exerc.;34(12):

U.S. Department of Health and Human Services (2003). Physical Activity and
Health: A Report to the Surgeon General. Atlanta, GA: U.S. Department
of Health and Human Services.

U.S. Department of Health and Human Services (2008). Physical Activity


Guidelines for Americans

Wahyudi H. (2011). Hubungan pengetahuan dan motivasi dengan kepatuhan


pelaksanaan diet pasien Diabetes melitus. http://www. pasca uns.ac.id.
diaperoleh tanggal 1 Juli 2012

Waspadji S. (2009). Diabetes melitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaan yang


Rasional. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Watkins. D., Edwards J., Gastrell. (2003).Community Health Nursing:


Frameworks for Practice. Elsevier Science Ltd: Toronto

Yoga, Yulianti, Pramono.(2011). Hubungan antara 4 (empat) Pilar Pengelolaaan


Diabetes Melitus dengan Keberhasilan Pengelolaan Diabetes melitus Tipe
2. Universitas Diponegoro. Semarang.

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Lampiran 1

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

KUISIONER PENELITIAN
Judul Tesis:
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN
PENDERITA DIABETES MELITUS DALAM MELAKUKAN OLAHRAGA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PRAYA KABUPATEN LOMBOK TENGAH

KUESIONER A
FAKTOR PEMODIFIKASI

Nomor Responden : diisi oleh peneliti

A. Data Demografi
Petunjuk pengisian : Isilah pertanyaan dibawah ini dengan menuliskan jawaban dan
memberikan tanda centang (√) pada kotak jawaban yang telah disediakan

Identitas Responden
1. Umur : …………….. tahun
2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Suku :
Sasak Bukan Sasak

4. Pendapatan keluarga dalam sebulan:


< Rp 750.000,- ≥ Rp 750.000,-

5. Lama Menderita Penyakit DM

< 6 Bulan ≥ 6 Bulan

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


A. Pengetahuan
Petunjuk : Bacalah setiap pertanyaan dan beri tanda centang (√) disebelah kanan
pernyataan sesuai dengan pendapat anda
No Pernyataan Ya Tidak
1. Olahraga dapat menurunkan gula darah
2. Penderita DM/kencing manis harus berolahraga setiap
hari
3. Olahraga tidak dapat menurunkan berat badan
4 Jalan kaki selama 20 menit secara teratur sangat bagus
untuk penderita DM
5 Waktu berolahraga bagi penderita DM/kencing manis
adalah 20-30 menit setiap kali olahraga,

KUESIONER B
PERSEPSI INDIVIDU

Petunjuk : Bacalah setiap pertanyaan dan beri tanda centang (√) disebelah kanan
pernyataan sesuai dengan pendapat anda.Tidak ada jawaban yang salah atau benar

I
Sangat
Sangat Tidak
No Pernyataan Setuju tidak
setuju setuju
setuju
Penyakit DM / kencing manis saya
1 akan bisa menjadi parah bila tidak
diobati
2 Olahraga tidak bisa mencegah
terjadinya komplikasi DM
Penyakit DM /kencing manis dapat
3 menyebabkan saya tidak mampu
merawat diri (mandi, berpakaian)
4 Penyakit DM/kencing manis dapat
menyebabkan kerusakan pada ginjal
Penyakit DM /kencing manis dapat
5 tidak menyebabkan gangguan pada
mata dan penurunan penglihatan
Penyakit DM /kencing manis dapat
6 menyebabkan luka tidak cepat
sembuh

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


II.
Sangat
Sangat Tidak
No Pernyataan Setuju tidak
setuju setuju
setuju
Penyakit saya (DM) membutuhkan
1 penanganan dan pengobatan yang
serius
2 saya harus merubah kebiasaan
makan
3 Saya perlu konsultasi ke dokter
dengan masalah kaki saya
4 Kebiasaan tidak suka berolahraga
tidak perlu saya ubah
5 Saya perlu memeriksakan gula darah
saya setiap kali kontrol.
6 Saya tidak perlu olahraga teratur tiap
minggu
7 Saya harus minum obat secara teratur

8 Berat Badan saya perlu saya kontrol


setiap bulan
9 Tekanan darah saya harus sering
diperiksa
10 Saya perlu konsultasi tentang diet
(makanan) ke tenaga kesehatan

III
Sangat
Sangat Tidak
Pernyataan Setuju tidak
No setuju setuju
setuju
1 Olahraga membuat saya sehat

2 Olahraga mengurangi ketegangan


dan beban pikiran saya
3 Berolahraga saya akan kenal banyak
orang
Olahraga menurunkan gula darah
4
saya
Olahraga membuat saya tidak bisa
5
tidur
6 Olahraga membuat jiwa saya sehat
Olahraga menurunkan gula darah
7
saya

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


IV

Sangat
Sangat Tidak
No Pernyataan Setuju tidak
setuju setuju
setuju
1 Saya malu melakukan olahraga

2 Saya tidak mempunyai waktu untuk


berolahraga
3 Kondisi cuaca panas membuat saya
malas berolahraga
4 Tempat olahraga sulit dijangkau

5 Olahraga adalah aktivitas yang berat


bagi saya
6 Saya berolahraga kalau ada teman
menemani
Sedikit fasilitas olahraga di tempat
7
saya
Olahraga mengurangi waktu saya
8
buat keluarga
9 Olahraga membuat saya lelah

KUESIONER C
DUKUNGAN KELUARGA
Petunjuk : Bacalah setiap pertanyaan dan beri tanda centang (√) disebelah kanan
pernyataan sesuai dengan kondisi yang anda alami. Tidak ada jawaban yang
salah atau benar

Kadang- Tidak
No Pernyataan Selalu Sering
kadang pernah
1 Keluarga saya menemani saya
berolahrga
2. Keluarga menasehati saya untuk
melakukan olahraga
3 Keluarga saya memuji saya kalau
saya berolahraga
4 Keluarga mengantarkan saya
ketempat – tempat olahraga
5 Keluarga melatih dan membimbing
saya berolahraga
6 Keluarga menjelaskan manfaat
olahraga terhadap penyakit saya

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


KUESIONER D
KEPATUHAN MELAKUKAN OLAH RAGA

Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada
jawaban yang sesuai dengan kondisi /keadaan anda saat ini.

1. Apakah anda melakukan aktivitas jasmani seperti jalan, lari, bersepeda, berenang
dalam seminggu ?
a. Ya
b. Tidak

2. Bila Ya, Berapa kali anda melakukan aktivitas jasmani tersebut dalam seminggu :
a. Lebih dari atau sama dengan 3 (tiga) kali seminggu
b. Kurang dari tiga kali seminggu

3. Bila ya, Berapa lama waktu yang anda butuhkan dalam setiap melakukan aktivitas
jasmani :
a. 20 - 30 menit
b. Kurang dari 20 menit

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN


Judul Penelitian : Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Penderita
Diabetes Melitus dalam Melakukan Olahraga di Wilayah Kerja Puskesmas Praya
Kabupaten Lombok Tengah
Peneliti :
Nama : Muhamad Hasbi No Tlp : 08175759473
NPM : 1006800945 Alamat : Perumahan Bertais
Jln Pancasila No.3 Bertais - Cakranegara

Assalamualaikum, Wr. Wb.


Nama saya Muhamad Hasbi, mahasiswa Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan
Peminatan Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui tentang faktor yang mempengaruhi
kepatuhan penderita diabetes melitus dalam melakukan olahraga di wilayah kerja
puskesmas Praya Kabupaten Lombok Tengah

Peneliti mengharapkan penderita diabetes melitus ikut berpartisipasi menjadi responden


pada penelitian ini. Hasil dari penelitian yang dilakukan akan dipakai sebagai bahan
acuan atau landasan dalam memberikan asuhan keperawatan pada masyarakat sehingga
dapat memberikan pelayanan keperawatan yang profesional dan berkualitas.

Mengingat hasil penelitian ini penting bagi kemajuan keilmuan keperawatan, khususnya
keperawatan komunitas maka peneliti sangat mengharapkan jawaban yang sejur-jujurnya
demi keabsahan data yang diperoleh. Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan
menimbulkan dampak yang negatif bagi siapapun. Peneliti akan tetap menjunjung tinggi
harkat dan martabat responden, mempertahankan kerahasiaan data yang diperoleh mulai
dari proses pengumpulan, pengolahan, sampai penyajian data.
Peneliti mengucapkan terimakasih atas partisipasi dan kesediaannya menjadi responden
penelitian.
Mataram , Mei 2012
Peneliti
Muhamad Hasbi

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Tandatangan Saudara pada lembar persetujuan ini mempunyai makna bahwa


Saudara setuju untuk berpartisipasi pada penelitian ini dan Saudara telah membaca
lembar penjelasan penelitian serta memahami isinya.

Setelah membaca penjelasan penelitian, saya mengetahui tujuan dan manfaat dari
penelitian yang berjudul Analisis faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita
diabetes melitus dalam melakukan olahraga di wilayah kerja puskesmas Praya
Kabupaten Lombok Tengah

Saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
saya sebagai responden. Saya telah memahami bahwa penelitian ini tidak akan
menimbulkan akibat yang merugikan bagi saya. Dengan ini saya bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini. Persetujuan ini saya tanda tangani tanpa ada paksaan
dari siapapun dan saya menyatakan berpartisipasi dalam penelitian ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Praya, Mei 2012


Saksi Responden

(……………………….) (................................ )

Peneliti

(……………………………………………)

Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012


Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012
Analisis faktor..., Muhamad Hasbi, FIK UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai