Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peristiwa-peristiwa perubahan kebudayaan selalu melanda semua bangsa dan negara di
dunia demikian pula tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas
permasalahan dan tingkat permasalahan itu berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan
kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun
perkembangannya dewasa ini bisa dikatakan lebih tertinggal apabila dibandingkan dengan
perkembangan di negera maju lainnya. Bagaimanapun masalah yang dihadapi, masyarakat
dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kondisi
kehilangan kebudayaan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan
yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi. Ada
sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat
Indonesia.
Secara umum ada dua kekuatan yang menyebabkan timbulnya perubahan sosial, hal
yang pertama adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti
pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Hal kedua, adalah
kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya
(culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan
lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan
masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka
Seberapa cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan faktor
apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra
terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu
dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial
terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia. Ada dua orang
antroplog terkemuka yaitu Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa Cultural Determinims berarti segala sesuatu yang terdapat didalam masyarakat
ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendiskripsikan perubahan yang terjadi pada kebudaya
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui dan Memahami Perkembangan Kebudayaan Indonesia

b. Untuk Mengetahui dan Memahami Teori-teori Perubahan Budaya


c. Untuk Mengetahui dan Memahami Hubungan antara Perubahan Sosial dan
Perubahan Kebudayaan
d. Untuk Mengetahui dan Memahami Beberapa Bentuk Perubahan Sosial dan
Kebudayaan
e. Untuk Mengetahui dan Memahami Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan
Sosial dan Kebudayaan
f. Untuk Mengetahui dan Memahami Proses-proses Perubahan Sosial dan
Kebudayaan
g. Untuk Mengetahui dan Memahami Saluran-saluran Perubahan Sosial dan
Kebudayaan
h. Untuk Mengetahui dan Memahami Peristiwa-peristiwa Perubahan Kebudayaan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kebudayaan Indonesia


Berbicara tentang kebudayaan Indonesia yang ada dibayangan kita adalah sebuah
budaya yang sangat beraneka ragam. Bagaimana tidak, Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia, hal inilah yang menyebabkan Indonesia memiliki kebudayaan
yang beraneka ragam.
Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi
lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu
kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial,
yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi
berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang
terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai
peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat
mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama
dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang
berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama.
Kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa merupakan keseluruhan hasil cipta,
karsa, dan karya manusia. Indonesia sendiri sebagai Negara kepulauan dikenal dengan
keberagaman budayanya, yang mana keanekaragaman itulah menunjukkan betapa
pentingnya aspek kebudayaan bagi suatu Negara. Karena jelas bahwa kebudayaan adalah
suatu identitas dan jati diri bagi suatu bangsa dan Negara.
Kebudayaan Indonesia bukanlah suatu yang padu dan bulat, tetapi adalah suatu yang
terjadi dari berbagai unsur-unsur suku bangsa. Di daerah Indonesia yang sangat luas terdapat
bermacam macam kebudayaan, yang satu berbeda dari yang lain disebabkan oleh perjalanan
yang berbeda.

3
Sebagaimana diketahui, bahwa unsur sejarah yang menentukan perkembangan
kebudayaan Indonesia itu terbagi menjadi lima lapisan yaitu :
1. kebudayaan Indonesia asli
2. Kebudayaan India
3. Kebudayaan Islam
4. Kebudayaan Modern
5. Kebudayaan Bhineka Tunggal Ika.

B. Teori-teori Perubahan Budaya


Diangkat dari beberapa teori mengenai budaya dengan harapan dapat digunakan sebagai
alat untuk memperspektif suatu fenomena budaya atau fenomena sosial yang muncul baik
dalam dimensi masa kini, masa lampau atau pun di masa mendatang. (Adapun beberapa
teori tersebut adalah sebagai berikut):

1. Budaya yang lebih tinggi dan aktif akan mempengaruhi budaya yang lebih rendah
dan pasif melalui kontak budaya (Malinowski, 1983:21-23).
Teori Malinowski ini sangat nampak dalam pergeseran nilai-nilai budaya
kita yang condong ke Barat. Dalam era globalisasi informasi menjadi kekuatan
yang sangat dahsyat dalam mempengaruhi pola pikir manusia. Budaya barat saat
ini diidentikkan dengan modernitas (modernisasi), dan budaya timur diidentikkan
dengan tradisional atau konvensional. Orang tidak saja mengadopsi ilmu
pengetahuan dan teknologi Barat sebagai bagian dari kebudayaan tetapi juga
meniru semua gaya orang Barat, sampai-sampai yang di Barat dianggap sebagai
budaya yang tidak baik tetapi setelah sampai di Timur diadopsi secara membabi
buta. Seorang yang sudah lama menetap di Australia kemudian mudik ke
Indonesia, ia tercengang melihat betapa cepatnya perubahan budaya di Indonesia.
Ia saat itu bahkan merasa berada di Amerika. Ada beberapa saluran TV yang
menayangkan banyak film Amerika yang penuh dengan adegan kekerasan dan
seks. Selama beberapa minggu ia berada di tanah air, ia tidak melihat kesenian
tradisional yang ditayangkan di TV swasta seperti yang pernah dilihatnya dahulu
di TVRI. Ia kemudian sadar bahwa reog, angklung, calung, wayang golek,

4
gamelan, dan tarian tradisional tidak hanya nyaris tidak ditayangkan di TV, tetapi
juga jarang sekali dipertontonkan langsung di tengah-tengah masyarakatnya.
Sementara itu, ia justru menemukan Mc. Donald’s, Kentucky Fried Chicken,
Pizza Hut, dan Dunkin Donuts di sini. Beberapa toserba dan pasar swalayan juga
mirip seperti yang ia temukan di luar negeri dengan penataan yang serupa. Kedua
tempat berbelanja tersebut bahkan lebih banyak menggunakan petunjuk-petunjuk
berbahasa Inggeris, meskipun mayoritas pengunjungnya adalah orang Melayu. Ia
melihat banyak pemuda bergaya masa kini, dengan rambut panjang di buntut
kuda, sebelah telinganya beranting, bercelana Levi’s duduk-duduk santai di Mall,
seraya meneguk minuman dingin ‘Soft Drink’. Demikian pula pemuda-
pemudinya banyak sekali yang hanya menggunakan kaos sepotong yang ketat dan
tidak sempat menutup pussarnya, dengan celana panjang yang ketat pula,
sedangkan rambutnya disisir dengan gaya semrawut.
2. Teori Sinkronisasi Budaya (Hamelink, 1983)
Menyatakan “lalu lintas produk budaya masih berjalan satu arah dan pada
dasarnya mempunyai mode yang sinkronik” . Negara-negara Metropolis terutama
Amerika Serikat menawarkan suatu model yang diikuti negara-negara satelit yang
membuat seluruh proses budaya lokal menjadi kacau atau bahkan menghadapi
jurang kepunahan. Dimensi-dimensi yang unik dari budaya Nusantara dalam
spektrum nilai kemanusiaan yang telah berevolusi berabad-abad secara cepat
tergulung oleh budaya mancanegara yang tidak jelas manfaatnya. Ironisnya hal
tersebut justru terjadi ketika teknologi komunikasi telah mencapai tataran yang
tinggi, sehingga kita mudah melakukan pertukaran budaya. Hamelink juga
mengatakan, bahwa dalam sejarah budaya manusia belum pernah terjadi lalu
lintas satu arah dalam suatu konfrontasi budaya seperti yang kita alami saat ini.
Karena sebenarnya konfrontasi budaya dua arah di mana budaya yang satu
dengan budaya yang lainnya saling pengaruh mempengaruhi akan menghasilkan
budaya yang lebih kaya (kompilasi). Sedangkan konfrontasi budaya searah akan
memusnahkan budaya yang pasif dan lebih lemah. Menurut Hamelink, bila
otonomi budaya didefinisikan sebagai kapasitas masyarkat untuk memutuskan
alokasi sumber-sumber dayanya sendiri demi suatu penyesuaian diri yang

5
memadai terhadap lingkungan, maka sinkronisasi budaya tersebut jelas
merupakan ancaman bagi otonomi budaya masyarakatnya.
3. Agen Eropa merupakan pendorong utama terjadinya proses perubahan budaya
(Malinowski, 1983:24).
Sejak zaman pemerintahan kolonisasi Belanda membuka perkebunan dan
pabrik-pabrik sampai dengan abad ke-21 di mana pemerintah mengeluarkan
kebijakan dengan membuka kran dan kemudahan bagi para investor asing, sedikit
banyaknya akan membawa perubahan dalam sistem perekonomian kita.
Perusahaan asing yang dikelola dengan modal besar menggunakan tenaga murah
dari penduduk pribumi. Dalam sistem ekonomi kapitalis tenaga kerja dianggap
sebagai faktor produksi dan tujuan perusahaan asing di Indonesia jelas bukan
untuk melaksanakan demokrasi ekonomi seperti yang tertera dalam UUD 1945
Pasal 33. Salah satu sisi perusahaan asing berbondong-bondong menanamkan
investasinya di bumi Indonesia adalah karena
(1) Indonesia memiliki sumber alam ‘Natural Resource’ yang berlimpah ruah
(2) Perusahaan asing dapat mendapatkan tenaga kerja murah dengan demikian
perusahaan asing yang menanamkan modal di sini memiliki keunggulan daya
saing berimbang atau komparatif ‘Comparative Advantage’ sehingga dapat
menjual hasil produksinya di bawah harga dengan kualitas produksi yang sama.
Kondisi ini tentu secara perlahan tetapi pasti diikuti oleh para pelaku
ekonomi bangsa kita. Dengan demikian secara berangsur-angssur sistem ekonomi
kapitalis akan semakin tertanam dalam jiwa para pelaku ekonomi di bumi persada
kita.
4. Proses perubahan budaya dapat terjadi karena difusi
Unsur budaya yang satu bercampur dengan unsur budaya lainnya sehingga
menjadi kompleks, di mana unsur komponennya menjadi tidak dekat lagi dengan
unsur budaya aslinya. Kajian di Melanesia dan Afrika Barat pengaruh aliran
budaya dari Asia Tenggara. Budaya Mesir purba yang masih tertinggal di India,
Cina, Kepulauan Pasifik hingga sampai ke Dunia Baru Malinowski tidak sepakat
dengan teori tersebut, melalui kajian empiris dia menyatakan difusi merupakan
proses yang diarahkan oleh budaya yang lebih kuat / pemberi budaya dan

6
mendapat tantangan hebat dari budaya yang lemah / penerima budaya
(Malinowski, 1983: 27).

5. Budaya adalah campuran unsur suatu hasil integrasi budaya yang hanya bisa
dipahami melalui budaya induknya.
Teori ini ditolak oleh Malinowski (Malinowski, 1983: 29). Re-tribalisme
yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Kolonial Belanda di mana pada
saat itu kelompok Melayu telah menempati kedudukan yang dominan dalam
masyarakat Kota Medan, terutama untuk kelompok suku-suku Indonesia, dengan
menempatkan kebudayaan Islam Melayu (Melayu – Moslem - Culture) sebagai
basis pembauran ‘meeting pot’. Apabila Melayu masuk pada waktu itu berarti
juga masuk Islam. Dengan demikian pada waktu itu banyak anggota-anggota etnis
pendatang seperti dari Mandailing, Karo, Sipirok melakukan asimilasi dengan
kelompok Melayu. Mereka hidup sebagai orang Melayu, berbahasa Melayu
sehari-hari, memakai adat resam Melayu dan menanggalkan pemakaian Marga
Batak. Namun demikian setelah kemerdekaan RI, dimana kekuasaan Kesultanan
Melayu berakhir, hingga saat ini ternyata banyak di antara mereka yang telah
menjadi Melayu tersebut kembali memakai marganya, menelusuri silsilah
keluarganya ke gunung. Proses inilah yang disebut dengan proses re-tribalisme.
Setiap kelompok etnis Kota Medan membutuhkan usaha untuk mengekspresikan
identitas etnisnya lewat berbagai media, idiom, dan simbol-simbol kehidupan
budaya. Pengungkapan identitas ini sering dilakukan secara aktif dan sadar,
seperti memakai pakaian adat, perhiasan, bahasa, dan tingkah laku tertentu, agar
orang dari kelompok etnis lainnya mengetahui identitas dan batas-batas
‘boundaries’ antara mereka dan orang lain (Barth, 1969 dalam Depdikbud, 1987:
6. Teori Budaya Fungsional.
Ahli antropologi aliran fungsional menyatakan, bahwa budaya adalah
keseluruhan alat dan adat yang sudah merupakan suatu cara hidup yang telah
digunakan secara luas, sehingga manusia berada di dalam keadaan yang lebih baik
untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam penyesuaiannya
dengan alam sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya (Malinowski, 1983: 65)

7
atau “Budaya difungsikan secara luas oleh manusia sebagai sarana untuk
mengatasi: masalah-masalah yang dihadapi sebagai upaya penyesuaiannya
dengan alam dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya”. Contoh budaya
fungsional ini banyak sekali dalam masyarakat kita dan bisa kita jumpai dalam
kehidupan kita sehari-hari. Misalnya pada musim kemarau di mana seorang petani
sulit menanam, peceklik, akhirnya ia menjadi nelayan, dan setelah musim
penghujan tiba ia kembali menjadi petani lagi.
7. Teori tindakan atau action theory (Talcott Parson, E. Shils, Robert K. Merton dan
lain-lain).
Kebudayaan (berdasarkan teori tindakan ini) terdiri dari empat komponen
sebagai berikut :
a. Sistem Budaya ‘Culture System
Sistem Budaya ‘Culture System’ yang merupakan komponen yang abstrak
dari kebudayaan yang terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-
konsep, tema-tema berpikir dan keyakinan-keyakinan (lazim disebut adat-
istiadat).
b. Sistem Sosial ‘Social System
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia atau tindakan-tindakan dari tingkah
laku berinteraksi antarindividu dalam bermasyarakat. Sebagai rangkaian
tindakan berpola yang berkaitan satu sama lain, sistem sosial itu bersifat
kongkrit dan nyata dibandingkan dengan sistem budaya (tindakan manusia
dapat dilihat atau diobservasi).
c. Sistem Kepribadian ‘Personality System
adalah soal isi jiwa dan watak individu yang berinteraksi sebagai warga
masyarakat. Kepribadian individu dalam suatu masyarakat walaupun satu
sama lain berbeda-beda, namun dapat distimulasi dan dipengaruhi oleh nilai-
nilai dan norma-norma dalam sistem budaya dan dipengaruhi oleh pola-pola
bertindak dalam sistem sosial yang telah diinternalisasi melalui proses
sosialisasi dan proses pembudayaan selama hidup
d. Sistem Organik ‘Organic System’

8
Sistem Organik ‘Organic System’ melengkapi seluruh kerangka sistem
dengan mengikut-sertakan proses biologik dan bio kimia ke dalam organisme
manusia sebagai suatu jenis makhluk alamiah. Proses biologik dan biokimia
tersebut apabila dipelajari lebih dalam ikut menentukan kepribadian individu,
pola-pola tindakan manusia, dan bahkan gagasan-gagasan yang dicetuskan
(Koentjaraningrat, 1980: 235-236).
C. Hubungan antara Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan
Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari
perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencangkup semua bagiannya, yaitu:
kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya, bahkan perubahan-
perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial. Sebagai contoh
dikemukakannya perubahan pada logat bahasa Aria setelah terpisah dari induknya. Akan
tetapi, perubahan tersebut tidak memengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan-
perubahan tersebut lebih merupakan perubahan kebudayaan ketimbang perubahan sosial.
Perubahan sosial dan perubahan budaya sebenarnya di dalam kehidupan sehari-hari,
acap kali tidak mudah untuk menetukan garis pemisah antara perubahan sosial dan
kebudayaan. Hal itu disebabkan tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan,
dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak menjelma dalam suatu
masyarakat. Hal itu mengakibatkan bahwa garis pemisah di dalam kenyataan hidup antara
perubahan sosial dan kebudayaan lebih sukar lagi untuk ditegaskan. Biasanya antara kedua
gejala itu dapat ditemukan hubungan timbale balik sebagai sebab dan akibat.
D. Beberapa Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Untuk bentuk perubahan sosial dan budayanya sendiri dibedakan menjadi 4 :
1. Dilihat dari Proses
a. Evolusi (Perubahan Secara Lambat)
Perubahan evolusi merupakan perubahan yang lama dengan diikuti perubahan kecil.
Pada evolusi, perubahan yang terjadi tanpa ada tekanan atau terjadi dengan
sendirinya, kenapa? Karena raktya biasanya selalu berusaha menyesuaikan diri
dengan keadaan atau kondisi yang baru timbul di lingkungannya.
Contoh : Perubahan dari masyarakat tradisional ke modern.

9
b. Revolusi (Perubahan Secara Cepat)
Perubahan revolusi merupakan perubahan yang terjadi secara cepat dalam dasar atau
sendi-sendir pokok yang terdapat dalam masyarakat. Peubahan ini dapat direncanakan
terlebih dahulu dan biasanya harus ada pemimpin kelompok masyarakat.
Contoh : Revolusi industri.
2. Dilihat dari Pengaruhnya
a. Pengaruh Kecil
Merupakan perubahan yang kurang menghasilkan pengaruh langsung bagi
masyarakat, jadi tidak sampai menghasilkan keributan.
Contoh : Perubahan model gaya rambut atau fashion.
b. Pengaruh Besar
Merupakan perubahan yang membawa dampak besar dalam unsur-unsur kehidupan
masyarakat yang penting seperti stratifikasi sosial dan sebagainya.
Contoh : Industrialisasi.
3. Dilihat dari Penyebab
a. Perubahan yang Dikehendaki
Perubahan yang dikehendaki merupakan perubahan yang sudah direncanakan
sebelumnya oleh pihak-pihak yang hendak melakukan perubahan dalam
masyarakat. Pihak yang menghendaki melakukan perubahan disebut agent of
change. Agent of Change merupakan orang kepercayaan atau pimpinan lembaga
masyarakat.
Contoh : program Keluarga Berencana, imunisasi.
b. Perubahan yang Tidak Dikehendaki
Yang satu ini merupakan hal yang tidak bisa dalam kendali masyarakat dan
biasanya menghasilkan masalah yang memicu kendala dalam masyarakat.
Contoh : bencana alam.
4. Dilihat dari Hasil
a. Progress
Progress merupakan perubahan sosial yang sangat diharapkan masyarakat.
Perubahan yang membawa kemajuan ini menguntungkan masyarakat seperti

10
bergantinya masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern
Contoh : penemuan alat komunikasi, transportasi.
b. Regress
Regres atau perubahan menuju kemunduran disebabkan oleh penggunanya itu
sendiri. Biasanya terjadi karena penyalahgunaan perangkat teknologi.
Contoh : Misal saja internet disalahgunakan untuk melakukan tindak kejahatan atau
mengakses situs yang tidak pantas.
E. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa mungkin ada sumber sebab-sebab tersebut yang
terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar. Sebab-sebab yang
bersumber dalam masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut :
1. Bertambah atau Berkurangnya Penduduk
Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk
dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain (misalnya transmigrasi).
Perpindahan penduduk menimbukan kekosongan, misalnya dalam bidang
pembagian kerja dan stratifiksi sosial, yang memengaruhi lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Perpindahan penduduk telah berlangsung berates-ratus ribu
tahun lamanya di dunia ini. Hal itu sejajar dengan bertambah banyaknya manusia
penduduk bumi ini. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencaharian
utamanya berburu, perpindahan sering kali dilakukan, yang tergantung dari
persediaan hewan-hewan buruannya. Apabila hewan-hewan tersebut habis,
mereka akan berpindah ke tempat-tempat lainnya seperti manusia purba.
2. Penemuan-penemuan Baru
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam
jangka waktu yang tidak teralu lama disebut dengan inovasi atau innovation.
Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat
dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery dan invention. Discovery adalah
penemuan unsur kebudayan yang baru, baik berupa alat, ataupun yang berupa
gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para
individu.

11
Misalnya penemuan mobil, kereta api, dan jalan kereta api, telepon, dan
sebagainya menyebabkan tumbuhnya lebih banyak pusat kehidupan di daerah
pinggiran kota yang dinamakan suburb.
Proses penerimaan perubahan berbagai faktor yang mempengaruhi
diterima atau tidaknya suatu unsur kebudayaan baru diantaranya:
a. Terbiasanya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan
kebudayaan dan dengan orang-orang yang berasal dari luar masyarakat
tersebut.
b. Jika pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan dalam suatu
kebudayaan ditentukan oleh nilai agama, dan ajaran ini terjalin erat dalam
keseluruhan pranata yang ada, maka penerimaan unsur baru itu mengalami
kelambatan dan harus disensor dulu oleh berbagai ukuran yang
berlandaskan ajaran agama yang berlaku.
c. Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses
penerimaan kebudayaan baru. Misalnya, sistem otoriter akan sukar
menerima unsur kebudayaan baru.
d. Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur
kebudayaan yang baru tersebut.
e. Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas, dan
dapat dengan mudah dibuktikan kegunaannnya oleh warga masyarakat
yang bersangkutan.
3. Pertentangan (Conflict) Masyarakat
Umumnya masyarakat tradisional di Indonesia bersifat kolektif. Segala
kegiatan didasarkan pada kepentingn masyarakat. Kepentingan individu walaupun
diakui, tetapi mempunyai fungsi sosial. Tidak jarang timbul pertentangan atara
kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya, yang dalam hal-hal
tertentu dapat menimbulkan perubahan-perubahan contohnya perubahan yang
disebabkan Konflik.
Pada masyarakat Batak dengan sistem kekeluargaan patrilineal murni
terdapat adat istiadat bahwa apabila suami meninggal, keturunannya berada di
bawah kekuasaan keluarga almarhum. Dengan terjadinya proses individualisasi

12
terutama pada orang-orang Batak yang pergi merantau, kemudian terjadi
penyimpangan. Anak-anak tetap tinggal pada ibunya, walaupun hubungan antara
si ibu dengan keluarga almarhum suaminya telah putus karena meninggalnya
suami. Keadaan tersebut membawa perubahan besar pada peranan keluarga batih
dan juga pada kedudukan wanita, yang selama ini dianggap tidak mempunyai hak
apa-apa apabila dibandingkan dengan laki-laki.[14]
4. Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi
Revolusi yang meletus pada Oktober 1917 di Rusia telah menyulut
terjadinya perubahan-perubahan besar pada Negara Rusia yang mula-mula
mempunyai bentuk kerajaan absolute berubah menjadi dictator proletariat yang
dilandaskan pada doktrin Marxis. Segenap lembaga kemasyarakatan, mulai dari
bentuk negara sampai keluarga batih, mengalami perubahan-perubahan yang
mendasar.
Suatu perubahan sosial dan kebudayan dapat pula bersumber pada sebab-
sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut :
a. Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang Ada di
Sekitar Manusia
b. Peperangan
c. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
F. Proses-proses Perubahan Sosial dan Kebudayaan
1. Penyesuaian Masyarakat Terhadap Perubahan Antarbudaya
Masyarakat dan kebudayaan di mana pun selalu dalam keadaan berubah, sekalipun
masyarakat dan kebudayaan primitif yang terisolasi jauh dari berbagai perhubungan
dengan masyarakat yang lainnya. Terjadinya perubahan-perubahan ini disebabkan oleh
beberapa hal:
a. Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri,
misalnya perubahan jumlah dan komposisi penduduk.
b. Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup.
Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan
dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah secara
lebih cepat.

13
Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan berbeda. Dalam perubahan sosial
terjadi perubahan struktur sosial dan pola-pola hubungan sosial, antara lain sistem status,
hubungan-hubungan di dalam keluarga sistem politik, dan kekuasaan, serta persebaran
penduduk. Sedangkan yang dimaksud dengan perubahan kebudayaan ialah perubahan
yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh para warga atau sejumlah
warga masyarakat yang bersangkutan, antara lain aturan-aturan, norma-norma yang
digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan, juga teknologi, selera, rasa keindahan
(kesenian), dan bahasa. Walaupun perubahan sosial dan perubahan kebudayaan itu
berbeda, pembahasan kedua perubahan itu tak akan mencapai suatu pengertian yang
benar tanpa mengaitkan keduanya.
Keserasian atau harmoni dalam masyarakat (social equilibrium) merupakan
keadaan yang diidam-idamkan setiap masyarakat. Dengan keserasian masyarakat
dimaksudkan sebagai suatu keadaan dimana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
pokok benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Dalam keadaan demikian, individu
secara spikologis merasakan akan adanya ketentraman, karena tidak adanya pertentangan
dalam norma-norma dan nilai-nilai.
Ada kalanya unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan secara bersamaan
mempengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh juga pada warga
masyarakat. Apabila ketidakserasian dapat dipulihkan kembali setelah terjadi suatu
perubahan, maka keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment). Bila sebaliknya
terjadi maka dinamakan ketidakpenyusuaian social (maladjustment) yang mungkin
mengakibatkan terjadinya anomie.
Suatu perbedaan dapat diadakan antara penyesuaian dari lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan penyesuaian dari individu yang ada dalam masyarakat tersebut.
Yang pertama menunjuk pada keadaan, dimana masyarakat berhasil menyesuaikan
lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan keadaan yang mengalami perubahan sosial dan
kebudayaan. Sedangkan yang kedua menunjuk pada usaha-usaha individu untuk
menyesuaikan diri dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telh diubah atau
diganti agar terhindar dari disorganisasi psikologis.

14
G. Saluran-saluran Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Saluran-saluran perubahan social dan kebudayaan (avenue or channel of
change)merupakan saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Umumnya
saluran-saluran tersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang
pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi, dan seterusnya. Lembaga
kemasyarakatan mana yang menjadi titik tolak, tergantung pada cultural focusmasyarakat
pada suatu waktu mendapatkan penilaian tertinggi dari masyarakat cenderung untuk menjadi
saluran utama perubahan social dan kebudayaan.

H. Peristiwa-peristiwa Perubahan Kebudayaan


1. Ketidakserasian Perubahan-perubahan dan Ketertinggalan Budaya (Cultural lag)
Cultural lag adalah perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam
kebudayaan masyarakat. Pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan, tidak
selalu perubahan-perubahan pada unsur-unsur masyarakat dan kebudayaan mengalami
kelainan yang seimbang. Ada unsur-unsur yang dengan cepat berubah. Akan tetapi ada
pula unsur-unsur yang sukar untuk berubah. Biasanya unsur-unsur kebudayaan
kebendaan lebih berubah daripada unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Misalnya, suatu
suatu perubahan dalam cara bertani, tidak begitu berpengaruh terhadap tari-tarian
tradisional. Akan tetapi sistem pendidikan anak-anak mempunyai hubungan yang erat
dengan dipekerjakannya tenaga-tenaga wanita pada industri. Apabila dalam hal ini
terjadi ketidakserasian, maka kemungkinan akan terjadi kegoyahan dalam hubungan
antara unsur-unsur tersebut diatas, sehingga keserasian masyarakat terganggu.
Suatu teori yang terkenal didalam sosiologi mengenai perubahan dalam
masyarakat adalah teori ketertinggalan budaya (cultural lag) dari William F. Ogburn.
Teori tersebut mulai dengan kenyataan bahwa pertumbuhan kebudayaan tidak selalu
sama cepatnya dalam keseluruhannya seperti diuraikan sebelumnya, akan tetapi ada
bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat, dinamakan cultural lag (artinya
ketertinggalan kebudayaan). Juga suatu ketertinggalan (lag) terjadi apabila laju
perubahan dari dua unsur masyarakat atau kebudayaan (mungkin juga lebih) yang
mempunyai korelasi, tidak sebanding, sehingga unsur yang satu tertinggal oleh unsur

15
lainnya. Perubahan itu bisa berupa discovery (penemuan), invention (ciptaan baru),
dandiffusion (difusi, peleburan dari ciptaan lama dengan baru).
Suatu contoh dapat dikemukakan mengenai tenaga listrik antara tahun 1963-1966 di
Jakarta, dibandingkan dengan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat
jumlahnya. Keadaan listrik di kota Jakarta sangat dibawah norma-norma persyaratan
listrik bagi kota-kota besar, dan dari hal itu dapat dapat pula dinilai norma-norma
kesejahteraan masyarakat Jakarta ini. Listrik di Jakarta hanya lebih melayani 100.000
langganan atau 500.000 penduduk, yang berarti lebih kurang hanya 13% dari seluruh
penduduk Jakarta, atau satu dianta delapan keluarga.
Adanya cultural lag disini adalah karena tidak sesuainya penyediaan dengan
pemakaian tenaga listrik dan juga karena terlalu cepatnya perkembangan penduduk
Jakarta, apabila dibandingkan dengan kecepatan pertumbuhan penyediaan listrik.
Keadaan tersebut mengakibatkan terjadinya ketidakwajaran, misalnya pencurian listrik
yang menyebabkan para knsumen yang benar-benar berlangganan dirugikan.
Pengertian ketertinggalan dapat digunakan paling sedikit dalam dua arti, petama
sebagai jangka waktu antara terjadi dan diterimanya penemuan baru. Ketertinggalan
yang mencolok adalah ketertinggalan alam pikiran dengan perkembangan teknologi
yang sangat pesat. Hal ini dijumpai terutama pada masyarakat-masyarakat yang sedang
berkembang seperti indonesia ini.
Suatu contoh nyata adalah penggunaan Komputer yang merupakan salah satu hasil
perkembangan teknologi di negara-negara maju. Penggunaan alat tersebut harus disertai
oleh peralatan-peralatan khusus seperti untuk memperbaikinya apabila rusak. Aliran
listrik harus mempunya ketegangan tertentu, konstan dan seterusnya. Ini belum
semuanya tersedia, misalnya aliran listrik yang konstan. Hal itu dapat memacetkan
computer atau kalau rusak untuk memperbaikinya belum tentu tersedia alat dan ahli
yang cukup.
Tidak mudah memang untuk mengatasi persoalan demikian, paling tidak alam
pikiran manusia harus mengalami perubahan terlebih dahulu, yaitu dari alam pikiran
tradisional kealam pikiran yang modern. Alam pikiran modern ditandai oleh beberapa
hal, misalnya sifatnya yang terbuka terhadap pengalaman baru serta terbuka pula bagi
perubahan dan pembaharuan. Tekanan dalam hal ini bukanlah terletak pada keahlian

16
dan kemampuan jasmaniah belaka, tetapi pada suatu jiwa yang terbuka. Alam pikiran
modern tidak hanya terpaut pada keadaan sekitarnya saja yang langsung, akan tetapi
juga berhubungan dengan hal-hal yang di luar itu. Yaitu berpikir dengan luas. Di sini
pendidikan memperoleh posisi menentukan; semakin terdidik seseorang semakin
terbuka dan semakin luar daya pikirnya. Dia harus menyadari bahwa ada pendapat-
pendapat lain dan sikap-sikap lain yang mengelilingi dirinya. Kondisi lain yang juga
harus diperhatikan adalah bahwa alam pikiran modern lebih berorintasi pada keadaan
sekarang serta keadaan-keadaan mendatang daripada terhadap keadan-keadaan yang
telah lau; dan sehubungan dengan itu dia harus mengadakan perencanaan (planning)
untuk hari kedepannya.
Kiranya seseorang dengan alam pikiran modern yakin bahwa manusia dapat belajar
untuk memanfaatkan dan menguasai alam sekelilingnya, daripada bersikap pasrah atau
pasif. Seorang juga yakin bahwa keadaan-keadaan dapat diperhitungkan, artinya bahwa
orang-orang lain serta lembaga-lembaga lain dapat diandalkan dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban dan tanggung jawabnya. Dia tidak setuju pada pendapat bahwa
segala sesuatu dapat ditentukan oleh nasib atau oleh watak dan sifat-sifat yang khusus
dari orang-orang tertentu. Sehubungan dengan itu timbul kesadaran akan harga diri
orang-orang lain, sehingga dia menaruh keseganan terhadap mereka. Kemudian, dia
lebih percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi walaupun dengan cara-cara
sederhana sekalipun. Hal itu menimbulkan keyakinan kepadanya bahwa penghargaan
sebagai balas jasa, diberikan kepada mereka yang betul-betul telah berjasa dan tidak
atas dasar kekayaan atau kekuasaan yang dimilikinya. Itu semuanya terutama dapat
dicapai dengan pendidikan supaya orang dapat berpikir secara ilmiah. Cara berpikir
secara ilmiah herus melembaga dalam diri manusia, terutama pada masyarakat-
masyarakat yang sedang berkembang, agar terhindar dari terjadinya ketertinggalan
budaya.
2. Cultural Shock (guncangan kebudayaan)
Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Kalervo Oberg (1958) untuk
menyatakan apa yang disebutnya sebagai suatu penyakit jabatan dari orang-orang yang
tiba-tiba dipindahkan ke dalam suatu kebudayaan yang berbeda dari kebudayaannya
sendiri, semacam penyakit mental yang tak disadari oleh korbannya. Hal ini akibat

17
kecemasan karena orang itu kehilangan atau tak melihat lagi semua tanda dan lambang
pergaulan sosial yang sudah dikenalnya dengan baik.
Misalnya, adalah peristiwa kebudayaan dimana masyarakat melakukan
perpindahan dari Negara satu ke Negara lain. Tetapi terjadi perbedaan budaya yang
jauh antar Negara tadi dan membuat masyarakat bingung untuk berdaptasi. Keadaan ini
lebih dipengaruhi dengan perbedaan mendapat beasiswa di Perancis. Tetapi di Perancis,
mereka lebih suka menggunakan Bahasa Ibu mereka. Keadaan ini jelas akan membuat
keadaan orang Indonesia mengalami Cultural Shock dimana dia akan kebigungan
dengan bahasa yang tidak biasa dia dengar selama ini dan seperti yang kita ketahui,
bahwa Bahasa Perancis jika tidak terbiasa mendengarnya pasti akan sulit untuk
memahaminya. Ada empat tahap yang membentuk siklus culture shock:
a. Tahap inkubasi; kadang-kadang disebut tahap bulan madu, sebagai suatu
pengalaman baru yang menarik.
b. Tahap krisis; ditandai dengan suatu perasaan dendam, pada saat inilah terjadi
korban culture shock
c. Tahap kesembuhan; korban mampu melampaui tahap kedua, hidup dengan
damai.
d. Tahap penyesuaian diri; sekarang orang tersebut sudah membanggakan sesuatu
yang dilihat dan dirasakannya dalam kondisi yang baru itu, rasa cemas dalam
dirinya sudah berlalu.
Penyesuaian diri antarbudaya dipengaruhi oleh berbagai factor, diantaranya factor
intern dan factor ekstern. Faktor intern ialah faktor watak (traits) dan kecakapan
(skills). Watak adalah segala tabiat yang membentuk keseluruhan kepribadian seseorang,
yang dalam bahasa sehari-hari biasanya merupakan jawaban atas pertanyaan, “orang
macam apa dia?” jawabannya: emosional, pemberani, bertanggung jawab, senang bergaul
dan seterusnya. Orang yang senang bergaul biasanya akan lebih mudah menyesuaikan
diri.
Kecakapan atau skills menyangkut segala sesuatu yang dapat dipelajari mengenai
lingkungan budaya yang akan dimasuki, seperti bahasa, adat-istiadat, tata karma, keadaan
geografi, keadaan ekonomi, situasi politik, dan sebagainya.

18
Selain kedua faktor ini, juga sikap (attitude) seseorang berpengaruh terhadap
penyesuaian diri antarbudaya. Yang dimaksud dengan sikap di sini adalah kesiagaan
mental atau saraf yang terbina melalui pengalaman yang memberikan pengarahan atau
pengaruh terhadap bagaimana seseorang menanggapi segala macam objek atau situasi
yang dihadapinya. Contoh-contoh sikap: terus terang, berprasangka baik atau buruk,
curiga, optimis, pesimis, skeptis, ekstrem, moderatm toleran, tepa sliro, dan sebagainya.
Orang-orang yang bersikap terus terang dan terbuka atau berprasangka baik akan lebih
berhasil dalam menyesuaikan diri.
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri antarbudaya adalah:
1. Besar-kecilnya perbedaan antara kebudayaan tempt asalnya dengan kebudayaan
lingkungan yang dimasukinya.
2. Pekerjaan yang dilakukannya, yaitu apakah pekerjaan yang dilakukannya itu dapat
ditolerir dengan latar belakang pendidikannya atau pekerjaan sebelumnya.
3. Suasana lingkungan tempat ia bekerja. Suasana lingkungan yang terbuka akan
mempermudah seseorang untuk menyesuaikan diri bila dibandingkan dengan
suasana lingkungan yang tertutup.
3. Cultural survival
Cultural survival adalah suatu konsep yang lain, dalam arti bahwa konsep ini
dipakai untuk menggambarkan suatu praktek yang telah kehilangan fungsi pentingnya
seratus persen, yang tetap hidup dan berlaku semata-mata hanya di atas landasan adat-
istiadat semata-mata. Jadi, pengertian lag dapat dipergunakan paling sedikit dalam dua
arti, yaitu:
1. Suatu jangka waktu antara terjadinya penemuan baru dan diterimanya penemuan
baru tadi.
2. Adanya perubahan dalam pikiran manusia dari alam pikiran tradisional ke alam
pikiran modern.
Terjadinya cultural lag ialah karena adanya hasil ciptaan baru yang membutuhkan
aturan-aturan serta pengertian yang baru yang berlawanan dengan hukum-hukum serta
cara-cara bertindak yang lama, tetapi ada pula kelompok yang memiliki sifat
keterbukaan, malahan mengharapkan timbulnya perubahan dan menerimanya dengan
mudah tanpa mengalami cultural lag. Misalnya sebagai berikut, seorang pria

19
menggunakan mantel yang memiliki ekor dan dulunya itu digunakan untuk berkuda,
tetapi masih saja budaya itu digunakan untuk membuat mantel dalam pernikahan. Inilah
yang dimaksud dengan cultural survival.
4. Pertentangan kebudayaan (cultural conflict)
Pertentangan kebudayaan ini muncul sebagai akibat relatifnya kebudayaan. Hal ini
terjadi akibat konflik langsung antarkebudayaan. Faktor-faktor yang menimbulkan
konflik kebudayaan adalah keyakinan-keyakinan yang berbeda sehubungan dengan
berbagai masalah aktivitas berbudaya. Konflik ini dapat terjadi di antara anggota-anggota
kebudayaan yang satu dengan anggota-anggota kebudayaan yang lain. Dapat dicontohkan
dengan adanya pro dan kontra atas terjadinya perbudakan di Amerika. Hasil dari pro dan
kontra tadi adalah perang saudara di amerika.

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa merupakan keseluruhan hasil cipta,
karsa, dan karya manusia. Diangkat dari beberapa teori mengenai budaya dengan harapan
dapat digunakan sebagai alat untuk memperspektif suatu fenomena budaya atau
fenomena sosial yang muncul baik dalam dimensi masa kini, masa lampau atau pun di
masa mendatang. Perubahan dalam kebudayaan mencangkup semua bagiannya, yaitu:
kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya, bahkan perubahan-
perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial. Untuk bentuk perubahan
sosial dan budayanya sendiri dibedakan menjadi empat.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan pada
umumnya dapat dikatakan bahwa mungkin ada sumber sebab-sebab tersebut yang
terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar. Terjadinya
perubahan-perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu ; sebab-sebab yang berasal
dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri serta sebab-sebab perubahan lingkungan
alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada
dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk
berubah secara lebih cepat. Saluran-saluran perubahan social dan kebudayaan (avenue or
channel of change)merupakan saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan.
Peristiwa-peristiwa Perubahan Kebudayaan yaitu Ketidakserasian Perubahan-perubahan
dan Ketertinggalan Budaya (Cultural lag), Cultural Shock (guncangan kebudayaan),
Cultural survival, dan Pertentangan kebudayaan (cultural conflict).
B. KRITIK DAN SARAN
Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan kebudayaan yang terbentuk dari
berbagai macam kebudayaan suku dan agama sehingga banyak tantangan yang selalu
merongrong keutuhan budaya itu tapi dengan semangat kebhinekaan sampai sekarang
masih eksis dalam terpaan zaman. Kewajiban kita sebagai anak bangsa untuk tetap
mempertahankannya budaya itu menuju bangsa yang abadi, luhur, makmur dan
bermartabat. Penulis juga menyarankan kepada seluruh lapisan masyarakat terutama anak

21
muda untuk menyaring seluruh kebudayaan asing yang masuk ke budaya Indonesia,
dalam hal ini kita perlu bersifat bijak dengan seksama dan cermat dalam menghadapinya
agar jika suatu saat nanti kita mengahapi peristiwa-peristiwa kebudayaan kita tidak
mengalami guncangan yang dapat mengganggu psikologis sehingga kita dapat
menerimanya dengan bersifat terbuka sesuai dengan tuntutan zaman.

22
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Koentjaraningrat,Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta, 2009


http://nurkholifahhh17.blogspot.com/2016/12/makalah-perubahan-budaya.html

https://sijai.com/perubahan-sosial/#

https://www.eduspensa.id/pengertian-proses-faktor-perubahan-sosial-budaya/#a

23

Anda mungkin juga menyukai