Anda di halaman 1dari 7

PENERAPAN METODE SEISMIK REFRAKSI DALAM MENGETAHUI

ZONA RAWAN LONGSOR

Nurul Muhlisah, Lantu, Amiruddin*)


*) Program Studi Geofisika FMIPA Unhas
nmuhlisah@gmail.com

SARI BACAAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui zona rawan longsor dengan menggunakan metode
seismik refraksi. Metode seismic refraksi digunakan untuk mengetahui litologi batuan,
perlapisan batuan dan letak bidang gelincir. Dari hasil analisis perlapisan seismic refraksi
diperoleh litologi lapisan pertama dilihat pada penampang profil kecepatan batuan dengan
nilai kecepatan 490 m/s – 650 m/s dapat diinterpretasi sebagai soil atau tanah serta batuan
pasir lepas, pada lapisan ini hampir tidak ditemukan lempung sehingga dapat meloloskan air
dengan baik ke lapisan batuan di bawahnya. Lapisan kedua berdasarkan profil kecepatan,
peta geologi dan kedaan di lapangan dapat diinterpretasi sebagai tanah lempung pasiran dan
tuff. Pada lapisan ini terdapat batu lempung pasir dan tuff, batu lempung dan tuff ini adalah
batu yang kedap air sehingga walaupun terdapat batu pasir namun tetap akan lebih sulit
meloloskan air, lapisan ini memiliki kecepatan 650 m/s – 837 m/s, dari penampang struktur
bawah permukaan maka ditentukan kedalaman bidang gelincir untuk lokasi pertama adalah 3
m – 4.5 m. Dari litologi perlapisan batuan dan kedalaman bidang gelincir maka daerah ini
termasuk daerah zona rawan longsor
Kata kunci : Longsor, Seismik refraksi, tomography, bidang gelincir.

ABSTRACT
This research head for determine the landslide prone zones using seismic refraction method
and soil mechanics approach. Seismic refraction method is used to determine the layering of
rock and positions of sliding plane. From the layer analysis of seismic refraction showed that
first layer lithology at velocity profile with velocity value 490 m/s – 650 m/s interpretated as
soil and loose sandstone, in this layer claystone almost covered so this layer have a good
permeability. The second layer from velocity profile, geology map and the condition in
research area interpretated as sandy claystone and tuff. In this layer got claystone and tuff,
claystone and tuff that we known as unpermeability stone so although there is sandstone but
still difficulty to though water, this layer have velocity 650 m/s – 837 m/s, from subsurface
section can we determine the depth sliding planeis 3 m - 4.5 m. from layer lithology and the
depth sliding plane so the slope is categorized as a area that prone to landslides.
Keywords: Landslide, Seismic refraction, Tomography, Sliding plane

1
PENDAHULUAN curam, pada wilayah ini sering terjadi
longsoran kecil maupun besar.
Longsor adalah salah satu bencana Mengingat dampak yang disebabkan
alam yang sering terjadi di Indonesia, oleh bencana tanah longsor maka perlu
hal ini disebabkan karena kondisi dilakukan penentuan zona rawan
topografi indonesia yang memiliki longsor di daerah tersebut.
banyak lembah dan tebing yang terjal,
secara umum faktor penyebab tanah Penentuan rawan longsor tersebut
longsor bukan hanya kondisi topografi dilakukan dengan menggunakan
yang curam namun juga disebabkan pendekatan metode geofisika. Metode
oleh kondisi tanah, curah hujan serta geofisika yang digunakan yaitu
kegiatan manusia. Indonesia seismik refraksi.
merupakan daerah khatulistiwa yang
LANDASAN TEORI
memiliki curah hujan tinggi sehingga
apabila lereng memiliki kondisi tanah Metode Seismik
yang lemah maka akan berpotensi
terjadi longsor (Sutikno, 1994). Pada metode seismik, sinyal yang
dihasilkan oleh gelombang seismik
Menurut Nandi (2007) tanah longsor
digunakan untuk mengetahui
merupakan perpindahan material
parameter elastisitas batuan. Batas
pembentuk lereng berupa batuan,
elastisitas batuan dapat diperoleh
bahan rombakan, tanah, atau material
melalui parameter tegangan (stress)
longsoran bergerak ke bawah atau
dan regangan (strain). Kedua
keluar lereng. Secara geologi, tanah
parameter tersebut bila digabungkan
longsor adalah suatu peritiwa geologi
dengan prinsip dasar dinamika yang
dimana terjadi pergerakan tanah
kemudian melahirkan gelombang
seperti jatuhnya bebatuan atau
longitudinal (gelombang P) dan
gumpalan besar tanah. Gelombang transversal (gelombang S)
Menurut Darsono (2012) dalam Sri masing-masing sebagai berikut (Lantu
Utami (2014) salah satu penyebab & Sabrianto, 2013):
tanah longsor yang sangat berpengaruh
(𝜆+2𝜇)
adalah bidang gelincir (slip surface). 𝑣𝑝 = √ (1)
𝜌
Bidang gelincir biasanya terdapat
𝜇
diantara bidang yang stabil dan bidang 𝑣𝑠 = √𝜌 (2)
yang bergerak dan biasanya tanah
yang mengalami longsor bergerak di Dimana :
atas bidang gelincir tersebut. λ : Parameter Lame
μ : Modulus Rigiditas
Desa Bontolempangan Kecamatan ρ : Densitas Medium
Sinjai Barat Kabupaten Sinjai k : Modulus Bulk
merupakan daerah pegunungan dengan Dari kedua parameter kecepatan
kondisi topografi yang terjal dan gelombang diperoleh hubungan

2
modulus elastics (modulus young) dan gelombang pada lapisan
modulus poisson sebagai berikut: dibawahnya.
5. Makin bertambahnya kedalaman
𝑌 (1−𝑃)
𝑣𝑝 = √𝜌 (1+𝑃)(1−2𝑃) (3) lapisan batuan maka semakin
kompak batuannya sehingga
𝑌
𝑣𝑠 = √2𝜌(1+𝑃) (4) kecepatan gelombang pun
𝑣𝑝
bertambah seiring bertambahnya
2(1−𝑃)
= [1−2𝑃]
(5) kedalaman.
𝑣𝑠
Dimana : Bila kasusnya adalah gelombang
Y = Modulus Young kompresi (gelombang P) maka terjadi
𝑃 = Poisson Ratio dan 𝜉 empat gelombang yang berbeda yaitu,
gelombang P-refleksi (PP1),
Seismik Refraksi
gelombang S-refleksi (PS1),
Seismik refraksi dihitung berdasarkan gelombang P-refraksi (PP2),
waktu yang dibutuhkan gelombang gelombang S-refraksi (PS2). Dari
untuk menjalar pada batuan dari posisi hukum snellius yang diterapkan pada
sumber seismik (seismik source) kasus tersebut diperoleh (Susilawati,
menuju penerima (receiver) pada 2004) :
berbagai jarak tertentu. Pada metode 𝑉𝑃1 𝑉 𝑉 𝑉 𝑉
ini data yang dibutuhkan hanya data = sin𝑃1𝜃 = sin𝑆1𝜃 = sin𝑃2𝑟 = sin𝑆2𝑟
sin 𝑖 𝑃 𝑆 𝑃 𝑆
first break saja (Setiawan 2008). (6)
Di mana :
Untuk memahami penjalaran 𝑉𝑃1 =kecepatan gelombang–P di medium 1
gelombang seismik pada batuan bawah 𝑉𝑃2 =kecepatan gelombang–P di medium 2
permukaan digunakan beberapa 𝑉𝑆1 =kecepatan gelombang- S di medium 1
asusmsi antara lain : 𝑉𝑆1 =kecepatan gelombang–S di medium 2

1. Panjang gelombang seismik yang


digunakan jauh lebih kecil
dibandingkan ketebalan lapisan
batuan.
2. Gelombang seismik dipandang
sebagai sinar yang memenuhi
hukum Snellius dan prinsip
Huygens.
3. Medium bumi dianggap berlapis-
lapis dan tiap lapisan
menjalarkan gelombang seismik Gambar 1. Pemantulan dan pembiasan
dengan kecepatan yang berbeda. gelombang (Setiawan, 2008)
4. Pada bidang batas antar lapisan
(interface), gelombang seismik
menjalar dengan kecepatan

3
Kasus Dua Lapisan Horizontal sehingga menjalar pada bidang batas
lapisan.
Metode seismik refraksi menerapkan
waktu tiba pertama gelombang dalam Metode Pemodelan Tomography
perhitungannya. Gelombang P Data Seismik
memiliki kecepatan lebih besar
dibandingkan dengan kecepatan Metode tomography adalah suatu
gelombang S sehingga waktu datang metode optimasi untuk memperoleh
gelombang P yang diperhitungkan. jejak gelombang seismik bias dari
batas lapisan dengan jarak lintasan
terpendek, model ini dimulai dengan
suatu nilai kecepatan awal kemudian
secara iterative mencari kesesuaian
antar model travel time calculated
dengan model travel time yang terukur
(Lantu& Sabrianto, 2013).
Untuk mencari travel time minimum
antara sumber dan geophone untuk
setiap pasangan sumber-penerima. Ini
dilakukan dengan menyelesaikan
Gambar 2 Hubungan jarak dengan travel time gelombang
langsung, pantul, dan bias (Refrizon dkk, 2008) lintasan gelombang I dan kecepatan
Bila pada titik O diadakan sumber invers atau slowness, karena keduanya
gelombang maka gelombang seismik tidak diketahui untuk
akan menjalar ke segala arah pada menyelesaikannya iterasi harus
medium pertama dan pada saat lewat dilakukan dengan pendekatan metode
batas lapisan sebagian akan terbiaskan kuadrat terkecil
kembali kepermukaan dan diterima
oleh geophone yang dipasang di
permukaan tanah. secara umum waktu
tiba gelombang langsung adalah:
𝑥
𝑡1 = (8)
𝑉1
Mulai geophone R dan seterusnya
gelombang yang lebih dulu tercatat
pada geophone adalah gelombang yag Gambar 3 Tomografi Waktu Jalar dan
telah mengalami pembiasan, sehingga lintasan jejak sinarnya dari sumber ke
waktu yang diperlukan adalah : penerima (SeisImager 2D Manual, 2009)
𝑥 2ℎ Gambar diatas didefinisikan sebagai :
𝑡=𝑣 + √𝑣2 2 − 𝑣1 2 (9)
2 𝑣2 𝑣1 𝑙
Gelombang ini merupakan gelombang 𝑆= (7)
𝑣
yang dibiaskan kritis pada titik M Dimana,
S = Slowness

4
v = Kecepatan gelombang P gelombang seismik dengan
l = Raypath menggunakan metode tomografi
diperoleh kurva profil kecepatan
Waktu jalar dari sumber ke penerima
(ti) dapat dihitung sebagai fungsi batuan bawah permukaan
lintasan dalam kotak-kotak X sebagai
(Grant and West, 1965):
𝑑𝑋
𝑡𝑖 = ∫𝑥 = ∫𝑥 𝑠(𝑋)𝑑𝑋(8)
𝑣(𝑋)
Dengan ti adalah waktu total, X
banyaknya mesh yang dilewati dan
s(x) adalah kelambatan medium.
Sehingga waktu tempuh dalam bentuk
matriks adalah : Gambar 4. Penampang profil kecepatan batuan lintasan 1

𝑙11 𝑙12 . 𝑙1𝑁 𝑡1


𝑆1
𝑙21 𝑙22 . 𝑙2𝑁 𝑡2
𝐿𝑆 = 𝑙31 𝑆 .
𝑙32 . 𝑙3𝑁 ( .2 ) = ( ) = 𝑇
. . . . .
𝑆𝑁 𝑡𝑀
𝑙
( 𝑀2 𝑙𝑀2 . 𝑙𝑀𝑁 )
(9)
Raypaths Slowness
Traveltime
Jika diasumsikan Raypath = A;
Slowness = X; dan Traveltime = Y,
maka dari bentuk matriks diatas kita
akan mendapatkan (SeisImager/2DTM Gambar 5. Penampang profil kecepatan batuan lintasan 2
Manual, 2009):
(𝐴𝑋 = 𝑌) (10)
Sehingga solusi untuk X adalah:
(𝐴𝑇 𝐴)𝑋 = 𝐴𝑇 𝑌 (11)
(𝐴𝑇 𝑇 −1
𝐴)(𝐴 𝐴) 𝑋 = [𝐴𝑇 −1 [𝐴𝑇 ][𝑌](20)
𝐴]
𝑋 = (𝐴𝑇 𝐴)−1 𝐴𝑇 𝑌 (12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Kecepatan Batuan Gambar 6. Penampang profil kecepatan batuan lintasan 3

Dari penampang profil kecepatan


Dari data akuisisi seismik refraksi di
lapangan, diperoleh penjalaran waktu batuan pada lintasan 1 sampai 3 yang
(travel time) gelombang seismik. Data ditunjukkan pada Gambar 4 sampai
tersebut kemudian diplot kedalam Gambar 6 dimana diperoleh
kurva travel time dan nilai tersebut pengelompokan kecepatan gelombang
kemudian dianalisis, hasil perhitungan

5
P untuk masing-masing lintasan Dari gambar penampang struktur
dengan merujuk pada Tabel kecepatan bawah permukaan dan tabel kecepatan
Kohnen, 1974 yaitu : batuan maka lintasan ini teridentifikasi
sebagai 2 lapisan yang
Lapi- Nilai Batuan Warna mengindikasikan adanya bidang batas
san kecepatan skala antara kedua perlapisan yang biasa
1 490 m/s - Soil dan batu Pink-
disebut bidang gelincir (slip surface).
650 m/s pasir lepas kuning Dari penampang struktur bawah
2 650 m/s - Lempung Hijau- permukaan, untuk lapisan pertama
837 m/s berpasir dan tuff biru terlihat bahwa terdapat soil dan batu
pasir tidak kedap air yang merupakan
lapisan lemah dan dapat bertindak
sebagai lapisan yang mudah bergerak.
Pada lapisan kedua merupakan lapisan
yang memiliki kandungan lempung
cukup tinggi serta mengandung batu
tuff dimana lempung dan tuff ini
merupakan batuan yang dapat
menampung namun sulit meloloskan
air (kedap air), lapisan ini merupakan
Gambar 7Struktur bawah permukaan lintasan 1 lapisan stabil. Bidang batas antara
lapisan ini dapat menjadi bidang
gelincir

Lintasan Kedalaman
bidang gelincir
1 3- 4 m
2 4,5 m
3 3,5 m
Gambar 8Struktur bawah permukaan lintasan 2

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Litologi bawah permukaan terdiri
atas soil, batu pasir dengan
kecepatan 490 m/s - 650 m/sdan
batu lempung pasiran dan tuff
dengan kecepatan 650 m/s - 837
Gambar 9Struktur bawah permukaan lintasan 3
m/s.

6
2. Dari penampang struktur bawah Poros Malino – Sinjai, Jurusan
permukaan, bidang gelincir pada Teknik Geologi, Universitas
lokasi pertama terdapat pada Hasanuddin, Makassar.
kedalaman 3 m – 4.5 m.
3. Dari litologi bawah permukaan dan Kiswarasari, P., 2013, Aplikasi
kedalaman bidang gelincir maka Metode Seismik Refraksi untuk
dapat disimpulkan bahwa daerah Mendeteksi Potensi Longsor di
ini diindikasikan sebagai daerah Desa Deliksari Kecamatan
zona rawan longsor. Gunungpati Semarang, Jurusan
Fisika FMIPA Universitas Negeri
Saran Semarang, Semarang.
1. Perlu dilakukan pengeboran untuk Lantu & Sabrianto., 2013, Metode
mengambil sampel tanah yang ada Seismik Refraksi, Program Studi
dibawah permukaan. Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA,
2. Terdapat banyak faktor yang Universitas Hasanuddin,
menyebabkan tanah longsor, Makassar.
sehingga perlu dilakukan
penelitian yang lebih banyak dan Rantesapan, D., O., 2009, Analisis
mendalam tentang pemicu Stabilitas Lereng pada Model
terjadinya longsor yang lain. Tanggul Berbahan Tanah
3. Perlu diadakan penelitian dengan Gleisol, Fakultas Teknologi
menggunakan metode geolistrik Pertanian Institut Pertanian Bogor,
atau geomagnet sehingga dapat Bogor.
dibandingkan dan mendukung Sukamto R dan Suptriatna S., 1982,
kesimpulan yang diperoleh dengan Geologi Lembar Ujung
metode seismik . Pandang, Bantaeng, Sinjai,
4. Membangun dinding penahan dan Pusat Penenlitian dan
tidak memberikan gangguan pada Pengembangan Geologi Direktorat
bagian tepi lereng . Jenderal Pertambangan Umum
departemen Pertambangan dan
DAFTAR PUSTAKA
Energi, Bandung
Amin, M. dan Martina, 2006, Analisa Susilawati, 2004, Seismik Refraksi
Stabilitas Lereng Deposisi (Dasar Teori & Akuisisi Data),
Material Longsoran Malino Jurusan Fisika FMIPA,
dengan Perkuatan Universitas Sumatera Utara,
Lereng,Teknik Sipil Univesitas
Medan.
Hasanuddin, Makassar

Imran, A. M., Azikin, B & Sultan.,


2012, Peranan Aspek Geologi
Sebagai Penyebab Terjadinya
Longsoran Pada Ruas Jalan

Anda mungkin juga menyukai