Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keuangan negara merupakan urat nadi dalam

pembangunan suatu negara dan amat menetukan kelangsungan

perekonomian baik sekarang maupun yang akan datang. Dimana

secara konsepsional, sebenarnya defenisi keuangan negara

bersifat platis dan tergantung pada sudut pandang, sehingga

apabila berbicara mengenai keuangan negara dari sudut

pemerintah, yang dimaksud keuangan negara adalah APBN.

Sementara itu, jika dilihat dari sudut pandang pemerintah daerah,

yang dimaksud yakni APBD. Demikian juga dengan badan usaha

milik negara dalam bentuk perusahaan jawatan, perusahaan

umum, dan perseroan terbatas. Oleh karena itu, berdasarkan

konsepsi hukum keuangan negara, definisi keuangan negara dalam

arti luas meliputi APBN, APBD, keuangan negara pada semua

badan usaha milik negara. Dan secara umum, keuangan negara

merupakan semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun

berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung

dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Dengan begitu melimpahnya sumber daya alam yang

diyakini mampu menambah pundi-pundi keuangan negara, sangat

1
memprihatinkan bahwa Indonesia pada era reformasi saat ini tidak

mampu menunjukkan jati diri sebagai salah satu negara maju dan

masih saja berdiam diri dengan status negara berkembang dengan

hutang yang melimpah. Sebuah ironi bahwa, salah satu

penyebabnya adalah terjadinya kebocoran dan penyimpangan

keuangan negara.

Oleh sebab itu, guna menstabilkan keuangan negara dan

menghindari penyimpangan, kebocoran, dan hal-hal lain yang

mampu menggoyahkan keuangan negara, maka perlu ada tindakan

untuk mencegah hal tersebut. Hal yang paling sesuai untuk

mencegah terjadinya hal tersebut adalah pengelolaan keuangan

negara yang baik. Dimana pengelolaan keuangan negara

merupakan manajemen keuangan negara yang bertujuan agar

daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat

ditingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonomi yang semakin

bersifat global, sehingga kualitas kehidupan masyarakat Indonesia

dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Dalam

pengelolaan keuangan negara meliputi berbagai aspek seperti

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan

pertanggungjawaban.

Salah satu aspek penting dalam pengelolaan keuangan

negara yang baik yaitu perlu adanya pengawasan. Dalam hal ini,

pengawasan merupakan segala usaha atau kegiatan untuk

2
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai

pelaksaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang

semestinya atau tidak.

Selain pengawasan, pertanggungajawaban juga menjadi hal

penting, pertanggungjawaban yang dimaksud adalah kewajiban

pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara

secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,

ekonomis, efektif, dan transparansi, dengan memperhatikan rasa

keadilan dan kepatutan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka

disusun makalah dengan judul “Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggungjawab Keuangan Negara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka

disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan keuangan negara?

2. Apa pengertian dan tujuan dari pengelolaan keuangan negara?

3. Bagaimana tahapan pengelolaan APBN?

4. Apa pengertian pengawasan dan bagaimana

pengklasifikasiannya?

5. Bagaimana pengawasan APBN oleh DPR, lembaga pemerintah

dan masyarakat?

6. Bagaimana pertanggungjawaban APBN?

3
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan penulisan

yakni:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keuangan

negara

2. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan dari pengelolaan

keuangan negara

3. Untuk mengetahui tahapan pengelolaan APBN

4. Untuk mengetahui pengertian pengawasan dan bagaimana

pengklasifikasiannya

5. Untuk mengetahui pengawasan APBN oleh DPR, lembaga

pemerintah dan masyarakat

6. Untuk mengetahuipertanggungjawaban APBN

4
BAB II

PEMBAHASAN

A PENGERTIAN KEUANGAN NEGARA

Keuangan negara merupakan semua hak dan kewajiban

negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik

berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik

negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

tersebut.

1. Hak-Hak Negara

Hak-hak negara yang dapat dinilai dengan uang antara lain:

a) Hak menarik sejumlah uang atau barang tertentu dari

penduduk yang dapat dipaksakan dengan bentuk peraturan

perundang-undangan, tanpa memberi imbalan secara

langsung kepada orang yang bersangkutan. Contoh bentuk

penarikan dana ini adalah pajak, bea cukai, retribusi, dan

sebagainya. Dengan demkian, negara akan memperoleh

penerimaan yang menjadi haknya untuk membiayai tugas

negara;

b) Hak monopoli mencetak uang dan menentukan mata uang

sebagai alat tukar dalam masyarakat;

c) Hak untuk mengadakan pinjaman paksa kepada warga

negara (obligasi, sanering uang, devaluasi nilai mata uang:;

5
d) Hak teritorial darat, lau, dan udara serta segla kekayaan

yangterkandung di dalamnya, yang meruoakan sumber yan

besar dalam penggunaannya yang dapat dinilai degan uang.

2. Kewajiban Negara

Kewajiban-kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang

antara lain:

a) Kewajiban menyelenggarakan tugas yang dapat dinilai

dengan uang antara lain:

i. Pemeliharaan keamanan dan ketertiban;

ii. Pembuatan, pemeliharaan jalan-jalan raya, pelabuhan,

dan pangkalan udara;

iii. Pembangunan gedung-gedung sekolah, rumah sakit;

iv. Pembuatan dan pemeliharaan pengairan;

v. Pembangunan pemeliharaan alat perhubungan (pos,

telepon, dan sebagainya).

Kewajiban membayar hak tagihan dari pihak-pihak yang melakukan

sesuatu atau perjanjian dengan pemerintah, misalnya pembelian

barang-barang untuk keperluan pemerintah, pembangunan gedung

pemerintah, pembangunan gedung pemerintah, dan sebagainya

B PENGERTIAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN

TUJUANNYA

Pengelolaan keuangan negara mempunyai arti luas dan

sempit. Pengelolaan keuangan negara dalam arti luas adalah

6
manajemen keuangan negara. Dalam arti sempit, pengelolaan

keuangan negara adalah administrasi keuangan negara atau tata

usaha keuangan negara.

Tujuan pengelolaan keuangan negara secara umum adalah

agar daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin

dapat ditingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonomi yang

semakin bersifat global, sehingga kualitas kehidupan masyarakat

Indonesia dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan.

Adapun yang menjadi arti penting/alasan mengapa keuangan

negara harus dikelola dengan baik karena beberapa alasan, yakni

sebagai berikut:

1. Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

Keuangan negara dapat mempengaruhi bekerjanya mekanisme

harga yang dibentuk dari kekuatan hukum penawaran dan

pemintaan. Penerimaan negara yang berasal dari pungutan

pajak akan mengurangi daya beli masyarakat, sehingga

mengurangi permintaan masyarakat. Sebaliknya pengeluaran

negara, untuk membeli baang dan jasa dari masyarakat akan

menambah daya beli masyarakat. Apabila penerimaan negara

melebihi pengeluaran negara, berarti pengurangan daya beli

masyarakat lebih besar dari penambahannya, sehingga terjadi

ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran.

Sebaliknya, apabila pengeluaran negara lebih besar dari

7
penerimaannya, berarti penambahan daya beli masyarakat lebih

besar dari pengurangannya, sehingga terjadi

ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Bila

permintaan lebih besar dari penawaran, harga-harga akan naik

atau terjadi inflasi. Tetapi bila penawaran yang lebih besar dari

permintaan, harga-harga akan turun atau deflasi. Inflasi adalah

suatu proses atau kecenderungan dari harga-harga untuk

menaik secara umum dan terus-menerus (Boediono, 1980).

Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Baik inflasi maupun deflasi

mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat, sehingga inflasi

dan deflasi tidak dikehendaki masyarakat. Oleh karena itu,

untuk mencegah dampak dampak yang tidak dikehendaki,

Adam Smith menganjurkan agar penerimaan negara sama

dengan pengeluaran negara atau APBN harus selalu seimbang.

Pajak yang dipungut oleh negara tidak boleh terlalu banyak atau

terlalu sedikit.

Pajak yang dipungut hanya cukup untuk membiayai

penyelenggaraan tugas dan fungsi yang diberikan rakyat

kepada negara (Guritmo Mangkoesoebroto, 1991), yaitu:

a) Menyelenggarakan pertahan dan keamanan;

b) Menyelenggarakan peradilan;

c) Menyediakan barang publik.

2. Menjaga Kestabilan

8
Menurut Keyness, depresi dunia, yang terjadi tahun 1930,

disebabkan oleh penawaran agregat lebih besar dari

permintaan agregat. Oleh karena itu, untuk mengatasi

pengangguran, pemerintah, melalui APBN, dapat memperbesar

permintaan agregat agar sama dengan penawaran agregat. Ini

berarti bahwa APBN dapat juga dipergunakan untuk:

a) Mengatasi deflasi dan inflasi

b) Memelihara stabilisasi

Sejak tulisan Keynes itu, tugas dan fungsi negara menjadi

lebih penting karena tidak sekedar menyelenggarakan

pertahanan, keamanan, peradilan dan menyediakan barang

publik. Peran APBN menjadi bertambah penting seiring

dengan bertambahnya tugas dan fungsi negara. Jadi,

kestabilan yang dimaksud adalah kestabilan ekonomi. Hanya

dengan terjaminnya kestabilan perekonomianlah, maka

kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera akan tetap

terpelihara.

3. Merealokasi sumber-sumber ekonomi

Pendapat Keyness ini kemudian dikembangkan lagi oleh

Musgrave. Dalam bukunya yang berjudul The Theory of Public

Finance, Musgrave menyatakan bahwa tugas dan fungsi negara

adalah:

a) Realokasi sumber-sumber ekonomi;

9
b) Redistribusi pendapatan;

c) Stabilisasi

Yang dimaksud dengan realokasi sumber-sumber ekonomi oleh

Musgrave adalah memanfaatkan sumber-sumber yang

terbatas itu secara maksimal. Di Indonesia, kecuali yang

ditentukan lain oleh peraturan perundangan yang berlaku, pada

hakikatnya sumber-sumber ekonomi itu dimiliki oleh

masyarakat. Apabila sumber-sumber ekonomi yang ada pada

masyarakat itu tidak dipergunakan secara maksimal, sehingga

menimbulkan ketidakseimbangan dalam perekonomian, maka

Negara, dengan kebijakan fiskal yang persuasif, dapat

mendorong penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut

secara maksimal.

4. Mendorong redistribusi pendapatan

Yang dimaksud dengan resdistribusi pendapatan adalah bahwa

negara dengan menggunakan kebijakan fiskalnya, dapat

mengupayakan agar perbedaan antara golongan masyarakat

yang kaya dengan golongan masyarakat yang miskin itu tidak

terlalu menyolok. Oleh karena itu, pengelolaan APBN tidak

hanya menyangkut pada jumlah penerimaan dan jumlah

pengeluaran saja, tetapi harus diperhatikan juga rincian dari

penerimaan dan pengeluaran.

10
C TAHAP PENGELOLAAN APBN

Di dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) adalah rencana keuangan yang disusun secara

sistematis, yang mencakup rencana penerimaan dan rencana

pengeluaran untuk satu tahun anggaran, yang disusun oleh

pemerintah pusat dan telah disetujui oleh DPR. Penyusunan APBN

merupakan manifestasi pelaksanaan kewajiban pemerintah sesuai

dengan Pasal 23 Amandemen UUD 1945.

Pengelolaan APBN secara keseluruhan dilakukan melalui 5

tahap yaitu tahap perencanaan APBN, tahap penetapan UU APBN,

tahap pelaksanaan UU APBN, tahap pengawasan pelaksanaan UU

APBN, dan tahap pertanggungjawaban pelaksanaan UU APBN.

Kegiatan-kegiatan yang dimulai dari perencanaan anggaran sampai

ke perhitungan anggaran biasa disebut siklus APBN atau daur

APBN atau lingkungan APBN.

I. Tahap perencanaan APBN

Secara garis besarnya pada tahap ini ada 6 langkah yang

dilakukan yang secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.

a) Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga

(Renja-KL) Kementerian Negara/Lembaga menyusun

Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga yang memuat

kebijakan, program, dan kegiatan yang dilengkapi dengan

sasaran kinerja dengan menggunakan pagu indikatif untuk

11
tahun anggaran yang disusun dan prakiraan maju (forward

estimate) untuk tahun anggaran berikutnya. Program dan

kegiatan dalam Renja-KL disusun dengan pendekatan

berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah,

dan penganggaran terpadu. Penyusunan Renja-KL

berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada prioritas

pembangunan nasional dan pagu indikatif yang di tetapkan

oleh Menteri Perencanaan dan Menteri Keuangan.

b) Pembahasan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga.

c) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementeriaan

Negara/Lembaga (RKA-KL).

d) Penyusunan Anggaran Belanja

e) Penyusunan Perkiraan Pendapatan Negara

f) Penyusunan Rancangan APBN

II. Tahap Penetapan UU APBN

`Nota keuangan dan rancangan APBN beserta Himpunan RKA-

KL yang telah dibahas dalam sidang kabinet disampaikan

pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan

Agustus untuk dibahas dan ditetapkan menjadi undang-undang

APBN selambat-lambatnya pada akhir bulan Oktober.

III. Tahap Pelaksanaan UU APBN

Pedoman pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun

12
2002 tentang pedoman pelaksanaan APBN sebagaimana telah

diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418)

IV. Tahap Pengawasan Pelaksanaan UU APBN

Di tingkat intern pemerintah, pengawasan pelaksanaan

APBN dilakukan oleh Inspektorat Jenderal untuk lingkup

masing-masing Departemen/Lembaga dan oleh Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk

lingkup semua Departemen/Lembaga. Seperti halnya

Inspektorat Jenderal dan BPKP; BPK mengadakan

pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan,

pengeluaran dan pembukuan uang,barang,piutang/kekayaan

dan utang negara. BPK ditetapkan dengan undang-undang

tersendiri dan memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada

DPR.

V. Tahap Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan UU APBN

Tahap terakhir dari siklus anggaran adalah

Pertanggungjawaban atas pelaksanaan UU APBN. Pada tahap

ini pemerintah menyampaikan laporan keuangan yang sudah

diaudit BPK kepada DPR selambat-lambatnya 6(enam) bulan

setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan (setidak-

tidaknya menurut Pasal 30 UUKN adalah :

13
a) Laporan Realisasi APBN

b) Neraca

c) Laporan Arus Kas, dan

d) Catatan Atas Laporan Keuangan (dilampiri laporan

keuangan perusahaan Negara dan badan lainnya)

Dengan adanya 5 tahap pengelolaan APBN tersebut maka

setidak-tidaknya dapat disusun berbagai klasifikasi (rincian), yaitu

klasifikasi ekonomi, organik, fungsional dan klasifikasi menurut

objeknya. Tujuan dari klasifikasi tersebut adalah agar dapat diketuhi

dengan jelas dampak APBN pada kegiatan (ekonomi) masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

merupakan alat utama pemerintah untuk mensejahterakan

rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah untuk mengelola

perekonomian negara.

Paket Undang-Undang Keuangan Negara (yang terdiri atas

undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara) merumuskan

empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara, yaitu:

1) Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja,

2) Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah,

14
3) Pemberdayaan manajer profesional, dan

4) Adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, profesional,

dan mandiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan

pemeriksaan.

Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang

kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari

keuasaan pemerintahan (Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2003). Pada dasarnya Presiden selaku Kepala Pemerintahan

memegang keuasaan pemerintahan. Sebagian kekuasaan itu

diserahkan kepada Menteri Keuangan yang kemudian berperan

sebagai pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan

negara dalam kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagian

kekuasaan lainnya diberikan kepada menteri/pimpinan lembaga

sebagai pengguna anggaran/pengguna barang

lembaga/kementeriaan yang dipimpinnya.

D PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI PENGAWASAN

Pengawasan yang digambarkan dalam siklus anggaran

(budget cyclus) terlihat seakan-akan merupakan tahapan yang

terpisah, padahal sebenarnya pengawasan merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari setiap siklus anggaran. Dengan demikian,

pengawasan merupakan instrumen pengedalian yang melekat.

Pada setiap tahanan dalam siklus anggaran. Pengawasan

merupakan saran untuk menghubungkan target dengan realisasi

15
setiap program/kegiatan/proyek yang harus dilaksanakan oleh

Pemerintah. Menurut Nawawi (1993: 6), fungsi pengawasan dapat

dilakukan setiap saat, baik selama proses manajemen/administrasi

berlangsung maupun setelah berakhir, untuk mengetahui tingkat

pencapaian tujuan suatu organisasi/unit kerja. Dengan kata lain,

fungsi pengawasan harus dilakukan terhadap perencanaan dan

pelaksanaannya. Kegiatan pengawasan sebagai fungsi manajemen

bermaksud untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan

yang terjadi, setelah perencanaan dibuat dan dilaksanakan.

Keberhasilan perlu dipertahankan dan jika mungkin ditingkatkan

dalam perwujudan manajemen/administrasi berikutnya di

lingkungan suatu organisasi/unit kerja tertentu. Sebaliknya, setiap

kegagalan harus diperbaiki dengan menghindari penyebabnya, baik

dalam menyusun perencanaan maupun pelaksanaannya. Untuk

itulah, fungsi pengawasan perlu dilaksanakan sedini mungkin, agar

diperoleh umpan balik (feed back) untuk meaksanakan perbaikan

bila terdapat kekeliruan atau penyimpangan, sebelum menjadi lebih

buruk dan sulit diperbaiki.

Sehubungan dengan pengertian pengawasan terhadap

beberapa macam pengertian dan jenis pengawasan, syafiie (1998:

60) mengindetifikasikan pengertian dari rencana menurut pendapat

dari beberapa ahli berikut ini:

1) Lyndal F. Urwick

16
Pengawasan adalah upaya agar sesuatu dilaksanakan

sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan

instruksi yang telah dikeluarkan.

2) Sondang Siagian

Pengawasan adalah proses pengamatan pelaksanaan

seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua

pekerjaan yang dilaksanan sesuai dengan rencana yang

telah ditentukan sebelumnya.

3) George R Terry

Controlling can be defined as the process of determining

what is to be accomplihed, that is the standard, what is

being accomplished that is the performance, evaluating

the performance, and if necessary applying corrective

measure so that performance takes place according to

plans, that is conformity with the standard (pengawasan

dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang

harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan

yaitu menilai pelaksanaan dan bila perlu melakukan

perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai

dengan rencana, yaitu selaras dengan standar).

4) Stephen Robein

Control can be defined as the process of monitoring

activities to ensure they are being accomplished as

17
planned and correcting any significant devisions

(pengawasan dapat didefinisakan sebagai proses

mengikuti perkembangan kegiatan untuk menjamin (to

ensure) jalannya pekerjaan, dengan demikian dapat

selesai secara sempurna (accomplished) sebagaimana

yang direncakan sebelumnya dengan pengoreksian

beberapa pemikiran yang saling berhubungan).

5) David Granick mengemukakan tiga fase dalam

pengawasan berikut ini:

1. Fase legislatif

2. Fase administratif

3. Fase dukungan

6) Abdurrahman mengatakan ada beberapa fakto yang

membantu pengawasan dan mencegah berbagai kasus

penyelewangan serta penyalahgunaan wewenang yaitu:

1. Filsafat yang dianut bangsa tersebut

2. Agama yang mendasari seseorang tersebu

3. Kebijakan yang dijalankan

4. Anggaran pembiayaan yang mendukung

5. Penempatan pegawai dan prosedur kerjanya

6. Kemantapan koordinasi dalam organisai.

18
Muchsan (1992: 37-38), sebelum merumuskan unsur-unsur

penting dalam pengawasan, mengidentifikasi beberapa pendapat

ahli mengenai pengertian rencana berikut ini:

1) Henry Fayol

Control consist in veryvying wether everything occur in

conformity with the plan adopted, the instruction issued

and principles astablished. It has for object to point out

weakness and errors in order torectivity then and prevent

recurrance.

2) Newman

Control is assurance that the performance conform to

plan.

3) Suyamto

Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk

mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya

mengenai pelaksaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai

dengan yang semestinya atau tidak.

Selanjutnya, Muchsa menyimpulkan bahwa untuk adanya

tindakan pengawasan diperlukan unsur-unsur sebagai berikut:

a. Adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki oleh aparat

pengawas.

19
b. Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji

terhadap pelaksaan suatu tugas yang akan diawasi.

c. Tindakan pengawasan dapat dilakukan terhadap suatu

proses kegiatan yang sedang berjalan maupun terhadap

hasil yang dicapai dari kegiatan tersebut.

d. Tindakan pengawasan berakhir dengan disusunnya

evaluasi akhir terhadap kegiatan yang dilaksanakan serta

pencocokan hasil yang dicapai dengan rencana sebagai

tolak ukurnya.

e. Untuk selanjutna tindakan pengawasan akan diteruskan

dengan tindak lanjut baik secara administratif maupun

secara yuridis.

Berkaitan dengan jenis-jenis pengawasan, Fachruddin

(2004: 92-93), mengklasifikasikan pengawasan seperti berikut ini:

1. Pengawasan dipandang dari “kelembagaan” yang

dikontrol dan yang melaksanakan kontrol, dapat

diklasifikasikan atas:

a. Kontrol intern (internal control)

Pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan/organ

yang secara struktural masih termasuk organisasi

dala lingkungan pemerintah. Misalnya: pengawasan

yang dilakukan oleh pejabat atasan terhadap

bawahannya secara hierarkhis. Bentuk kontrol

20
semacam itu dapat digolongkan sebagai jenis kontrol

tekhnis-administrati atau built-in-control-.

b. Kontrol ekstern (external control)

Pengawasan yang dilakukan oleh badan/organ yang

secara struktur organisasi berada di luar pemerintah

dalam arti eksekutif. Misalnya, kontrol yang dilakukan

secara langsung, seperti kontrol keuangan yang

dilakukan BPK, kontrol sosial yang dilakukan oleh

masyarakat dan LSM termasuk media massa dan

kelompok masyarakat yang berminat pada bidang

tertentu, kontrol politis yang dilakukan MPR dan

DPR(D) terhada pemerintah (eksekutif). Kontrol reaktif

yang dilakukan secara tidak langsung melalu badan

peradilan (justice control) antara lain peradilan umum

dan peradilan administrasi, maupun badan lain seperti

Komisi Ombudsman Nasional.

2. Pengawasan dipandang dari waktu pelaksanaan

pengawasan, meliputi:

a. Kontrol a-priori

Pengawasan yang dilakukan sebelum dilakukan

tindakan atau dikeluarkannya suatu keputusan atau

ketetapan pemerintah atau peraturan lainnya yang

menjadi wewenang pemerintah. Kontrol a-priori

21
mengandung unsur pengawasan preventif yaitu untuk

mencegah atau menghindarkan terjadinya kekeliruan.

Contohnya adalah lembaga persetujuan dan

pengesahan dari instasi atasan. Suatu tindakan

pemerintah hanya sah apabila disetujui atau disahkan

oleh instansi yang secara hierarkhis lebih tinggi.

b. Kontol a-posteriori

Pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkan

suatu keputusan atau ketetapan pemerintah sesudah

terjadinya tindakan pemerintah. Pengawasan ini

mengandung sifat pengawasan represif yang

berujuan mengoreksi tidakan yang keliru. Contoh

kontrol peradilan atau judicial control yang dilakukan

melalui gugatan oleh pihak yang merasa

kepentingannya dirugikan oleh suatu tindaan atau

perbuatan pemerintah.

3. Pengawasan dipandang dari aspek yang diawasi, dapat

diklasifikasikan atas:

a. Pengawasan dari segi “hukum” (legalitas)

Pengawasan dimaksudkan untuk menilai segi-segi

hukumnya saja (rechmatigheid). Kontrol peradilan

atau judicial control secara umum masih dipandang

sebagai pengawasan segi hukum (legalitas) walaupun

22
terlihat adanya perkembangan baru yang

mempersoalkan pembatasan itu.

b. Pengawasan dari segi “kemanfaatan” (opportunitas)

Pengawasan dimkasudkan untuk menilai segi

kemanfaatannya (doelmatigheid). Kontrol internal

secara hirarkhis oleh atasa adalah jenis penilaian segi

hukum (rechmatigheid) dan sekaligus segi

kemanfaatan (oportunitas)

4. Pengawasan dipandang dari cara pengawasan dapat

dibedakan atas:

a. Pengawasan “negatif repressif”

Pengawasan yang dilakukan setelah suatu tindakan

dilakukan.

b. Pengawasan “negati preventif” atau positif

Pengawasan yang dilakukan dengan cara badan

pemerintah yang lebih tinggi menghalangi terjadinya

kelalaian pemerintah yang lebih rendah

5. Di samping itu, masih dipandang dari cara pengawasan

dengan mengutip pendapat Hertogh, pengawasan dapat

dibedakan pula atas:

a. Pengawasan unilateral (unilateral control)

Pengawasan yang penyelesaiannya dilakukan secara

sepihak oleh pengawas

23
b. Pengawasan refleksif (reflexive control)

Pengawasan yang penyelesaiannya dilakukan melalui

proses timbal balik berupa dialog dan negosiasi

antara pengawas dan yang diawasi

Soebagio (1998: 94-102) dengan metode yang agak

berbeda mengklasifikasikan pengawasan atas:

1. Dari segi obyeknya, dibedakan atas:

a. Pengawasan terhadap penerimaan negara, meliputi:

i. Pengawasan terhadap jenis pajak

Dalam hal ini diutamakan kepada pengawasan

represif, seperti pengawasan yang dilakukan

oleh fiskus terhadap wajib pajak/wajib pungut

dan pengawasan oleh atasan fiskus.

ii. Pengawasan terhadap pungutan non-tax

Dilakukan oleh ordonnator secara langsung

terhadap instansi bendaharawan penyetor

tetap yang mengurus sendiri administrasi

penerimaannya.

b. Pengawasan terhadap pengeluaran negara

Pengawasan dapat dilakukan pada waktu, sedang

atau sesudah operasional dan pengawasan pada

waktu sebelum dilakukan pengeluaran, terdiri dari:

24
i. Pengawasan pada waktu perencanaan

pengeluaran, yaitu melalui perencanaan

/pengusulan sampai menjadi DIP dan DIK.

ii. Pengawasan pada waktu akan melakukan

pengeluaran, yaitu ordonator terhadap tagihan

melalui SPPR/SPPP dan penelitian terhadap

SPMU.

iii. Pengawasan pada waktu akan dilakukan

pembayaran dimana bendaharawan harus

mendapat pengesahan terlebih dahulu dari

Kepala Kantor atau atasan langsungnya.

iv. Pengawasan pada waktu setelah terjadi

pengeluaran, yaitu kepala kantor/atasan

langsung harus memeriksa tanda bukti

pengeluaran dan melegalisir SPJ yang akan

dikirimkan kepada ordanator.

v. Pengawasan yang dilakukan oleh

ordonator/otorisator dalam hal ini Biro

Keuangan cq. Bagian pembukuan dan

verifikasi Departemen terhadap SPJ.

vi. Pengawasan BPK terhadap SPJ yang telah

diperiksa oleh ordonator/Bagian Anggaran.

25
Pengawasan ini adalah pengawasan terakhir

bagi Bendaharawan.

2. Pengawasan menurut sifatnya, dibedakan atas:

a. Pengawasan preventif

Pengawasan yang dilakukan sebelum terjadinya

pengeluaran dalam rangka menghindarkan kebocoran

dan penghamburan. Pengawasan preventif

dilaksanakan secara ketat, yaitu berdasarkan proyeksi

keuntungan dari rencana pengeluaran dengan

menggunakan metode perbandingan antara besarnya

biaya yang akan dikeluarkan dengan hasil manfaat

yang diperkirakan akan dapat diperoleh (cost benefit

analysis/volume profit analysis) dengan menggunakan

kriteria standarisasi biaya yang telah ditetapkan

sesuai dengan kondisi daerah.

b. Pengawasan represif

Pengawasan represif merupakan kelanjutan dari mata

rantai pengawasan preventif, sehingga dengan

dilakukannya pengawasan represif ini lengkaplah

pengawasan keuangan negara, terdiri dari:

i. Pengawasan represif pasif (surpiece/dari

jauh/verifikasi)

26
Hanya bersifat meneliti dan mengevaluasi

dokumen-dokumen SPJ yang dikirim oleh

Bendaharawan atau pejabat yang menguasai

aktivitas keuangan negara. Jarak antara

pengawas dan obyek/subyek yang diawasinya

berjauhan, sehingga sering disebut juga

pengawasan dari jauh. Berikut aplikasinya:

1) Ordonnator memeriksa kebenaran

penggunaan uang yang berasal dari SPMU,

pengecekan kebenaran terhadap

pemeriksaan SPJ yang dikirim kepadanya.

2) Otorisator (Biro Keuangan dari masing-

masing Departemen) memeriksa SPJ yang

dikirimkan oleh Bendaharawan dan

mengecek kembali SPJ yang diperiksa oleh

ordonnator.

3) BPK memeriksa SPJ dari bendaharawan

yang diteruskan oleh otorisator, yaitu SPJ

yang telah diperiksa oleh ordonnator.

4) Pemeriksaan terhadap laporan harian dan

mingguan sebagai pertanggungjawaban

dari Bendaharawan Negara.

27
5) Pemeriksaan terhadap laporan penerimaan

negara

Apabila selama SPJ terdapat kekeliruan, maka

verifikatur akan melakukan:

a) Teguran untuk pembetulan dokumen-

dokumen SPJ.

b) Pemberitahuan agar SPJ atau isi laporan

diadakan perubahan.

Dalam hal ini terdapat dugaan tindakan

melanggar hukum, maka diproses sesuai

dengan ketentuan tuntutan ganti rugi.

Jika hal itu dibandingkan dengan klasifikasi

pengawasan Fachrudin di atas, pengawasan itu

mendekati pengawasan releksif, dengan tidak

menutup kemungkinan dilakukannya

pengawasan dari segi yuridis melalui tuntutan

ganti rugi.

ii. Pengawasan represif aktif

Pelaksanaan pengawasannya dilakukan secara

face to face antara pejabat yang mengawasi

dan pejabat yang diawasinya, serta bersifat

secara keseluruhan (comprehensive) terhadapt

28
aktivitas operasional keuangan negara.

Pengawasan ini dapat dilakukan:

1) Secara tournee, yang disebut inspeksi

2) Tanpa diberitahu lebih dahulu, secara

mendadak atau inspeksi mendadak (sidak).

3) Checking on the spot.

Pengawasan on the spot adalah

pengawasan yang dilakukan oleh atasan

langsung, Irjen dari tiap Departemen yang

bersangkutan, BPKP terhadap

bendaharawan di tempat terjadinya aktivitas

yaitu mengenai bukti pengeluaran,

pembebanan pengeluaran, efisiensi

pengeluaran dan pemeriksaan terhadap

buku kas, buku penolong, dan buku bank

serta realisasi yang sebenarnya yang ada

pada brandkast atau pada saldo R/C pada

bank Pemerintah.

Pengawasan represif aktif dilakukan oleh:

a) Atasan langsung kepada Bendaharawan

proyek atau rutin

b) Kepala Kantor Wilayah Direktorat

Jenderal Anggaran kepada Kas Negara

29
c) Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat

dari Direktorat Kas Negara terhadap Kas

Negara

d) Kepala Kantor Wilayah BPKP atau

akuntan/akun akuntan dan

inspektur/inspektur pembantu

melakukan pengawasan terhadap

bendaharawan proyek/rutin yang berada

di wilayahnya

e) Inspektur Jenderal dari suatu

Departemen c.q. inspektur Keuangan

dan Perlengkapan melakukan

pemeriksaan terhadap bendaharawan

proyek/rutin dan bagian keuangan dari

kantor daerah.

f) BPK melakukan pemeriksaan terhadap

ordonnator dan bendaharawan umum

ataupun bendaharawan proyek/rutin.

3. Pengawasan dari segi ruang lingkup, terdiri dari:

a. Pengawasan intern, meliputi:

i. Pengawasan intern dalam arti sempit

Dilakukan dalam tubuh suatu organisasi

dimana terdapat hubungan antar pengawas

30
dan pejabat dari suatu Departemen (Inspektur

Jenderal dan Biro Keuangan/ Bagian Verifikasi)

terhadap pejabat-pejabat yang berada di unit

organisasi-organisasinya di daerah-daerah.

Contohnya: Kepala Kantor/atasan langsung

mengawasi bendaharawan proyek/rutin/gaji

dalam suatu instansi pemerintahan, Inspektur

Jenderal dari suatu departemen mengadakan

pemeriksaan setempat terhadap pengurusan

keuangan di daerah-daerah, dll.

ii. Pengawasan intern dalam arti luas

Antara pengawas dengan pejabat yang diawasi

tidak mempunyai korelasi langsung, jadi antara

mereka tidak ada mata rantai garis/line

organisasi, yaitu seperti pengawasan atau

pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat-

pejabat dari Departemen Keuangan yang

melakukan pengawasan umum tingkat

eksekutif terhadap Departemen/Lembaga

Daerah dan Daerah Otonom.

b. Pengawasan ekstern, dapat diklasifikasikan lagi atas:

i. Sifatnya hampir sama dengan pengawasan

dalam arti sempit, contohnya:

31
1) Pengawasan yang dilakukan ordonnator

terhadap kebenaran SPP yang diajukan

bendaharawan yang meminta sejumlah

uang berdasarkan kredit SKO.

2) Pengawasan yang dilakukan oleh BPKP

terhadap bendaharawan proyek/rutin.

ii. Pengawasan ekstern dalam arti luas

Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga

yang berada diluar kelompok eksekutif. Hal tu

dilakukan oleh BPK, yang menurut Pasal 2 UU

Nomor 15 Tahun 2004 diberikan kewenangan

untuk melakukan pemeriksaan atas

pengeolaan keuangan negara. Lazimnya, yang

diperiksa oleh BPK adalah laporan keuangan

secara lengkap, yang terdiri dari: neraca,

Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan

Arus Kas (LAK) dan Catatan Atas Laporan

Keuangan (CALK). Pemeriksaan tersebut

menurut Pasal 4 meliputi: pemeriksaan

keuangan, pemeriksaan kinerja dan

pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Berikut

penjelasannya masing-masing:

32
a) Pemeriksaan keuangan adalah

pemeriksaan atas laporan keuangan.

b) Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksan

atas pengelolaan keuangan negara yang

terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan

efisiensi serta pemeriksaan aspek

efektivitas.

c) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah

pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang

keuangan, pemeriksaan investigatif, dan

pemeriksaan atas sistem pengendalian

intern pemerintah.

Sejak berlaku paket UU yang berkaitan dengan pengelolaan

keuangan negara, maka produk Bindia Belanda tidak berlaku lagi.

hal ini mengandung makna bahwa terdapat pergeseran pandangan

tentang pengawasan keuangan negara dalam kaitan pengelolaan

keuangan negara. Pandangan yang dianut oleh paket UU yang

berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara tertuju pada

pengawasan melekat, pengawasan internal, maupun pengawasan

eksternal.

1) Pengawasan Melekat

Pengawasan melekat dalam kerangka pengelolaan

keuangan negara mengalami perubahan yang sangat prinsipil.

33
perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kerja para

pengelola keuangan negara, selain bendahara dan pejabat lain.

perubahan pengawasan melekat jadi bagian dari pengendalian

keuangan negara.

Keuangan negara yang dikelola wajib dilakukan

pengendalian agar penggunaannya dapat terarah dalam jangka

waktu yang ditentukan. pengendalian tersebut merupakan

tanggung jawab pemerintah untuk mencegah agar tidak terjadi

penyimpangan atau penyalahgunaan keuangan negara.

pengendalian yang di lakukan oleh pemerintah berdasarkan

Pasal 58 UU Perbendaharaan Keuangan negara disebut

sebagai pengendalian internal pemerintah. Pasal 58 UU

Perbendaharaan Negara ditegaskan (1) dalam rangka

meningkatkan kinerja,presiden selaku kepala pemerintah

negara mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian

internal di lingkungan pemerintah secara menyeluruh (2) sistem

pengendalin internal sebagamana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Subtansi pengendalian internal pemerintah meliputi

peningkatan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

keuangan negara, serta pelaksanaannya berada dalam

kewenangan presiden. Pelaksanaanya ditujukan kepada

pengaturan dan penyelenggaraan sistem pengendalian internal

34
di lingkungan pemerintah secara menyeluruh. Sebenarnya

pengendalian internal pemerintah dalam pengelolaan kuangan

negara dimaksudkan agar aparat pemerintah tidak

meyalahgunakan kewengangan, sarana atau kedudukan untuk

perkaya diri sendiri, orang lain atau korupsi.

Kewenangan presiden dalam mengatur pengendalian

internal pemerintah merupakan perwujudan sebagai kepala

pemerintahan negara berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD tahun

1945. Oleh karena itu sistem pengendalian internal pemerintah

ditetapkan dengan peraturan pemerintah setelah di konsultasi

dengan badan pemeriksa keuangan. Dengan dilakukanya

konsultasi pada badan pemeriksa keuangan, diharapkan agar

sasaran pengendalian internal pemerintah dapat mencapai

tujuannya. Adapun tujuan pengendalian internal pemerintah

sebagai berikut:

a) instansi pemerintah mengelola keuangan negara secara

efisien dan efektif

b) melaporkan keuangan negara secara andal

c) mengamankan aset negara

d) mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-

undangan.

Dalam kaitan pengendalian internal pemerintah, dilakukan

pembagian kewenangan agar dapat tercapai tujuannya.

35
Pembagian kewenangan yang terkait dengan pengendalian

internal pemerintah sebagai berikut:

a) menteri keuangan selaku bendahara umum negara

menyelenggarakan sistem pengendalian internal di bidang

pembendaharaan.

b) menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna

anggaran/pengguna barang menyelenggarakan sistem

pengendalian internal di bidang pemerintah masing-masing.

c) gubernur/bupati/walikota mengatur lebih lanjut dn

menyelenggarakan sistem pengendalian internal di

lingkungan pemerintah daerah yang di pimpinnya

Untuk mewujudkan sistem pengendalian internal

pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 58 ayat (2)

UU Perbendaharaan Negara, maka ditetapkan peraturan

pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian

Internal Pemerintah. Penetapan peraturan dilandasi bahwa

paket UU yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan

negara yang lebih akuntabel dan transparansi. Hal ini boleh

dicapai ketika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan

kegiatan di instansi masing-masing oleh karena itu, Pasal 1

Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008 menegaskan:

1) sistem pengendalian internal adalah proses yang integral

pada tindakan dan kegiatan yang di lakukan secara terus

36
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk

memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan

organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,

keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,

dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

2) sistem pengendalian internal pemerintah merupakan sistem

pengendalian internal yang di selenggarakan secara

menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah

daerah.

3) pengawasan internal adalah seluruh proses kegiatan audit,

review, evaluasi pemantauan dan kegiatan pengawasan

pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan

fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang

memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan

tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien

untuk kepentingan pemimpin dalam mewujudkan tata

kepemerintahan yang baik.

Sistem pengendalian internal pemerintah dilandasi pada

pemikiran bahwa sistem ini melekat sepanjang kegiatan

dipengaruhi oleh sumber daya manusia serta hanya

memberikan keyakinan yang memadai. sistem pengendalian

internal pemerintah bukan merupakan keyakinan mutlsk yang

melahirkan suatu keadilan, kemanfaatan, atau kepastian hukum

37
dalam pengelolaan keuangan negara. Sistem pengendalian

internal hanya sebagai petunjuk pengelolaan keuangan negara

yang mampu dipertanggung jawabkan sesuai dengan kegiatan

yang terlaksana secara akuntabel dan transparan dalam rangka

kepentingan negara,berupa terwujudnya masyarakat adil dan

makmur sebagaimana yang di cita-citakan.

Terkait dengan pemikiran tersebut, dikembangkan unsur

sistem pengendalian internal pemerintah yang berfungsi

sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolak ukur pengujian

efektifitas penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara.

pengembangan unsur sistem pengendalian internal perlu di

pertimbangkan aspek biaya dan manfaat,sumber daya

manusia,kejelasan kriteria pengukuran efektifitas,dan

perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara

komprehentif. persenyawaan antara unsur sistem pengendalian

sistem pemerintah sebagaimana di atas,mencipatakan

kemampuan untuk tidak melakukan pemborosan keuangan

negara, termasuk menyalahgunakan keuangan negara untuk

kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan

negara.

Pengawasan melekat merupakan salah satu organ atau alat

perlengkapan dari sistem pengendalian internal pemerintah

yang berfungsi melakukan penilaian independen atas

38
pelaksanaan tugas fungsi instansi pemerintah. lingkup

pengaturan pengawasan melekat mencakup kelembagaan,

lingkup tugas,kompetensi sumber daya manusia,kode

etik,standar audit,pelaporan,dan telaahan sejawat. Dalam arti

pengawasan melekat tidak sekedar dijadikan pranata hukum

untuk kepentingan pribadi yang dibebani kewajiban

menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara,melainkan

untuk kepentingan instansi pemerintah. Keberhasilan

pengawasan melekat sangat berpengaruh kepada

kelangsungan instansi pemerintah dalam memanfaatkan

keuangan negara yang di kelola.

Pengawasan yang di lakukan oleh atasan kepada pejabat

yang mengelola keuangan negara dalam suatu instansi

pemerintah merupakan kewajiban hukum yang melekat pada

jabatan ini. namun tidak dapat di pungkiri kadang kala di

tegaskan secara tegas sebagai bentuk wewenang untuk

melakukan pengawasan kepada bawahan yang melakukan

pengelolaan keuangan negara. oleh karena itu,tidak ada alasan

pembenar bagi atasan untuk terhindar dari pengawasan

keuangan negara yang dilakukan terhadap bawahannya yang

sering di sebut sebagai “pengawasan melekat”.

Pejabat yang mengelola keaungan negara pada suatu

instansi pemerintah wajib memberi laporan pengelolaan

39
keuangan negara kepada atasannya. berdasarkan laporan

itu,atasan tersebut melakukan pengawasan pengelolaan

keuangan negara secara insidentil maupun berkala. Hal ini

dilakukan agar kerugian keuangan negara setiap saat boleh di

cegah. Pencegahan dari kerugian negara merupakan sasaran

pokok dari pengawasan intenal.

Selain atasan dari pejabat yang mengelol keuangan negara

dalam suatu instasi pemerintah,dikenal pula inspektorat jenderal

yang berwenang melakukan pengawasan keuanagn negara

yang berada di bawah pemerintah. Tujuannya adalah untuk

menunjang bekerjanya sistem pengadilan internal pemerintah.

Inspektorat jenderal secara fungsional melaksanakan

pengawasan internal bagi pengawasan pengelolaan keuangan

negara pada suatu instansi pemerintah, baik di tingkat pusat

maupun di tingkat daerah yang bertanggung jawab kepada

menteri,pimpinan lembaga non kementrian negara,atau

pimpinan lembaga. Pengawasan yang dilakukan tertuju pada

kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi

kementrian negara dan lembaga yang memperoleh pembiayaan

dari APBN.

Seperti halnya pengawasan yang di lakukan oleh atasan dari

pejabat yang mengelola keuangan negara,setelah

melaksanakan tugas pengawasan inspektorat jenderal wajib

40
membuat laporan hasil pengawasan. Setelah itu, laporan hasil

pemeriksaan disampaikan kepada pemimpin instansi

pemerintah yang di awasinya sebagai peran serta dalam

melakukan pengendalian keuangan negara. Kemudian laporan

inspektorat jenderal yang secara fungsional melakukan

pengawasan internal itu menyampaikan ikhtisar laporan hasil

pengawasan kepada menteri,pimpinan lembaga non kementrian

negara,atau pimpinan lembaga negara.

Laporan dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh

inspektorat jenderal merupakan pertanggung jawaban kepada

menteri,pimpinan lembaga non kementerian,atau pimpinan

lembaga negara yang menerima laporan yang merupakan dasar

pertimbangan dalam menetapkan keputusan tentang

pengelolaan keuangan negara.keoutusan itu boleh memuat

temuan kerugian keuangan negara atau tidak ada kerugian

keuangan negara pada saat seletah dilakukan pengawasan.

2) Pengawasan Internal

Selain atasan dari pejabat yang mengelola keuangan negara

dan inspektorat jenderal,dikenal pula badan pengawasan

keuangan dan pembangunan. Badan pengawasan dan

pembangunan merupakan lembaga pemerintah yang

berwenang melakukan pengawasan internal bagi pengelolaan

keuangan negara dan bertanggung jawab kepada presiden.

41
badan pengawasan keuangan dan pembangunan tersebut

pengawasannya terarah pada akuntabilitas keuangan negara

pada kegiatan tertentu yang meliputi:

a. kegiatan yang bersifat lintas sektoral

b. kegiatan pembendaharaan umum negara berdasarkan

penetapan oleh menteri keuangan negara selaku bendahara

umum negara

c. kegiatan lain berdasarkan penugasan dari presiden

Dalam sistem manajeman keuangan negara,keberadaan

lembaga pengawal internal sangat di butuhkan untuk menjamin

kualitas pengelolaan keuangan negara termasuk pertanggung

jawabannnya. Kedudukannya dibutuhkan untuk mendeteksi

adanya perbuatan sehigga terjadi penyimpangan keuangan

negara yang berasal dari instansi pemerintah yang

menggunakan APBN.

Lingkup pengawasan yang di lakukan oleh badan pengawas

keuangan dan pembangunan tertuju pada instansi pemerintah..

hal ini dimaksudkan agar pengelolaan keuangan negara terarah

pada pembangunan dalam kerangka mewujudkan fungsi negara

sebagai konsekuensi negara hukum indonesia dengant tipe

kesejahteraan modern. Hal ini dilakukan bukan untuk mencari

kesalahan melainkan untuk mengarahkan pengelolaan

keuangan negara sehingga tercapai sasaran pembangunan.

42
Apabila dalam pengawasan terdapat penyimpangan dalam

pengelolaan keuangan negara diupayakan dilakukan tindakan

yang bersifat perbaikan dan bahkan dilakukan pembimbingan

agar dapat di kendalikan secara yuridis.

Dalam pelaksanaannya,badan pengawas dan pembangunan

berkewajiban membuat laporan hasil pengawasan kemudian

disampaikan kepada instansi pemerintah yang di awasinya.

laporan hasil pengawasan di laporkan secara berkala kepada

presiden dengan tembusan kepada menteri negara

pendayagunaan aparatur negara. Tujuan dari laporan itu

diharapkan segera di tindak lanjuti agar pengelolaan keuangan

negara tetap sesuai dengan rencana yang ditetapkan

berdasarkan peraturan UU yang mendasarinya.

3) Pengawasan Eksternal

Pada hakikatnya pengawasan eksternal tidak berada dalam

lingkungan pemerintah negara dalam arti sempit (eksekutif).

keberadaan pengawasan eksternal sangat di butuhkan untuk

mendampingi pengawasan internal dalam kerangka

pengelolaan keuangan negara. Pendampingan itu tidak berarti

bahwa pengawasan eksternal berada di belakang pengawasan

internal,melainkan memiliki kedudukan yang sama untuk

mencegah timbulnya kerugian keuangan negara.

43
Sumber hukum bagi DPR dan DPRD melakukan

pengawasan eksternal pengelolaan keuangan negaradiatur

pada Pasal 23E ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Sementara

itu,dasar hukum bagi DPRD dan DPR melakukan pengawasan

eksternal bagi pengelolaan keuangan negara diatur pada Pasal

7 UU BPK. sumber hukum maupun dasar hukum tersebut

menunjukkan keabsahan bagi DPR dan DPRD melakukan

pengawasan eksternal bagi pengelolaan keuangan negara.

E PENGAWASAN APBN OLEH DPR, LEMBAGA

PEMERINTAHDAN MASYARAKAT

(a) Pengawasan APBN oleh DPR

Dalam pengawasan yang dilakukan oleh DPR terdiri atas dua

hal, yaitu:

i. Pengawasan terhadap pemerintah dalam melaksanakan

undang-undang

ii. Pengawasan terhadap pemerintah dalam melaksanakan

APBN

Pengawasan DPR terhadap pemerintah dalam melaksanakan

APBN dapat dilakukan melalui dua hal, yaitu:

i. Melaui rapat-rapat kerja yang dilakukan oleh komisi-

komisi DPR dengan departemen-departemen

pemerintahan. Dalam rapat kerja tersebut, DPR dapat

mengadakan pembahasan mengenai berbagai hal

44
dengan pemerintah. Selain itu, DPR juga membahas

hasil dengar pendapat komisi-komis dengan masyarakat,

NGO, dan akademisi. Fungsi pengawasan dan fungsi

penganggaran akan beririsan ketika DPR melakukan

pembahasan dengan pemerintah untuk menyetujui RUU

APBN atau PAN yang diajukan oleh pemerintah.

ii. Menerima dan membahas laporan dari BPK

Berdasarkan Pasal 23E UUD 1945 Perubahan Ketiga,

ditetapkan bahwa hasil pemeriksaan keuangan negara

diserahkan kepada DPR, DPD, DPRD, sesuai dengan

kewenangannya. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK

akan digunakan oleh DPR untuk mengevaluasi

pertanggungjawaban pemerintah dalam pelaksanaan APBN.

Menurut Pasal 145 Peraturan Tata Tertib DPR, DPR

membahas hasil pemeriksaan tersebut yang diberitahukan oleh

BPK dalam bentul Hasil Pemeriksaan Semester, yang

kemudian disampaikan dalam rapat paripurna DPR untuk

dipergunakan sebagai bahan pengawasan. Hasil pemeriksaan

juga membantu DPR dalam rangka memberikan persetujuan

atas PAN yang diajukan oleh DPR.

(b) Pengawasan APBN oleh BPK

Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa yang

45
berwenang untuk melaksanakan tugas pemeriksaan atas

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara adalah

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana yang telah

ditetapkan dalam Pasal 23 E UUD 1945.

Pasal 23E ayat (1), ayat (2), dan ayat (3):

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang

keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa

Keuangan yang bebas dan mandiri

(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada

Depan Perwakilan Rakyat, Depan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan

kewenangannya

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga

perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Tujuan dari BPK adalah memeriksa setiap satu tupia yang

disimpan, diolah, dan dikelola oleh pejabat untuk melakukan

tugasnya. BPK akan melakukan audit apabila ada indikasi

penyelewengan keuangan daerah dan negara.

Dalam memeriksa laporan keuangan BPK memeriksa

neraca, aliran kas, serta anggaran. Jenis pemeriksaan BPK

menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004

adalah lapran keuangan antara pemeriksaan keuangan LKPD,

pemeriksaan kinerja, yaitu tingkat efisiensi, ekonomi, dan

46
efektivitas, dan terakhir pemeriksaan dengan tujuan tertentu

yang tergolong dalam 2 jenis pemeriksaan tersebut diatas.

Menurut cara melaksanakan pemeriksaan, sesuai dengan

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, pemeriksaan

yang dilakukan BPK terdiri atas 3 tipe utama, yaitu

pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan

dengan tujuan tertentu.

1) Pemeriksaan keuangan

Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan

keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam

rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat

kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan

pemerintah. Hasil pemeriksaan BPK atas keuangan

pemerintah pusat disampaikan kepada DPR/DPRD. Disini

BPK memegang peranan yang sangat penting dalam upaya

percepatan penyampaian laporan keuangan pemerintah

tersebut.

2) Pemeriksaan Kinerja

Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek

ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek

efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan

manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah.

47
Pemeriksaan kinerja ini merupakan pemenuhan atas Pasal

23E UUD 1945 yang mengamanatkan BPK untuk

melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelilaan keuangan

negara. Tujuan pemeriksaan kinerja adalah untuk

mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian

lembaha perwakilan. Bahi pemerintah, pemeriksaan kinerja

dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayi dengan keuangan

negara/daerah diselenggarakan secara ekonomi dan efisien

serta memenuhi sasarannya secara efektif.

3) Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu

Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan

yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan

keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam

pemeriksaan tujuan tertentu tersebut adalah pemeriksaan

atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan

pemeriksaan investigatif.

(c) Pengawasan oleh BPKP

BPKP dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 31

Tahun 1983 tanggal 3 Juni 1983. Secara historis, BPKP

merupakan peningkatan fungsi pengawasan yang sebelumnya

dilakukan oleh Direktoral Jenderal Pengawasan Keuangan

Negara, Departemen Keuangan. Keppres tersebut telah dicabut

dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun

48
2000 tanggal 23 November 2000 jo. Keppres Nomor 173 Tahun

2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Perubahan atas

Keppres Nomor 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Kewenang, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja LPND.

Sebagai pelaksaan dari Keppres tersebut telah dikeluarkan

keputusan Kepala BPKP Nomor Kep.06.00.00-080/K/2001

tanggal 20 Februari 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja

BPKP. BPKP berkedukan sebagai LPND yang berada dan

bertanggung jawab kepada presiden. BPKP mempunyai tugas

melaksanakn tugas pemerintahan di bidang pengawasan

keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangan yang berlaku.

Dalam Pasal 71 dari Keppres Nomor 42 Tahun 2002

dinyatakan bahwa BPKP melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan anggaran Negara sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, BPKP wajib

pula menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai

pelaksanaan APBN.

(d) Pengawasan APBN oleh Inspektorat Jenderal Departemen/Unit

Pengawasan LPND

Inspektorat Jenderal bertugas melaksanakan pengawasan

fungsional di lingkungan Departeme terhadap pelaksanaan

tugas emua unsur berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh

49
menteri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugasnya, Itjen. Dep. melaksanakan

fungsi sebagai berikut:

a) Penyiapan perumusan kebijakan, rencana, dan program

pengawasan

b) Pemeriksaan, pengujian, penilaian, dan pengusutan

terhadap kebenaran pelaksanaan tugas, pengaduan,

penyimpangan, dan penyalahgunaan wewenang yang

dilakuka oleh unsur-unsur departemen.

c) Pembinaan dan pengembangan sistem dan prosedur serta

teknis pelaksanaan pengawasan.

d) Penyampaian hasil pengawasan, pemantauan, dan penilaian

penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan.

e) Pelaksanaan urusan adminsitrasi Inspektorat Jenderal.

Dalam pengawasan APBN, pasal 70 dari Keppres Nomor 42

Tahun 2002 menyatakan bahwa:

(1) Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan

pada Lembaga melakukan pengawasan atas pelaksanaan

Anggaran Negara yang telah dilakukan oleh kantor/satuan

kerja/proyek/bagian proyek dalam lingkungan

departemen/lembaga bersangkutan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

50
(2) Hasil pemeriksaan Inspektur Jenderal

Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan pada Lembaga

tersebut disampaikan kepada Menteri Pimpinan Lembaha

yang embawahkan proyek yang bersangkutan dengan

tembusan disampaikan kepada kepala BPKP

Pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan

fungsional, baik oleh BPKP ataupu Itjen Deoartemen, bertujuan

untuk menilai apakah pelaksanaan APBN telah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

apakah pencapaian tujuan telah sesuai dengan rencana dan

dengan memperhatikan prinsip efisiensi dalam pencapaian

tujuannya.

(e) Pengawasan Pelaksanaan APBN ole Atasan Langsung

Pengawasan atasan langsung atau lazimna disebut

pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh

pimpinan/atasan masing-masing satuan organisasi/satuan kerja

terhadap bawahannya. Dalam Inpres No. 1 Tahun 1989 Waskat

diberi definisi sebagai serangkaian kegiatan yang bersifat

sebagai pengedalian yang terus-meneurs dilakukan oleh atasan

langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif

agar pelaksanaan tugas bawahan dapat berjalan efektif dan

efisien sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

51
Ketentuan preaturan perundang-undangan yang mengatur

tentang Waskat terakhir adalah Keppres RI Nomor 42 Tahun

2002, Waskat bertujuan untuk terciptanya kondisi yang

mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas-tugas

umum pemerintahan dan pembangunan berdasrkan kebijakan,

perencanaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

melalu kegiatan-kegiatan nyata yang diupayakan setiap

pimpinan.

(f) Pengawasan APBN oleh Masyarakat

Landasan hukum mengenai peran serta masyarakat dalam

mengawasi pelaksanaan pembangunan dan dalam mewujudkan

penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN

dapat dilihat pada:

(1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN;

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Peran Serra Masyarakat dalam

Penyelenggaraan Negara;

(3) Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang

Pedoman Pelaksanaan APBN serta penjelasannya.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur peran serta

masyarakat dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat

52
dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang

bersih dan bebas dari KKN.

Peran serta masyarakat dalam penyelanggaraan Negara

dilaksanakan dalam bentuk:

(1) Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi

mengenai penyelenggaraan Negara;

(2) Hak untuk memperoleh peayanan yang sama dan adil dari

penyelenggaraan Negara;

(3) Hak menyampaikan saran dan pendapat secara

bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggaraan

Negara;

(4) Hak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan

hak-haknya tersebut di atas.

Selanjutnya, dalam pasal 72 dari Keppres RI Nomor 42

Tahun 2002 dinyatakan bahwa Inspektur Jenderal

Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan Lembaga, Kepala

BPKP, Unit Pengawasan Daerah/Desa wajib menindaklanjuti

pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan APBN.

F PERTANGGUNGJAWABAN APBN

Pertanggungjawaban yang dimaksud adalah kewajiban

pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara

secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,

53
ekonomis, efektif, dan transparansi, dengan memperhatikan rasa

keadilan dan kepatutan.

Berikut ini dapat dilihat mekanisme pertanggungjawaban

keuangan Pusat dan Daerah dalam UU Keuangan Negara:

1. Pertanggungjawaban Keuangan Pusat

PresidenDPR

(a)

RUU PP APBN:

Laporan Keuangan

(telah diperiksa BPK, (b))

Isi Laporan Keuangan : Laporan realisasi APBN, Neraca,

Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan

dilampiri laporan keuangan perusahaan neg dan badan-badan

lainnya.

2. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Gubernur/Bupati/Walikota DPRD

(a)

Raperda PP APBD

Laporan Keuangan

(telah diperiksa BPK, (b))

Isi laporan keuangan: Laporan realisasi APBD, Neraca, Laporan

Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan dilampiri dengan

laporan keuangan perusahaan daerah.

54
Skema pertanggungjawaban keuangan negara di atas,

memperlihatkan bahwa analisis Burkhead mengenai

pertanggungjawaban keuangan negara diterapkan dalam

pertanggungjawaban keuangan Pusat dan Daerah berdasarkan UU

Keuangan Negara. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan

keuangan pemerintah memuat opini, yaitu pernyataan profesional

pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan

dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria: (i)

kesesuaian dengan standar akuntansi pemeerintahan; (ii)

kecukupan pengungkapan (adequate disclosure); (iii) kepatuhan

terhadapa peraturan perundang-undangan; dan (iv) efektivitas

sistem pengendalian intern.

Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan,

kesimpulan dan rekomendasi. Sedangkan laporan hasil

pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.

Pejabat pemerintah yang instansinya diperiksa dapat membuat

tanggapan atas hasil pemeriksaan tersebut. Tanggapan pejabat

pemerintah yang bertanggungjawab atas temuan, kesimpulan dan

rekomendasi pemeriksa dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil

pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan atas laporang euangan

pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD

selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan

keuangan dan pemerintah pusat. Laporan hasil pemeriksaan atas

55
laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK

kepada DPRD selambat- lambatnya 2 (dua) bulan setelah

menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah.

Laporan hasil pemeriksaan tersebut diatas, disampaikan

tersebut diatas, disampaikan pula kepada

Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan

kewenangannya. Sedangkan laporan hasil pemeriksaan kinerja dan

laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan

kepada DPR/DPD/DPRD dan kepada Presiden/Gubernur/

Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

56
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan mengenai “Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara” dapat

disimpulkan bahwa untuk menjaga stabilitas keuangan negara

maka diperlukan langkah efektif dan efisien. Adapun langkah yang

dimaksud yaitu pengelolaan keuangan negara yang bertujuan agar

daya tahan dan daya saing perekonomian nasional semakin dapat

ditingkatkan dengan baik dalam kegiatan ekonomi yang semakin

bersifat global, sehingga kualitas kehidupan masyarakat Indonesia

dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Selain

pegelolaan, pewangasan juga menjadi salah satu aspek penting

dimana pengawasan merupakan segala usaha atau kegiatan untuk

mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai

pelaksaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang

semestinya atau tidak. Disamping pengelolaan dan pengawasan,

pertanggungjawaban juga menjadi penting dalam keuangan

negara, dalam hal ini pertanggungjawaban yang dimaksud adalah

kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan

negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,

efisien, ekonomis, efektif, dan transparansi, dengan memperhatikan

rasa keadilan dan kepatutan.

57
DAFTAR PUSTAKA

Bohari. 2006. Hukum Keuangan Negara. Makassar.

Fachruddin, Irfan. 2004. Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap

Tindakan Pemerintah. Bandung.

Saidi, Djafar. Dan Djafar E.M. 2016. Hukum Keuangan NegaraTeori dan

Praktik (Edisi Ketiga). Jakarta: Rajawali Pers.

Sutedi, Adrian. 2018. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: Sinar Grafika.

Tjandra, Riawan. 2014. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: Grasindo.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengawasan,

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan

Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah.

58
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

59
DOKUMENTASI

60

Anda mungkin juga menyukai