W
DENGAN SYOK SEPTIC, SUSP CARDIOGENIK, ARDS, ASIDOSIS METABOLIK,
HIPO-NA, HIPO-ALBUMIN DAN KOAGULOPATI
DI RUANG PERAWATAN HIGH CARE UNIT (HCU) RSUP Dr. SARDJITO
Di susun oleh :
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Di Susun Oleh :
Muh Nur Husain S (180300584)
Dairatun Khasanah (180300568)
Putri Setyowati (180300587)
( ) ( )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia menurut Hierarki Maslow. Kekurangan
oksigen dalam hitungan menit saja dapat mengancam jiwa seseorang, oleh karena itu
masalah kesehatan yang berpengaruh terhadap sistem pernafasan (respiratory) menurut
asuhan keperawatan yang serius.
Gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri) dan asidosis. Keadaan ini sering
terjadi apabila bernapas menjadi demikian sulitnya sehingga terjadi kelelahan dan individu
tidak lagi memiliki energi untuk bernafas. Gagal nafas dapat menjadi lingkaran setan;
semakin sulit untuk bernapas, semakin sedikit alveoli untuk mengoksigenasi sehingga
kondisi ini menyebabkan kematian sel-sel pembuat surfaktan dan akhirnya meningkatkan
resistensi untuk mengembangkan. Hal ini terjadi bahwa kerja pernapasan semakin berat, dan
siklus tetap berlanjut kemudian memburuk. Gagal napas terjadi akibat berbagai penyakit
pernapasan, termasuk pneumonia yang meluas, sepsis, dan infeksi virus tertentu seperti
Hantavirus.
Gagal nafas adalah kegagalan pada sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran
oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001). Indikator gagal nafas adalah frekuensi
pernasafan dan kapasitas vital, frekuensi pernafasan normal ialah 16-20 x/menit. Bila lebih
dari 20x/menit tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran
ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya, perlu mengetahui gejala-
gejala dini penyebab serta permasalahannya. Kita ketahui bahwa peran perawat yang paling
utama adalah melakukan promosi dan pencegahan terjadinya gangguan pada sistem
pernafasan, sehingga dalam hal ini masyarakat perlu diberikan pendidikan kesehatan yang
efektif guna meningkatkan kualitas kesehatan pada masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen saluran
nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan terperangkapnya udara dibagian distal
sumbatan yang akan menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan
retensi CO2 menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja
pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis.
Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi
depresi pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya
kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang
menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat, beban
jantung bertambah dan akirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan permiabilitas
kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’
yang bertambah, terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya
gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas
D. Manifestasi Klinik Gagal Nafas
1. Gagal nafas total, aliran udara dimulut dan hidung tidak dapat diraskan/didengar, pada
gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi dan adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha
memberikan ventilasi buatan.
2. Gagal nafas parsial, terdengar suara nafas tambahan seperti gargling, snoring, growing
dan whizing serta adanya retraksi dinding dada.
3. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
4. Hipoksemia yaitu takikardi, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun).
E. Komplikasi Gagal Nafas
1. Paru, emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti
emfisema kutis dan pneumothoraks)
2. Jantung, cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan
infark miocard akut.
3. Gastrointestinal, perdarahan distensi lambung, ileus paralitik, diare dan
pneumoperitonium.
4. Polisitemia dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang memproduksi
eritrosit dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari normal.
5. Infeksi nosokomial, pneumonia, infeksi saluran kemih dan sepsis.
6. Ginjal, gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
7. Nutrisi, malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi enteral
dan parenteral.
F. Penatalaksanaan Gagal Nafas
1. Gagal Nafas Hiperkapnia
Karena hiperkapnia berarti adanya hipoventilasi alveolar, tata laksana suportif bertujuan
memperbaiki ventilasi alveolar menjadi nrma;, hingga penyakit dasr dapat diobati.
Kadang-kadang ventilsai alveolar dapat ditingkatkan dengan mengusahakan tetap
terbukanya jalan nafas yang efektif, penyedotan sekret, stimulasi batu, drainase postural
atau perkusi dada atau dengan membuat jalan nafas artiisal selang endotrakeal atau
trakeostomi. Alat bantu nafas mungkin diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan
ventilasi alveolar yang normal sampai masalah primer diperbaiki. Meskipun secara
teoritis ventilator mekanik dapat memperbaiki ventilasi sesuai yang diinginkan, paa
pasien dengan hiperkapnia kronik harus hati-hati dalan menurunkan hiperkapnia. Hal ini
karenak koreksi PaCO2 hingga batas normal pada kasus tersebut dapat menyebabkan
alkalosis yang berat dan mengancam nyawa karena sudah terjadi kompensasi berupa
peningkatan kadar karbonat serum.
2. Gagal Nafas Hipoksemia
Suplementasi oksigen ialah terapi terpenting untuk gagal nafas hipoksemik. Pada
penyakit berat seperti ARDS, mungkin diperlukan ventilasi mekanik, possitive an d-
expiratory pressure ( PEEP) dan terapi respirasi tipe lain. Walaupun umumnya tidak
didapatkan hiperkapnia, tetapi dapat terjadi karena beban kerja otot pernafasan
menyebabkan kelelahan otot pernafasan. Perhatian terhadap transportasi oksigen penting,
dan anemia berat harus dikoreksi serta curah jantung yang adekuat harus dipertahankan .
pada ARDS dengan edema paru nonkardiogenik yang diufs, terdapat banyak pendapat
yang menganjurkna pasien ditempatkan dalam posisi pronasi (tengkurap). Pasien yang
berada pada posisi pronasi lebih jarang mengalami kolaps pada sisi paru yang tergantung.
Selain itu lebih sedikit area paru yang mendapat penekanan oleh jantung atau isi
abdomen. Pada beberapa pasien, perbaikan pada hipoksemia arterial bersifat sementara
setelah perubahan dari posisi supinasi ke pronasi, tetapi pada banyak kasus efeknya
bertahan selama minimal beberapa jam. Beberapa penatalaksaan yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Jalan nafas (airway)
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan pemberian obat-obatan
pernafasan. Pada semua pasien dengan gangguan pernafasan, harus difikirkan dan
diperiksa adanya obstruksi jalan nafas atas. Pertimbangan untuk insersi jalan nafas
artifisial, seperti seperti endotrachea/ tube (ETT) berdasarkan manfaat dan risiko
jalan napas artifisial dibandingkan jalan napas alami. Risiko jalan napas artifisial
ialah trauma insersi, trauma orofaring atau nasofaring karena penekanan kronik,
kerusakan trakea (erosi, trakeomalasia), gangguan respons batuk, risiko aspirasi
meningkat, gangguan fungsi mukosiliar, risiko infeksi meningkat, tak dapat
berbicara, dan meningkatnya resistensi dan kerja pernapasan. Keuntungan jalan
napas artifisial ialah dapat melintasi obstruksijalan napas atas, menjadi rute
pemberian oksigen dan obat-obatan, memfasilitasi ventilasi tekanan-positif dan
PEEP, memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute untuk bronkoskopi fiberoptik.
2. Oksigen
Besarnya oksigen tambahan yang diperlukan tergantung pada mekanisme
hipoksemia; tipe alat pemberi oksigen tergantung pada jumlah oksigen diperlukan,
kecenderungan pasien dan dokter, potensi efek samping oksigen pada konsentrasi
berbeda-beda, dan ventilasi semenit pasien. Karena oksigen konsentrasi tinggi
merusak paru, harus diupayakan untuk meminimalkan jumlah dan lama terapi
oksigen.
3. Bronkodilator
Bronkodilator mempengaruhi langsung terhadap kontraksi otot polos, tetapi beberapa
mempunyai efek tidak langsung terhadap edema dan inflamasi. Bronkodilator
merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruktif, tetapi peningkatan resistensi
jalan napas juga ditemukan pada banyak penyakit paru lainnya, seperti edema paru,
ARDS, dan mungkin pneumonia
4. Agonis beta-adrenergik/simpatomimetik
Obat-obat ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan secara
parenteral atau oral. Untuk efek bronkodilatasi yang sama, efek samping sangat
berkurang bila dilakukan dengan rute inhalasi, sehingga dosis yang lebih besar dan
kerja lama dapat diberikan. Terapi yang efektif mungkin membutuhkan jumlah
agonis beta-adrenergik yang dua hingga em pat kali lebih banyak daripada yang
direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit obstruksi paru stabil. Peningkatan
dosis (kuantitas lebih besar pada nebulisasi) dan peningkatan frekuensi pemberian
(hingga setiap jam atau nebulisasi kontinu) seringkali dibutuhkan.
Pemilihanjenis obat didasarkan pada potensi, efikasi, kemudahan pemberian, dan
efek samping. Diantara yang tersedia ialah albuterol, metaproterenol, terbutalin.
Epinefrin tidak digunakan karena tidak spesifik terhadap reseptor a 2 , juga tidak
menunjukkan kelebihan dalam mengatasi bronkospasme dibandingkan obat lain yang
lebih selektif. Agonis beta-adrenergik kerja lama (LABA), berguna untuk
penggunaan kronik seperti mencegah bronkospasme, tetapi tidak direkomendasikan
untuk serangan bronkospasme akut. Efek samping meliputi tremor, takikardia,
palpitasi, aritmia, dan hipokalemia. Efek kardiak pada pasien dengan penyakit
jantung iskemik dapat menyebabkan nyeri dada dan iskemia, walaupun jarang
terjadi. Hipokalemia biasanya dieksaserbasi oleh diuretik tiazid dan kemungkinan
disebabkan oleh perpindahan kalium dari kompartemen ekstrasel ke intrasel sebagai
respons terhadap stimulasi beta-adrenergik. Komplikasi yang jarang terjadi ialah
perburukan hipoksemia karena eksaserbasi dari ketidakseusaian ventilasi-perfusi.
Pada kasus ini, vasokonstriksi arteri pulmonar lokal yang wajar di area yang rendah
rasio ventilasi-perfusinya, dinetralkan oleh efek obat.
5. Antikolinergik
Respons bronkodilator terhadap obat antikolinergik (parasimpatolitik) tergantung
pada derajat tonus parasimpatis instrinsik. Obat-obat ini kurang berperan pada asma,
di mana obstruksi jalan napas berkaitan dengan inflamasi, dibandingkan bronkitis
kronik, dimana tonus parasimpatis tampaknya lebih berperan. Antikolinergik
direkomendasikan terutama untuk bronkodilatasi pasien dengan bronkitis kronik.
Pada gagal napas, antikolinergik harus selalu digunakan dalam kombinasi dengan
agonis beta-adrenergik. lpratropium bromida tersedia dalam bentuk MDI (metered-
dose inhaler) atau solusio untuk nebulisasi. Efek samping jarang terjadi, seperti
takikardia, palpitasi dan retensi urin.
6. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui
pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi telah didemonstrasikan
setelah pemberian sistemik dan topikal. Kortikosteroid aerosol kurang baik
distribusinya pada gagal napas akut, dan hampir selalu digunakan preparat oral atau
parenteral. Efek samping kortikosteroid parenteral ialah hiperglikemia, hipokalemia,
retensi natrium dan air, miopati steroid akut (terutama pada dosis besar}, gangguan
sistem imun, kelainan psikiatrik, gastritis dan perdarahan gastrointestinal.
Kortikosteroid inahalasi sangat jarang menimbulkan efek samping sistemik kecuali
batuk, karena provokasi bronkospasme, dan kandidiasis oral dan faring.
Kortikosteroid inhalasi yang lebih kuat mempunyai efek samping jangka panjang
pada pertumbuhan, osteoporosis, dan perkembangan katarak. Penggunaan
kortikosteroid bersama-sama dengan obat penghambat neuromuskular non-
depolarisasi telah dihubungkan dengan kelemahan otot yang memanjang dan
menimbulkan kesulitan weanin
7. Ekspetoran dan nukleonik
Cairan per oral atau parenteral dapat memperbaiki volume atau karakteristik sputum
pada pasien yang kekurangan cairan. Kalium yodida oral mungkin berguna untuk
meningkatkan volume dan menipiskan sputum yang kental. Penekan batuk seperti
kodein dikontraindikasikan bila kita menghendaki pengeluaran sekret melalui batuk.
Obat mukolitik dapat diberikan langsung pada sekret jalan napas, terutama pada
pasien dengan ETT. Sedikit (3-5 ml) Na Cl 0,9%, salin hipertonik, dan natrium
bikarbonat hipertonik juga dapat diteteskan sebelum penyedotan (suctioning) dan
bila berhasil akan keluar sekret yang lebih banyak
8. Ventilasi mekanik
9. Teofolin
Teofilin kurang kuat sebagai bronkodilator dibandingkan agonis beta-adrenergik.
Mekanisme kerja ialah melalui inhibisi kerja fosfodiesterase pada AMP siklik
(cAMP}, translokasi kalsium, antagonis adenosin, stimulasi reseptor beta-adrenergik,
dan aktivitas anti-inflamasi. Sekitar 90% teofilin dimetabolisme di hepar menjadi
metabolit tidak aktif dengan sistem sitokrom P450. Sistem enzim ini distimulasi oleh
merokok tembakau atau marijuana dan fenobarbital. Aktivitas enzim ini menurun
dengan adanya simetidin, eritromisin, kontrasepsi oral, dan banyak obat lain.
Metabolisme teofilin sangat berkurang dengan demam, usia lanjut, berhenti merokok,
atau dengan obat yang meningkatkan metabolisme, penyakit hati, dan gagal jantung.
Efek samping meliputi takikardia, mual dan muntah. Komplikasi yang lebih parah
ialah aritmia jantung, hipokalemia, perubahan status mental, dan kejang.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Analisis gas darah (Ph meningkat, HCO3 meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2
menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
b. Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia jaringan polisitemia
bisa terjadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepat.
c. Fungsi ginjal dan hati : untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi yang
berhubungan dengan gagal nafas
d. Serum kreatinin kinase dan troponin untuk menyingkirkan infark miocard akut.
2. Radiolologi
a. Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas
seperti atelectasis dan pneumonia.
b. EKG dan Echocardiografi, jika gagal nafas akut disebabkan leh cardiac
c. Uji faal paru, sangat berguna untuk evaluasi gagal nafas kronik (volume tidal < 500
ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun, ventilasi semenit (Ve) menurun).
H. Pengkajian
1. Airway , peningkatan sekresi pernafasan dan bunyi suara nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing, distress pernafasan (pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi),
menggunakan otot aksesori pernafasan dan kesulitan bernafas (lapar udara, diaforesis dan
sianosis)
3. Circulation , penurunan curah jantung (gelisah, letargi dan takikardi), sakit kepala,
gangguan tingkat kesadaran (ansietas, gelisah, kacau mental dan mengantuk), pupiledema
dan penurunan haluaran urine.
4. Pengkajian Fisik
a. Sirkulasi, takikardi, irama reguler, TD: hipertensi/hipotensi
b. Nyeri/kenyamanan, nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat nafas dalam, dapat menjalar
keleher, bahu dan aabdomen, serangan tiba-tiba saat batuk.
c. Pernafasan, riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru, keganasan dan
batuk
d. Keamanan, riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
e. Penyuluhan/pembelajaran, riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis dan
kanker.
I. Pathway Gagal Nafas
Respon pernafasan
Hipoventilasi alveoli
Hipoksia jaringan
Gangguan Kesadaran
J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses penyakit
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi
A. Identitas Pasien
Nama : Tn.W Tanggal pengkajian : 18 Februari 2019
Tanggal Lahir : 12 Januari 1943 Ruang : HCU
Agama : Islam Sumber informasi : Keluarga dan RM
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Purna TNI AD
Diagnose Medis : Syok septic, Susp cardiogenik, ARDS, Asidosis Metabolik, Hipo-NA,
Hipo-Albumin dan Koagulopati
No. Cm : 01880353
B. Primary Survey
1. Airway : clear suction
2. Breathing : terpasang Endo Tracheal Tube (ETT) PS 10, RR 19x/menit, SPO2 97
3. Circulation : TD 147/69 mmHg, N: 101 x.menit
4. Disability : KU lemah, kesadaran Apatis E V M
5. Eksposure : terpasang kateter, terpasang NGT diit, terpasang ETT, terpasang infus
C. Secondary Survey
1. Riwayat Keluhan Saat ini
Keluarga mengatakan klien seringkali mengkonsumsi obat dikarenakan klien merasa
sudah tidak bisa menopang tubuhnya untuk bisa beraktivitas seperti sediakala. ± 2
minggu yang lalu klien jatuh dari kamar mandi saat menghadiri acara reuni
Purnawirawan TNI AD. Keluarga kemudian membawa klien ke Panti Rini, di Panti Rini
klien hanya diberikan penyangga bahu saja karena bagian bahu klien mengalami cidera
ketika jetuh di kamar mandu. Keluarga kemudian memutuskan untuk membawa klien ke
sangkal putung. Setelah menjalani perawatan di sangkal putung cidera di bagian bahu
klien semakin membaik. Sekitar 1 minggu setelah menjalani pengobatan di sangkal
putung klien tiba-tiba merasa demam tinggi, sulit buang air besar, keluarga kemudian
membawa klien ke Panti Rini lagi. Di Panti Rini tekanan darah klien drop yaitu 70/60
mmHg kemudian klien dirujuk ke Rumah Sakit Sardjito.
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keluarga mengatakan klien tidak memiliki penyakit, akan tetapi klien sering mengalami
kecelakaan dan sering mengalami benturan di bagian kepala. Kecelakaan yang dialami ±
sudah 10 kali.
3. Riwayat Keluarga
Keluarga mengatakan dari keluarga tidak ada yang memiliki penyakit baik yang menular
maupun penyakit yang tidak menular
4. Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-Laki Meninggal
: Perempuan Meninggal
: Pasien
Jenis kegiatan 0 1 2 3
Makan dan minum √
BAK/BAB √
Mandi √
Ambulasi √
Berubah posisi √
0: mandiri,
1: Alat bantu,
2: dibantu orang lain,
3: dibantu orang lain dan alat
b. Setelah Masuk Rumah Sakit
Klien bedrest sehingga Kebutuhan Acivity Daily Living dibantu oleh perawat. Klien
tidak mampu mengakses kamar mandi, Klien tidak mampu menjangkau sumber air,
Klien tidak mampu mengeringkan tubuh, Klien tidak mampu mengambil
perlengkapan mandi, Klien tidak mampu membasuh tubuh
Jenis kegiatan 0 1 2 3
Makan dan minum √
BAK/BAB √
Mandi √
Ambulasi √
Berubah posisi √
0: mandiri,
1: Alat bantu,
2: dibantu orang lain,
3: dibantu orang lain dan alat
8. Oksigenasi
Klien menggunakan alat bantu ventilator dalam memenuhi kebutuhan oksigenasinya.
Klien terpasang masker NRM dengan aliran 9 liter/menit
9. Tidur dan Istirahat
a. Sebelum Masuk Rumah Sakit
Keluarga mengatakan jika dirumah klien tidur dalam sehari bisa mencapai 10-12 jam.
Malam hari klien mulai tidur sekitar jam 8-9 malam dan bangun jam 4 pagi. Klien
tidak mengalami kesulitan tidur atau mudah terbangun dan sulit untuk tidur kembali.
Di siang hari klien juga sering tidur.
b. Setelah Masuk Rumah Sakit
Selama di rawat di ruang HCU klien tidak sadar. Kesadaran klien yaitu apatis
10. Eliminasi
a. Fekal
1) Sebelum Masuk Rumah Sakit
Keluarga mengatakan selama dirumah klien buang air kecil 5-6 kali/hari sekitar
900 cc. Kencing tidak ada darahnya
2) Setelah Masuk Rumah Sakit
Di rumah sakit pasien buang air kecil dibantu dengan alat yaitu kateter. Air
kencing berwarna kuning pekat, tidak ada darah. Dalam satu hari keluar sebanyak
1500 cc.
b. Bowel
1) Sebelum Masuk Rumah Sakit
Keluarga mengatakan selama dirumah, klien buang air besar dalam satu hari
seringkali 2 kali.
2) Setelah Masuk Rumah Sakit
Selama dirumah sakit klien menggunakan pampers. Kebutuhan BAB dibantu oleh
perawat. BAB klien hanya sedikit, berwarna kuning dan tidak ada darah.
11. Pola Hubungan dan Komunikasi
Keluarga mengatakan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari adalah
bahasa indonesia, hubungan dengan keluarga dan tetangga tidak ada masalah
12. Koping Keluarga
Keluarga mengatakan jika ada masalah dalam keluarga akan di selesaikan bersama
secara kekeluargaan dan secara musyawarah
13. Kognitif dan Persepsi
a. Ggn. Penglihatan : tidak
b. Ggn. Pendengaran : tidak
c. Ggn. Penciuman : tidak
d. Ggn. Sensasi taktil : tidak
e. Ggn. Pengecapan : tidak
f. Riwayat penyakit : [ - ] eye surgery
[ - ] otitis media
[ - ] luka sulit sembuh
Kenyamanan dan nyeri
Klien terintubasi dan tersedasi
14. Seksual
Tidak terkaji
15. Nilai dan Kepercayaan
Klien menganut agama islam. Keluarga mengatakan selama dirumah klien merupakan
orang yang rajin menjalankan ibadah, shalat 5 waktu selalu dijalankan.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi Umum : lemah. Klien gelisah
GCS : E 3 , V 5 , M T
Kesadaran : Apatis
TD : 147/69 mmHg
N : 101x/menit
S : 37,7ºC
R : 24x/menit
2. Kepala
Inspeksi: Bentuk mecocepal, rambut berwarna putih, kulit kepala tampak sedikit kotor
tidak ada lesi dikulit kepala
Palpasi: tidak terdapat benjolan pada kepala
3. Mata
Inspeksi: simetris kanan kiri, terdapat kotoran mata
Palpasi: tidak ada reaksi saat di tekan
4. Telinga
Inspeksi: simetris kanan kiri
Palpasi: kartilago lunak kekerasan
5. Hidung
Inspeksi: tidak ada lesi, terdapat sedikit secret, silia sedikit panjang, terpasang oksigen
Nasal Kanul dengan aliran 3 liter/menit, terpasang NGT untuk diit
Palpasi: tidak terdapat benjolan
6. Mulut dan tenggorokan
Inspeksi: mukosa bibir kering, terdapat karies gigi, gigi berwarna kuning, terpasang
Endo Tracheal Tube (ETT) dan ventilator
7. Leher
Inspeksi: tidak ada jaringan parut, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan odema
massa, klien terpasang CVC
Palpasi: tidak ada pemesaran kelenjar tiroid
8. Thoraks
Inspeksi: terdapat retraksi interkostalis selama bernafas, tidak tampak jejas, tidak tampak
defornitas, klien dyspnea
Palpasi: tidak terdapat benjolan
Perkusi: sonor pada region pulmo sinistra
Auskultasi: terdapat bunyi ronchi saat bernafas
9. Abdomen
Inspeksi: tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, dan tidak asites
Palpasi: tidak teraba hepar dan limpa
Perkusi: bunyi timpani
Auskultasi: bising usus 16x/menit
10. Ekstermitas
Terpasang infus ditangan kanan
11. Genitalia
Klien terpasang kateter
12. Anus dan rektum
Tidak terkaji
E. Data laboraturium
Hari/tanggal : 19-02-2019
Jenis pemeriksaan : Faal Ginjal, Elektrolit dan Darah Lengkap
No Jenis pemeriksaan Nilai lab Nilai normal Interpretasi
Faal Ginjal
1 BUN 29,70 mg/dL 6.00-20.00 Tinggi
2 Creatinin 1.66 mg/dL 0.70-1.20 Rendah
Elektrolit
1 Natrium 142 mmol/L 136-145 Normal
2 Kalium 3.03 mmol/L 3.50-5.10 Rendah
3 Klorida 99 mmol/L 98-107 Normal
Darah Lengkap
1 Lekosit 16.10 10^3/µL 4.50-11.50 Tinggi
2 Eritrosit 3.61 10^6/µL 4.60-6.00 Rendah
3 Hemoglobin 10.7 g/dL 13.0-18.0 Rendah
4 Hematokrit 30.5 % 40.0-54.0 Rendah
5 Trombosit 136 x10^3/µL 150-450 Rendah
Analisa Gas Darah
1 pH 7,492 7.35-7.45 Tinggi
2 PCO2 38,4 mmHg 35-45 Normal
3 PO2 156 mmHg 80-105 Tinggi
4 HCO3 29,4 mmol/L 22-26 Tinggi
5 BE 6 mmol/L -2-3 Tinggi
6 SO2 100 % 95-98 Tinggi
7 Lac 1.49 mmol/L 0.36-1.25 Tinggi
8 TCO2 31 mmol/L 23-27 Tinggi
P: Lanjutkan Intervensi
1. Mengeluarkan secret dengan suction
2. Memonitor status respirasi dan oksigenasi
3. Memberikan terapi oksigenasi
4. Berkolaborasi pemberian nebulizer
5. Mengauskultasi suara nafas sesudah
dilakukan nebulizer
Defisit Perawatan Pukul 05.13 1. Membantu memandikan klien dengan S: -
Diri: Mandi posisi klien berbaring O:
Berhubungan 2. Memandikan menggunakan air hangat - A: clear
dengan Kelemahan 3. Mengoleskan minyak kayu putih pada B: masker NRM 9l/menit, RR: 22x/menit
bagian punggung klien C: TD: 156/89 mmHg, N: 104x/menit
D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
VT
E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Memandikan pukul 05.13
- Klien terlihat lebih bersih
- Mengoleskan minyak kayu putih pada
punggung
A: Defisit Perawatan Diri: Mandi teratasi
sebagian dengan kriteria hasil:
Indikator Awal Akhir
Mempertahankan 1 2
Penampilan yang rapih
Mempertahankan 1 3
kebersihan tubuh
P: lanjutkan intervensi
1. Bantu memandikan klien dengan posisi
klien berbaring
2. Mandikan menggunakan air hangat
3. Oleskan minyak kayu putih pada bagian
punggung klien
Defisit Perawatan Pukul 09.00 1. Mengamankan selang makan S: -
Diri: Makan & Pukul menggunakan hepafix O:
Berhubungan 11.00 2. Memeriksa residu lambung yaitu - A: clear
dengan Kelemahan sebanyak 5 cc B: masker NRM 9l/menit, RR: 22x/menit
3. Memasukkan sonde sebanyak 150 cc C: TD: 143/85 mmHg, N: 113x/menit
4. Memposisikan klien semifowler D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
selama pemberian makan VT
E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Residu lambung 5 cc
- Memasukkan sonde 150 cc pukul 11.00
A: Defisit Perawatan Diri: Makan teratasi
sebagian dengan kriteria hasil:
P: lanjutkan intervensi
1. Amankan selang makan menggunakan
hepafix
2. Periksa residu lambung
3. Masukkan sonde sebanyak
4. Posisikan klien semifowler selama
pemberian makan
Resiko Infeksi Pukul 08.13 1. Membatasi pengunjung S: -
2. Mengintruksikan pengunjung untuk O:
mencuci tangan - A: clear
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah B: masker NRM 9l/menit, RR: 22x/menit
kontak dengan pasien C: TD: 139/90 mmHg, N: 111x/menit
4. Menggunakan sarung tangan saat D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
memegang material infeksius VT
5. Mempertahankan tekhnik aseptik saat E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
memasang iv line ventilator (+)
6. Memonitor tanda dan gejala infeksi - Injeksi meropenem 1 gram/12 jam
7. Menginspeksi kulit - Hasil inspeksi adanya infeksi
8. Kolaborasi dengan dokter dalam Dolor : -
pemberian antibiotik Kalor : area infus tidak bengkak
Rubor : area infus tidak kemerahan
- Pengunjung pasien maksimal 2 orang
- Menganjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan sebelum dan setelah
kontak dengan klien
- Pengunjung masih kurang patuh dalam
mencuci tangan sebelum dan setelah
kontak dengan klien
A: Resiko Infeksi teratasi sebagian dengan
kriteria hasil:
P: Lanjutkan Intervensi
1. Mengeluarkan secret dengan suction
2. Memonitor status respirasi dan oksigenasi
3. Memberikan terapi oksigenasi
4. Berkolaborasi pemberian nebulizer
5. Mengauskultasi suara nafas sesudah dilakukan
nebulizer
Defisit Perawatan Pukul 15.30 1. Mengamankan selang makan S: -
Diri: Makan menggunakan hepafix O:
Berhubungan 2. Memeriksa residu lambung yaitu - A: clear
dengan Kelemahan sebanyak 3 cc B: masker NRM 9l/menit, RR: 22x/menit
3. Memasukkan sonde sebanyak 150 cc C: TD: 143/85 mmHg, N: 113x/menit
4. Memposisikan klien semifowler D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
selama pemberian makan VT
E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Residu lambung 3 cc
- Memasukkan sonde 150 cc pukul 15.30
A: Defisit Perawatan Diri: Makan teratasi
sebagian dengan kriteria hasil:
P: lanjutkan intervensi
1. Amankan selang makan menggunakan
hepafix
2. Periksa residu lambung
3. Masukkan sonde sebanyak
4. Posisikan klien semifowler selama
pemberian makan
P: Lanjutkan Intervensi
1. Mengeluarkan secret dengan suction
2. Memonitor status respirasi dan oksigenasi
3. Memberikan terapi oksigenasi
4. Berkolaborasi pemberian nebulizer
5. Mengauskultasi suara nafas sesudah
dilakukan nebulizer
Defisit Perawatan Pukul 17.00 1. Mengamankan selang makan S: -
Diri: Makan menggunakan hepafix O:
Berhubungan 2. Memeriksa residu lambung yaitu - A: clear
dengan Kelemahan sebanyak 3 cc B: masker NRM 9/menit, RR: 24x/menit
3. Memasukkan sonde sebanyak 150 cc C: TD: 141/83 mmHg, N: 114x/menit
4. Memposisikan klien semifowler D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
selama pemberian makan VT
E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Residu lambung 3 cc
- Memasukkan sonde 170 cc pukul 17.00
A: Defisit Perawatan Diri: Makan teratasi
sebagian dengan kriteria hasil:
P: Lanjutkan Intervensi
1. Mengeluarkan secret dengan suction
2. Memonitor status respirasi dan oksigenasi
3. Memberikan terapi oksigenasi
4. Berkolaborasi pemberian nebulizer
5. Mengauskultasi suara nafas sesudah
dilakukan nebulizer
Defisit Perawatan Pukul 05.13 1. Membantu memandikan klien dengan S: -
Diri: Mandi posisi klien berbaring O:
Berhubungan 2. Memandikan menggunakan air - A: clear
dengan Kelemahan hangat B: masker NRM 9l/menit, RR: 22x/menit
3. Mengoleskan minyak kayu putih pada C: TD: 121/89 mmHg, N: 104x/menit
bagian punggung klien D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
VT
E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Memandikan pukul 05.13
- Klien terlihat lebih bersih
- Mengoleskan minyak kayu putih pada
punggung
A: Defisit Perawatan Diri: Mandi teratasi
sebagian dengan kriteria hasil:
Indikator Awal Akhir
Mempertahankan 1 2
Penampilan yang rapih
Mempertahankan 1 3
kebersihan tubuh
P: lanjutkan intervensi
1. Bantu memandikan klien dengan posisi
klien berbaring
2. Mandikan menggunakan air hangat
3. Oleskan minyak kayu putih pada bagian
punggung klien
Resiko Infeksi Pukul 05.43 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah S: -
kontak dengan pasien O:
2. Menggunakan sarung tangan saat - A: clear
memegang material infeksius B: masker NRM 9l/menit, RR: 22x/menit
3. Memonitor tanda dan gejala infeksi C: TD: 131/80 mmHg, N: 116x/menit
Menginspeksi kulit D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
VT
E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Hasil inspeksi adanya infeksi
Dolor : -
Kalor : area infus tidak bengkak
Rubor : area infus tidak kemerahan
A: Resiko Infeksi teratasi sebagian dengan
kriteria hasil:
P: Lanjutkan Intervensi
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
2. Auskultasi suara nafas pasien
3. Lakukan suction
4. Monitor status pernafasan pasien dan
oksigenasi pasien setiap satu jam sekali
Defisit Perawatan Pukul 09.00 1. Mengamankan selang makan S: -
Diri: Makan dan pukul menggunakan hepafix O:
Berhubungan 11.00 2. Memeriksa residu lambung yaitu - A: clear
dengan Kelemahan sebanyak 7 cc B: masker NRM 9/menit, RR: 24x/menit
3. Memasukkan sonde sebanyak 300 cc C: TD: 129/83 mmHg, N: 78x/menit
4. Memposisikan klien semifowler D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
selama pemberian makan VT
E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Residu lambung 7 cc
- Memasukkan sonde 150 cc pukul 09.00
dan 300 cc pada pukul 11.00
A: Defisit Perawatan Diri: Makan teratasi
sebagian dengan kriteria hasil:
P: lanjutkan intervensi
1. Amankan selang makan menggunakan
hepafix
2. Periksa residu lambung
3. Masukkan sonde sebanyak
4. Posisikan klien semifowler selama
pemberian makan
Resiko Infeksi Pukul 08.57 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah S: -
kontak dengan pasien O:
2. Menggunakan sarung tangan saat - A: clear
memegang material infeksius B: masker NRM 9l/menit, RR: 22x/menit
3. Memonitor tanda dan gejala infeksi C: TD: 131/80 mmHg, N: 116x/menit
Menginspeksi kulit D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
4. Kolaborasi dengan dokter dalam VT
pemberian antibiotik E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Injeksi meropenem 1 gram/12 jam
- Hasil inspeksi adanya infeksi
Dolor : -
Kalor : area infus tidak bengkak
Rubor : area infus tidak kemerahan
- Cuci tangan sebelum dan setelah kontak
dengan klien
- Menggunakan sarung tangan saat kontak
dengan klien
A: Resiko Infeksi teratasi sebagian dengan
kriteria hasil:
P: Lanjutkan Intervensi
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
2. Auskultasi suara nafas pasien
3. Lakukan suction
4. Monitor status pernafasan pasien dan
oksigenasi pasien setiap satu jam sekali
Defisit Perawatan Pukul 17.00 1. Mengamankan selang makan S: -
Diri: Makan menggunakan hepafix O:
Berhubungan 2. Memeriksa residu lambung yaitu - A: clear
dengan Kelemahan sebanyak 5 cc B: masker NRM 9/menit, RR: 24x/menit
3. Memasukkan sonde sebanyak 200 cc C: TD: 139/87 mmHg, N: 87x/menit
4. Memposisikan klien semifowler D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
selama pemberian makan VT
E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Residu lambung 5 cc
- Memasukkan sonde 200 cc pukul 17.00
A: Defisit Perawatan Diri: Makan teratasi
sebagian dengan kriteria hasil:
P: lanjutkan intervensi
1. Amankan selang makan menggunakan
hepafix
2. Periksa residu lambung
3. Masukkan sonde sebanyak
4. Posisikan klien semifowler selama
pemberian makan
Resiko Infeksi Pukul 19.57 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah S: -
kontak dengan pasien O:
2. Menggunakan sarung tangan saat - A: clear
memegang material infeksius B: masker NRM 9l/menit, RR: 22x/menit
3. Memonitor tanda dan gejala infeksi C: TD: 131/80 mmHg, N: 116x/menit
4. Menginspeksi kulit D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
5. Kolaborasi dengan dokter dalam VT
pemberian antibiotik E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Injeksi meropenem 1 gram/12 jam
- Hasil inspeksi adanya infeksi
Dolor : -
Kalor : area infus tidak bengkak
Rubor : area infus tidak kemerahan
- Cuci tangan sebelum dan setelah kontak
dengan klien
- Menggunakan sarung tangan saat kontak
dengan klien
A: Resiko Infeksi teratasi sebagian dengan
kriteria hasil:
P: Lanjutkan Intervensi
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
2. Auskultasi suara nafas pasien
3. Lakukan suction
4. Monitor status pernafasan pasien dan
oksigenasi pasien setiap satu jam sekali
Defisit Perawatan Pukul 05.19 1. Membantu memandikan klien dengan S: -
Diri: Mandi posisi klien berbaring O:
Berhubungan 2. Memandikan menggunakan air - A: clear
dengan Kelemahan hangat B: masker NRM 9l/menit, RR: 22x/menit
3. Mengoleskan minyak kayu putih C: TD: 122/89 mmHg, N: 92x/menit
pada bagian punggung klien D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
VT
E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Memandikan pukul 05.19
- Klien terlihat lebih bersih dan segar
- Mengoleskan minyak kayu putih pada
punggung
A: Defisit Perawatan Diri: Mandi teratasi
sebagian dengan kriteria hasil:
Indikator Awal Akhir
Mempertahankan 1 2
Penampilan yang rapih
Mempertahankan 1 3
kebersihan tubuh
P: lanjutkan intervensi
1. Bantu memandikan klien dengan posisi
klien berbaring
2. Mandikan menggunakan air hangat
3. Oleskan minyak kayu putih pada bagian
punggung klien.
Resiko Infeksi Pukul 00.00 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah S: -
kontak dengan pasien O:
2. Menggunakan sarung tangan saat - A: clear
memegang material infeksius B: masker NRM 9l/menit, RR: 22x/menit
3. Memonitor tanda dan gejala infeksi C: TD: 131/80 mmHg, N: 116x/menit
4. Menginspeksi kulit D: Keadaan Umum Lemah, GCS: E3 M5
VT
E: infus (+), NGT (+), DC (+), ETT (+),
ventilator (+)
- Hasil inspeksi adanya infeksi
Dolor : -
Kalor : area infus tidak bengkak
Rubor : area infus tidak kemerahan
- Cuci tangan sebelum dan setelah kontak
dengan klien
- Menggunakan sarung tangan saat kontak
dengan klien
A: Resiko Infeksi teratasi sebagian dengan
kriteria hasil:
Jurnal dengan judul “Posisi Lateral Kiri Elevasi Kepala30 Derajat Terhadap Nilai
Tekanan Parsial Oksigen (PO2) pada Pasien dengan Ventilasi Mekanik” oleh Karmiza. Tekanan
pasrsial oksigen merupakan indicator klinis untuk mengetahui beberapa faktor yang
mempengaruhi tekanan parsial oksigen yaitu hemoglobin, jenis kelamin, umur, berat badan, tidal
volume dan kondisi patologis seperti penyakit paru.
Status perbaikan pasien dengan ventilasi mekanik ditunjukkan dengan adanya perbaikan
bunyi nafas dan analisa gas darah (peningkatan parsial oksigen pada konsentrasi oksigen yang
sama. Pengaturan posisi pasien adalah tindakan keperawatan dasar. Posisi lateral kiri dapat
meningkatkan ventilasi dimana anatomi jantung berada pada sebelah kiri diantara bagian atas
dan bawah paru membuat tekanan paru meningkat, tekanan arteri di apex lebih rendah dari pada
basal paru.
Tekanan arteri yang rendah menyebabkan penurunan aliran darah pada kapiler di bagian
apex, sementara kapiler di bagian basal mengalami distensi dan aliran darahnya bertambah. Efek
gravitasi mempengaruhi ventilasi dan aliran darah dimana aliran darah dan udara meningkat pada
bagian basal paru. Pada posisi ini aliran darah ke paru bagian bawah menerima 60-65% dari total
aliran darah ke paru. Pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik, efek gravitasi terhadap
kapiler darah menyebabkan peningkatan tekanan alveolar sehingga meningkatkan ventilasi.
Pengaturan posisi lateral kiri pada Tn. W di Ruang HCU RSUP Dr. Sardjito tidak
dilakukan secara rutin, akan tetapi hanya dilakukan pada asuhan keperawatan hari ketiga yaitu
pada kamis, 21 Februari 2019. Setelah dilakukan tindakan lateral kiri hasil analisa gas darah Tn.
W dari mulai dilakukan tindakan perubahan posisi didapatkan nilai tekanan parsial oksigen klien
belum mengalami perubahan. Hal tersebut dikarenakan perubahan posisi lateral kiri yang tidak
rutin dilakukan dan kurang maksimal dalam melakukan tindakan lateral kiri, dikarenakan klien
kurang kooperatif sehingga jika tidak didampingi selama perubahan posisi lateral kiri maka klien
akan berubah posisi menjadi supinasi. Posisi supinasi pada pasien yang terpasang ventilasi
mekanik dapat menyebabkan penumpukan secret di mulut dan ETT. Kondisi ini dapat
merangsang reflek batuk, sehingga pasien merasa tidak nyaman dan dapat meningkatkan usaha
nafas yang mengganggu proses ventilasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Gagal nafas merupakan pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri) dan asidosis. Keadaan ini sering
terjadi apabila bernapas menjadi demikian sulitnya sehingga terjadi kelelahan dan individu
tidak lagi memiliki energi untuk bernafas. Pada posisi ini perawat memiliki peranan yang
penting karena yang ada disamping klien selama 24 jam adalah perawat. Posisi lateral kiri
dengan elevasi kepala 30 derajat dapat meningkatkan tekanan parsial oksigen (PO2) pada
klien yang terpasang ventilasi mekanik. Namun, kondisi penyulit seperti tumor otak dan
perdarahan dapat menurunkan tekanan parsial oksigen (PO2) meskipun telah diberikan posisi
lateral kiri dan elevasi kepala 30 derajat.
B. Saran
Tindakan asuhan keperawatan perubahan posisi lateral kiri sebaiknya diterapkan kepada
klien yang menggunakan ventilasi mekanik. Sebagian besar perubahan posisi lebih ditujukan
untuk pencegahan ulkus decubitus. Diruang intensif perawat menyadari adanya komplikasi
karena perawatan yang lama pada pasien kritis, oleh karena itu perubahan posisi sangat
penting guna memperoleh hasil terbaik untuk pasien
DAFTAR PUSTAKA