Orde Baru
Oleh:
DEPARTEMEN SEJARAH
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
DEMOKRASI TERPIMPIN
Sejarah Indonesia (1959–1965) adalah masa di mana sistem Demokrasi Terpimpin sempat
berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi di mana seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu Presiden Soekarno. Konsep
sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam
pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956.
Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :
1. Dari segi keamanan nasional: banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi liberal,
menyebabkan ketidakstabilan negara.
2. Dari segi perekonomian : sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi
liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat
dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3. Dari segi politik : konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk
menggantikan UUDS 1950.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh
anjuran Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS
1950 adalah UUD 1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan
anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti
oleh seluruh anggota konstituante . Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi
konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa :
269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini
disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai
2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang disebut Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950
2. Berlakunya kembali UUD 1945
3. Dibubarkannya konstituante
4. Pembentukan MPRS dan DPAS
Senaring
Selain itu upaya pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah dengan cara melakukan senaring.
Kebijakan sanering yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25 Agustus 1959 pukul 06.00 pagi. Peraturan
ini bertujuan mengurangi banyaknya uang yang beredar untuk kepentingan perbaikan keuangan
dan perekonomian negara. Untuk mencapai tujuan itu uang kertas pecahan Rp500 dan Rp1000
yang ada dalam peredaran pada saat berlakunya peraturan itu diturunkan nilainya menjadi Rp50
dan Rp100. Kebijakan ini diikuti dengan kebijakan pembekuan sebagian simpanan pada bank-
bank yang nilainya di atas Rp25.000 dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang
beredar. Kebijakan keuangan kemudian diakhiri dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No. 6/1959 yang isi pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang lembaran
Rp1000 dan Rp500 yang masih berlaku harus ditukar dengan uang kertas bank baru yang
bernilai Rp100 dan Rp50 sebelum tanggal 1 Januari 1960.
Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Deklarasi Ekonomi atau Dekan disusun oleh Panitia 13. Anggota panitia ini bukan hanya para
ahli ekonomi, namun juga melibatkan para pimpinan partai politik, anggota Musyawarah
Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR), pimpinan DPR, DPA. Panitia ini menghasilkan konsep
yang kemudian disebut Deklarasi Ekonomi (Dekon) sebagai strategi dasar ekonomi Indonesia
dalam rangka pelaksanaan Ekonomi Terpimpin. Dekon disampaikan oleh Presiden Soekarno
pada tanggal 28 Maret 1963. Strategi Ekonomi Terpimpin dalam Dekon terdiri dari beberapa
tahap; Tahapan pertama, harus menciptakan suasana ekonomi yang bersifat nasional demokratis
yang bersih dari sisa-sisa imperialisme dan kolonialisme. Tahapan ini merupakan persiapan
menuju tahapan kedua yaitu tahap ekonomi sosialis. Beberapa peraturannya merupakan upaya
mewujudkan stabilitas ekonomi nasional dengan menarik modal luar negeri serta merasionalkan
ongkos produksi dan menghentikan subsidi.
Pada tanggal 26 Mei 1963, pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan yang berjumlah 14
kemudian terkenal dengan Peraturan 26 Mei, yang isinya antara lain:
1. Peraturan Presiden No.1 tahun 1963 tentang pelaksanaan Deklarasi Ekonomi di bidang
ekspor
2. Peraturan Presiden No. 6 tahun 1963 tentang pelaksanaan Deklarasi Ekonomi di bidang
impor
3. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1963 tentang kebijakan dalam bidang harga
4. Peraturan Presiden No. 7 tahun 1963 tentang aktivitas perusahaan dagang negara dalam
rangka pelaksanaan Deklarasi Ekonomi
5. Peraturan pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 1963 tentang perubahanUndang-undang
No. 4 Prp tahun 1959 dan pencabutan Undang-undang no. 32 Prp tahun 1960 dan Undang-
undang No. 34 Prp tahun 1960
6. Intrusi presiden RO No. 2 Tahun 1963 tentang koordinasi garis kebijaksanaan dalam
pelaksanaan Deklarasi Ekonomi dan sebagainya.
Namun pada penarapannya Dekon tidak bisa mengatasi kesulitan ekonomi.
Peralihan Orde Lama ke Orde Baru
Tri Tuntutan Rakyat (atau biasa disingkat Tritura) adalah tiga tuntutan kepada pemerintah
yang diserukan para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI). Selanjutnya diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lainnya
seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar
Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana
Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru
Indonesia (KAGI), serta didukung penuh oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ketika gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI semakin keras, pemerintah tidak
segera mengambil tindakan. Keadaan negara Indonesia sudah sangat parah, baik dari
segi ekonomi maupun politik. Harga barang naik sangat tinggi terutama Bahan bakar
minyak (BBM). Oleh karenanya, pada tanggal 12 Januari 1966, KAMI dan KAPPI memelopori
kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR menuntut Tritura. Isi
Tritura adalah:
1. Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya
2. Perombakan kabinet Dwikora
3. Turunkan harga pangan
Tuntutan pertama dan kedua sebelumnya sudah pernah diserukan oleh KAP-Gestapu (Kesatuan
Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September). Sedangkan tuntutan ketiga baru diserukan saat itu.
Tuntutan ketiga sangat menyentuh kepentingan orang banyak.
Pada tanggal 21 Februari 1966 Presiden Soekarno mengumumkan reshuffle kabinet. Dalam
kabinet itu duduk para simpatisan PKI. Kenyataan ini menyulut kembali mahasiswa
meningkatkan aksi demonstrasinya. Tanggal 24 Februari 1966 mahasiswa memboikot pelantikan
menteri-menteri baru. Dalam insiden yang terjadi dengan Resimen Tjakrabirawa, Pasukan
Pengawal Presiden Soekarno, seorang mahasiswa Arif Rahman Hakim meninggal. Pada
tanggal 25 Februari 1966 KAMI dibubarkan, namun hal itu tidak mengurangi gerakan-gerakan
mahasiswa untuk melanjutkan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Rentetan demonstrasi yang terjadi menyuarakan Tritura akhirnya diikuti keluarnya Surat
Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) oleh Presiden Soekarno yang memerintahkan kepada
Mayor Jenderal Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu
untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
ORDE BARU
Lahirnya era Orde Baru dilatar belakangi oleh runtuhnya Orde Lama. Tepatnya pada
saat runtuhnya kekuasaan Soekarno yang lalu digantikan oleh Soeharto. Orde Baru lahir
sebagai rezim yang ingin mengoreksi penyelewengan tehadap Pancasila sebagai dasar negara
dan UUD 1945 selama masa Orde Lama. Koreksi ini penting, karena segala bentuk
penyelewengan tersebut telah menyebabkan kemunduran di berbagai bidang kehidupan
berbangsa dan bermasyarakat. Salah satu penyebab yang melatar belakangi runtuhnya Orde
Lama dan lahirnya Orde Baru adalah keadaan keamanan dalam negara yang tidak kondusif
pada masa Orde Lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI. Hal
ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk
melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia melalui Surat Perintah Sebelas Maret atau
Supersemar. Bagi bangsa Indonesia Supersemar memiliki arti penting berikut:
1) Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru
2) Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk menjamin
kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia
3) Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945. Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan melalui TAP
MPRS No.XXXIII/1967. Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar, Letnan Jenderal
Soeharto mengambil beberapa langkah awal seperti berikut:
a. Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan
membubarkan PKI termasuk ormas-ormasnya
b. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga
terlibat dalam G 30 S/PKI
c. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh
PKI dan unsur-unsur komunis. Adapun langkah penting yang diambil pemerintah Orde
Baru antara lain:
o Membubarkan PKI dan menghancurkan PKI dan ormas-ormasnya
o Konsolidasi pemerintah dan pemurnian Pancasila dan UUD 1945
o Menghapus dualisme dalam kepemimpinan nasional
o Mengembalikan kestabilan politik dan merencanakan pembangunan
o Menyelenggarakan pemilihan umum
o Menyederhanakan partai politik
o Melaksanakan sidang umum MPR 1973
o Melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan
2) Politik
Melihat situasi politik yang kian memanas, DPR-GR berpendapat perlu dilakukan
penyelesaian politik secara konstitusional. Atas anjuran berbagai pihak, presiden Soekarno
memutuskan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto, yang dilakukan
sebagai upaya mengakhiri konflik politik dalam negeri. Usaha yang dilakukan untuk
menata kehidupan politik antara lain:
a. Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet
AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma. Kabinet AMPERA
yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk
melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA disebut Catur Karya
Kabinet AMPERA.
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Soeharto sebagai
presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan nama
Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida.
b. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai
tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan
(fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada
ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga
kekuatan sosial-politik, yaitu:
o Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan
Partai Islam seperti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai
politik Islam)
o Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis)
o Golongan Karya (Golkar)
c. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak
enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu tahun 1971, 1977, 1982,
1987, 1992, dan 1997. Penyelenggaraan pemilu yang teratur selama Orde Baru
menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu
berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan
Rahasia). Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu
Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan
Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana
terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan
Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain
itu, setiap pertangung-jawaban, Rancangan Undang-Undang, dan usulan lainnya dari
pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
d. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan disaksikan
oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.
e. Kembali menjadi anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari komisi
bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR-GR terhadap pemerintah Indonesia.
Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi
anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab
kepentingan nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini
dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia
selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya
kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.
f. Pendirian ASEAN (Association of South-East Asian Nations).
Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya organisasi ASEAN pada tanggal 8
Agustus 1967. Masih di bidang politik, pemerintah Orde Baru sangat mengontrol
kebebasan berpendapat meskipun dalam UUD menjamin hal ini. Mahasiswa yang
sangat aktif berdemonstrasi kini tidak bebas lagi. Normalisasi Kehidupan Kampus
(NKK) sejak tahun 1978, membungkam suara mahasiswa untuk menyuarakan
aspirasinya. Demikian pula dengan kebebasan pers yang merupakan salah satu faktor
penting dalam demokrasi. Pers yang terlalu memberitakan masalah sensitif atau masalah
yang dianggap membahayakan keberlangsungan Orde Baru akan dibredel (dicabut
izinnya).
3) Sosial
Pemerintah Orde Baru memperluas kekuasaan mereka atas kehidupan sosial
masyarakat melalui tentara. TNI memiliki struktur organisasi yang menempatkan mereka
sampai ke desa-desa. Dengan struktur ini, TNI mengawasi dan mempengaruhi seluruh
kehidupan sosial warga negaranya. Tidak mengherankan TNI bisa menyusup ke dalam
kelompok-kelompok sosial untuk memastikan bahwa mereka tidak membahayakan negara.
Sementara karena masyarakat semakin lama semakin tidak memiliki kesadaran politik,
maka hubungan sosial antar sesama warga bersifat steril
terhadap politik.
4) Kebudayaan
Pemerintah Orde Baru mendefinisikan kebudayaan nasional sebagai puncak-puncak
kebudayaan daerah. Dengan demikian, kebudayaan daerah yang dianggap bertentangan
atau membahayakan kebudayaan nasional akan dihapus atau dilarang. Pemerintah juga
mengontrol kerja dan produksi kebudayaan. Seniman tidak bisa seenaknya mengahasilkan
karya seni. Karya seni yang membahayakan Pancasila dan UUD akan dilarang. Demikian
pula dengan pementasan drama atau teater. Semuanya harus ada izin tertulis dari aparat
keamanan. Selain itu isi pementasan atau isi puisi harus dikontrol.
5) Ekonomi
Untuk menanggulangi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa
Demokrasi Terpimpin, pemerintah menempuh cara:
a. Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan
ekonomi, keuangan dan pembangunan.
b. MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan,
program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan. Langkah-langkah yang
diambil Kabinet AMPERA mengacu pada TapMPRS tersebut adalah sebagai berikut:
o Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan.
o Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
o Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk melaksanakan langkah-langkah
penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
1. Mengadakan operasi pajak
2. Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak
orang.
3. Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
4. Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor. Seluruh perencanaan dan
pembangunan ekonomi dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah. Masyarakat
tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan. Rakyat hanya menjadi
objek atau sasaran pembangunan. Untuk memajukan perekonomian nasional,
pemerintah terus memajukan pembangunan di berbagai sektor, termasuk sektor
pertanian. Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan
sebutan Revolusi Hijau. Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok
tanam daricara tradisional ke cara modern. Revolusi Hijau (Green Revolution)
merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan
ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung
yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut. Upaya yang
dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakkan revolusi hijau ditempuh
dengan cara:
- Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani
yang meliputi:
Pemilihan bibit unggul
Pengolahan tanah yang baik
Pemupukan
Irigasi
Pemberantasan hama
- Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami
dengan pembukaan lahan-lahan baru.
- Diversifikasi Pertanian
Usaha penganeka-ragaman jenis tanaman pada suatu lahan
pertanian melalui sistem tumpang sari.
- Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis,
yang membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.
7) Agama
Selama masa Orde Baru, hanya 5 agama saja yang diperbolehkan hidup dan
berkembang di kalangan masyarakat sedangkan agama-agama lain dilarang. Orang yang
tidak beragama pun dilarang, jadi semua orang harus beragama, tetapi agamanya harus
salah satu dari kelima agama yang diperbolehkan. Pemerintah juga mengawasi praktik-
praktik keagamaan setiap agama. Praktik keagamaan yang membahayakan keamanan atau
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 akan ditindak dengan keras.