Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dengan sekitar
17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km2 dari timur ke barat sepanjang
khatulistiwa dan 1.760 km2 dari utara ke selatan. Luas daratan Negara Indonesia mencapai 1,9
juta km2 dan luas perairan laut Indonesia sekitar 7,9 juta km. Indonesia mempunyai garis
pantai sepanjang 81.791km2. Mengingat perairan pantai atau pesisir merupakan perairan yang
sangat produktif, maka panjangnya pantai Indonesia merupakan potensi sumber daya alam
(hayati) yang besar untuk pembangunan ekonomi di negara ini.
Potensi sumber daya alam wilayah pesisir tersebut haruslah didukung oleh pengelolaan
pemanfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan ( environmental services ) yang
terdapat di kawasan pesisir, dengan melakukan penilaian menyeluruh ( comprehensive
assessment ) tentang kawasan pesisir berserta sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan
yang terdapat di dalamnya menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan dan kemudian
merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya, guna mencapai
pembangunan yang optimal dan berkelanjutan secara menyeluruh dan terpadu
Pengelolaan wilayah pesisir ini juga sangat dipengaruhi oleh pemberlakukan Undang-
Undang (UU) No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada beberapa pasalnya
berkaitan dengan masalah wilayah pesisir dan laut. UU ini diharapkan segera diikuti dengan
ketentuan seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pelaksanaannya, sehingga
pengelolaan ataupun pemanfaatan laut tidak semakin kacau. Dalam UU itu disebutkan,
pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayah
masing-masing, dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Pasal 10 UU 22/1999) sehingga pengelolaan sumber daya
alam yang diserahkan ke pemerintah daerah, bisa menimbulkan harapan baru untuk
pengelolaan kawasan pesisir yang lebih baik. Sebaliknya tanpa persiapan dan pembangunan
institusi, UU itu bisa menjadi bencana karena akan terjadi eksploitasi yang memperparah
kerusakan.
1.2 Rumusan Masalah
Peruntukan wilayah pesisir menjadi kawasan pelabuhan menjadikan pelabuhan
tersebut menjadi suatu kawasan yang multi fungsi dengan beragam aktivitas di dalamnya
membutuhkan adanya pengembangan kawasan sehingga peningkatan aktivitas dan
pengembangan kawasan pelabuhan seringkali menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan di sekitarnya.
Laporan dari Bapedalda menunjukkan terdapat beberapa masalah lingkungan yang
terjadi di kawasan Pelabuhan. Kegiatan diperairan berupa kegiatan kapal-kapal yang berlabuh
di pelabuhan menghasilkan banyak limbah baik berupa buangan minyak, sampah dan limbah
cair lainnya setiap harinya.
Aktivitas industri dalam proses produksinya juga menghasilkan buangan baik cair
maupun gas yang dapat menyebabkan pencemaran kawasan di sekitarnya. Aktivitas darat
lainnya berupa pergudangan, docking atau perbaikan kapal, industri dan perkantoran juga
menghasilkan banyak limbah setiap harinya.

1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui dampak pencemaran dari aktivitas pelabuhan yang semakin
meningkat.
b) Untuk mengetahui prosedur AMDAL yang ada di pelabuhan.
c) Untuk mengetahui usaha untuk mengurangi dampak pencemaran di pelabuhan

1.4 Sasaran
Agar diperoleh ilmu dan keteramplan mengenai Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan Terutama di daerah sekitar pelabuhan.

1.5 Luaran
Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber ilmu dan informasi tentang Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan, sehingga meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman di lapangan sehingga bisa menjawab permasalahan yang timbul di masyarakat
tentang lingkungan sekitar pelabuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pelabuhan


Pengertian Pelabuhan menurut Peratuan Pemerintah RI no 69 Tahun 2001 tentang
Kepelabuhanan, adalah: “ Tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, untuk naik turun penumpang dan/
atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda
transportasi”. Sedangkan Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan
kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi
pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal dan
barang, serta tempat perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi.
Bila ditinjau dari segi pengusahaannya maka pelabuhan arti pelabuhan adalah :
a) Pelabuhan yang diusahakan
Pelabuhan yang diusahakan, yaitu pelabuhan yang sengaja diselenggarakan
untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh kapal yang memasuki
pelabuhan untuk melakukan kegiatan bongkar muat dan kegiatan lainnya.Pelabuhan
semacam ini tentu saja dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang untuk pemakaian
oleh kapal dan muatannya, dikenakan pembayaran-pembayaran tertentu
b) Pelabuhan yang tidak diusahakan, yaitu pelabuhan yang sekedar hanya
merupakan tempat kapal/ perahu dan tanpa fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh
pelabuhan.
Sedangkan menurut UU No.21 Tahun 1992-PP. No. 70 Tahun 1996- Km No. 26
Tahun 1998, Pengertian pelabuhan lebih diperluas yaitu :
a) Pelabuhan Umum, ialah pelabuhan yang dikunjungi oleh bermacam-macam kapal
untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang-barang campuran juga penumpang
dan hewan serta dikelola oleh instansi yang ditunjuk oleh pemerintah seperti PT.
(Persero) Pelabuhan Indonesia II, sebagai contoh: Pelabuhan Teluk Bayur.
b) Pelabuhan Khusus, ialah pelabuhan yang dikunjungi oleh kapal- kapal yang
bermuatan tertentu untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang-barang tertentu
atau khusus serta dikelola oleh instansi terkait, sebagai contoh : Pelabuhan Teluk
Kabung ( milik PERTAMINA )
c) Pelabuhan Laut, yaitu pelabuhan yang bebas untuk dimasuki oleh kapal-kapal yang
berbendera negara asing. Jadi kalau sebuah kapal asing hendak memasuki pelabuhan
laut, dia boleh langsung masuk tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu, karena
pelabuhan laut memang disediakan untuk perdagangan internasional.
d) Pelabuhan Pantai, yaitu pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan dalam negeri
dan luar negeri dan oleh karena itu tidak terlalu bebas disinggahi oleh kapal yang
berbendera asing. Kapal asing tersebut masih dapat menyinggahi pelabuhan pantai,
dengan cara terlebih dahulu meminta izin kepihak pelabuhan terkait.

2.2 Konsep Pembangunan Wilayah Pelabuhan


Secara umum perencanaan pelabuhan agak berbeda dengan perencanaan prasarana
lainnya, mengingat peran dan fungsi pelabuhan itu sendiri. Mengingat hal diatas, perencanaan
pelabuhan harus dapat memenuhi dan merefleksikan fungsi dan perannya. Selain itu
perencanaan pelabuhan harus dikaitkan pada aktifitas dan prasarana lainnya yang menunjang
keberlangsungan pelabuhan itu. Perencanaan pelabuhan merupakan multi disiplin ilmu dan
mempunyai kompleksitas yang cukup besar, sehingga berbagai disiplin ilmu terkait pada
perencanaan pelabuhan ini. Seorang perencana pelabuhan (Port Planner) harus memimpin
dan mengkoordinasikan berbagai keterkaitan disiplin ilmu tersebut menjadi suatu output
perencanaan sesuai dengan tolok ukur/acuannya.
Pembangunan di suatu wilayah/daerah pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi di daerah lain, dan kebijakan ekonomi makro dari negara bersangkutan. Dengan
demikian, terdapat ketergantungan antar daerah, sehingga pertumbuhan produksi perkapita di
suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh lokasi daerah dan aktivitas di daerah yang
bersangkutan, akan tetapi juga kondisi dan aktivitas yang ada di daerah lain. Kondisi
ketergantungan ini telah melahirkan paling tidak 2 (dua) teori yang berkaitan dengan
kerangka konseptual pembangunan daerah, yaitu :
1. Konsep Basis Ekonomi
Teori ini beranggapan bahwa permintaan terhadap “input” hanya dapat
meningkat melalui perluasan permintaan terhadap “output” yang diproduksi oleh
parkir basis (ekspor) dan parkir non basis (local). Permintaan terhadap produksi
parkir local hanya dapat meningkat apabila pendapatan local meningkat. Sementara
disisi lain, peningkatan pendapatan ini hanya akan terjadi apabila parkir basis
meningkat. Oleh karena itu, menurut konsep ini ekspor daerah adalah merupakan
faktor penentu dalam pembangunan ekonomi. Disinilah peranan mempromosikan
daerah dan subsidi langsung kepada investor menjadi sangat penting.
2. Konsep Perbedaan Tingkat Imbalan (Rate of Return)
Pemahaman dalam konsep perbedaan tingkat imbalan didasarkan pada
pemikiran bahwa suatu daerah terbelakang bukanlah disebabkan karena tidak
beruntung atau kegagalan pasar, akan tetapi disebabkan oleh produktivitasnya yang
rendah. Oleh karena itu, investasi dalam prasarana adalah penting sebagai sarana
pembangunan daerah.
Kedua teori di atas nampaknya sangat relevan untuk dipergunakan sebagai landasan
didalam melihat proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Oleh karena itu, dalam
suatu proses pembangunan ada 3 (tiga) program yang dapt dikelompokkan sebagai program
prioritas, tanpa meninggalkan program-program penting lainnya. Ketiga program prioritas
tersebut adalah :
1. Pengembangan Sumberdaya Manusia yang Berkualitas
2. Pembangunan Bidang Infrastruktur
Program ini dimaksudkan untuk memperlancar system transportasi antar
daerah sampai ke daerah-daerah yang masih terisolasi. Prioritas ini secara lebih rinci
dijabarkan melaluiprogram-program sebagai berikut,
a) Prasarana jalan dan jembatan
b) Perhubungan darat, danau, sungai dan penyebrangan
c) Perhubungan laut
d) Perhubungan udara
e) Pos dan Telekomunikasi
3. Pembangunan Perekonomian Dalam Arti Luas
Program ini dimaksudkan untuk mewujudkan suatu parkir, apakah industri,
pertanian atau parkir lainnya, yang akan dijadikan tulang punggung perekonomian
daerah (Muis, 2011).

2.3 Konsep Perencanaan Pelabuhan


Secara umum perencanaan/pengembangan pelabuhan dapat direfleksikan oleh sifat
kelembagaannya, ada yang berorientasi bisnis (bussiness oriented) dan ada yang berorientasi
kepada kepentingan umum. Pelabuhan yang berorientasi pada keuntungan, perencanaan
pengembangan dilakukan secara bertahap dan dikaitkan pada pengembangan yang
memberikan keuntungan langsung. Sebaliknya pelabuhan yang berorentasi pada kepentingan
umum, perencanaan pengembangan dilaksanakan dalam jangka panjang dan komprehensif
serta diarahkan pada pelabuhan sebagai prasarana umum yang menunjang perkembangan
sosial ekonomi daerah dan nasional, guna memperoleh keuntungan menyeluruh.
Menurut (Anonim, 2010) Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
pelabuhan, diantaranya:
• Kebutuhan akan ruang dan lahan
• Perkembangan ekonomi daerah hinterland pelabuhan
• Perkembangan industri yang terkait pada pelabuhan
• Arus dan komposisi barang yang ada dan diperkirakan
• Jenis dan ukuran kapal
• Hubungan transportasi darat dan perairan dengan hinterland
• Akses dari dan menuju laut
• Potensi pengembangan fisik
• Aspek nautis dan hidraulik
• Keamanan/keselamatan dan dampak lingkungan
• Analisis ekonomi dan finansial
• Fasilitas dan struktur yang ada.

2.4 Investasi dan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan


Keberhasilan proyek pembangunan pelabuhan bukan pada kehadiran fisiknya akan
tetapi lebih dititik beratkan pada peran dan fungsinya dalam menunjang kelancaran dan
pertumbuhan arus barang dalam pola perdagangan maupun pertumbuhan ekonomi regional
maupun nasional (Muis, 2010).
Secara umum investasi dapat berupa aktifitas:
 Ekspansi/pengembangan, penilaian kelayakan atas perluasan lini produk yang ada
seperti investasi baru untuk dermaga, bangunan, gudang dan modal kerja.
 Penghematan biaya, misalnya investasi di bidang teknologi baru harus dinilai dari
penghematan atau output yang lebih besar.
 Penggantian (replacement), memutuskan perlu tidaknya dan waktunya penggantian
peralatan tua dengan peralatan baru, menghemat biaya operasi dan meningkatkan
kualitas.
 Pilihan alternatif, memutuskan diantara alternatif investasi untuk mencapai hasil yang
sama, sedangkan rasio antara modal dengan biaya investasi yang harus dikeluarkan
berbeda.
2.5 Komponen Lingkungan
 Komponen Tata Ruang
A. Kebijakan Tata Ruang
Lokasi kegiatan harus sesuai dengan peruntukan rencana tata ruang
wilayah setempat, harus dilampirkan Perda Tata Ruang Kabupaten atau Kota
(jika tidak tersedia gunakan Perda Tata Ruang Provinsi) serta peta. Akan lebih
baik apabila disertakan overlay antara lokasi kegiatan dengan peta tata ruang
setempat. Perhatikan pula, apakah lokasi tersebut termasuk daerah Marine
Protected Area (kawasan lindung laut)
B. Penggunaan Lahan
Meliputi luas penggunaan lahan, status lahan, produktivitas lahan dan
peruntukan perairan.
C. Transportasi
Meliputi sistem transportasi regional dan lokal, prasarana transportasi
lokal dan regional dan pola pergerakan penduduk.
D. Kegiatan lain di Sekitar
Perlu diperhatikan keberadaan permukiman/perkampungan penduduk
lokal, daerah wisata, situs bersejarah, kawasan budidaya perairan, fishing
ground, kawasan lindung (terumbu karang, mangrove dan padang lamun)
 Komponen Fisik
A. Fisiografi
Yaitu kondisi topografi setempat, kemiringan lahan, perhatikan lokasi
kegiatan, badan-badan air serta daerah-daerah relevan lain yang akan terkena
dampak, inventarisasi daerah terlindungi, dan garis pantai. Perlu diperhatikan
pula potensi terjadinya perubahan fungsi lahan, dan sedimentasi terutama daya
dukung tanah dan kestabilan tanah terhadap bangunan. Perhatikan lebih lanjut
komponen lingkungan spesifik yang berkaitan, apabila tapak kegiatan
pelabuhan yang direncanakan memerlukan lahan hasil reklamasi.
Terkait dengan perubahan garis pantai, untuk dapat membedakan
perubahan garis pantai akibat terganggunya transport sejajar garis pantai atau
akibat hantaman gelombang langsung (abrasi), perlu diperhatikan dan
dimasukkan dalam rona awal tentang karakter historis garis pantai: apakah
pantai secara historis telah mengalami abrasi sebelum adanya bangunan
pelabuhan. Rekaman data seperti ini dapat membantu menghindarkan
Pemrakarsa dari masalah sosial dengan masyarakat sekitar.
B. Iklim
Diperlukan pula data iklim setempat yang mencakup curah hujan rata-rata,
maksimum dan minimum; jumlah bulan hujan, bulan kering; suhu rata-rata,
maksimum, minimum; tekanan udara rata-rata, maksimum dan minimum;
kelembaban rata-rata, maksimum dan minimum; penyinaran matahari, arah
dan kecepatan angin.
C. Kualitas Udara dan Kebisingan
Kualitas udara dan kebisingan.
D. Hidrooceanografi
Mencakup batimetri, karakteristik air laut (sedimen, salinitas dan suhu),
pola arus, kecepatan arus, pola gelombang, pola pasang surut, dan morfologi
pantai.
E. Kualitas Air Laut dan Sedimen Laut
Mencakup seluruh parameter kualitas air laut sesuai dengan KepMENLH
no. 51 Tahun 2004. Parameter yang diamati meliputi aspek fisik, kimia dan
aspek biologi yang terdapat di perairan tapak proyek. Untuk kualitas sedimen,
dapat mengacu pada sesuai dengan London Convention Tahun 1972
F. Kualitas air permukaan dan air tanah
Kualitas air (air permukaan, air tanah) berikut pemanfaatan dan
ketersediaannya.
G. Geologi
Meliputi struktur tanah, bearing capacity, kondisi geologi, kegempaan,
potensi tsunami, patahan, sesar.
H. Geohidrologi
Meliputi aliran air tanah, air larian dan potensi erosi.
 Komponen Biologi
A. Biota terrestrial
Biota darat (apakah terdapat vegetasi dan satwa endemik daratan termasuk
keragaman dan kerapatannya)
B. Biota Akuatik
Biota laut (apakah terdapat vegetasi dan satwa endemik daratan termasuk
keragaman dan kerapatannya, khususnya plankton, nekton, terumbu karang,
mangrove, padang lamun, dan lainnya).
 Komponen Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Meliputi tingkat pendapatan masyarakat lokal, jenis mata pencaharian dan
demografi penduduk (jumlah dan komposisi penduduk), kesehatan masyarakat, nilai
dan norma budaya masyarakat lokal.

2.6 Potensi Dampak


 Perubahan Fungsi dan Tata Guna Lahan
Kawasan pesisir dapat berupa kawasan lahan basah berhutan mangrove, pantai
berpasir, atau pantai berbatu. Adanya pembangunan pelabuhan di kawasan tersebut,
akan terjadi perubahan fungsi dan tata guna lahan tersebut yang mengakibatkan
perubahan bentang alam. Pada awalnya, kawasan tersebut berfungsi sebagai
catchment area baik untuk air hujan maupun air pasang, namun setelah ada proses
pembangunan pelabuhan, seperti kegiatan pembukaan lahan, pemotongan dan
pengurugan tanah pada tahap konstruksi, serta pemadatan tanah, akan mengubah
fungsi lahan tersebut. Air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah, sehingga akan
meningkatkan volume air limpasan (run off) dan meningkatkan terjadinya potensi
genangan dan mengubah pola genangan.
Dampak-dampak turunan dari perubahan fungsi dan tata guna lahan adalah
terjadinya perubahan mata pencaharian dan pendapatan penduduk, peningkatan
kesempatan kerja dan berusaha, timbulnya keresahan dan persepsi negatif masyarakat,
gangguan terhadap aktivitas nelayan, peningkatan kepadatan lalu lintas pelayaran,
serta bangkitan lalu lintas darat.
 Penurunan Kualitas Udara dan Peningkatan Kebisingan
Penurunan kualitas udara dapat disebabkan oleh peningkatan debu akibat
kegiatan konstruksi dan kegiatan operasional loading-offloading di pelabuhan.
Peningkatan kebisingan pada kegiatan pelabuhan terutama berasal dari kegiatan
konstruksi (seperti mobilisasi alat berat, pengangkutan material, pemancangan dan
pembangunan terminal) dan loading-offloading di pelabuhan
 Penurunan Kualitas Air Laut dan Kualitas Air Permukaan
Penurunan kualitas air laut ditandai dengan adanya peningkatan kekeruhan
dan peningkatan pencemaran air laut. Kegiatan konstruksi pada pembangunan
pelabuhan akan berpotensi menimbulkan dampak penurunan kualitas air laut terutama
pada tahap Pengerukan (capital dredging) dan pembuangan material keruk.
Kegiatan operasional akan mempengaruhi kualitas air laut dan kualitas air
permukaan (jika pembangunan pelabuhan terletak di sekitar sungai) dengan adanya
peningkatan pencemaran terutama yang dihasilkan dari discharge air limbah domestik
dan non domestik (air balast, tank cleaning dan bahan kimia yang digunakan untuk
perawatan kapal), kegiatan operasional loading-offloading di pelabuhan serta korosi
pada kapal.
 Perubahan Pola Arus Laut, Gelombang, Sedimentasi, dan Garis Pantai
Kegiatan pembangunan pelabuhan beserta fasilitasnya akan mempengaruhi
terjadinya perubahan batimetri, pola arus laut dan gelombang dan secara simultan
mengakibatkan dampak turunan yaitu adanya perubahan pola sedimentasi yang dapat
mengakibatkan abrasi dan akresi (perubahan garis pantai). Jika bagian struktur
pelabuhan menonjol ke arah laut, maka mungkin terjadi erosi pada garis pantai di
sekitarnya akibat transpor sediment sejajar pantai yang terganggu. Dampak ini
merupakan isu yang paling penting dalam setiap pembangunan di wilayah pesisir,
sehingga dalam rencana pengelolaan dan rencana pemantauan harus dilakukan secara
berkesinambungan.
 Gangguan Terhadap Biota Perairan
Kegiatan pembangunan Pelabuhan akan memberikan dampak yang sangat
penting terhadap biota perairan yang berada disekitar wilayah pelabuhan. Kegiatan
pembukaan lahan, pemancangan tiang pondasi, dan pembangunan struktur fisik
fasilitas pelabuhan dapat mengganggu biota yang ada di wetland/lahan basah seperti
mangrove, bangsa krustase, larva-larva ikan, dan biota perairan lainnya seperti
terumbu karang dan padang lamun.
Gangguan terhadap biota perairan dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung disebabkan oleh kegiatan pengerukan dan dan
pembangunan, sedangkan secara tidak langsung merupakan dampak lanjutan dari
penurunan kualitas air laut akibat operasionalnya pelabuhan.

2.7 Rencana Pengelolaan dan Pemantauan


 Perubahan Fungsi dan Tata Guna Lahan
 Rencana Pengelolaan
Membuat desain kegiatan yang sesuai dengan tata guna lahan eksisting.
 Rencana Pemantauan
Pemantauan tata guna lahan secara berkala untuk memastikan tidak ada
perubahan tata guna lahan.
 Penurunan Kualitas Udara dan Peningkatan Kebisingan
 Rencana Pengelolaan
Metode pengelolaan dampak penurunan kualitas udara (peningkatan kadar
debu) adalah:
a) Pemeliharaan mesin peralatan mobilisasi alat dan bahan sehingga tidak
mengeluarkan emisi yang melebihi persyaratan;
b) Menghindari terjadinya ceceran tanah galian dan bahan bangunan dengan
menutup truk pengangkut dengan kanvas atau bahan sejenis;
c) Membangun ruang terbuka hijau, serta melakukan pemeliharaan terhadap
ruang terbuka hijau tersebut karena dapat berfungsi sebagai buffer zone
dengan daerah disekitar pembangunan kegiatan perumahan serta dapat
mengurangi kadar polutan di kawasan perumahan;
d) Melakukan penyiraman tanah atau jalan secara teratur.
e) Memasang alat peredam suara pada mesinmesin dan kendaraan;
f) Operasional penggunaan alat-alat berat yang menimbulkan kebisingan
dilakukan pada siang hari.
 Rencana Pemantauan
Metode pemantauan yaitu dengan cara pengambilan sampel dan analisa
laboratorium yang dilakukan secara berkala.
 Penurunan Kualitas Air Laut dan Kualitas Air Permukaan
 Rencana Pengelolaan
Untuk mencegah peningkatan kekeruhan, perlu diperhatikan agar menyusun
rancang bangun konstruksi untuk sedapat mungkin meminimalkan kegiatan
pengerukan. Cara yang dapat digunakan antara lain:
a) Menggunakan alat pengeruk yang berkapasitas besar sehingga memperkecil
gangguan pada lokasi dari lalu lintas pengangkutan material keruk dan
pembuangan yang berulang;
b) Menggunakan peralatan pencegah penyebaran kekeruhan seperti bucket
penutup (environmental bucket), tanggul sementara, pneymatic pump untuk
pengerukan pada endapan halus, dll.
 Rencana Pemantauan
Metode pemantauan yaitu dengan cara pengambilan sampel dan analisa
laboratorium yang dilakukan secara berkala.
 Perubahan Pola Arus Laut, Gelombang, Sedimentasi, dan Garis Pantai
 Rencana Pengelolaan
Permasalahan abrasi pantai dikarenakan oleh berkurangnya pasokan sedimen,
baik dari sungai maupun dari laut karena adanya struktur bangunan di pantai
seperti dermaga, jetty, dan reklamasi, dan pembuatan alur pelayaran. Untuk
menanggulangi abrasi pantai tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya
perlindungan pantai dengan membuat struktur pelindung pantai (hard structure),
antara lain dengan tembok laut (sea wall), revetment, detached breakwater, groin
dan/atau membuat perlindungan pantai dengan pendekatan soft structure
(mangrove, terumbu karang buatan, peremajaan pantai/beach nourisment, sand by
passing, dll).
Perlu diperhatikan, bahwa pembangunan tersebut harus melihat kondisi garis
pantai dalam satu sel, karena apabila tidak, maka akan dapat menimbulkan
pemasalah abrasi baru di tempat lain. Upaya pelindungan pantai tersebut antara
lain:
a) Pembangunan tembok laut (sea wall) dan revetment
Tembok laut dan revetment adalah stuktur yang dibangun pada garis
pantai sebagai pembatas antara daratan di satu sisi dan perairan di sisi lain.
Fungsi struktur ini adalah melindungi dan pembertahankan garis pantai dari
serangan gelombang dan menahan tanah dibelakang tembok laut tersebut.
Dalam merencanakan tembok laut harus memperhatikan pendekatan
sedimen sel (coastal cell).
b) Pembangunan groin
Groin merupakan bangunan tegak lurus pantai untuk mengamankan
pantai dari gangguan kesetimbangan angkutan sedimen sejajar pantai
(longshore transport). Bangunan ini berfungsi menahan laju angkutan
sedimen sejajar pantai dan biasanya berua serangkaian struktur krib. Groin
dapat dibuat pendek (lebih pendek dari lokasi gelombang pecah) atau
panjang (melampaui zona gelombang pecah). Puncaknya dapat dibuat lebih
tinggi maupun rencah tergantung pada keperluannya. Sebagai bahan groin
dapat dipakai tumpukan batu, bronjong, kayu, sheet pile beton maupun
baja. Dalam merencanakan groin harus memperhatikan pendekatan
kesatuan sedimen sel (coastal cell).
c) Pembangunan pemecah gelombang sejajar pantai
Pemecah gelombang sejajar pantai memiliki struktur yang berupa
bangunan yang ditempatkan pada jarak tertentu dari garis pantai dan
dibangun sejajar garis pantai. Bangunan ini dimaksudkan untuk menahan
energi gelombang yang menghempas pantai. Daerah dibelakang bangunan
ini akan lebih tenang daripada daerah sekitarnya, sehingga angkutan
sedimen sejajar pantai akan terhenti di belakangnya.
Karena pembangunan breakwater menimbulkan dampak akresi dan
abrasi pantai, maka perlu adanya pengelolaan lingkungan dengan membuat
pengaman baik berupa hard structure maupun soft bstructure di tempat
terjadinya abrasi pantai. Disamping itu dalam membuat pengaman pantai
juga harus mempertimbangkan sedimen sel (coastal cell).
 Rencana Pemantauan
Pemantauan dilakukan secara periodik terhadap perubahan garis pantai dengan
membuat patok awal sebagai titik ikat yang kemudian digunakan sebagai dasar
atau acuan dari perubahan garis pantai.
 Gangguan Terhadap Biota Perairan
 Rencana Pengelolaan
Gangguan terhadap biota perairan memerlukan rencana pengelolaan yang
spesifik, tergantung dari jenis biota perairan yang terkena dampak. Pada umumnya,
pelaksanaan kegiatan konstruksi dan operasi secara terarah dapat meminimalkan
dampak terhadap biota perairan. Gangguan terhadap biota perairan ini sangat erat
hubungannya dengan penurunan kualitas air laut, sehingga apabila pengelolaan
kualitas air laut telah dilakukan dengan baik, maka akan dapat memimalkan
gangguan terhadap biota perairan. Selain itu, dapat juga dilakukan upaya
penanaman kembali jenis-jenis biota yang terkena dampak atau hilang, dengan cara
penanaman kembali jenis-jenis mangrove lokal/asli atau melakukan transplatasi
terumbu karang. Memberikan pelatihan konservasi terhadap pekerja-pekerja
konstruksi dan pelaksanana operator pelabuhan akan dapat lebih meningkatkan
kesadaran terhadap pengelolaan lingkungan.
 Rencana Pemantauan
Metode pemantauan yaitu dengan cara pengambilan sampel dan analisa
laboratorium yang dilakukan secara berkala.

2.8 Manajemen Sanitasi Pelabuhan


Penerapan manajemen pada usaha Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) pada
umumnya dibutuhkan pendekatan terhadap aspek sosial. Untuk melakukan pendekatan aspek
sosial diperlukan penguasaan pengetahuan antara lain tentang kebiasaan hidup, adat istiadat,
kebudayaan, keadaan ekonomi, kepercayaan, komunikasi dan motivasi (Depkes RI, 1996).
Menurut Suparlan (1988) dalam Adriyani (2005) pendekatan aspek sosial membutuhkan
berbagai pertimbangan terhadap berbagai macam faktor dari kehidupan masyarakat,
diantaranya faktor:
a) Pengertian
Pengertian karyawan serta masyarakat tentang pentingnya serta manfaat suatu
usaha kesehatan masyarakat sangat diperlukan sebab tanpa adanya pengertian ini
segala sesuatunya akan berjalan tanpa arah. Pengertian merupakan dasar pokok guna
memperoleh kesadaran dan pengetahuan untuk bertindak secara aktif.
b) Pendekatan
Pendekatan yang baik perlu dilakukan terutama terhadap Pimpinan maupun karyawan
perusahaan Tempat-Tempat Umum (TTU), biasanya dilakukan dengan memberikan beberapa
bentuk motivasi. Titik pangkal suksesnya usaha STTU banyak bergantung dari cara
pendekatan ini, ada 2 macam pendekatan terhadap pimpinan dan karyawan yang dapat
ditempuh yaitu:
a. Pendekatan formal
Pendekatan formal yaitu suatu pendekatan terhadap pimpinan secara resmi.
b. Pendekatan informal
Pendekatan informal yaitu suatu pendekatan terhadap karyawan bawahan dimana
pekerja berada dan dilakukan di tempat kerjanya.
Selain pendekatan di atas menurut Buku Pedoman Sanitasi Tempat-Tempat Umum
(1996), pendekatan yang biasa digunakan pada aspek ini adalah pendekatan edukatif yang
ditujukan kepada masyarakat umum dan masyarakat pengunjung TTU khususnya perlu diberi
pengertian dan kesadaran tentang usaha STTU. Dengan adanya pengertian dari pengunjung
bahwa TTU yang tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan dan
menyebarkan penyakit, maka pengunjung/masyarakat akan berusaha untuk senantiasa
memelihara STTU.
c) Kesadaran
Faktor kesadaran terutama karyawan pelabuhan dibutuhkan sekali guna pelaksanaan
program, tanpa kesadaran makan pelaksanaan program STTU akan mengalami hambatan dan
kesulitan, karena tidak diketahui dan disadari akan pentingnya serta manfaatnya baik bagi
perusahaan maupun bagi pribadi karyawan yang bersangkutan. Faktor kesadaran diperoleh
sebagai hasil pendekatan edukatif melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan.
d) Partisipasi
Faktor partisipasi dari karyawan Pelabuhan secara total sangat dibutuhkan dalam
rangka memelihara, membina dan mengembangkan usaha Sanitasi. Partisipasi penuh dari
karyawan dapat diperoleh dan ditingkatkan dengan cara memberikan pengertian serta
motivasi tentang pentingnya Hygiene dan STTU dipandang dari segi kesehatan maupun dari
segi bisnis operasional.
e) Kerja sama
Usaha kesehatan masyarakat khususnya usaha Hygiene dan STTU dibutuhkan adanya
kerjasama dalam tim. Tanpa kerja sama yang baik maka usaha ini tidak akan berjalan dengan
baik.
f) Keuangan
Dimana terdapat suatu usaha terutama dalam usaha Hygiene dan STTU khususnya
yang berhubungan dengan masalah perbaikan dan penyempurnaan tentu membawa
konsekuensi biaya, tanpa ditunjang biaya yang memadai ini maka kegiatan ini tidak akan
berjalan semestinya. Kegiatan ini sangat membutuhkan adanya anggaran khusus terutama
guna pelaksanaan pemeliharaan.
Kegiatan pemeliharaan sanitasi di lingkungan pelabuhan hendaknya menjadi
komitmen bagi seluruh pekerja di pelabuhan. Tentu saja hal ini diikuti dengan manajemen
pemeliharaan sanitasi yang baik antara lain berupa kecukupan personil kebersihan, alokasi
dana yang mencukupi dari pihak pengelola pelabuhan.

2.9 Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup


Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup, setiap orang
mempunyai hak atas imformasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup setiap
usaha dan ataukegiatan dilarang melanggar baku-mutu dan kreteria baku kerusakan
lingkungan hidup, setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinannya dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup *wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan hidup.*
Setiap usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan atau kegiatan wajib
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup dalammenerbitkan izin melakukan
usaha dan atau kegiatan wajib diperhatikan rencana tata ruang, pendapat masyarakat,
pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang dan berkaitan dengan usaha atau
kegiatan tersebut.
“Pelanggaran terhadap proses itu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha”
dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan atau kegiatan, pemerintahmendorong
penanggung jawab usaha atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup.
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kepengadilan dan atau
melaporkan ke penegak hukum terhadap berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan
pri kehidupan masyarakat/bahkan Undang-undang pun meng-amanahkan sanksi pidana
terhadap pelanggaran dampak lingkungan hidup dimaksud. Permasalahan dan kendala
penerapan AMDAL dalam pengelolaan lingkungan hidup serta pra kondisi penerbitan
berbagai perizinan suatu kegiatan usaha akhirnya menjadi pertanyaan besar (Buana, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Proyeksi lalu lintas pelabuhan


Secara umum kebutuhan suatu rencana pengembangan pelabuhan laut dipengaruhi
oleh berbagai perkembangan social-ekonomi dan daerah layanannya, baik daerah layanan
belakang (hinterland) maupun daerah layanan depan (foreland). Yang menjadi daerah
layanan belakang dari pelabuhan yang direncanakan paling tidak mencakup wilayah satu
Kabupaten atau bahkan bias juga satu propinsi, sedangkan daerah layanan depannya adalah
daerah-daerah lain di seluruh Indonesia yang menjadi asal dan tujuan para penumpang/barang
angkutan laut. Potensi pengguna dari pelabuhan yang direncanakan terutama berkaitan
dengan fungsi pelabuhan ini apakah akan berfungsi sebagai pelabuhan Internasional,
pelabuhan regional, atau pelabuhan local. Perkiraan arus bongkar muat barang di Pelabuhan
akan didasarkan pada perkiraan pertumbuhan lalulintas barang yang ada di wilayah
hinterland yang bersangkutan. Perkiraan pertumbuhan arus bongkar muat barang ini dapat
dilakukan antara lain berdasarkan :

1. Metode Gravitasi (Bangkitan-tarikan)


Proyeksi pertumbuhan bongkar muat barang dengan metode Gravitasi didasarkan
pada teori bahwa adanya aktivitas dalam suatu zona (daerah) akan menyebabkan timbulnya
kebutuhan perjalanan baik dalam zona itu sendiri atau perjalanan ke zonalain. Berdasarkan
besarnya bangkitan dan tarikan perjalanan dari dan ke suatu zona, dapat dilakukan peramalan
volume perjalanan beberapa tahun mendatang dengan menggunakan model estimasi
distribusi perjalanan (trip distribution). Ada banyak faktor yang mempengaruhi bangkitan dan
tarikan perjalanan, miasalnya jumlah penduduk, PDRB, jumlah rumah tangga, jumlah
industri, dan jumlah kendaraan bermotor. Penentuan model terbaik dilakukan dengan
meninjau parameter-parameter berikut ini :

 Memiliki koefisien korelasi (r2) terbesar, yang menunjukkan kedekatan hubungan


antara model dengan data real.
 Memiliki konstanta persamaan / intercept yang terkecil yang menunjukkan faktor-
faktor yang tidak diperhitungkan / faktor “pemaaf”. Makin kecil konstanta persamaan,
berarti pengaruhdari faktor-faktor yang tidak diperhitungkan semakin kecil.
 Kesesuaian ekspektasi antara dugaan dan real.
a) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pertumbuhan PDRB ini digunakan sebagai parameter pertumbuhan arus bongkar
muat barang yang patut dipertimbangkan. Angka pertumbuhan jumlah bongkar muat barang
di pelabuhan diasumsikan sesuai dengan rata-rata pertumbuhan PDRB di daerah yang
bersangkutan. Angka pertumbuhan PDRB ini diambildari rata-rata pertumbuhan PDRB
beberapa tahun terakhir.
b) Perkiraan kompromi
Perkiraan kompromi, yaitu laju pertumbuhan rata-rata dari proyeksi menggunakan
model matematis dengan proyeksi berdasarkan pertumbuhan PDRB. Skenario ini kita sebut
Skenario Moderat.

3.2 Sistematika Pelabuhan


Kinerja pelabuhan dapat ditunjukkan oleh kualitas pelayanan terhadap kapal maupun
barang di suatu pelabuhan. Variabel yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan atau
kinerja operasional pelabuhan antara lain produktifitas bongkar muat yang antara lain diukur
melalui variabel ship output, sedangkan kinerja operasional antara lain terdiri atas waiting
time, berthing time, turn round time. Ship output (TSHP) sendiri merupakan salah satu
indikator yang digunakan untuk mengukur besarnya produktifitas bongkar muat kapal.
Peralatan bongkar muat sangat mempengaruhi lamanya kapal di dermaga, apabila alat
bongkar muat kurang memadai maka produktifitas bongkar muat rendah, sebaliknya
peralatan bongkar muat memadai serta SDM yang profesional maka produktifitas bongkar
muat akan tinggi, dengan sendirinya kapal akan cepat meninggalkan dermaga atau berthing
time dapat diperkecil. Peranan Pelabuhan sebagai salah satu pelabuhan tujuan bagi pelayaran
domestik dan pelayaran rakyat yang akan melakukan aktivitas bongkar muat berjenis barang
keperluan rumah tangga dan bangunan dari berbagai daerah di seluruh pelosok nusantara, dan
juga sekali merupakan tempat kegiatan ekonomi bagi suatu negara, oleh sebab itu dituntut
tersedianya fasilitas pelabuhan yang memadai sehingga dapat meningkatkan pelayanan
kepelabuhan.

3.3 Pelabuhan dan Fasilitas Utamanya


Pelabuhan adalah suatu kawasan yang mempunyai beberapa fasilitas untuk
menunjang kegiatan operasional. Fasilitas-fasilitas tersebut ditujukan untuk melancarkan
kegiatan usaha di pelabuhan. Fasilitas pelabuhan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu fasilitas
pokok dan fasilitas penunjang. Pembagian ini dibuat berdasarkan kepentingannya terhadap
kegiatan pelabuhan itu sendiri. Fasilitas pokok pelabuhan terdiri dari :
• Alur pelayaran
• Kolam pelabuhan
• Penahan gelombang (breakwater)
• Dermaga

 Alur pelayaran:
Alur pelayaran dalam istilah kepelabuhanan mempunyai pengertian bahwa daerah
yang dilalui kapal sebelum masuk ke dalam wilayah pelabuhan. Batas wilayah pelabuhan
sendiri dibatasi oleh pemecah gelombang (breakwater). Hampir di semua pelabuhan yang
diusahakan ada aturan bahwa setiap kapal yang masuk ke daerah alur pelayaran harus
membayar Jasa Labuh (biaya berlabuh di wilayah pelabuhan).
 Kolam Pelabuhan
Kolam pelabuhan adalah perairan yang berada di depan dermaga yang digunakan
untuk bersandarnya kapal.
 Penahan Gelombang
Penahan gelombang (breakwater) merupakan bagian fasilitas pelabuhan yang
dibangun dengan bahan batu kali dengan berat tertentu atau dengan bahan buatan yang
berbentuk tertentu seperti tetraods, quadripods, hexapods ataudengan dinding tegak (caison).
 Dermaga
Sarana-sarana tambahan adalah sarana dimana kapal-kapal bersandar untuk memuat
dan menurunkan barang atau untuk mengangkut dan menurunkan penumpang-penumpang.
Yang dimaksud dengan tambatan adalah: Dermaga (quaywalls), pelampung tambatan
(mooring piles), piled piers, ponton-ponton, dermaga-dermaga ringan (lighter wharves) dan
jalan-jalan rel (slipways).

3.4 Persyaratan Sanitasi di Pelabuhan


Persyaratan sanitasi standar yang harus dimiliki oleh sebuah pelabuhan antara lain:
a. Bagian luar
1) Tempat parkir
Harus bersih, tidak ada sampah berserakan, dan tidak ada genangan air.
2) Tempat sampah
Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tertutup dan kedap air serta
dalam jumlah yang cukup.
3) Pencahayaan
Penerangan harus cukup dan tidak menyilaukan mata, terutama pada pintu masuk dan
keluar tempat parkir.
b. Bagian dalam
1) Ruang tunggu
a) Ruangan harus bersih.
b) Tempat duduk harus bersih dan bebas dari kutu busuk.
c) Pencahayaan harus cukup dan tidak menyilaukan mata (minimal 10 fc) sehingga
dapat digunakan untuk membaca.
d) Penghawaan harus cukup, minimal 10% dari luas lantai.
e) Lantai tidak licin, kedap air, dan mudah dibersihkan.
f) Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tertutup, kedap air, dan
dalam jumlah yang cukup.
2) Pembuangan kotoran manusia
a. Tersedia jamban yang memenuhi syarat (tipe leher angsa) minimal 1 jamban untuk
100 pengunjung, atau minimal 2 buah jamban.
b. Tersedia peturasan (urinoir) yang baik, minimal 1 peturasan untuk 200 orang
pengunjung dan tersedia pasokan air yang mencukupi.
c. Harus ada tanda yang jelas untuk membedakan antara jamban pria dengan jamban
wanita.
d. Jamban dan peturasan harus dalam keadaan bersih dan tidak berbau.
3) Pembuangan sampah
a. Harus tersedia tempat penampungan sampah sementara yang tertutup, kedap air,
dan dalam jumlah yang cukup.
b. Pengangkutan sampah dilakukan setiap hari sehingga tidak ada sampah yang
menumpuk.
4) Pembuangan air limbah
Air limbah dan air hujan dialirkan melalui saluran tertutup dan dibuang ke septic tank
atau ke saluran air kotor perkotaan.
5) Tempat cuci tangan
Harus tersedia tempat cuci tangan yang baik, minimal satu, dilengkapi dengan sabun
dan kain serbet.
Lain-lain
1) Tersedia alat perlengkapan untuk P3K.
2) Terdapat alat pemadam kebakaran.
3) Bar atau restoran atau rumah makan yang ada ahrus memenuhi syarat higiene dan sanitasi
makanan dan minuman (Chandra, 2006).

3.5 Hubungan dengan Instansi Terkait


Instansi yang terkait dalam pembangunan konstruksi sebuah rumah sakit dibutuhkan
beberapa instansi yang dapat mendukung dari mulai proses pembangunan rumah sakit
hingga kegiatan-kegiatan rumah sakit sesuai dengan fungsinya. Instansi yang terkait dalam
pembangunan rumah sakit ini diantaranya yaitu:
Menteri pekerjaan umum
a. Menteri lingkungan hidup,
b. Menteri tenaga kerja,
c. Jaminan asuransi konstruksi,
d. Menteri kesehatan.
e. Badan Pertanahan Nasional atau Kantor Pertanahan Setempat
f. Pemerintahan Daerah, meliputi :
 Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) kota madya Jakarta pusat
 Dinas Tata Ruang dan Tata kota madya Jakarta pusat
 Dinas Pengawas Pembangunan daerah khusus Ibukota Jakarta
 Lurah dan Camat
 RT dan RW setempat (jalur penghubung terhadap warga).
g. Pihak Pengadaan Barang dan Jasa Konstruksi
h. Jaminan Pelayanan Kesehatan Jamsostek

3.6 Permasalahan Pembangunan Pelabuhan


1). Ketataruangan
Pemgembangan pelabuhan merupakan suatu contoh pembangunan yang
dampaknya dapat mempengaruhi lingkungan yang cukup luas. Dampak yang ditimbulkan
oleh kegiatan pembangunan ini berasal dari konstruksi , tetapi dampak yang harus
diperhitungkan juga adalah justru saat operasional. Pada saat operasional ini, yang
dampaknya harus diperhitungkan dalam AMDAL adalah dampak lingkungan kaitan
antara lingkungan laut dan lingkungan daratan.
Adanya keterkaitan yang erat antara lingkungan laut dan daratan maka
penggunaan lahan yang ada dalam lokasi rencana bandara dan lokasi sekitarnya
memerlukan pencermatan. Penggunaan lahan pemukiman, pendidikan dan fasilitas rumah
sakit harus dihindari. Demikian pula areal rencana untuk kawasan industri yang
diperkirakan banyak mengemisikan pencemaran udara berupa asap atau sebab yang lain.
Lokasi yang dipilih untuk pengembangan pelabuhan harus memiliki saluran
drainase yang baik.
Permasalahan ketataruangan yang lain misalkan di sekitar pelabuhan terdapat pasar
yang berfungsi sebagai pusat aktivitas masyarakat sehingga di dalam kegiatan pengembangan
harus memperhatikan betul gangguan apa saja yang mungkin timbul nantinya. Sementara itu,
harus diperhatikan juga mengenai penggunaan lahan yang telah ada di
daerah tersebut yang sangat rentan akibat pengaruh dari kegiatan pelabuhan. Hal ini misalnya
pengaruh kebisingan dan limbah pelabuhan.

Pada saat ini dengan banyaknya kapal-kapal besar yang singgah apalagi dengan
adanya kapal-kapal pesiar yang mewah maka dalam merencanakan suatu pelabuhan baru
pertimbangan ketataruangan semakin kompleks.
Dalam merancang perluasan pelabuhan perlu juga dipertimbangkan mengenai
ketataruangan yang berkait dengan kawasan kebisingan dan keselamatan pelayaran. Ada
beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu : adanya batas permukaan horizontal yaitu
kawasan yang terbentuk berupa area permukaan datar yang di dalamnya ada landasan
pelabuhan. Batas permukaan konikal ini berada pada ketinggian tertentu yaitu bertemunya
bidang dengan sudut 2,5 % yang kemudian bertemu dengan batas atas permukaan konical.
Sudut yang terbentuk dari ujung landasan adalah 2 % yang membentuk bidang jalur
keselamatan pelabuhan yang kemudian dipergunakan sebagai bidang pendekatan untuk
pendaratan.

2). Pemilihan lokasi


Pada umumnya, perencanaan pembangunan suatu pelabuhan mengalami perencanaan
yang bertahap. Pada umumnya pada awalnya, dilakukan pemilihan lokasi yang paling sesuai
dari berbagai faktor. Secara observasif dengan mempertimbangan berbagai data awal yang
tersedia dan masukan dari berbagai pihak ditetapkan calon lokasi pelabuhan. Pada awalnya
dipilih beberapa calon pelabuhan kemudian dianalisis tingkat kesesuaiannya dengan
mempertimbangkan berbagai faktor terkait.
Kriteria untuk menentukan kesesuaian lokasi calon pelabuhan antara lain : sosial,
ekonomi , tersedianya aksesibilitas dan lingkungan. Keempat faktor ini harus
dipertimbangkan dengan cermat untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan
lokasi pengembangan pelabuhan.
Faktor sosial yang sangat menentukan adalah akan ada atau tidaknya persoalan sosial
dikemudian hari. Indikator yang paling mudah adalah dengan melakukan observasi dan
Focus Group Discussion (FGD) tanggapan penerimaan masyarakat terhadap rencana
kegiatan pembangunan pelabuhan. Social Acceptance Analysis ini dipergunakan untuk
menentukan skor kesesuaiannya kemudian faktor kedua adalah faktor ekonomi. Faktor
ekonomi ini utamanya berkait dengan perhitungan multiplier effects antara penggunaan lahan
yang lama dan penggunaan lahan untuk pelabuhan. Faktor ketiga merupakan faktor
ketersediaan akses dan kemungkinan pembangunan jalan dan fasilitas transportasi yang akan
datang. Semakin tinggi aksesibilitas yang sekarang ada atau kemungkinan berkembangnya
aksesibilitas yang akan datang, kesesuaiannya semakin tinggi. Sementara itu faktor
lingkungan, utamanya faktor kesesuaian terhadap lanskap, pola angin (kecepatan, arah,
kekuatan), faktor visibilitas (tembus pandang), ketersediaan sumberdaya (air, material untuk
konstruksi), daerah yang sering terjadi banjir, kegempaan dan pertimbangan dari adanya
kawasan konservasi.
Berdasarkan penilaian terhadap empat kriteria tersebut maka semakin sesuai, semakin
besar skor untuk dapat dipilihnya lokasi tersebut untuk pelabuhan. Keempat kriteria tersebut
dipergunakan untuk menilai kesesuaiannya menjadi lokasi pengembangan pelabuhan baru.
Setiap faktor dinilai dengan skor dengan rating dari angka 1 sampai 3. Angka skor 1 untuk
tidak sesuai, angka skor 2 untuk kurang sesuai, dan angka skor 3 untuk sesuai. Jumlah total
untuk calon terpilih adalah yang memiliki total skor tertinggi. Hal ini dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1. Penetapan Lokasi Pelabuhan dari Beberapa Calon Lokasi Berdasar Beberapa
Kriteria
Calon Calon Calon Calon
Kriteria
lokasi A lokasi B lokasi C lokasi D

Kurang Tidak Kurang


Sosial Sesuai
sesuai sesuai sesuai

Tidak Kurang Tidak Kurang


Ekonomi
sesuai sesuai sesuai sesuai

Kurang
Aksesibilitas Sesuai Sesuai Sesuai
sesuai

Tidak Kurang
Lingkungan Sesuai
sesuai sesuai

Total 7 11 5 8

Berdasar atas penilaian dengan menggunakan ketiga rating tersebut maka calon lokasi
B yang paling sesuai dibanding dengan calon lokasi yang lain karena nilai totalnya tertinggi.
Kemudian proses lebih lanjut adalah dikaji dampak lingkungan dari lokasi B ini. Kajian ini
menggunakan instrumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

3). Rintangan (Handicap)


Pembangunan pelabuhan mempunyai dampak lingkungan yang sangat komplek. Pada
areal terminal sekitar pelabuhan dan di sepanjang kiri dan kanan pelabuhan harus
diperhitungkan adanya rintangan yang mengganggu pelayaran. Kawasan dalam pelabuhan
maupun diluar pelabuhan harus bebas rintangan.
Lokasi yang dihindari untuk menjadi lokasi pelabuhan dengan mempertimbangkan
rintangan ini adalah : meander sungai, lokasi cekung, lembah, intermountain, lebih rendah
dibandingkan permukaan air laut, daerah yang sering terjadi angin mati, berubah-ubah dan
taifun. Disamping itu suatu daerah yang sering terjadi kabut dan berdekatan dengan bukit
yang akan menyebabkan terjadinya kesulitan bagi nakhoda dalam melayarkan kapal.
4). Peraturan Perundangan Amdal Pembangunan Pelabuhan
Pedoman dalam pembangunan dan pengoperasian pelabuhan berdasar pada ketentuan bersifat
internasional dan peraturan nasional. Sementara itu pedoman yang harus diacu para penyusun
dokumen AMDAL adalah :
 Undang-undang RI No. 50 tahun 1990 tentang keanekaragaman hayati dan ekosistemnya
 Undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang pengelolahan lingkungan hidup
 Undang-undang RI No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, sekretariat Negara RI
Jakarta
 Peraturan Pemerintah RI No.20 tahun 1997 tentang pengendalian pencemaran air,
Bapedal Jakarta
 Peraturan Pemerintah RI No.27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai dampak
Lingkungan
 Peraturan Pemerintah RI No.41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara.
Bapedal Jakarta
 Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. KEP-48/MenLH/II/1996 tentang
kebisingan. Bapedal jakarta.
 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. KEP-49/MenLH/II/1996 tentang
baku mutu tingkat getaran. Bapedal Jakarta
 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. KEP-50/MenLH/II/1996 tentang
baku mutu tingkat kebauan. Bapedal Jakarta
 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. KEP-45/MenLH/I0/1997 tentang
indek standar pencemar udara. Bapedal Jakarta
 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. KEP-49/MenLH/II/1996 tentang
baku mutu tingkat getaran. Bapedal Jakarta.
 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 tentang
pelayaran
 PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 9 TAHUN 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2002
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Administrator Pelabuhan
 PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 21 TAHUN 2007 tentang
Sistem Dan Prosedur Pelayanan Kapal, Barang Dan Penumpang Pada Pelabuhan Laut
Yang Diselenggarakan Oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Pelabuhan.
 PERATURAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
DAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KM 16
TAHUN 2007, NOMOR : 21/M-DAG/PER/5/2007 tentang Pembentukan Forum
Informasi Muatan Dan Ruang Kapal.
 PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM. 71 TAHUN
2005 tentang Pengangkutan Barang/Muatan Antar Pelabuhan Laut di Dalam Negeri
 PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM.7 TAHUN 2005 tentang
Sarana bantu navigasi pelayaran
 PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM.8 TAHUN 2005 tentang
Telekomunikasi Pelayaran
 KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 3 TAHUN 2004 tentang
Penunjukan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Sebagai Designated Authority
Pelaksanaan Pengamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan (International Ships And Port
Facility Security / ISPS Code)
 KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 33 TAHUN 2003 tentang
Pemberlakuan Amandemen Solas 1974 Tentang Pengamanan Kapal Dan Fasilitas
Pelabuhan (International Ships And Port Facility Security / ISPS Code) Di Wilayah
Indonesia
 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN
2002 tentang perkapalan.
 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN
2001 tentang kepelabuhan
 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN
2000 tentang Kepelautan

Sementara itu, mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69


Tahun 2001 tentang kepelabuhan, tatanan kepelabuhan dalam kaitannya dengan keselamatan
operasi pelayaran, kawasan di sekitar pelabuhan dialokasikan agar tidak membahayakan
pelayaran, dapat dirinci menjadi beberapa kawasan, yaitu:
 Kawasan pendekatan kapal. Kawasan ini adalah suatu kawasan perpanjangan
dermaga yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu.
 Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi pelayaran adalah kawasan di
sekitar penempatan alat bantu navigasi pelayaran di dalam dan / atau di luar daerah
lingkungan kerjayang penggunaannya harus memenuhi persyaratan tertentu guna
menjamin kinerja / efisiensi alat bantu navigasi pelayaran dan keselamatan pelayaran.
 Batas kawasan keselamatan operasi pelayaran merupakan batas yang ditentukan
berdasarkan atas batas ruang di sekitar pelabuhan yang terbebas dari berbagai
gangguan untuk menjamin keselamatan operasi disekitar pelabuhan dan masyarakat
sekitarnya.
 Batas kawasan kebisingan dalah kawasan tertentu di sekitar pelabuhan yang
terpengaruh oleh gelombang suara mesin kapal udara yang dapat mengganggu
lingkungan. Fungsi penetapan batas kawasan kebisingan adalah agar masyarakat
menyadari bahwa tinggal disekitar pelabuhan itu tidak nyaman. Disamping
itu dimasudkan pula untuk membatasi atau mengendalikan pemanfaatan lahan dan
ruang udara di sekitar kawasan pelabuhan.
 Kawasan kebisingan pelabuhan digambarkan dengan ketetapan yang diberikan adalah
WECPNL (weighted equivalent continuous noise level). Formula yang diperkenalkan
untuk menentukan area kebisingan adalah sebagai berikut :
o WECPNL = dBA + 10 Log N-27
3.7 Masalah Utama (Main Issues) dan Masalah Kunci (Key Issues) Lingkungan dalam
Pembangunan Pelabuhan

Dalam pembangunan pelabuhan banyak permasalahan lingkungan. Permasalahan


yang perlu diperhatikan adalah masalah utama dan masalah kunci bagi lingkungan. Adanya
pengalaman yang banyak terhadap aspek teknis pembangunan pelayaran laut serta
permasalahan pengoperasiannya maka identifikasi main issues dan key issues akan mudah
ditetapkan.
Pada hakekatnya permasalahan lingkungan pada pembangunan pelabuhan terjadi ada
yang bersifat umum tetapi ada juga yang bersifat khusus. Permasalahan yang umum
dimanapun pengembangan pelabuhan dilakukan tersebut akan selalu muncul. Tetapi
permasalahan yang khusus akan berbeda-beda tergantung dari kondisi ekosistem dan
lingkungannya.
Permasalahan utama (main issues) yang bersifat umum adalah pencemaran,
kendaraan, fungsi lahan, interaksi sosial dan perubahan norma sosial. Adapun masalah
kuncinya dapat dijabarkan sebagai berikut. Masalah umum pencemaran akan menimbulkan
masalah kuncinya kebisingan, masalah bangkitan kendaraan masalah kuncinya kemacetan
lalu lintas, fungsi lahan masalah kuncinya pemilik lahan kehilangan mata
pencaharian (jobless), interaksi sosial masalah kuncinya perubahan pola kekerabatan dan
perubahan norma sosial masalah kuncinya adalah mulai hilangnya kegotongroyongan yang
ada di masyarakat. Kemudian dilakukan penelaahan terhadap dampak besar dan penting dari
kegiatan pembangunan Bandara pada berbagai tahapan.
Menetapkan adanya masalah (utama dan kunci) dan dampak (besar dan penting)
dilakukan dengan bermula dari suatu hipotesis. Tetapi kemudian ditetapkan dengan cara
professional judgment, melalui proses brainstorming (adu pendapat), rapat dan membentuk
adhok. Metoda yang sama untuk masalah (utama dan kunci) serta penetapan kedua hal
tersebut masuk dalam proses pelingkupan (Scoping). Dalam proses Scoping ini, beberapa
aspek yang ditetapkan selain dampak (besar dan penting), tetapi juga penetapan batas wilayah
studi. Pada lokasi tertentu yang memiliki ekosistem tertentu mempunyai permasalahan dan
dampak yang spesifik.
Pada umumnya dampak yang signifikan untuk seluruh pembangunan Bandar Udara
adalah masalah dan dampak yang terkait dengan komponen-komponen fisik dan kimia serta
biotis. Sementara untuk lokasi bandara yang spesifik, permasalahan dan dampaknya berkait
dengan komponen biotis dan social ekonomi dan budaya.
3.8 Pelingkupan atau Scoping dalam AMDAL Pembangunan Pelabuhan
Pelingkupan atau lingkup studi diterjemahkan dari kata scoping. Pelingkupan
merupakan istilah yang sangat popular didalam AMDAL. Pelingkupan ini memang sangat
penting, karena dengan pelingkupan akan dapat diperoleh arahan terhadap permasalahan
(utama dan kunci) dan dampak (besar dan penting) lingkungan dari suatu rencana kegiatan
pembangunan. Bahkan lebih jauh dari itu proses pelingkupan ini akan dapat dipergunakan
untuk menentukan batas wilayah studi. Atas dasar uraian diatas maka pelingkupan adalah
suatu proses untuk menentukan komponen lingkungan yang terkena dampak (besar dan
penting) dari suatu kegiatan pembangunan. Disamping itu dari proses pelingkupan akan dapat
dipergunakan untuk menentukan batas wilayah studi.
Untuk pengembangan Pelabuhan yang dampaknya mencakup pertimbangan
lingkungan darat dan udara, penetapan batas wilayah studi sangat dibutuhkan ketelitiannya.
Dengan demikian maka pelingkupan mempunyai tujuan untuk menghemat tenaga, biaya dan
waktu dalam penelitian dan penyusunan dokumen AMDAL.
3.8.1 Proses Pelingkupan
Pelingkupan hanya dapat dilakukan apabila tersedia data (hasil observasi dan data
sekunder) dan uraian kegiatan pembangunan yang lengkap. Proses yang harus dilakukan
merupakan langkah-langkah yang dimulai dan menentukan masalah yang potensial. Masalah
(utama) potensial yang akan timbul ini dibuat daftar. Dengan menggunakan metodeCheck list
(daftar uji). Daftar masalah (utama) kemudian di uji untuk mendapat daftar masalah (utama)
yang sudah teruji. Daftar masalah (utama) yang sudah teruji ini merupakan masalah yang
dihipotesiskan untuk di kaji lebih lanjut. Melalui uji hipotesis ini maka setiap masalah
(utama) yang sudah dikaji akan menjadi masalah (kunci). Daftar masalah (kunci) lebih
pendek dan masalah (utama) yang dihipotesiskan.
Proses yang harus dilakukan lebih lanjut adalah proses focusing (pemusatan). Dengan
menggunakan metoda Check list lagi di dapat daftar komponen laingkungan yang diduga
akan terkena dampak besar dan penting. Dampak besar dan penting dan proses focusing
inilah yang kemudian dikaji lebih lanjut terhadap sifat dampak dan perilaku dampak (Fandeli
, 2007).
3.8.2 Pendekatan Dalam Pelingkupan.
Di dalam uji analogis, professional judgment dan brainstorming perlu melakukan
pendekatan. Pendekatan yang dipakai harus sesuai. Pada umumnya pendekatan yang
dipergunakan untuk pelingkupan adalah : pendekatan kebijakan dan perencanaan, pendekatan
ekologis, pendekatan sosial, pendekatan proyek dan pendekatan administratf. Oleh karena
masing masing pendekatan mempunyai konsekuensi memperoleh batasan wilayah studi
tersendiri. Namun batas wilayah studi yang berasal dan kelima pendekatan dilakukan
penampalan (Overlay). Penampalan peta dari lima pendekatan tersebut ditetapkan dengan
pendekatan teknis.
Batas wilayah studi dengan pendekatan teknis, inilah yang kemudian dipergunakan
untuk pelaksaanaan di lapangan. Pemilihan kelima pendekatan tersebut dilakukan untuk
komponen lingkungan yang sesuai. Pendekatan kebijakan dipergunakan untuk menetapkan
wilayah studi untuk komponen lingkungan ketataruangan, pendekatan ekologis untuk
komponen fisik dan biotis. Untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya dipergunakan
pendekatan sosial. Berbagai aspek yang berkaitan dengan administrasi menggunakan
pedekatan administrasi. Pendekatan administrasi dipergunakan untuk hal hal yang tidak
memerlukan site tertentu. Pendekatan administrasi ini dipergunakan untuk menetapkan
pertimbangan dalam mengelola lingkungan. Khususnya kelembagaan yang bertanggung
jawab di bidang lingkungan. Sementara pendekatan proyek untuk menetapkan sumber
cemaran yang dapat mengganggu lingkungan sekitar proyek pembangunan.
Di dalam AMDAL pembangunan PELABUHAN sebelum menetapkan batas wilayah
studi perlu ditetapkan pertimbangan batas keamanan pelayaran. Batas wilayah keamanan
pelayaran ini menjadi sangat penting karena faktor keamanan di pelabuhan dan wilayah
sekitarnya merupakan bekerjanya dua faktor yaitu faktor rintangan di laut dan faktor
rintangan di darat. Kedua faktor ini berperan penting dalam posisi kapal ketika akan berlayar
dan ketika kapal akan berlabuh.
Batas wilayah studi untuk AMDAL pembangunan pelabuhan pertama-tama harus
mempertimbangan batas kawasan keselamatan penerbangan seperti diterangkan di depan.
Langkah kedua berdasar atas peta batas keselamatan pelabuhan ini ditetapkanlah batas
wilayah studi yang mempertimbangkan batas di terestrialnya yang lazim dalam AMDAL.
Batas wilayah terluar ditetapkan berdasar pendekatan ekologis yang
mempertimbangkan ekosistem batas Daerah Aliran Sungai (DAS) atau landform (bentuk
lahan). Bentuk lahan dataran aluvial (Alluvial plain) atau daerah dataran pantai dapat
dipergunakan untuk pertimbangan dalam penetapan batas wilayah studi.

3.9 Izin Pembangunan Dermaga


a. Dasar Hukum :
a. Keputusan Menteri Perhubungan No.130-67 Th.2002
b. Keputusan Menteri Perhubungan No.26 Th.1998
c. Undang-undang No.21 Th.1992 tentang Pelayaran.
d. Undang-undang No.23 Th.1997.
e. Peraturan Pemerintah No.82 Th.1999.
b. Unit Kerja/Instansi yang Memproses Perizinan :
Kantor Perhubungan wilayah terkait
c. Prosedur Pengurusan Izin :
Mengajukan permohonan tertulis kepada pemimpin daerah terkait melalui Kepala Kantor
Perhubungan dengan melampirkan syarat-syarat yang diperlukan
d. Persyaratan Untuk Mendapatkan Izin :
1. Gambar rencana pembangunan dermaga.
2. Izin lokasi
3. Izin Usaha
4. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan
5. Investasi penanaman modal
e. Waktu Pengurusan Izin : 14 (empat belas) hari kerja
f. Biaya Pengurusan Izin : Retribusi Leges IMB (sesuai peraturan daerah masing-masing)
g. Jangka Waktu Berlakunya Izin : 3 (tiga) tahun
h. Ketentuan Pelaksanaan/Kewajiban Pemegang Izin :
1. Tidak dibenarkan melakukan kegiatan dikeluarkan ketentuan izin yang diberikan.
2. Izin tidak dapat dipindahtangankan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada
Bupati.
3. Dermaga tersebut hanya untuk digunakan kegiatan bongkar/muat bahan baku milik
sendiri.
4. Tidak untuk melayani pihak lain.
i. Sanksi Atas Pelanggaran Ketentuan Izin :
1. Peringatan tertulis
2. Pembekuan izin
3. Pencabutan izin
Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP Nomor 61 Tahun 2009
tentang Kepelabuhanan, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan Pelabuhan (Terminal) Khusus, maka syarat-syarat dan alur proses perijinan
Pembangunan Terminal Khusus adalah sebagai berikut :
A. Administrasi
1. Surat permohonan.
2. Akte pendirian perusahaan.
3. NPWP.
4. Ijin Usaha Pokok.
5. Bukti penguasaan / pemilikan tanah.
6. Ringkasan Rencana Kegiatan / Proposal.
7. Persetujuan penetapan lokasi Pelsus.
8. Rekomendasi Kepala Kantor Pelabuhan setempat.

B. Teknis
1. Rencana Induk Pelsus.
2. Perhitungan konstruksi, spesifikasi teknis, metode dan jadwal pelaksanaan.
3. Tata letak fasilitas dermaga.
4. Gambar konstruksi bangunan (denah, tampak dan potongan).
5. Hasil survey Pelsus Kondisi Hidro-oceanografi (pasang surut, gelombang, kedalaman,
arus, kadar salinasi dan sedimen).
6. Hasil survey Pelsus Topografi (garis kontur di sekitar dermaga).
7. Hasil survey Pelsus Kondisi tanah (jenis dan karakteristik lap. Tanah).
8. Hasil kajian keselamatan pelayaran (rencana penempatan SBNP, alur dan kolam
pelabuhan).
9. Batas-batas wilayah daratan dan perairan Pelsus.
10. Studi lingkungan hidup kepelabuhanan yang telah disahkan oleh Pejabat yang
berwenang.
C. DIAGRAM ALUR PROSES PERIJINAN

Anda mungkin juga menyukai