Anda di halaman 1dari 15

KAITAN DEMOKRASI DAN KEBANGSAAN INDONESIA

TERHADAP KEWARGANEGARAAN

DALAM ASPEK SOSIAL BUDAYA

OLEH

MUDA PRAJA MUHAMMAD ALWALID

A6

FAKULTAS POLITIK PEMERINTAHAN/POLITIK INDONESIA

TERAPAN

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Ucapan puji dan syukur semata-mata hanyalah milik Allah SWT. Hanya
kepada-Nya lah saya memuji dan hanya kepada-Nya lah saya bersyukur, saya
meminta ampunan dan saya meminta pertolongan.Shalawat serta salam tidak
lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita
semua.

Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas


mata kuliah pendidikan kewarganegaraan. Pada makalah ini akan dibahas
mengenai kaitan demokrasi dan kebangsaan Indonesia terhadap
kewarganegaraan dalam aspek sosial budaya. Saya ucapkan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung serta
membantu saya selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya
makalah ini. Saya pun menyadari dengan sepenuh hati bahwa terdapat
kekurangan pada makalah ini.

Oleh sebab itu, saya sangat menantikan kritik dan saran yang membangun
dari setiap pembaca untuk materi evaluasi saya mengenai penulisan makalah
berikutnya. Saya juga berharap hal tersebut mampu dijadikan motivasi untuk
saya supaya lebih mengutamakan kualitas makalah di masa yang selanjutnya.

Kampus IPDN, 20 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG......................................................................1


1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................2
1.3 TUJUAN...........................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................
2.1 PENGERTIAN DEMOKRASI DAN KEBANGSAAN
INDONESIA...........................................................................................3
2.2 KAITAN DEMOKRASI DAN KEBANGSAAN INDONESIA
TERHADAP KEWARGANEGARAAN DALAM ASPEK SOSIAL
BUDAYA...............................................................................................5

BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN.................................................................................
3.2 SARAN.............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Secara antropologi-kultural, Indonesia merupakan multi-nations:


berkebangsaan majemuk. Ini realitas yang tidak bisa kita tepis. Dari sudut
pandang ini, Indonesia merupakan bangsa hibrida; perpaduan dari berbagai
bangsa, suku, dan etnis. Kesadaran akan multi-nations ini sangat diperlukan
agar kita menyadari bahwa penyatuan bangsa-bangsa itu menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dilatarbelakangi oleh sejarah besar,
tujuan besar dan misi yang besar pula. Mengakui dan menyadari kemajemukan
itu sama artinya dengan menghancurkan kenaifan cara berpikir primordial, yang
atas nama kesatuan (unitas) lahir upaya-upaya penyeragaman (uniformitas),
baik karena alasan suku, ras, dan yang paling mencelakakan, adalah agama.

Seiring perkembangan zaman revolusi 4.0 yang merupakan zaman


milenial yang sungguh banyak tantangan dan ancaman baik dari dalam maupun
luar. Ini menjadi tantangan warga negara Indonesia dalam kehidupan demokrasi
dan kebangsaan Indonesia. Dalam kaitannya dengan hal di atas, warga negara
harus melek terhadap masalah yang terjadi dalam bangsa Indonesia. Dengan
demikian, mereka merasa memiliki negara dan bangsa ini, karena merekalah
pada hakikatnya pemilik kekuasaan. Ketika ada hal-hal yang tidak sesuai
dengan aturan-aturan kenegaraan yang baku, masyarakat dapat melakukan
kristalisasi gerakan untuk menuntut perubahan agar kembali ke jalan yang
benar.

1
Ketika ada pejabat publik yang melakukan penyelewengan kekuasaan, rakyat
berhak melakukan kontrol terhadap proses hukum yang sedang berjalan
terhadap dirinya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian demokrasi dan kebangsaan Indonesia?

2. Jelaskan kaitan demokrasi dan kebangsaan Indonesia terhadap


kewarganegaraan dalam aspek sosial budaya!

3. Bagaimana pelaksanaan demokrasi dan kebangsaan Indonesia terhadap


kewarganegaraan dalam aspek sosial budaya?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian demokrasi dan kebangsaan Indonesia

2. Untuk memahami kaitan demokrasi dan kebangsaan Indonesia terhadap


kewarganegaraan dalam aspek sosial budaya

3. Untuk mengetahui pelaksanaan demokrasi dan kebangsaan Indonesia


terhadap kewarganegaraan dalam aspek sosial budaya

2
BAB 2

PEMBAHASAN

1.2 PENGERTIAN DEMOKRASI DAN KEBANGSAAN INDONESIA

Demokrasi berasal dari kata demokratia yang merupakan salah satu kata
dari bahasa Yunani. Demokrasi sendiri memiliki arti suatu kekuasaan rakyat.
Adapun secara umum, demokrasi terbagi menjadi dua kata, pertama adalah
kata Demos yang maknanya adalah rakyat. Dan kedua adalah kratos yang
maknanya adalah kekuatan atau kekuasaan.

Pengakuan resmi bahwa Indonesia adalah negara demokrasi terdapat pada:

1. UUD 1945 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan


rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”

2. Pancasila sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh


hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.”

Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan historis yang lahir dari


perjuangan melawan kolonialisme. Itu artinya, kebangsaan Indonesia lebih
merupakan komitmen politik para pendirinya untuk bersatu melawan
penjajahan. Dengan demikian, dalam rangka mencari pangkal-pangkal
persoalan kebangsaan yang kita hadapi saat ini, sebut saja primordialisme
berupa fundamentalisme berwatak SARA, harus kita gali dalam area politik.

3
Ada 4 pilar kebangsaan

1. Pilar Pancasila

Pancasila merupakan pilar pertama untuk kokohnya negara-bangsa


Indonesia. Pemikiran dasar mengapa Pancasila berperan sebagai pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sila yang terdapat dalam Pancasila
yang menjadi belief system.

Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku


bangsa dan agama sehingga dibutuhkan belief system yang dapat
mengakomodir keanekaragaman tersebut. Pancasila dianggap sebagai pilar bagi
negara Indonesia yang pluralistik.

2. Pilar Undang-Undang Dasar 1945

UUD 1945 merupakan pilar kedua dalam kehidupan berbangsa dan


bernegara di Indonesia. Tentu saja masyarakat perlu memahami makna yang
terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar tersebut.

Tidak memahami prinsip yang terdapat pada pembukaan UUD 1945


maka tidak mungkin untuk melakukan evaluasi terhadap pasal-pasal yang ada
pada batang tubuh UUD yang menjadi derivatnya.

3. Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia

Ada banyak bentuk negara yang ada di dunia ini. Dan para pendiri bangsa
Indonesia memilih bentuk Negara Kesatuan, yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).

4
Para pendiri bangsa kita memilih negara kesatuan sebagai bentuk negara
Indonesia melalui berbagai pertimbangan. Alasan utama para pendiri bangsa
Indonesia memilih bentuk negara kesatuan adalah karena sejarah strategi pecah
belah (devide et impera) yang dilakukan Belanda bisa berhasil karena Indonesia
belum bersatu pada masa penjajahan.

Terbukti, setelah negara Indonesia berbentuk negara kesatuan, taktik


pecah belah tersebut dapat dipatahkan. Inilah yang menjadi dasar dalam
membentuk negara kesatuan.

4. Pilar Bhinneka Tunggal Ika

Indonesia memiliki semboya “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya


“Berbeda-beda tetapi satu jua”. Semboyan ini pertamakali diungkapkan oleh
Mpu Tantular, seorang pujangga dari kerjaan Majapahit pada pemerintahan
Raja Hayamwuruk sekitar tahun 1350 – 1389.

Sesanti atau semboyan itu dituangkan dalam karyanya Kakawin


Sutasoma, yang berbunyi “Bhinna Ika Tungga Ika, tan hana dharma mangrwa”
yang berarti “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua”.

2.2 KETERKAITAN DEMOKRASI DAN SOSIAL BUDAYA TERHADAP


KEWARGANEGARAAN DALAM ASPEK SOSIAL BUDAYA

Demokrasi adalah suatu proses. Suatu cara hidup dan bekerja bersama.
Sifatnya berkembang (evolusioner), tidak statis sehingga demokrasi
memerlukan kerja sama, mufakat dan toleransi diantara seluruh warga negara.

5
Hak asasi manusia dalam demokrasi membuatnya berjalan tidak mudah. Bebas
berarti bertanggung jawab, bukan bebas dari tanggung jawab.

Demokrasi mewujudkan cita-cita kebebasan dan pengungkaan diri, tetapi


ia juga bermata tajam terhadap hakikat manusia. Ia tidak menuntut warga
negara agar secara universal bijaksana, tetapi hanya agar mereka bertanggung
jawab. Kemampuan manusia menciptakan keadilan membuat demokrasi
menjadi mungkin, tetapi kecenderungan manusia pada ketidakadilan membuat
demokrasi diperlukan.

Hubungannya dengan kepemimpinan pemerintahan tanpa disadari dunia


HAM dan kepemimpinan telah memasuki era baru yaitu globalisasi, demokrasi,
dan pemanasan global, serta gejalan alam di luar angkasa dengan segala
kehidupan ruang angkasa dan secara terbuka kehidupan demokrasi secara
sentripetal. Bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia tidak mungkin
bersikap global phobia dengan melepaskan diri dari pengaruhnya terutama
kehidupan sosial dan budayanya. Untuk menghadapi arus global, sudah
seharusnya Indonesia mengambil sikap antisipasi ke depan yaitu keterbukaan.
Sikap ini diperlukan untuk mempertahankan jati diri bangsa dengan
memanfaatkan peluang yang timbul dan menolak ekses negatif yang dapat
menganggu pembangunan dan ketahanan nasional.

Dalam masalah kebangsaan, saya menyoroti paham pluralisme dan ke-


Indonesiaan di dalam kehidupan demokrasi Indonesia. Saya ambil contoh masih
adanya konflik horizontal di dalam masyarakat, seperti di Papua, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Maluku, dan Sulawesi Tengah.

6
Dalam kaitan itu saya mencoba menjabarkan pencarian identitas kebangsaan
Indonesia sejak awal abad ke-20 dipandang sebagai upaya mentransformasikan
bentuk nasionalisme dari nasionalisme kultural menjadi nasionalisme politik.
Saya ingin menekankan bahwa format nasionalisme yang mendasari negara-
bangsa Indonesia sebagian besar di inspirasikan kebutuhan modernitas dan
liberalisasi lebih luas bagi sub bangsa di Indonesia.

Terkait dengan masalah kebangsaan, Saya juga membahas secara khusus


mengenai masalah Islam dan ke-Indonesiaan yang terjadi pasca-Soeharto
dengan pernyataan menarik bahwa demokratisasi juga membuka peluang
bangkitnya primordialisme dan ikatan-ikatan lokal serta cenderung inklusif atas
dasar nama agama, etnik, daerah, maupun hubungan darah. Namun, tentu saja
demokratisasi di sisi lain juga membuka peluang bagi kemunculan dan
menguatnya nilai-nilai universal, seperti pluralisme, toleransi, dan inklusivitas.

Dalam kaitan dengan Islam dan keindonesiaan tersebut, Saya


mengenengahkan eksistensi keberadaan partai berbasis massa dan ideologi
Islam di Indonesia yang tumbuh subur sejak era reformasi.
Hal menarik dalam kaitan Islam dan keindonesiaan, saya juga mengkritisi
munculnya gerakan dan kelompok Islam yang cenderung antidemokrasi, yang
muncul pada era demokrasi saat ini.

Meskipun dalam perjalanannya demokrasi Indonesia mengalami pasang-


surut dan penyimpangan, pasca tumbangnya rezim Orde Baru, kehidupan
demokrasi mulai ditata kembali. Tujuannya tidak lain adalah menciptakan
bangsa Indonesia yang berkeadilan dan masyarakat yang kuat berhadapan
dengan kekuasaan.

7
Dalam istilah sekarang, masyarakat tersebut sering disebut dengan
masyarakat madani, civil society, masyarakat berkeadaban dan lain-lain.
Pengembangan budaya demokrasi dalam mencapai masyarakat madani ini
memerlukan sinergi antara semua pihak. Karena itu, pendidikan adalah faktor
terpenting

Secara harfiah ”civic” berarti kewargaan dan ”education” berarti


pendidikan. Kalau kedua kata ini digabungkan, maka civic education berarti
pendidikan kewargaan. Ada beberapa batasan yang dibuat oleh berbagai ahli
tentang masalah civic education ini. Henry Randall Waite menyatakannya
sebagai ilmu tentang kewarganegaraan, hubungan seseorang dengan orang lain
dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir, hubungan seorang individu
dengan negara. Sumantri mendefinisikannya sebagai ilmu kewarganegaraan
yang membicarakan hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan
yang terorganisasi (sosial, ekonomi, dan politik) dan individu dengan negara.
Sementara Edmonson menyatakannya sebagai ilmu tentang pemerintahan dan
kewarganegaraan (Ubaidillah dan Razak, 2006: 5).

Dari beberapa pengertian di atas bisa diambil satu benang merah bahwa
civic education adalah ilmu yang mengkaji tentang kewargaan dalam
hubungannya antara satu warga negara dengan warga negara lain dan warga
negara dengan pemerintah (kekuasaan). Pendidikan kewargaan akan
menempatkan warga negara sebagai subjek, bukan objek, berhadapan dengan
negara. Karena itu, pendidikan kewargaan akan menyadarkan warga terhadap
hak-hak mereka. Setidaknya ada tiga tema besar ketika kita bicara tentang civic
education, yaitu demokrasi, hak asasi manusia (HAM) dan masyarakat madani
(Ubaidillah dan Razak, 2006: 12).

8
Ketiga hal ini saling terkait satu sama lainnya. Pendidikan demokrasi
meniscayakan penghargaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Kalau kedua hal ini dapat berjalan dengan baik, maka pembentukan masyarakat
madani. Masyarakat madani adalah istilah yang dipinjam dari bahasa Arab.
Istilah ini untuk pertama kali digagas oleh Anwar Ibrahim, mantan Wakil
Perdana Menteri Malaysia ( Ubaidillah dan Razak, 2006: 302). Secara
etimologis, madani seakar dengan tamaddun, yang berarti kota atau peradaban.
Ini menunjukkan bahwa hanya masyarakat kota yang menetap yang dapat
membangun sebuah peradaban. Kota Yasrib dikatakan dengan ”Madinah”
karena ketika Nabi Saw. hijrah sudah tertanam sebuah cita-cita beliau untuk
membentuk masyarakat Madinah sebagai masyarakat yang berperadaban
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan etika. Dari pengertian ini maka
dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah sistem sosial
masyarakat yang dibangun atas prinsip-prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dan kestabilan masyarakat.
(Muhammad Iqbal, 2014: 36-37) Dalam istilah masyarakat madani ini yang
ditonjolkan adalah penguatan peran masyarakat. Anggota masyarakat madani
yang lebih berperan aktif dalam penciptaan masyarakat berkeadaban tersebut.
Dalam hal ini posisi negara adalah sebagai wadah yang mengakomodasi
berbagai kepentingan di dalam masyarakat, bukan sebagai pemegang komando
tunggal yang tidak boleh dibantah. Negara harus mengapresiasi aspirasi
kelompok-kelompok masyarakat dan merajut perbedaanpebedaan yang ada ke
dalam mosaik yang indah. Ibarat sebuah konser, perbedaan-perbedaan yang ada
di dalam masyarakat, kalau ditangani dengan baik dan benar, akan
menghasilkan alunan nada-nada musik yang indah.

9
Karena itu, ada beberapa unsur yang harus diwujudkan dalam pengembangan
masyarakat madani, yaitu:

1. Adanya ruang publik yang bebas Warga masyarakat harus diberikan


kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan mengekspresikan kreasinya.
Semua warga masyarakat memiliki hak yang sama untuk melakukan peran
sosial dan politik serta memperoleh akses terhadap kegiatankegiatan yang
bersifat publik tanpa rasa takut. Pembatasan ruang publik dan ancaman-
ancaman fisik maupun mental merupakan pelanggaran terhadap hak
masyarakat yang paling asasi, yaitu terbebas dari rasa takut. Ini tentu
bertentangan dengan cita masyarakat madani.

2. Toleransi Masyarakat madani mengutamakan pengembangan toleransi


terhadap seluruh warganya. Dalam masyarakat madani setiap individu harus
dapat menghargai perbedaan yang ada. Bagaimanapun, tidak mungkin orang
memiliki pandangan, sikap hidup dan cara berpikir yang sama. Karena itu,
masing-masing anggota masyarakat harus menghormati pandangan orang lain,
sejauh tidak mengganggu kepentingannya.

3. Pluraritas Kemajemukan atau pluraritas merupakan prasyarat bagi


terwujudnya masyarakat madani. Kemajemukan merupakan sikap penuh
pengertian terhadap orang lain dan kesediaan untuk bekerja sama dengan orang
lain. Dengan semangat pluraritas, orang terbiasa untuk berpikir positif terhadap
orang lain. Dalam pandangan agama Islam, pluralitas adalah suatu keniscayaan
dan merupakan hukum Allah yang tidak bisa terelakkan.

10
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Demokrasi dan kebangsaan Indonesia ini merupakan jati diri dan kepribadian
bangsa Indonesia. Memang, sungguh banyak tantangan dan ancaman yang
dialami bangsa Indonesia seiring perkembangan zaman revolusi 4.0, dimana
terdapat sisi positif dan sisi negatif. Inilah peran kita sebagai warga negara yang
merupakan tonggak kokoh berdirinya sebuah negara dan bangsa Indonesia ini
untuk menjaga dan mempertahankan NKRI ini dari hal-hal yang menganggu
jalannya pemerintahan Indonesia.

3.2 SARAN

Kita sebagai warga negara Indonesia harus mampu untuk menjaga dan
mempertahankan kedaulatan Indonesia ini. Tidak hanya itu, kita juga harus
memilah pengaruh-pengaruh luar yang mana baik dan buruk bagi bangsa
Indonesia. Kita juga harus memiliki kesadaran bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia ini terbentuk melalui perjalanan sejarah yang panjang dan
butuh pengorbanan jiwa raga demi berdirinya NKRI ini. Dan juga, kita harus
sadar akan bentuk Indonesia yang majemuk. Kita sebagai warga negara harus
menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, seperti
menghargai antar umat beragama, ikut bakti sosial, musyawarah dalam
menyelesaikan masalah, dan tidak semena-mena memperlakukan orang lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Pratiknya, Ahmad Watik, et al. 1999. Pandangan dan Langkah

Reformasi B.J. Habibie, Jakarta: Rajawali Pers, 1999.

Ubaedillah, A. Dan Abdul Rozak, et al., 2006. Demokrasi HAM dan


Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE dan Prenada Media.

file:///C:/Users/hp/Documents/MATERI%20PKN/221122-konfigurasi-identitas-
nasional-nasionali.pdf

file:///C:/Users/hp/Documents/MATERI%20PKN/materi%20tugas%20pkn.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai