Boy Fiqih - DR - Afif
Boy Fiqih - DR - Afif
Pandangan Prof. Said Ramadan tentang hal serupa. Semua pendapat yang
harus di timbang dengan kriteria Al-Qur’an dan As- sunnah. Dan semua manusia
sesudah Rasulullah SAW dapat berbuat keliru. Dalam segala hal dimana tidak ada
teks yang mengikat, maka pertimbangan masalah sajalah yang mengikat. dan bahwa
aturan demi maslahah dapat berubah bersama perubahan keadaan di masa, terdahulu:
“Di mana ada maslahah disanalah letak jalan Allah”. Perbedaan antara syari’ah
(Sebagaimana tercantum dalam Al-Qura’an dan As-sunnah) yang mengikat abadi
dengan dalil- dalil yang diterangkan oleh para fuqoha’ seharusnya memberikan
pengaruh yang sangat sehat terhadap umat islam pada zaman ini.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, metode berpikir ulama klasik terkait
langsung dengan al-qur’an dan hadist, sehingga banyak melahirkan ijtihad yang
kualitatif, hal ini banyak di contohkan oleh para sahabat nabi terutama Umar bin
Khattab. Metode berpikir itu pulalah yang di tiru oleh imam-imam mazhab fiqih
seperti imam Malik, Abu hanafiah, Syafi’i, dan ibnu hambal. Juga oleh para
mutakallimin seperti: Washil bin ‘Atha’, Abu al-huzail, Al-jubba’i, Al-asy’ari, Al-
maturidi, dan Al-ghozali.
Sebenarnya bila umat islam ingin maju dan punya kemampuan untuk
mengantisipasi perkembangan zaman modern, pola permikiran rasional para sahabat
dan ulama klasik sudah selayaknya untuk dikembangkan lagi disinilah letak
relevansinya antar fiqih kontemporer dengan fiqih klasik nantinya, yakni relevan
dalam pola penalaran fiqhiyahnya, walaupun akan menghasilkan produk fiqih yang
berbeda karena perbedaan situasi dan kondisi yang ada.
Meskipun konsepsi yang diajukan oleh kedua guru besar ini tampak tampil
secara sendiri-sendiri, tapi masih tidak terlepas kepada bentuk pembaharuan yang
selalu didengunkan di Indonesia, walaupun pada saat itu belum terbentuk ide mereka
dalam satu ketetapan hukum, namun banyak praktek para cendikiawan sudah menuju
ke arah pembaharuan tersebut.
Mazhab Syafii masih hidup dan dipertahankan untuk bidang hukum yang berkenaan
dengan ibadah, sedangkan untuk bidang yang berkenaan dengan soal
kemasyarakatan, kita dirikan Mazhab Nasional dan melepaskan diri dari mazhab
Syafii dalam artian mengembangkan, mengubah dan memperbaiki mazhab itu,
misalnya dalam soal kesahihan macam-macam syirkah.
Lebih sepuluh tahun gagasan itu tidak dapat tanggapi oleh pemerintah maupun dari
kalangan pakar hukum Islam dan ahli hukum Islam, pada umumnya. Gagasan-
gagasan itu nanti pada tahun 1961 Hasbi Ash Shiddeiqy dalam pidato pengukuhannya
mengemukakan ide yang sama, walaupun tanpa menyebut gagasan dari Hazairin.
Beliau menyatakan bahwa sangat diperlukan lahirnya ijtihad baru yang dilakukan
dengan mempelajari syariat Islam. Karena itu maksud mempelajari syariat Islam di
Universitas Islam sekarang ini supaya fikih Islam dapat menampung kemaslahatan
masyarakat dan dapat menjadi pendiri utama bagi perkembangan hukum di tanah air.
Maksudnya, supaya kita dapat menyusun fiqih baru yang di terapkan sesuai dengan
tabiat dan watak Indonesia.
Ide yang sama juga dikemukakan oleh Munawir Sadzali pada saat ia menjadi Menteri
Agama RI. Munawir selalu memberikan konsep-konsep pemikirannya dalam rangka
pembaharuan hukum Islam di Indonesia, buktinya ia pernah menjelaskan tentang
sistem pembagian warisan di Solo antara laki-laki dan perempuan
Dari ide-ide pemikiran mereka itulah saat ada sejumlah produk perundang-undangan
yang bercirikan Indonesia, Seperti lahirnya Undang-Undang Hukun Acara Peradilan
Agama, dimana Pengadilan Agama mempunyai kewenangan yang lebih luas bila
dibandingkan dengan sebelum lahirnya Undang-Undang tersebut.
Dari kesekian itu dengan adanya komplikasi hukum Islam yang ada di Indonesia
sekarang ini telah terbukti bahwa walaupun belum sampai semua bidang hukum dapat
di kembangkan sesuai zaman, akan tetapi minimal sudah mempunyai langkah-
langkah baru dalam menuju fikih ala Indonesia.
Ide kompilasi hukum Islam timbul setelah beberapa tahun Mahkamah Agung
membina Teknis Yuridis Peradilan Agama, tugas pembinaan ini didasarkan pada UU
No. 14 tahun 1970. Tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.14
Bardasarkan ketentuan di atas, secara formalnya baru muncul pada tahun 1985 dan
kemunculannya ini merupakan hasil kompromi antara Mahkama Agung dengan
menteri agama. Maka Bustanil Arifin sebagai penegas gagasan ini menyatakan
bahwa, untuk berlakunya hukum Islam di Indonesia harus ada antara lain, hukum
yang jelas dan dapat dilaksanakan baik oleh aparat maupun oleh rakyat.
Bagaimanapun juga kompilasi ini sebagai sesuatu yang di hayati oleh masyarakat
bangsa kita. Hukum-hukum Islam datang untuk menjadi rahmat bagi masyarakat
manusia bahkan bagi alam semesta.
Kompilasi hukum Islam di Indonesia adalah suatu peluang bagi umat Islam.
Sehubungan itu seorang pengamat umat Islam. Mitsoo Nakamura menyataka bahwa,
kompilasi ini sangat strategis dan mempunyai arti penting bagi umat Islam. Akan
tetapi menurut Nakamura, soalnya tinggal bagaimana tokoh-tokoh Islam dan umat
Islam melihat serta memanfaatkan arti pentingnya proyek kompilasi hukum Islam itu.