Anda di halaman 1dari 3

LAPORAN REFLEKSI KASUS KOMPREHENSIF

Nama : Ekky Andhika Ilham


NIPP : 20174011099
RS : RSI PKU Muhammadiyah Singkil tegal

I. Rangkuman pengalaman
Seorang lelaki, 78 tahun, datang ke RSI PKU Muhammadiyah
Singkil Tegal dengan keluhan sesak dan batuk sejak 3 minggu
sebelumnya. Keluhan ini diakui sudah berulang kali kambuh dalam 2
tahun terakhir. Pasien mengaku sesak muncul jika pasien beraktivitas
dan semakin lama semakin memberat. Pada saat datang ke klinik pasien
mengaku sesak namun masih bisa bicara dalam kalimat. Selain itu
pasien juga mengeluh batuk disertai dahak berwarna putih kental.
Keluhan sesak saat perubahan posisi (-), bengkak di kaki (-). Pasien
memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun terakhir dan riwayat merokok
selama 25 tahun namun sudah berhenti sejak keluhan sesak muncul.
Dahulu dalam sehari pasien dapat menghabiskan 6-8 batang rokok.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap pasien, maka pasien
didiagnosis dengan PPOK.
II. Perasaan terhadap pengalaman
Pada kasus ini pasien merupakan pasien lanjut usia dengan tingkat
kekambuhan yang sering, maka dari itu saya tertarik untuk mengetahui
manajemen pasien dengan kondisi tersebut.
III. Evaluasi
Bagaimana manajemen yang tepat terhadap pasien yang
terdiagnosis PPOK?
IV. Analisis/pembahasan
Pada pasien terjadi eksaserbasi PPOK yang ditandai dengan gejala sesak
bertambah, produksi sputum meningkat dan terjadinya perubahan warna
sputum. Sehingga alur tatalaksana yang digunakan adalah tatalaksana
pada pasien PPOK dengan eksaserbasi yaitu dengan pemberian:
1. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Macam bronkodilator terdiri dari golongan
antikolinergik, golongan B2 agonis dan kombinasi B2 agonis
dan antikolinergik
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan jika sesak, batuk dan produksi sputum
meningkat atau berubah warna. Apabila ada 2 atau 3 gejala
tersebut yang terpenuhi selanjutnya perlu diidentifikasi apakah
pasien memiliki faktor resiko. Dikatakan PPOK dengan
komplikasi dengan faktor resiko apabila usia > 65 tahun, FEV1<
50% prediksi, > 3x eksaserbasi/tahun ,ada penyakit jantung.
Pada kasus ini pasien memiliki faktor resiko yaitu usia 78 tahun
dan telah mengalami >3kali eksaserbasi dalam 1 tahun maka
golongan antibiotik pilihannya adalah Fluroquinolone
(Mofifloxacin, Gemifloxacin dan Levofloxacin) atau
Amoxicillin – clavulanate.
3. Kortikosteroid
Direkomendasikan sebagai tambahan terapi bronkodilator.
Dengan pemberian kortikosteroid diharapkan dapat menekan
inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison.
Sebagai terapi empiris, Cefixime dalam kasus PPOK sering
diresepkan oleh dokter, namun perlu dievaluasi bagaimana perjalanan
klinis pasien dikarenakan berdasarkan penelitian oleh Sonita, Erty dan
Masri (2014) di RS Djamil Padang, patogen penyebab PPOK mulai
resisten terhadap pemberian beberapa antibiotik. Cefixime masuk
dalam 5 besar antibiotik dimana patogen resisten kepadanya dengan
prosentasi 61%. Hal tersebut tentunya dapat berbeda di setiap rumah
sakit tergantung seberapa sering peresepan antibiotik tersebut. Namun
yang perlu digaris bawahi adalah peningkatan resistensi bakteri
penyebab PPOK eksaserbasi akut terhadap antibiotik akan
menyebabkan berkurangnya keefektifan terapi PPOK, hal ini
menyebabkan semakin tingginya morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit.

V. Referensi
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). PPOK pedoman
diagnosis dan tatalaksana di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.
2. Sonita, Erty, Masri. (2014). Pola Resistensi Bakteri pada Sputum
Pasien PPOK Terhadap Bebeberapa Antibiotik di Laboratorium
Mikrobiologi RSUP Dr.M.Djamil Padang Periode 2010-2012.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Anda mungkin juga menyukai