Anda di halaman 1dari 25

KEHIDUPAN BERMASYARAKAT & KEHIDUPAN BERBANGSA DAN

BERNEGARA

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Devi Yulianti 332016007
Dina Peronika 332016014
Sinta Fitriani 332016022

Dosen Pembimbing : Mardiah S.Pd.,M.Pd.i

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU DAN PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdullilah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “kehidupan bermasyarakat dalam berbangsa dan
bernegara”. Makalah ini penulis ajukan guna memenuhi tugas mata kuliah “Al-
Islam Kemuhammadiyahan”.
Penulis mengucapkan terimakasih terutama kepada Dosen Pembimbing
mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan yaitu Ibu Mardiah, M.Pd.i. dan kepada
semua pihak yang telah membantu penulis sehingga makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetukan.
Tak ada gading yang tak retak, begitu juga dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik materi
maupun teknik penulisannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun, sehingga makalah ini bisa mencapai kesempurnaan
sebagaimana mestinya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membaca
khususnya terhadap penulis. Atas kritik dan saran yang diberikan penulis ucapkan
terimakasih.

Palembang, 9 April 2019


Penulis,

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Kehidupan Bermasyarakat ....................................................................... 3
1. Menjalin Persaudaraan ............................................................................. 4
2. Akhlak Islam dalam Bertetangga ............................................................. 6
3. Jika Bertetangga Dengan Non-Muslim .................................................. 10
4. Sikap Sosial ............................................................................................ 11
B. Kehidupan dalam Berbangsa dan Bernegara ....................................... 12
1. Tidak Apatis ........................................................................................... 13
2. Jujur Untuk Kepentingan Umat Dan Bangsa ......................................... 13
3. Keteladanan berpolitik ........................................................................... 14
4. Sikap berpolitik ...................................................................................... 16
5. Silahturami dalam berpolitik .................................................................. 19
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 21
1. Kesimpulan ............................................................................................... 21
2. Saran ......................................................................................................... 21
DAFTAR RUJUKAN ......................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kerukunan menyangkut keseimbangan sosial dalam masyarakat, dimana
masyarakat berada dalam situasi bebas konflik tanpa pertikaian. Terkadang sulit
untuk menciptakan kondisi yang benar-benar tenteram dan damai. Pertikaian yang
terjadi dalam masyarakat bisa saja disebabkan oleh banyak faktor kepentingan.
Dan kepentingan-kepentingan yang bersinggungan inilah mengakibatkan
ketidakharmonisannya hubungan dalam kehidupan bermasyarakat.
Alam semesta beserta isinya diciptakan Allah SWT demikian harmonisnya.
Bahkan segala kehidupan yang ada di muka bumi ini sudah diskenariokan agar
berjalan dengan teratur. Manusialah yang diharapkan mampu menjadi penguasa
bumi, yang dapat memperlakukan makhluk ciptaan-Nya secara arif dan
bijaksana. Bahkan senantiasa mengingat Allah SWT serta selalu berbuat baik
terhadap sesama.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan bagaimana kehidupan dalam bermasyarat!
2. Bagaimana cara menjalin persaudaraan?
3. Bagaimana menghadapi terhadap tetangga muslim dan non muslim?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sikap sosial!
5. Jelaskan bagaimana kehidupan berbangsa dan bernegara!
6. Bagaimana yang dimaksud dengan sikap tidak apatis?
7. Bagaimana yang dimaksud dengan jujur untuk kepentingan umat dan bangsa?
8. Bagaimana yang dimaksud dengan keteladanan berpolitik, sikap berpolitik,
silahturahmi dalam berpolitisi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan dalam bermasyarat.
2. Untuk mengetahui cara menjalin persaudaraan.

1
3. Untuk mengetahui bagaimana menghadapi terhadap tetangga muslim dan non
muslim.
4. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan sikap sosial.
5. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan berbangsa dan bernegara.
6. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan sikap tidak apatis.
7. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan jujur untuk kepentingan umat dan
bangsa.
8. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan keteladanan berpolitik, sikap
berpolitik, silahturahmi dalam berpolitisi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kehidupan Bermasyarakat
Islam mengajarkan agar setiap muslim menjaalin persaudaraan dan kebaikan
dengan sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya
masing-masing dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan sesame
muslim maupun dengan non muslim, dalam hubungan ketetanggaan bahkan islam
memberikan perhatian sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai
tetangga yang harus dipelihara hak-haknya.
Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus menunjukkan
keteladanan dalam bersikap baik kepada tetangga, memelihara kemuliaan dan
memuliakan tetangga, bermura hati kepada tetangga yang ingin menitipkan
barang atau hartanya, menjenguk bila tetangga sakit, mengasihi tetangga
sebagaimana mengasihi keluarga/diri sendiri, menyatakan ikut gembira/senang
bila tetangga memperoleh kesuksesan, menghibur dan meberikan perhatianyang
simpatik bila tetangga mengalami musibah atau kesusahan, menjenguk/melayat
bila ada tetangga meninggal dan ikut mengurusi sebagaimana hak-hak tetangga
yang diperlukan, berikap pemaaf dan lemah lembut bila tetangga salah, jangan
selidik-menyelidiki keburukan-keburukan tetangga, membiasakan member
sesuatu seperti makanan dan oleh-oleh kepada tetangga, jangan menyakiti
tetangga, bersikap kasih sayang dan lapang dada, menjauhkan diri dari segala
sangketa dan sifat tercela, berkunjung dan saling tolong menolong, dan
melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang tepat dan bijaksana.
Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga diajarkan untuk
bersikap baik dan adil, mereka berhak memperoleh hak-hak dan kehormatan
sebagai tetangga, member makanan yang halal dan boleh pula menerima makanan
dari mereka berupa makanan yang halal, dan memelihara toleransi sesuai dengan
prinsip-prinsip yang diajarkan agama islam. (UMP, 2016)

3
1. Menjalin Persaudaraan
a. Pentingnya Ukhuwwah (Persaudaraan)
Sesungguhnya Islam sangat menekankan persaudaraan dan persatuan.
Bahkan Islam itu sendiri datang untuk mempersatukan pemeluk-pemeluknya,
bukan untuk memecah belah.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, dalam al-Ushûlus-
Sittah, pada pokok yang kedua,[1] mengatakan: “Allah memerintahkan agar (umat
Islam) bersatu di dalam agama dan melarang berpecah belah di dalamnya. Allah
telah menjelaskan hal ini dengan penjelasan yang sangat terang dan mudah
dipahami oleh orang-orang awam. Allah melarang kita menjadi seperti orang-
orang sebelum kita yang berpecah belah dan berselisih dalam urusan agama
hingga mereka hancur karenanya.”
Adapun dalil dari al-Qur’ân, di antaranya firman Allah :
‫َص ُموا‬ ِ ‫ّللاِ بِ َح ْب ِل َوا ْعت‬ َ ِ ‫ف أ َ ْعدَا ًء ُك ْنت ُ ْم إِذْ َعلَ ْي ُك ْم‬
َ ‫ِّللا نِ ْع َمتَ َواذْ ُك ُروا ۚ ت َ َف َرقُوا َو َل َج ِميعًا‬ َ َ‫ْم ُِقُلُوبِك بَيْنَ فَأَل‬
ْ َ ‫شفَا َعلَى َو ُك ْنت ُ ْم إِ ْخ َوانًا بِنِ ْع َمتِ ِه فَأ‬
‫صبَحْ ت ُ ْم‬ َ ‫ار ِمنَ ُح ْف َرة‬ ِ َ‫ّللاُ يُبَيِنُ َكذَلِكَ ۗ ِم ْن َها أ َ ْنقَذَ ُك ْم َِف الن‬َ ‫ت َ ْهتَدُونَ لَعَلَ ُك ْم آيَاتِ ِه لَ ُك ْم‬
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
karena nikmat Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk. [Ali Imrân/3:103].
Kemudian tentang firman Allah pada ayat ini yang berbunyi:
َ ‫ف أَ ْعدَا ًء ُك ْنت ُ ْم إِذْ َعلَ ْي ُك ْم‬
‫ّللاِ نِ ْع َمتَ َواذْ ُك ُروا‬ َ َ‫صبَحْ ت ُ ْم ُك ْمِِقُلُوب بَيْنَ فَأَل‬
ْ َ ‫إِ ْخ َوانًا بِنِ ْع َمتِ ِه فَأ‬
Dan ingatlah akan nikmat Allah padamu ketika dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat
Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara.[Ali Imrân/3:103].
Allah juga berfirman:
‫اختَلَفُوا تَفَ َرقُوا كَالَذِينَ ت َ ُكونُوا َو َل‬ ْ ِ ُ‫َع ِظيم َعذَاب لَ ُه ْم َوأُولَئِكَ ۚ نَات‬
ْ ‫ِال َبي َجا َء ُه ُم َما َب ْع ِد ِم ْن َو‬
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah
orang-orang yang mendapat siksa yang berat. [Ali Imrân/3:105].

4
Makna yang dapat dipetik dari ayat-ayat di atas antara lain bahwa kaum
Muslimin dilarang berselisih pemahaman dalam masalah agama, sebab yang
demikian itu akan mengakibatkan perselisihan dan perpecahan fisik. Adapun dalil
dari Sunnah bagi pokok yang agung ini, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam :
‫ظ ِل ُمهُ لَ ْال ُم ْس ِل ِم أ َ ُخو اَ ْل ُم ْس ِل ُم‬
ْ ‫ َيحْ ِق ُرهُ َولَ َي ْخذُلُهُ َولَ َي‬. ‫ َه ُهنَا اَلت َ ْق َوى‬. ‫صد ِْر ِه ِإلَى يُ ِشي ُْر‬
َ ‫ث‬ َ َ‫ َم َرات ثَال‬: ‫ِِ ِب َحسْب‬
‫ش ِر ِمنَ ا ْم ِرئ‬ ْ ‫علَى ْال ُم ْس ِل ِم ُكل‬
َ ‫ال ُم ْس ِل َم أَخَاهُ يَحْ ِق َر أ َ ْن ال‬، َ ‫ِال ُمس‬ ْ ْ ‫ضهُ دَ ُمهُ َح َرام ِل ِم‬ ُ ‫و َمالُهُ َو ِع ْر‬.
َ ُ‫ ُم ْس ِلم َر َواه‬.
Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh tidak
menzaliminya, merendahkannya dan tidak pula meremehkannya. Taqwa adalah di
sini. – Beliau menunjuk dadanya sampai tiga kali-. (kemudian beliau bersabda
lagi:) Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama
muslim. Seorang Muslim terhadap Muslim lain; haram darahnya, kehormatannya
dan hartanya. [HR. Muslim][9]. (Agiarti, 2019)

b. Bentuk-bentuk Persaudaraan dalam Islam


a) Rukun Tidak Ada Pertengkaran
َ ‫ف أ َ ْعدَا ًء ُكنت ُ ْم ِإذْ َعلَ ْي ُك ْم‬
…‫ّللاِ نِ ْع َمتَ َواذْ ُك ُروا‬ َ َ‫ص َبحْ تُم قُلُو ِب ُك ْم َبيْنَ فَأَل‬
ْ َ ‫[ ِإ ْخ َوانًا ِبنِ ْع َمتِ ِه فَأ‬٣:١٠٣]
…Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;… [Surat Ali
Imron 103].

b) Saling Mengasihi, Saling Menyayangi dan tidak saling Mengkhianati


Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka [Surat Fath ayat 29].
Rasulullah SAW bersabda,”Engkau (Nukman bin Basyir) melihat orang-
orang iman saling menyayangi mereka, saling menyenangi mereka, dan saling
mengasihi mereka sebagaimana satu tubuh, ketika satu anggota badannya sakit
maka seluruh tubuh ikut merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam”.
[Hadist riwayat Al Bukhori dalam Kitabu Adab].

5
c) Saling mencintai dan tidak Saling Membenci
5193 – ‫شعَيْب أَبِي ْبنُ أَحْ َمد ُ َحدَثَنَا‬
ُ ، ‫ز َهيْر َحدَثَنَا‬، ُ ‫اْل َ ْع َم‬،
ُ ‫ش َحدَثَنَا‬ ْ ‫صا ِلح أَبِي َع ْن‬ َ ‫ه َُري َْرة َ أَبِي‬، ‫قَا َل‬: ‫قَا َل‬
َ ، ‫ع ْن‬
‫سو ُل‬ َ ‫صلَى‬
ُ ‫ّللاِ َر‬ َ ُ‫سلَ َم َعلَ ْي ِه للا‬ َ «‫تُؤْ ِمنُوا َحتَى ْال َج َنةَ تَدْ ُخلُوا َل ِبيَ ِد ِه نَ ْفسِي َوالَذِي‬، ‫ابوا َِتَح َحتَى تُؤْ ِمنُوا َو َل‬،
َ ‫و‬:
‫شوا تَ َحابَ ْبت ُ ْم فَعَ ْلت ُ ُموهُ إِذَا أ َ ْمر َعلَى أَدُل ُك ْم أ َ َف َال‬
ُ ‫س َال َم أَ ْف‬
َ ‫» ْي َن ُك ْم َِب ال‬
[‫ ]اْللباني حكم‬: ‫صحيح‬
Demi Allah yang diriku ditanganNya tidak masuk kalian ke Surga kecuali
kalian beriman dan kalian tidak beriman kecuali saling menyayangi… [ Hadist
riwayat Abu Dawud Kitabu Adab No. 5193]

d) Saling Tolong Menolong, Saling Membantu dan Tidak Egois


َّ ‫وف َو َي ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُمنك َِر َويُ ِقي ُمونَ ال‬
َ ‫ص ََلة‬ ِ ‫ض ۚ َيأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬ ُ ‫َو ْال ُمؤْ ِمنُونَ َو ْال ُمؤْ ِمنَاتُ َب ْع‬
ٍ ‫ض ُه ْم أ َ ْو ِل َيا ُء َب ْع‬
]٩:٧١[ ‫يز َح ِكي ٌم‬ ٌ ‫َّللاَ َع ِز‬ َّ ‫َّللاُ ۗ ِإ َّن‬ َ َ‫سولَهُ ۚ أُو َٰلَئِك‬
َّ ‫س َي ْر َح ُم ُه ُم‬ ُ ‫َّللاَ َو َر‬َّ َ‫الزكَاة َ َوي ُِطيعُون‬ َّ َ‫َويُؤْ تُون‬
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
[Surat At-Taubat ayat 71] (Agiarti, 2019)

2. Akhlak Islam dalam Bertetangga


Islam adalah agama rahmah yang penuh kasih sayang. Dan hidup rukun
dalam bertetangga adalah moral yang sangat ditekankan dalam Islam. Jika umat
Islam memberikan perhatian dan menjalankan poin penting ini, niscaya akan
tercipta kehidupan masyarakat yang tentram, aman dan nyaman.
a. Batasan Tetangga
Karena besarnya hak tetangga bagi seorang muslim dan adanya hukum-
hukum yang terkait dengannya, para ulama pun membahas mengenai batasan
tetangga. Para ulama khilaf dalam banyak pendapat mengenai hal ini. Sebagian
mereka mengatakan tetangga adalah ‘orang-orang yang shalat subuh bersamamu’,
sebagian lagi mengatakan ’40 rumah dari setiap sisi’, sebagian lagi mengatakan
’40 rumah disekitarmu, 10 rumah dari tiap sisi’.

6
Namun pendapat-pendapat tersebut dibangun atas riwayat-riwayat yang
lemah. Oleh karena itu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata:
“Semua riwayat dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang berbicara mengenai
batasan tetangga adalah lemah tidak ada yang shahih. Maka zhahirnya,
pembatasan yang benar adalah sesuai ‘urf” (Silsilah Ahadits Dha’ifah, 1/446).
Sebagaimana kaidah fiqhiyyah yang berbunyi al ‘urfu haddu maa lam yuhaddidu
bihi asy syar’u (adat kebiasaan adalah pembatas bagi hal-hal yang tidak dibatasi
oleh syariat). Sehingga, yang tergolong tetangga bagi kita adalah setiap orang
yang menurut adat kebiasaan setempat dianggap sebagai tetangga kita. (Purnama,
2012)

b. Kedudukan Tetangga Bagi Seorang Muslim


Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan
mulia. Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi
keimanan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
َ ‫ارهُ َف ْليُ ْك ِر ْم ْاْل ِخ ِر َو ْاليَ ْو ِم ِب‬
‫اَللِ يُؤْ ِمنُ َكانَ َم ْن‬ َ ‫َج‬
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan
tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)
Bahkan besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim
sangatlah ditekankan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:
‫ص ْينِ ْي ِجب ِْر ْي ُل زَ ا َل َما‬ ِ ‫ظنَ ْنتُ َحتَى ِب ْالـ َج‬
ِ ‫ار يُ ْو‬ َ ُ‫سي َُو ِرثُهُ أَنَه‬
َ
“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa
tetangga itu akan mendapat bagian harta waris” (HR. Bukhari 6014, Muslim
2625).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Bukan berarti
dalam hadits ini Jibril mensyariatkan bagian harta waris untuk tetangga karena
Jibril tidak memiliki hak dalam hal ini. Namun maknanya adalah beliau sampai
mengira bahwa akan turun wahyu yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian
waris. Ini menunjukkan betapa ditekankannya wasiat Jibril tersebut kepada Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam” (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/177). (Purnama, 2012)

7
c. Anjuran Berbuat Baik Kepada Tetangga
Karena demikian penting dan besarnya kedudukan tetangga bagi seorang
muslim, Islam pun memerintahkan ummatnya untuk berbuat baik terhadap
tetangga. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :
َ ۖ ‫سانًا َو ِب ْال َوا ِلدَي ِْن‬
َ ‫ش ْيئًا ِب ِه ت ُ ْش ِر ُكوا َو َل‬
‫ّللاَ َوا ْعبُدُوا‬ َ ِ ‫ين َو ْاليَتَا َمى ْالقُ ْربَى ي‬
َ ْ‫ِو ِبذ ِإح‬ َ ‫ار َو ْال َم‬
ِ ‫سا ِك‬ ِ ‫ْالقُ ْربَى ذِي َو ْال َج‬
ِ ‫ب َو ْال َج‬
‫ار‬ ِ ُ‫ب ْال ُجن‬
ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬ ِ ‫س ِبي ِل َواب ِْن ِب ْال َج ْن‬
َ ‫ب َوال‬ ْ ‫ّللاَ ِإ َن ۗ أ َ ْي َمانُ ُك ْم َملَك‬
َ ‫َت َو َما ال‬ َ ‫ورا ُِفَخ ُم ْخت ًَال َكانَ َم ْن ي ُِحب َل‬
ً
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang
bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri” (QS. An Nisa: 36).
Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan ayat ini: “Tetangga yang lebih
dekat tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang
mempererat hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab
hidayah, dengan sedekah, dakwah, lemah-lembut dalam perkataan dan perbuatan
serta tidak memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan” (Tafsir
As Sa’di, 1/177).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
‫ب َخي ُْر‬ ْ َ ‫احبِ ِه َخي ُْر ُه ْم للاِ ِع ْندَ اْْل‬
ِ ‫ص َحا‬ ِ ‫ص‬َ ‫ ِل‬، ‫ان َو َخي ُْر‬ ِ ‫ار ِه َخي ُْر ُه ْم للاِ ِع ْندَ ْال‬
ِ ‫ـجي َْر‬ ِ ‫ِلـ َج‬
“Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap
sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik
sikapnya terhadap tetangganya” (HR. At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai
shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103).
Maka jelas sekali bahwa berbuat baik terhadap tetangga adalah akhlak yang
sangat mulia dan sangat ditekankan penerapannya, karena diperintahkan oleh
Allah dan Rasul-Nya. (Purnama, 2012)

d. Ancaman Atas Sikap Buruk Kepada Tetangga


Disamping anjuran, syariat Islam juga mengabakarkan kepada kita ancaman
terhadap orang yang enggan dan lalai dalam berbuat baik terhadap tetangga.

8
Bahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menafikan keimanan dari orang
yang lisannya kerap menyakiti tetangga.
Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ِ‫ يُؤْ ِمنُ َل َوللا‬، ِ‫ يُؤْ ِمنُ َل َوللا‬، ِ‫ يُؤْ ِمنُ َل َوللا‬. ‫قِ ْي َل‬: ‫س ْو َل يَا َم ْن َو‬ ْ ‫ارهُ يَأ ْ َمنُ َل الَ ِذ‬
ُ ‫قَا َل للاِ؟ َر‬: ‫ي‬ ُ ‫قَه ُِِبَ َوائ َج‬
“Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya:
‘Siapa itu wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: ‘Orang yang tetangganya tidak
aman dari bawa’iq-nya (kejahatannya)‘” (HR. Bukhari 6016, Muslim 46).
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: “Bawa’iq maksudnya culas, khianat,
zhalim dan jahat. Barangsiapa yang tetangganya tidak aman dari sifat itu, maka ia
bukanlah seorang mukmin. Jika itu juga dilakukan dalam perbuatan, maka lebih
parah lagi. Hadits ini juga dalil larangan menjahati tetangga, baik dengan
perkataan atau perbuatan. Dalam bentuk perkataan, yaitu tetangga mendengar hal-
hal yang membuatnya terganggu dan resah”. Beliau juga berkata: ”Jadi, haram
hukumnya mengganggu tetangga dengan segala bentuk gangguan. Jika seseorang
melakukannya, maka ia bukan seorang mukmin, dalam artian ia tidak memiliki
sifat sebagaimana sifat orang mukmin dalam masalah ini” (Syarh Riyadhis
Shalihin, 3/178). (Purnama, 2012)

e. Bentuk-Bentuk Perbuatan Baik Kepada Tetangga


Semua bentuk akhlak yang baik adalah sikap yang selayaknya diberikan
kepada tetangga kita. Diantaranya adalah bersedekah kepada tetangga jika
memang membutuhkan. Bahkan anjuran bersedekah kepada tetangga ini sangat
ditekankan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :
َ ‫ي ْالـ ُمؤْ ِمنُ لَي‬
‫ْس‬ ْ ‫ارهُ يَ ْشبَ ُع الَذ‬
ُ ‫َج ْنبِ ِه إلَى َجائِع َو َج‬
“Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya
kelaparan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani
dalam Silsilah Ash Shahihah 149).
Dan juga segala bentuk akhlak yang baik lainnya, seperti memberi salam,
menjenguknya ketika sakit, membantu kesulitannya, berkata lemah-lembut,
bermuka cerah di depannya, menasehatinya dalam kebenaran, dan sebagainya.
(Purnama, 2012)

9
3. Jika Bertetangga Dengan Non-Muslim
Dalam firman Allah Ta’ala pada surat An Nisa ayat 36 di atas, tentang
anjuran berbuat baik pada tetangga, disebutkan dua jenis tetangga. Yaitu al jaar
dzul qurbaa (tetangga dekat) dan al jaar al junub (tetangga jauh). Ibnu Katsir
menjelaskan tafsir dua jenis tetangga ini: “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari
Ibnu Abbas bahwa al jaar dzul qurbaa adalah tetangga yang masih ada hubungan
kekerabatan dan al jaar al junub adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan
kekerabatan”. Beliau juga menjelaskan: “Dan Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf
Al Bikali bahwa al jaar dzul qurbaa adalah muslim dan al jaar al junub adalah
Yahudi dan Nasrani” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/298).
Anjuran berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum kepada setiap
orang yang disebut tetangga, bagaimana pun keadaannya. Ketika menjelaskan
hadits
‫ص ْينِ ْي ِجب ِْر ْي ُل زَ ا َل َما‬ ِ ‫ظنَ ْنتُ َحتَى بِ ْالـ َج‬
ِ ‫ار ي ُْو‬ َ ُ‫سي َُو ِرثُهُ أَنَه‬
َ
“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa
tetangga itu akan mendapat bagian harta waris”
Al ‘Aini menuturkan: “Kata al jaar (tetangga) di sini mencakup muslim,
kafir, ahli ibadah, orang fasiq, orang jujur, orang jahat, orang pendatang, orang
asli pribumi, orang yang memberi manfaaat, orang yang suka mengganggu, karib
kerabat, ajnabi, baik yang dekat rumahnya atau agak jauh” (Umdatul Qaari,
22/108).
Demikianlah yang dilakukan para salafus shalih. Dikisahkan dari Abdullah bin
‘Amr Al Ash:
ُ‫ت أَنَه‬
ْ ‫شَاة لَهُ ذُبِ َح‬، ‫لغالمه يقول فَ َجعَ َل‬: ‫ارنَا أ َ ْهدَيْتَ اليهوي؟ لجارنا أهديت‬ ِ ‫س ِم ْعتُ ْاليَ ُهو ِدي ِ؟ ِل َج‬
َ ‫سو َل‬ َ
ُ ‫ّللاِ َر‬
‫صلَى‬ َ ُ‫سلَ َم َعلَ ْي ِه للا‬
َ ‫يَقُو ُل َو‬: ” ‫ُوصينِي ِجب ِْري ُل زَ ا َل َما‬
ِ ‫سيورثه أنه ظننت بالجارحتى ي‬
“Beliau menyembelih seekor kambing. Beliau lalu berkata kepada seorang
pemuda: ‘akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’.
Pemuda tadi berkata: ‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang
Yahudi?’. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
‘Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa
tetangga itu akan mendapat bagian harta waris‘” (HR. Al Bukhari dalam Al

10
Adabul Mufrad 78/105, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil
Mufrad). (Purnama, 2012)

Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam:
1. Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak,
yaitu: hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim.
2. Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia
memiliki 2 hak, yaitu: hak tetangga, dan hak sesama muslim.
3. Tetangga non-muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.
Dengan demikian berbuat baik kepada tetangga ada tingkatannya. Semakin
besar haknya, semakin besar tuntutan agama terhadap kita untuk berbuat baik
kepadanya. Di sisi lain, walaupun tetangga kita non-muslim, ia tetap memiliki
satu hak yaitu hak tetangga. Jika hak tersebut dilanggar, maka terjatuh pada
perbuatan zhalim dan dosa. Sehingga sebagai muslim kita dituntut juga untuk
berbuat baik pada tetangga non-muslim sebatas memenuhi haknya sebagai
tetangga tanpa menunjukkan loyalitas kepadanya, agamanya dan kekufuran yang
ia anut. Semoga dengan akhlak mulia yang kita tunjukkan tersebut menjadi jalan
hidayah baginya untuk memeluk Islam. (Purnama, 2012)

4. Sikap Sosial
Sikap social merupakan kecenderungan potensi atau kesediaan prilaku,
apabila individu diharapkan pada stimulus yang mengkehendaki adanya respon.
Kecenderungan potensial tersebut didahului oleh evaluasi individu berdasarkan
keyakinannya terhadap objek-objek sikap atau stimulus yang diterimanya.
Sikap sosial adalah kesadaran individu yang sikap menentukan perbuatan
yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial Sikap adalah kesadaran
individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Maka
Sikap sosial dinyatakan tidak seorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-
oarang sekelompoknya. Objeknya adalah objek sosial misalnya: sikap bergabung
seluruh anggota kelompok karena meninggalnya seorang pahlawannya. Jadi yang
menandai adanya sikap sosial adalah: Subjeknya orang- orang dalam

11
kelompoknya, sedangkan yang menjadi Objeknya sekelompok/ sosial.
(Muammar, 2011)

B. Kehidupan dalam Berbangsa dan Bernegara


Warga Muhammadiyah perlu mengambil bagian dari tidak boleh apatis
(masa bodoh) dalam kehidupan politik melalui berbagai saluran secara positif
sebagai wujud bermuamalah sebagaimana dalam bidang kehidupan lain dengan
prinsip-prinsip etika/akhlaq islam dengan sebaik-baiknya dengan tujuan
membangun masyarakat utama yang diridhai Allah SWT.
Beberapa prinsip dalam berpolitik harus ditegakkan dengan sejujur-jujurnya
dan sesungguh-sungguhnya yaitu menunaikan amanat dan tidak boleh
menghianati amanat, menegakkan keadilan, hukum dan kebenaran, ketaatan
kepada pemimpin sejauh sejalan dengan perintah Allah dan Rasul, mengemban
risalah Islam, menunaikan amar ma’ruf, nahi munkar, dan mengajak orang untuk
beriman kepada Allah, mempedomani al-Qur’an dan As-Sunnah, mementingkan
kesatuan dan persaudaraan umat manusia, menghormati kebebasan orang lain,
menjauhi fitnah dan kerusakan, menghormati hak hidup orang lain, tidak
berkhianat dan melakukan kezaliman, tidak mengambil hak orang lain, berlomba
dalam kebaikan, bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan serta tidak bekerja
sama (konspirasi) dalam melakukan dosa dan permusuhan, memelihara hubungan
baik antara pemimpin dan warga, memelihara keselamatan umum, hidup
berdampingan dengan baik dan damai, tidak melakukan fasad dan kemunkaran,
mementingkan ukhuwah islamiyah, dan prinsip-prinsip lainnya yang maskahat,
ihsan dan ishlah.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Anfal: 27)
Berpolitik dalam dan demi kepentingan umat dan bangsa sebagai wujud
ibadah kepada Allah dan ishlah serta ihsan kepada sesame, dan jangan
mengorbankan kepentingan yang lebih luas dan utama itu demi kepentingan diri
sendiri dan kelompol yang sempit.

12
Para politisi Muhammadiyah berkewajiban menunjukkan keteladanan diri
(uswah hasanah) yang jujur, benar, adil serta menjauhkan diri dari perilaku politik
yang kotor, membawa fitnah, fasad(kerusakan), dan hanya mementingkan diri
sendiri. Berpolitik dengan kesalihan, sikap positif, dan memiliki cita-cita bagi
terwujudnya masyarakat utama dengan fungsi amar ma’ruf dan nahi munkar yang
tersistem dalam kesatuan imamah yang kokoh. (UMP, 2016)

1. Tidak Apatis
Dampaknya jika Islam moderat bersikap apatis, tentu saja akan
mengurangi legitimasi pemerintah yang berlangsung. Islam moderat sebagai suara
kelompok mayoritas, memiliki pengaruh yang signifikan dalam proses politik di
Indonesia, karena rendahnya partisipasi mayoritas kelompok masyarakat dalam
sebuah negara demokrasi merupakan suatu problem politikl tersendiri. Dalam
negara demokrasi, partisipasi warga negara sangat penting sebagai pendukung
legitimasi dan kebijakan pemerintah agar program yang direncanakannya dapat
berjalan dengan baik. Peran kelompok Islam Moderat cukup besar dalam
mendukung pemerintah di berbagai bidang. (Khafadho, 2017)

2. Jujur Untuk Kepentingan Umat Dan Bangsa


a. Pentingnya Kejujuran Demi Tegaknya Dunia Dan Agama
Sifat jujur merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia. Kehidupan
dunia tidak akan baik, dan agama juga tidak bisa tegak di atas kebohongan,
khianat serta perbuatan curang. Jujur dan mempercayai kejujuran, merupakan
ikatan yang kuat antara para rasul dan orang-orang yang beriman dengan mereka.
Allah berfirman.
َ‫صدَّقَ بِ ِه أ ُ ْولَئِكَ ُه ُم ْال ُمتَّقُونَ لَ ُهم َّمايَشَآ ُءونَ ِعندَ َربِ ِه ْم ذَلِكَ َجزَ آ ُء ْال ُمحْ ِسنِين‬ ِ ِ‫َوالَّذِي َجآ َء ب‬
ِ ْ‫الصد‬
َ ‫ق َو‬
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang yang
membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. Mereka
memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Rabb mereka. Demikianlah
balasan orang-orang yang berbuat baik”. [Az zumar:33-34].

13
Allah juga menyifatkan para nabiNya dengan sifat jujur. Lalu Dia
mendukung para nabi itu dengan mukjizat dan tanda-tanda agung sebagai bukti
kejujuran (kebenaran) mereka, dan untuk menghancurkan kebohongan para
musuh Allah. Kita sudah faham pujian Allah kepada mereka secara umum dengan
sifat-sifat terpuji. Diantaranya adalah kejujuran, Buah Kejujuran :
Keberuntungan.
Di antara manfaat kejujuran, ialah mendapatkan ridha Allah, kemudian akan
dimasukkan ke dalam surga. Allah berfirman, yang artinya: ” Ini adalah suatu hari
yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun ridha terhadapnya.
Itulah keberuntungan yang paling besar”. [Al Maidah:119].
Berbahagialah orang-orang yang jujur. Semoga Allah dengan karunia dan
rahmatNya, menjadikan kita termasuk orang-orang yang jujur. Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih, Maha Dermawan dan Maha Pemurah. (Rabi, 2010)

3. Keteladanan berpolitik
Adapun tentang teladan berpolitik yang baik, beliau (Nabi Muhammad)
telah menjadi contoh untuk umat manusia, baik bagi masyarakat kecil atau luas,
Mu'min atau kafir, awam atau orang khusus. Rasulullah telah diberi keberhasilan
dalam setiap sesuatu, karena beliau telah dikaruniai akhlak yang mulia, berpolitik
secara baik, dan meletakkan segala permasalahan secara proporsional.
(Qaradhawi, 2013)
Di bawah ini akan dicantumkan salah satu contoh agung dari berbagai
contoh yang telah dicetak di dalam sejarah, agar kita mengetahui tata politik yang
bijak, yang sesuai dengan kecer¬dikan dan akhlak yang agung:
"Setelah perang Hunain, Rasulullah saw. memberikan ghanimah kepada
bangsa Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya, dan tidak sedikit pun beliau
memberi kepada kaum Anshar, sehingga timbul pembicaraan di kalangan mereka.
Salah seorang ada yang berkata, "
Demi Allah, Rasulullah saw. telah menemukan kaumnya!" Wahai segenap
kaum Anshar, apa yang kalian bicarakan sehingga sampai ke pendengaranku,

14
kekurangan apakah yang kalian rasakan pada diri kalian? Aku telah datang kepada
kalian ketika kalian dalam kesesatan, maka Allah memberi hi¬dayah kepada
kalian? Bukankah kalian dahulu fakir? kemudian Allah menjadikan kalian kaya?
Bukankah dahulu kalian saling bermusuhan, kemudian Allah menyatukan hatimu?
Kaum Anshar berkata, "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah memberi kami
karunia yang tak terhingga!"
Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Tidakkah kalian balas, wahai kaum
Anshar?" Maka mereka berkata, "Dengan apa kami membalas, sedang karunia
adalah semata-mata milik Allah dan Rasul-Nya!" Rasulullah saw. bersabda,
"Demi Allah, jika kalian kehendaki, niscaya kalian berkata, dan jujur dalam
perkataan kalian, bahkan perkataan kalian dibenarkan. Kamu telah datang kepada
kami dalam keadaan dusta, maka kami telah benarkan kamu, dalam keadaan tak
seorang pun yang menolong. Maka, kami telah tolong kamu dalam keadaan
terusir, sehingga kami lindungi ketika kamu dalam keadaan aniaya. Kemudian,
kami beri kamu contoh yang baik. Apakah kalian, wahai orang-orang Anshar,
mendapatkan sesuatu yang aku himpun suatu kaum agar masuk Islam dan
menyerahkan kalian kepada Islam? Apakah kalian tidak rela orang-orang pergi
dengan domba dan unta, serta mengembalikan Rasulullah kepada pelana dan kuda
kalian? Demi Yang Melindungi jiwa Muhammad! Jika bukan karena hijrah,
niscaya aku menjadi salah seorang kaum Anshar. Jika orang-orang menelusuri
sebuah jalan, dan kaum Anshar menelusuri jalan lain, niscaya aku akan
menelusuri jalan kaum Anshar.
Ya Allah, berilah kaum Anshar rahmat. Kasihanilah anak-anak dan cucu
cicit kaum Anshar! Maka, menangislah mereka sehingga janggut mereka basah.
Mereka berkata, "Kami rela dengan keputusan Rasulullah". Kata-kata jujur dan
tulus, yang keluar dari hati Rasulullah saw., yang diterjemahkan oleh lisannya
telah menundukkan hati kaum Anshar, dan meninggikan jiwa mereka ke tingkatan
para Malaikat, membunuh fitnah yang bercokol dalam buaian¬nya, menggerakkan
jiwa untuk mengetahui yang hak dan bijaksana.
Kata-kata ini menunjukkan kepada kita, bagaimana Rasulullah saw.
menyatukan orang-orang di bawah maslahat Islam yang luhur. Membela dan
mengagungkan Islam, menyatukan pemeluknya di bawah naungan kedamaiannya,

15
sehingga tercapai kesatuan kaum Muslimin di bawah naungan tauhid dan panji
Islam. Jika Rasulullah saw. tidak memiliki sifat luhur ini, jika Allah tidak
mengaruniakan kepadanya kecerdasan dan kemahiran berpolitik, tentunya beliau
tidak akan mampu mendirikan Daulah Islam di Madinah, bahkan jazirah Arab
tidak akan tertaklukkan dengan kecintaan dan kepatuhan.
Dan bagaimana Rasulullah saw. tidak menjadi teladan yang baik dalam
kemahiran berpolitik dan kemuliaan perlakuannya, sedang beliau adalah yang
menjalankan perintah Tuhannya dalam politik yang digariskan Allah. Dengarkan
peringatan Allah kepada Rasul-Nya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah- lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekeliling¬mu. Karena itu, maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad ,maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah me¬nyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. 3:159). (Qaradhawi, 2013)

4. Sikap berpolitik
Memilih seorang pemimpin alias mencoblos dalam pemilihan umum
(pemilu) adalah hak setiap individu atau warga. Namun, menjelang pemilu 2004
ini, sebagian masyarakat mencoba melakukan pemboikotan pemilu. Gerakan
boikot pemilu ini kemudian dikenal sebagai golongan putih atau golput.
Fenomena golput bukan hal baru dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Gerakan
golput sebenarnya telah dimulai pada pemilu 1971. Ketika itu, pemilu yang
diselenggarakan pemerintah Orde Baru tersebut diikuti 10 partai politik (parpol),
yang justru "direstui" oleh rezim Soeharto. Dan, setelah pemilu 1971, jumlah
parpol yang boleh hidup di dunia politik Indonesia menjadi 3 parpol: PPP, Golkar,
dan PDI. Munculnya gerakan golput pada pemilu 1971 tersebut, karena
pemerintah dianggap melanggar dan gagal dalam membangun asas-asas
demokrasi. (Rudi, 2008)
Memang, sejak 1998 lalu, Indonesia telah mengalami beberapa perubahan
menuju demokrasi. Partai politik didirikan dengan jumlah yang cukup banyak.

16
Namun, banyaknya partai politik itu tidak dibarengi dengan kualitas elite alias
pemimpin politik, yang kemudian dikenal dengan gerakan antipolitisi busuk. Dan,
golput pun kembali menjadi pilihan alternatif. Artinya, munculnya gerakan golput
pada pemilu 2004 ini, karena masyarakat atau elite politik gagal memberikan
alternatif pemimpin yang baik, jujur, dan akhlaqul karimah.
Islam menyayangkan sikap-sikap golput atau tidak berpartisipasi dalam
pemilihan pemimpin. Sebagai agama rahmatan lil 'alamin, Islam sangat
mementingkan suatu kepemimpinan dalam sebuah negara. Bahkan, setelah Nabi
Muhammad wafat timbul persoalan politik yang berkaitan dengan pergantian
kepemimpinan. Mekanisme pemilihan pemimpin memang tidak ada pada zaman
Rasulullah. Nabi SAW tidak memberikan pedoman khusus atau model-model
kepemimpinan bagi umat Islam. (Rudi, 2008)
Selama beberapa tahun sepeninggal Rasulullah, umat Islam mengalami
beberapa model kepemimpinan, antara lain, kepemimpinan model khilafah dan
dinasti. Belakangan ini, dinamika politik semakin berkembang, dan muncul
bentuk-bentuk negara, seperti republik, aristokrasi, dan lain-lain. Dinamika politik
yang luar biasa itu didorong oleh semangat teologi Islam, yang menyebutkan
bahwa "Hai, orang-orang yang beriman. Taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya),
dan ulil amri di antara kamu." (QS Al-Nisaa [4]:59).

Realitas politik dan adanya semangat teologi Islam tersebut mendorong para
filosof dan para ahli etika politik Islam untuk membuat aturan-aturan pemilihan
seorang pemimpin pemerintahan demi terwujudnya negara ideal dalam beberapa
karya tulis. Misalnya, Al-Farabi dalam karyanya, Al-Madiinah Al-Faadhilah, Ibnu
Maskawih dalam bukunya Tahziib Al-Akhlak, dan Al-Mawardi dalam karyanya
Al-Ahkaam Al-Shultaaniyah. Ini artinya, para pemikir Islam menyadari betapa
Islam memperhatikan dalam menciptakan dan mengembangkan negara ideal.
(Rudi, 2008)
Memasuki abad 20 ini, umat Islam tetap dan terus dituntut untuk mendirikan
sebuah negara ideal. Untuk merealisasikan tuntutan itu, umat Islam dihadapkan
pada beberapa pilihan sistem politik, antara lain demokrasi. Demokrasi
merupakan salah satu mekanisme untuk memilih seorang pemimpin. Meskipun

17
beberapa negara Islam telah menjalankan proses demokrasi, dan belum berhasil,
tetapi mekanisme demokrasi tetap diandalkan sebagai mekanisme yang baik.
Sebab, di dalam mekanisme demokrasi terdapat sistem check and balance-nya,
memperkuat civil society, mewujudkan good governance, taushiyah, dan lain
yang, selalu berproses dan membutuhkan kesabaran, ketangguhan, dan lainnya
untuk bisa maju ke depan.
Jahiliyah politik: melanggar etika. Secara sederhana, jahiliyah itu kita
artikan sebagai sebuah kebodohan, bisa juga tidak peduli pada kebenaran. Dalam
konteks situasi politik kita sekarang-dalam batas-batas tertentu, hal-hal yang
bersifat jahiliyah itu memang sering terjadi di dalam dunia politik kita.
Kebodohan dalam berpolitik terjadi, misalnya, menduduki kantor-kantor partai
politik, melakukan kekerasan, tokoh politiknya asal main pecat kalau ada anak
buahnya beda pendapat, atau tidak bermusyawarah dengan baik-padahal Islam
mengajarkan, "Hendaknya kamu bermusyawarah di antara kamu. " Hal-hal
tersebut cerminan jahiliyah.
Fenomena seperti itu memang susah kita elakkan, karena manusia memiliki
hawa nafsu yang tidak terkendali yang menjadi bagian dari dirinya. Setiap orang
bisa lebih dikuasai oleh hawa nafsunya, apalagi menyangkut politik dan
berhubungan dengan kekuasaan. Ada kata-kata seorang politisi asal dari Inggris
yang menyebutkan, bahwa the power tends to corrupt. Apalagi kalau kekuasaan
itu absolut yang tidak bisa dikontrol dengan check dan balance, maka akan lebih
merusak lagi. (Rudi, 2008)
Karena itulah maka sesuai dengan prinsip Islam, kita harus melakukan
tausiyah bi al-haq wa bi al-shabr (saling menasihati dalam kebenaran dan
kesabaran). Apalagi pada masa sekarang, ada kecendrungan di dalam dunia politik
kita, bahwa kita sering kehilangan kesabaran, yang bisa dalam bentuk tindakan
anarkis, golput, tidak mau memilih dalam pemilu. Hal-hal tersebut
menggambarkan realitas jahiliyah dalam politik kita.
Realitas jahiliyah politik bisa dapat kita lihat dari adanya sekelompok orang
yang menginginkan adanya satu partai tunggal bagi umat Islam. Keinginan itu
tidak mungkin bisa terjadi dan terwujud dalam politik kita. Pada masa-masa awal
Islam saja, kita melihat adanya kelompok Muhajirin dan Anshar yang

18
bertentangan dalam pemilihan siapa yang menjadi pemimpin setelah Nabi wafat.
Pengelompokan itu harus kita sikapi sebagai suatu sunnatullah. Yang penting
adalah penyikapan secara bijak, toleran, dan tidak hanya memandang hizb
(partai/golongan) kita sendiri sebagai yang paling baik, benar, yang bisa
mengantarkan ke surga. (Rudi, 2008)

5. Silahturami dalam berpolitik


Pada umumnya saat berlangsungnya kampanye di negara kita, selain
mengumpulkan masyarakat di suatu tempat, kampanye juga kerap dilakukan
dalam bentuk memberikan fasilitas sebagai bentuk apresiasi atas kedatangan
masyarakat menghadiri acara tersebut, seperti pembagian amplop, bahan pokok,
sembako maupun hal lain yang membuat masyarakat senang dan bahagia.
(Saefudin, 2018)
Hadis Nabi Saw.
‫عن أنس بن مالك رضي هللا عنه قال سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول من سره أن يبسط‬
)‫له في رزقه أو ينسأ له في أثره فليصل رحمه (رواه البخاري ومسلم‬
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mendengar Rasulullah Saw.
bersabda, “barangsiapa yang senang apabila dilapangkan rezekinya dan
dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan kekeluargaan
(silaturahmi).
Kehendak ingin bertemu dan menyapa masyarakat di masa kampanye ini
adalah tujuan utama guna memperkenalkan diri dan mensosialisasikan rancangan
program kerja. Terlebih apabila yang dikunjungi mayoritas mereka beragama
Islam, karena tidak lain adalah bagian dari anjuran dan perintah Nabi saw. dan ini
dibenarkan oleh agama. Adapun jika kampanye dimaknai secara fundamental,
maka kegiatan ini merupakan bagian dari praktik dan implementasi nilai-nilai
kesunahan.
Pada prosesnya, ketika berlangsungnya acara kampanye atau blusukan
melihat realitas kehidupan masyarakat, maka akan dapat ditemukan berbagai
macam kondisi sosial maupun ekonomi, sehingga jika menemukan kekurangan
ataupun kegelisahan di antara masyarakat tersebut, bisa langsung ditindak atau
menjadi catatan dan PR bersama untuk menutupi kekurangan itu. (Saefudin, 2018)

19
Maka kegiatan kampanye dan silaturahim dengan berlandaskan niat dan
tekad baik adalah bagian dari ibadah, terlebih jika terpilih menjadi pemimpin,
tentunya akan lebih mudah membantu dan menyejahterakan masyarakat dengan
wasilah tongkat kepemimpinan yang diamanahkan kepadanya. Lain dari itu, hal
ini akan bertolak belakang apabila sudah terpilih atau tidaknya sebagai pemimpin
kemudian ia lupa dan tak lagi menjaga ikatan kekeluargaan seperti sebelumnya
saat masa kampanye berlangsung. Ini bisa dilihat dari hadis Nabi Saw. yang
berbunyi:
‫ رواه مسلم‬.‫عن النبي ﷺ قال ال يدخل الجنة قاطع رحم‬
“Tidaklah masuk surga seseorang yang memutus tali silaturahmi.” (HR.
Muslim).
Oleh karena itu, memutus tali silaturahmi adalah perbuatan yang tidak
dibenarkan oleh agama. Jangan jadikan kampanye ini hanya sebatas kepentingan
sesaat, melainkan investasi sosial jangka panjang untuk hidup bermasyarakat.
Sejatinya, bahwa seseorang yang setia menjaga ikatan kekeluargaan akan
senantiasa mendapatkan keberkahan di masa hidupnya, Amin.

20
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Islam mengajarkan agar setiap muslim menjaalin persaudaraan dan kebaikan
dengan sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya
masing-masing dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan sesame
muslim maupun dengan non muslim, dalam hubungan ketetanggaan bahkan islam
memberikan perhatian sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai
tetangga yang harus dipelihara hak-haknya.
Beberapa prinsip dalam berpolitik harus ditegakkan dengan sejujur-jujurnya
dan sesungguh-sungguhnya yaitu menunaikan amanat dan tidak boleh
menghianati amanat, menegakkan keadilan, hukum dan kebenaran, ketaatan
kepada pemimpin sejauh sejalan dengan perintah Allah dan Rasul, mengemban
risalah Islam, menunaikan amar ma’ruf, nahi munkar, dan mengajak orang untuk
beriman kepada Allah, mempedomani al-Qur’an dan As-Sunnah, mementingkan
kesatuan dan persaudaraan umat manusia, menghormati kebebasan orang lain,
menjauhi fitnah dan kerusakan, dsb.

2. Saran
Dengan perbedaan yang dimiliki, baik suku bangsa, ras, agama dan budaya,
mampu menjadikan Indonesia sebagai negara yang unik, yang selalu menjunjung
tinggi kerukunan dalam hidup bermasyarakat. Untuk itulah semua pihak terkait
bersinergi, bahu membahu, mengupayakan terciptanya kerukunan hidup antar
masyarakat, seperti yang digambarkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah bukan berarti tanpa rintangan,
melainkan ditempuh melalui sebuah proses dan tahapan demi tahapan demi
terwujudnya sebuah negara yang adil, makmur, rukun dan damai.

21
DAFTAR RUJUKAN

Agiarti, D. (2019). Bentuk-Bentuk Persaudaraan dalam Islam. DalamIslam.


Khafadho, L. (2017). Apatisme Politik. UIN Raden Intan.
Muammar. (2011). Sikap Sosial. HIMASIO FISIP UNSYIAH.
Purnama, Y. (2012). Akhlak Islami dalam Bertetangga. Muslim.or.id.
Qaradhawi, Y. (2013). Kontribusi Pemuda dalam Membangun Keteladanan
Berpolitik. Dakwatuna.com.
Rabi, S. (2010). Pentingnya Kejujuran Demi Tegaknya Dunia dan Agama. Al
Manhaj.
Rudi. (2008). Etika Politik dalam Islam. Republika.
Saefudin, F. (2018). Menimbang Nilai Silahturahmi dalam Politik "Blusukan".
Bincang Syariah.
UMP, T. p. (2016). AL-Islam dan Kemuhammadiyahan. Palembang: Universitas
Muhammadiyah.

22

Anda mungkin juga menyukai

  • Dokumen
    Dokumen
    Dokumen2 halaman
    Dokumen
    Devi yulianti
    Belum ada peringkat
  • Aljabar Elementer
    Aljabar Elementer
    Dokumen18 halaman
    Aljabar Elementer
    Devi yulianti
    Belum ada peringkat
  • Lomba Story Telling Tingkat SD
    Lomba Story Telling Tingkat SD
    Dokumen3 halaman
    Lomba Story Telling Tingkat SD
    Devi yulianti
    Belum ada peringkat
  • Devi Yulianti
    Devi Yulianti
    Dokumen2 halaman
    Devi Yulianti
    Devi yulianti
    Belum ada peringkat
  • Devi Yulianti
    Devi Yulianti
    Dokumen2 halaman
    Devi Yulianti
    Devi yulianti
    Belum ada peringkat
  • Okey
    Okey
    Dokumen5 halaman
    Okey
    Devi yulianti
    Belum ada peringkat
  • A09Bab 14
    A09Bab 14
    Dokumen15 halaman
    A09Bab 14
    Devi yulianti
    Belum ada peringkat
  • Geo Klmpok5
    Geo Klmpok5
    Dokumen12 halaman
    Geo Klmpok5
    Devi yulianti
    Belum ada peringkat
  • MTK SMP
    MTK SMP
    Dokumen29 halaman
    MTK SMP
    Devi yulianti
    Belum ada peringkat
  • Matematika Okk
    Matematika Okk
    Dokumen30 halaman
    Matematika Okk
    Devi yulianti
    Belum ada peringkat