Kelompok 4:
Marisa I1011131034
Virga Azzania Ashari I1011151004
Shintya Dewi I1011151012
M. Faisal Haris I1011151024
Lala Utami I1011151032
Resky Hevia Lestari I1011151039
Gerry Albilardo I1011151046
Marizca Okta Syafani I1011151048
Ponco Cahyawaty I1011151061
Argunmas I1011151071
Hendi Rizaldi I1011151074
1
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa secara langsung melihat lingkungan kerja dan
proses kerja suatu komunitas pekerja yang dapat merupakan faktor
risiko gangguan kesehatan dan kecelakaan, sehingga memahami
pengaruh lingkungan terhadap kesehatan
General manager
Manager keuangan,
Manager usaha Manager teknik
SDM &umum
nahkoda
Supervisor Kasir
Pengendali
pelabuhan
dokumentasi
4
5
2.1.3 Sejarah
PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) pertama kali terbentuk dengan
SK Menteri Perhubungan No. KM. 50/RPHB/73 tanggal 27 maret 1973.
Sebagai unit usaha mempunyai tugas mengelola kapal-kapal sungai, danau,
dan ferry yang berangsur-angsur pengadaannya dilakukan dengan anggaran
Pelita (Pembangunan Lima Tahun) dengan sebutan proyek ASDF.
Pada mulanya pelaksanaan pengelolaan dirangkap kepada inspeksi 2
LLASDF, yang pada umumnya telah lebih dahulu dibentuk di masing-
masing daerah, sehingga mengakibatkan terjadinya pembauran pelaksanaan
tugas (Tugas pengusahaan dan tugas pemerintahan), adapun daerah-daerah
yang melaksanakan tugas dimaksud adalah:
1. Jabar – Lampung
2. Jambi – Sumbar
3. Pontianak – Kalbar
4. Samarinda – Kaltim
5. Bali – NTB
6. Sulsera
7. Jayapura
Untuk di Pontianak disebut Sub Proyek ASDF Kalbar dengan armada
yang ada pada saat itu sebanyak 3 unit kapal yaitu Kmp. Merawan 1, KMP.
Merawan 2 dan KMP Merawan 3 dengan melayani lintas Kota-Siantan dan
Semuntai. Pada tahun 1986 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
No. 8/1986 tanggal 4 Februari 1986, Proyek ASDP dialihkan status menjadi
Perusahaan Umum Angkutan Sungai dan Penyeberangan (Perum ASDP),
dan seiring dengan pertumbuhan dan mobilitas guna menghadapi persaingan
bebas dengan mempertimbangkan peningkatan kualitas pelayanan,
Pemerintah menerbitkan PP No. 15 tahun 1992 dengan akte notaris nomor
86 tertanggal 29 Juni 1993, Perum ASDP beralih status menjadi Perusahaan
Perseroan dengan nama PT. Angkatan Sungai Danau dan Penyeberangan
(PT. ASDP).
6
B. MISI
1. Menyediakan prasarana pelabuhan dan sarana kapal penyebrangan yang
tangguh sebagai pendukung dalam sistem logistic nasional
2. Memiliki standar pelayanan internasional yang didukung oleh tenaga
professional dan manajemen bisnis modern serta tata kelola perusahaan
(GCG) yang baik.
3. Menguasai pangsa pasar nasional dan memperluas jaringan operasional
sampai ke tingkat regional untuk memaksimalkan pertumbuhan dan
keuntungan.
4. Memaksimalkan peran sebagai korporasi dan infrastruktur Negara serta
agenpembangunan.
Berikut ini merupakan penilaian risiko dari temuan potensi bahaya yang
diamati di PT. ASDP Indonesia Ferry Persero Cabang Pontianak.
20
21
perlu ruang toilet yang lebih luas. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja harus cukup sensitif dalam mengidentifikasi dan membuat ketentuan untuk
semua situasi ini.1
3.3 Cedera
3.3.1 Definisi
Cedera merupakan rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal
diakibatkan karena keadaan patologis. Cedera adalah kerusakan fisik yang
terjadi ketika tubuh manusia tiba-tiba mengalami penurunan energi dalam
jumlah yang melebihi ambang batas toleransi fisiologis atau akibat dari
kurangnya satu atau lebih elemen penting seperti oksigen.9
3.3.2 Klasifikasi
Cedera dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 10
A. Berdasar berat ringannya, cedera dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Cedera Ringan
Cedera yang tidak diikuti kerusakaan yang berarti pada jaringan tubuh
kita, misalnya kekakuan otot dan kelelahan. Pada cedera ringan
biasanya tidak diperlukan pengobatan apapun, dan cedera akan sembuh
dengan sendirinya setelah beberapa waktu.
2) Cedera Berat
Cedera yang serius, dimana pada cedera tersebut terdapat kerusakan
jaringan tubuh, misalnya robeknya otot atau ligamen maupun patah
tulang. Kriteria cedera berat :
a. Kehilangan substansi atau kontinuitas
b. Rusaknya atau robeknya pembuluh darah
c. Peradangan lokal (ditandai oleh kalor/panas, rubor/kemerahan,
tumor/bengkak, dolor/nyeri, fungsi-olesi/tidak dapat digunakan
secara normal).
B. Berdasarkan jaringan yang terkena, cedera dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Cedera Jaringan Lunak
27
karena itu tindakan ini banyak dilakukan pada orang dewasa. Bila keadaan
penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan
salah satu cara dibawah ini:
1. Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan
traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot
dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat
penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota
gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan. Traksi
longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi
spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang
di posterior untuk mencegah pelengkungan.
2. Fiksasi interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan
piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi
interna merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan
patah tulang disertai komplikasi.
3. Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/
trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi)
bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu
alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
4. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan ORIF
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk
membungkus secara keras daerah yang mengalami patah tulang.
Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang
yang patah agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya
pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah
tersebut.
5. Penyembuhan Fraktur
31
a. Sirkulasi udara
Mengevaluasi sirkulasi udara di dalam kapal maupun di luar kapal
untuk mengetahui adanya risiko penyakit ISPA
b. Kebisingan
Untuk mengantisipasi kebisingan dalam bekerja di kapal, pada saat
pengecekkan mesin kapal perlu menggunakan alat penutup telinga
atau pelindung telinga
c. Posisi kerja
Posisi bekerja yang terus menerus atau monoton akan
menimbulkan penyakit akibat kerja sehingga diperlukannya posisi
bekerja yang fleksibel. Apabila diharuskan dalam posisi yang
monoton, diperlukan istirahat yang cukup
d. Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan di dalam kapal maupun di luar kapan
mempunyai peran penting dalam terjadinya kecelakaan kerja,
seperti lantai licin. Lingkuan kotor juga dapat menjadi sumber
penyakit sehingga diperlukannya pekerja khusus untuk
membersihkannya
BAB IV
PEMBAHASAN
34
35
Kondisi lantai kerja yang terbuat dari besi semakin mendukung risiko tersebut
untuk diambil sebagai bagian masalah prioritas karena dapat menimbulkan cedera
yang cukup parah.
Cedera merupakan suatu kerusakan fisik yang terjadi ketika tubuh manusia
mengalami atau mendapat kontak yang tiba-tiba dari tingkat energi yang tidak
tertahankan.15 Di Kawasan Asia Pasifik pada tahun 2008, cedera diperkirakan
menyebabkan kematian 2,9 juta orang yaitu 10% dari seluruh kematian dan
merupakan lebih dari setengah kematian akibat cedera di seluruh dunia.16
Kecelakaan kerja akibat terpeleset, tersandung, dan terjatuh merupakan salah satu
kecelakaan yang paling banyak dan dapat mengakibatkan cedera serius pada
pekerja. Di Inggris, kecelakaan karena terpeleset, tersandung dan terjatuh
menyumbang porsi 40% dari seluruh kecelakaan kerja berat. Sementara di
Amerika Serikat, kecelakaan ini menyumbang porsi 15% dengan frekuensi sekitar
12.000 setiap tahunnya. Bahkan 17% diantaranya menyumbangkan kematian.17
Terpeleset diakibatkan oleh terlalu sedikitnya faktor gesekan antara alas kaki
dengan lantai kerja sehingga menyebabkan pekerja kehilangan keseimbangan.
Penyebab terpeleset antara lain, produk basah atau tumpahan di lantai kerja,
produk kering yang menyebabkan lantai kerja licin, bahan lantai yang terlalu licin,
cairan yang sudah membeku, dan alas kaki yang tidak memiliki permukaan luas
untuk bergesekan dengan lantai.18
Kejadian terpeleset pada pekerja dapat menimbulkan berbagai macam
cedera mulai dari cedera ringan seperti luka-luka pada kulit sampai cedera berat
seperti cedera kepala, cedera tulang belakang dan fraktur.19,20 Kejadian kecelakaan
kerja dapat menimbulkan berbagai kerugian baik bagi pekerja, perusahaan,
masyarakat maupun lingkungan alam. Cedera yang dialami oleh pekerja terutama
menimbulkan kerugian bagi pekerja itu sendiri seperti kematian apabila
mengalami cedera parah, kecacatan fisik, trauma kejiwaan kesedihan keluarga
pekerja bahkan dapat menjadi beban bagi masa depan keluarga pekerja.21
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat 9 bahaya potensial di PT. ASDP Indonesia Ferry Persero
Cabang Pontianak yaitu, ruangan kerja yang sempit, pekerja tidak
menggunakan APD, posisi duduk nakhoda yang tidak rileks, kursi
nakhoda terlalu tinggi, lantai kerja licin, kelasi berdiri lama, bising
mesin, suhu panas kamar mesin, dan paparan bau bahan bakar mesin.
2. Gangguan kesehatan yang mungkin timbul akibat bahaya potensial
yang ditemukan di PT. ASDP Indonesia Ferry Persero Cabang
Pontianak meliputi, gangguan pernapasan, Low Back Pain, NIHL,
dehidrasi, keracunan, serta cedera akibat kecelakaan kerja seperti
terpeleset, tersandung, terjatuh dan terbentur.
3. Upaya perlindungan dan pencegahan yang telah dilakukan di PT.
ASDP Indonesia Ferry Persero Cabang Pontianak yakni program
jaminan kesehatan BPJS dan Mandiri in Health serta pengendalian K3
secara administratif dan penyediaan alat pelindung diri (APD).
5.2 Rekomendasi
1. Berdasarkan sumber bahaya dari sikap pekerja adalah:
a. Pembuatan Standar Operating Procedure (SOP) Penggunaan Alat
Pelindung Diri dan disiplin sikap dalam bekerja.
b. Pembuatan Visual Display penggunaan Alat Pelindung Diri di area
kerja untuk para pekerja agar mengerti APD mana yang harus
digunakan sebelum melakukan aktivitas kerja.
c. Pembuatan Standar Operating Procedure (SOP) Pelatihan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tentang penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD).
37
38
39
40
41