Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PLANT SURVEY

PT. ASDP INDONESIA FERRY (PERSERO) CABANG PONTIANAK


MODUL ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

Kelompok 4:
Marisa I1011131034
Virga Azzania Ashari I1011151004
Shintya Dewi I1011151012
M. Faisal Haris I1011151024
Lala Utami I1011151032
Resky Hevia Lestari I1011151039
Gerry Albilardo I1011151046
Marizca Okta Syafani I1011151048
Ponco Cahyawaty I1011151061
Argunmas I1011151071
Hendi Rizaldi I1011151074

Program Studi Kedokteran


Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura
Pontianak
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di
Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih
tingginya angka kecelakaan kerja. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah,
padahal tenaga kerja adalah faktor penting bagi kegiatan perusahaan, karena
perusahaan tidak mungkin bisa lepas dari yang namanya tenaga kerja.
Jika tempat kerja aman dan sehat, setiap orang dapat melanjutkan
pekerjaan mereka secara efektif dan efisien. Sebaliknya, jika tempat kerja
tidak terorganisir dan banyak terdapat bahaya, kerusakan dan absen sakit tak
terhindarkan, mengakibatkan hilangnya pendapatan bagi pekerja dan
produktivitas berkurang bagi perusahaan. Meskipun kenyataannya, para
pengusaha di seluruh dunia telah secara hati-hati merencanakan strategi
bisnis mereka, banyak yang masih mengabaikan masalah penting seperti
keselamatan, kesehatan dan kondisi kerja. Biaya untuk manusia dan finansial
dianggap besar. Menurut ILO, setiap tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan
di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di
tempat kerja. Terlebih lagi, 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan
sakit di tempat kerja. Angka menunjukkan, biaya manusia dan sosial dari
produksi terlalu tinggi. Dalam istilah ekonomi, diperkirakan bahwa kerugian
tahunan akibat kecelakaan kerja dan penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan di beberapa negara dapat mencapai 4 persen dari produk nasional
bruto (PNB). Biaya langsung dan tidak langsung dari dampak yang
ditimbulkannya meliputi; Biaya medis, Kehilangan hari kerja, Mengurangi
produksi, Hilangnya kompensasi bagi pekerja, Biaya waktu/uang dari
pelatihan dan pelatihan ulang pekerja, kerusakan dan perbaikan peralatan,
Rendahnya moral staf, Publisitas buruk, Kehilangan kontrak karena
kelalaian.1

1
2

Di masa lalu, kecelakaan dan gangguan kesehatan di tempat kerja


dipandang sebagai bagian tak terhindarkan dari produksi. Namun, waktu telah
berubah. Sekarang ada berbagai standar hukum nasional dan internasional
tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang harus dipenuhi di tempat kerja.
Standar-standar tersebut mencerminkan kesepakatan luas Antara
pengusaha/pengurus, pekerja dan pemerintah bahwa biaya sosial dan ekonomi
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja harus diturunkan.
Sekarang dipahami bahwa semua biaya ini memperlamban daya saing
bisnis, mengurangi kesejahteraan ekonomi negara dan dapat dihindari melalui
tindakan di tempat kerja yang sederhana tetapi konsisten. Tindakan untuk
meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja tidak harus
mahal. Namun, seperti perbaikan dalam operasional atau penjualan, hal itu
perlu dilakukan sebagai komitmen jangka panjang oleh para pekerja, manajer
dan perwakilan mereka. Hal ini tidak bisa hanya ditangani dalam seminggu
sebelum inspeksi pabrik atau kunjungan oleh Pengawasan Ketenagakerjaan.
Juga tidak bisa diabaikan begitu saja karena resesi. Pencegahan gangguan
kesehatan kerja yang terkait cedera, sakit dan kematian adalah bagian
kontinuitas dari hari-hari kegiatan usaha.
Selain membutuhkan perhatian yang terus menerus, tindakan efektif
pada keselamatan dan kesehatan kerja menuntut komitmen bersama dari
pekerja dan pengusaha. Pekerja dan pengusaha harus siap untuk menghormati
prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja yang diakui dengan baik.
Mereka juga harus menjaga, mengikuti dan terus mengevaluasi kebijakan dan
praktek-praktek yang ditetapkan. Tingkat komitmen hanya dapat dibangun
jika pekerja, supervisor dan manajer bekerja sama untuk menciptakan suatu
sistem keselamatan dan kesehatan kerja yangmereka mengerti dan percaya. 1
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Jl. Komyos Sudarso No. 47,
Sungai Jawi Luar, Pontianak adalah Badan Usaha Milik Negara yang
bergerak di bidang jasa kepelabuhan angkutan sungai, danau dan
penyeberangan; jasa angkutan sungai, danau dan penyeberangan. PT ASDP
Indonesia Ferry (Persero) Jl. Komyos Sudarso No. 47, Sungai Jawi Luar,
3

Pontianak menyadari bahwa perlu dan pentingnya penerapan K3


diperusahaan sehingga kerugian baik bagi perusahaan maupun bagi klien
dapat dicegah.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa secara langsung melihat lingkungan kerja dan
proses kerja suatu komunitas pekerja yang dapat merupakan faktor
risiko gangguan kesehatan dan kecelakaan, sehingga memahami
pengaruh lingkungan terhadap kesehatan

1.2.2 Tujuan Khusus


1 Mampu mengidentifikasi bahaya potensial/faktor risiko terhadap
kesehatan dan keselamatan pekerja di PT. ASDP Indonesia Ferry
Cabang Pontianak.
2 Mampu mengidentifikasi gangguan kesehatan yang mungkin timbul
dengan adanya bahaya potensial tertentu di PT. ASDP Indonesia
Ferry Cabang Pontianak.
3 Mampu menjelaskan upaya perlindungan dan pencegahan yang telah
dilakukan oleh perusahaan PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang
Pontianak.
4 Mampu memberikan rekomendasi untuk perbaikan upaya kesehatan
dan keselamatan kerja bagi pekerja di PT. ASDP Indonesia Ferry
Cabang Pontianak, yang bersifat evidence – based.
BAB II
HASIL KUNJUNGAN

2.1 Informasi Umum Perusahaan


2.1.1 Profil Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang
Pontianak
Alamat : Jl. Komodor Yos Sudarso, No. 47, Pontianak
Provinsi : Kalimantan Barat
Jumlah SDM : 166 orang
SDM laut : 139 orang
SDM darat : 27 orang
Jumlah Lintasan : 3 lintasan
Jumlah Kapal : 12 kapal
Telepon/fax : (0561) 773200 / (0561) 773100

2.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan

General manager

Manager keuangan,
Manager usaha Manager teknik
SDM &umum

nahkoda

Supervisor Kasir
Pengendali
pelabuhan
dokumentasi

Staf Staf Staf

4
5

2.1.3 Sejarah
PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) pertama kali terbentuk dengan
SK Menteri Perhubungan No. KM. 50/RPHB/73 tanggal 27 maret 1973.
Sebagai unit usaha mempunyai tugas mengelola kapal-kapal sungai, danau,
dan ferry yang berangsur-angsur pengadaannya dilakukan dengan anggaran
Pelita (Pembangunan Lima Tahun) dengan sebutan proyek ASDF.
Pada mulanya pelaksanaan pengelolaan dirangkap kepada inspeksi 2
LLASDF, yang pada umumnya telah lebih dahulu dibentuk di masing-
masing daerah, sehingga mengakibatkan terjadinya pembauran pelaksanaan
tugas (Tugas pengusahaan dan tugas pemerintahan), adapun daerah-daerah
yang melaksanakan tugas dimaksud adalah:
1. Jabar – Lampung
2. Jambi – Sumbar
3. Pontianak – Kalbar
4. Samarinda – Kaltim
5. Bali – NTB
6. Sulsera
7. Jayapura
Untuk di Pontianak disebut Sub Proyek ASDF Kalbar dengan armada
yang ada pada saat itu sebanyak 3 unit kapal yaitu Kmp. Merawan 1, KMP.
Merawan 2 dan KMP Merawan 3 dengan melayani lintas Kota-Siantan dan
Semuntai. Pada tahun 1986 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
No. 8/1986 tanggal 4 Februari 1986, Proyek ASDP dialihkan status menjadi
Perusahaan Umum Angkutan Sungai dan Penyeberangan (Perum ASDP),
dan seiring dengan pertumbuhan dan mobilitas guna menghadapi persaingan
bebas dengan mempertimbangkan peningkatan kualitas pelayanan,
Pemerintah menerbitkan PP No. 15 tahun 1992 dengan akte notaris nomor
86 tertanggal 29 Juni 1993, Perum ASDP beralih status menjadi Perusahaan
Perseroan dengan nama PT. Angkatan Sungai Danau dan Penyeberangan
(PT. ASDP).
6

Pada tahun 2004 PT. ASDP (Persero) berubah identitas Perusahaan


dengan diterbitkannya Surat Keputusan Direksi No.
SK.488/UM.201/ASDP-2004 tanggal 31 Agustus 2004 tentang Identitas
Perusahaan dan akte notaris No.9 tertanggal 24 November 2004 PT.
Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan atau ASDP (Persero) menjadi
PT. ASDP. Indonesia Ferry (Persero).

2.1.4 Visi dan Misi Perusahaan


A. VISI
1. Menjadi perusahaan jasa pelabuhan dan penyeberangan yang terbaik dan
terbesar di Indonesia dan Regional.
2. Mampu memberikan nilai tambah bagi stakeholders

B. MISI
1. Menyediakan prasarana pelabuhan dan sarana kapal penyebrangan yang
tangguh sebagai pendukung dalam sistem logistic nasional
2. Memiliki standar pelayanan internasional yang didukung oleh tenaga
professional dan manajemen bisnis modern serta tata kelola perusahaan
(GCG) yang baik.
3. Menguasai pangsa pasar nasional dan memperluas jaringan operasional
sampai ke tingkat regional untuk memaksimalkan pertumbuhan dan
keuntungan.
4. Memaksimalkan peran sebagai korporasi dan infrastruktur Negara serta
agenpembangunan.

5.2 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Perusahaan


ASDP Indonesia Ferry Cabang Pontianak memiliki dua jaminan
kesehatan untuk seluruh pegawai berupa BPJS dan Mandiri in Health.
Mandiri in Health merupakan jaminan kesehatan utama di ASDP dengan
fasilitas dan sarana yang mumpuni. BPJS merupakan hal yang wajib dimiliki
terutama oleh pegawai BUMN. ASDP Indonesia Ferry Cabang Pontianak
bekerja sama dengan Rumah Sakit di Pontianak dalam hal nya untuk
7

melakukan medical check up atau pengobatan. Rumah sakit yang menjadi


rujukan ialah Rumah Sakit Umum Santo Antonius dan Rumah Sakit Umum
Daerah Soedarso. Untuk Rumah Sakit khusus bersalin memiliki rujukan
kepada Rumah Sakit Anugerah Bunda Khatulistiwa dan Rumah Sakit
Bersalin Jeumpa. Jaminan kesehatan ini memudahkan untuk pegawai yang
berkerja di kantor maupun di lapangan untuk mendapat akses kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, didapatkan bahwa penyakit
yang paling banyak di alami oleh pegawai di kantor maupun di lapangan
adalah penyakit umum, seperti kolesterol tinggi, gula darah tinggi dan
hipertensi. Hal ini disebabkan oleh tidak terkontrolnya asupan makan,
terutama yang bekerja di lapangan.
Upaya pengendalian kesehatan dan keselamatan kerja pada PT. ASDP
Indonesia Ferry Cabang Pontianak adalah pengendalian secara administratif
dan penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerja dan perlengkapan
keselamatan di kapal bagi penumpang dan pekerja. Pengendalian secara
administratif adalah dengan melakukan pergantian berjaga pada engine room,
serta pengaturan jam kerja. Penyedian berupa Alat Pelindung Diri (APD) bagi
pekerja, disediakan safety shoes, safety helmet, ear plug, dan tali pengaman.
Pengendalian terakhir ialah perlengkapan keselamatan di kapal antara lain :2
1. Dokumen
Dokumen untuk keselamatan sangat penting keberadaanya dikapal, antara
lain yang dipersyaratkan adalah :
a. Fire control plan, merupakan gambar/ denah yang menunjukkan letak,
posisi, jenis dan jumlah alat keselamatan dan pemadam kebakaran
dikapal.
b. Muster list and emergency procedure, merupakan daftar dan tugas awak
kapal untuk keadaan darurat.
2. Perlengkapan penyelamat jiwa. Yang termasuk dalam peralatan ini adalah:
a. Parachute distress signal (isyarat bentuk parasut).
8

b. Sekoci (life boat), perahu penolong dengan kapasitas sesuai jumlah


penumpang. Pada setiap sisi Sekoci dilengkapi dengan bermacam
perlengkapan,untuk digunakan sebagai alat survival.
c. Dewi-dewi (davits), sebagai peralatan untuk menurunkan atau
meluncurkan, sekoci ke laut, sistim peluncuran ini juga dilengkapi
beberapa peralatan,penunjang seperti tali, tangga, lampu.
d. Rakit penolong kembung (inflatable liferaft) peralatan penolong berupa
rakit penyelamat yang terbuka menyerupai perahu karet setelah
dilempar kelaut. Rakit penolong ini ditempatkan disisi kiri dan kanan
kapal dengan kapasitas setiap sisi sesuai penumpang.
e. Life jacket yang harus memenuhi syarat dan dilengkapi dengan peluit
serta lampu. Pelampung harus berwarna orange dan ditambah material
reflective supaya terlihat dari jauh dan pada malam hari saat pencarian.
f. Lifebuoys, ban pelampung untuk menolong orang yang terjatuh kelaut.
Pelampung ini dilengkapi dengan tali sepanjang 27.5 m, ada yang
dilengkapi smoke signal dan lampu yang dapat menyala sendiri (self
igniting light). Pada pelampung ditulis nama kapal dan pelabuhan
pendaftaran.
Selain keseluruhan alat tersebut di atas, sebuah kapal tentunya harus
dilengkapi pula dengan pompa pemadam, hidran, selang dan alat pemadam.
Selaras, ditegaskan bahwa harus memiliki perlengkapan pemadam kebakaran
untuk ruang muat maupun perlengkapan pemadam lain.

5.2 Keadaan Lingkungan Perusahaan


Fasilitas yang berhubungan dengan kesehatan kerja sering diabaikan
karena tidak dipandang memiliki dampak langsung pada produktivitas.
Namun, untuk tetap sehat, pekerja membutuhkan fasilitas di tempat kerja
yang memadai seperti air minum yang bersih, toilet, sabun dan air untuk
mencuci dan tempat untuk makan dan istirahat. Jika mereka tidak memiliki
ini, produktivitas dapat memburuk. Begitu pula semangat dan kenyamanan
pekerja.
9

Dengan menyediakan fasilitas yang berhubungan dengan kesehatan,


perusahaan mendapatkan manfaat yang nyata untuk perusahaan sehingga
memiliki dampak langsung pada produktivitas. Ini juga merupakan cara
sederhana bagi manajemen untuk menunjukkan bahwa fasilitas yang
disediakan itu bermanfaat untuk kesehatan pekerja, khususnya ketika pekerja
diberi kesempatan untuk mendapatkan fasilitas yang penting bagi mereka.
Pekerja umumnya mampu memprioritaskan kebutuhan mereka sendiri,
sehingga semua inisiatif kesehatan akan lebih berhasil jika pihak manajemen
mereka memakai ide-ide dari pekerja.
Fasilitas apa yang paling mempengaruhi kesejahteraan para pekerja
antaranya akses untuk air minum, toilet dan tempat cuci, ruang kantin atau
tempat makan yang bersih dan terlindungi dari cuaca dan P3K di Tempat
Kerja. Lingkungan kerja sangat penting diperhatikan karena sangat
berhubungan dengan kesehatan pekerja, ketika lingkungan tidak bersih maka
pekerja beresiko tinggi terpapar oleh penyakit. Berdasarkan pengamatan
lingkungan kerja di PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Pontianak,
lingkungannya cukup bersih yang mana tersedia toilet, dapur, dan kamar
istirahat pekerja. Ada beberapa hal yang berhubungan dengan lingkungan
sekitar pekerja dan harus tersedia yaitu:
1. Toilet atau tempat mencuci
Toilet dan fasilitas mencuci sangat penting disediakan di tempat kerja.
Akses ke toilet adalah kebutuhan dasar. Dalam sebuah tempat kerja dengan
jumlah staf yang besar, perlu memiliki beberapa toilet dan urinal, fasilitas
terpisah bagi pekerja wanita dan laki-laki. Fasilitas ini harus ditempatkan
untuk menghindari berjalan jauh menuju tempat tersebut dan tidak
menunggu lama serta tidak boleh terhubung langsung dengan tempat kerja
dan letaknya harus dinyatakan dengan jelas. Adapun standar jumlah toilet
adalah sebagai berikut: 1
a. Untuk 1 – 15 orang pekerja = 1 kakus
b. Untuk 16 – 30 orang pekerja = 2 kakus
c. Untuk 31 – 45 orang pekerja = 3 kakus
10

d. Untuk 46 – 60 orang pekerja = 4 kakus


e. Untuk 61 – 80 orang pekerja= 5 kakus
f. Untuk 81 – 100 orang pekerja = 5 kakus
g. Untuk tiap 100 orang pekerja = 6 kakus
Toilet dapat menjadi tempat beresiko penyakit menular dan, di
beberapa negara, penyakit dari nyamuk seperti Malaria. Untuk mengurangi
risiko ini, toilet perlu cukup terang dan berventilasi, harus ditempatkan jauh
dari makanan dan area kerja dan dibersihkan secara teratur. Sabun harus
disediakan untuk mencuci tangan (dengan pemberitahuan pengingat) dan
perusahaan harus proaktif dalam mendorong kebersihan dasar. Toilet yang
bersih harus yang memenuhi syarat sebagai berikut: 1
a. Tidak berbau dan ada kotoran yang terlihat
b. Tidak ada lalat, nyamuk atau serangga yang lain
c. Harus selalu tersedia air bersih yang cukup
d. Harus dapat dibersihkan dengan mudah dan paling sedikit 2 – 3x sehari
Berdasarkan pengamatan di tempat kerja PT ASDP Indonesia Ferry
(persero) Cabang Pontianak memiliki 4 fasilitas toilet. Dua toilet didalam
kapal dan dua toilet di pelabuhan. Dua toilet sekaligus untuk kamar mandi
yang berada di dalam kapal sudah memenuhi standar dimana keadaan
sekitarnya sudah bersih, terang dan jauh dari area makanan. Namun ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti kondisi toilet yang satu tempat
dengan tempat berkumpul, toilet umum, serta depan toilet yang licin karena
hal tersebut dapat menimbulkan seorang karyawan atau pekerja terjatuh. Hal
ini dapat menyebabkan cedera bagi pekerja maupun penumpang yang
selepas dari kamar kecil. 1
Dua toilet yang berada di pelabuhan masih belum memenuhi
persyaratan, yang mana kondisi lingkungan toilet kotor dan bau. Hal ini
dapat menjadi tempat yang beresiko tertular penyakit dan tempat
bersarangnya nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit malaria.
11

2. Ruang makan dan kantin


Penyediaan ruang makan dan atau kantin akan menunjang gizi kerja.
Gizi kerja akan menunjang kapasitas kerja. Ruang makan harus terletak jauh
dari ruang kerja untuk menghindari kontak dengan kotoran, debu atau zat
berbahaya yang ada selama proses kerja. Lokasi yang disediakan harus
senyaman mungkin, untuk memungkinkan pekerja bersantai selama istirahat
guna makan. Jika layanan kantin disediakan, maka fasilitas mencuci yang
sesuai dan kebersihan untuk makanan pekerja harus menjadi prioritas (jika
tidak, maka seluruh tenaga kerja berisiko terhadap penyakit yang
berhubungan dengan makanan). Penyiapan dan penyimpanan makanan juga
harus aman dan higienis.1
Berdasarkan hasil pengamatan kantin di pelabuhan PT ASDP
Indonesia Ferry Persero Cabang Pontianak mempunyai satu kantin, yang
keadaan kantin masih belum memenuhi kriteria seperti air untuk mencuci
peralatan, lantai yang kotor dan penggunaan air bersih masih belum
diperhatikan oleh penjual makanan maupun minuman ditempat tersebut. Hal
tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan pekerja seperti diare.

5.2 Identifikasi Faktor Risiko/Bahaya Potensial


Sebelum mengidentifikasi faktor risiko/potensi bahaya apa saja yang
terdapat pada PT. ASDP Indonesia Ferry Persero Cabang Pontianak, maka
perlu diketahui peran dan tugas dari beberapa pekerja atau petugas yang
langsung turun ke lapangan dan menyediakan jasa bagi para penumpang
kapal. Petugas yang diamati yaitu Nakhoda, Kelasi, dan Kepala Kamar
Mesin.
1. Nakhoda3
Nakhoda merupakan pimpinan, pemegang kewibawaan umum, penegak
hukum di bidang kelautan dan perikanan, perencana dan melakukan
pengendalian operasional di Kapal Pengawas Perikanan. Tugas Nakhoda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
12

a. berada di atas Kapal Pengawas Perikanan selama berlayar, kecuali


dalam keadaan yang sangat memaksa dan mendesak;
b. memastikan bahwa Kapal Pengawas Perikanan telah memenuhi
persyaratan kelaiklautan dan melaporkan kesiapan kapal kepada
Direktur yang membidangi operasional Kapal Pengawas Perikanan;
c. memperhatikan dan memelihara kondisi Kapal Pengawas Perikanan
tetap laik laut untuk berlayar;
d. menyelenggarakan jurnal Kapal Pengawas Perikanan sesuai dengan
format yang ditetapkan;
e. berwenang memberikan tindakan disiplin dan pemberian prestasi atas
perilaku yang dilakukan setiap ABK;
f. berwenang untuk melakukan tindakan untuk merubah arah Kapal
Pengawas Perikanan dan mengambil tindakan lain yang diperlukan;
g. menyusun dan mengusulkan rencana gelar operasi Kapal Pengawas
Perikanan;
h. mengajukan kebutuhan operasional dan logistik Kapal Pengawas
Perikanan selama beroperasi di laut;
i. memberi perintah dan tugas kepada ABK;
j. mengontrol pelaksanaan tugas ABK;
k. menciptakan keamanan dan kedisiplinan di Kapal Pengawas
Perikanan;
l. memperhatikan efisiensi pelayaran Kapal Pengawas Perikanan;
m. mengawasi kebersihan dan kesehatan di Kapal Pengawas Perikanan;
n. melakukan penyimpanan dokumen-dokumen penting;
o. memberikan tanggung jawab perorangan kepada masing-masing
ABK;
p. mengusulkan peningkatan karier dan prestasi ABK, melalui
pendidikan dan pelatihan;
q. menegakkan disiplin di atas Kapal Pengawas Perikanan;
r. bertanggungjawab terhadap operasional Kapal Pengawas Perikanan;
s. melaksanakan perintah atasan secara baik dan bertanggungjawab;
13

t. membuat laporan pelaksanaan tugas setelah melaksanakan operasi


pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan;
u. melakukan pengelolaan keuangan, menyiapkan dan membuat laporan
pertanggungjawaban keuangan; dan
v. memimpin pelaksanaan penghentian, pemeriksaan dan penahanan
kapal dan menentukan pelabuhan tujuan Adhock atau kawal terhadap
kapal perikanan yang diduga atau patut diduga melakukan tindak
pidana di bidang kelautan dan perikanan.
2. Kelasi3
Kelasi I, Kelasi II, Kelasi III, dan Kelasi IV merupakan pembantu Serang
dalam bertugas, baik selama Kapal Pengawas Perikanan berlayar, berlabuh
dan bersandar.Tugas Kelasi I, Kelasi II, Kelasi III, dan Kelasi IV, meliputi:
a. melaksanakan perintah Serang dan Perwira Kapal Pengawas
Perikanan;
b. membantu Juru Mudi di anjungan;
c. melakukan kebersihan deck, ruangan dan/atau kamar;
d. menyiapkan tali-tali pada saat kapal akan berlayar;
e. siaga di haluan/buritan pada saat kapal olah gerak dan menyiapkan
jangkar dan tali tambat dalam rangka sandar dan labuh;
f. mengawasi ketegangan tali pada waktu kapal sandar;
g. melakukan perawatan terhadap tali-tali kepil, jangkar, dan peralatan
lainnya di atas deck;
h. memberi pelumasan sling, derek, engsel-engsel pintu dan peralatan
deck lainnya;
i. melaksanakan/menjaga keselamatan kapal, ronda keliling deck pada
saat kapal sandar/berlabuh;
j. tugas jaga di deck pada waktu kapal berlayar dan pada waktu kapal di
pelabuhan.
3. KKM3
KKM merupakan pembantu Nakhoda Kapal Pengawas Perikanan yang
bertanggungjawab di bagian permesinan. Tugas KKM, meliputi:
14

a. memeriksa perlengkapan mesin Kapal Pengawas Perikanan;


b. mengontrol pengoperasian dan pemeliharaan mesin Kapal Pengawas
Perikanan dan semua yang ada hubungannya dengan permesinan;
c. memberi pengarahan kepada Masinis dan Oiler dalam pengoperasian
mesin induk dan mesin bantu serta motor-motor penggerak lainnya;
d. menerima laporan dari Masinis tentang kondisi mesin saat berlayar
maupun berlabuh;
e. memeriksa kesiapan bagian mesin secara keseluruhan dan melaporkan
kepada Nakhoda;
f. merencanakan perawatan berkala pada mesin induk, mesin generator
dan peralatan bantu lainnya;
g. merencanakan, membuat dan mengajukan daftar kebutuhan kamar
mesin seperti spare parts, bahan bakar, pelumas dan bahan-bahan
lainnya; dan
h. mencatat setiap penggantian suku cadang dan kegiatan perawatan dan
pemeliharaan mesin Kapal Pengawas Perikanan.
Kemudian data dikumpulkan melalui data primer dengan cara observasi
langsung, wawancara maupun dokumentasi kepada petugas yang bekerja untuk
mengidentifikasi bahaya potensial atau hazard yang mungkin terjadi dan bahkan
sebagian telah terjadi pada pekerja. Berikut ini beberapa temuan bahaya yang
didapatkan (tabel 1):
15

Tabel 1. Identifikasi Bahaya Potensial dan Risiko

Gangguan Kecelakaan yang


Bahaya Potensial Yang Sudah Dilakukan
Kesehatan Mungkin
Jabatan Cara Kerja Alat/
Ergo- Peratura
Fisik Biologi Kimia Psikologik Lingk APD
nomi n
Kerja
Nakhoda - Penaggung Ruang – Polisi - Posisi - ISPA √ √ - DamKar - Terbentur
jawab Sempit Udara duduk - Low - Medical - Tersandung
- Kemudi - Kursi Back kit - Terjatuh
kapal Tinggi Pain

Kelasi Pengatur Lantai – Polusi Berdiri - Cedera √ √ - Damkar - Terpeleset


keluar licin asap lama - Low Back - Sepatu - Tertabrak
masuknya kendaraan Pain kendaraan
kendaraan bermotor - Gangguan
pernapasa
n akibat
polusi
asap
kendaraan
16

Kamar Mengecek - Bising – Paparan Kamar - Cedera √ √ - Helm - Terpeleset


Mesin keadaan mesin Bahan Mesin - NIHL - Sepatu - Terbentur
mesin kapal - Suhu Bakar Sempit - Dehidrasi - Damkar
panas Mesin - Low Back - Ear plug
- Lantai Pain
licin - Keracunan
17

5.2 Penilaian Risiko Bahaya Potensial


Setelah mengidentifikasi bahaya potensial dan risiko, kemudian dilakukan
penilaian risiko dengan perangkingan untuk menentukan prioritas topik bahasan
dengan memperhatikan kriteria-kriteria tingkat keparahan atau perangkingan
risiko sebagai berikut:4
1. Likelihood (L) adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan (tabel 2).
2. Severity atau Consequences (C) adalah tingkat keparahan cedera dan
kehilangan hari kerja (tabel 3).
Tabel 2. Kriteria Likelihood4

Tabel 3. Kriteria Consequences4


18

Setelah menentukan nilai likelihood dan consequences dari masing-masing


sumber potensi bahaya, maka langkah selanjutnya adalah mengalikan nilai
likelihood dan consequences sehingga diperoleh tingkat bahaya (risk level) pada
risk matrix yang mana nantinya akan digunakan dalam melakukan perangkingan
terhadap sumber potensi bahaya yang akan dijadikan topik bahasan.4

Gambar 1. Matriks Risiko


Dari risk matrix di atas kemudian dapat dihitung skor risiko dan prioritas untuk
menentukan topik bahasan. Untuk menghitung skor risiko adalah sebagai berikut:2

Skor risiko = likelihood x consequences

Berikut ini merupakan penilaian risiko dari temuan potensi bahaya yang
diamati di PT. ASDP Indonesia Ferry Persero Cabang Pontianak.

No Jabatan Temuan Risiko Sumber L C S Risk


Hazard Hazard Level
1 Nahkoda Ruangan - Terbentur Lingkungan 3 2 6 Sedang
Sempit - Tersandung Kerja

Nakhoda - Gangguan Sikap 2 3 6 Sedang


Tidak Pernafasan Pekerja
19

Menggunakan akibat polusi


APD: Masker udara (kabut
asap)

Posisi Duduk - Low Back Sikap 3 3 9 Tinggi


tidak Relax Pain Pekerja

Kursi Terlalu - Terjatuh Alat Kerja 1 2 2 Rendah


Tinggi

2 Kelasi Lantai Licin - Terpeleset Oli dan 4 4 16 Ekstrim


Genangan
Air
Kelasi tidak - Gangguan Sikap 2 3 6 Sedang
menggunakan Pernafasan Pekerja
APD: Masker akibat polusi
dan Helm asap
kendaran
bermotor
(kabut asap)
Berdiri Terlalu - Low Back Sikap 3 3 9 Tinggi
Lama Pain Pekerja

3 Kamar Bising Mesin - NIHL Alat Kerja 3 4 12 Tinggi


Mesin
Suhu Panas - Dehidrasi Alat Kerja 2 1 2 Rendah
Lantai Licin - Terpeleset Oli Mesin 4 4 16 Ekstrim
Paparan - Keracunan Lingkungan 4 3 12 Tinggi
Bahan Bakar Kerja
Mesin
Kamar Mesin - Terbentur Lingkungan 3 2 6 Sedang
Sempit - Low Back Kerja 3 3 9 Tinggi
(jongkok) Pain akibat
posisi
membungku
k
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya,
hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja
bersifat teknik dengan sasarannya adalah lingkungan kerja. Kesehatan kerja
adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta praktiknya yang
bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun sosial
dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-
penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin berubah, bukan sekadar
“kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya
kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of
all at work). Kesehatan kerja bersifat medis dengan sasarannya adalah
manusia.5

Gambar 2. Lambang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)5

20
21

a. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


2) Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan
produktivitas nasional.
3) Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
tersebut.
4) Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan
efisien.
b. Organisasi keselamatan kerja
Tujuan utama dibentuknya organisasi keselamatan kerja ialah
untuk mengurangi tingkat kecelakaan, sakit, cacat, dan kematian akibat
kerja, dengan lingkungan kerja yang sehat, bersih, aman, dan nyaman.
Organisasi bisa dibentuk di tingkat pemerintah, perusahaan atau oleh
kelompok atau serikat pekerja. Di Indonesia, organisasi pemerintah yang
menangani masalah keselamatan kerja di tingkat pusat dibentuk di bawah
Direktorat Pembinaan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di
samping itu, organisasi K3 dibentuk di perusahaan-perusahaan dan ikatan
ahli tertentu.5

3.1.1 Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen
secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung
jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan,pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko,
yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif. Salah satu peraturan perundangan yang mengatur
mengenai SMK3 adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun
1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
SMK3 merupakan sistem manajemen yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan lainnya seperti sistem manajemen mutu dan
22

lingkungan. Peranan SMK3 di perusahaan dapat menjadi pembuat keputusan


perusahaan dalam melakukan aktivitas dan pembelian barang dan jasa.
Tujuan dan saran SMK3 adalah menciptakan suatu system keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga
kerja dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus
orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran, dan PAK wajib
menerapkan sistem manajemen K3. SMK3 wajib dilaksanakan oleh pengurus,
pengusaha, dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan. Karena SMK3
bukan hanya tanggung jawab pemerintah, masyarakat, pasar atau dunia
internasional saja tetapi juga tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan
tempat kerja yang aman bagi pekerjanya. Berikut ini manfaat dari penerapan
SMK3 seperti berikut.
1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja
2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga
kerja merasa aman dalam bekerja.
4. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.
5. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi pekerja dan
perusahaan.
6. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik sehingga
membuat umur semakin lama dan tahan lama.
Berikut ini merupakan diagram yang menunjukkan lima prinsip
penerapan SMK3 sesuai Permenaker No. 05/MEN/1996. Tahap pertama
dalam SMK3 yaitu adanya komitmen dan kebijakan mengenai SMK3 baik
secara internal di dalam perusahaan maupun eksternal di luar perusahaan
seperti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai SMK3.
23

Tahap kedua yaitu perencanaan SMK3 di mana komponen-komponen yang


terdapat dalam perencanaan yaitu hasil dari analisa risiko, persyaratan hukum,
rekaman kecelakaan, hasil audit yang dilakukan sebelumnya, persyaratan
internal perusahaan, dan hasil investigasi yang dilakukan sebelumnya. Tahap
selanjutnya setelah perencanaan dilakukan yaitu penerapan SMK3 di
perusahaan.6

3.1.2 Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja7,8


Keselamatan dan kesehatan kerja bertalian dengan apa yang disebut
dengan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang
berhubungan dengan pelaksanaan kerja yang disebabkan karena faktor
melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja juga diartikan sebagai kecelakaan
yang terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian yang tidak diduga semula dan
tidak dikehendaki yang mengacaukan proses aktivitas kerja. Kecelakaan kerja
ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan
yang dapat mendatangkan kecelakaan ini disebut sebagai bahaya kerja.
Bahaya kerja ini bersifat potensial jika faktor-faktor tersebut belum
mendatangkan bahaya. Jika kecelakaan telah terjadi, maka disebut sebagai
bahaya nyata. Lalu Husni secara lebih jauh mengklasifikasikan ada empat
faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu:
a. Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan
tentang industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja
b. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat
dari besi dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga
menyebabkan kecelakaan kerja.
c. Faktor sumber bahaya, meliputi:
 Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja
yang teledor serta tidak memakai alat pelindung diri.
 Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak
aman serta pekerjaan yang membahayakan.
24

d. Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya,


ventilasi, pergantian udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.
Dari beberapa faktor tersebut, Suma’mur menyederhanakan faktor
penyebab kecelakaan kerja menjadi dua yaitu:
a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe
human act atau human error).
b. Keadaan lingkungan yang tidak aman.
Diantara penyederhanaan tersebut, faktor manusia adalah penyebab
kecelakaan kerja di Indonesia yang paling dominan. Para ahli belum dapat
menemukan cara yang benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan
karyawan yang tidak aman tersebut. Tindakan-tindakan tersebut diantaranya
membuat peralatan keselamatan dan keamanan tidak beroperasi dengan cara
memindahkan, mengubah setting, atau memasangi kembali, memakai
peralatan yang tidak aman atau menggunakannya secara tidak aman,
menggunakan prosedur yang tidak aman saat mengisi, menempatkan,
mencampur, dan mengkombinasikan material, berada pada posisi tidak aman
di bawah muatan yang tergantung, menaikkan lift dengan cara yang tidak
benar, pikiran kacau, tidak memperhatikan tanda bahaya dan lain-lain.
Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu akibat yang berupa
kerugian. Kerugian yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan mesin, biaya
perawatan dan pengobatan korban, tunjangan kecelakaan, hilangnya waktu
kerja, serta menurunnya mutu produksi. Sedangkan kerugian yang bersifat
non ekonomis adalah penderitaan korban yang dapat berupa kematian, luka
atau cedera dan cacat fisik.7,8
Suma’mur secara lebih rinci menyebut akibat dari kecelakan kerja
dengan 5K yaitu:8
a. Kerusakan
b. Kekacauan organisasi
c. Keluhan dan kesedihan
d. Kelainan dan cacat
e. Kematian
25

3.2 Potensi Bahaya dan Resiko


Potensi Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden
yang berakibat pada kerugian. Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi
suatu kejadian yang berbahaya dan peluang terjadinya kejadian tersebut.
Risiko yang ditimbulkan dapat berupa berbagai konsekuensi dan dapat dibagi
menjadi empat kategori besar:
Tabel 4: Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada
dampak korban1

Manajemen harus menyediakan lingkungan kerja yang aman untuk pria,


wanita, pekerja penyandang cacat dan lain-lain karena kebutuhan setiap kelompok
yang mungkin berbeda. Contohnya, mengangkat benda berat selama kehamilan
dapat meningkatkan risiko keguguran. Begitu pula, zat beracun tertentu yang
mengekspos para pekerja laki-laki muda dapat meningkatkan kemungkinan cacat
lahir pada anak-anak. Pada risiko yang berbeda (kadang sementara dan kadang
permanen), juga dapat mempengaruhi kesejahteraan pekerja. Sebagai contoh,
untuk ibu menyusui dan anaknya agar tetap sehat, maka ibu perlu untuk istirahat
guna menyusui bayinya. Begitu pula, seorang pekerja penyandang cacat mungkin
26

perlu ruang toilet yang lebih luas. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja harus cukup sensitif dalam mengidentifikasi dan membuat ketentuan untuk
semua situasi ini.1

3.3 Cedera
3.3.1 Definisi
Cedera merupakan rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal
diakibatkan karena keadaan patologis. Cedera adalah kerusakan fisik yang
terjadi ketika tubuh manusia tiba-tiba mengalami penurunan energi dalam
jumlah yang melebihi ambang batas toleransi fisiologis atau akibat dari
kurangnya satu atau lebih elemen penting seperti oksigen.9

3.3.2 Klasifikasi
Cedera dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 10
A. Berdasar berat ringannya, cedera dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Cedera Ringan
Cedera yang tidak diikuti kerusakaan yang berarti pada jaringan tubuh
kita, misalnya kekakuan otot dan kelelahan. Pada cedera ringan
biasanya tidak diperlukan pengobatan apapun, dan cedera akan sembuh
dengan sendirinya setelah beberapa waktu.
2) Cedera Berat
Cedera yang serius, dimana pada cedera tersebut terdapat kerusakan
jaringan tubuh, misalnya robeknya otot atau ligamen maupun patah
tulang. Kriteria cedera berat :
a. Kehilangan substansi atau kontinuitas
b. Rusaknya atau robeknya pembuluh darah
c. Peradangan lokal (ditandai oleh kalor/panas, rubor/kemerahan,
tumor/bengkak, dolor/nyeri, fungsi-olesi/tidak dapat digunakan
secara normal).
B. Berdasarkan jaringan yang terkena, cedera dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Cedera Jaringan Lunak
27

a. Cedera pada kulit


Cedera yang paling sering adalah ekskoriasi (lecet), laserasi
(robek), maupun punctum (tusukan).
b. Cedera pada otot/tendon dan ligamen
 Strain Adalah cedera yang terjadi pada otot dan tendon.
Biasanya disebabkan oleh adanya regangan yang berlebihan.
Gejala: Nyeri yang terlokalisasi, kekakuan, bengkak, hematom
di sekitar daerah yang cedera.
 Sprain Adalah cedera yang disebabkan adanya peregangan yang
berlebihan sehingga terjadi cedera pada ligamen. Gejala : nyeri,
bengkak, hematoma, tidak dapat menggerakkan sendi, kesulitan
untuk menggunakan ekstremitas yang cedera.
2) Cedera Jaringan Keras
Cedera ini terjadi pada tulang atau sendi. Dapat ditemukan bersama
dengan cedera jaringan lunak. Yang termasuk cedera ini:
a. Fraktur (Patah Tulang) Yaitu diskontinuitas struktur jaringan tulang.
Penyebabnya adalah tulang mengalami suatu trauma (ruda paksa)
melebihi batas kemampuan yang mampu diterimanya. Bentuk dari
patah tulang dapat berupa retakan saja sampai dengan hancur
berkeping-keping. Patah tulang dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu :
 Patah Tulang Tertutup. Dimana patah tulang terjadi tidak diikuti
oleh robeknya struktur di sekitarnya.
 Patah Tulang Terbuka. Dimana ujung tulang yang patah
menonjol keluar. Jenis fraktur ini lebih berbahaya dari fraktur
tertutup, karena dengan terbukanya kulit maka ada bahaya
infeksi akibat masuknya kuman-kuman penyakit ke dalam
jaringan.
b. Dislokasi adalah sebuah keadaan dimana posisi tulang pada sendi
tidak pada tempat yang semestinya. Biasanya dislokasi akan disertai
oleh cedera ligamen (sprain).
28

3.3.3 Penanganan Cedera


Solusi dan penanganan terhadap masalah cedera antara lain:11
A. Cedera Pada Kulit
1. Luka Lecet (ekskoriasi)
Pembersihan luka yang dianjurkan dapat menggunakan cairan
pembersih normal salin (NaCl). Normal salin merupakan cairan
fisiologis yang tidak akan membahayakan jaringan luka. Penggunaan
normal salin juga bertujuan untuk meningkatkan perkembangan dan
migrasi jaringan epitel. Setelah dibersihkan dengan normal salin, tutup
luka menggunakan kassa steril dan fiksasi.
2. Luka Robek (laserasi)
Luka robek pada umumnya memerlukan jahitan. Oleh karena itu,
tindakan pertolongan pertamanya ialah melakukan desinfeksi
kemudian menutupnya dengan plester atau kassa steril lalu membawa
korban ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan terdekat. Jika
diperlukan dapat diberikan antibiotika dan antitetanus untuk
mencegah infeksi atau serangan tetanus.
3. Luka Tusuk (punctum)
Apabila tusukan mengenai pembuluh darah yang besar, terlebih
dahulu lakukan tindakan untuk menghentikan perdarahan itu. Tutup
lukanya menggunakan kain / kassa steril dan balut dengan baik
kemudian segera membawa korban ke rumah sakit.
B. Cedera pada tendon (sprain dan strain)
Salah satu cara menangani cedera pada kasus sprain dan strain adalah
dengan PRICES (Protection, Rest, Ice, Compression, Elevation, Support),
yaitu :
1. Protect (Proteksi)
Proteksi bertujuan untuk mencegah cedera bertambah parah dengan
mengurangi pergerakan bagian otot yang cedera. Proteksi dapat
menggunakan air splint dan ankle brace.
2. Rest (Istirahat)
29

Istirahatkan bagian tubuh yang cedera selama 2-3 hari untuk


mencegah cedera bertambah parah dan memberikan waktu jaringan
untuk sembuh.
3. Ice (Pemberian Es)
Pemberian kompres es bertujuan untuk mengurangi peradangan.
Kompres es akan menyebabkan menyempitnya pembuluh darah pada
daerah yang dikompres sehingga mengurangi aliran darah ke tempat
tersebut dan meredakan peradangan. Berikut adalah cara penggunaan
kompres es: es ditempatkan dalam kantong dan dibungkus sebelum
dipakai. Tidak boleh ada kontak langsung antara es dan kulit.
Kompres es pada daerah luka selama 20 menit setiap 2 jam, selama 1-
2 hari. Kompres es dihentikan ketika peradangan berkurang. Ciri-ciri
adanya peradangan: kemerahan, bengkak, panas, rasa nyeri, dan tidak
bisa digerakkan.
4. Compression (Kompresi)
Kompresi bertujuan untuk mencegah pergerakan otot dan juga dapat
mengurangi pembengkakkan. Kompresi dilakukan dengan
menggunakan elastic bandage atau ankle taping. Dalam melakukan
kompresi, harus diperhatikan jangan sampai kompresi terlalu ketat.
5. Elevation (Elevasi)
Elevasi dilakukan dengan menopang bagian yang cedera dengan suatu
benda agar daerah yang cedera lebih tinggi dari permukaan jantung.
Elevasi bertujuan untuk mengurangi tekanan dan aliran darah ke
daerah cedera serta mengurangi pembengkakkan.
6. Support
Support bertujuan untuk mencegah pergerakan otot yang berlebihan
dan pencegahan cedera berulang.
C. Fraktur
Penatalaksanaan fraktur telah banyak mengalami perubahan dalam waktu
sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing
mempunyai banyak kerugian karena waktu berbaring lebih lama. Oleh
30

karena itu tindakan ini banyak dilakukan pada orang dewasa. Bila keadaan
penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan
salah satu cara dibawah ini:
1. Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan
traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot
dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat
penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota
gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan. Traksi
longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi
spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang
di posterior untuk mencegah pelengkungan.
2. Fiksasi interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan
piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi
interna merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan
patah tulang disertai komplikasi.
3. Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/
trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi)
bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu
alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
4. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan ORIF
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk
membungkus secara keras daerah yang mengalami patah tulang.
Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang
yang patah agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya
pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah
tersebut.
5. Penyembuhan Fraktur
31

Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang,


sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan
beban secara lebih awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan
yang sederhana: reduksi, mempertahankan dan lakukan latihan.

3.4 Program K3 yang seharusnya dilaksanakan


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu ilmu
perilaku yang mencakup aspek sosial dan eksak tidak terlepas dari tanggung
jawab keselamatan dan kesehatan kerja baik dari segi perencanaan maupun
pengambilan keputusan dan organisasi, baik kecelakaan kerja, gangguan
kesehatan, maupun pencemaran lingkungan harus merupakan bagian dari
biaya produksi.12
Manajemen K3 pada dasarnya mencari dan mengumpulkan kelemahan
operasional yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan mengungkapkan sebab suatu kecelakaan (akar masalah),
dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dapat dilakukan ataukah
tidak. Kesalahan operasional yang kurang lengkap , keputusan yang tidak
tepat, salah perhitungan, dan manajemen yang kurang tepat dapat
menimbulkan risiko terjadinya kecelakaan.12

Gambar 3. Manajemen Akar Kecelakaan Kerja


32

Gambar 4. Proses dalam manajemen risiko AS/NZS 436013


Dasar hukum pelaksanaan program K3, yaitu:
1. Pasal 27 ayat (2), UUD Tahun 1945
“setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”.
2. Undang-undang No. 13 tahun 2003 pasal 86
“setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja, moral dan kesusilaan
dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama”.
Penerapan sistem manajemen K3 kemaritiman:
1. Keselamatan dan keamanan personal
Setiap orang yang bekerja di perusahaan ke maritiman harus menggunakan
peralatan K3 pada waktu bekerja sesuai dengan spesifikasi pekerjaannya
2. Keamanan peralatan
Semua pertalan yang akan digunakan hendaknya selalu di evaluasi untuk
mengetahui apakah seluruh peralatan layak di gunakan
3. Pemasangan instalasi pengaman
Peralatan atau mesin yang dipergunakan, hendaknya selalu di periksa
apakah alat pengamannya sudah terpasang dengan benar sesuai dengan
standar nasional untuk alat tertentu
4. Kesehatan kerja
33

a. Sirkulasi udara
Mengevaluasi sirkulasi udara di dalam kapal maupun di luar kapal
untuk mengetahui adanya risiko penyakit ISPA
b. Kebisingan
Untuk mengantisipasi kebisingan dalam bekerja di kapal, pada saat
pengecekkan mesin kapal perlu menggunakan alat penutup telinga
atau pelindung telinga
c. Posisi kerja
Posisi bekerja yang terus menerus atau monoton akan
menimbulkan penyakit akibat kerja sehingga diperlukannya posisi
bekerja yang fleksibel. Apabila diharuskan dalam posisi yang
monoton, diperlukan istirahat yang cukup
d. Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan di dalam kapal maupun di luar kapan
mempunyai peran penting dalam terjadinya kecelakaan kerja,
seperti lantai licin. Lingkuan kotor juga dapat menjadi sumber
penyakit sehingga diperlukannya pekerja khusus untuk
membersihkannya
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kunjungan perusahaan yang dilakukan di PT. ASDP


Indonesia Ferry Persero Cabang Pontianak, ditemukan berbagai macam bahaya
potensial di tempat kerja terutama pada pekerja atau petugas yang bekerja di
dalam kapal dalam memberikan pelayanan jasa. Observasi yang dilakukan hanya
terbatas pada tiga golongan pekerja yakni Nakhoda, Kelasi dan Kepala Kamar
Mesin.
Hasil pengamatan menunjukkan terdapat 9 bahaya potensial yang ditinjau
dari segi fisik, biologi, kimia, ergonomi dan psikologi. Dari 9 bahaya potensial
digolongkan menjadi 4 jenis sumber bahaya meliputi sikap pekerja, lingkungan
kerja, alat kerja serta oli dan genangan air. Dari 9 temuan bahaya yang ditemukan
terdapat risiko bahaya yang tergolong rendah, sedang, tinggi dan ekstrim.
Menurut UNSW Health and Safety, risiko-risiko yang memiliki predikat
“Ekstrim” pada penilaian risiko harus mendapatkan prioritas untuk segera
dilakukan perbaikan.14
Risiko bahaya yang ditimbulkan pada area kerja khususnya di kapal PT.
ASDP Indonesia Ferry Persero Cabang Pontianak antara lain sebagai berikut:
1. Risiko ekstrim, yaitu terpeleset karena lantai yang licin akibat oli atau
genangan air di tempat kerja.
2. Risiko tinggi, yaitu Low Back Pain akibat posisi kerja yang tidak
ergonomis, NIHL akibat bising suara mesin di kamar mesin, dan
keracunan akibat menghirup bau bahan bakar mesin.
3. Risiko sedang, yaitu terbentur dan tersandung akibat ruangan kerja yang
sempit dan gangguan pernapasan atau ISPA akibat pekerja yang tidak
menggunakan APD seperti masker.
4. Risiko rendah, yaitu terjatuh akibat kursi yang terlalu tinggi dan dehidrasi
akibat suhu ruangan yang panas.
Banyak sekali faktor risiko yang dapat menimbulkan bahaya mulai dari
sikap pekerja yang kurang memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerjanya,

34
35

alat-alat penunjang kegiatan dalam bekerja, lingkungan pekerjaan yang kurang


mendukung dan kondisi area kerja yang rentan terhadap terjadinya kecelakaan
kerja dan menimbulkan masalah kesehatan. Pekerja sering kali bertindak tidak
aman yang membahayakan keselamatan mereka dan juga pekerja tidak memakai
APD (Safety helmet, Safety goggles, Safety gloves, Masker, Ear plug, Safety
shoes,) dalam melakukan pekerjaan maupun memasuki area kerja. Dari hasil
pengamatan, pekerja tidak menggunakan APD saat memasuki area kerja misalnya
tidak menggunakan pelindung telinga dan masker pada saat memasuki kamar
mesin untuk mengecek kondisi mesin yang rentan menimbulkan gangguan fungsi
pendengaran dan gangguan pernapasan. Di depan pintu ruangan, earmuff terlihat
hanya tergantung dan tidak digunakan para pekerja saat turun ke engine room.
Selain itu sikap pekerja yang berhubungan dengan posisi kerja seperti posisi
duduk yang tidak rileks dan pekerjaan yang sebagian besar dilakukan dalam
kondisi berdiri lebih mudah untuk mengalami keluhan pada punggung dan
pinggang.
Terlihat pula kondisi alat pekerjaan yang tidak ergonomis dalam menunjang
proses bekerja seperti kursi nakhoda yang terlalu tinggi sehingga rentan
menimbulkan nyeri punggung. Mesin yang memproduksi bunyi yang keras dan
pembakaran bahan bakar mesin yang menimbulkan suhu panas ruangan dapat
menyebabkan gangguan pendengaran dan dehidrasi.
Lingkungan kerja juga menjadi salah satu sumber bahaya yang dapat
mengenai para pekerja, misalnya ruangan yang sempit dapat menimbulkan
gangguan kesehatan para pekerja seperti terbentur atau tersandung akibat
banyaknya barang-barang yang ada di ruangan tersebut. Kondisi area kerja juga
dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti area kerja yang banyak tergenang
air atau licin akibat oli yang bertebaran dimana-mana khususnya di kamar mesin
dan bagian kelasi yang dapat menyebabkan terpeleset.
Risiko terakhir yang disebutkan yakni terpeleset karena lantai licin akibat
oli mesin/kendaraan atau genangan air dipilih sebagai prioritas masalah karena
tergolong risiko ekstrim dan dapat menimbulkan kondisi gangguan kesehatan
yang serius dan dapat menyebabkan cidera mulai dari yang ringan hingga berat.
36

Kondisi lantai kerja yang terbuat dari besi semakin mendukung risiko tersebut
untuk diambil sebagai bagian masalah prioritas karena dapat menimbulkan cedera
yang cukup parah.
Cedera merupakan suatu kerusakan fisik yang terjadi ketika tubuh manusia
mengalami atau mendapat kontak yang tiba-tiba dari tingkat energi yang tidak
tertahankan.15 Di Kawasan Asia Pasifik pada tahun 2008, cedera diperkirakan
menyebabkan kematian 2,9 juta orang yaitu 10% dari seluruh kematian dan
merupakan lebih dari setengah kematian akibat cedera di seluruh dunia.16
Kecelakaan kerja akibat terpeleset, tersandung, dan terjatuh merupakan salah satu
kecelakaan yang paling banyak dan dapat mengakibatkan cedera serius pada
pekerja. Di Inggris, kecelakaan karena terpeleset, tersandung dan terjatuh
menyumbang porsi 40% dari seluruh kecelakaan kerja berat. Sementara di
Amerika Serikat, kecelakaan ini menyumbang porsi 15% dengan frekuensi sekitar
12.000 setiap tahunnya. Bahkan 17% diantaranya menyumbangkan kematian.17
Terpeleset diakibatkan oleh terlalu sedikitnya faktor gesekan antara alas kaki
dengan lantai kerja sehingga menyebabkan pekerja kehilangan keseimbangan.
Penyebab terpeleset antara lain, produk basah atau tumpahan di lantai kerja,
produk kering yang menyebabkan lantai kerja licin, bahan lantai yang terlalu licin,
cairan yang sudah membeku, dan alas kaki yang tidak memiliki permukaan luas
untuk bergesekan dengan lantai.18
Kejadian terpeleset pada pekerja dapat menimbulkan berbagai macam
cedera mulai dari cedera ringan seperti luka-luka pada kulit sampai cedera berat
seperti cedera kepala, cedera tulang belakang dan fraktur.19,20 Kejadian kecelakaan
kerja dapat menimbulkan berbagai kerugian baik bagi pekerja, perusahaan,
masyarakat maupun lingkungan alam. Cedera yang dialami oleh pekerja terutama
menimbulkan kerugian bagi pekerja itu sendiri seperti kematian apabila
mengalami cedera parah, kecacatan fisik, trauma kejiwaan kesedihan keluarga
pekerja bahkan dapat menjadi beban bagi masa depan keluarga pekerja.21
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan
1. Terdapat 9 bahaya potensial di PT. ASDP Indonesia Ferry Persero
Cabang Pontianak yaitu, ruangan kerja yang sempit, pekerja tidak
menggunakan APD, posisi duduk nakhoda yang tidak rileks, kursi
nakhoda terlalu tinggi, lantai kerja licin, kelasi berdiri lama, bising
mesin, suhu panas kamar mesin, dan paparan bau bahan bakar mesin.
2. Gangguan kesehatan yang mungkin timbul akibat bahaya potensial
yang ditemukan di PT. ASDP Indonesia Ferry Persero Cabang
Pontianak meliputi, gangguan pernapasan, Low Back Pain, NIHL,
dehidrasi, keracunan, serta cedera akibat kecelakaan kerja seperti
terpeleset, tersandung, terjatuh dan terbentur.
3. Upaya perlindungan dan pencegahan yang telah dilakukan di PT.
ASDP Indonesia Ferry Persero Cabang Pontianak yakni program
jaminan kesehatan BPJS dan Mandiri in Health serta pengendalian K3
secara administratif dan penyediaan alat pelindung diri (APD).

5.2 Rekomendasi
1. Berdasarkan sumber bahaya dari sikap pekerja adalah:
a. Pembuatan Standar Operating Procedure (SOP) Penggunaan Alat
Pelindung Diri dan disiplin sikap dalam bekerja.
b. Pembuatan Visual Display penggunaan Alat Pelindung Diri di area
kerja untuk para pekerja agar mengerti APD mana yang harus
digunakan sebelum melakukan aktivitas kerja.
c. Pembuatan Standar Operating Procedure (SOP) Pelatihan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tentang penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD).

37
38

d. Pembuatan Jadwal Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(K3) tentang penggunaan Alat Pelindung Diri dalam kurun waktu
satu tahun kedepan.
e. Pembuatan Lembar Kontrol Pelanggaran penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) untuk para pekerja yang melakukan
pelanggaran.
2. Berdasarkan sumber bahaya dari alat kerja adalah melakukan upaya
penataan, pengecekan dan perbaikan alat-alat kerja secara rutin agar
sesuai dengan standar pemakaian dan kenyamanan pekerja.
3. Berdasarkan sumber bahaya dari lingkungan kerja adalah melakukan
pengukuran secara berkala dan perbaikan terhadap paparan zat kimia
yang melebihi nilai ambang batas dan mengatur tata ruang kerja agar
lebih ergonomis.
4. Berdasarkan sumber bahaya dari area kerja yang licin adalah dengan
menempel rambu-rambu K3 untuk mencegah dan meminimalisir
terjadinya kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA

1. ILO. Kesehatan dan Keselamatan Kerja: Sarana Untuk Produktivitas.


Geneva: International Labour Office. 2013.
2. Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam
Perspektif K3 OHS Risk Management Jakarta: Dian Rakyat.
3. Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014, Peraturan Direktur Jendral
Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan No. Per.91/DJ-
PSDKP/2014 tentang Pengembangan Jenjang Karir Awak Kapal
Pengawas Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
4. Kurniawati E, Sugiono, Yuniarti R. 2014. Analisis Potensi Kecelakaan
Kerja Pada Departemen Produksi Springbed Dengan Metode Hazard
Identification And Risk Assessment (Hira) (Studi Kasus : Pt. Malindo
Intitama Raya, Malang, Jawa Timur). Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Sistem Industri. 2(1): 11-23.
5. Redjeki S. Kesehatan dan keselamatan kerja. Jakarta: Kemenkes RI; 2016.
6. Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor : Per. 05/Men/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Menteri Tenaga Kerja. Jakarta; 1996.
7. Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi.
Jakarta: Rajawali Pers. 2003.
8. Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, jakarta : CV
Haji Masagung. 2001.
9. World Health Organization (WHO) (2014).Injuries and violence the
fact.http://who.int/violence_injury_prevention/key_facts/VIP_keyfacts.pdf
?ua=1. Diunduh 5 Agustus 2018.
10. Hardianto W. Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga.
Jakarta:EGC; 2005.
11. Potter, Perry. Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi
7. Vol. 3. Jakarta : EGC; 2010.

39
40

12. Kountur, Ronny. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. PPM,


Jakarta; 2008.
13. AS/NZS 4360. 3rd Edition The Australian And New Zealand Standard on
Risk Management. Broadleaf Capital International Pty Ltd. NSW
Australia.2004.
14. UNSW Health and Safety. 2008. Risk Management Program. Canberra:
University of New South Wales. (Online).
http://www.ohs.unsw.edu.au/ohsriskmanagement. Diakses tanggal 5
Agustus 2018.
15. Sastromihardjo. 1997. Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya Penyebab.
Kematian Utama Usia Produktif, Suatu Tantangan. Dalam
Pencegahannya. (Online),
eprints.undip.ac.id/263/1/I.Riwanto_Sastromihardjo.pdf. Diakses tanggal 5
Agustus 2018.
16. OECD/WHO. 2012. Mortality from injuries. Health at a glance:
Asia/Pacific 2012, OECD Publishing. (Online).
http://dx.doi.org/10.1787/9789264183902- 10 en. Diakses tanggal 5
Agustus 2018.
17. Health and Safety Executive. Preventing Slip and Trips at Work. United
Kingdom; 2012.
18. OSHA. 2011. Slips, Trips & Fall: Identification and Prevention. (Online).
https://www.google.co.id/url. Diakses tanggal 5 Agustus 2018.
19. Jagoda, A & Bruns Jr., J. Prehospital Management of Traumatic Brain
Injury. Theories and Practices. Taylor & Francis; 2006.
20. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
& Standar Prosedur Operasional (SPO). Jakarta: PERDOSSI; 2006.
21. Gunawan, FA & Waluyo. Risk Based Behavioral Safety: Membangun
Kebersamaan untuk Mewujudkan Keunggulan Operasi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama; 2015.
LAMPIRAN

41

Anda mungkin juga menyukai