Anda di halaman 1dari 9

Ikonisitas dan Arsitektur Ikonik Rumpun Metafora: Kasus Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim

Museum 1
dan Burj Al Arab
MOH. SUTRISNO
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Paradigma dan karya-karya arsitektur di belahan dunia selalu mengalami


perubahan. Dalam beberapa dekade terjadi perubahan prinsip-prinsip dan
kecenderungan arsitektural. Gejala muncul dan tenggelam juga tak dapat
dihindari. Perubahan wujud karya arsitektural tidak terlepas dari paradigma yang
terbangun pada para arsitek. Gejala sosial diluar bidang arsitekturpun turut
mempengaruhi pergeseran paradigma. Misalnya Tragedi pada bangunan
Apartemen Pruitt Igoe, karya Yamasaki pengikut aliran modern ortodoks. Sejak
kejadian itu terjadi peralihan paradigma di dunia arsitektur menyebabkan
munculnya beragam manifesto. Gerakan-gerakan baru yang muncul berlabel
Rationalism, Structuralism, Neo-Modernism, Late-modernism, Post modernism,
dan lain-lain. Perkembangan gerakan arsitektur setelah arsitektur modern
memunculkan variasi paradigma dari para ilmuan arsitektur. Pemikiran arsitektur
Post-modern dipopulerkan oleh Charles Jencks, yang kemudian menerbitkan buku
The New Modern. Selanjutnya ada istilah baru yaitu Super-Modern Architecture
oleh Conrad Jameson. Buku Chaos and Machine oleh Kauzo Shinohara dari
Jepang dan sekaligus melontarkan istilah Modern next, yang dapat di artikan lebih
modern dibandingkan dari yang paling modern sekalipun (Budihardjo, 1997).
Interpretasi dalam mencetuskan istilah-istilah tersebut tentu berdasarkan indikator
yang ada.
Fenomena tentang perbedaan pemikiran sejak dahulu telah ada dalam
sejarah mencari kebenaran dan ilmu pengetahuan. Bila kembali merujuk ke
sejarah para filsuf mencari kebenaran dengan filsafat dan logika, dahulu Thales
telah menerapkan rasionalisme dalam filsafatnya. Ini dilanjutkan dengan jelas
sekali pada orang-orang sofis. Tokoh besar dalam paham rasionalisme adalah
Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Dalam perkembangan pengetahuan muncullah
tokoh-tokoh penentangnya yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Ketika kebenaran
Ikonisitas dan Arsitektur Ikonik Rumpun Metafora: Kasus Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim
Museum 2
dan Burj Al Arab
MOH. SUTRISNO
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

masih diragukan, kata Descartes, matematika pun bisa salah, ia sering salah
menjumlah (angka), salah mengukur (besaran) juga demikian dengan gerak. Jadi,
ilmu pasti pun masih dapat Descartes ragukan (Tafsir, 2005).
Wacana Pruitt igoe telah menjadi fenomena dalam sejarah perkembangan
arsitektur. Namun fenomena pengeboman lainnya yang serupa tidak serta merta
disertai dengan perubahan paradigma dalam arsitektur. Seperti ketika terjadi
tragedi World Trade Centre tidak ada diskusi mengenai Post-Modernism. Wacana
“Dan Brown” mengemuka mengenai Piramid Louvre, yang dirancang oleh I.M
Pei. Pada tahun 2012 media memperbincangkan spekulasi doomsday yang
dielaborasi oleh inskripsi kuno Maya, namun tidak lagi ada diskusi ketika di awal
tahun 2013 terjadi tabrakan komet dengan bumi di Rusia (http://iplbi.or.id).
Pada tahun 2013, dunia arsitektur menganugerahkan Gold Medal Awards
kepada Thom Mayne, setelah sebelumnya meraih piala Pritzker Prize pada tahun
2005 (Peltason dan Grace, 2010). Thom Mayne berpendapat bahwa salah satu
tantangan utama arsitektur adalah integrasi sejarah masa lalu dan sekarang. Untuk
mencapai persatuan ini, terdapat permadani post-modern yang terjalin dari elemen
dengan hubungan kontradiktif (Peter cook, 1989). Ia telah berkecimpung di dunia
perancangan bersama perusahaannya bernama Morphosis. Perusahaan Morphosis
merupakan praktek interdisipliner dalam desain dan penelitian yang menghasilkan
inovasi, bangunan ikonik dan lingkungan perkotaan (http://morphopedia.com).
Thom Mayne memenangkan kompetisi desain bangunan ikonik di Paris yang akan
bersanding dengan Eiffel Tower. Seperti yang dikutip dalam sebuah situs
menjelaskan sebagai berikut:
"Phare" (lighthouse) is a new 300 metre (almost as high as Eiffel) tower to
be built in La Defence to help Paris compete with other thriving business
centres with-iconic buildings like London's Swiss Re building, knicknamed
"the Gherkin" . They don't like towers much in Paris- the Eiffel tower was
initially described by the author Guy de Maupassant as "an odious tower of
extreme bad taste". Mayne beat out the likes of Norman Foster and Rem
Koolhaas to win the competition.

(sumber: http://www.treehugger.com/sustainable-product-design/thom-mayne-to-
build-big-eco-tower-in-paris.html, diunduh tanggal 03-12-13)
Ikonisitas dan Arsitektur Ikonik Rumpun Metafora: Kasus Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim
Museum 3
dan Burj Al Arab
MOH. SUTRISNO
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Menurut artikel tersebut, Thom Mayne mampu mengalahkan Norman Foster


dan Rem Koolhaas dalam persaingan merancang menara di Paris. Suatu bangunan
ikonik dengan ketinggian 300 meter yang akan menjadi salah satu bangunan
tertinggi di Paris, menyaingi ketinggian Eiffel Tower. Menurut seorang penulis
yang bernama Guy de Maupassant mengatakan, Eiffel Tower dinilai sebagai
menara yang menjijikkan dan selera ekstrim yang buruk.
Fenomena tentang ikon sudah ada sejak dahulu dalam dunia arsitektur. Pro
dan kontra tentang arsitektur ikonik menghiasi media. Seperti kritik yang
dilakukan oleh Morrison (2004), ia mengatakan bahwa bangunan yang secara
sadar didesain untuk menjadi ikon itu tidak layak, isyarat minim makna dan
angkuh. Namun dalam sumber yang sama, kritikan itu ditanggapi oleh Piers
bahwa penilaian ikonik berasal dari masyarakat yang menilai bangunan itu
beresonansi. Pada kasus yang lain, Eiffel Tower yang notabene sudah lama
menjadi ikon Paris, apakah mungkin dapat tergantikan dengan munculnya Phare
Tower yang menurut perencanaannya akan selesai pembangunannya pada tahun
2017. Secara intuitif, arsitektur ikonik merupakan konsep yang memunculkan
gambar bangunan seperti Piramida di Mesir, Amphitheatrum Flavium atau
Colosseum di Roma, gedung Opera House di Sydney, gedung kembar Petronas di
Malaysia dan lain-lain.
Gagasan ikonisitas pertama diawali dalam diskusi tentang hubungan antara
bentuk dan isi (Newmeyer, 1992). Terkait dengan hubungan antara bentuk dan isi,
terdapat dalam beberapa penelitian mengenai hubungan tersebut dalam telaah
penanda dan petanda. Dalam semiotika juga membahas terkait dengan ikon,
Seperti Charles Pierce dalam Broadbent (1980) mengklasifikasikan tanda dalam
tiga jenis yaitu ikon, simbol dan indeks. Tanda juga dibahas oleh Juan Pablo
Bonta (1979) dalam istilah indikator, sinyal, sinyal semu, indeks dan indeks semu.
Indikasi ikonisitas misalnya Monumen Tugu menjadi salah satu tanda kota Jogja,
Gedung Pusat menjadi penanda kampus Universitas Gadjah Mada.
Pengkategorian bangunan menjadi gedung dan bukan gedung agar fungsinya
menjadi jelas, misalnya gedung pusat yang merupakan bangunan gedung
sedangkan tugu merupakan bangunan bukan gedung.
Ikonisitas dan Arsitektur Ikonik Rumpun Metafora: Kasus Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim
Museum 4
dan Burj Al Arab
MOH. SUTRISNO
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tidak hanya pada dunia arsitektur akan tetapi juga diaspek kebudayaan
manusia yang lainnya. Misalnya batik yang menjadi penanda kebudayaan bangsa
Indonesia, Ka’bah menjadi penanda umat muslim di Dunia. Alam juga bisa
menjadi penanda suatu daerah seperti Danau Toba, Gunung Bromo dan lain
sebagainya. Seperangkat simbol yang diperoleh dari proses belajar dalam suatu
masyarakat dan jadikan untuk beradaptasi akan menghasilkan suatu kebudayaan.
Manusia atau lembaga dapat juga dipandang sebagai ikon atau penanda.
Fransiskus dkk (2008), dalam bukunya yang berjudul ‘bakti untuk indonesia, ikon
pembawa tradisi baru’, memilih beberapa tokoh nasional menjadi ikon atau
penanda dalam era reformasi. Tokoh-tokoh yang dipilih yaitu Amin Rais,
Baharuddin Jusuf Habibie, Denny J A, Sedangkan lembaga yang dipilih menjadi
ikon adalah Kontras, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Keenam nama tersebut sedikit banyaknya telah membuat sejarah, meninggalkan
perubahan yang telah memberi warna dan bentuk negara indonesia dalam era
reformasi.
Manusia tidak hanya bisa menjadi ikon tetapi juga menciptakan sesuatu
yang ikonik. Beberapa contoh bangunan ikonik dalam Muge Riza dkk (2011),
yaitu The Dancing House dan Guggenheim Museum oleh Frank O'Gehry,
Piramida Louvre oleh I.M.Pei, Swiss Re Office building oleh Norman Foster.
Menurut Jencks (2005), dalam Muge Riza dkk (2011), bangunan ikonik memiliki
kontribusi besar terhadap identifikasi citra dari kota atau tempat. Pada sampul
buku Jencks yang berjudul Iconic Building, tampak bangunan Swiss Re Office
Building karya Norman Foster, yang mengindikasikan bahwa bangunan tersebut
telah menjadi ikon dalam sejarah perkembangan arsitektur. Jencks (2005)
menganalisis hampir pada semua bangunan dalam bukunya menjadi suatu
bangunan ikonik yang metaforis bagaikan Gereja Ronchamp.
Arti penting bangunan ikonik terhadap aspek lain sangat berpengaruh, salah
satunya di bidang ekonomi. Menurut Ahlfeldt dan Maennig (2010b) dalam
Ahlfeldt dan Mastro (2012) arsitektur ikonik memiliki potensi dampak positif bagi
ekonomi, karena: 1) pengeluaran wisatawan yang mengunjungi arsitektur ikonik,
2) efek gambar meningkatkan modal sosial dan optimisme konsumen, 3) utilitas
Ikonisitas dan Arsitektur Ikonik Rumpun Metafora: Kasus Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim
Museum 5
dan Burj Al Arab
MOH. SUTRISNO
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

langsung berasal dari pengaturan estetika dan 4) meningkatkan identifikasi dan


kebanggaan warga berkaitan dengan landmark. Melalui peningkatan permintaan
untuk ruang yang dekat dengan arsitektur ikonik, efek ini memiliki potensi
berpeluang dalam harga properti.
Penentuan suatu bangunan yang dapat dikategorikan sebagai bangunan
ikonik cenderung berdasarkan indikator tertentu. Ikonisitas suatu bangunan relatif
mampu membawa nilai simbolis dan estetika tertentu sesuai dengan lokasi
keberadaannya. Di lain sisi, obyektifitas estetika arsitektur ikonik dapat
menimbulkan pertentangan karena estetika relatif subyektif dan tergantung kepada
selera. Dalam penelitian Matt Patterson yang dipublikasikan tahun 2012, memilih
cara dengan menggunakan bangunan dari pemenang Pritzker Prize sebagai
bangunan ikonik. Bangunan-bangunan dikumpulkan dari karya-karya yang dipilih
dan terdaftar sebagai pemenang di website resmi Pritzker Prize (Hyatt
Foundation, 2011). Meskipun bukan merupakan ukuran yang tepat, hadiah adalah
indikator kongkret yang sering digunakan untuk mengoperasionalkan konsep jelas
tentang ‘starchitectutre’ yaitu bangunan yang dirancang spektakuler dan ikonik
terutama untuk menarik perhatian pada skala internasional (Patterson, 2012).
Penafsiran secara praktis dan instan cenderung tidak dapat dihindari dalam
memberi nama bangunan menjadi bangunan ikonik.

1.2. Rumusan permasalahan


Karya-karya arsitektur yang dirancang untuk menjadi ikon seperti karya
Tom Mayne yaitu Phare Tower. Secara empirik, ada indikasi metaforis pada
menara tersebut. Apakah menara akan menjadi ikon bagi kebudayaan masyarakat
atau tidak. Secara empirik, ada indikasi metaforis pada Phare tower. Mengingat
ada ikon yang secara alamiah dan tanpa disengaja telah menjadi simbol
kebudayaan seperti Eiffel Tower. Penting untuk mengkaji apa yang ada dibalik
bangunan yang telah menjadi ikon bagi objek yang dilambangkannya. Kejelasan
dibutuhkan dengan mengidentifikasi bangunan ikonik dari suatu karya arsitektur.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini memiliki pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah yang melatar belakangi perkembangan arsitektur ikonik ?
Ikonisitas dan Arsitektur Ikonik Rumpun Metafora: Kasus Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim
Museum 6
dan Burj Al Arab
MOH. SUTRISNO
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2. Bagaimanakah konsep bentuk dan strategi desain arsitektur ikonik rumpun


metafora ?

1.3. Tujuan penelitian


1. Verifikasi konsep-konsep ikonisitas dalam arsitektur ikonik dengan kasus
Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim Museum dan Burj Al Arab.

1.4. Manfaat penelitian


1. Secara umum memberikan pemahaman mengenai makna baru dalam
interpretasi karya-karya yang terlihat secara visual. Pengetahuan tentang
suatu proses yang dilakukan oleh peneliti secara ekspresif terhadap karya-
karya seni dan bentuk berdasarkan indikator tanda melalui semiotika.
2. Penelitian ini secara khusus bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan secara teoritis dalam disiplin pendidikan arsitektur, seperti
sejarah perkembangan arsitektur, penentuan analogi bentuk dalam proses
studio perancangan, interpretasi makna pada karya arsitektural dengan
kacamata semiotika.
3. Secara khusus bagi kalangan praktisi dan profesional arsitektur, dapat
menjadi salah satu alternatif dalam menciptakan suatu karya arsitektural
terkait dengan hubungan antara bentuk dan isi. Memberikan pendekatan
konsep bentuk untuk menghasilkan suatu karya yang dapat menjadi ikon
tehadap objek yang akan dilambangkannya. Melalui konsep bentuk dan
strategi desain agar bangunan yang dirancang menjadi suatu karya arsitektur
ikonik.

1.5. Keaslian Penelitian


Fokus penelitian ini yang membedakan dengan penelitian lainnya terletak
pada indentifikasi mengenai perkembangan arsitektur ikonik berdasarkan proses
yang melatar belakanginya, pendekatan filosofis, serta studi tentang tanda
khususnya ikon dengan pendekatan semiotika. Ikon dalam lingkup penanda dan
petanda terkait dengan karya-karya arsitektural sebagai produk budaya. Berbeda
Ikonisitas dan Arsitektur Ikonik Rumpun Metafora: Kasus Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim
Museum 7
dan Burj Al Arab
MOH. SUTRISNO
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dengan penelitian lainnya pada Program Pascasarjana Jurusan Arsitektur


Universitas Gadjah Mada mengenai tema yang berkaitan dengan arsitektur.
Namun dapat dijadikan rujukan dalam proses penelitian karena mempunyai
kesamaan dalam metode penelitian, yaitu metode content analysis. Penelitian
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tesis tentang Arsitektur Minimalis yang diteliti oleh Harry Kurniawan (2009)
Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
2. Tesis tentang Arsitektur Ekletik yang diteliti oleh Afifah Harisah (2005)
Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
3. Tesis tentang Arsitektur Postmodern yang diteliti oleh Ikhwanuddin (2004)
Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
4. Tesis tentang Arsitektur Dekonstruksi yang diteliti oleh Adityarini Natalisa
(2002) Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Penelusuran penelitian dengan mengidentifikasi substansi tentang arsitektur


ikonik di luar lingkup Universitas Gadjah Mada adalah sebagai berikut:
1. Penelitian tentang Kajian Karakteristik Bangunan Ikonik pada Gedung Puspa
Iptek Kota Baru Parahyangan oleh Erwin Yuniar Rahadian dkk (2013)
jurusan Arsitektur – FTPS – Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung.
2. Makalah tentang perkembangan Arsitektur Ikonik di berbagai belahan dunia
yang ditulis oleh Udjianto Pawitro (2012), Staf pengajar kopertis wilayah IV
pada Jurusan Arsitektur – FTPS – Institut Teknologi Nasional (Itenas)
Bandung.
3. Jurnal tentang Ikonisitas Tata Panggung: Sebuah Kajian Semiotika Seni Rupa
Teater oleh Untung Tri Budi Antono (2008) dari Jurusan Teater, Fakultas
Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
4. Jurnal tentang Semiotika dalam Arsitektur oleh Agus Dharma dari Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Posisi keaslian penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya berdasarkan


substansi penelitian yaitu mengenai arsitektur ikonik dan studi semiotika. Setelah
Ikonisitas dan Arsitektur Ikonik Rumpun Metafora: Kasus Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim
Museum 8
dan Burj Al Arab
MOH. SUTRISNO
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

melakukan penelusuran dengan substansi yang sejenis, maka peneliti melakukan


suatu rangkuman terkait dengan isi dari penelitian sebelumnya. Untuk lebih
detailnya, maka peneliti menyajikannya sebagaimana terangkum pada tabel
dibawah ini.

Tabel 1.1. Posisi keaslian penelitian


Judul penelitian Tolak ukur Garis besar isi penelitian
pembanding
Perkembangan Identifikasi pada - Pemaparan secara deskriptif
Arsitektur ikonik substansi yaitu perkembangan arsitektur ikonik
diberbagai belahan arsitektur ikonik - Hubungan Arsitektur Ikonik dan
dunia trend globalisasi ekonomi kapitalis
- Arsitektur penanda tempat (place
icon) di belahan dunia.

Kajian karakteristik Identifikasi pada - Sejarah perkembangan arsitektur


Bangunan Ikonik substansi yaitu ikonik
Pada Gedung Puspa arsitektur ikonik - Ciri-ciri visual dari arsitektur
Iptek Kota Baru ikonik
Parahyangan - Tinjauan pengolahan fasad
- Analisis pada kasus Gedung Puspa
Iptek Kota Baru Parahyangan

Semiotika dalam Identifikasi pada - Perkembangan aliran semiotika


arsitektur substansi yaitu - Klasifikasi tanda dalam semiotika
semiotika - Aplikasi semiotika dalam arsitektur

Ikonisitas Tata Identifikasi pada - Pengertian semiotika


Panggung : Sebuah substansi yaitu - Semiotika dan tata panggung
Kajian Semiotika semiotika - Semiotika seni rupa teater
Seni Rupa Teater - Studi tentang ikonisitas pada seni
rupa teater
- Ikonisitas tata panggung teater
abad pertengahan
- Ikonisitas panggung renesans
serlians
Ikonisitas dan Arsitektur Ikonik Rumpun Metafora: Kasus Sydney Opera House, Bilbao Guggenheim
Museum 9
dan Burj Al Arab
MOH. SUTRISNO
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Judul penelitian Tolak ukur Garis besar isi penelitian


pembanding
Ikonisitas dan Substansi - Perkembangan Arsitektur Ikonik
Arsitektur Ikonik penelitian terkait - Menggali substansi “Icon” secara
Rumpun Metafora: arsitektur ikonik spesifik melalui semiotika.
Kasus Sydney Opera dan semiotika. - Studi gejala ikon (ikonisitas) dalam
House, Bilbao arsitektur.
Guggenheim - Analisis desain beberapa kasus.
Museum dan Burj Al bangunan yang termasuk arsitektur
Arab ikonik untuk mendapatkan konsep
bentuk dan strategi desain.
arsitektur ikonik.

(Sumber: konstruksi penulis, 2014)

Anda mungkin juga menyukai