Anda di halaman 1dari 19

BAB II

KONSEP TEORI
A. Pendahuluan
Demam dengue (dengue fever, selanjutnya disisngkat DF) adalah
penyakit yang terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa,
dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang
disertai leukopina, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfopati demam bifasik,
sakit kepala yang hebat, nyeri, rasa mengecap yang terganggu,
trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekia) spontan.
Demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever yang
kemudian disingkat DHF), ialah penyakit yang terutama terdapat pada
anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi. Uji Tourniquet
akan positif dengan/tanpa ruam dengan semua atau beberapa gejala
perdarahan seperti petekia spontan, purpura, ekimosis, epistaksis,
hematemesis, melena, trombositpenia, masa pendarahan dan masa
protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan gangguan maturasi
megakoriosit. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome,
selanjutnya disingkat DSS) ialah penyakit DHF yang disertai renjatan.
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid.
Kristaloid merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik
dilarutkan dalam air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik,
maupun hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan antara lain :
aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah.
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal
saline dan ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip
cairan ekstraselular. Kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang
interstitial, kristaloid banyak dipilih untuk resusitasi defisit cairan.
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau
biasa disebut “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat
zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik
yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler. Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih
efektif dan efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid
mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada
larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh
darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus.
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya
menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian besar
akan menetap dalam ruang intravaskular. Pemberian kedua cairan dapat
membantu volume cairan yanga ada dalam tubuh.
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana berdasarkan kelainan
utama yang terjadi yaitu kebocoran plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler. Pemberian cairan kristaloid isotonik merupakan
pilihan untuk menggantikan volume plasma yang keluar dari pembuluh
darah Pemilihan jenis cairan dan kecermatan penghitungan volume cairan
pengganti merupakan kunci keberhasilan pengobatan.

B. Etiologi
Virus dengue tergolong arbovirus (menurut taksonomi yang baru
dengue tergolong family Togaviridae) dan dikenal ada 4 serotipe. Dangue
1 dan 2 ditemukan di Iran ketika berlangsungnya perang Dunia ke-II,
sedangkan dangue 3 dan 4 di temukan pada saat wabah di Filipina tahun
1953-1954. Virus dangue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif
terhadap inaktivasi, oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada
suhu 70°C.

C. Epidemologi
Epidemik dengue dilaporkan pertama kali di Batavia oleh David
Bylon 1779, sedangkan DHF mula-mula dikemukakan oleh Quintos dan
kawan-kawan di Manila pada tahun1954.
DHF di Indonesia pertama kali dicurigai berjangkit di Surabaya
pada tahun 1968, tetapi kepastian virologik baru diperoleh tahun 1970.
Data yang dikumpulkan dari tahun 1968-1983 menunjukan DHF
terbanyak terjadi pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pederita dengan usia
rata-rata di bawah 15 tahun.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti,
disamping itu ditemukan juga Aedes albopictus. Vektor ini bersarang
dibejana-bejana yang berisis air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum
penampung air, kaleng bekas dan lainnya. Adanya vector tersebut
berhubungan erat dengan beberapa faktor yaitu: Kebiasaan masyarakat
menampung air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, Sanitasi lingkungan
yang kurang baik, serta penyedian air barsih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah daerah yang ada penduduk
karena: Antara rumah jaraknya berdekatan, yang memungkinkan
penularan karena jarak terbang A.aegypti 40-100 meter. A.aegypti betina
mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu
menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat.
Kasus DHF cenderung meningkat pada musim hujan,
kemungkinan disebabkan: Perubahan musim mempengaruhi frekuensi
gigitan nyamuk; karena pengaruh musim hujan puncak gigitan terjadi pada
siang-sore hari. Dan juga, Perubahan musim mempengaruhi manusia pada
sikapnya terhadap gigitan nyamuk, misalnya lebih banyak berdiam
dirumah pada musim hujan.

D. Patogenesis
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan
infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai DF. Reaksi yang
amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Berdasarkan hal ini timbullah
yang disebut the secondary heterogous infection atau the sequential
infection hypothesis.
Hipotesis ini menyatakan bahwa DF terjadi bila seseorang telah
terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue
lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik dari
antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi
(kompleks virus antibody ) yang tinggi.
Terdapatnya kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah
mengakibatkan hal sebagai berikut:
a. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem
komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a
dan C5a berturut-turut akibat aktivasi C3 dan C5.
Pengelepasan C3a dan C5a menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang
amat berperan dalam terjadinya renjatan. Telah terbukti
bahwa pada DSS, kadar C3 dan C5 menurun masing-masing
33% dan 89% sehingga nyatalah pada DHF terdapat
penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya
anafilatoksin dalam jumlah besar pada masa rejantan.
b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan
mengalami metamorphosis. Trombosist yang mengalami
kerusakan metamorphosis akan dimusnahkan oleh system
retikuleondotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan
perdarahan.
c. Terjadinya aktifasi faktor argeman (Faktor XII) dengan
akibat akhir terjadi pembekuan intravaskuler yang meluas.
Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin
yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product.
Disamping itu, aktivasi akan merangsang system kinin yang
berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah.
Dengan diperolehnya bukti bahwa DSS dapat terjadi pada
penderita yang mendapat infeksi dengue pertama kali pada usia lebih dari
satu tahun yang serologis dapat digolongakan dalam infeksi primer,
timbulah hipotesis kedua.
Konsep hipotesis kedua ini adalah sebagai berikut: keempat
serotip virus/strain serotip virus dengue mempunyai potensi pathogen yang
sama, dan sindrom renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi
sebagai akibat serotype/strain virus yang paling virulen. Virus dengue tipe
2 dianggap sebagai penyebab utama kasus berat yang berakhir dengan
kematian.
Data dibeberapa tempat di Indonesia menunjukan bahwa virus
dengue tipe 3 bukan hanya tipe virus dengue utama, tetapi juga merupakan
virus yang paling virulen. DSS sendiri terjadi biasanya setelah demam
turun, yaitu diantara hari ke 3 dan ke 7 sakit. Hal ini dapt diterangkan
dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis (the immunological
enhancement hypotesis), yang dasarnya sebagai berikut:
 Telah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa pada manusia
sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, makrofag, histiosit,
dan sel kuppffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi
virus dengue.
 Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi
maupun yang melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor
spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel
fogosit mononukleus.
 Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fogosit
mononukleus yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan
terjadinya DHF dan DSS adalah jumlah sel yang terinfeksi.
 Meningginya permeabilitas dinding sel pembuluh darah dan
disseminated intravasculeer coagulation(DIC) terjadi sebagai
akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel fagosit
mononukleus yang terinfeksi itu.

E. Patofisiologi
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit
dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan Zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta
aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intra vaskuler
ke ekstravaskuler. Hal ini mengakibatkan berkurangnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinnemi,efusi dan renjatan
berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan
dengan ditemukan adanya cairan dalam rongga serosa,yaitu rongga
peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopsi ternyata melebihi
jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak
segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolic dan
kematian.
Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat, yang
biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi.
Perdarahan pada DHF pada umumnya dihubungkan dengan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem
koagulasi.
F. Pathway DF
G. Patologi
Pada autopsi penderita dengue yang fatal diperoleh tanda
perdarahan dan eksudasi cairan dalam rongga tubuh, tanda-tanda kongesti
pada organ-organ vital dan degeneratif tingkat sel.
Pada autopsi penderita DHF ditemukan secara makro dan
mikroskopik tanda-tanda perdarahan dihampir semua alat tubuh, misalnya
dikulit, saluran cerna, paru, subendokardial pada septum interventrikular
dan jaringan adrenal. Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang
umumnya berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan. Terdapat
koagulasi nekrosis di daerah sentral atau prasentral lobules
hati,pembesaran sel sel kuppfer, sel-sel asidofilik dengan fakuola
sitoplasma yang menyerupai councilman bodies pada yellow fever. Limpa
menunjukan hiperplasi pulpa merah dengan infiltrasi luas sel plasma,
limfosit dan histosit. Kelenjar adrenal mengalami pengurangan Zat lemak,
terutama di Zone glomerulosa; sel menciut dan mengecil. Ginjal
menunjukan dilatasi ruang bowman dan proliferasi ringan kapiler gelung
glomerulus dan kelainan degenerasi pada tubulus.

H. Gambaran klinis
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang amat ringan (silent
dengue infection) hingga yang sedang seperti DF, sampai DHF dengan
manifestasi demam akut, perdarahan serta kecenderungan terjadi renjatan
yang berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8
hari. Pada DF suhu meningkat tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang
hebat pada otot dan tulang (breakbone fever), mual, kadang-kadang
muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat
pada supraorbital dan retroorbital.
Nyeri dibagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut
ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, injeksi
konjungtiva, lakrimasi dan fotofobia. Otot-otot disekitar bola mata tersa
sakit dan pergerakan bola mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada
awal demam (initial rash) terlihat jelas pada muka dan dada, berlangsung
selama beberapa jam. Ruam berikutnya (terminal rash) mulai antara hari
ke 3-6, mula-mula berbentuk makula-makula besar yang kemudian bersatu
dan memucat kembali, serta timbul bercak-bercak petekia pada dasarnya.
Hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada sebagian penderita ditemukan kurva suhu yang bifasik
(saddle back fever). Pemeriksaan penderita DF hampir tidak ada kelainan.
Nadi penderita mulanya cepat ke normal dan dapat lambat pada hari ke 4
dan ke 5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa
penyembuhan.
Lidah sering kotor dan kadang-kadang sukar buang air besar.
Pada penderita DHF segala perdarahan dimulai pada hari ke 3 atau ke 5
berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis.
Hati pada umumnya membesar. Dibeberapa Negara ASEAN dijumpai
pula pembengkakan limpa pada 5-40% penderita.Pada penderita DSS
gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin,
sianosis perifer yang yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari
tangan dan kaki serta dijumpai juga penurunan tekanan darah.

I. Pemeriksaan laboratorium
 Darah : Pada DF akan dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada
hari ke 2 atau ke 3 dan titik terendah pada peningkatan suhu kedua
kalinya. Leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat
peningkatan suhu pertama kali. Pada penderita DHF umumnya
dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji Troniquet
yang positif merupakan pemeriksaan yang penting. Masa
pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan
biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan
penurunan faktor-faktor II, V, VII, IX, X. pada pemeriksaan kimia
darah tampak hipoprotenemia, hiponatremia, serta hipokloremia.
SGOT, SGPT, ureum dan pH darah mungkin meningkat,
sedangkan reserve alkali merendah.
 Air seni : Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
 Sumsum tulang : Pada awal sakit bisanya hiposelular, kemudian
menjadi hiperselular pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi,
sedangkan pada hari ke 10 biasanya sudah kembali normal untuk
semua sistem.
 Serologi: Pemeriksaan yang dilakukan adalah mengukur titer
antibodi penderita dengan cara haemagglutination inhibition test
(HI test) atau dengan uji pengikatan komplemen (Complemen
fixation test = CFT). Untuk pemeriksaan serologi dibutuhkan 2
bahan pemeriksaan dari penderita yang sama yaitu pada masa akut
atau pada masa demam dan masa penyembuhan (1-4 minggu
setelah onset penyakit). Untuk keperluan uji serologi ini diambil
darah vena 2-5 ml atau memekai kertas saring (filter paper disc).
 Isolasi virus : Bahan pemeriksaan adalah darah penderita, jaringan-
jaringan baik dari penderita hidup (melalui biopsi) atau penderita
mati (melalui autopsi).
J. Diagnosis
Diagnosis klinis demam dengue (DF) memerlukan beberapa kriteria :
 Suhu badan yang tiba-tiba meninggi
 Demam ynag berlangsung hanya beberapa hari
 Uji tornisquet positif
 Petekia, prupura, ekimosis
 Hematomesis dan melena
 Kurve demam yang menyerupai pelana kuda
 Nyeri terutama pada otot-otot dan persendian
 Renjatan biasanya terjadi pada saat demam menurun (hari 3-7 sakit)
 Adanya ruam-ruam pada kulit
 Leucopenia
K. Diagnosis klinis DF mempunyai Kriteria:
 Demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara
lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah,
nyeri pada punggung, tulang, persendian dan kepala.
 Manifestasi perdarahan
 Pembesaran hati yang nyeri tekan tanpa ikterus.
 Dengan/tanpa renjatan.
 Kenaikan nilai hemotokrit/hemokonsentrasi.
 Meningkatnya nilai hemotokrit (Ht) merupakan indikator yang peka
akan terjadinya renjatan. Kenaikan nilai Ht >20% menunjang
diagnosis klinis DHF. Jika fasilitas pemeriksa Ht tidak ada,
hemokonsentrasi dapat diukur dengan pemeriksan Hb dengan metode
ahli dengan pemeriksa yang sama. Kenaikan kadar Hb > 20 %
menunjang diagnosis klinis DHF.

L. Derajat beratnya penyakit DHF secara klinis dibagi sebagai berikut:


 Derajat I (ringan) = Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis
lain
 Derajat II (sedang) = Ditemukan peerdarahan kulit dan manifestasi
perdarahan lain.
 Derajat III = Ditemukan gejala-gejala dini renjatan.
 Derajat IV = Ditemukan DSS dengan tensi dan nadi yang tak terukur.

M. Diagnosis banding
Etiologi demam pada awal penyakit umumnya sulit diketahui,
karenanya perlu diteliti pada alat-alat tubuh baik yang disebabkan oleh
bakteri maupun virus. Adanya ruam yang akut seperti pada moribili perlu
dibedakan dengan DF. Biasanya pada moribili ruamnya lebih banyak,
adanya bintik-bintik koplik pada selaput lendir mulut dan selalu ditemukan
korzia. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan
leptospirosis. Perdarahan kulit juga ditemukan pula pada menginitis dan
keadaan sepsis. Pemeriksaan saraf dan fungsi lumbal serta darah tepi dapat
membedakan hal ini dengan DF.
Penyakit-penyakit darah seperti idiopathic thrombosytopenic
purpura (ITP), leukemia pada stadium lanjut dan anemia aplastik dapat
pula memberikan gejala-gejala yang mirip DHF. Pemeriksaan susmsum
tulang akan member kepastian diagnosis.
Gejala penyakit yang disebabkan virus chikungunya mirip sekali
dengan dengue, terutama mengenai lama demam dan manifestasi
perdarahan, tetapi tidak pernah ,menyebabkan renjatan dan gangguan
kesadaran.
Prognosis kematian oleh demam dengue hampir tak ada,
sebaliknya pada DHF/DSS mortalitasnya cukup tinggi.

N. Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor
dianggap cara paling memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vector :
 Menggunakan insektisida ; Yang lasim dipakai dalam program
pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion
untuk membunuh nyamuk dewasa (adultisida) dan temephos
(Abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara pemakaian
malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan.
 Tanpa insektisida ; Menguras bak mandi, tempat penampungan
air minimal 1x seminggu., Menutup tempat penampungan air
rapat-rapat., serta Membersihkan halaman rumah dari kaleng-
kaleng bekas, botol atau benda lain yang memungkinkkan
nyamuk bersarang.
 Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat gosok
maupun pemakaian kulambu, tetapi cara ini dianggap kurang
praktis.
O. Asuhan Keperawatan
 Pengkajian
- Identitas klien meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, diagnose medis.
- Keluhan utama meliputi alasan atau keluhan yang menonjol pada
pasien DHF saat dating ke rumah sakit
- Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan utam yang
merupakan keluhan klien, data yang dikaji yang dirasakan klien
saat ini.
- Riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah menderita
penyakit yang diderita sekarang.
- 11 pola pengkajian Gordon:
 Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Menggambarkan informasi atau riwayat pasien mengenai
status kesehatan dan praktek pencegahan penyakit,
keamanan/proteksi, tumbuh kembang, riwayat sakit yang
lalu, perubahan status kesehatan dalam kurun waktu
tertentu
 Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien
mengenai konsumsi makanan dan cairan, tipe intake
makan dan minum sehari, penggunaan suplemen,
vitamin makanan. Masalah nafsu makan, mual, rasa
panas diperut, lapar dan haus berlebihan.
 Eliminasi
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien
mengenai pola BAB, BAK frekwensi karakter BAB
terakhir, frekwensi BAK.
 Aktivitas – Latihan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang pola latihan,
keseimbangan energy, tipe dan keteraturan latihan,
aktivitas yang dilakukan dirumah, atau tempat sakit.
 Istirahat tidur
Meliputi informasi riwayat pasien tentang frekwensi dan
durasi periode istirahat tidur, penggunaan obat tidur,
kondisi lingkungan saat tidur, masalah yang dirasakan
saat tidur.
 Kognitif- perceptual
Meliputi informasi riwayat pasien tentang fungsi sensori,
kenyamanan dan nyeri, fungsi kognitif, status
pendengaran, penglihatan, masalah dengan pengecap dan
pembau, sensasi perabaan, baal, kesemutan
 Konsep diri-persepsi diri
Meliputi riwayat pasien tentang peran dalam keluarga dan
peran social, kepuasan dan ketidakpuasan dengan peran
 Seksual reproduksi
Meliputi informasi tentang focus pasutri terhadap
kepuasan atau ketidakpuasan dengan seks, orientasi
seksual
 Koping toleransi stress
Meliputi informasi riwayat pasien tentang metode untuk
mengatasi atau koping terhadap stress
 Nilai kepercayaan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang nilai, tujuan,
dan kepercayaan berhubungan dengan pilihan membuat
keputusan kepercayaan spiritual
 Diagnosa
- Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue
- Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
- Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang tidak adekuat
akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
 Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1 Hipertermi b/d NOC : Setelah dilakukan NIC :
proses infeksi tindakan keperawatan Fever treatment (3740)
virus dengue selama 3x24 jam  Monitor suhu sesering
diharapkan masalah mungkin
hipertermia dapat diatasi  Monitor IWL
dengan kriteria hasil:  Monitor warna dan
Thermoregulation(0800) suhu kulit
Kriteria Hasil :  Monitor tekanan
 Suhu tubuh dalam darah, nadi dan RR
rentang normal  Monitor penurunan
 Nadi dan RR dalam tingkat kesadaran
rentang normal
 Tidak ada perubahan  Monitor WBC, Hb,
warna kulit dan tidak dan Hct
ada pusing, merasa  Berikan anti piretik
nyaman  Selimuti pasien
 Berikan cairan
intravena
 Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
Temperature
regulation
 Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
 Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2 Nyeri NOC : Setelah dilakukan NIC :
berhubungan tindakan keperawatan Pain Management
dengan proses selama 3x24 jam (1400)
patologis penyakit diharapkan masalah nyeri  Lakukan pengkajian
dapat teratasi dengan nyeri secara
kriteria hasil: komprehensif
Pain control (1605) termasuk lokasi,
 Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas
nyeri, dan faktor presipitasi
 Melaporkan bahwa  Observasi reaksi
nyeri berkurang nonverbal dari
dengan menggunakan ketidaknyamanan
manajemen nyeri  Kurangi faktor
 Mampu mengenali presipitasi nyeri
nyeri (skala,  Pilih dan lakukan
intensitas, frekuensi penanganan nyeri
dan tanda nyeri) (farmakologi, non
 Menyatakan rasa farmakologi dan inter
nyaman setelah nyeri personal)
berkurang  Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
 Tanda vital dalam menentukan
rentang normal intervensi
 Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat

Analgesic
Administration (2380)
 Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek
samping)

3 Risiko gangguan NOC : Setelah dilakukan NIC :


pemenuhan tindakan keperawatan Nutrition Management
kebutuhan nutrisi selama 3x24jam (1100)
kurang dari diharapkan risiko  Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh gangguan pemenuhan makanan
b/d intake nutrisi kebutuhan nutrisi kurang  Kolaborasi dengan
yang tidak dari kebutuhan tubuh ahli gizi untuk
adekuat akibat dapat teratasi dengan menentukan jumlah
mual dan nafsu kriteria hasil : kalori dan nutrisi
makan yang Nutritional Status : food yang dibutuhkan
menurun and Fluid Intake (1004) pasien.
 Adanya peningkatan  Anjurkan pasien
berat badan sesuai untuk meningkatkan
dengan tujuan protein dan vitamin C
 Berat badan ideal sesuai  Yakinkan diet yang
dengan tinggi badan dimakan
 Mampu mengandung tinggi
mengidentifikasi serat untuk mencegah
kebutuhan nutrisi konstipasi
 Tidak ada tanda tanda  Ajarkan pasien
malnutrisi bagaimana membuat
 Tidak terjadi penurunan catatan makanan
berat badan yang berarti harian.
 Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
 Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
(1160)
 BB pasien dalam
batas normal
 Monitor adanya
penurunan berat
badan
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.
 Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

Anda mungkin juga menyukai