( STITAL TANJUNGBUMI )
2012
i
DAFTAR ISI
4.1. Kesimpulan............................................................................................................ 9
4.2. Saran ...................................................................................................................... 10
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya panulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Al Qur’an Sebagai Obat”. Penulisan
makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas Mata
Kuliah“Al Qur’an” di STITAL Tanjungbumi.
Dalammakalah ini kami membahas tentang Masalah dalam pernikahan yang berkaitan
dengan Terjadinya pernikahan Siri dan nikah tanpa wali atau saksi, dengan adanya makalah ini
pula diharapkan para mahasiswa dapat mengetahui Terjadinya Permasalahan yang timbul dalam
masalah pernikahan. Dan dalam penulisan makalah ini timpenulis merasa masih banyak
kekurangan – kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki tim penulis,untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca, terutama dari Desen Pengampu, sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Akhirnyakami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
dalam penyusunan makalah ini dan penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang
setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini
bernilai ibadah. Amin Yaa Rabbal Alamin.
Tim Penulis
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Al Qur’an. Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami makna ayat al qur’an terutama yang
berhubungan dengan pengubatan secara islami, baik itu penyakit hati/rohani ataupun
penyakit jasmani, maka dengan demikian karena al qur’an adalah sumber dari segalanya
maka sudah waktunya untuk kembali pada Al Qur’an.
1
BAB II
PEMBAHASAN
ارا
ً س َّ ُ آن َما ُه َو ِّشفَا ٌء َو َرحْ َمةٌ ِّل ْل ُمؤْ ِّمنِّيْنَ َوالَ يَ ِّز ْيد
َ الظا ِّل ِّميْنَ إِّالَّ َخ ِّ َونُن َِّز ُل ِّمنَ ْالقُ ْر
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang dzalim selain kerugian.” (Al-Isra`: 82)
Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat“نُن َِّز ُلKami turunkan.” Jumhur ahli qiraah
membacanya dengan diawali nun dan bertasydid. Adapun Abu ‘Amr membacanya dengan
tanpa tasydid ()نُ ْن ِّز ُل. Sedangkan Mujahid membacanya dengan diawali huruf ya` dan tanpa
tasydid ()يُ ْن ِّز ُل.Al-Marwazi juga meriwayatkan demikian dari Hafs 1 .آن ِّ “منَ ْالقُ ْرdari
ِّ Al-
Qur`an.” Kata min ()م ْن ِّ dalam ayat ini, menurut pendapat yang rajih (kuat), menjelaskan
jenis dan spesifikasi yang dimiliki Al-Qur`an. Kata min di sini tidak bermakna “sebagian”,
yang mengesankan bahwa di antara ayat-ayat Al-Qur`an ada yang tidak termasuk syifa`
(penawar), sebagaimana yang dirajihkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu. Kata min pada
ayat ini seperti halnya yang terdapat dalam firman-Nya:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi…” (An-Nur: 55)
2
Kata min dalam lafadz ِّم ْن ُك ْمtidaklah bermakna sebagian, sebab mereka seluruhnya
adalah orang- orang yang beriman dan beramal shalih2.“ ِّشفَا ٌءPenyembuh.” Penyembuh yang
dimaksud di sini meliputi penyembuh atas segala penyakit, baik rohani maupun jasmani,
sebagaimana yang akan dijelaskan dalam tafsirnya.
ع ًمى أُولَئِّكَ يُنَادَ ْونَ ِّم ْن َ قُ ْل ُه َو ِّللَّ ِّذيْنَ آ َمنُوا ُهدًى َو ِّشفَا ٌء َوالَّ ِّذيْنَ الَ يُؤْ ِّمنُ ْونَ فِّي آذَانِّ ِّه ْم َو ْق ٌر َو ُه َو
َ علَ ْي ِّه ْم
ٍ َم َك
ان بَ ِّع ْي ٍد
“Katakanlah: ‘Al-Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang
beriman.Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang
Al-Qur`an itu suatu kegelapan bagi mereka.Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang
dipanggil dari tempat yang jauh’.” (Fushshilat: 44)
2Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 10/316, Fathul Qadir, 3/253, dan At-Thibb An-Nabawi, Ibnul Qayyim, hal. 138
3
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
س ْو َرة ٌ فَ ِّم ْن ُه ْم َم ْن يَقُ ْو ُل أَيُّ ُك ْم زَ ادَتْهُ َه ِّذ ِّه إِّ ْي َمانًا فَأ َ َّما الَّ ِّذيْنَ آ َمنُوا فَزَ ادَتْ ُه ْم إِّ ْي َمانًا َوهُ ْم ُ ت ْ ََوإِّذَا َما أ ُ ْن ِّزل
َسا إِّلَى ِّرجْ ِّس ِّه ْم َو َماتُوا َو ُه ْم َكافِّ ُر ْون ً ْض فَزَ ادَتْ ُه ْم ِّرجٌ َوأ َ َّما الَّ ِّذيْنَ فِّ ْي قُلُ ْوبِّ ِّه ْم َم َر. َيَ ْست َ ْبش ُِّر ْون
“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada
yang berkata: ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat
ini?’ Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang
mereka merasa gembira. Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit,
maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah
ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (At-Taubah: 124-125)
4
2.3. Al-Qur`an Menyembuhkan Penyakit Jasmani
Suatu hal yang menjadi keyakinan setiap muslim bahwa Al-Qur`anul Karim
diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memberi petunjuk kepada setiap manusia,
menyembuhkan berbagai penyakit hati yang menjangkiti manusia, bagi mereka yang diberi
hidayah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dirahmati-Nya. Namun apakah Al-Qur`an
dapat menyembuhkan penyakit jasmani?
Dalam hal ini, para ulama menukilkan dua pendapat: Ada yang mengkhususkan
penyakit hati; Ada pula yang menyebutkan penyakit jasmani dengan cara meruqyah, ber-
ta’awudz, dan semisalnya. Ikhtilaf ini disebutkan Al-Qurthubi dalam Tafsir-nya. Demikian
pula disebutkan Asy- Syaukani dalam Fathul Qadir, lalu beliau berkata: “Dan tidak ada
penghalang untuk membawa ayat ini kepada dua makna tersebut5.”
Pendapat ini semakin ditegaskan Syaikhul Islam Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam
kitabnya Zadul Ma’ad:
“Al-Qur`an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani,
demikian pula penyakit dunia dan akhirat.Dan tidaklah setiap orang diberi keahlian dan
taufiq untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten berobat
dengannya dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan,
penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurnakan syaratnya,
niscaya penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya. Bagaimana
mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi.
Jika diturunkan kepada gunung, maka ia akan menghancurkannya. Atau diturunkan
kepada bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak satu pun jenis penyakit, baik
penyakit hati maupun jasmani, melainkan dalam Al-Qur`an ada cara yang membimbing
kepada obat dan sebab (kesembuhan) nya.” (Zadul Ma’ad, 4/287)
5
kakiku. Yang di sisi kepalaku berkata kepada yang satunya: ‘Kenapa beliau?’Dijawab:
‘Terkena sihir.’Yang satu bertanya: ‘Siapa yang menyihirnya? ’Dijawab: ‘Labid bin Al-
A’sham, lelaki dari Banu Zuraiq sekutu Yahudi, ia seorang munafiq.’(Yang satu) bertanya:
‘Dengan apa?’Dijawab: ‘Dengan sisir, rontokan rambut.’(Yang satu) bertanya: ‘Di
mana?’Dijawab: ‘Pada mayang korma jantan di bawah batu yang ada di bawah sumur
Dzarwan’.”
‘Aisyah radhiallahu ‘anha lalu berkata: “Nabi lalu mendatangi sumur tersebut
hingga beliau mengeluarkannya. Beliau lalu berkata: ‘Inilah sumur yang aku diperlihatkan
seakan-akan airnya adalah air daun pacar dan pohon kormanya seperti kepala-kepala
setan’. Lalu dikeluarkan. Aku bertanya: ‘Mengapa engkau tidak mengeluarkannya (dari
mayang korma jantan tersebut.)? Beliau menjawab: ‘Demi Allah, sungguh Allah telah
menyembuhkanku dan aku membenci tersebarnya kejahatan di kalangan manusia’.”
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam Shahih-nya (kitab At-Thib, bab Hal
Yustakhrajus Sihr? jilid 10, no. 5765, bersama Al-Fath). Juga dalam Shahih-nya (kitab Al-
Adab, bab Innallaha Ya`muru Bil ‘Adl, jilid 10, no. 6063). Juga diriwayatkan oleh Al-
Imam Asy-Syafi’i sebagaimana yang terdapat dalam Musnad Asy-Syafi’i (2/289, dari
Syifa`ul ‘Iy), Al-Asfahani dalam Dala`ilun Nubuwwah (170/210), dan Al-Lalaka`i dalam
Syarah Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah (2/2272). Namun ada tambahan bahwa ‘Aisyah berkata:
“Dan turunlah (firman Allah Subhanahu wa Ta’ala):
ِّ َب ْالفَل
َ ِّم ْن ش َِّر َما َخلَق.ق ُ َ قُ ْل أ
ِّ ع ْوذُ ِّب َر
6
berkata: ‘Kalau sekiranya kalian mendatangi sekelompok orang itu (yaitu para shahabat),
mungkin sebagian mereka ada yang memiliki sesuatu.’
Mereka pun mendatanginya, lalu berkata: “Wahai rombongan, sesungguhnya
pemimpin kami tersengat (kalajengking). Kami telah mengupayakan segala hal, namun
tidak membuahkan hasil.Apakah salah seorang di antara kalian memiliki sesuatu? Sebagian
shahabat menjawab: ‘Iya. Demi Allah, aku bisa meruqyah. Namun demi Allah, kami telah
meminta jamuan kepada kalian namun kalian tidak menjamu kami.Maka aku tidak akan
meruqyah untuk kalian hingga kalian memberikan upah kepada kami.’
Mereka pun setuju untuk memberi upah beberapa ekor kambing6. Maka dia (salah
seorang shahabat) pun meludahinya dan membacakan atas pemimpin kaum itu
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin (Al-Fatihah). Pemimpin kampung tersebut pun merasa
terlepas dari ikatan, lalu dia berjalan tanpa ada gangguan lagi.
Mereka lalu memberikan upah sebagaimana telah disepakati. Sebagian shahabat
berkata: ‘Bagilah.’ Sedangkan yang meruqyah berkata: ‘Jangan kalian lakukan, hingga kita
menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu kita menceritakan kepadanya apa
yang telah terjadi. Kemudian menunggu apa yang beliau perintahkan kepada kita.’
Merekapun menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian melaporkan hal
tersebut. Maka beliau bersabda: ‘Tahu dari mana kalian bahwa itu (Al-Fatihah) memang
ruqyah?’ Lalu beliau berkata: ‘Kalian telah benar. Bagilah (upahnya) dan berilah untukku
bagian bersama kalian’, sambil beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa.”
7
“Pertama, dan yang paling besar (kesalahannya), adalah menjadikan bacaan (untuk
penyembuhan) atau ruqyah sebagai sarana untuk mencari nafkah, di mana dia
memfokuskan diri secara penuh untuk itu.Memang telah dimaklumi bahwa manusia
membutuhkan ruqyah.Namun memfokuskan diri untuk itu, bukanlah bagian dari petunjuk
para shahabat di masanya.Padahal di antara mereka ada yang sering meruqyah.Namun
bukan demikian petunjuk para shahabat dan tabi’in.(Menjadikan meruqyah sebagai profesi)
baru muncul di masa-masa belakangan.
8
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Sebagai umat islam, kita diwajibkan untuk mengetahui serta memperdalam sumber
ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Karena sumber ajaran agama islam
merupakan media penuntun agar kita dapat melaksanakan semua perintah Allah dan semua
larangan-Nya. Agama islam pun tidak mempersulit kita dalam mempelajari seluk beluk
agama islam. Karena terdapat tingkatan sumber ajaran agama islam yang harus kita
pedomani.
Fungsi dari al-Qur’an itu sendiri ada 4 yaitu petunjuk, penjelas, pembeda dan
obat.Petunjuk artinya al-Qur’an merupakan suatu aturan yang harus diikuti, layaknya
sebuah papan jalan yang di temple pada jalan-jalan. Seseorang yang tidak mengetahui jalan,
jika ia mengabaikan petujuk jalan itu dan dan berjalan tidak sesuai dengan petunjuknya
sudah pastilah orang tersebut akan tersesat. Sama seperti orang hidup di dunia ini, jika ia
mengabaikan petunjuk dari Allah maka pastilah jalannya akan tersesat.
fungsi al-Qur’an sebagai obat. Ibarat resep dari seorang dokter, pasien sering sulit
untuk membacanya bahkan memahaminya.Tetapi seorang pasien percaya bahwa resep
tersebut tidak mungkin salah karena dokter diyakini tidak mungkin berbohong.Sama seperti
halnya dengan al-qur’an, al-qur’an adalah resep yang diberikan oleh Allah dan sudah pasti
resep tersebut tidak mungkin salah karena Allah maha besar.Dengan demikian tidak
menjadi masalah apabila ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang belum kita mengerti
maksud dan tujuannya, maka jalankan sajalah.Sebab kalau harus menunggu kita memahami
semua maksudnya bisa-bisa waktu kita di dunia ini habis terlebih dahulu sebelum kita
menjalankan semua perintah-perintah-Nya.
Selain itu, obat yang diberikan oleh dokter tidak semuanya manis kadang ada yang pahit
dan manis. Tetapi dokter berpesan agar meminum obat tersebut dengan teratur dan sampai
habis, sebab kalau tidak teratur dan habis penyakitnya tidak sembuh.Begitupula dengan al-
Qur’an adalah obat, tidak semua perintah dalam al-Qur’an sesuai dengan keinginan dan
kemauan manusia, tetapi Allah menghendaki kita untuk mengamalkan semua firmannya
tanpa terkecuali. Tidak ada pemilihan dan pemilahan ayat-ayat tertentu untuk diamalkan
sedangkan yang lain dibirkan.
9
1.2. Saran
Sebaiknya pembahasan mengenai Al Qur’an sebagai obat tidak hanya dilakukan
oleh kalangan tertentu saja namun akan lebih baik apabila disosialisasikan pada masyarakat
agar masyarakat dapat terbantu dalam mengurangi terjadinya permasalahan yang terkait
dengan berbagai penyakat yang saat ini semakin merajalela dan membuat resah masyarakat
awam, karena dengan kembali kepada Al qur’an sebagai sumber referensi, maka keyakinan
akan kebesaran Alloh kita akan bertambah dan jauh dari kemusrikan, karena di samping al
qur’an sebagai pedoman hidup, al qur’an sebagai obat untuk segala macam penyakit, baik
rohani ataupun jasmani.
10
DAFTAR PUSTAKA
Kitab At-Thib, bab Hal Yustakhrajus Sihr, jilid 10, no. 5765, bersama Al-Fath
Kitab Al-Adab, bab Innallaha Ya`muru Bil ‘Adl, jilid 10, no. 6063
Maktabah syamilah
http://www.asysyariah.com
11