Anda di halaman 1dari 11

PANCASILA PADA MASA ORDER BARU

SEBAGAI CERMIN TONGGAK SEJARAH


(Dalam Kajian Ilmiah)

MAKALAH
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dari Dosen Mata Kuliah Pancasila

Disusun oleh:

Nama : Muhamad Irfan Oktavian


Semester : 1 (Ganjil)

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


TANGERANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga saya berhasil menyelesaikan
makalah ini yang Alhamdulillah selesai tepat pada waktunya yang berjudul
“PANCASILA PADA MASA ORDE BARU SEBAGAI CERMIN TONGGAK SEJARAH”.

Makalah ini berisikan tentang sejarah bangsa Indonesia, khususnya sejarah


Pancasila pada Masa Orde Baru, diharapkan makalah ini dapat menambahkan
pengetahuan kita semua, bagaimana kehidupan masyarakat dan system
pemerintahan pada masa itu.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari guru dan teman-teman yang bersifat membangun , selalu
saya harapkan demi lebih baiknya makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Rangkasbitung, Januari 2017


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1


A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 2


A. Pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru ................................................................... 2
B. Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Orde Baru ....................................... 2
C. Kehidupan Pancasila di Era Orde Baru ........................................................................... 3

BAB III PENUTUP ........................................................................................................................... 7


A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 7
B. Saran ............................................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan


antara kekuasaanmasa Sukarno (Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa
yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September
tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upayauntuk: mengoreksi total penyimpangan
yang dilakukan pada masa Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan
rakyat, bangsa, dan negara Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara
murni dan konsekuen dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk
menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan
bangsa.

Setelah Orde Baru memegang talpuk kekuasaan dan mengendalikan


pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus-menerus mempertahankan
status quo. Hal ini menimbulkan ekses-ekses negative, yaitu semakin jauh dari
tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya berbagai macam penyelewengan dan
penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat
pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Penyelewengan dan
penyimpangan yang dilakukannya itu direkayasa untuk melindungi kepentingan
penguasa, sehingga hal tersebut selalu dianggap sah dan benar, walaupun
merugikan rakyat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru?
2. Apakah yang melatar belakangi lahirnya Masa Pemerintahan Orde Baru?
3. Bagaimana kehidupan Pancasila pada Orde Baru

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru

Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan
negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang
mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional
dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.

B. Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Orde Baru


1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa
Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat
yang sudah berlangsung lama.
3. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600%
sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan
harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa
pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan
demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan
serta tokoh-tokohnya diadili.
5. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat
bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang
selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh
yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
6. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-
GR mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
- Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
- Pembersihan Kabinet Dwikora
- Penurunan Harga-harga barang.
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan
Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat
menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya
untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30
September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk
Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub).

2
9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang
sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat
Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen
Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi
keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.

C. Kehidupan Pancasila di Era Ode Baru

Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan
yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling
stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan
dewasa ini. Stabilitas yang entah semu atau memang riil tersebut, diiringi juga
dengan maraknya pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era penuh
kestabilan, yang saat ini menimbulkan romantisme dari banyak kalangan di negara
ini, ditandai dengan semakin gencarnya campaign “piye kabare” di seantero pelosok
nusantara. Menariknya, dua hal yang menjadi warna Indonesia di era Orde Baru,
yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari keberadaan
Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah (baca: Soeharto) untuk semakin
menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan;
Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat
tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal, kala itu tentunya.
Gencarnya penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru salah satunya
dilatarbelakangi hal bahwa rakyat Indonesia harus sadar jika dasar negara
Indonesia adalah Pancasila itu sendiri. “Masyarakat pada masa itu memaknai
pancasila sebagai hal yang patut dan penting untuk ditanamkan”, ujar Hendro
Muhaimin, peneliti di Pusat Studi Pancasila UGM. Selain itu menurutnya pada era
Orde Baru semua orang menerima Pancasila dalam kehidupannya, karena Pancasila
sendiri adalah produk dari kepribadian dalam negeri sendiri, dan yang menjadi
keprihatinan khalayak pada masa itu adalah Pemerintahnya, bukan Pancasilanya.
Hendro Muhaimin juga menambahkan bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri
terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara
sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. “Pada dasarnya, yang salah
bukanlah Pancasila, karena Pancasila dibuat dari penggalian kepribadian bangsa
ini, dari cerminan bangsa Indonesia, maka para pemegang kekuasaan pada rezim
itu, yang menggunakan Pancasila secara politis, adalah pihak yang seharusnya
bertanggungjawab akan gejolak-gejolak yang terjadi”, ujarnya. Namun disamping
hal-hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi
dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antarwarga
sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-
royong kala itu sangat dijunjung tinggi. Selain itu, contoh dari gencarnya
penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai
asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua

3
organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas,
perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas
utamanya. Apabila ada asas-asas organisasi lain yang ingin ditambahkan sebagai
asasnya, tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Oleh karena itu, muncul juga
anggapan bahwa Pancasila dianggap sebagai “pembius” bangsa, karena telah
“melumpuhkan” kebebasan untuk berorganisasi.

1. Romantisme Pelaksanaa P4

Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman


nilai-nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4). Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga materi lain
seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan
Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme
dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen
bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah
Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan
di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara
menyeluruh melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi. Dalam ungkapan
Langenberg (1990), Orde Baru adalah negara dan sekaligus sistem negara
(pemerintahan eksekutif, militer, polisi, parlemen, birokrasi, dan pengadilan),
yang sejak 1965/1966 membangun hegemoni dengan formulasi ideologi
sebagai tiang penyangganya. Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk
mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Hendro
Muhaimin, ketika ditanya mengenai bagaimana Pancasila dimaknai oleh rakyat
Indonesia pada saat itu jika dibandingkan dengan bagaimana rakyat
memahaminya sekarang, ia berpendapat, “Kalau itu jelas berbeda, kalau orang
pada waktu dulu dalam memaknai Pancasila, kental sekali suasana
Pancasilanya, maka orang sangat memaknai. Kalau bicara sekarang, sangat jauh
dengan suasana dulu.” Banyak masyarakat pada zaman itu dapat menghafalkan
butir-butir Pancasila yang jumlahnya 36 butir, itu pun memang karena dampak
dari pelaksanaan P4 bagi seluruh lapisan masyarakat. Sejalan dengan semakin
dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan UUD 1945 menjadi semacam
senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku
masyarakat. Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang keramat sehingga tidak
boleh diutak-atik maupun ditafsirkan dengan beberapa penafsiran. Seakan-
akan ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai
dengan keinginan penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan
dengan kehendaknya. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda
pendapat dengan negara dalam prakteknya malah dengan mudahnya
dikriminalisasi. Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa
sejalan dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan

4
pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam
kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam
masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai
kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata,
sehingga banyak masyarakatpun tidak menerima adanya penataran yang tidak
dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang benar-benar pro-rakyat.

2. Pancasila yang Begitu Diagung-Agungkan

Tidak salah jika menyebut era Orde Baru sebagai era “dimanis-
maniskannya” Pancasila. Secara pribadi, Soeharto sendiri seringkali
menyatakan pendapatnya mengenai keberadaan Pancasila, yang kesemuanya
memberikan penilaian setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Pada sebuah
forum di tahun 1972, dalam sebuah kunjungannya ke Australia, Soeharto
menyatakan bahwa kepribadian bangsa Indonesia terbentuk dari perjalanan
sejarahnya, baik ketika dalam masa kegemilangan di era Kerajaan Sriwijaya,
Majapahit, dan Mataram, maupun ketika dalam fase penderitaaan dibawah
penjajahan sepanjang tiga setengah abad. Kepribadian tersebut kemudian
menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia, yakni Pancasila, yang sila-silanya
merupakan sebuah kesatuan yang bulat. Di dalamnya juga tersimpul mengenai
kesadaran bangsa Indonesia bahwa manusia tergantung pada keseimbangan-
keseimbangan, antara manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan, dan lahir
dengan batin. Sebuah pemaparan ekselen, yang mungkin saja memang
bertujuan untuk menarik perhatian “para bule hadirin” dalam forum tersebut,
Australia-Indonesia Business Cooperation Committee. Lain lagi ketika Soeharto
memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967.
Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam
berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut,
Soeharto menyatakan Pancasila sebagai “tuntunan hidup”, menjadi “sumber
tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”, serta merupakan
“sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia
dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto juga dengan lantang
menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus
dipahami dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya
selain Pancasila di Indonesia, pada saat itu, dan dalam versi Orde Baru tentunya.
Pelaksanaan pemaparan materi P4 yang begitu digencarkan di era Orde Baru
juga merupakan upaya dari Pemerintah untuk menghegemonikan keberadaan
Pancasila di tengah rakyat Indonesia. Hendro Muhaimin, berpendapat bahwa
tujuan dari dilaksanakannya pemaparan P4 sebenarnya baik, mengingat
Pancasila adalah dasar negara, sudah seharusnya Warga Negara Indonesia
memahami isi dan maksud dari Pancasila, ke depannya bertujuan membentuk
Warga Negara Indonesia sebagai manusia yang ber-Pancasila. “Tujuannya
memang sudah bagus dan mulia, tetapi salahnya karena terjadi banyak
penyimpangan seiring berjalannya pemerintahan Orde Baru”, ujarnya.

5
3. Demokrasi Pancasila: Wajah Semu Era Orde Baru

Termasuk di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No.


II/MPR/1978 (sudah dicabut), adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri
manusia Pancasilais. Pemerintah Orde Baru mengharapkan melalui 36 butir
Pancasila, yang serta merta “wajib hukumnya” untuk dihafal, akan terbentuk
suatu tatanan rakyat Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, lalu terciptalah negara Indonesia yang adil
dan makmur, jaya di segala bidang. Akan tetapi, justru penghafalan itu yang
menjadi bumerangnya. Cita-cita yang terkembang melalui P4 hanya keluar dari
mulut saja, tanpa ada pengamalan yang berarti untuk setiap butir yang
terkandung di dalamnya, meskipun tidak terjadi secara general. Sebagai contoh
adalah mengenai pelaksanaan demokrasi di era Orde Baru. Berwajahkan
“Demokrasi Pancasila”, akan tetapi dalam kenyataannya bak jauh panggang dari
api. “Penataran itu sifatnya hanya menghafal, kemudian mengenai proses
pelaksanaan secara langsung dari 36 butir Pancasila, dulu melalui kegiatan
seperti gotong-royong kerja bakti warga. Tetapi pelaksanaan demokrasi pada
saat Orde Baru itu sangat minim”, ujar Hendro Muhaimin. Kebebasan tanpa
koersi yang menjadi pilar utama dari prinsip demokrasi secara umum,
dipadukan dengan nilai-nilai Pancasila yang terkandung melalui kelima silanya,
sejatinya merupakan sebuah kombinasi yang apabila dilaksanakan sesuai
hakikatnya oleh Pemerintah Orde Baru tentu akan memberikan dampak positif
bagi kehidupan rakyat Indonesia pada saat itu. Akan tetapi, justru koersilah
yang menjadi “senjata” pemerintah untuk menciptakan kehidupan yang,
berdasarkan standar yang dibangun pada saat itu, bernuansa ketertiban dan
keselarasan.

6
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai
oleh terjadinya perubahan besar dalam pegimbangan politik di dalam Negara dan
masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada
di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran
pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi.
Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar
secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam
pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan Orde Baru, tentang
bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada
orde baru akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas
desakan para mahasiswa di depan gendung DPR yang akhrinya pada saat itu titik
tolak era Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan
demokrasi yang di Inginkan pada saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga
sekarang ini.

B. Saran

Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi


sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme
berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi
Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai,
dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan
kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya
birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus
KKN menjadi cermin buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun
individu.

7
DAFTAR PUSTAKA

http://shentiald.blogspot.co.id/2013/12/makalah-indonesia-pada-masa-orde-
baru.html

http://www.kompasiana.com/mahkamahnews/pancasila-di-era-orde-
baru_5528eac6f17e619e1d8b45b1

Anda mungkin juga menyukai