Anda di halaman 1dari 25

A.

ANATOMI FISIOLOGI

Pankreas terletak melintang di bagian atas abdomen di belakang

gaster di dalam ruang retropritoneal. Di sebelah kiri ekor pankreas

mencapai hilus limpa di arah kronidorsal dan bagian atas kiri kaput

pankreas dihubungkan dengan korpus pankreas oleh leher pankreas

yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm,

arteri dan vena mesentrika superior unsinatis pankreas. Pankreas

terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum

2) Pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk

mengeluarkan getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan

glukagon langsung ke dalam darah.

Pankreas manusia mempunyai 1-2 juta pulau langerhans, setiap

pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun

mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung

tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang

mencakup kira-kira 60% dari semua sel terletak terutama di tengah

setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan

bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi


antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B, molekul insulin

membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan

dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam

ukuran polimer atau agregrat seng dari insulin. Insulin disentesis di

dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian di angkut ke aparatus

golgi, tempat ia dibungkus di dalam granula yang diikat membran.

Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang

tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan

eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta

kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai

aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25%

dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan

10% dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Perace, 2011).

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :

1) Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi

enzim dan elektrolit.

2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans,

yang bersama-sama membentuk organ endokrin yang

mensekresikan insulin. Pulau langerhans manusia mengandung

tiga jenis sel utama, yaitu :

a) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi

glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon

yang mempunyai “ anti insulin like activity “.

b) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat

insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat

somatostatin yang menghambat pelepasan insulin dan

glukagon (Tambayong, 2011).

a. Fisiologi Pankreas

Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh

berupa hormon. Hormon yang disekresikan oleh sel-sel di pulau

langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai

hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan

hormon yang dapat meingkatkan glukosa darah yaitu glukagon.

b. Fisiologi Insulin

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel di pulau langerhans

menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi

beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat

sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan

insulin.

Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau

langerhans. Ransangan utama pelepasan insulin di atas kadar basal

adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa

dalam keadaan normal adalah 80-90 md/dl. Insulin bekerja dengan

cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berkaitan, insulin

bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan

transportasi glukosa ke dalam sel dan dapat segera digunakan untuk

menghasilkan energi atau dapat disimpan di dalam hati (Tambayong,

2011).
B. PENGERTIAN
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohirat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler,
makrovaskuler, dan neuropati (Yuliana elin, 2009 dalam NANDA NIC
NOC 2015).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput
lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif
kuman saprofir. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita
Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya ulkus diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada
dinding pembuluh darah (Zaidah 2011).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan
adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah
proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi ( Askandar, 2011 ).
Ganggren adalah akibat dari kematian sel dalam jumlah besar,
ganggren dapat diklasifikasikan sebagai kering atau basah. Ganggren
kering meluas secara lambat dengan hanya sedikit gejala, ganggren
kering serimh dijumpai di ekstremitas umumnya terjadi akibat hipoksia
lama. Gangren basah adalah suatu daerah dimana terdapat jaringan mati
yang cepat peluasannya, sering ditemukan di organ-organ dalam, dan
berkaitan dengan infasi bakteri kedalam jaringan yang mati tersebut.
Ganggren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh
manifestasi sistemik. Ganggren basah dapat timbul dari ganggren kering.
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh
perifer akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut
terjadi pada daerah tungkai. Keadaan ini ditandai dengan pertukaran
sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang
biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah streptococcus
(Soeatmaji, 1999).
Kaki diabetik adalah kaki yang perfusi jaringannya kurang baik
karena angiopati dan neuropati selain itu terdapat pintas arteri-vena di
ruang subkutis sehingga kaki tampak merah dan mungkin panas tetapi
perdarahan kaki tetap kurang.
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah
kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di
pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2011).

C. KLASIFIKASI

1. Diabetes Mellitus

a) DM Tipe I (IDDM)

Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi


proses autoimun yang menyerang insulinnya. IDDM merupakan jenis
DM yang diturunkan (inherited).

b) DM Tipe II (NIDDM)

Jenis DM ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun factor


lingkungan. Seseorang mempunyai risiko yang besar untuk
menderita NIDDM jika orang tuanya adalah penderita DM dan
menganut gaya hidup yang salah.

c) DM Gestasional

DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam

keluarganya terdapat anggota yang juga menderita DM. Faktor

risikonya adalah kegemukan atau obesitas.

d) DM Sekunder

Merupakan DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom

lain (pancreatitis, kelainan hormonal, dan obat-obatan).


2. Gangren Kaki Diabetik

Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam


tingkatan , yaitu :

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan


kemungkinan

disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.

Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki

menjadi dua golongan :

1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )

Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya

makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar

ditungkai, terutama di daerah betis.

Gambaran klinis KDI :

 Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.

 Pada perabaan terasa dingin.

 Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.

 Didapatkan ulkus sampai gangren.

2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )

Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada

gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat,


kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah

kaki teraba baik.

D. ETIOLOGI
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki

diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.

1. Faktor endogen :

a) Genetik

b) Metabolik

c) Angiopati diabetik

d) Neuropati diabetik

2. Faktor eksogen :

a) Trauma

b) Infeksi

c) Obat

Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada ulkus atau

gangrene kaki diabetik secara garis besar menurut Tjokroprawiro, (2006)

dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Faktor endogen: neuropati, angiopati, menurunnya system imun

2. Faktor eksogen: trauma, dan Infeksi

E. MANISFESTASI KLINIS
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas

walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat

oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal.

Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,

sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :


1. Pain (nyeri).

2. Paleness (kepucatan).

3. Paresthesia (kesemutan).

4. Pulselessness (denyut nadi hilang)

5. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola

dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten.

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

(Smeltzer dan Bare, 2011: 1220).

Gambaran klinik yang tampak adalah penderita mengeluh nyeri

tungkai bawah waktu istirahat, kesemutan, cepat lelah, pada perabaan

terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat dan didapatkan ulkus

atau gangren. Adanya neurophaty perifer akan menyebabkan gangguan

sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan

hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita

akan mengalami trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya

atropi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang mengakibatkan

pula terjadinya ulkus pada kaki. Ulkus yang terjadi pada kaki diabetik

umumnya diakibatkan karena trauma ringan, ulkus ini timbul didaerah-

daerah yang sering mendapat tekanan atau trauma pada telapak kaki, hal

ini paling sering terjadi, didaerah sendi metatarsofalangeal satu dan lima

didaerah ibu jari kaki dan didaerah tumit. Mula-mula inti penebalan hiper

keratotik dikulit telapak kaki, kemudian penebalan tersebut mengalami

trauma disertai dengan infeksi sekunder. Ulkus terjadi makin lama makin
dalam mencapai daerah subkutis dan tampak sebagaii sinus atau kerucut

bahkan sampai ketulang. Infeksi sendiri jarang merupakan faktor tunggal

untuk terjadinya gangren. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang

menyertai gangren akibat ischemia dan neuropathy. Ulkus berbentuk

bullae, biasanya berdiameter lebih dari satu sentimeter dan terisi masa,

sisa-sisa jaringan tanduk, lemak pus dan krusta diatas dasar

granulomatous. Ulkus berjalan progresif secara kronik, tidak terasa nyeri

tetapi kadang-kadang ada rasa sakit yang berasal dari struktur jaringan

yang lebih dalam atau lebih luar dari luka. Bila krusta dan produk-produk

ulkus dibersihkan maka tampak ulkus yang dalam seperti kerucut, ulkus

ini dapat lebih progresif bila tidak diobati dan dapat terjadi periostitis atau

osteomyelitis oleh infeksi sekunder akibatnya timbul osteoporosis,

osteolisis dan destruktif tulang.

Gejala Umum Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi

luka keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa

lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari

keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal

tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan karena

penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-

gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki

dimana tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi

infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar dengan cepat

(Sutjahyo A, 1998 ). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh, bahkan

bertambah luas baru penderita menyadari dan mencari pengobatan.

Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas,

rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin

banyak serta adanya bau yang makin tajam.


F. PATOFISIOLOGI

1. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat
dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
berikut:

a) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang


mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 –
1200 mg/dl.

b) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak


yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal
disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.

c) Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Hiperglikemia yang


lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran
basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.

2. Gangren Kaki Diabetik


Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM
akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.

a. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar
glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport
glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi
sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan
diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel /
jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan
fungsi.

b. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya
glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung
senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran
basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun
mikro vaskular.

G. KOMPLIKASI

1. Dry Gangren
Dry gangren terjadi ketika ada memperlambat atau hambatan
dalam aliran darah ke bagian tubuh seperti jari-jari kaki dan jari-jari.

1 Dan tipe 2 diabetes mellitus tipe mengarah pada kering


gangren karena gula darah tinggi dan kerusakan diabetes
menyebabkan pembuluh darah yang membawa darah ke jari tangan
dan kaki.

Arteriosklerosis mengarah ke dinding-dinding arteri yang


menebal atau pembentukan plak kolesterol dan mempersempit
diameter pembuluh kecil yang mengarah ke gangrene.

Demikian pula, penyakit arteri perifer mengarah ke lemak dalam


arteri dan berhenti darah dari mengalir ke jari tangan dan kaki yang
mengarah ke gangrene.

Dry gangren biasanya terbatas untuk bagian terpengaruh dan


ada adalah sebuah kawasan di kulit yang sehat hanya di luar daerah
yang terkena dampak. Wilayah yang terlibat berubah dingin, kering,
dan hitam dan akhirnya jatuh. Ini disebut mumifikasi daerah.

2. Basah Gangren
Basah gangren terlihat setelah cedera serius atau gigitan
embun beku atau bahkan daerah yang dibakar menjadi terinfeksi dan
infeksi mengambil akar ke dalam jaringan.Infeksi menyebabkan
pembengkakan jaringan dan ini blok suplai darah ke daerah yang
terkena dampak membuat lebih buruk infeksi dan gangren progresif.

Basah gangren dapat menyebar lebih cepat menuju komplikasi


yang mengancam jiwa seperti syok septik jika tidak diperlakukan
segera.
3. Gas Gangren
Gangren juga dapat disebabkan oleh bakteri khusus yang
disebut Clostridium. Ini disebut gas gangren. Ini adalah infeksi umum
yang dilihat selama perang.

Necrotising nekrotikans disebabkan ketika bakteri menyebar ke


dalam kulit dan menyerang lebih dalam jaringan.

4. Gangren Internal
Gangren dapat juga mempengaruhi organ-organ internal ketika
aliran darah ke mereka terhalang. Ini disebut gangren internal dan
dapat mempengaruhi kandung empedu atau usus yang terperangkap
dalam hernia

5. Fournier’s Gangren
Ketika gangren mempengaruhi penis dan alat kelamin disebut
Fournier's gangrene.

H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan dan perawatan pengobatan dari gangren diabetik

sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai

ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk

menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan

dilakukan.

a. Mencuci luka

Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta

menghindari kemungkinan terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka

bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang

berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh

pada permukaan luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk

mencuci luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka

(misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite


solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya

digunakan pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada

jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya

hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan

penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali

dengan saline. (Tambayong, 2011).

b. Debridement

Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada

luka. Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau

selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya

peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan

menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh

secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab

tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang

menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa

pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim

lyzomatik. Debridement dengan sistem autolysis dengan

menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman dilakukan

pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk menghindari resiko

infeksi. (Gitarja W, 1999; hal. 16). Terapi Antibiotika Pemberian

antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat

kuman gram positip dan gram negatip. Apabila tidak dijumpai

perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika dapat diberikan

perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman. (Tambayong,

2011 ).
c. Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan

dalam penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik

biasanya diberikan diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori

karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein.

d. Pemilihan jenis balutan

Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang

dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan

lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi

eksudat / cairan luka yanag keluar berlebihan, membuang jaringan

nekrosis / slough (support autolysis ), kontrol terhadap infeksi /

terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa

sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan

waktu perawatan (cost effektive). Jenis balutan: absorbent dressing,

hydroactive gel, hydrocoloid.

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Diagnostik
 Glukosa darah meningkat
 Asam lemak bebas meningkat
 Osmolalitas serum meningkat
 Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
 Ureum/kreatinin meningkat/normal
 Urine : gula + aseton positip
 Elektrolit : Na, K, fosfor
2. Ktiteria Pengendalian DM
Pemeriksaan Baik Sedang Buruk

GD Puasa (mg/dL) 80-109 110-139 ≥140


GD 2 jam PP (mg/dL) 110-159 160-199 ≥200
Koleseterol Total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK <130 130-159 >160
Dengan PJK <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK <200 200-149 >250
Dengan PJK <150 150-199 >200
BMI: Wanita 18,5-22,9 23-25 >25/<18,5
Pria 20-24,9 25-27 >27/<20
140-160/
Tekanan Darah (mmHg) <140/90 >160/95
90-95

J. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,


alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang :

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada

ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan

bola mata cekung. Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,

kesemutam, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

d. Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien DM mempunya riwayat hipertensi, penyakit jantung

seperti Infark Miokard, gout.

e. Riwayat kesehatan keluarga :

Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM


f. Pengkajian Pola Kesehatan

1) Pola persepsi – penanganan kesehatan

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan

tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang

dampak gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi

yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak

mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih

dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya

resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi

(Debra Clair, journal februari 2011).

2) Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin

maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga

menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak

minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan

metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan

penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit

jelek, mual/muntah.

3) Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya dieuresis osmotik

yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan

oengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi

relatif tidak ada gangguan.

4) Pola aktivitas dan latihan

kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan

istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan


aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren

dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah menyebabkan

penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara

maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

5) Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka

sehingga klien mengalami kesulitan tidur.

6) Pola kognitif persepsi

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati

rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.

Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan.

7) Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan

penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang

sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan

dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan

gangguan peran pada keluarga (self esteem).

8) Pola peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan

penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.

9) Pola seksualitas reproduksi

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ

reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks,

gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada

proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah

vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.


Resiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan

nefropati (Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011).

10) Pola koping toleransi

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,

perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan

reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah

tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak

mampu menggunakan mekanisme koping konstruktif / adaptif

11) Pola nilai kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh

serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam

melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah

penderita.

g. Pemeriksaan Diagnostik

1) Gula darah meningkat biasanya > 200 mg/dl

2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok

3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt

4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis

metabolik)

5) Alkalosis respiratorik

6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,

hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.

7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan

fungsi ginjal.

8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.


9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),

normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan

insufisiensi insulin.

10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid

dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin

meningkat.

12) Kultur : kemungkinan infeksi pada luka.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan Integritas Jaringan Berhubungan Dengan ulkus DM
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (iskemik jaringan)
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya ulkus pada kaki
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan ulkus DM
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit
7. Resiko infeksi

L. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1 Kerusakan Integritas Tissue Integrity : Skin and Pressure Management
Jaringan Mucous 1. Kaji luka/ulkus dan
Berhubungan Dengan Setelah dilakukan tindakan laporkan tanda
Ulkus DM keperawatan selama 3×24 kesembuhan yang
jam, integritas jaringan klien buruk.
membaik, dengan kriteria 2. Ajarkan pada keluarga
hasil: tentang luka dan
1. Jaringan secara umum perawatan luka
tampak utuh dan bebas 3. Ajarkan pada keluarga
dari tanda-tanda infeksi tentang luka dan
dan, tekanan dan trauma. perawatan luka
2. Luka yang terbuka 4. Laksanakan
berwarna merah muda perawatan luka sesuai
memperlihatkan dengan perskripsi
repitelisasi dan bebas medik.
dari infeksi. 5. Oleskan preparat
3. Luka yang baru sembuh antibiotik topikal dan
teraba lunak dan licin.- memasng balutan
Bersihkan luka/ulkus sesuai ketentuan
setiap hari. medik.
6. Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril
7. Berikan dukungan
nutrisi yang memadai.
2 Nyeri akut Pain Level Pain Control
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian
agen injuri biologis keperawatan selama 3x24jam nyeri secara
(iskemik jaringan) nyeri klien berkurang, dengan komprehensif
kriteria hasil: termasuk lokasi,
1. Mengontrol nyeri. karakteristik, durasi,
2. Melaporkan bahwa nyeri frekuensi, kualitas dan
berkurang skala 1-3. ontro presipitasi.
3. Mampu mengenali nyeri 2. Observasi reaksi
(skala, intensitas, nonverbal dari
frekuensi dan tanda ketidaknyamanan.
nyeri). 3. Gunakan teknik
4. Menyatakan rasa nyaman komunikasi terapeutik
setelah nyeri berkurang. untuk mengetahui
5. Mengkaji karakteristik pengalaman nyeri
nyeri: lokasi, durasi, klien sebelumnya.
intensitas nyeri dengan 4. Kontrol lingkungan
menggunakan skala nyeri yang mempengaruhi
(0-10). nyeri seperti suhu
6. Mempertahankan im- ruangan,
mobilisasi. pencahayaan,
kebisingan.
5. Kurangi presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
7. Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi
nyeri.
8. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri.

3 Hambatan mobilitas Mobility Level Execise Therpy


fisik b.d ulkus pada Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan klien untuk
kaki keperawatan selama 3x24 latihan rentang gerak
jam, diharapkan klien dapat aktif pada sisi ekstrimitas
melakukan pergerakan fisik yang sehat
dengan kriteria hasil : 2. Ajarkan rentang gerak
pasif pada sisi
1. Tidak terjadi kontraktur ekstrimitas yang parese /
otot dan footdrop plegi dalam toleransi
nyeri
2. Pasien berpartisipasi 3. Topang ekstrimitas
dalam program latihan dengan bantal untuk
mencegah atau
3. Pasien mencapai mangurangi bengkak
keseimbangan saat duduk 4. Ajarkan ambulasi sesuai
dengan tahapan dan
4. Pasien mampu kemampuan klien
menggunakan sisi tubuh 5. Motivasi klien untuk
yang tidak sakit untuk melakukan latihan sendi
kompensasi hilangnya seperti yang disarankan
fungsi pada sisi yang 6. Libatkan keluarga untuk
parese/plegi membantu klien latihan
sendi

4 Intoleransi aktivitas Self Care : ADL Activity Therapy


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Kolaborasikan dengan
kelemahan keperawatan selama 1x 8 jam Tenaga Rehabilitasi
pasien bertoleransi terhadap Medik
aktivitas dengan dalammerencanakan
Kriteria Hasil : progran terapi yang
1. Berpartisipasi dalam tepat.
aktivitas fisik tanpa disertai 2. Bantu klien untuk
peningkatan tekanan mengidentifikasi aktivitas
darah, nadi dan RR yang mampu dilakukan
2. Mampu melakukan 3. Bantu untuk memilih
aktivitas sehari hari (ADL’s) aktivitas konsisten
secara mandiri yangsesuai dengan
3. Keseimbangan aktivitas kemampuan fisik,
dan istirahat psikologi dan social
4. Mampu berpindah dengan 4. Bantu untuk
atau tanpa bantuan alat mengidentifikasi dan
5. Level kelemahan mendapatkan sumber
6. Energy psikomotor yang diperlukan untuk
7. Status kardiopulmonary aktivitas yang diinginkan
adekuat 5. Bantu untuk mendpatkan
8. Sirkulasi status baik alat bantuan aktivitas
9. Status respirasi : seperti kursi roda, krek
pertukaran gas dan 6. Bantu untu
ventilasi adekuat mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
7. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual

5 Ketidakefektifan Tissue Perfusion : peripheral Hemodynamic regulation


perfusi jaringan perifer Setelah diberikan tindakan 1. monitor tanda-tanda
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 perdarahan atau
ulkus DM jam, diharapkan perfusi hemoragi
jaringan perifer kembali efektif 2. Kaji yang mendasari dan
Kriteria hasil : banyaknya darah yang
1. Tidak terjadi penurunan keluar
kesadaran 3. Beri oksigen jika
2. Pengisian kapiler baik diperlukan
3. Tidak terjadi perdarahan 4. Beri informasi pada
pasien untuk
meninggikan posisi
kepala lebih tinggi
daripada badan
5. kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian tranfusi
darah.

6. Gangguan citra tubuh Body image Increasee Self-Esteem


berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Diskusikan dengan
penyakit keperawatan 3 x 8 jam orang terdekat pengaruh
diharapkan kerusakan diagnosis dan
integritas kulit berkurang pengobatan terhadap
dengan kriteria hasil : kehidupan pribadi pasien
1. Mulai mengembangkan dan keluarga.
mekanisme koping untuk 2. Motivasi pasien dan
menghadapi masalah keluarga untuk
secara efektif. mengungkapkan
2. Menggunakan strategi perasaan tentang efek
koping efektif kanker atau pengobatan
3. Pertahankan kontak
mata selama interaksi
dengan pasien dan
keluarga dan bicara
dengan menyentuh
pasien.
7 Resiko Infeksi Knowledge : infection Infection control
control 1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
Setelah dilakukan perawatan dan lokal
selama 2x24 jam diharapkan 2. Gunakan sabun
resiko infeksi tidak terjadi antimikroba untuk cuci
dengan kriteria hasil tangan
3. Instruksikan pada
1. Klien bebas dari tanda pengunjung untuk
dan gejalan infeksi mencuci tangan saat
2. Menunjukan kemampuan berkunjung dan
untuk mencegah setelah berkunjung
timbulnya infeksi meninggalkan pasien
3. Menunjukan perilaku 4. Tingkatkan intake
hidup sehat nutrisi yang adekuat
4. Jumlah leukosit dalam 5. Kolaborasi dengan
batas normal tenaga medis lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Arisman, 2011. Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54.
Bilotta, Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita selekta penyakit : dengan implikasi
keperawatan. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito & suddarth.2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 vol
3. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2011. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2011. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Misnadiarly. 2011. Diabetes Melitus : Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala,
Menanggulangi, dan Mencegah Infeksi. Jakarta: Pustaka Obor;
Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015- 2016.
Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai