Anda di halaman 1dari 35

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.1 Komunikasi

2.1.1 Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata

Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. “Sama”

di sini maksudnya adalah “sama makna”. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam

komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau

berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan (Effendy,

2011: 9).

Lain halnya dengan Steven (Cangara 2007: 19), mengajukan sebuah definisi

yang luas, bahwa komunikasi terjadi kapan saja suatu organisme memberi reaksi

terhadap suatu objek atau simuli. Apakah itu berasal dari seorang atau lingkungan

sekitarnya. Misalnya seorang berlindung pada suatu tempat karena diserang badai, atau

kedipan mata sebagai reaksi terhadap sinar lampu, juga adalah peristiwa komunikasi.

Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan amerika yang telah banyak

memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran

inovasi membuat definisi bahwa: “Komunikasi adalah proses di mana suatu ide

dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk

mengubah tingkah laku mereka” (Cangara, 2007: 20).


9

Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D. Lawrence Kincaid

(1981) sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan bahwa: “komunikasi

adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan

pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada

saling pengertian yang mendalam”(Cangara, 2007: 20).

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara

efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan

oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication

in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi

ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To

Whom With What Effect? (Effendy, 2011: 15).

2.1.2 Unsur-unsur Komunikasi

Paradigma lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur

sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu (Effendy, 2011: 15), yaitu:

1) Komunikator (communicator, source, sender)

2) Pesan (Message)

3) Media (channel, media)

4) Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient)

5) Efek (effect, impact, influence)

Jadi, berdasarkan paradigma lasswell tersebut, komunikasi adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu.


10

2.1.3 Fungsi komunikasi

Rudolph F. Verderber dalam Mulyana (2007: 5) mengemukakan bahwa

komunikasi mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan

kesenangan, untuk menunjukan ikatan dengan orang lai, membangun dan memelihara

hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu.

Empat fungsi komunikasi berdasarkan kerangka yang dikemukakan William I.

Gorden dalam Mulyana (2007:5). Keempat fungsi tersebut, yakni komunikasi sosial,

komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental, tidak saling

meniadakan (mutually exclusive).

2.2 Perencanaan Komunikasi

2.2.1 Definisi Perencanaan Komunikasi

Menurut Robin Mehall, perencanaan komunikasi adalah sebuah dokumen

tertulis yang menggambarkan tentang apa yang harus dilakukan yang berhubungan

dengan komunikasi dalam pencapaian tujuan, dengan cara apa yang dapat dilakukan

sehingga tujuan tersebut dapat dicapai, dan kepada siapa program komunikasi itu

ditujukan, dengan peralatan dan dalam jangka waktu berapa lama hal itu bisa dicapai,

dan bagaimana cara mengukur (evaluasi) hasil-hasil yang diperoleh dari program

tersebut (Cangara, 2014: 48).

Perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pekerjaan humas.

Bentuk konkret dari suatu rencana adalah program kerja. Praktisi humas dituntut untuk

dapat menyusun program kerjanya, baik program kerja jangka panjang maupun jangka
11

pendek. Program kerja harus dipersiapkan secara cermat dan hati-hati agar dapat

memberikan hasil yang nyata. Tanpa adanya program yang terencana, praktisi humas

akan bekerja berdasarkan naluri atau insting saja sehingga mudah kehilangan arah,

gampang tergoda mengerjakan hal-hal baru sementara pekerjaan yang lama belum

terselesaikan. Sehingga praktisi humas akan sulit memastikan sejauh mana kemajuan

dan hasil-hasil konkret yang dicapai. Pada tahap merencanakan, hal pertama yang harus

dilaksanakan adalah penetapan tujuan yang memuat hal-hal yang harus dicapai dalam

pelaksanaan program atau kegiatan yang akan dilakukan. Karena tujuan yang sudah

ditetapkan sebelumnya tersebut maka tujuan yang dicapai dalam pelaksanaan program

bisa satu atau juga bisa lebih dari satu (Morissan, 2008: 148-149).

2.2.2 Pentingnya Perencanaan Komunikasi

David M. Dozier dalam Lattimore, at al, (2010: 130) meringkas pentingnya

perencanaan komunikasi. Proses menentukan tujuan dan sasaran publik relations dalam

bentuk yang terukur memiliki dua fungsi. Pertama, pemilihan tujuan serta sasaran

publik relations yang strategis dan dilakukan dengan hati-hati, terkait dengan

pertumbuhan dan keberlangsungan hidup organisasi berfungsi untuk menjustifikasikan

program publik relations sebagai aktivitas manajemen yang dapat terus berjalan.

Kedua, spesifikasi tujuan dan sasaran publik relations dalam bentuk terukur

menjadikan publik relations dapat dipertanggungjawabkan serta membuat berhasil atau

gagalnya program menjadi objektif dan konkret.


12

2.2.3 Tipe Perencanaan Komunikasi

Perencanaan komunikasi pada dasarnya dapat dibedakan atas dua tipe (Cangara,

2014: 48), yaitu:

1) Perencanaan Komunikasi Strategik

Menurut Allan Hancokck, perencanaan komunikasi strategik merupakan

komunikasi yang mengacu pada kebijaksanaan komunikasiyang menetapkan

alternatif dalam mencapai tujuan jangka panjang. Serta menjadi kerangka dasar

untuk perencanaan operasional jangka pendek. Perencanaan strategik diwujudkan

dalam target yang dikuantifikasi dengan pendekatan-pendekatan yang sistematis

terhadap tujuan yang ingin dicapai menurut kebijaksanaan komunikasi.

2) Perencanaan Komunikasi Operasional

Adapun yang dimaksud dengan perencanaan komunikasi operasional adalah

perencanaan yang memerlukan tindakan dalam bentuk aktivitas yang dirancang

untuk pencapaian. Perencanaan komunikasi operasional dapat dibagi atas dua

macam, yakni :

1. Perencanaan infrastrukur komunikasi (hardware) yang bisaa disebut

perencanaan teknik atau physical planning karena menyangkut pengadaan alat-

alat komunikasi.

2. Perencanaan program komunikasi (software) adalah perencanaan yang

mengarah pada knowlegde resource yang mencakup pengetahuan,

keterampilan, struktur organisasi dan penyusunan program tentang kegiatan

komunikasi apa yang akan dilakukan.


13

2.2.4 Beberapa Pendekatan dalam Perencanaan Komunikasi

Untuk menyusun suatu rencana yang baik diperlukan pendekatan sesuai dengan

tujuan dan target sasaran yang dicapai. Banfiel dan Meyerson dalam Cangara (2014:

55) menyatakan pendekatan perencanaan pada dasarnya dapat dilakukan dengna dua

cara, yaitu:

1) Pendekatan Perencanaan Rasional menyeluruh

Ialah pendekatan perencanaan yang dilandasi suatu kebijaksanaan umum yang

merumuskan tujuan yang ingin dicapai sebagai suatu kesatuan. Didasari oleh

seperangkat spesifikasi tujuan yang lengkap menyeluruh, dan terpadu.

Peramalan yang tepat serta ditunjang oleh sistem informasi.

2) Pendekatan Perencanaan Terpilah

Ialah pendekatan perencanaan yang mempertimbangkan bagianbagian

kebijaksanaan umum yang berkaitan langsung dengan unsur atau subsistem

yang diprioritaskan. Pendekatan Perencanaan Terpilih pelaksanaannya lebih

mudah dan realitas.

Dari perspektif komunikasi, John Middleton (1980) dalam (Cangara, 2014: 56)

mengemukakan empat pendekatan teori yang sangat diperlukan dalam perencanaan

komunikasi, yaitu:

1. Teori Pembangunan

2. Teori Sosiologi

3. Teori Komunikasi dan

4. Teori Organisasi
14

2.2.5 Hakikat Perencanaan Komunikasi

Hakikat perencanaan komunikasi dapat dilihat dalam konteks (Cangara, 2014:

57-57), yaitu:

1) Perencanaan Komunikasi sebagai Proses, memakai dua pendekatan isu pokok,

yakni (1) perencanaan itu sendiri sebagai penerapan teori. Barangkali para

praktisi kurang menerima pernyataan ini, karena teori sering digunakan untuk

menjelaskan gejala dan bukannya menjadikan teori sebagai pedoman untuk

melakukan sesuatu dengan membuat proyeksi apa yang akan terjadi di masa

depan.

2) Perencaan Komunikasi sebagai Sistem, yakni komunikasi harus dilihat sebagai

bagian integral dari suatu perencanaan nasional yang kedudukannya sama

dengan perencanaan sektor lain.

3) Perencanaan Komunikasi sebagai Alih Teknologi. Di sini teknologi kadang

dipandang sebagai hal yang misterius.begitu misteriusnya, sehingga Webster

meragukan para perncana komunikasi dapat membuat proyeksi penggunaan

teknologi komunikasi di masa depan karena perubahan-perubahan di bidang ICT

(Information, Communication, and Technology) sangat cepat dan drastis. Untuk

itu John Spencer mengusulkan agar para perencana dalam menyusun

perencanaan komunikasi melakukan pendekatan pada dua alternatif, yakni (1)

penyusunan perencanaan komunikasi untuk jangka pendek dengan membuat

proyeksi pertumbuhan dan perkembangan system komunikasi yang ada, serta (2)
15

penyusunan perencanaan komunikasi untuk jangka panjang dengan membuat

proyeksi alternatif untuk masa depan dengan jangka waktu yang cukup lama.

4) Perencanaan Komunikasi sebagai Aktivitas Ekonomi, di sini Stuart Wells

melihat ada dua pendekatan ekonomi yang bisa dipakai dalam perencanaan

komunikasi, yaitu (1) pendekatan ekonomi klasik, dan (2) pendekatan ekonomi

Marxis.

5) Perencanaan Komunikasi sebagai Evaluasi, dimaksudkan untuk mendapatkan

hasil yang efektif dari pelaksanaan program, utamanya untuk melakukan revisi

atau perubahan jika dalam proses pelaksanaannya tidak sesuai dengan

perencanaan yang telah diterapkan.

2.2.6 Beberapa Masalah yang Perlu Mendapat Perhatian dalam Penyusunan


Perencanaan Komunikasi

Beberapa masalah tersebut memuat (Cangara, 2014: 58-61), yaitu:

1) Regulasi Internasional

Dalam menyusun perencanaan komunikasi yang berskala internasional dan

nasional, sedapat mungkin memberi perhatian terhadap regulasi atau peraturan-

peraturan yang dikenakan secara internasional, utamanya yang terkait dengan

penggunaan jaringan satelit misalnya.

2) Kebijaksanaan Nasional

Penyusuna perencanaan komunikasi juga tidak boleh mengabaikan

kebijaksanaan nasional, baik yang tercantum di dalam Perencanaan

Pembangunan Nasional (National Guideline) maupun regulasi atau Undang-


16

Undang RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang RI No. 32 Tahun

2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta, dan Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, dan lain sebagainya.

3) Desentralisasi

Perencanaan yang berskala nasional umumnya dilakukan secara sentral oleh

pemerintah Pusat, dan sering menimbulkan rasa enggan (setengah hati) untuk

mendelegasikan ke tingkat daerah.

4) Koordinasi komunikasi dan informasi sebagai sumber daya maupun sebgai

sarana boleh dikata diperlukan hampir di semua level masyarakat. Karena itu

dalam pengelolaannya diperlukan koordinasi, baik secara vertikal antara pust dan

daerah maupun koordinasi horizontal antara kementrian atau departemen dalam

mengoperasionalkan sumber daya komunikasi.

5) Distribusi

Komunikasi sebagai sarana yang bisa mendekatkan jarak dan menembus ruang,

waktu, dan wilayah memerlukan perencanaan dengan memerhatikan kebutuhan.

6) Partisipasi dan Umpan Balik

Proses penyebaran informasi tidak boleh berlangsung hanya satu arah (one-way),

tapi diharapkan bisa menumbuhkan partisipasi dalam bentuk umpan balik

masyarakat (two-way communication).


17

7) Riset dan Evaluasi

Kebutuhan akan hasil penelitian (riset) untuk pengembangan program

komunikasi sangat diperlukan dan menjadi salah satu pertimbangan dalam

penyusunan perencanaan komunikasi.

8) Tenaga dan Pelatihan

Masalah sumber daya manusia dalam bidang komunikasi memang bisa menjadi

krusial jika tidak ditangani secara hati-hati. Persoalan ketidakseimbangan antara

sumber daya manusia dengan peralatan (infrastruktur) yang tersedia sering

menjadi masalah yang krusial. Artinya peralatan yang serba canggih

(sophisticated) ditangani oleh sumber daya manusia yang kurang terampil, atau

sebaliknya SDM-nya bagus sementara peralatan yang digunakan masih kuno dan

tidak bisa bersaing.

9) Pemilikan Media

Pola pemilikan media sangat tergantung pada sistem komunikasi yang dianut

oleh suatu negara. Selanjutnya sistem komunikasi pada dasarnya dipengaruhi

oleh ideologi yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Dalam suatu negara

yang menganut ideologi komunis atau authoritarian, maka pemilikan media

bisaanya dipegang oleh partai atau penguasa tertentu. Beda dengan negara-

negara yang menganut ideologi demokrasi liberal, maka siapa saja bisa memiliki

media (Surat kabar, Film, Radio, TV, Kantor Berita) sepanjang yang

bersangkutan memiliki modal usaha untuk itu.


18

2.2.7 Model Perencanaan Komunikasi

Ada banyak model yang digunakan dalam studi perencanaan komunikasi, mulai

dari model yang sederhana sampai kepada model yang rumit. Namun perlu diketahui

bahwa penggunaan model dan tahapan (langkah-langkah) pelaksanaannya tergantung

pada sifat atau jenis pekerjaan yang dilakukan (Cangara, 2014: 71).

UNESCO membuat langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam perencanaan

komunikasi (Cangara, 2014: 71), yaitu:

1) Mengumpulkan data tentang status sumber daya komunikasi, apakah itu

dioperasikan oleh pemerintah, swasta, atau kombinasi antara pemerintah dan

swasta.

2) Melakukan analisi tentang struktur dan sumber daya komunikasi yang ada, berapa

banyak surat kabar, stasiun televisi dan radio, serta mediamedia apa saja yang ada

dalam masyarakat.

3) Melakukan analisis kritis terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat terhadap

komunikasi, jenis informasi apa yang dibutuhkan, apakah hiburan, pendapat

(opini), atau berita.

4) Melakukan analisis terhadap komponen-komponen komunikasi mulai dari

sumber, pesan, saluran atau media, penerima, dan umpan balik dari masyarakat.

5) Melakukan analisis terhadap pengembangan komunikasi, apakah media

mengalami kemajuan dalam hal jumlah tiras (oplah), sebaran, atau peringkat

dalam tayangan.
19

6) Menetapkan tujuan sasaran yang ingin dicapai sesuai dengan kebijaksanaan

komunikasi yang ada.

Tahapan perencanaan komunikasi yang dibuat oleh UNESCO di atas tentu saja

tidak mengikat, tergantung dari kondisi dan keadaan program yang akan dilaksanakan.

Untuk melaksanakan program-program komunikasi, dibawah ini dikemukakan salah

satu langkah-langkah perencanaan komunkasi (Cangara, 2014: 71-72)

2.2.8 Model Perencanaan Komunikasi Cutlip dan Center

Empat proses pokok menurut Scoot M. Cutlip dan Allen H. Center dalam Rosady

(2010: 148-149) menyatakan bahwa proses perencanaan komunikasi yang menjadi

landasan atau acuan untuk melakukan pelaksanaan, yaitu:

1. Penemuan fakta ( fact finding).

Langkah pertama ini melibatkan pengkajian dan pemantauan pengetahuan,

opini, sikap, dan perilaku yang terkait dengan tindakan dan kebijakan

organisasi. Langkah ini menentukan “Apa yang sedang terjadi sekarang?”

2. Perencanaan (planning).

Informasi yang terkumpul pada langkah pertama digunakan untuk membuat

keputusan mengenai publik, sasaran, tindakan dan strategi komunikasi, taktik

dan tujuan program. Langkah kedua ini menjawab,“Kita telah mempelajari

situasi ini berdasarkan apa, apa yang harus diubah, dilakukan, atau dikatakan”.

3. Komunikasi (communication).

Langkah ketiga melibatkan implementasi program dari tindakan dan

komunikasi yang telah didesain untuk mencapai tujuan spesifik bagi setiap
20

publik untuk mencapai sasaran program. Pertanyaan pada langkah ini, “Siapa

yang akan melakukan dan memberitahukan program ini, serta kapan, dimana,

dan bagaimana”.

4. Evaluasi (evalution)

Tahap terakhir pada proses ini melibatkan kesiapan penilaian, implementasi,

dan hasil dari program tersebut. Penyesuaian telah dibuat sejak program

terimplementasi, berdasarkan umpan balik evaluasi mengenai bagaimana

program tersebut berhasil atau tidak. Program dapat dilanjutkan atau dihentikan

berdasarkan pertanyaan “Bagaimana yang sedang kita kerjakan atau

baagaimana yang telah kita kerjakan”.

2.3 Komunikasi Pemerintah

2.3.1 Pengertian Komunikasi Pemerintah

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, pesan, atau gagasan-

gagasan dengan menggunakan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna,

baik secara verbal maupun non verbal dari seseorang atau kelompok orang kepada

seseorang atau kelompok orang lainnya dengan tujuan untuk mencapai saling

pengertian dan/atau kesepakatan bersama (Rudy, 2005 : 1).

Kata atau istilah komunikasi berasal dari Bahas Latin communicatus atau

communicatio atau communicare yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama.

Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamu bahasa mengacu pada suatu upaya

yang ditujukan untuk mencapai kebersamaan. Menurut Webster New Collogiate


21

Dictionary komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu

melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku (Riswandi, 2013: 1).

Hakikat komunikasi adalah proses ekspresi mantarmanusia. Setiap manusia

mempunyai kepentingan untuk menyampaikan pikiran atau perasaan yang dipunyai.

Tentu saja, ekspresi pikiran dan perasaan itu memakai dan memanfaatkan bahasa

sebagai medium komunikasinya. Dalam bahasa komunikasi, setiap orang atau sesuatu

yang menyampaikan sesyatu tersebut sebagai komunikator. Sesuatu yang disampaikan

atau diekspresikan adalah pesan (message). Seseorang atau sesuatu yang menerima

pesan adalah komunikan (Mufid, 2013: 98).

Dalam bentuk yang paling sederhana, komunikasi adalah transmisi pesan dari

suatu sumber kepada penerima. Selama 60 tahun, pandangan tentang komunikasi ini

telah diidentifikasi melalui tulisan ilmuwan politik Harold Lasswell (Baran, 2012: 5).

Pemerintah sebagai sekumpulan orang-orang yang mengelola kewenangan-

kewenangan, melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan serta

pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga dimana mereka ditempatkan.

Pemerintah merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaan dan

lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat dan Negara.

Pemerintah adalah organisasi kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta

undang-undang diwilayah tertentu Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan

yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan

kepentingan Negara sendiri, jadi tidak diartikan sebagai pemerintah yang hanya

menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya


22

termasuk legislative dan yudikatif. Fungsi-fungsi pemerintahan dapat ditemukan dalam

konstitusi berupa fungsi peradilan, perencanaan anggaran belanja, pajak, militer, dan

polisi. Rasyid membagi fungsi pemerintahan menjadi empat bagian yaitu, pelayanan,

pembangunan, pemberdayaan, dan pengaturan (Labolo, 2006: 22).

Komunikasi pemerintah itu sendiri menurut Hasan (2010:95) merupakan

penyampaian ide, program, dan gagasan pemerintah kepada masyarakat dalam rangka

mencapai tujuan negara. Dalam hal ini Pemerintah dapat diasumsikan sebagai

komunikator dan masyarakat sebagai komunikan, namun dalam suasana tertentu bisa

sebaliknya masyarakat berada pada posisi sebagai penyampai ide atau gagasan dan

pemerintah berada pada posisi mencermati apa yang diinginkan masyarakat. Dalam

kondisi yang demikian pemerintah memiliki kewenangan sekaligus bertanggung jawab

untuk mempertimbangkan, bahkan merespon keinginan-keinginan tersebut sesuai

dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.

Komunikasi mempunyai sejumlah pengaruh baik terhadap tipe, sasaran, tugas

Pemerintah termasuk didalamnya pemeliharaan hubungan, tanpa adanya sarana dan

fasilitas untuk hubungan komunikasi ke segala arah dalam suatu kegiatan akan sulit

diketahui apa yang sudah dicapai, apa yang akan diraih dan bagaimana kendala dalam

pelaksanaan pekerjaan, sehingga sulit bagi organisasi untuk mengevaluasi pekerjaan.

Karena komunikasi adalah sumber informasi bagi pimpinan atau eksekutif dalam

mengeluarkan berbagai kebijakan (Hasan, 2010: 95-97).


23

2.3.2 Karakteristik Komunikasi Pemerintah

Hampir semua aparatur Pemerintah paham tentang komunikasi namun tidak

semuanya memahami bagaimana berkomunikasi secara efektif, khususnya dalam

rangka penyelenggaraan Pemerintah, khususnya dalam melakukan fungsi-fungsi utama

Pemerintah yang mencakup “pemberian pelayanan, pemberdayaan, dan bersama-sama

masyarakat mencapai kebahagiaan yang sebesar-besarnya tanpa merugikan pihak lain

secara ilegal”. Kelihatannya pernyataan tersebut sepele namun ketika dilakukan secara

empirik di lapangan tidak jarang menimbulkan masalah bahkan sering memunculkan

konflik antara individu, kelompok maupun kelembagaan (Hasan, 2010: 114).

Salah satu paradoks yang terjadi mengenai komunikasi dalam pemerintah

adalah ketidakmampuan memanajemenkan kesibukan membuat para pegawai lupa.

Kondisi demikian dapat diatasi dengan mengemas pesan secara berulang-ulang.

Berkaitan dengan faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam karakteristik

komunikasi pemerintah , dapat mengidentifikasi sebanyak 5 faktor yang dianggap

paling poensial untuk kelancaran dan efektifitas komunikasi (Hasan, 2010: 122-124),

yaitu:

1. Komunikasi atasan dengan bawahan

2. Komunikasi ke bawah

3. Persepspi mengenai komunikasi dengan bawahan

4. Komunikasi ke atas

5. Keandalan informasi.
24

Aktivitas komunikasi yang dilancarkan oleh anggota organisasi dalam

hubungan kerja pada umumnya bertujuan untuk (Hasan 2010: 125):

1. Meningkatkan hubungan kerja dan kerjasama yang baik antar individu dan antar

unit organisasi adau departemen.

2. Mengetahui sedini mungkin masalah-maslaah yang timbul dalam pelaksanaan

pekerjaan dari masing-masing unit organisasi.

3. Mengurangi aspek negatif dari kemungkinan timbulnya konflik maupun frustasi.

4. Mendorong semangat kerja.

2.3.3 Pesan Komunikasi Pemerintah

“Pesan” dalam bahasa inggris adalah “message”, sedangkan “informasi” adalah

“information”. Dalam hal ini pesan merupakan sesuatu yang disampaikan, dan

informasi adalah isi dari pesan itu atau bahan yang diramu untuk menjadi suatu pesan

yang disampaikan kepada orang lain (Rudy, 2005: 15)

Pesan dalam komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada

penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka melalui media

komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau

propaganda. Dalam bahasa inggris pesan bisaanya diterjemahkan dengan kata message,

content, atau information (Tamburaka, 2012: 9)

Pesan merupakan titik sentral dalam proses komunikasi. Pesan merupakan

perwakilan dari image serta tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Pesan merupakan titik

temu antara sender dan reciver. Cangara bahkan menegaskan bahwa pesan merupakan
25

sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Penyampaiannya bisa melalui

tatap muka maupun melalui media komunikasi (Nasrullah, 2012: 40).

2.4 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir

2.4.1 Pengertian Rencana Zonasi

Menurut, UU No. 27 tahun 2007, Rencana Zonasi merupakan rencana yang

menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai

dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat

kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya

dapat dilakukan setelah mendapat izin.

Rencana Zonasi mengindikasikan kebijakan pengalokasian penggunaan

sumberdaya pesisir berdasarkan daya dukungnya. Rencana Zonasi digunakan untuk :

1. Memandu pengelolaan sumberdaya di dalam wilayah perencanaan; dan

2. Mencegah konflik pemanfaatan sumberdaya,

(Departemen Kelautan & Perikanan Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir &


Pulau-Pulau Kecil, Pdf, Hal : 16, Sumber:
http://www.kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php /dokumen /publikasi/ buku/finish /2-
buku/ 359-buku-model-penyusunan-perda-tentang-penge lolaan-wilayah-
pesisir-bahasa-indonesia, Diakses pada tanggal 7 Juli 2018).

Rencana Zonasi juga mengindikasikan arahan kerangka kerja untuk

pengelolaan, pengaturan berupa kisi-kisi tentang kegiatan-kegiatan yang

diperbolehkan, kegiatan-kegiatan yang dilarang, dan kegiatan yang memerlukan ijin

sebelum dilaksanakan guna mencegah timbulnya benturan kepentingan, baik di dalam

zona maupun antar zona.


26

Penyusunan Rencana Zonasi dilakukan secara terpadu melalui kerjasama antara

pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota bersama masyarakat. Secara

garis besar, Rencana Zonasi memuat pembagian wilayah perencanaan ke dalam zona-

zona, yaitu: zona konservasi, zona pemanfaatan umum, zona pemanfaatan khusus, dan

alur. Rencana Zonasi didasarkan pada:

1) Data fisik, ekologi dan sosial-ekonomi;

2) Kebijakan-kebijakan dalam Rencana Strategis; dan

3) Kepentingan para stakeholder yang memanfaatkan sumberdaya pesisir

(Departemen Kelautan & Perikanan Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir &


Pulau-Pulau Kecil, Pdf, Hal : 17, Sumber:
http://www.kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php /dokumen /publikasi/ buku/finish /2-
buku/ 359-buku-model-penyusunan-perda-tentang-penge lolaan-wilayah-
pesisir-bahasa-indonesia, Diakses pada tanggal 7 Juli 2018).

Rencana Zonasi harus mengakomodasikan berbagai jenis keperluan

pembangunan seperti perkotaan, pusat industri, budidaya pantai, perikanan tangkap,

dan pelestarian habitat flora dan fauna. Dengan memperhatikan skala prioritas

pembangunan, Bupati/Walikota dapat menindaklanjuti Rencana Zonasi Provinsi

dengan penyusunan Rencana Zona Kabupaten/Kota.

Rencana Zonasi dapat diperbaiki apabila terdapat perubahan pada kondisi

wilayah pesisir yang berpengaruh pada keputusan penzonasian. Perubahan yang

dimaksud adalah :

1. Intensitas dan macam penggunaan sumberdaya;


27

2. Perkembangan keilmuan mengenai penggunaan sumberdaya yang

berkelanjutan; dan

3. Perubahan-perubahan teknologi, sosial, budaya dan atau lingkungan

(Departemen Kelautan & Perikanan Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir &


Pulau-Pulau Kecil, Pdf, Hal : 17, Sumber: http://www.kkji.kp3k.kkp.go.id
/index.php/dokumen/publikasi/buku/finish/2-buku/359-buku-model-penyu
sunan -perda-tentang-pengelolaan-wilayah-pesisir-bahasa-indonesia, Diakses
pada tanggal 7 Juli 2018).

2.4.2 Kedudukan, Fungsi dan Manfaat Rencana Zonasi Wilayah Pesisir

1. Kedudukan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir

Pasal 6 ayat 5 UU UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

menyebutkan bahwa “Ruang laut dan ruang udara, pengelolaanya diatur dengan

undang-undang tersendiri”. Khusus untuk ruang laut yang dimaksud dalam Undang-

Undang tersebut adalah UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun

2014. UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1

Tahun 2014 merupakan Leg Specialis dari UU Nomor 26 Tahun 2007, Indonesia

mengenal asas Leg Spesialis Derogat Leg Generalis, hal-hal yang sifatnya khusus lebih

diutamakan dari hal yang sifatnya umum. Ruang lingkup pengaturan UU Nomor 27

Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, meliputi ke

arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil

laut diukur dari garis pantai (cakupan wilayah pesisir).

Sesuai dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan

UU Nomor 1 Tahun 2014, terdapat 3 (tiga) struktur yang menyusun pengelolaan pesisir
28

dan pulau-pulau kecil, yakni perencanaan, pemanfaatan, serta pengawasan dan

pengendalian. Struktur perencanaan memuat perencanaan yang bersifat spasial

(keruangan) yaitu Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang

selanjutnya disebut RZWP-3-K. Walaupun UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana

telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tidak secara eksplisit menyebut tata

ruang laut, namun perencanaan spasial tersebut diistilahkan dengan rencana zonasi

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K).

Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan UU

Nomor 1 Tahun 2014 pada Bab I Pasal 1 disebutkan, “Rencana Zonasi adalah rencana

yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai

dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat

kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat

dilakukan setelah memperoleh izin”. Pengertian ini mirip dengan definisi tata ruang

yang tersurat dan tersirat pada Bab 1 Pasal 1 dalam UU Nomor 26 Tahun 2007.

Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di dalam pasal 7 ayat

(1), terdiri atas :

1) Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K), yang

memuat isu, visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan program;

2) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), yang

memuat rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;

3) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K),

yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab


29

dalam rangka pengoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai

lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumber daya

atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan; dan

4) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RAPWP-3-

K), yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu atau

beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai

kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan

pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya

pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap Kawasan perencanaan.

Kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki

keterkaitan dengan kebijakan perencanaan pembangunan nasional dan kebijakan

penataan ruang. Berdasarkan tujuan perencanaan pembangunan nasional, aktualisasi

UU Nomor 25 Tahun 2004 diantaranya ditandai dengan dihasilkannya: (a) Rencana

Pembangunan Jangka Panjang; (b) Rencana Pembangunan Jangka Menengah; dan (c)

Rencana Pembangunan Tahunan. Keseluruhan dokumen perencanaan tersebut menjadi

pedoman bagi pelaksanaan segenap urusan yang menjadi kewenangan pemerintah

daerah dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran daerah pada akhir periode rencana,

dan sekaligus menjadi dasar dalam penganggaran (pembiayaan) program dan kegiatan

yang dilaksanakan pemerintah dan pemerintah daerah.

Dalam rangka menjamin konsistensi pelaksanaan dokumen RZWP-3-K yang

sudah disusun, maka hasil tersebut perlu menjadi bagian dari proses perencanaan

pembangunan daerah. Artinya Pemda perlu menyusun tata cara perencanaan


30

pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang,

jangka menengah, dan tahunan yang telah memasukkan pengelolaan wilayah pesisir

dan pulau-pulau kecil. Dokumen RSWP-3-K diharapkan berfungsi sebagai instrumen

yang akan dipakai sebagai referensi kebijakan dan program kegiatan dalam

pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sampai dengan beberapa tahun ke

depan oleh pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. Untuk mewujudkan hal

tersebut, maka dokumen RSWP-3-K haruslah: (a) sejalan dan menjadi bagian dari

sistem dan dokumen perencanaan pembangunan daerah, serta (b) dilaksanakan secara

konsisten oleh masing-masing sektor, baik daerah maupun pusat (Pedoman Teknis

Penyusunan RZWP-3-K, 2013 : 6 - 9).

2. Fungsi dan Manfaat Rencana Zonasi Wilayah Pesisir

Rencana zonasi wilayah pesisir Kabupaten/Kota, antara lain berfungsi:

1) Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD)

2) Sebagai acuan dalam penyusunan RPWP-3-K dan RAPWP-3-K

3) Sebagai instrumen penataan ruang di perairan laut wilayah pesisir, dan pulau-

pulau kecil

4) Memberikan kekuatan hukum terhadap alokasi ruang di perairan laut wilayah

pesisir, dan pulau-pulau kecil

5) Untuk memberikan rekomendasi dalam pemberian perizinan di perairan laut

wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil


31

6) Sebagai acuan dalam rujukan konflik di perairan laut wilayah pesisir, dan

pulau-pulau kecil

7) Sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang di perairan laut wilayah pesisir, dan

pulau-pulau kecil

8) Sebagai acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan di WP3K

(Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K, 2013 : 9-10).

Manfaat Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten/Kota adalah untuk :

1) Memfasilitasi akselerasi pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil

2) Mengidentifikasi daerah-daerah yang sesuai untuk dimanfaatkan

3) Mendorong pemanfaatan ruang dan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil

yang efisien

4) Mengurangi kemungkinan dampak negatif dari pemanfaatan sumberdaya

pesisir dan pulau-pulau kecil

5) Mengidentifikasi daerah-daerah yang penting secara ekologi dan kelangsungan

kehidupan habitat pesisir dan pulau-pulau kecil dan mengurangi konflik dengan

pemanfaatan ekonomi

6) Menjamin dan memastikan alokasi ruang untuk keanekaragaman hayati dan

konservasi alam

7) Mendorong kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam

pembangunan melalui keterlibatan dalam proses perencanaan


32

8) Melindungi ruang yang secara turun-temurun dimanfaatkan untuk kepentingan

sosial budaya masyarakat seperti untuk upacara adat, wilayah ulayat, wilayah

suci laut

9) Mengurangi konflik pemanfaatan ruang baik antara pemanfaatan yang tidak

kompatibel maupun konflik antara pemanfaatan manusia dan kelestarian

lingkungan alam (Pedoman Teknis Penyusunan RZWP-3-K, 2013 : 10).

2.4.3 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Sebagai Amanat UU No. 27 Tahun 2007

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil Bab 1, pasal 1: Zonasi dalah suatu bentuk rekayasa teknik

pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi

sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai

satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Rencana Zonasi adalah rencana menentukan

arah penggunaaan sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan

struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh

dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan seteh

mendapat izin.

Pasal 9; Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K)

merupakan arahan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota. RZWP-3-K diserasikan,

diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

pemerintah provisinsi atau pemerintah kabupaten/kota. Perencanaan RZWP-3-K


33

dilakukan dengan mempertimbangkan (Suparno, Jurnal Mangrove dan Pesisir IX (1),

Februari 2009: 1-8):

1. Keserasian, keselarasan, dan kesetimbangan dengan daya dukung ekosistem,

fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu,

dimensi teknologi dan social budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan.

2. Keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis sumberdaya, fungsi, estetika

lingkungan, dan kualitas lahan pesisir

3. Kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses masyarakat dalam

pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai fungsi

sosial dan ekonomi. Jangka waktu berlakunya RZWP-3-K selama 20 Tahun dan

dapat ditinjau kembali setiap 5 Tahun. RZWP3-K ditetapkan dengan Peraturan

Daerah.

Pasal 11, (1) RZWP-3-K Kabupaten/Kota berisi arahan tentang alokasi ruang

dalam rencana kawasan pemanfaatan umum, rencana kawasan konservasi, rencana

kawasan strategis nasional tertentu, dan rencana alur.

Keterkaitan antar ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil dalam suatu

bioekoregion. (2) Penyusunan RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diwajibkan mengikuti dan memadukan rencana pemerintah dan pemerintah daerah

dengan memperhatikan kawasan, zona, dan atau alur laut yang telah ditetapkan

ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Suparno, 2009: 1-8).


34

2.4.4 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten Muna

Kabupaten Muna merupakan daerah kepulauan yang terletak di jazirah Sulawesi

Tenggara meliputi bagian utara Pulau Buton dan Pulau Muna serta pulau-pulau kecil yang

tersebar disekitarnya yang berjumlah 237 buah dengan kategori 22 buah pulau berpenghuni,

10 buah pulau berpenghuni sementara dan 205 buah pulau tidak berpenghuni. Secara geografis

Kabupaten Muna terletak di bagian Selatan Khatulistiwa pada garis lintang 4006’ sampai 5015’

Lintang Selatan dan 12208’ Bujur Timur sampai dengan 123015’ Bujur Timur. Kabupaten

Muna berbatasan pada sebelah utara dengan Selat Tiworo dan Kabupaten Konawe Selatan,

sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Buton Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan

Kabupaten Buton dan sebelah Barat berbatasan dengan Selat Spelman.

Rencana zonasi wilayah pesisir di Kabupaten Muna merupakan salah satu

wujud tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Muna dalam proses pembangunan

wilayah pesisir. Selain itu, penerapan zonasi wilayah pesisir juga merupakan

implementasi dari UU Republik Indonesia Nomor 26 tahun 27 tentang penataan ruang

dan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau – pulau

kecil. Tujuan penerapan zonasi wilayah pesisir dikabupaten muna yaitu untuk membagi

wilayah pesisir dalam zona-zona yang sesuai dengan peruntukan dan kegiatan yang

saling mendukung (compatible) serta memisahkannya dari kegiatan yang saling

bertentangan (incompatible).

Pemerintah Kabupaten Muna menyusun rencana zonasi sebagai suatu upaya

terpadu dalam perencanaan, penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemelehiharaan,

pemulihan, pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil antar
35

sektor, antar pemerintah, dan antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan guna mencapai pembangunan yang

optimal berkelanjutan

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten Muna terletak dikawasan selat

Buton yang dibagi menjadi empat kawasan, yaitu 1) Kawasan Pemanfaatan Umum

yang didalamnya terdapat beberapa zona antara lain zona perikanan tangkap, Zona

Perikanan Budidaya, Zona Pariwisata dan Zona Fasilitas Umum. 2) Kawasan

Konservasi yang terdiri atas Taman Wisata Alam Laut, Kawasan Konservasi Perairan

dan Daerah Perlindungan laut. Kawasan Konservasi Kabupaten Muna terletak di

perairan selat Buton. 3) Rencana Aluar Transportasi Laut yang terdiri atas Aluar

Pelayaran dan Alur Kabel/Pipa Bawah Laut. 4) Kawasan Strategis Nasional, ini terkait

dengan pulau-pulau kecil terluar, kawasan lindung serta ketahanan dan pertahanan

nasional (DKP Kabupaten Muna).

Recana zonasi wilayah pesisir kabupaten Muna merupakan rencana yang

menentukan arah pembangunan khusunya wilayah pesisir. Sebagai suatu rencana yang

menentukan arah pembangunan, maka pemerintah harus terus-menerus mendorong,

menggerakkan, bahkan terkadang diperlukan suatu kebijakan melalui peraturan-

peraturan yang mengharuskan masyarakat terlibat dalam rencana tersebut.

Salah satu bentuk rencana Zonasi wilayah pesisir Kabupaten Muna yang

disesuaikan dengan rencana penataan wilayah yang diatur di dalam RTRW adalah

perencanaan pemanfaatan lahan dan kawasan. Sesuai dengan hal tersebut, rencana

pemanfaatan lahan dan penataan kawasan di Kabupaten Muna terbagi ke dalam dua
36

kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budi daya. Kepatuhan pelaksanaan

penggunaan lahan terhadap rencana tersebut baru mencapai 80% yang diakibatkan oleh

banyaknya alih fungsi lahan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini peneliti memaparkan penelitian terdahulu yang relevan

dengan permasalahan yang akan diteliti, antara lain:

1. Penelitian Fitriyah (2013). Judul “Model komunikasi dalam mensosialisasikan

E-KTP di kota serang”. Penelitian yang dilakukan Neka Fitriah menggunakan

metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini

menggambarkan bahwa dalam model komunikasi e – KTP yang dilakukan oleh

pemerintah Kota Serang yaitu dengan melakukan analisis situasi, analisis

organisasi, dan analisis publiknya. Analisis situasi digunakan untuk melihat

kesiapan aparat dan masyarakat serta perangkat yang dimiliki dalam

pelaksanaan program tersebut. Analisis organisasi lebih difokuskan pada

kemampuan SDM Internal aparat pemerintah Kota Serang dalam program e-

KTP sedangkan analisis publik lebih pada bagaimana respon dan partisipasi

masyarakat kota Serang untuk mensukseskan program e-KTP.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan Fitriyah (2013) dengan penelitian

yang akan dilakukan penulis yaitu sama-sama menggunakan metode penelitian

kualitatif.

Perbedaanya yaitu Objek penelitian Fitriah (2013) model komunikasi yang

digunakan pemerintah kota serang dalam mensosialisasikan E-KTP sedangkan


37

Objek penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu model perencanaan

komunikasi pemerintah Kabupaten Muna. Perbedaan keduanya juga terlihat

pada Subjek Penelitian.

2. Penelitian Dewi (2010). Judul “Model Komunikasi dalam Sosialisasi

Pengarusutamaan Gender dan Anggaran Responsif Gender di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta”. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model

komunikasi liner dalam PengarusutamaanGender dan Anggaran Responsif

Gender (PUG-ARG) yang diujicobakan, mengerti tentang gender dan

diimplementasikan di dinas masing-masing. Model ini dapat memperlancar

dalam proses komunikasi pembuatan programkerja yang responsive gender dan

diimplementasikan dalamperencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program,

sertadidukung oleh personil di semua dinas yang memiliki pengetahuan

memadai tentang PUG, demi keharmonisan dankesejahteraanmasyarakat,

khususnya di pemerintah Provinsi DIY.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan Dewi (2010) dengan penelitian

yang akan dilakukan penulis yaitu sama-sama menggunakan metode penelitian

kualitatif.

Perbedaanya yaitu Objek penelitian Dewi (2010) lebih adalah model

Komunikasi dalam Sosialisasi Pengarusutamaan Gender dan Anggaran

Responsif Gender di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sedangkan Objek

penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah model perencanaan


38

komunikasi pemerintah Kabupaten Muna. Perbedaan keduanya juga terlihat

pada Subjek Penelitian

3. Penelitian Wirman (2017) dengan judul Model Perencanaan Komunikasi

Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Chevron Pasific Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan dalam pnelitian ini yaitu metode penelitian

kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa PT

CPI melakukan perencanaan model komunikasi lima tahap sebagai sebuah

model yang digunakan oleh perusahaan dalam menentukan kebijakan

komunikasi dan strategi komunikasi yang dilakukan. Model ini berbentuk

seperti lingkaran, sehingga proses tahap yang terjadi saling berkaitan satu

dengan lainnya dan merupakan sebuah proses yang berulang dan komunikasi

ada di dalam lingkaran tersebut.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Wirman (2017) dengan

penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu sama menggunakan metode

penelitian kualitatif. Selain itu Objek penelitian yang dilakukan Welly Wirman

adalah model perencaan komunikasi, sama dengan objek penelitian yang akan

dilakukan oleh penulis yaitu model perencanaan komunikasi. Yang menjadi

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Wirman (2017) dan penelitian

yang akan dilakukan oleh Penulis yaitu terletak pada Subjek Penelitian.
39

2.6 Kerangka Pikir

Perencanaan komunikasi untuk menjadi solusi dalam masalah tersebut. Karena

sebuah porses pelaksanaan yang dilaksanakan tidak luput dari berbagai rintangan atau

hambatan. Oleh karena itu, perencanaan komunikasi dimaksudkan untuk mengatasi

rintangan-rintangan yang ada guna mencapai efektifitas komunikasi, sedangkan sisi

fungsi dan kegunaan komunikasi perencanaan diperlukan untuk mengimplementasikan

program-program yang ingin dicapai, apakah itu untuk pencitraan, pemasaran,

penyebarluasan gagasan, kerja sama, atau pembangunan infrastruktur komunikasi

(Cangara, 2013: 41).

Perencanaan komunikasi ini dilakukan bertujuan untuk mensosialisasikan

rencana zonasi wilayah pesisir kepada masyarakat sehingga sosialisasi yang dilakukan

tersebut bisa sampai dan diketahui oleh masyarakat pesisir.

Perencanaan komunikasi dapat dilakukan dengan model perencanaan

komunikasi Cutlip dan Center,pada model perencanaan komunikasi Cutlip dan Center

dikemukakan terdapat empat indicator (Ruslan, 2010: 148-149),yaitu :

1. Penemuan fakta (fact finding).

Langkah pertama ini melibatkan pengkajian dan pemantauan pengetahuan, opini,

sikap, dan perilaku yang terkait dengan tindakan dan kebijakan organisasi.

Langkah ini akan menentukan “apakah yang sedang terjadi sekarang”?

2. Perencanaan (Planning)

Informasi yang terkumpul pada langkah pertama digunakan untuk membuat

keputusan mengenai publik, sasaran, tindakan dan strategi komunikasi, taktik dan
40

tujuan program. Langkah kedua ini menjawab, “Kita telah mempelajari situasi ini

berdasarkan apa, apa yang harus diubah, dilakukan, atau dikatakan”.

3. Komunikasi (communication)

Langkah ketiga melibatkan impelmentasi rencana dari tindakan dan komunikasi

yang tekah didesain untuk mencapai tujuan spesifik bagi setiap publik untuk

mncapai sasaran program atau rencana. Pertanyaan pada langkah ini, “Siapa yang

akan melakukan dan memberitahukan program atau rencana ini, serta kapan,

dimana, dan bagaimana”.

4. Evaluasi (evaluation)

Tahap terakhir pada proses ini melibatkan kesiapan penilaian, implementasi dan

hasil dari program tersebut. Penyesuaian telah dibuat sejak program

terimplementasi, berdasarkan umpan balik evaluasi mengenai bagaimana program

tersebut berhasil atau tidak. Program dapat dilanjutkan atau dihentikan

berdasarkan pertanyaan “Bagaimana yang sedangkan kita kerjakan atau bagamana

yang telah kita kerjakan”.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan teori Model Perencanaan

Komunikasi Cutlip dan Center. Model perencanaan komunikasi memiliki empat

indicator, yaitu:

1. Penemuan fakta. Maksud dari penemuan fakta dalam penelitian ini adalah adanya

identifikasi masalah yang terjadi di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Muna dan masyarakat Wilayah Pesisir Kabupaten Muna. permasalahan yang

terjadi yaitu kurangnya pemahaman masyarakat mengenai fungsi dan tujuan


41

rencana zonasi, terbatasnya akses informasi bagi masayarakat wilayah pesisir,

kondisi sosial-ekonomi, karakterisitik serta latar belakang masyarakat wilayah

pesisir mendorong Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Muna harus

melakukan sosialisasi kepada mesyarakat mengenai rencana zonasi wilayah

pesisir.

2. Perencanaan. Setelah melakukan identifikasi masalah, Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Muna menyiapkan perencanaan yang mempunyai tujuan

untuk mensosialisasikan program atau rencana zonasi wilayah pesisir.

3. Komunikasi. Perencanaan yang telah disiapkan dikomunikasi kepada masyaakat

baik secara langsung ataupun menggunakan media.\

4. Evaluasi. Langkah terakhir ini dilakukan setelah adanya perencanaan-perencanaan

yang dilakukan dan disebarkan kepada masayarakat dan melakukan evaluasi

bertujuan agara masalah yang terjadi dapat diminimalisisrkan.

Untuk memudahkan dalam memahami kerangka piker dalam penelitian ini, penulis

menyimpulakn dalam bentuk bagan, sebagai berikut:


42

Kerangka Pikir

Model Perencanaan Komunikasi Pemerintah


dalam Penerapan Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir

Dinas Kelautan dan Perikanan


Kabupaten Muna

Model Perencanaan Komunikasi Cutlip


dan Center (Ruslan, 2010: 148-149):
1. Penemuan Fakta
2. Perencanaan
3. Komunikasi
4. Evaluasi

Masyarakat Wilayah Pesisir

Hasil Modifikasi Penulis, 2018

Anda mungkin juga menyukai