Anda di halaman 1dari 13

BAB I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti
norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner
tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu
kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang.
Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik.
Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia,
transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas
pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan
masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja,
demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap
penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.
Di Indonesia, bioetika baru berkembang sekitar satu dekade terakhir yang
dipelopori oleh Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta.
Perkembangan ini sangat menonjol setelah universitas Gajah Mada Yogyakarta
yang melaksanakan pertemuan Bioethics 2000; An International Exchange dan
Pertemuan Nasional I Bioetika dan Humaniora pada bulan Agustus 2000. Pada
waktu itu, Universitas Gajah Mada juga mendirikan center for Bioethics and
Medical humanities. Dengan terselenggaranya Pertemuan Nasional II Bioetika dan
Humaniora pada tahun 2002 di Bandung, Pertemuan III pada tahun 2004 di
Jakarta, dan Pertemuan IV tahun 2006 di Surabaya serta telah terbentuknya
Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI) tahun 2002,
diharapkan studi bioetika akan lebih berkembang dan tersebar luas di seluruh
Indonesia pada masa datang.

B. Tujuan Makalah
1. Untuk Sejarah Bioetika ?
2. Untuk Perkembangan bioetika ?
3. Tantangan Masyarakat Terhadap Permasalahan Bioetika ?
BAB II. PEMBAHASAN

A. Sejarah Bioetika

Bioetika dicetuskan pada tahun tujuh puluhan, sedang bioetika sebagai konsep
sudah merupakan kekayaan (heritage) umat manusia ribuan tahun yang lalu.
Pemahaman tentang bioetika sudah harus menjadi kewajiban para ilmuan dengan
semakin cepatnya perkembangan teknologi modern terutama yang bergerak
dibidang ilmu hayati. Bioetika dapat dipandang sebagai suatu etika atau pedoman
seorang ilmuwan atau seorang ahli bioteknologi. Bioetika dapat dideskripsikan
sebagai cara pandang manusia terhadap kehidupan berkaitan dengan moral dalam
berinteraksi dan pertanggungjawabannya dengan mahluk hidup dalam
kehidupannya. (Abdul Rizal, 2008)
Orang yang pertama kali menciptakan istilah “bioethics” adalah Van
Resselaer Potter, seorangpeneliti biologi dibidang kanker dan Profesor di
Universitas Wisconsin. Awal tahun 1971 ia menerbitkan bukunya Bioethics: Bridge
to the Future. Tahunn sebelumnya ia sudah menulis sebuah artikel yang menyebut
istilah yang sama yaitu Bioethics, the Science of Survival. Kemudian Potter
mengakui bahwa istilah ini dengan tiba-tiba muncul dalam pemikirannya, sebagai
semacam ilham. Ia memaksudkan bioetika sebagai suatu ilmu baru yang
menggabungkan pengetahuan ilmu hayati dengan pengetahuan tentang sistem-
sistem nilai manusiawi dari etika. Dengan demikian, dua kebudayaan ilmiah yang
senantiasa terpisah dapat memperkuat dan memperkaya satu sama lain. Hal itu perlu
supaya bangsa manusia dapat bertahan hidup. Sebagai tujuan terakhir bidang baru
ini ialah melihat not only to enrich individual lives but to prolong the survival of the
human species in an acceptable form of society (bukan saja memperkaya kehidupan
indovidual, tetapi memperpanjang bertahan hidupnya spesies manusia dalam bentuk
yang dapat diterima oleh masyarakat).
Tidak lama kemudian andre Hellegers dan rekan-rekannya mulai memakai
juga kata Bioethics. Hellegers adalah ahli kebidanan, fisiologi fetus dan demografi
yang berasal dari belanda dan bekerja di Universitas Georgetown, Washington D.C.
Ia berfikir bahwa dia sendiri (bersama rekan-rekannya) menciptakan istilah itu
untuk pertama kali dan memang mungkin terjadi demikian, tak tergantung dari
Potter. Namun, lebih probabel adalah Hellegers membaca kata itu dalam artikel atau
buku Potter, lalu melupakan asal-usul itu dan secara spontan memberi isi baru
kepada istilah ini. Yang pasti adalah Hellegers memakai kata “Bioetika” seperti
dimengerti kemudian. Ia memaksudkan bioetika sebagai kerja sama antara ilmu-
ilmu hayati, ilu sosial, dan etika dalam memikirkan masalah-masalah
kemasyarakatan dan moral yang timbul dalam perkembangan ilmu-ilmu biomedis.
(Bertens, K., 2009).

B. Perkembangan Bioetika

Definisi bioetika telah diberikan oleh beberapa fihak, baik oleh individu
ataupun lembaga. Oxford University memberikan definisi bioetika sebagai The
study of moral and social implications of techniques resulting from advances in the
biological sciences. Sedangkan filosof Van Rasselar Potter memberikan definisi
bioetika sebagai A new discipline which combines biological knowledge with a
knowledge of human value systems, which would build a bridge between the
sciences and the humanities, help humanity to survive and sustain, and improve the
civilized world (Mepham, 2005). Dalam definisi Potter ini, bioetika merupakan
suatu disiplin keilmuan yang baru, yang merupakan kombinasi antara pengetahuan
hayati (biologi) dengan pengetahuan sistem nilai manusia.
Perkembangan Bioetika di Indonesia

Bioetika di Indonesia bertujuan untuk memberikan pedoman umum etika bagi


pengelola dan pengguna sumber daya hayati dalam rangka menjaga
keanekaragaman dan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Pengambilan
keputusan dalam meneliti, mengembangkan, dan memanfaatkan sumber daya hayati
harus/wajib menghindari konflik moral dan seluas-luasnya digunakan untuk
kepentingan manusia, komunitas tertentu, dan masyarakat luas, serta lingkungan
hidupnya, dilakukan oleh individu, kelompok profesi, dan institusi publik atau
swasta. Pemanfaatan sumber daya hayati tidak boleh menimbulkan dampak negatif
terhadap harkat manusia, perlindungan, dan penghargaan hak-hak asasi manusia,
serta lingkungan hidup. Penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya
hayati harus memberikan keuntungan maksimal bagi kepentingan manusia dan
makhluk hidup lainnya, serta meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi
(Muchtadi, 2007).
Berdasarkan Pasal 19 Kep. Menristek No.112 Tahun 2009, harus dibentuk
suatu Komite Etik Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber daya Hayati
yang bersifat independen, multidisiplin dan berpandangan plural. Keanggotaan
Komite Etik Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber daya Hayati harus
terdiri dari para ahli dari berbagai departemen dan institusi yang relevan. Tindak
lanjut dan implementasi prinsip-prinsip bioetika penelitian, pengembangan, dan
pemanfaatan sumber daya hayati dilakukan oleh Komite Bioetika Nasional yang
dibentuk oleh pemerintah.
Perkembangan bioetika di Indonesia ditunjukkan dengan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang penelitian. Perundang-undangan
tersebut antara lain:
1. Perubahan Keempat UUD 45 Pasal 31 ayat (5) yang menyatakan bahwa
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia”
2. Undang-undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan IPTEK pada pasal 22 yang mengamanatkan bahwa
Pemerintah menjamin kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara serta
keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
3. Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 13 yang mengantisipasi
produk pangan yang dihasilkan melalui rekayasa genetika
4. Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
yang memberikan batasan-batasan perlindungan.
5. Keputusan Bersama Menristek, MenKes dan Mentan Tahun 2004 tentang
Pembentukan Komisi Bioetika Nasional.
6. UU No. 18/2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan Iptek (RPP Penelitian Beresiko Tinggi)

C. Tantangan Masyarakat Terhadap Permasalahan Bioetika

1. Lingkungan

Biologi adalah ilmu pengetahuan yang paling lekat dengan manusia dalam
alam lingkungan kehidupannya. Pada akhir decade 1990-an Olson mengangkat
topik-topik genetika, keragaman hayati, ilmu syaraf (neuroscience), evolusi serta
moral dan etika dalam bahasannya mengenai masa depan perkembangan ilmu
hayati dan sekaligus merupakan strategi masa depan bagi pengembangannya.
Objek kajian hayati/biologis meliputi klasifikasi dan sistematik, morfologi
atau struktur, fisiologi atau operasional hidup, anatomi dan sitologi atau struktur
mikroskopik, proses yang khas seperti pertumbuhan dan aspek metabolisme serta
kajian aspek aplikasi hayati/biologi seperti rekayasa genetika,
transgenik/cloning, kultur jaringan, breeding, hibridisasi dan rekayasa hayati
lainnya.
Akal merupakan faktor utama dalam proses mendapatkan ilmu. Faktor akal
ini yang membedakan manusia dari hewan, maka dapat diterima dalam
menemukan ilmu biologi Islam, penggunaan pancaindera yang sehat dan akal
yang sehat untuk memahami kebenaran hakekat dari fenomena hayati organisme
tumbuhan dan hewan/manusia yang hidup.
Aristoteles 300 SM menyatakan pemikirannya, bahwa binatang atau
mahluk kecil itu munculnya begitu saja dari benda yang mati. Pemikiran itu
dianut juga oleh Needham, pendeta orang Irlandia yang pada tahun 1745-1750
mengadakan percobaan dan penelitian dengan variasi emulsi dan cairan biji-
bijian, daging dan substrat lainnya. Air rebusan yang disediakan disimpan rapat-
rapat dalam wadah tertutup, namun mikroorganisme dapat muncul dan hidup
pada media tersebut. Kesimpulannya, kehidupan baru dapat muncul dari benda
yang mati. Pendapat ini terkenal dengan teori abiogenesis (mahluk muncul begitu
saja dari barang mati) atau juga disebut teori generatio spontanea (mahluk itu
terjadi begitu saja muncul secara spontan). Tetapi kemudian, pendapat
Aristoteles dan Needhan tersebut dibantah oleh Spallanzani (1729-1799) yang
membuktikan bahwa perebusan dan penutupan botol yang dilakukan Needhan
tidak akurat.
Schultze 1836 dan Schroeder dan Dusch pada 1854 serta Louis Pasteur
tahun 1865 membuktikan bahwa tidak ada kehidupan baru dari benda mati.
Pendapat ini dikenal dengan semboyan Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo
(kehidupan itu berasal dari telur, dan telur itu berasal dari sesuatu yang hidup).
Penelitian saintis barat tersebut belum dapat menjawab dari mana asal mahluk
kecil (bakteri) bermula. Mereka berhenti disana, tidak ada panduan atau petunjuk
yang mengarahkan pada suatu keyakinan yang berada di luar rasio mereka.
Kemajuan Bioteknologi berbasis Biologi Molekuler dan Teknologi
Rekayasa Genetika (Transgenic Experiment, Cloning, Stem Cell Experiment dan
lain- lain) menyentuh martabat dan harkat hidup organisme. Perkembangan di
bidang bioteknologi kedokteran/farmasi terjadi pada tahun 1978 pada saat
industri Genentech di AS berhasil menyisipkan gen sintetik penyandi sintesis
hormon insulin manusia ke dalam bakteri Escherissia coli, dan sebagaimana
diharapkan, bakteri E. coli tersebut akhirnya memproduksi hormon insulin
manusia dalam jumlah yang banyak.

2. Sosial

Pengertian inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial


insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination
artinya pemasukan. Dalam kamus, kata ini dimaknai dengan pembuahan buatan.
Dan istilah bayi tabung muncul sebagai hasil dari pembuahan tiruan itu.
Salah satunya adalah pelayanan terhadap bayi tabung yang dalam dunia
kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro dan memiliki pengertian
sebagai berikut : Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma
di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis. Inseminasi buatan pada
manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma
di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970.
Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik
pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam
gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat
Fahrenheit.
Di satu sisi bayi tabung merupakan suatu hikmah. Karena dengan proses
ini dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu
gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam
kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot
yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Pada hal ini kiranya tidak ada
pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan
genetik suami dan istri itu sendiri. Oleh karena itu, anak tersebut baik secara
biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik)
dari pasangan tersebut. Sehingga memiliki hubungan mewaris dan hubungan
keperdataan lainnya.
Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana
semula program ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang
“mulia” menjadi pertentangan. Terkhusus bagi kasus bayi tabung yang berasal
dari sperma pendonor, dalam artian bukan dari sperma suami sendiri.

3. Psikologi

Autisme merupakan gangguan perkembangan saraf pada anak yang


ditandai keterlambatan dalam bicara, kognitif, perilaku, dan interaksi sosial.
Penemuan kelainan pada sel-sel otak penyandang autisme membuka peluang
bagi stem cell sebagai salah satu metode terapi. Keunggulan stem cell terletak
pada sifat pluripoten sel yang mampu berdiferensiasi, memperbaharui diri,
dan mereproduksi diri secara kontinyu. Sifat pluripoten sel dimanfaatkan untuk
melakukan diferensiasi sesuai dengan sel target. Pengertian stem cell dapat
dibedakan menjadi stem cell embrionik dan non embrionik. Stem cell embrionik
umumnya diambil dari tahap blastosis sedangkan stem cell non embrionik
didapatkan dari jaringan dewasa. Asal stem cell yang berbeda masing-masing
memiliki keunggulan dan kekurangan. Sel yang berasal dari jarigan mesenkim
(Icim et al., 2007) embrio lebih diprioritaskan karena memiliki daya plastisitas,
namun ada reaksi penolakan dari sistem imun tubuh.
Kelebihan stem cell dewasa (adult stem cell) yang tidak memiliki resiko
resistensi terhadap sistem imun tubuh sebab dari sel-sel yang sama dengan sel
yang akan digantikan, namun hanya mampu menghasilkan satu tipe sel
(totipoten). Stem cell dewasa dari darah tali pusar bayi yang baru lahir berpotensi
hampir sama dengan stem cell embrionik (Fischbach & Fischbach, 2004). Bisa
juga stem cell dewasa (adult stem cell) yang bersumber dari sum-sum tulang
belakang. Teknik mendapatkan stem cell embrionik dapat dilakukan dengan cara,
pertama membuat embrio dari sperma dan oosit dalam proses fertilisasi in vitro
(FIV) dan yang kedua terapi kloning. Teknik lain yaitu menggabungkan sebuah
sel dewasa sel target dengan sel oosit. Nukleus dari oosit dihilangkan dan diganti
dengan nukleus dari stem cell dewasa. Oosit kemudian dirangsang untuk
membelah dengan menggunakan zat kimia atau kejutan listrik. Embrio yang
dihasilkan akan membawa materi genetis dari sel target. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi resistensi dari sistem imun.
Metode stem cell masih banyak mengundang perdebatan terutama terkait
dengan etika. Proses pengambilan pada stem cell embrionik dari dalam tubuh
yang akan lebih mudah dilakukan melalui vagina. Hal ini menjadi perdebatan
ketika siapa yang berhak mengambil dan apakah ada perlindungan terhadap hak-
hak wanita yang embrionya diambil. Pada stem cell embrionik dari FIV,
diferensiasi sel belum dapat secara pasti diarahkan dan bagaimana
mengendalikannya setelah diinjeksikan. Proses membuat dan mematikan embrio
dianggap menyalahi etika karena kehidupan telah dimulai sesaat setelah
fertilisasi terjadi dan embrio juga sudah memiliki status sebagai manusia (Saniei
& de Vries, 2008). Embrio pada tahap awal sampai tahap blastosis boleh
digunakan untuk alasan kesehatan dan kontribusi pada ilmu pengetahuan.
Pendapat lain menyatakan bahwa embrio tidak memerlukan perhatian
khusus dari sisi moral (Fischbach & Fischbach, 2004). Aborsi yang dilakukan
pada tingkat sel sangat diperlukan ketika faktor keselamatan organ dan individu
sangat urgensi. Embrio dari tahap blastosis belum memiliki sel-sel saraf jadi
belum ada kemampuan untuk mendeteksi dan legal digunakan untuk tujuan
kesehatan. Perdebatan tentang etika juga terjadi pada stem cell yang diambil dari
tali pusar orang lain. Sel-sel yang akan ditransfer juga membawa gen yang
memiliki kelainan genetis walaupun terekspresi pada generasi berikutnya.
Terapi stem cell untuk anak autisme yang telah berhasil dilakukan untuk
memperbaiki ketidaknormalan dalam sirkulasi sistem saraf pusat yaitu
kerusakan hypoferpusi basal (Icim et al., 2007) yang berkontribusi pada
akumulasi neurotransmiter dan hypoksia atau sel-sel yang mati pada sel-sel saraf
pusat. Pada autisme juga ditemukan abnormalitas imun yang dapat dideteksi
pada saraf pusat dan tepi. Terapi stem cell dewasa yang berasal dari tali pusar
untuk anak autistik telah dilakukan (Icim et al., 2007). Keberhasilan ini sangat
ditentukan jika asal stem cell sama dengan sel target, sehingga dapat
meminimalisir penolakan reaksi imunitas.
Perbedaan pandangan terhadap terapi autisme terjadi karena perbedaan
dalam area penelitian, misalnya ahli psikologi melihat sampai ke tingkah laku.
Ahli psikologi percaya selama masih dapat dilakukan terapi berdasarkan faktor-
faktor kejiwaan, terapi stem cell tidak perlu diaplikasikan untuk anak autis. Anak
autistik yang termasuk dalam HFA memiliki harapan untuk hidup mandiri dan
sukses dalam bekerja, jadi terapinya dapat berupa terapi perilaku dan sensori
integrasi saja.
Terapi stem cell untuk anak autis dilakukan terhadap anak yang masuk
dalam kategori LFA dan MFA yang memerlukan bantuan untuk hidup mandiri
dan kemungkinan tidak dapat memasuki dunia kerja. Upaya screening prenatal
akan dilakukan orang tua yang telah memiliki anak autistik kategori LFA dan
MFA untuk anak berikutnya. Aspek etika yang dapat muncul pada terapi stem
cell untuk anak autistik juga mencakup asal stem cell. Jika stem cell yang
didapatkan melalui terapi kloning maka akan ada proses mematikan oosit. Jika
sel yang ditransfer membawa gen yang memiliki kelainan genetis, hal ini akan
sama dengan mentranfer kelainan genetis baru. Jika pengambilan stem cell
dewasa dari tubuhnya sendiri, harus melihat kode etik penelitian manusia dan
hukum perlindungan anak.
Stem cell merupakan sumber kreativitas manusia dan memiliki kontribusi
terhadap ilmu pengetahuan, kita tetap patut mempertimbangkan aplikasinya
untuk tujuan mulia. Jika kita setuju dengan adanya hak hidup embrio yang sama
dengan manusia, maka stem cell tidak perlu dilakukan untuk terapi autisme.
Kehadiran individu autistik ditengah-tengah kita memberi ”warna” pada
keragaman populasi manusia. Kearifan dan kesabaran kita saat ini sedang
dituntut sambil menunggu kepastian apa penyebab sesungguhnya autisme.
BAB III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan pada makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa
bioteknologi merupakan metode, teknik, dan ilmu yang membatasi perkembangan
teknologi yang berkaitan dengan kesejahteraan manusia dengan ikatan moral,
agama, dan lingkungan sehingga hasil-hasil dari perkembangan ilmu yang berkaitan
dengan eksistensi manusia di dunia tidak bekerja sebaliknya dengan menghalangi
dan merusak eksistensi kehidupan manusia.
Pada perkembangannya, bioetika yang awalnya hanya berupa wacana,
berkembang menjadi cara untuk mengatur batasan-batasan suatu penelitian dan
perkembangan teknologi, pada masa sekarang ini telah berkembang menjadi sangat
pesat dengan terbentuknya lembaga-lembaga yang turut serta mengatur bidang-
bidang yang berkaitan dengan eksistensi manusia. Pada perkembangannya di
Indonesia, bioetika sudah diatur dan dikendalikan oleh pemerintah dimana telah
terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur penelitian-penelitian para
ilmuwan dengan mengutamakan perlindungan nilai-nilai dan norma-norma agama,
masyarakat, dan lingkungan serta biodiversitas yang menjamin eksistensi manusia
dibumi.

B. Saran

Adapun Perkembangan Bioetika Diindonesia Masih Kadangkala Masih


Melanggar Aturan, Salah Satunya Dalam Dunia Medis Yang Saja Ada Mal Praktek.
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K., 2009. Perspektif Etika Baru, 55 Esai tentang Masalah Aktual. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.

Brown, L. R., Kane. 1994. Full House. Reasessing the Earths Population Carrying
Capacity.

Budi, Eko Minarto. 2011. Membelajarkan Bioetika, Mengantisiasi Perkembangan


Biologi. Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Malang

Chang, William. 2009. Bioetika, Sebuah Pengantar. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Ho, M. W. 1999. Special Safety Concerns of Transgenik Agriculture and Related Issue
Breffing Paper for Minester of State for the Environment, May 1999.

Mepham, Ben. 2005. Bioethics – An Introduction for the Biosciences. Oxford


University Press. ISBN 0-19-926715-4

Muchtadi, T.R. 2007. Perkembangan Bioetika Nasional. Seminar Etika Penelitian di


Bidang Kesehatan Reproduksi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Rizal, Abdul. 2008. Tinjauan Bioetika Terhadap Pengembangan dan Komersialisasi


Rekayasa Genetik Tanaman. Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Yogyakarta. Agros Vol.10. No. 1, Januari 2008: 1-10.
Tugas Individu 2

PELAKSANAAN BIOETIKA DI INDONESIA

OLEH :

NAMA : JUSNAWATI EKA PUTRI


STAMBUK : F1D1 15 030
KELAS :B

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan rahmat-Nya kami dapat meyelesekan makalah kami tentang “Makalah
mengenai biopirasi dalam pandangan etika mengenai Eutanasia“
kami menyadari bahwa banyak kekurangan dalam makalah ini kami menerima saran
dan keritikan dari pembaca.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kita dapanya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam membuat ini, oleh karena itu kami sangat menghargai saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR………………………………………………………………...
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………
A. Latar Belakang……………………………………………………………………...
B. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………...
BAB II. PEMBAHASAN…….……………………………………………………….
A. Pengertian sejarah bioetika………………………………………………………...
B. Sejarah perkembangan bioetika…………………………………………………….
C. tantangan masyarakat terhadap permasalahan bioetika…………………………...
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..

Anda mungkin juga menyukai