Anda di halaman 1dari 99

Bioetik Kedokteran

Pendahuluan
Perkembangan yang begitu pesat di bidang biologi dan ilmu
kedokteran membuat etika kedokteran tidak mampu lagi menampung
keseluruhan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan. Etika
kedokteran berbicara tentang bidang medis dan profesi kedokteran
saja, terutama hubungan dokter dengan pasien, keluarga, masyarakat,
dan teman sejawat. Oleh karena itu, sejak tiga dekade terakhir ini telah
dikembangkan bioetika atau yang disebut juga dengan etika
biomedis.

Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi interdisipliner tentang


masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan
kedokteran, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi
pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah
pada masa yang akan datang.

Etika sangat erat kaitannya dengan moral. Secara etimologi,


moral mempunyai arti yang hampir sama dengan etika, meskipun
bahasa asal katanya berbeda. Namun yang membedakannya adalah
moral merupakan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Perbedaan
etika dengan moralitas, bahwa moralitas adalah pandangan tentang
kebaikan atau kebenaran dalam masyarakat. (Bartens, 2005).

Etika dalam dunia kedokteran dikenal sebagai etika kedokteran.


Etika kedokteran berfokus pada masalah yang muncul dalam praktik
pengobatan. Dalam etika kedokteran, isu-isu yang muncul terutama

1
menyangkut tujuan pengobatan, suatu tindakan dalam pengambilan
keputusan dalam lingkup pasien, dokter dan pihak lain yang terkait
dalam sistem praktik kedokteran. (Pellegrino, 1993).

Bioetika ialah semacam ilmu pengetahuan yang menawarkan


pemecahan masalah bagi konflik moral yang timbul dalam tindakan
dan praktek kedokteran dan ilmu hayati. Bioetika terkait dengan
kegiatan yang mencari jawab dan menawarkan pemecahan masalah
dari konflik moral. Konflik moral yang dimaksud meliputi konflik
yang timbul dari kemajuan pesat ilmu-ilmu pengetahuan hayati dan
kedokteran, yang diikuti oleh penerapan teknologi yang terkait
dengannya.

Kata bioetika berasal dari bahasa Yunani yaitu bios yang berarti
hidup dan ethos yang berarti adat, kebiasaan, praktik. Yang secara
harfiah berarti etika hidup. Etika adalah suatu ilmu, bukan merupakan
suatu ajaran. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Etika
adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.

Bioetika diartikan sebagai studi interdisipliner tentang problem-


problem yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan
ilmu kedokteran baik pada skala mikro maupun makro, dan
dampaknya atas masyarakat luas serta sistem nilainya kini dan masa
mendatang (Bertens, 2009)

Di Indonesia, bioetika baru berkembang sekitar satu dekade


terakhir yang dipelopori oleh Pusat Pengembangan Etika Universitas

2
Atma Jaya Jakarta. Perkembangan ini sangat menonjol setelah
universitas Gajah Mada Yogyakarta yang melaksanakan pertemuan
Bioethics 2000; An International Exchange dan Pertemuan Nasional I
Bioetika dan Humaniora pada bulan Agustus 2000. Pada waktu itu,
Universitas Gajah Mada juga mendirikan center for Bioethics and
Medical humanities. Dengan terselenggaranya Pertemuan Nasional II
Bioetika dan Humaniora pada tahun 2002 di Bandung, Pertemuan III
pada tahun 2004 di Jakarta, dan Pertemuan IV tahun 2006 di Surabaya
serta telah terbentuknya Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan
Indonesia (JBHKI) tahun 2002, diharapkan studi bioetika akan lebih
berkembang dan tersebar luas di seluruh Indonesia pada masa datang.

Sejarah Bioetik
Bioetika merupakan istilah yang masih asing bagi banyak
orang. Istilah bioetika pertama kali dipakai pada tahun 1971 oleh ahli
kanker Amerika, Van Rensselaer Potter, dalam bukunya Bioethics:
Bridge to the Future. Ia mendifinisikan bioetika sebagai sebuah
disiplin ilmu yang mengkombinasikan pengetahuan biologi dengan
pengetahuan sistim nilai manusiawi. Tanggung jawab para ahli
biologi dalam menjamin hidup di bumi ini dan dalam menciptakan
syarat-syarat untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Beberapa
institusi merasa tergugah untuk mengikut sertakan etika dalam menilai
masalah-masalah yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi
khususnya bidang kedokteran dan biologi. Institusi yang pertama kali
didirikan oleh filsuf Amerika, Daniel Callahan, bersama seorang
psikeater, Willard Gaying, pada tahun 1969 dengan namaInstitute of
Society, Ethics and the Life Sciences

3
Jauh sebelum lahir bioetika, di kebudayaan barat, dikenal
Sumpah Hipocrates (abad III dan IV SM) yang berisi implikasi etika
kedokteran: kewajiban etika dokter berhadapan dengan guru dan
keluarga serta hubungan antara dokter dengan pasien. Sumpah ini
merupakan bagian dari Corpus Hippocraticum, kumpulan tulisan yang
diklasifikasikan para Bapak Kedokteran.

Di lain budaya, dapat ditemukan juga Sumpah Inisiasi, Caraka


Samhita dari India abad I, Sumpah Asaph abad III-IV dan Nasihat
kepada seorang dokter abad X yang datang dari dunia Arab. Ada juga
lima perintah dan sepuluh tuntutan dari Chen Shih Kung, tabib Cina
pada abad XVII . Sintesis dari pedoman etika itu dirangkum dalam
konsep latin primum non nocere yang artinya “dari semua, tidak
membuat sakit“. Menjelang pada abad XIX, Thomas Percival, Bapak
Etika Kedokteran membuat semacam etika dasar untuk praktek
kedokteran.

Pada abad XIX bermunculan di berbagai negara, Asosiasi


Perserikatan Para Dokter. Dan setelah perang dunia ke II, muncul
Hukum Keperawatan dan Hukum Nuremburg (1946), Deklarasi
Genewa (1948) dalam 2 pertemuan pentingnya th. 1948 dan 1949
dengan mengembangkan Hukum Internasional Etika Kedokteran.

Dengan pengetahuannya Potter menggunakan istilah bioetik


untuk pertama kalinya. Tokoh lain yang menggunakan istilah ini
adalah André Helleger, bidan Belanda yang bekerja di Universitas
Georgetown. Enam bulan setelah Potter, Helleger memberikan nama
sebuah pusat studi bioetika pertama di USA: Joseph and Rose

4
Kennedy Institute for Human Study of Human Reproduction and
Bioethics di Universitas Washington DC pada 1 Juli 1971. W.T Reich
menegaskan bahwa bioetika lahir di dua tempat, di Madison
Wisconsin dan Universitas Georgetown. Istilah bioetik menunjuk
pada 2 hal: ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai
kemanusiaan. Selain WT Reich, secara khusus, bioetik di USA
mempunyai ¨sejarah“ tersendiri, sebagaimana dikemukakan oleh
Alberth R. Jonsen.

Ia memberikan beberapa tahap perkembangan bioetik:


Adminission and Policy th 1962 di Pusat Kedokteran Universitas
Seattle, New England Journal of Medicine (1966), Komisi Nasional
Alabama, Informe Belmont, Havard Medical School, Kasus Karen A
Quinlan 1975, dan yang paling berpengaruh kemudian adalah Hasting
Center (1969). Dalam sejarah awal ini, bioetik berkutat hanya pada
masalah kesehatan dan kedokteran.

Ada sekurangnya tiga cara melihat bioetika:


1. Bioetika deskriptif ialah pengamatan dan penafsiran
deskriptif cara orang memandang kehidupan, interaksi moral dan
tanggungjawab dengan organisme hidup dalam kehidupan mereka.
2. Bioetika preskriptif memberitahu atau berusaha
mengatakan pada orang lain apa yang baik atau jelek secara etika, dan
apa prinsip-pinsip yang paling penting dalam membuat keputusan-
keputusan seperti itu. Ini dapat juga dikatakan bahwa seseorang atau
sesuatu mempunyai hak, dan orang lain mempunyai kewajiban
terhadap hak ini.

5
3. Bioetika interaktif ialah diskusi dan debat mengenai butir
1 dan 2 di atas antara orang, kelompok dalam masyarakat, dan
komunitas.

Bioetika merupakan kajian tentang dimensi moral dari


pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dan biologi
(Samuel Garovitz, 1977). F.J.E. Basterra (1994) menyatakan bioetika
bukan hanya berurusan dengan hubungan dokter-pasien dari sudut
pandangan moral, tetapi juga ikut peduli dengan profesi terkait, seperti
kesehatan mental. Bioetika mencakup perhatian pada riset biomedis
dan riset tentang perilaku manusia, baik berhubungan dengan Tujuan
terapi maupun tidak. Studi bioetika mencakup secara luas isu-isu
sosial seperti kesehatan masyarakat, lingkungan kerja, dan
demografi. International Association of Bioethics: Bioetika adalah
studi tentang isu-isu etis, social, hokum, dan isu-isu lain yang timbul
dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biologi (Samsi Jacobalis,
2005:186).

Perkembangan bioetika selanjutnya tidak terbatas pada masalah


kesehatan dan kedokteran saja. L. Feito mengatakan bahwa bioetika
adalah ilmu baru yang mempelajari tindakan manusia dan ilmu yang
berkaitan dengan hidup. Bidang bioetika pada tahap ini adalah : Etika
Biomedika, Etika Gen Manusia, Etika Binatang dan etika lingkungan
hidup. Francess Abel menyimpulkan bahwa bioetika berorientasi
kepada pengambilan keputusan etika.

6
Etika dan Moral
Kata etika tidak hanya terdengar dalam ruang kuliah saja tetapi
kalangan intelektual pun sering disinggung tentang etika. Istilah
“etika” pun berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata
Yunani “ethos” dalam bentuk tunggal mempunyai banyak
arti: kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap cara berpikir. Dalam
bentuk jamak “ta etha” artinya: adat kebiasaan. Istilah etika yang oleh
filsuf Yunani besar Aristoteles 9384-322 SM) sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral, maka etika adalah ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan ( K.Bertens, 2011:4)
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953) “etika” dijelaskan sebagai: “ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Jadi, kamus lama
hanya mengenal satu arti yaitu etika sebagai ilmu. Dalam Kamus
Besar Bahasa yang baru (KBBI,edisi ke -1,1988, etika dijelaskan
dengan mendedakan tiga arti: “1) ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2)
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat” ( K.Bertens, 2011:6).

Etika adalah cabang filsafat yang mengenakan refleksi dan


metode pada tugas manusia untuk menemukan nilai-nilai moral atau
menerjemahkan nilai-nilai itu ke dalam norma-norma (etika dasar) dan
menerapkan nya pada situasi kehidupan konkret (Guido
Maertens,1990:1). Dalam Wikipedia juga dikemukakan bahwa
terdapat tiga etika dalam bioetika, yaitu: “1) Etika sebagai nilai-nilai
dan asas-asas moral yang dipakai seseorang atau suatu kelompok

7
sebagai pengangan bagi tingkah laku; 2) Etika sebagai kumpulan asas
dan nilai yang berkenaan dengan moralitas, contohnya: kode etik
kedokteran, kode atik rumah sakit; 3) Etika sebagai ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dari sudut norma dan nilai moral”

Etika merupakan nilai-nilai dan norma-norma moral yang


menjadi pengangan untuk seseorang dalam mengatur tingkah laku.
Moral hampir sama dengan etika, sekalipun asalnya berbeda. Etika
menjadi nilai dan norma pengangan seseorang untuk mengatur
tingkah lakunya, misalnya bahwa perbuatan seseorang tidak bermoral
dapat dimaksudkan bahwa kita menganggap perbuatan orang itu
melanggar nilai-nilai dan norma etis yang berlaku dalam masyarakat.
Atau kita dapat mengatakan bahwa kelompok pemakai narkotika
mempunyai moral yang tidak baik, mereka berpengang pada nilai dan
norma yang tidak baik. Nilai-nilai moral berkaitan dengan apa yang
secara normatif manusiawi, dengan bagaimana seharusnya manusia
itu. Dengan bertanya apakah seseorang punya hak untuk berbohong
demi menyelamatkan sahabatnya, apakah seseorang mempunyai hak
untuk mengakhiri hidupnya sendiri atau hidup sesamanya, apakah
sesuatu bangsa boleh mengadakan perang kimia, apakah reproduksi
artifisial bisa diterima, kita berusaha menemukan jawaban apakah
tindakan-tindakan ini sesuai dengan kemanusiaan sejati seperti yang
kita mengerti. Untuk itu kita memiliki “materi obyektif” ditangan kita
(K.Bertens, 2011:7).

Moralitas dari kata sifat Latin yaitu moralis yang artinya sama
dengan moral. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan
nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Moralitas dibangun

8
diatas kenyataan, berangkat dari hidup yang nyata. Kata moral selalu
mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, bukan
misalnya sebagai dosen, dokter, juru masak, mahasiswa, dan
sebagainya. Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral,
melainkan filsafat atau pemikiran kritis dan menjadi dasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu,
bukan suatu ajaran (Samsi Jacobalis, 2005: 63). Fransz Magnis-
Suseno (1995) mentafsirkan” ajaran moral dapat diibaratkan dengan
buku petunjuk bagaimana kita harus memperlakukan sepeda motor
dengan baik, sedangkan etika memberikan kita pengertian tentang
struktur dan teknologi sepeda motor itu sendiri”.

Tema-tema yang dibahas oleh bioetika menjadi sangat


beragam. Beberapa di antaranya adalah: asistensi kesehatan, aborsi,
teknologi prokreasi, kloning, eutanasia, bunuh diri, hukuman mati,
studi klinis manusia, transplantasi organ, manipulasi gen manusia,
AIDS, obat-obatan terlarang dan ekologi. Dari masing-masing bidang
ini, masih ada beberapa kajian khusus seperti pengawetan sperma dan
ovum serta embrio (Koesnandar, dkk, 2008). Ruang lingkup bioetika
sangat luas daripada hanya pengaturan hubungan perorangan dokter-
pasien (skala mikro). Bioetika juga mencakup isu-isu dan masalah-
masalah kehidupan masyarakat secara keseluruhan (skala makro).

Banyak masalah dalam bioetika masih sejalan dengan apa yang


dulu dibicarakan dalam etika kedokteran yang merupakan skala
mikro. Masalah-masalah pada skala makro yaitu yang menyangkut
masyarakat luas yang mana masalah terbesar adalah keadilan dalam
pelayanan kesehatan. Hak atas pelayanan kesehatan yang layak

9
merupakan hak asasi manusia (K.Bertens,1990:12). Revolusi
biomedis telah berlangsung beberapa dekade terakhir ini. Revolusi ini
terjadi sebagai akibat kemajuan spektakuler dalam perkembangan
ilmu biologi seluler dan molekuler. Revolusi biomedis pada dasarnya
adalah interverensi terhadap proses reproduksi, kehamilan, kelahiran,
kehidupan, penyakit, dan kematian manusia, Beberapa contoh dari
interverensi yaitu:
1. Pengendalian pertumbuhan populasi dengan teknologi
kontrasepsi
2. Seleksi kelamin sebelum lahir
3. Pemecahan masalah kemandulan dengan inseminasi buatan,
teknologi in vitro
4. Rekayasa Genetik
5. Terapi Genetik
6. Operasi penggantian Kelamin
7. Penyelamantan hidup dengan transplantasi organ
8. Pengakhiran hidup dengan aborsi, euthanasia

Isu-isu yang berkembang dalam dunia kesehatan secara luas dan


studi tentang sosial, etika dan isu-isu yang timbul dalam ilmu –ilmu
biologi. Isu-isu yang bersangkutan dalam bidang bioetika diantaranya:
1. Teknologi
Hampir tak satu pun kehidupan kita yang tidak tersetentuh
teknologi, tidak semua teknologi mempunyai akibat-akibat baik ada
juga akibat-akibat buruk. Teknologi membawa manfaat untuk
manusia, misalnya; computer telah menyajikan kemampuan luar biasa
untuk menghitung dan mengolah informasi, teknologi kedokteran
meningkatkan kemampuan mengadakan diagnosis yang tepat.

10
Teknologi yang bersifat negatif misalnya; senjata-senjata nuklir
membawa kita dekat dengan kehancuran.
2. Abortus
Kasus yang paling tajam menunjukkan masalah-masalah moral
adalah penggunaan abortus sebagai jalan keluar untuk kegagalan
kontrasepsi. Abortus dikaitkan dengan penghentian kehamilan secara
sengaja, tidak secara langsung berkaitan dengan perkembangan
bioteknologi modern.
3. Transplantasi Organ
Transpalasi organ adalah wilayah dalam ilmu kedokteran
modern, di mana telah terjadi paling banyak perubahan radial dan
perkembangan yang mengemparkan. Yang menjadi beberapa masalah
etis diantaranya Bagaimana transpalasi dapat dibenarkan? Bagaimana
memperoleh organ? Seleksi organ kehidupan itu berapa
harganya? Jantung buatan. Orang yang masih hidup memberikan
organnya kepada orang lain
4. Rekayasa genetik
Rekayasa genetik dinaksudkan sejumlah besar kemungkinan
yang kita miliki untuk mencampuri kehidupan manusia-di samping
aspek-aspek alam lainnya dan mengubah menurut rencana dan
keinginan kita. Hal tersebut menimbulkan banyak masalah-masalah
etis.
5. Euthanasia
Eutanasia dapat juga didefinisikan sebagai tindakan
mengakhiri hidup
seorang individusecaratidak menyakitkan, ketika tindakan tersebut
dapat dikatakan sebagai bantuan untukmeringankan penderitaan da
ri individu yang akan mengakhiri hidupnya (Parikesit, 2007).

11
6. Hak pasien
Berkembangnya etika pelayanan kesehatan sebagai suatu
bidang khusus dan pencarian berbagai hak melalui pengadilan telah
membantu untuk menetapkan banyak hak dalam konteks pelayanan
kesehatan. Hak-hak pasien diantaranya; hak atas informasi, hak untuk
menolak pengobatan, hak atas privasi, catatan medis di Rumah Sakit
dan lain-lain.

Prinsip-prinsip bioetika
Prinsip-prinsip bioetika pada dasarnya merupakan penerapan
prinsip-prinsp etika dalam bidang kedokteran dan kesehatan. Bioetika
kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam
kedokteran yang memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat
moral (normatif) yang berfungsi sebagai pedoman (das sollen)
maupun sikap kritis reflektif (das sein), yang bersumber pada 4 kaidah
dasar moral (kaidah dasar bioetika-KDB) beserta kaidah turunannya.
Kaidah dasar moral bersama dengan teori etika dan sistematika
etika yang memuat nilai-nilai dasar etika merupakan landasan etika
profesi luhur kedokteran. (Afandi, 2017; Suryadi, 2009).

Beauchamp dan Childress (2001) menguraikan empat kaidah


dasar (basic moral principle) dan beberapa rules dibawahnya.
Keempat kaidah dasar tersebut adalah: (Afandi, 2017; Suryadi,
2009; Bhanji, 2013)
1. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan
tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien;

12
2. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang
tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal
sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”,
3. Prinsip autonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-
hak pasien, terutama hak autonomi pasien (the rights to self
determination),
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness
dan keadilan dalam mendistribusikan sumberdaya (distributive
justice).

Prinsip Beneficience
Beneficence secara makna kata dapat berarti pengampunan,
kebaikan, kemurahan hati, mengutamakan kepentingan orang lain,
mencintai dan kemanusiaan. Prinsip kaidah ini tidak hanya
menuntut manusia untuk memperlakukan orang lain sebagai
makhluk yang otonom dan tidak menyakitinya. Secara umum, kaidah
ini bertujuan untuk membantu orang lain lebih dari kepentingan dan
minat mereka. Dasar prinsip ini juga berkaitan dengan
keseimbangan antara keuntungan dan kerugian.

Beneficence merupakan positif dari


segitidak merugikan.Tindakan berbuat baik menuntut kita harus
membantu orang lain demi kepentingan mereka dengan memastikan ia
tidak membawa risiko kepada diri sendiri. Kita mempunyai kewajiban
untuk memperhatikan kesejahteraan orang lain dan menolong mereka
dengan batas kerugian diri sendiri. Proses apabila melakukan kebaikan
ada empat. Pertama,orang yang kita bantu mengalami bahaya
besaratau risiko kehilangan sesuatu yang penting. Kedua, saggup

13
melakukan sesuatu yang secara langsung menyumbangkan
untuk mencegah terjadinya kerugian atau kehilangan itu. Ketiga,
perbuatansaya agaknya akan mencegah terjadinya kerugian atau
kehilangan itu. Keempat, manfaat yang diterima orang itu sebagai
akibat perbuatan sayaa.

Beneficence terbagi kepada General beneficence dan Specific


beneficence. General beneficence merangkumi hal-hal seperti
melindungi dan mempertahankan hak yang lain, mencegah terjadi
kerugian pada yang lain dan menghilangkan kondisi penyebab
kerugian pada orang lain. General beneficence adalah berbuat
baik kepada siapa pun. Specific beneficence pula adalah apabila
tindakan baik ditujukan pada orang yang kita kenal:pasien,orang cacat
dansebagainya.
Di dalam bioetika,beneficence merangkumi mengutamakan
kepentingan pasien,maksimilasikan akibat-akibat baik dan
memandang pasien tidak hanya menguntungkan dokter

Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik,


menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus
mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan.
Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang
terbaik bagi pasien.

Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan


kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk
memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Ciri-ciri prinsip
ini, yaitu;

14
 Mengutamakan Alturisme
 Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak
hanya menguntungkan seorang dokter
 Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan suatu keburukannya.
 Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
 Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
 Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang
baik seperti yang orang lain inginkan.

Beneficence dalam makna yang lebih luas berarti tindakan


yang dilakukan untuk kebaikan orang lain. Prinsip moral beneficence
adalah kewajiban moral untuk melakukan suatu tindakan demi
kebaikan atau kemanfaatan orang lain (pasien).

Prinsip etik beneficence memerlukan petugas medis


profesional untuk memberikan terapi yang memberikan manfaat
maksimal terhadap pasien, dimana disisi lain prinsip non malaficence
melindungi petugas medis untuk tidak melakukan hal yang
membahayakan pasien. Prinsip ini digambarkan sebagai alat untuk
memperjelas atau meyakinkan diri sendiri (self-evident) dan diterima
secara luas sebagai tujuan kedokteran yang tepat. (Suryadi,
2009; Bhanji, 2013).

Beuchamp dan Childress menulis: “dalam bentuk yang umum,


dasar-dasar beneficence mempunyai tujuan membantu orang lain
melebihi kepentingan dan minat mereka.” Dasar dari beneficence
mengandung dua elemen, yaitu keharusan secara aktif untuk kebaikan

15
berikutnya, dan tuntutan untuk melihat berapa banyak aksi kebaikan
berikutnya dan berapa banyak kekerasan yang terlibat. (Afandi, 2017).

Penerapan prinsip beneficence tidak bersifat mutlak. Prinsip ini


bukanlah satu-satunya prinsip yang harus dipertimbangkan, melainkan
satu diantara beberapa prinsip lain yang juga harus dipertimbangkan.
Prinsip ini dibatasi keseimbangan manfaat, resiko, dan biaya (sebagai
hasil dari tindakan) serta tidak menentukan pencapaian keseluruhan
kewajiban. Kritik yang sering muncul terhadap penerapan prinsip ini
adalah tentang kepentingan umum yang diletakan di atas kepentingan
pribadi. Sebagai contoh, dalam penelitian kedokteran, atas dasar
kemanfaatan untuk kepentingan umum, sering prosedur penelitian
yang membahayakan individu subjek penelitian diperbolehkan.
Padahal, terdapat prinsip-prinsip lain yang semestinya juga
dipertimbangkan. Prinsip beneficence harus diterapkan baik untuk
kebaikan individu seorang pasien maupun kebaikan masyarakat
keseluruhan. (Suryadi, 2009).

Beberapa bentuk penerapan prinsip beneficence merupakan


komponen penting dalam moralitas. Karena luasnya cakupan
kebaikan, maka banyak ketentuan-ketentuan dalam praktek
(kedokteran) yang baik lahir dari prinsip beneficence ini. Beberapa
contoh penerapan prinsip beneficence ini adalah: (Suryadi, 2009)
1. Melindungi dan menjaga hak orang lain.
2. Mencegah bahaya yang dapat menimpa orang lain.
3. Meniadakan kondisi yang dapat membahayakan orang lain.
4. Membantu orang dengan berbagai keterbatasan (kecacatan).
5. Menolong orang yang dalam kondisi bahaya.

16
Prinsip Non-Maleficience
Non-Maleficence atau tidak merugikan orang lain, adalah suatu
prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil
resikonya bagi pasien yang dirawat atau diobati olehnya. (Saltike).
Kaidah ini untuk melindungi seseorang yang tidak mampu atau
cacat atau juga orang yang non-otonomi. Prinsipnya terdapat
keharusan untuk tidak melukai orang lain yang lebih kuat
dibandingkan keharusan untuk berbuat baik. Non-maleficence
menuntut untuk tidak menyakiti orang lain.

Prinsip non-maleficence ini melarang tindakan yang


membahayakan atau memperburuk keadaan pasien, prinsip ini dikenal
sebagai “First, do no harm” yang masih tetap berlaku dan harus
diikuti. Prinsip ini berhubungan dengan ungkapan hipokrates yang
menyatakan, “saya akan menggunakan terapi untuk membantu
orang sakit berdasarkan kemampuan dan pendapat saya, tetapi saya
tidak akan pernah menggunakannya untuk merugikan atau
mencelakakan mereka”. Prinsip non-maleficence memegang peranan
penting dalam mengambil keputusan untuk mempertahankan atau
mengakhiri kehidupan, terutama dalam kasus penyakit terminal,
penyakit serius dan luka serius. Pada dasarnya, prinsip ini
memberikan peluang kepada pasien, walinya, dan para tenaga
kesehatan untuk menerima atau menolak suatu tindakan atau terapi
setelah menimbang manfaat dan hambatannya dalam situsi atau
kondisi tertentu. (Suryadi, 2009).

17
Non-malificence bermaksud ”tidak merugikan‟
adalah berdasarkan prinsip “Primum non nocere” yang bermaksud
above all do no harm atau yang terpenting tidak merugikan. Ini adalah
prinsip dasar yang diambil dari tradisi Hipokratik. Asas non-
malificence ialah kita berkewajiban untuk tidak mencelakakan.
Kerugian yang harus dihindar terutama adalah kerugian fisik atau bisa
meliputi juga kerugian terhadap kepentingan seseorang. Metode
tradisional untuk memeriksa boleh tidaknya risiko atau efek-efek yang
merugikan adalah prinsip double effect.

Prinsip double effect ini harus memenuhi empat syarat. Pertama,


apa yang mau kita lakukan tidak boleh bersifat buruk dari segi moral.
Kedua, kerugian yang sedang kita pertimbangkan itu tidak boleh
menjadi sarana untuk mencapai efek yang baik .Ketiga, efek yang
buruk atau merugikan itu tidak boleh dimaksudkan ,hanya boleh
dibiarkan atau ditolerir. Dan yang keempat, harus ada alasan
proposional untuk melakukan perbuatannya, bagaimanapun akibat
perbuatan itu. Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal
hal seperti pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko
hilangnya sesuatu yang penting, dokter sanggup mencegah bahaya
atau kehilangan tersebut, tindakan dokter tadi efektif, dan manfaat
bagi pasien lebih banyak daripada kerugian dokter.

Ciri-ciri prinsip non-maleficence, adalah :


 Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya
sesuatu yang penting.
 Dokter sangggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut.
 Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif.

18
 Manfaat bagi pasien lebih besar dari kerugian dokter.
 Tidak membunuh pasien.
 Tidak memandang pasien sebagai objek.
 Tidak membahayakan pasien karena kelalaian.
 Tidak melakukan white collar crime.

Prinsip Justice
Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter
memperlakukan sama rata dan adil untuk kebahagiaan
dan kenyamanan pasien. Teori ini berkaitan erat dengan sikap adil
seseorang pada orang lain, seperti memberikan pertolongan
terlebih dahulu kepada seseorang berdasarkan derajat keparahan
penyakit. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama,
kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan
kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap
pasiennya.

Justice mempunyai ciri-ciri: (Saltike; Suryadi, 2009)


 Memberlakukan segala sesuatu secara universal.
 Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia
lakukan.
 Menghargai hak sehat pasien.
 Menghargai hak hukum pasien.

Jenis keadilan :
1. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima).
2. Distributif (membagi sumber).

19
kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban
bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan
tingkat perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada :
 Setiap orang andil yang sama
 Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya
 Setiap orang sesuai upayanya.
 Setiap orang sesuai kontribusinya
 Setiap orang sesuai jasanya
 Setiap orang sesuai bursa pasar bebas
3. Sosial
kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan bersama.
 Utilitarian
memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi
menekankan efisiensi social dan memaksimalkan
nikmat/keuntungan bagi pasien.
 Libertarian
menekankan hak kemerdekaan social – ekonomi
(mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil).
 Komunitarian
mementingkan tradisi komunitas tertentu
 Egalitarian
kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang
dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering
menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).

20
4. Hukum (umum) :
 Tukar menukar : kebajikan memberikan /
mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.
 Pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk
kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan
umum.

Justice bermaksud keadilan. Keadilaan adalah pembagian


manfaat dan beban,serta pembagian barang dan jasa menurut standar
yang adil. Justice adalah member perlakuan yang sama untuk setiap
orang. Memberi sumbangan relatif terhadap kebahagiaan diukur dari
kebutuhan mereka. Menurut pengorbanan relatif sama ,diukur dengan
kemampuan mereka. Terdapat dua jenis keadilan; keadilan
komparatif dan distributif. Keadilan komparatif adalah apa yang
diterima oeh satuorang atau grup ditentukan dengan membandingkan
orang atau gruplain yang juga berhak berdasarkan kebutuhan.
Keadilan distributive adalah kebajikan membagikan dengan cara
merata secara material kepada setiap orang andil yang sama, setiap
orang sesuai dengan kebutuhannya, setiap orang sesuai upayanya,
sesuai kontribusinya jasanya. Kasus-kasus yang sejenis harus
diperlakukan dengan cara sejenis dan kasus-kasus yang tidak sejenis
boleh diperlakukan dengancara tidak sejenis.

Prinsip Autonomy
Otonomi (Autonomy) berasal dari bahasa Yunani ”autos” yang
berarti sendiri dan ”nomos” yang berarti peraturan atau pemerintahan
atau hukum. Sejak zaman Kant, autonomi adalah konsep penting
dalam filsafat. Didalam filsafat dan etik, konsep autonomi dan

21
kebebasan mempunyai hubungan erat. Autonomy berkaitan dengan
rasa hormat pada martabat manusia yang memiliki berbagai
karakteristik. Manusia pada dasarnya memiliki nilai dan berhak
untuk meminta. Prinsip kaidah ini tidak berlaku untuk individu
yang belum dapat memutuskan secara sendiri seperti pada bayi,
orang yang bunuh diri dengan tidak rasional dan orang yang
ketergantungan dengan obat-obatan.

Otonomi atau self-determination adalah suatu bentuk kebebasan


bertindak, di mana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan
rencana yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur
tangan pihak luar. Terdapat dua unsur autonomy, yang pertama adalah
kemampuan untuk mengambil keputusan tentang suatu rencana
bertindak yang tertentu. Yang kedua, harus mampu untuk
mewujudkan rencananya menjadi kenyataan. Autonomy menuntut
bahwa kita sendiri menentukan siapakah kita ini dan bersedia untuk
bertanggung jawabatas pilihan itu. Autonomy seorang pasien ialah
belaiu sebagai manusia yang berakal budi tidak boleh dijadikan
semata-mata alat tetapi tujuan. Prinsip autonomy adalah dasar dari
doktrin informedconsent. Tindakan medis terhadap pasien harus
mendapat persetujuan dari pasien dulu, setelah diberi informasi dan
penerangan.

Menurut, Joel Feinberg (1986), dia membedakan autonomi


sebagai kapasitas, autonomi sebagai kondisi yang sebenarnya,
autonomi sebagai karakter ideal dan autonomi sebagai hak untuk
bertindak. Konsep autonomi sangat diperlukan karena berhubungan

22
dengan hak asasi manusia. (Bartens, 2005;Schermer, 2002; O’Neill,
2002).

Pada awalnya otonomi dikaitkan dengan suatu wilayah dengan


peraturan sendiri atau pemerintahan sendiri atau hukum sendiri.
Kemudian, otonomi juga digunakan pada suatu kondisi individu yang
maknanya bermacam-macam, seperti memerintah sendiri, hak untuk
bebas, pilihan pribadi, kebebasan berkeinginan dan menjadi diri
sendiri.

Makna utama dari otonomi individu adalah aturan pribadi atau


perseorangan dari diri sendiri yang bebas, baik bebas dari campur
tangan orang lain maupun dari keterbatasan yang dapat menghalangi
pilihan yang benar, seperti karena pemahaman yang tidak cukup.
Seseorang yang dibatasi otonominya adalah seseorang yang
dikendalikan oleh orang lain atau seseorang yang tidak mampu
bertindak sesuai dengan hasrat dan rencananya.

Terdapat berbagai pendapat tentang penerapan prinsip otonomi.


Meskipun demikian, secara umum ada beberapa cara menerapkan
prinsip otonomi, khususnya dalam praktek kedokteran. Cara-cara
tersebut antara lain: (Suryadi, 2009)
1. Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell
the truth).
2. Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of
others).
3. Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential
information).

23
4. Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap
pasien (obtain consent for interventions with patients).
5. Membantu orang lain membuat keputusan yang penting (when
ask, help others make important decision).

Hal penting dalam menerapkan prinsip otonomi adalah menilai


kompetensi pasien. Para pakar meyakini belum ada satu definisi
kompetensi pasien yang dapat diterima semua pihak, sehingga begitu
banyak defnisi tentang kompetensi pasien. Salah satu definisi
kompetensi pasien yang dapat diterima adalah ”kemampuan untuk
melaksanakan atau perform suatu tugas atau perintah”. (Suryadi,
2009).

Pada praktiknya, beberapa prinsip yang ada dapat


dibersamakan. Tetapi pada saat kondisi tertentu, satu prinsip
menjadi lebih penting dan sah digunakan dengan mengorbankan
prinsip yang lain. Keadaan tersebut disebut dengan prima facie
(Purwadianto, 2004).

Dalam konteks beneficence, prinsip prima facienya adalah


sesuatu yang (berubah menjadi atau dalam keadaan) umum.
Artinya ketika kondisi pasien merupakan kondisi yang wajar dan
berlaku pada banyak pasien lainnya, dokter akan melakukan yang
terbaik untuk kepentingan pasien. Juga dalam hal ini dokter telah
melakukan kalkulasi dimana kebaikan yang akan dialami
pasiennya akan lebih banyak dibandingkan dengan kerugiannya
(Purwadianto, 2004).

24
Dalam konteks non-maleficence, prinsip prima facie adalah
ketika pasien (berubah menjadi atau dalam keadaan) gawat
darurat dimana diperlukan suatu intervensi medik dalam rangka
penyelamatan nyawanya. Dapat pula dalam konteks ketika
menghadapi pasien yang rentan, mudah dimarjinalisasikan dan
berasal dari kelompok anakanak atau orang uzur ataupun juga
kelompok perempuan (Purwadianto, 2004).

Dalam konteks autonomy, prima facie tampak muncul


(berubah menjadi atau dalam keadaan) pada sosok pasien yang
berpendidikan, pencari nafkah, dewasa dan berkepribadian matang.
Sementara justice tampak prima facienya pada (berubah menjadi
atau dalam keadaan) konteks membahas hak orang lain selain diri
pasien itu sendiri. Hak orang lain ini khususnya mereka yang
sama atau setara dalam mengalami gangguan kesehatan. di luar
diri pasien, serta membahas hak-hak sosial masyarakat atau
komunitas sekitar pasien.

Sifat Dasar yang Harus Ditunjukkan Setiap Dokter


Dalam bertugas dan bekerja, seorang dokter memerlukan suatu
etika untuk menjalankan profesinya. Hal ini dilakukan agar dapat
tercapai suatu keserasian, kecocokan, dan komunikasi yang baik
antara dokter dengan pasien dan lingkungannya. Perlu diketahui pula
sifat-sifat yang harus ditunjukkan setiap dokter, yaitu: (Komalawati,
1989).
 Sifat ketuhanan
Takut akan Allah SWT membuat seseorang melakukan hal yang
benar dan menjauhi perbuatan yang akan merugikan orang lain.

25
 Kemurnian niat
Niat yang tulus untuk membantu orang yang memerlukan tanpa
memandang status, ras, dan agama.
 Keluhuran budi
Dengan budi pekerti yang baik dan sikap yang baik
memberikan pelayanan kepada orang lain tanpa mengharapkan balas
jasa yang berlebihan.
 Kerendahan hati
Dengan kerendahan hati dan sopan dalam bekerja akan
memberikan kepuasan bagi pasien.
 Kesungguhan kerja
Bekerja dengan sungguh-sungguh akan memberikan hasil yang
baik bagi kedua belah pihak.
 Integritas ilmiah dan sosial
Bertindak berdasarkan kemampuan yang dimilikinya dan
melakukan berdasarkan prosedur.

Kewajiban dan Hak Dokter Serta Pasien


Semua hak melahirkan kewajiban, demikian pula sebaliknya.
Hak memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu di dalam
melaksanakannya. Sedangkan kewajiban adalah pembatasan dan
beban. Hak di dalam pengertian umum yaitu tuntutan seseorang
terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan
keadilan, moralitas dan legalitas.

Hak dan kewajiban sendiri merupakan kewenangan yang


diberikan kepada seseorang oleh hukum. Letak perbedaan yang
mendasar antara hak dan kewajiban serta hukum adalah hak dan

26
kewajiban bersifat individual atau melekat pada individu. Hubungan
dokter-pasien merupakan hubungan antar sesama manusia. Oleh
karena itu mungkin saja terjadi perselisihan antara dokter-pasien.
Sehingga perlu dibina hubungan dokter dan pasien. Pada prinsipnya
hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar
dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban antara mereka
sendiri. Adapun kewajiban dokter antara lain: (Indriyati, 2008).
 Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan
mengamalkan sumpah kedokteran.
 Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya
menurut ukuran tertinggi.
 Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang
dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan
keuntungan pribadi.
 Setiap dokter wajib melindungi hak insani.
 Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan
memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
 Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan
menggunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk
kepentingan penderita.
 Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan setelah
penderita meninggal dunia.

27
 Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat
sebagai suatu tugas kemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Sedangkan hak dokter antara lain: (Indriyati, 2008).


 Melakukan praktik dokter setelah memperoleh surat izin
dokter dan surat izin praktik.
 Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari
pasiennya tentang penyakitnya.
 Bekerja sesuai standar profesi.
 Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan
dengan etika, hukum, agama, dan hati nuraninya.
 Mengakhiri hubungan dengan pasiennya, jika menurut
penilaiannya kerja sama dengan pasiennya tidak ada
gunanya lagi kecuali dalam keadaan gawat darurat.
 Hak atas privasi dokter.
 Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter.
 Menerima imbalan jasa.

28
HUMANIORA
PENDAHULUAN
Deskripsi
Humaniora merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari segala hal yang diciptakan atau menjadi perhatian
manusia baik itu ilmu filsafat, hukum, sejarah, bahasa, teologi, sastra,
seni dan lain sebagainya. Atau makna intrinsik nilai-nilai kemanusiaan
(Kamus Umum Bahasa Indonesia). Dalam bahasa Latin, humaniora
artinya manusiawi.
Menurut Martiatmodjo, BS dalam “Catatan Kecil tentang
Humaniora” dikatakan sebagai Ilmu Budaya Dasar yang merupakan
mata kuliah wajib di Perguruan Tinggi dan merupakan juga
terjemahan dari istilah Basic Humanities atau pendidikan humaniora.
Humaniora ini menyajikan bahan pendidikan yang mencerminkan
keutuhan manusia dan membantu agar manusia menjadi lebih
manusiawi. Martiatmodjo menegaskan bahwa perlunya humaniora
bagi pendidik berarti menempatkan manusia di tengah-tengah proses
pendidikan.
Lebih khusus dalam kaitan dengan pengembangan ilmu dan
teknologi, ialah Iptek Kedokteran. Kedokteran adalah ilmu yang
paling manusiawi, seni yang paling indah, dan humaniora yang paling
ilmiah ( Pellegrino, 1970 ).
Clauser ( 1990 ) berpendapat bahwa mempelajari humaniora –
sastra, filsafat, sejarah – dapat meningkatkan kualitas pikir ( qualities
of mind ) yang diperlukan dalam ilmu kedokteran. Kualitas pikir tidak
lagi terfokus pada hal - hal hafalan, materi baku, konsep mati, tetapi
ditingkatkan dalam hal kemampuan kritik, perspektif yang lentur,
tidak terpaku pada dogma, dan penggalian nilai-nilai yang berlaku

29
didalam ilmu kedokteran. Menurunnya studi kedokteran cenderung
memfokuskan mindset pada ujian, diskusi yang monoton tentang
pasien, hasil laboratorium, insiden, banyak pasien, dan lain - lain.
Humaniora membebaskan kita dari terkunci dalam satu mindset. Kita
perlu kelenturan dalam mengubah perspektif, dan mengubah
interpretasi bila diperlukan. Dengan sastra, seseorang ( mahasiswa
kedokteran ) dapat mengembangkan empati dan toleransi, mencoba
menempatkan diri dalam gaya hidup, imaginasi, keyakinan yang
berbeda.
Ilmu kedokteran, selain ilmu-ilmu dasar, adalah juga profesi.
Pengembangan profesi cenderung mengkotak - kotakkan pada bidang
spesialisasi. Seorang spesialis cenderung memahami hanya bidang
spesialisasinya saja. Tuntutan efektif - efisien, perhitungan cost-
benefit cenderung menghapus nilai empati, kurang dapat
menempatkan diri sebagai penderita. Hubungan dokter-pasien menjadi
kurang manusiawi. Humaniora memperbaiki kondisi tersebut.

Humaniora medis merupakan bidang interdisipliner medis


dimana termasuk humaniora ( literatur, filosofi, etika, sejarah dan
bahasa ), ilmu sosial ( antropologi, studi budaya, psikologi, sosiologi
), dan seni ( literatur, teater, film dan seni visual ) dan aplikasinya
terhadap edukasi dan praktek medis.
Humaniora dan seni memberikan pengertian yang dalam
tentang kondisi manusia, penderitaan, kemanusiaan dan tanggung
jawab kita satu sama lain, dan menawarkan perspektif sejarah dalam
praktek medis. Perhatian terhadap literatur dan seni membantu dalam
membangun dan memelihara kemampuan observasi, analisis, empati
dan refleksi – diri – kemampuan yang penting bagi pengobatan medis

30
manusia. Ilmu sosial membantu kita memahami bagaimana biologi
dan medis menempatkan diri dalam konteks sosial dan budaya dan
juga bagaimana budaya berinteraksi dengan pengalaman individual
akan kesakitan dan cara ilmu medis dipraktekkan.
Dari uraian diatas, istilah Indonesia yang merupakan serapan
dari bahasa Arab, yang dapat mewadahi humaniora ialah adab. Dalam
ilmu al adab terkandung ilmu sastra, sejarah sastra, ilmu kritik sastra,
filologi. Adab juga berarti budaya yang baik. Tidak beradab berarti
tidak berbudaya, tidak berperilaku baik, seb agaimana Cicero ( filsuf
Yunani ) mengartikan inhumanitas dengan barbar.
Adab dapat berarti antara lain discipline of mind and manners,
and of conduct or behaviour (Huges, 2004). Karya al Makdisi ( 2005
), dapat lebih memastikan bahwa ilmu adab.
Kata - kata yang berdekatan dengan humaniora, bahkan
sering disama artikan, adalah sebagai berikut :

 Humanitarian ( kata sifat )


o Memfokuskan pada kebutuhan manusia dan
menghilangkan/mengangkat penderitaan manusia
o Berkaitan dengan pengabdian pada usaha-usaha
kesejahteraan manusia dan dorongan untuk perubahan
masyarakat ( social reform ) = phylantopist, filantropis
 Humanitarianisme
o Pandangan, dasar - dasar, metoda dari humanitarian =
filantropi
o Keyakinan, bahwa satu - satunya kewajiban moral
manusia adalah bekerja untuk kesejahteraan kemanusiaan
yang lebih baik ( berdekatan dengan pengertian etik )

31
keyakinan bahwa kondisi manusia dapat mencapai
kesempurnaan dengan upayanya sendiri, tanpa Tuhan.
o Humanisme, Keadaan atau kondisi atau kualitas sebagai
manusia, makhluk berderajat tinggi
o Filsafat atau sikap yang menaruh perhatian terhadap
manusia, perhatian dan pencapaiannya

o Studi humaniora; ajaran tentang kesopanan dan budaya


o Gerakan / budaya dan intelektual yang terjadi pada masa
renaisans
o Humanis, Orang yang mengkaji humaniora, terutama
mahasiswa tentang masalah - masalah klasik
o Orang yang menaruh perhatian kepada kajian tentang
upaya dan kemampuan / pencapaian manusia
o Pengkaji / mahasiswa tentang renaisans, atau pengikut
dari paham humanisme
o Humanistik ( ks ), Berhubungan dengan humanisme atau
humaniora

Manfaat/Relevansi
Lantas, apa relevansinya mempelajari humaniora bagi
seorang dokter? Dokter adalah salah satu profesi yang
berhubungan langsung dengan manusia sebagai lawan
interaksinya. Karena itu seorang dokter harus mengetahui segala
hal yang berkaitan dengan manusia, baik sebagai individu
maupun sebagai makhluk sosial. Salah satunya dengan
pengetahuan humaniora ini.
Sebetulnya, pengetahuan ini haruslah terintegrasi ke
dalam seluruh kurikulum kedokteran (demikian juga semua

32
pokok bahasan yang ada dalam blok ini harus diintegrasikan ke
dalam tiap-tiap blok). Karena yang kita harapkan adalah lahirnya
dokter-dokter yang tidak saja kompeten dalam keilmuannya, tapi
juga memiliki perilaku yang manusiawi, memperlakukan
pasiennya seperti dirinya ingin diperlakukan. Tentu saja perilaku
tersebut tidak akan muncul tanpa adanya pengetahuan tentang
apa dan bagaimana sebetulnya sifat yang manusiawi itu.
Agar Anda dapat memahami dan selanjutnya dapat
menerapkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam humaniora,
maka Anda diperkenalkan dengan pengetahuan ini. Tentu,
pengetahuan ini sendiri belumlah cukup untuk mencapai apa
yang kita harapkan, tapi harus dipadukan dengan pengetahuan-
pengetahuan lain.

PENYAJIAN
Apakah Anda pernah berpikir, ingin jadi dokter seperti
apakah Anda kelak? Sudahkah Anda memiliki bayangan dokter
ideal itu seperti apa? Mungkin, Anda merasa tertarik melihat
dokter yang mempunyai kedudukan yang terhormat dalam
masyarakat. Atau mungkin juga Anda takjub melihat banyak
dokter yang sejahtera dari segi finansial, segala apa yang menjadi
standar kemewahan melekat pada mereka. Atau Anda bangga
melihat dokter mampu mempengaruhi jalan hidup seseorang,
menyelamatkan nyawa orang-orang di dekat Anda, memberi
sentuhan keajaiban dalam takdir kehidupan orang lain.
Apapun yang ada dalam bayangan Anda, profesi dokter
memiliki sejarah perjalanan yang lengkap. Pengetahuan
humaniora ini berusaha memberi gambaran pada kita bagaimana

33
menjadi seorang dokter yang sejatinya ideal, dokter yang
manusiawi, yang berperilaku/berakhlak baik, berkepribadian
profesional. Untuk mendapatkan hasil di hilir yang baik, tentu
kondisi di hulu sudah harus dipersiapkan sebelumnya. Karena itu
disajikan pengetahuan mengenai humaniora yang diharapkan
dapat memberikan kontribusi untuk dapat memahami lebih baik
tentang makna kehidupan Anda sebagai seorang dokter.
Mungkin saja terdapat anggapan bahwa masalah
perilaku/akhlak baik dan sifat belas kasih merupakan bawaan
atau sifat lahiriah seseorang, bahkan ia adalah watak alami yang
melekat pada seseorang sejak dia dilahirkan, dan berkembang
sesuai pengaruh lingkungannya. Menganggap sifat belas kasih
atau compassion bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari, tetapi
suatu materi yang akan berpindah secara alami –melalui proses
yang panjang- dari satu manusia ke manusia lain. Tapi bila kita
kembali kepada jati diri sebagai manusia yang penuh dengan
kekurangan, maka kita tahu bahwa banyak hal yang harus kita
pelajari, cermati, hayati dan amalkan dalam hidup ini, apalagi
bila dikaitkan dengan jati diri kita sebagai seorang muslim.
Dalam agama Islam diajarkan mengenai akhlak secara lengkap
dan terperinci. Bedanya, konsep akhlak adalah konsep akhirat,
jadi berimplikasi tidak hanya di dunia ini saja. Sedangkan,
konsep humaniora yang akan kita bahas adalah konsep dunia,
khususnya dunia medis jadi implikasinya jelas di dunia medis
juga. Namun, sebagai seorang muslim kita tentu percaya bahwa
semua aspek kehidupan kita di dunia ini pada akhirnya akan
berdampak juga di akhirat kelak.

34
Sebetulnya, dalam kurikulum kita dikenal pendidikan
ilmu budaya dasar yang menurut Martiatmodjo merupakan juga
terjemahan dari istilah Basic Humanities atau pendidikan
humaniora. Hanya saja penyajiannya jarang dikaitkan dengan
kehidupan kita kelak sebagai seorang dokter, jadi pengetahuan
tersebut mengawang-awang, sangat idealis, sehingga mahasiswa
sulit menerapkannya dalam realitas kedokteran yang terkenal
praktis. Padahal bagi komunitas medis, apa saja yang disentuhkan
pada kulitnya melalui kata medis, akan mudah melekat karena
ada sekian banyak reseptor yang sensitif dengan kata tersebut
pada kulitnya. Karena itu dibutuhkan pengetahuan yang lebih
integratif agar kita menjadi paham arah dan tujuan pembelajaran
kita.
Pengetahuan tentang humaniora sangat luas. Tapi
bahasan kita dalam kuliah ini terbatas pada bidang kehidupan kita
sebagai dokter. Pengetahuan ini harus dapat diterapkan di segala
bidang kehidupan Anda kelak sebagai dokter. Bidang yang
dimaksud antara lain:

 Praktek kedokteran
 Pelayanan kesehatan
 Pendidikan kedokteran
 Penelitian

Berbicara tentang humaniora, berarti berbicara tentang


beberapa aspek yang memiliki pengertian yang saling berkaitan,
di antaranya mengenai humanisme, etika, kebudayaan dan
perilaku. Humaniora memberikan wadah bagi lahirnya makna
intrinsik nilai-nilai humanisme. Humanisme sendiri adalah aliran

35
yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan/mencita-
citakan pergaulan yang lebih baik. Ada juga yang berpendapat
humanisme sebagai sikap/tingkah laku mengenai perhatian
manusia dengan menekankan pada rasa belas kasih serta martabat
individu.
Pengertian etika yang dipahami lebih luas di kalangan
medis selama ini selalu menjadi jargon seorang dokter. Etika
kedokteran dalam kamus kedokteran Stedman dirumuskan
sebagai principles of correct professional conduct with regard to
the rights of the physician himself, his patients, and his fellow
practitioners. Dengan kata lain etika dalam kedokteran
merupakan prinsip-prinsip mengenai tingkah laku profesional
yang tepat berkaitan dengan hak dirinya sebagai dokter, hak
pasiennya, dan hak teman sejawatnya.
Bila dikaitkan dengan kebudayaan, maka seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, dokter adalah suatu profesi yang
berhubungan langsung dengan manusia sebagai lawan
interaksinya dalam konteks makhluk yang sama berbudaya.
Karena itu seorang dokter harus mengetahui segala hal yang
berkaitan dengan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai
makhluk sosial. Untuk membangun nilai-nilai sosial itu agar tetap
menjadi landasan bagi setiap dokter -terutama sebagai dokter
muslim- dalam menjalani kehidupan profesinya yang luas, maka
disinilah pengetahuan kebudayaan menjadi konsep dasar dalam
membangun jati diri sebagai petugas layanan kesehatan.
Sehubungan dengan itu, penggunaan konsep perilaku di
sini berada dalam pengertian ketunggalannya dengan konsep
kebudayaan. Perilaku seseorang, sedikit atau banyak, terkait

36
dengan pengetahuan, nilai dan norma dalam lingkungan-
lingkungan sosialnya, demikian juga halnya dengan seorang
dokter. Untuk proses hulu, lingkungan pendidikan yang baik
tentu akan mengantar seseorang untuk berperilaku yang baik
pula.
Ilmu kedokteran khususnya kedokteran umum yang
menangani manusia jelas sangat paralel dengan pengetahuan
budaya yang berkaitan dengan hasil kesadaran manusia. Segala
penalaran dokter sebagai manusia akan sama dengan penalaran
budi manusia. Ilmu kedokteran yang selalu memikirkan jasmani
dan rohani manusia akan selalu dituntut oleh keadaan lingkungan
masyarakat. Salah pikir dari seorang dokter berarti akan
bertentangan dengan hati nurani manusia yang melekat dalam
pribadi sang dokter. Sebaliknya kesuksesan dokter akan selalu
menjunjung tinggi dan mengangkat nama harumnya karena
segala kesuksesan itu tentu dilandasi oleh budi/pikiran manusia
secara sadar. Lantas, bagaimana kaitannya dengan humanisme?
Menurut Profesor U Mia Tu dari Myanmar dalam
orasinya tentang humanisme dan etika dalam berbagai bidang
kedokteran, terminologi humanisme awalnya dikaitkan dengan
pergeseran filosofi dan budaya selama masa renaisans Eropa.
Belakangan, maknanya bergeser menjadi sebuah sikap yang
berkenaan dengan perhatian manusia pada sesamanya dengan
menekankan pada ‘compassion’ -belas kasihan- dan martabat
individual.
Secara tidak langsung, humanisme menyatakan suatu
penghargaan kepada pasien sebagai seorang individu;
menunjukkan belas kasih dan mengerti akan rasa takut dan

37
khawatir dalam diri pasiennya; menyatakan suatu komunikasi
yang berarti kepada pasien sebagai seseorang dan bukannya
sebagai sebuah penyakit. Lebih lanjut dia mengatakan,
humanisme dalam kedokteran lebih dari sebuah etika. Lebih dari
sekedar menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang
merugikan fisik dan mental pasien karena kelalaian diri. Lebih
dari yang sekedar tertulis dalam sumpah Hippocrates.
Humanisme merupakan tindakan positif, seperti halnya belas
kasihan yang bukan sekedar perasaan prihatin kepada penderitaan
orang lain tapi menolong dengan memberi saran atau tindakan
yang meringankan penderitaannya. Namun sungguh mengejutkan
karena definisi ‘belas kasihan’ tidak masuk dalam dua kamus
utama kedokteran – Dorland dan Stedman. Meskipun demikian,
rasa belas kasih sama pentingnya dengan pengetahuan ilmiah dan
keterampilan pada seorang dokter yang humanistik.
Situasi apa yang menyebabkan sehingga humanisme dan
etika mengilhami profesi kedokteran saat ini? Apa yang telah
terjadi sehingga menyebabkan banyak dokter-dokter senior
menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi profesi kita?
Jika kita mengamati sejenak, akan disadari betapa kita
telah jauh menyimpang dari idealisme sebagai dokter. Fenomena
ini telah mendunia dan juga telah menyebar ke dalam negara kita.
Bukan hanya praktek medis dan perawatan pasien yang
menyimpang dari idealisme sosial, bahkan konsep humanisme
menjadi sesuatu yang asing dalam pendidikan kedokteran dan
dalam bidang penelitian kedokteran. Benar bahwa etika
kedokteran termasuk dalam kurikulum pada beberapa sekolah
kedokteran, namun diduga hal tersebut hanya sebagai metode

38
resmi untuk menenangkan hati mereka. Kenyataannya,
dibutuhkan lebih dari sekedar memasukkan subjek etika
kedokteran ke dalam kurikulum agar lulusan kedokteran
menjadikan humanisme dan perilaku etis sebagai sifat kedua
mereka.
Seorang dokter bernama Assi Ba’l mengemukakan
kerisauannya tentang profesi dokter saat ini. Menurutnya ada
beberapa hal yang menyebabkan terjadinya fenomena tersebut,
antara lain:
· Pemisahan antara jasad dan jiwa
· Pemisahan antara pencegahan dan pengobatan
· Penghambaan diri terhadap teknologi modern
· Berlebihan dalam mengejar spesialisasi
· Perbedaan dalam tingkat pelayanan kesehatan
Karena tuntutan akan kompetensi profesi yang semakin
meningkat, dokter-dokter berlomba dalam menyempurnakan sisi
keilmuannya. Kegamangan menghadapi masyarakat yang gemar
menggugat, ketakutan melakukan malapraktek, peningkatan
kejahatan moral oleh praktisi medis, semua hal-hal tersebut
menyebabkan para dokter sangat fokus pada keahlian medis
mereka. Mereka menjadi sangat perhatian dalam menangani
keluhan fisik pasien, yang penting pasien sembuh dari derita
fisiknya. Mereka tidak perlu repot-repot menangani jiwa pasien
mereka, yang penting pasien itu belum masuk kategori gila
(silakan ke ahli jiwa kalau jiwa anda terganggu).
Untuk urusan pencegahan penyakit, diserahkan dengan
hormat kepada teman-teman mereka, ahli kesehatan masyarakat.
”Kami cukup mengobati mereka yang sakit. Kalau ikut-ikutan

39
dalam program pencegahan, bisa-bisa kita dituding mengambil
lahan kerja mereka”. Begitu barangkali yang ada dalam benak
para dokter. Padahal sangat jelas bahwa para dokter pun
diharapkan partisipasi aktifnya dalam program pencegahan
penyakit, bahkan mulai pada tahap awal dari five level
prevention, yaitu promosi kesehatan.
Perkembangan teknologi dalam dunia kesehatan begitu
menggila belakangan ini. Seorang dokter tentu tidak mau
ketinggalan dalam bidang teknologi atau akan dicemoohkan oleh
masyarakat -yang sudah semakin kritis- tentang jati dirinya
sebagai seorang profesional. Tidak ada istilah, dokter tidak
mengerti tentang perkembangan jaman, walaupun dokter itu baru
saja kembali dari daerah terpencil yang harus didiaminya selama
dua-tiga tahun. Teknologi modern adalah suatu keharusan. Salah
satu hal yang dapat memfasilitasi kebutuhan itu adalah dengan
bersekolah kembali, dan yang menjadi prioritas tentunya
pendidikan spesialisasi. Ikut pendidikan dokter spesialis tentunya
akan membuat para dokter akan terus-menerus berhubungan
dengan perkembangan teknologi karena pusat pendidikan berada
di kota-kota besar. Tentu saja kita tidak dapat menyalahkan
dokter yang berniat meneruskan minatnya pada ilmu tertentu.
Ditopang oleh kecenderungan masyarakat yang selalu
mengandalkan dokter spesialis dan bertindak merujuk dirinya
sendiri langsung kepada seorang ahli, serta adanya jaminan
income yang lebih menjanjikan, membuat mereka berlomba-
lomba meraih gelar tersebut.
Menurut Anda, apakah semua ini tidak cukup membuat
seorang dokter merasa terbebani sehingga punya waktu lagi

40
untuk memikirkan perasaan pasiennya? Tidak cukupkah dia
dapat menghilangkan keluhan pasien-pasiennya dan meringankan
derita fisik mereka? Dan ada apa dengan orang-orang di
sekelilingnya, toh mereka mempunyai kehidupan masing-masing
yang tidak memerlukan campur tangan batinnya, selama dia tidak
merugikan mereka. This is our own life, marilah kita jalani
sendiri-sendiri tanpa saling mengganggu. Kita sendiri yang akan
mempertanggungjawabkan kehidupan kita kelak. Ini betul. Tapi
apakah memang semuanya harus berjalan demikian? Betulkah
semata-mata tangan dingin sang dokter saja yang dibutuhkan
dalam menyelesaikan masalah pasiennya? Mari kita lihat
bagaimana humaniora memandang kehidupan seorang dokter.

Humanisme dan etika dalam praktek kedokteran


Merawat orang sakit pada level fundamental berakar
pada jiwa manusia dan humanisme. Misalnya seorang ibu yang
merawat anak atau bayinya yang sedang sakit, kenalan/keluarga
sekitarnya menawarkan bantuan berupa saran/nasihat dimanapun
diinginkan, sementara seorang wanita tua di antara para warga
merespon permintaan bantuan ibu tadi. Mereka semua tidak
memiliki motif yang berkaitan dengan uang dalam memberikan
bantuan, tapi dilandasi atas dasar belas kasih.
Pada level yang berbeda, sejak jaman dahulu orang-orang
suci, pendeta, tabib dan dukun telah merawat orang-orang sakit
karena adanya keyakinan bahwa penyakit adalah manifestasi dari
pengaruh iblis yang dilakukan dengan perantaraan tuhan atau
makhluk supernatural atau manusia lain. Motif mereka dalam

41
menyembuhkan orang sakit mungkin tidak sepenuhnya untuk
kepentingan orang sakit tersebut karena mereka memperoleh
keuntungan dalam tatanan sosial atas bantuan tersebut, disamping
adanya kekuasaan dan otoritas yang diberikan pada mereka
dalam masyarakat.
Saat hal tersebut dikaitkan dengan profesi dokter, kita
diyakinkan bahwa masalah sosialnya berakar pada sikap
humanisme, belas kasih terhadap penderitaan pasien, dan
keinginan untuk memberikan pelayanan kesehatan. Dokter
praktek dan spesialis saat ini memiliki hubungan dokter-pasien
’one-to-one’ yang unik dan sangat pribadi, melibatkan kepatuhan,
ketergantungan, dan kepercayaan yang utuh dari pasien terhadap
otoritas, pengetahuan dan keterampilan dokternya. Dengan
otoritas tersebut terciptalah unsur kewajiban sosial untuk
melayani dengan belas kasih kepada mereka yang percaya dan
bergantung kepada kita.
Tetapi martabat dan status profesi dokter dulunya tidak
setinggi seperti yang kita lihat sekarang. Misalnya pada jaman
India kuno, hanya dokter kerajaan yang memiliki status yang
tinggi. Dokter pada jaman itu dianggap tidak berdarah murni dan
tidak pernah diundang pada acara-acara sesajian untuk dewa-
dewa. Kasta Brahmana tidak seharusnya menerima makanan dari
seorang dokter karena dianggap najis/kotor (Rao &
Radhalaksmi,1960). Pada masa kekaisaran Roma, dokter adalah
pekerja berat, orang liar, orang asing, dan pengobatan dianggap
sebagai pekerjaan rendah. Di Inggris abad ke-18, dokter bedah
dan ahli obat-obatan dianggap seperti pedagang dan termasuk

42
kelas pinggiran. Bahkan sekurangnya di abad 19, dokter di
Perancis sangat miskin dan statusnya juga rendah (Starr, 1949).
Namun, dengan perkembangan dan kemajuan ilmu
kedokteran dan kemampuan para dokter mempengaruhi
perjalanan penyakit secara radikal, bermula di akhir abad ke-19,
secara perlahan kedokteran berubah statusnya dari sekedar
tukang/pekerja berat menjadi sebuah profesi dan bersamaan
dengan itu kekuasaan dan martabat profesi dokter juga meningkat
seterusnya hingga di abad 20 ini.
Dengan tercapainya status profesi itu, segala yang
menjadi karakter sebuah profesi juga didapatkan. Kedokteran
memiliki otonomi, mengontrol semua yang ingin memasuki
profesi ini, menetapkan standar kompetensi melalui pelatihan
termasuk teori, bukan hanya keterampilan seperti pada pekerjaan
tukang. Profesi kedokteran selanjutnya menyusun lembaga
profesi struktural (asosiasi, publikasi, sekolah kedokteran yang
dapat dikontrol) dan bertujuan memberikan pelayanan yang
humanistik kepada masyarakat untuk kepentingan mereka.
Prinsip-prinsip etika telah menjadi bagian yang mendasar
sejak masa awal dan berkaitan dengan kewajiban dan tanggung-
jawab seorang dokter. Namun harus dicatat, bahwa semua
pernyataan tentang etika dapat disesuaikan secara profesional
dengan dunia medis. Dan tidak satupun yang berkenaan dengan
aspek humanistik.
Pola praktek dokter pada awal abad delapan belas bersifat
‘biaya pelayanan tunggal’ yaitu seorang dokter memberikan
pelayanan medis dan untuk itu dia dibayar, baik berupa uang
maupun berupa hasil-hasil pertanian seperti yang masih terdapat

43
di negara-negara berkembang di beberapa daerah dan desa yang
miskin. Ini adalah masa dokter pedesaan atau dokter ‘kuno’ atau
dokter keluarga yang mengetahui dengan baik keluarga tersebut,
berkeliling ke rumah-rumah, dan bertindak sebagai ‘teman dan
penuntun yang dapat dipercaya’, di samping merawat orang-
orang sakit dalam keluarga itu.
Perkembangan kota-kota besar dan rumah-rumah sakit di
abad 18 dan 19 membuat dokter-dokter desa perlahan
menghilang dan semakin banyak dokter menetap di daerah kota
untuk berpraktek. Hilangnya dokter pedesaan atau dokter
keluarga memulai timbulnya ‘pelayanan dehumanisasi’ di rumah-
rumah sakit.
Dalam dekade terakhir abad 20, pola praktek di negara-
negara industri berubah sama sekali dengan ekonomi berorientasi
pasar. Dari praktek mandiri, sekarang kebanyakan dokter praktek
berkelompok di bawah persetujuan formal penggunaan fasilitas
dan peralatan medis bersama-sama dan pendapatan
didistrubusikan sesuai perjanjian awal dengan melibatkan
personalia kesehatan.
Kalangan bisnis melihat pasar besar dalam lapangan
kesehatan, hasilnya adalah meningkatnya komersialisasi layanan
medis dan bertumbuhnya industri medis yang kompleks.
Kedokteran tidak lagi merupakan industri rakyat seperti saat
dokter berpraktek mandiri. Manager di bidang kesehatan ini –
ekonom dan CEO (pejabat eksekutif), yang semakin sering
memutuskan jenis praktek pelayanan dan jenis organisasi
dibandingkan para dokter. Harga-harga obat melambung dan
penggunaan peralatan medis yang canggih berkonsekuensi

44
dengan pembayaran yang tinggi. Telah dikatakan, semakin dokter
bergantung pada teknologi semata, semakin mereka kehilangan
rasa kemanusiaannya, yang berujung pada ‘pelayanan
dehumanisasi’. Hal tersebut ditambah dengan ketakutan akan
tuntutan malapraktek, dokter membayar asuransi untuk dirinya,
yang tentu berdampak pada pasien sehingga biaya layanan
kesehatan semakin tinggi.
Perubahan ini mewarnai sikap dan tingkah laku profesi
yang menekankan pada aspek finansial dan teknologi dalam
terapi dan merusak panggilan altruistik dan humanistik sang
dokter.
Lagi menurut Profesor Tu, seorang dokter di Myanmar
menelaah sebuah film bergenre kedokteran, berjudul “Patch
Adam”. Dia tertarik pada kritik sang pemain, yang berperan
sebagai dr. Hunter Adam: “Anda bahkan tidak melihat kepada
pasien saat Anda berbicara pada mereka” dan saat dia berbicara
melawan Badan Medis: “Kematian bukanlah musuh, saudara-
saudara, tapi sebuah kelalaian. Anda menangani penyakit,
hasilnya kalah atau menang. Anda menangani pasien, anda akan
menang bagaimanapun hasil akhirnya”.
Keadaan ini pun sudah terlihat di negara kita. Ada berapa
banyak dokter yang betul-betul menangani pasiennya dengan rasa
belas kasih? Saya tidak menyatakan bahwa tidak ada dokter yang
memiliki rasa belas kasih karena saya mengenal beberapa dokter
yang betul-betul menangani pasiennya dengan hati.
Tapi, pemandangan seperti itu sangat jarang kita rasakan.
Banyak dokter melayani pasiennya dengan senyum, ramah, sopan
dan penuh tatakrama, tapi yang kita bicarakan dalam kaitannya

45
dengan humanisme adalah dokter melayani pasiennya dengan
melihat ke dalam perasaan pasiennya. Menampakkan pengertian
akan derita pasiennya dan tidak semata-mata memburu apa yang
menjadi diagnosis agar pengobatannya tepat dan pasien ini segera
menyingkir dari kehidupannya yang cukup sibuk.
Anda keliru jika menyangka pasien tidak membutuhkan
sentuhan
humanisme, dan tepat jika menduga bahwa mereka akan lebih
nyaman dengan dokter yang menatap mereka saat melakukan
anamnesis dan memperlihatkan sikap menerima dan mengerti
akan segala keluhannya. Itu tidak sulit dilakukan. Tempatkan saja
diri Anda pada posisi mereka. Lalu nilai, situasi mana yang lebih
Anda sukai, ditangani oleh dokter yang berwajah dingin yang
sibuk meneliti penyakit Anda atau oleh dokter yang menunjukkan
perasaan kasih akan tiap keluhan Anda.

Humanisme dan etika dalam pelayanan kesehatan


Sejak jaman dulu, pemegang kekuasaan bertanggung-
jawab terhadap kesehatan rakyatnya. Raja pada jaman Indis kuno
membangun tempat untuk orang-orang sakit dan cacat, bahkan
tempat khusus semacam rumah sakit untuk kebidanan dan bedah.
Kerajaan Romawi mengatur tempat layanan kesehatan untuk
orang-orang miskin yang akan dikunjungi oleh dokter-dokter
umum untuk memberikan pemeriksaan kesehatan yang
dibutuhkan.
Pada saat Abad Kegelapan baru saja terangkat dari
Eropa, kedokteran di negara-negara Arab sangat berkembang.

46
Terdapat rumah-rumah sakit yang besar di Damascus, Kordoba,
dan Kairo yang memperhatikan segala aspek dari layanan
kesehatan termasuk aspek humanistik seperti sisi spiritualnya
(memperdengarkan Al-Quran sepanjang saat tanpa henti), aspek-
aspek estetika (seperti memainkan musik lembut di malam hari
untuk membantu mereka yang sulit tidur), dan aspek-aspek yang
dapat meningkatkan semangat mereka (seperti membacakan
kisah-kisah yang menggugah jiwa pasien). Bahkan pasien
diberikan sejumlah uang yang dapat menutupi kekurangan
semasa sakit, hingga mereka mampu kembali bekerja (Guthrie,
1958). Ini adalah pendekatan yang betul-betul manusiawi.
Pelayanan kesehatan di Eropa, khususnya Inggris relatif
terlambat. Butuh terjadinya suatu epidemi (kolera) untuk
terbentuknya Badan Kesehatan sebagai badan resmi walaupun
sebelumnya negara telah megambil alih langkah darurat jika
terjadi penyakit epidemik. Perkembangan spektakuler di dunia
medis pada masa-masa setelahnya mengubah pola tingkah dokter
dan pelayanan kesehatan. Teknologi tersebut membutuhkan biaya
yang mahal sehingga tidak mampu digapai oleh masyarakat
miskin. Ditambah lagi dengan dokter-dokter yang terlatih di
rumah sakit yang sangat sedikit dibekali dengan kemampuan
untuk menghadapi masalah kesehatan dalam masyarakat dan
perkembangan baru dalam pelayanan kesehatan. Sekarang ini,
dikembangkan filosofi baru mengenai pelayanan kesehatan
berbasis persamaan dan keadilan sosial yang berakhir pada
gerakan Pelayanan Kesehatan Primer dan Kesehatan untuk
Semua (World Health Organisation, 1981)

47
Seperti telah disebutkan sebelumnya, dalam era pasar
ekonomi, kedokteran telah menjadi bisnis besar hingga di negara-
negara berkembang. Karena bisnis bersifat mengejar keuntungan,
biaya pelayanan kesehatan akhirnya meningkat. Dan akibatnya
pelayanan terhadap masyarakat miskin terabaikan. Idealnya,
dokter mampu melakukan praktek hingga menyentuh seluruh
lapisan masyarakat, agar nilai-nilai humanisme tetap terjaga.
Tentu, secara pribadi hal tersebut sulit dilaksanakan. Tapi, jika
penentu kebijakan terutama dalam bidang kesehatan
memperhatikan masalah ini dan berangkat dengan keikhlasan
untuk berbuat demi kemanusiaan, maka teknologi yang
tercanggih sekalipun dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
banyak.

Humaniora dan etika dalam pendidikan kedokteran


Lantas, apa yang bisa menjadikan seorang dokter
memiliki kemampuan teknis sekaligus sikap humanistik dalam
perilaku profesinya? Apakah itu bagian dari pelatihan dan
pendidikan mahasiswa kedokteran dengan melihat contoh dari
para dosennya? Mari kita lihat bagaimana humanisme dalam
pendidikan kedokteran.
Baik di dunia barat maupun dalam budaya timur,
pelatihan untuk menjadi seorang dokter bermula dari sistem
magang, yaitu suatu sistem pelatihan yang bersifat desentralisasi
di mana murid dan gurunya terikat dalam suatu hubungan
pribadi. Sejak jaman dulu, murid kedokteran di India misalnya,
tinggal di rumah gurunya dan bahkan menjadi anggota keluarga

48
yang ikut mengerjakan segala pekerjaan rumah sang guru.
Karena kontak yang sangat dekat dengan gurunya, seorang murid
tidak hanya belajar dari guru, tapi menyerap filosofi, sikap,
tingkah laku moral, nilai-nilai dan metode hidupnya serta cara
guru menghadapi pasiennya, singkatnya ‘bedside manner’ sang
guru tadi.
Karena kebutuhan akan dokter dan ahli bedah semakin
meningkat, perubahan sistem pelatihan mengalami perubahan.
Kerajaan Romawi mengambil alih pelatihan dokter dengan
menunjuk guru-gurunya. Di negara-negara Islam, pendidikan
kedokteran telah berjalan dengan baik. Mereka ditempatkan di
rumah sakit untuk pendidikan kedokteran. Warga yang kaya
membangun rumah-rumah sakit yang mempekerjakan dokter-
dokter handal yang bertanggung-jawab dalam penanganan pasien
sekaligus mengajar murid-murid kedokteran.
Sekolah-sekolah kedokteran di Eropa pada abad 9 hingga
13 menjadikan pendidikan kedokteran sebagai basis dan
memberikan gelar dokter setelah melalui suatu pendidikan dan
ujian tertentu. Fakultas kedokteran ini tidak hanya melatih para
dokter tetapi juga mengontrol tindakan mereka. Dengan semakin
banyaknya mahasiswa yang dilatih di rumah sakit, keadaan
pasien yang sebenarnya terabaikan. Metode pengajaran klinis
dengan jumlah mahasiswa yang besar berdampak buruk pada
pasien. Dan metode ini diadaptasi oleh semua sentra pendidikan
kedokteran di dunia.
Sekarang kita mungkin dapat melihatnya di rumah-rumah
sakit, beberapa pasien mengeluh jika terlalu banyak disentuh oleh
mahasiswa (ko-ass). Mereka menghindar untuk dirawat di rumah

49
sakit pendidikan karena merasa dijadikan orang coba oleh para
ko-ass, terurama pasien-pasien dari golongan menengah ke atas.
Sebetulnya keadaan ini dapat kita hindari bersama. Pasien tentu
tidak akan mengeluh jika tidak merasa dirinya hanya dijadikan
objek pembelajaran. Caranya tentu dengan menanamkan
kepercayaan kepada pasien dan masyarakat umumnya. Dan itu
dapat dimulai dari Anda, sebagai calon dokter.
Sebagai mahasiswa, Anda harus betul-betul memahami
semua yang Anda pelajari selama proses pendidikan dan
menguasai seluruh kompetensi yang sudah ditetapkan. Jika kelak
Anda dipercayakan untuk memegang pasien pada saat
kepanitraan klinik dan dapat menunjukkan bahwa sebagai
mahasiswa kedokteran Anda cukup handal, maka pasien akan
dengan senang hati mempercayakan penanganan penyakitnya
pada Anda . Apalagi jika dibarengi dengan tindakan yang etis dan
penuh sentuhan manusiawi, tidak akan ada pasien yang menolak
Anda. Kita harus benar-benar tulus menghadapi mereka,
mendengar keluhan mereka dengan sabar, memperhatikan apa
yang menjadi persoalan sesungguhnya bagi mereka. Ingatlah
pepatah bijak orang tua kita bahwa apa yang dilakukan dari hati
sampainya ke hati juga.
Dengan begitu, Anda dapat melalui proses pendidikan
kedokteran dengan baik karena sebenarnyalah hubungan yang
terjadi antara Anda dengan pasien tadi adalah hubungan
kerjasama. Anda, sebagai mahasiswa, membutuhkan mereka.
Maka buatlah mereka pun membutuhkan Anda.
Dalam pendidikan tentang bioetik dan humaniora ini, Anda
akan banyak dibekali dengan pengetahuan tentang etika terutama

50
saat Anda telah menjadi dokter. Namun sebenarnya, prinsip-
prinsip etika telah tertuang secara lengkap dalam Islam, yaitu
dalam ilmu tentang akhlak. Bahkan ilmu ini tidak terbatas kepada
profesi dokter saja, tapi memayungi semua insan yang mengaku
sebagai muslim. Jadi, saat sekarang pun prinsip-prinsip etika
sudah harus kita jalankan karena akhlak -yang sumbernya jelas
dari Allah SWT- berimplikasi pada akhirat yang mengikat
muslim yang berakal dan dewasa, yaitu kita semua.
Selama masa pendidikan, Anda akan berhubungan
dengan dosen, sesama mahasiswa, pegawai di lingkungan Anda,
dan orang-orang dalam lingkungan kampus. Sekarang ini adalah
masa yang tepat bagi Anda untuk melatih diri bagaimana
bersikap menjadi dokter yang baik.
Selama masa pendidikan, Anda akan berhubungan
dengan dosen, sesama mahasiswa, pegawai di lingkungan Anda,
dan orang-orang dalam lingkungan kampus. Sekarang ini adalah
masa yang tepat bagi Anda untuk melatih diri bagaimana
bersikap menjadi dokter yang baik. Betul bahwa setiap orang
memiliki karakter yang berbeda, tapi sikap dan perilaku yang
baik bukannya tidak dapat diamalkan. Sebagai contoh, dalam
berdiskusi dengan teman-teman Anda, seringkali terjadi benturan
pendapat. Walaupun Anda yakin bahwa pendapat Andalah yang
benar, dan didukung oleh beberapa teman yang lain, sangat tidak
bijak jika Anda langsung menyalahkan dan mematahkan
pendapat teman Anda. Apalagi jika yang Anda serang adalah
pribadinya, bukan opininya.
Belum lagi jika menghadapi persoalan yang berbeda,
adanya beban tugas dari dosen yang tidak habis-habis (walaupun

51
alasan bahwa hal tersebut untuk kepentingan mahasiswa sendiri
kadang sulit diterima), dan waktu yang terasa sangat menghimpit,
tentu akan sulit bagi kita untuk tetap bersikap stabil. Masalahnya,
kita tidak punya pilihan selain menghadapinya. Kita menerima
pengakuan sebagai pribadi dewasa, jadi sudah seharusnya kita
menyadari konsekuensi dari suatu pilihan. Anda memilih untuk
menjadi dokter, berarti sedikit banyaknya Anda tahu seperti apa
profesi ini.
Dari segi keterampilan, kompetensi yang dikehendaki
dijelaskan oleh masing-masing sub divisi pendidikan kedokteran.
Dengan sistem integrasi yang baru diterapkan, Anda diharapkan
memiliki keterampiln klinis yang lebih terarah. Keaktifan dari
Anda sebagai mahasiswa diharapkan karena pembelajaran ini
memang dipusatkan pada Anda (student-centered learning). Para
pendidik di bidang kedokteran sepakat bahwa tujuan
pembelajaran yang baru ini adalah mengarahkan pendidikan
kedokteran kepada pengalaman berbasis komunitas, model yang
berpusat pada pembelajar sehingga memungkinkan dokter untuk
menjadi pembelajar sepanjang hayat sekaligus berpraktek dengan
berbekal pengetahuan dan keterampilan yang memasukkan
aspek-aspek psikososial dan biologi dalam pelayanan kesehatan.

Dalam bertugas dan bekerja, seorang dokter memerlukan suatu


etika untuk menjalankan profesinya. Hal ini dilakukan agar dapat
tercapai suatu keserasian, kecocokan, dan komunikasi yang baik
antara dokter dengan pasien dan lingkungannya. Perlu diketahui pula
sifat-sifat yang harus ditunjukkan setiap dokter, yaitu: (Komalawati,
1989).

52
 Sifat ketuhanan
Takut akan Allah SWT membuat seseorang melakukan hal yang
benar dan menjauhi perbuatan yang akan merugikan orang lain.
 Kemurnian niat
Niat yang tulus untuk membantu orang yang memerlukan tanpa
memandang status, ras, dan agama.
 Keluhuran budi
Dengan budi pekerti yang baik dan sikap yang baik
memberikan pelayanan kepada orang lain tanpa mengharapkan balas
jasa yang berlebihan.
 Kerendahan hati
Dengan kerendahan hati dan sopan dalam bekerja akan
memberikan kepuasan bagi pasien.
 Kesungguhan kerja
Bekerja dengan sungguh-sungguh akan memberikan hasil yang
baik bagi kedua belah pihak.
 Integritas ilmiah dan sosial
Bertindak berdasarkan kemampuan yang dimilikinya dan
melakukan berdasarkan prosedur.
Semua hak melahirkan kewajiban, demikian pula sebaliknya.
Hak memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu di dalam
melaksanakannya. Sedangkan kewajiban adalah pembatasan dan
beban. Hak di dalam pengertian umum yaitu tuntutan seseorang
terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan
keadilan, moralitas dan legalitas.

53
Hak dan kewajiban sendiri merupakan kewenangan yang
diberikan kepada seseorang oleh hukum. Letak perbedaan yang
mendasar antara hak dan kewajiban serta hukum adalah hak dan
kewajiban bersifat individual atau melekat pada individu. Hubungan
dokter-pasien merupakan hubungan antar sesama manusia. Oleh
karena itu mungkin saja terjadi perselisihan antara dokter-pasien.
Sehingga perlu dibina hubungan dokter dan pasien. Pada prinsipnya
hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar
dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban antara mereka
sendiri. Adapun kewajiban dokter antara lain: (Indriyati, 2008).

Adapun kewajiban dokter antara lain: (Indriyati, 2008).


 Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan
mengamalkan sumpah kedokteran.
 Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya
menurut ukuran tertinggi.
 Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang
dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan
keuntungan pribadi.
 Setiap dokter wajib melindungi hak insani.
 Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan
memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
 Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan
menggunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk
kepentingan penderita.

54
 Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan setelah
penderita meninggal dunia.
 Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat
sebagai suatu tugas kemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Sedangkan hak dokter antara lain: (Indriyati, 2008).


 Melakukan praktik dokter setelah memperoleh surat izin
dokter dan surat izin praktik.
 Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari
pasiennya tentang penyakitnya.
 Bekerja sesuai standar profesi.
 Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan
dengan etika, hukum, agama, dan hati nuraninya.
 Mengakhiri hubungan dengan pasiennya, jika menurut
penilaiannya kerja sama dengan pasiennya tidak ada
gunanya lagi kecuali dalam keadaan gawat darurat.
 Hak atas privasi dokter.
 Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter.
 Menerima imbalan jasa.

Humanisme dan etika dalam penelitian dan pengembangan ilmu


kedokteran
Kesadaran sosial, tanggung jawab sosial dan
akuntabilitas sosial telah menjadi ciri profesi dokter, dan
karakteristik ini dapat diterapkan juga kepada para peneliti di
bidang kedokteran. Etika dan humanisme dapat diaplikasikan ke

55
dalam seluruh spektrum kegiatan penelitian, mulai dari pemilihan
topik penelitian, hingga pada cara penelitian yang dilakukan dan
pada aplikasi hasil penelitian dan pengembangan.
Misalnya dalam memilih topik penelitian, harus disadari
bahwa peneliti memiliki tanggung jawab sosial untuk mencoba
mencari solusi dari masalah-masalah yang paling banyak
menyebabkan munculnya penyakit dan penderitaan dalam
masyarakat.
Dalam melakukan percobaan yang melibatkan manusia
sebagai relawan, peneliti haruslah dibawah kontrol etis yang
ketat. Dan seperti halnya seorang dokter harus memiliki perilaku
medis yang baik dengan hubungan manusiawi dengan pasiennya,
begitu juga seharusnya seorang peneliti.
Tanggung jawab dan akuntabilitas sosial dalam penelitian
dimaksudkan agar penelitian tersebut dilakukan bukan hanya
untuk kepentingannya saja. Peneliti diwajibkan melihat kegunaan
hasil penelitiannya. Jadi hasilnya tidak hanya berakhir di kertas
jurnal saja, tapi harus mencapai ke penentu kebijakan, pembuat
keputusan dalam pelayanan kesehatan, dan para profesi di bidang
kesehatan serta para konsumen.

56
ETIKOLEGAL

Pencapaian kesehatan optimal sebagai hak asasi manusia


merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang akan turut
menjamin terwujudnya pembangunan kesehatan dalam
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang. Untuk mencapai hal tersebut perlu diciptakan
berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat. Dokter
sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan
masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dan terkait
secara langsung dengan proses pelayanan kesehatan dan mutu
pelayanan yang diberikan. Ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap
dan perilaku sebagai kompetensi yang didapat selama pendidikan
akan merupakan landasan utama bagi dokter untuk dapat
melakukan tindakan kedokteran dalam upaya pelayanan kesehatan.
Pendidikan kedokteran pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan mutu kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Dewasa ini semakin muncul ke permukaan kasus-kasus
kelalaian pelayanan kesehatan, baik yang dilakukan oleh tenaga
medis, khususnya dokter dan dokter gigi, maupun rumah sakit
secara institusional. Semakin berkembangnya pemahaman dan
kesadaran masyarakat atas hak mereka khususnya dalam pelayanan
kesehatan, menyebabkan jumlah kasus medik yang dilaporkan ke
lembaga bantuan hukum dan lembaga advokasi konsumen kesehatan
lainnya meningkat. Hanya saja, dugaan kelalaian pelayanan
kesehatan, yang menjadi sengketa medik ketika telah dilaporkan ke
yang berwajib, belum memiliki formula yang pas dalam
penyelesaiannya.

57
Dalam aktifitas profesinya, seorang dokter harus memegang
teguh etika kedokteran berdasarkanfsumpahnya sewaktu diangkat
menjadi dokter dimulai dengan kemurnian niat, kerendahan
hati,kesungguhan kerja, integritas ilmu, integritas sosial,
kesejawatan dan ketuhanan. Bertolak dari pandangan normatif
inilah yang mendasari pemunculan wacana etikolegal sebagai
sebuah paradigma baru. Penyelesaian sengketa medik khususnya di
negara kita, konsep etikolegal hendak menunjuk pada sebuah
pandangan yang saling mempengaruhi antara etika dan hukum.
Paradigma etikolegal adalah cara berpikir yang menganggap bahwa
dalam pelayanan kedokteran dan kerumahsakitan, hukum
merupakan kristalisasi dari etika, sehingga ketika pembentukannya
kemudian juga ketika penerapannya tak boleh mengesampingkan
etika karena masih merupakan suatu proses yang berkesinambungan
dalam hukum. Dalam fokus tersendiri, paradigma etikolegal
menempatkan integritas yang tak dapat terpisahkan begitu saja
antara etika dan hukum, karena pelayanan kedokteran dan
kerumahsakitan sejak dahulu telah dibingkai oleh etika yang
kedudukannya lebih tinggi. Meski merupakan sebuah kesatuan yang
tak boleh terpisah begitu saja, etika tetap berbeda dengan hukum
dalam pandangan norma. Norma etika bertujuan untuk kebaikan
hidup pribadi atau kebersihan, kemurnian hati nurani, sehingga
masuk dalam kaidah intrapribadi. Sedangkan norma hukum
bertujuan untuk kedamaian hidup bersama, karena itu tergolong
kaidah antar pribadi.
Paradigma etikolegal menjadi sebuah alternatif penyelesaian
sengketa medik saat ini karena didasari oleh munculnya berbagai
fenomena yang terjadi dalam praktik tenaga kesehatan. Tenaga

58
kesehatan yang mengecewakan pasiennya akan menghadapi
kemungkinan untuk digugat atau dituntut yang sulit-sulit. Ada
realitas seperti ini, pengklasifikasian masalah cenderung membantu
dalam penyelesaiannya. Sehingga harus dapat dibedakan antara
mana pelanggaran etik dan mana pelanggaran hukum. Sebagai
institusi yang bertanggung jawab melaksanakan pelayanan
kesehatan, rumah sakit sekaligus tenaga medisnya memang kerap
menuai masalah. Perkembangan teknologi, kebutuhan pembiayaan
dan perubahan sikap masyarakat dan negara merupakan kekuatan-
kekuatan yang akhirnya banyak mendorong lahirnya beragam
model dan sifat rumah sakit. Tercatat banyaknya kasus pelanggaran
dalam pelayanan pasien di rumah sakit, misalnya kecenderungan
anjuran keras bagi ibu-ibu hamil untuk melaksanakan secsio caesar
melahirkan melalui operasi meskipun masih dapat melahirkan
secara normal, tonsilektomi dan appendektomi yang belum
seharusnya dilakukan tetap dipaksakan.
Profesi kedokteran perlahan menuju kearah proletar dan bukan
lagi professional, maka yang diutamakan hanyalah kompetensi
tanpa watak baik, sehingga sisi kemanusiaannya semakin terkikis.
Dalam polemik ini, pelayanankesehatan tidak lagi berdasarkan
kemanusiaan, tetapi berorientasi kepada bisnis.Dalam etika profesi,
menyelamatkan kehidupan adalah nilai etik yang baik dan sudah
sepantasnya setiap dokter melakukan hal itu. Tetapi pada sisi ini
pula telah timbul konflik tersendiri, menyangkut kualitas kehidupan
yang bagaimana yang akan dipertahankan. Belum lagi dari segi
biaya pelayanan kesehatan yang harus dikeluarkan pasien jika untuk
mempertahankan kehidupan diperlukan biaya yang amat besar dan
pasien tidak mampu menyediakannya, apakah dokter akan

59
memaksakan atau bagaimana jika pasien menolak perawatan dan
penanganan medik untuknya. Semua hal di atas sepenuhnya jelas
merupakan aspek etika dalam pelayanan kesehatan.

A. PENGERTIAN ETIKA

Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota


profesi kedokteran dalam hubungannya dengan klien / pasien,
teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan bagian
dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan
medic ditinjau dari segi norma-norma / nilai-nilai moral.

B. PENGERTIAN DOKTER

Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang


kedokteran. Pada Kedududukan ini, dokter adalah orang yang
dianggap pakar dalam bidang kedokteran.
Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin
sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan,
khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan
menurut hukum dalam pelayanan kesehatan.
Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter
gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

C. PENGERTIAN KEDOKTERAN

Kedokteran (Inggris: medicine) adalah suatu ilmu dan seni yang


mempelajari tentang penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu
kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang

60
cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan
manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada
penyakit dan cedera. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem
tubuh manusia dan penyakit serta pengobatannya, dan penerapan
dari pengetahuan tersebut.

D. TUJUAN ETIKA PROFESI DOKTER

Tujuan dari etika profesi dokter adalah untuk mengantisipasi


atau mencegah terjadinya perkembangan yang buruk terhadap
profesi dokter dan mencegah agar dokter dalam menjalani
profesinya dapat bersikap professional maka perlu kiranya
membentuk kode etik profesi kedokteran untuk mengawal sang
dokter dalam menjalankan profesinya tersebut agar sesuai dengan
tuntutan ideal. Tunutakn tersebut kita kenal dengan kode etik
profesi dokter.

E. KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS BESAR IKATAN


DOKTER INDONESIA
NO. 221 /PB/A.4/04/2002
TENTANG
PENERAPAN KODE ETIK KEDOKTERAN
INDONESIA
PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER
INDONESIA
1. KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

61
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang
bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya
tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan
kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam
mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau
pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang
dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat
yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya,
memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan
teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion)
dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan
pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya
yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau

62
kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga
kepercayaan pasien.
Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus
memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua
aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-
benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang
kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling
menghormati.

2. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN


Pasal 10
Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan
pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk

63
pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit
tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien


agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya
dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang


diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
bersedia dan mampu memberikannya.
3. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana
ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman
sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang
etis.

64
4. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat
bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.

PENJELASAN KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Sumpah dokter di Indonesia telah diakui dalam PP No. 26
Tahun 1960. Lafal initerus disempurnakan sesuai dengan dinamika
perkembangan internal dan eksternal profesi kedokteran baik dalam
lingkup nasional maupun internasional. Penyempurnaan dilakukan
pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran II, tahun l98l, pada
Rapat Kerja Nasional Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK)
dan Majelis Pembinaan dan Pembelaan Anggota (MP2A), tahun 1993,
dan pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran III, tahun
2001.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan
protesi kedokteran mutakhir, yaitu yang sesuai dengan perkembangan
IPTEK Kedokteran, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama,
sesuai tingkat/jenjang pelayanan kesehatan, serta kondisi dan situasi
setempat.
Pasal 3

65
Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik :
1. Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan
pengetahuan dan ketrampilan kedokteran dalam segala
bentuk.
2. Menerima imbalan selain dan pada yang layak, sesuai
dengan jasanya, kecuali dengan keikhlasan dan pengetahuan
dan atau kehendak pasien.
3. Membuat ikatan atau menerima imbalan dan perusahaan
farmasi/obat, perusahaan alat kesehatan/kedokteran atau
badan lain yang dapat mempengaruhi pekerjaan dokter.
4. Melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung
untuk mempromosikan obat, alat atau bahan lain guna
kepentingan dan keuntungan pribadi dokter.

Pasal 4
Seorang dokter harus sadar bahwa pengetahuan dan
ketrampilan profesi yang dimilikinya adalah karena karunia dan
kemurahan Tuhan Yang Maha Esa semata. Dengan demikian
imbalan jasa yang diminta harus didalam batas batas yang wajar.
Hal-hal berikut merupakan contoh yang dipandang bertentangan
dengan Etik :
1. Menggunakan gelar yang tidak menjadi haknya.
2.Mengiklankan kemampuan, atau kelebihan-
kelebihan yang dimilikinya baik lisan maupun dalam
tulisan.
Pasal 5
Sebagaimana contoh, tindakan pembedahan pada waktu operasi
adalah tindakan demi kepentingan pasien.

66
Pasal 6

Yang dimaksud dengan mengumumkan ialah menyebarluaskan


baik secara lisan, tulisan maupun melalui cara lainnya kepada orang
lain atau masyarakat.
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut
adalah dokter yang mempunyai kompetensi keahlian di bidang
tertentu menurut dokter yang waktu itu sedang menangani pasien.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Kewajiban ini sering disebut sebagai kewajiban memegang
teguh rahasia jabatan yang mempunyai aspek hukum dan tidak
bersifat mutlak.
Pasal 13
Kewajiban ini dapat tidak dilaksanakan apabila dokter tersebut
terancam jiwanya.
Pasal 14
Cukup jelas.

67
Pasal 15
Secara etik seharusnya bila seorang dokter didatangi oleh
seorang pasien yang diketahui telah ditangani oleh dokter lain, maka
ia segera memberitahu dokter yang telah terlebih dahulu melayani
pasien tersebut.
Hubungan dokter-pasien terputus bila pasien memutuskan
hubungan tersebut. Dalam hal ini dokter yang bersangkutan
seyogyanya tetap memperhatikan kesehatan pasien yang bersangkutan
sampai dengan saat pasien telah ditangani oleh dokter lain.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.

PEDOMAN PELAKSANAAN KODE ETIK KEDOKTERAN


INDONESIA

KODEKI menunjukkan bahwa profesi dokter sejak


perintisannya telah membuktikan sebagai profesi yang luhur dan
mulia. Keluhuran dan kemuliaan ini ditunjukkan oleh 6 sifat
dasar yang harus ditunjukkan oleh setiap dokter yaitu :
1. Sifat ketuhanan.
2. Kemurnian niat.
3. Keluhuran budi
4. Kerendahan hati.
5. Kesungguhan kerja
6. Integritas ilmiah dan sosial.

68
Dalam mengamalkan profesinya, setiap dokter akan
berhubungan dengan manusia yang sedang mengharapkan
pertolongan dalam suatu hubungan kesepakatan terapeutik. Agar
dalam hubungan tersebut keenam sifat dasar di atas dapat tetap
terjaga, maka disusun Kode Etik Kedokteran Indonesia yang
merupakan kesepakatan dokter Indonesia bagi pedoman
pelaksanaan profesi. Kode Etik Kedokteran Indonesia didasarkan
pada asas-asas hidup bermasyarakat, yaitu Pancasila yang telah
sama-sama diakui oleh Bangsa Indonesia sebagai falsafah hidup
bangsa.
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah dokter. Penjelasan dan pedoman pelaksanaan.
Sebagai hasil Muktamar Ikatan Dokter Sedunia (WMA) di
Geneva pada bulan September 1948, dikeluarkan suatu pernyataan
yang kemudian diamandir di Sydney bulan Agustus 1968.
Pernyataan tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Sya’ra Departemen
Kesehatan RI dan Panitia Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran
Indonesia, kemudian dikukuhkan oleh Peraturan Pemerintah No. 26
tahun 1960 dan disempurnakan pada Musyawarah Kerja Nasional Etik
Kedokteran II yang diselengarakan pada tanggal 14-16 Desember
1981 di Jakarta dan diterima sebagai lafal Sumpah Dokter Indonesia.
Lafal ini disempurnakan lagi pada Rapat Kerja Nasional Majelis

69
Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) dan Majelis Pertimbangan
dan Pembelaan Anggota (MP2A), 20-22 Mei 1993.
Perkembangan mendasar terjadi pada WMA General
Assembly di Stockholm yang ke 46, September 1994, terutama
yang berkaitan dengan butir sumpah yang menyatakan Saya akan
menjaga, memelihara dan menghormati setiap hidup insani mulai
dan (saat pembuahan atau awal kehidupan). Lokakarya Ratifikasi
Amandemen Deklarasi Geneva tentang sumpah dokter ini untuk
dokter di Indonesia telah dilakukan oleh MKEK pada bulan
Oktober 2000, dengan merekomendasikan mengganti kalimat saat
pembuahan yang selama ini dipergunakan dalam angkat sumpah
dokter Indonesia, menjadi awal kehidupan. Pertentangan tentang
penggantian kalimat pada butir ini muncul pada saat Muktamar.
DI XXIV Tahun 2000, sehingga mengamanatkan PB IDI
periode kepengurusan 2000-2003, untuk menyelenggarakan
pertemuan Khusus untuk menuntaskan permasalahan tersebut.
Melalui Mukernas Etika Kedokteran III, Mei 2001, permasalahan
ini masih belum dapat diselesaikan, sehingga diputuskan tetap
memakai lafal sumpah sebagaimana yang tertera di bawah ini
(sambil menunggu hasil referendum dan anggota IDI untuk memilih
a). apakah pasal ini dihapuskan saja; b). Saya akan menjaga,
memelihara dan menghormati setiap hidup insani mulai saat
pembuahan; c). Saya akan menjaga, memelihara dan menghormati
setiap kehidupan insani ...; d). Saya akan menjaga, memelihara dan
menghormati setiap hidup insani ... mulai dan awal kehidupan).
8a. Demi Allah saya bersumpah, bahwa:

70
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan.
2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang
terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat
pekerjaan saya sebagai dokter.
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan
tradisi luhur profesi kedokteran.
4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena keprofesian saya.
5. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter
saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan
perikemanusian, sekalipun di ancam.
6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dan saat
pembuahan.
7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat.
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya
tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,
kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit
dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan
dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.
10.Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara
sekandung.
11.Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran
Indonesia.

71
12.Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan
dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.

8b. Pengambilan Sumpah Dokter


Pengambilan sumpah dokter merupakan saat yang sangat
penting artinya bagi seorang dokter, karena pada kesempatan ini ia
berikrar bahwa dalam mengamalkan profesinya, ia akan selalu
mendasarmnya dengan kesanggupan yang telah diucapkannya
sebagai sumpah. Oleh karena itu upacara pengambilan sumpah
hendaknya dilaksanakan dalam suasana yang hikmat. Suasana
hikmat dapat diwujudkan bila upacara pengambilan sumpah
dilaksanakan secara khusus, mendahului acara pelantikan dokter.
Untuk yang beragama Islam, "Demi Allah saya bersumpah".
Untuk penganut agama lain mengucapkan lafal yang diharuskan
sesuai yang ditentukan oleh agama masing-masing. Sesudah itu
lafal sumpah di ucapkan secara bersam asama dan semua peserta
pengambilan sumpah.Bagi mereka yang tidak mengucapkan
sumpah, perkataan sumpah di ganti dengan janji.
8c. Yang Wajib Mengambil Sumpah
Semua dokter Indonesia. Lulusan pendidikan dalam negeri
maupun luar negeri wajib mengambil sumpah dokter.Mahasiswa
asing yang belajar di Perguruan Tinggi Kedokteran Indonesia juga
diharuskan mengambil sumpah dokter Indonesia.
Dokter asing tidak harus diambil sumpahnya karena tamu, ia
menjadi tanggung jawab instansi yang memperkerjakannya. Dokter

72
asing yang memberi pelayanan langsung kepada masyarakat
Indonesia, harus tunduk pada KODEKI.
8d. Penjelasan Beberapa Hal Yang Berkaitan Dengan Lafal
Sumpah Dokter Beberapa kata dalam sumpah dokter, yang
memerlukan penjelasan antara lain.

1. Dalam pengertian "Guru-guru saya", termasuk juga mereka


yang pernah menjadi guru / dosennya.
2. Dalam ikrar sumpah yang keempat, dikemukakan bahwa
dalam menjalankan tugas seorang dokter akan
mengutamakan kepentingan masyarakat.

Dalam pengertian ini tak berarti bahwa kepentingan individu


pasien dikorbankan demi kepentingan masyarakat tetapi harus ada
keseimbangan pertimbangan antara keduanya. Contoh ekses yang
dapat timbul :
Seorang dokter melakukan eksperimen pada pasiennya
tanpa memperhatikan keselamatan pasien tersebut demi
kepentingan masyarakat (Neurenberg trial). Pelayanan KB
massal kadang-kadang menyampingkan kepentingan individu
demi kepentingan masyarakat luas.
Dalam perang dibenarkan adanya korban prajurit demi
kepentingannegara.

73
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Penjelasan
dan Pedoman Pelaksanaan.
Yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan
profesi kedokteran adalah yang sesuai dengan ilmu kedokteran
mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan pasien, etika umum, etika
kedokteran, hukum dan agama.
Ilmu kedokteran yang menyangkut segala pengetahuan dan
ketrampilan yang telah diajarkan dan dimiliki harus dipelihara dan
dipupuk, sesuai dengan fitrah dan kemampuan dokter tersebut. Etika
umum dan etika kedokteran harus diamalkan dalam melaksanakan
profesi secara tulus ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap sesama
manusia, serta penampilan tingkah laku, tutur kata dan berbagai sitat
lain yang terpuji, seimbang dengan martabat jabatan dokter.
ljazah yang dimiliki seseorang, merupakan persyaratan untuk
memperoleh ijin kerja sesuai profesinya (SID(Surat Ijin Dokter)/SP
(Surat Penugasan)). Untuk melakukan pekerjaan protesi kedokteran,
wajib dituruti peraturan perundangundangan yang berlaku (SIP, yaitu:
Surat Ijin Penugasan).
Dokter mempunyai tanggung jawab yang besar, bukan saja
terhadap manusia lain dan hukum, tetapi terpenting adalah terhadap
keinsyafan bathinnya sendiri, dan akhirnya kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Pasien dan keluarganya akan menerima hasil usaha dan seorang
dokter, kalau Ia percaya akan keahlian dokter itu dan
kesungguhannya, sehingga mereka tidak menganggap menjadi
masalah bila usaha penyembuhan yang dilakukan gagal. Dengan

74
demikian seorang dokter harus menginsyati betapa beratnya tanggung
jawab dokter. Perlu diperhatikan bahwa perbuatan setiap dokter,
mempengaruhi pendapat orang banyak terhadap seluruh dokter.
Pelayanan yang diberikan kepada pasien yang dirawat
hendaknya adalah seluruh kemampuan sang dokter dalam bidang
ilmu pengetahuan dan perikemanusiaan.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan.


Seluruh Kode Etik Kedokteran Indonesia mengemukakan
betapa luhur pekerjaan profesi dokter. Meskipun dalam
melaksanakan pekerjaan profesi, dokter memperoleh imbalan,
namun hal ini tidak dapat disamakan dengan usaha penjualan jasa
lainnya. Pelaksanaan profesi kedokteran tidak ditujukan untuk
memperoleh keuntungan piibadi, tetapi lebih didasari sikap
perikemanusiaan dan mengutamakan kepentingan pasien.
Hal-hal berikut dilarang
1. Menjual contoh obat (tree sample) yang diterima
cuma-cuma dan perusahaan farmasi.
2. Menjuruskan pasien untuk membeli obat tertentu karena
dokter yang bersangkutan telah menerima komisi dan
perusahaan farmasi tertentu.
3. Mengijinkan penggunaan nama dan profesi sebagai
dokter untuk kegiatan pelayanan kedokteran kepada

75
orang yang tidak berhak, misalnya dengan namanya
melindungi balai pengobatan yang tidak memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu atau tanpa
indikasi yang jelas, karena ingin menarik pembayaran yang
lebih banyak.
5. Kunjungan ke rumah pasien atau kunjungan pasien ke
kamar praktek hendaklah seperlunya saja supaya jangan
menimbulkan kesan seolaholah dimaksudkan untuk
memperbanyak imbalan jasa. Hal ini perlu diperhatikan
terutama oleh dokter perusahaan yang dibayar menurut
banyaknya konsultasi.
6. Melakukan usaha untuk menarik perhatian umum dengan
maksud supaya praktek lebih dikenal orang lain dan
pendapatannya bertambah. Misalnya mempergunakan iklan
atau mengizinkan onang lain mengumumkan namanya dan
atau hail pengobatannya dalam surat kabar atau media
massa lain.
7. Meminta dahulu sebagian atau seluruh imbalan jasa
perawatanpengobatan, misalnya pada waktu akan diadakan
pembedahan atau pertolongan obstetri.
8. Meminta tambahan honorarium untuk dokter-dokten ahli
bedah/ kebidanan kandungan, setelah diketahui kasus yang
sedang ditangani ternyata sulit, dimana pasien yang
bersangkutan berada pada situasi yang sulit.
9. Menjual nama dengan memasang papan praktek di suatu
tempat padahal dokter yang bersangkutan tidak pernah atau
jarang datang ke tempat tersebut, sedangkan yang
menjalankan praktek sehani-harinya dokten lain bahkan

76
orang yang tidak mempunyai keahlian yang samadengan
dokter yang namanya terbaca pada papan praktek.
10.Mengekploitasi dokter lain, dimana pembagian prosentasi
imbalan jasa tidak adil.
Merujuk pasien ke tempat sejawat kelompoknya,
walaupun di dekat tempat prakteknya ada sejawat lain yang
mempunyal keahlian yang diperlukan.

1.Secara sendiri atau bersama menerapkan pengetahuan dan


ketrampilan kedokteran dalam segala bentuk:

a. Merendahkan jabatan kalau dokter bekerjasama dengan


orang atau badan yang tidak berhak melakukan praktek
dokter. Dengan demikian Ia melindungi perbuatan
orang/badan yang bersangkutan.
b. Rujukan dokter umum ke dokter ahli harus benar-benar
ditaati, yang disediakan memang benar pelayanan rujukan
dokter spesialis, bukan pelayanan dokter umum atau dokter
umum yang sedang menjalani pendidikan spesialisasi.

2. Menerima imbalan selain dan pada jasa yang layak sesuai


dengan jasanya, kecuali dengan keikhlasan, sepengetahuan dan
atau kehendak pasien.

A.Seorang yang memberikan jasa keahlian dan tenaganya


untuk keperluan orang lain, berhak menerima upah. Demikian pula
seorang dokter, meskipun sifat hubungan dokter dan pasien tidak
dapat sepenuhnya disamakan dengan itu.
Pada zaman purbakala, orang mempersembahkan korban
pada sang pengobat, sebagai penangkis setan, iblis yang

77
menyebabkan sakit. Sekarangpun masih berlaku kebiasaan pasien
memberikan sesuatu kepada dukunnya seperti ayam, beras ketan
dan sebagainiya. Jadi, imbalan jasa yang dibenikan kepada dokter
sebetulnya lanjutan dan pada kebiasaan tersebut.
Pertolongan dokter terutama didasarkan pada
perikemanusiaan, dibenikan tanpa perhitungan terlebih dahulu
tentang untung ruginya. Setiap pasien harus diperlakukan sebaik-
baiknya dan sejujur-jujurnya. Meskipun demikian hasil dan
pekerjaan itu hendaknya juga dapat memenuhi keperluan hidup
sesuai kedudukan dokter dalam masyarakat. Perumahan yang layak
yang berarti tempat hidup berkeluarga yang cukup higienis, serta
tempat praktek harus mempunyai ruangan tempat menenima pasien
dengan aman dan tenang.
Alat kedokteran seperlunya, kendaraan, pustaka sederhana,
santapan rohani, kewajiban sosial dan lain-lain, semua itu
memerlukan angganan belanja. Jadi sudah selayaknya kalau dokter
menenima imbalan jasa untuk pengabdian protesinya. Di kota besar
seperti Jakarta, tempat praktek sering terpisah dari rumah dan ini
memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Karena sitat perbuatannya yang mulia maka uang yang
diterimanya tidak diberi nama upah atau gaji, melainkan honorarium
atau imbalan jasa. Besarnya imbalan tergantung pada beberapa faktor
yaltu keadaan tempat, kemampuan pasien, lama dan sifatnya
pertolongan yang diberikan dan sitat pelayanan umum atau
spesialistik.
A. Pedoman dasar imbalan jasa dokter adalah sebagal berikut
a) imbalan jasa dokter disesuaikan dengan kemampuan
pasien. Kemampuan pasien dapat diketahui dengan
bertanya Iangsung dengan mempertimbangkan

78
kedudukan/mata pencaharian, rumah sakit dan kelas
dimana pasien dirawat.
b) Dan segi medik, imbalan jasa dokter ditetapkan dengan
mengingat karya dan tanggung jawab dokter.
c) Besarnya imbalan jasa dokter dikomunikasikan dengan
jelas kepada pasien. Khususnya untuk tindakan yang
diduga memerlukan biaya banyak, besarnya imbalan jasa
dapat dikemukakan kepada pasien sebelum tindakan
dilakukan, dengan mempertimbangkan keadaan pasien.
Pemberitahuan ini harus dilakukan secara bijaksania agan
tidak menimbulkan rasa cemas atau kebingungan pasien.
d) Imbalan jasa dokter sifatnya tidak mutlak dan pada
dasarnya tidak dapat diseragamkan. Imbalan jasa dapat
diperingan atau sama sekali dibebaskan, misalnya:
- Jika ternyata bahwa biaya pengobatan seluruhnya terlalu
besar untuk pasien.
-Karena penyulit-penyulit yang tidak terduga, biaya pengobatan
jauh di luar perhitungan semula. Dalam hal pasien dirawat di rumah
sakit dan jika biaya pengobatan seluruhnya menjadi terlalu berat,
maka imbalan jasa dapat diperingan atau dibebaskan sama sekali.
Keninganan biaya rumah sakit diserahkan kepada kebijaksanaan
pengelola rumah sakit.
e) Bagi pasien yang mengalami musibah akibat kecelakaan,
pertolongan pertama lebih diutamakan dan pada imbalan
jasa.
f) Seorang pasiendapat mengajukan permohonan untuk

79
- Keringanan imbalan jasa dokter Iangsung pada dokter
yang merawat.
- Jika perlu dapat melalui Ikatan Dokter Indonesia
setempat.
g) Dalam hal ada ketidak serasian mengenai imbalan jasa
dokter yang diajukan kepada Ikatan Dokter
Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia akan mendengarkan
kedua belah pihak sebelum menetapkan keputusannya.
h) Imbalan dokter spesialis yang lebih besar bukan saja
didasarkan atas kelebihan pengetahuan dan ketrampilan
spesialis, melainkan juga atas kewajiban/keharusan
spesialis menyediakan alat kedokteran khusus untuk
menjalankan tugas spesialisasinya.
i) lmbalan jasa dapat ditambah dengan biaya perjalanan jika
dipanggil ke rumah pasien.
j) Selanjutnya, jasa yang diberikan pada malam hari atau
waktu libur dinilai lebih tinggi dan biaya konsultasi biasa.
Imbalan jasa dokten, disesuaikan dengan keadaan, maka
ketentuan imbalan jasa ini dapat berubah. Tentu saja
segala sesuatu mengenal uang jasa sama sekali tidak
mutlak sifatnya. Dokter harus mempentimbangkan
kemampuan keuangan pasien yang kunang atau tidak
mampu, dibebaskan sebagian atau selunuhnya dan
pembayanan. Dalam hal tensebut, ikutilah penasaan
perikemanusiaan. Janganlah menuntut imbalan jasa yang
ebih besar dan pada yang disanggupi pasien kanena
keuntungan dan penderitaan orang lain. Adalah tidak
sesual dengan martabat jabatan kalau seorang dokter

80
menerima imbalan jasa yang besarnya jauh melebihi dan
pada lazimnya. Menerima yang berlebih-lebih itu, sedikit
banyak mengurangi wibawa dan kebebasan bertindak
dokter tensebut terhadap pasien. Lain halnya dan tidak
bertentangan dengan etik, kalau seonang pasien sebagai
kenang-kenangan dan tanda terima kasih dengan ikhlas
memberikan sesuatu kepada dokternya.
k) Tidak dibenarkan memberikan sebagian dan imbalan jasa
kepada teman sejawatnya yang mengirimkan pasien untuk
konsultasi (dichotom,) atau komisi untuk orang yang
langsung ataupun tidak menjadi perantara dalam
hubungannya dengan pasien. Misalnya pengusaha hotel,
bidan, perawat dan sebagainya yang mencarikan pasien
(cab).
l) Imbalan jasa dokter yang bertugas memelihana kesehatan
para karyawan atau pekerja suatu perusahaan, dipengaruhi
oleh beberapafaktor yaitu banyaknya karyawan dan
keluarganya,frekuensi kunjungan kepada perusahaan
tensebut dan sebagainya. Tidak jarang tidak mengunjungi
perusahaan secara berkala, hanya menerima karyawan
yang sakit ditempat prakteknya. Ada imbalan yang
tetap besarnya (fixum) tiap bulan, ada yang menurut
banyaknya konsultasi atau kombinasi dan kedua cara
tersebut.
m) lmbalan jasa pertobongan darurat dan pertolongan
sederhana tidak diminta dari;
1) Korban kecelakaan

81
2) Teman sejawat termasuk dokter gigi dan apoteker
serta keluanga yang menjadi tanggung jawabnya.
3) Mahasiswa kedokteran, bidan dan perawat.
4) Dan siapapun yang dikehendakinya. Biaya-biaya bahan
alat terbuang yang cukup mahal serta rawatan yang
ditentukan kemudian setelah pertolongan selesai
diberikan.

Pasal 4
Setiap Dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan
yang bersifat memuji diri. Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan
:
Seorang dokter harus sadar bahwa pengetahuan dan
ketrampilan profesi yang dimilikinya adalah karena kanunia dan
kemunahan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu memuji diri
adalah tidak patut.
A. Setiap perbuatan yang bersifat memuji diri.
1. Mempergunakan gelar kesarjanaan yang dimiliki tidak
menurut undangundang berarti melanggar Etik Kedoktenan.
PP No. 30 tahun 1990 mengatur tentang gelar akademik dan
gelar profesi. Setiap gelar dokter hendaknya mengindahkan
peratunan inl. Apabila seorang dokter mempunyailebih dari
satu gelar, maka gelar yang dicantumkan pada papan
praktek adalah yang sesuai dengan jasa atau prakteknya.
2. Tidak dibenarkan seorang dokter mengadakan wawancara
dengan pers atau menulis karangan dalam majalah/harian
untuk memperkenalkan dan mempromosikan cara ia

82
mengobati sesuatu penyakit, karena orang awam yang
membacanya tidak dapat menilai keberanannya.
3. Satu-satunya tempat untuk mengumumkan sesuatu yang
dianggap bermanfaat dalam bidang kedokteran ialah majalah
kedokteran sehingga akan terbukti nanti apakah yang
dikemukakan itu tahan kritik sesama ahli. Namun demikian,
wawancara dan tulisan ilmiah yang berorientasi kepada
masyarakat dan bersifat penyuluhan serta bendasarkan
kejujuran ilmiah malahan sangat diharapkan dan seorang
dokter.
4. Masyanakat harus diberikan penerangan tentang berbagai
kemungkinan yang tensedia dalam ilmu kedokteran, untuk
mencegah pasien datang terlambat kepada dokten atau pergi
ke tukang obat ("quacks"). Penerangan ini dapat dilakukan
melalui ruangan (rubnik) kesehatan majalah/surat kaban
harian. Hampir setiap majalah mempunyai ruang mengenai
kesehatan, biasanya nuangan ini diasuh oleh seorang dokten.
Tujuan rubrik tersebut ialah memberi penerangan kepada
masyarakat supaya mereka dapat membantu usaha
pemerintah mempertinggi derajat kesehatan.
5. Setiap dokter yang menulis karangan yang bersitat mendidik
ini, berjasa terhadap masyarakat. Tulisan itu akan
bertentangan dengan Etik Kedokteran kalau dengan sengaja
dibubuhi berbagai cerita tentang hasil pengobatan sendiri,
karena menjadi iklan buat diri sendiri.
6. Kode Etik tidak mengijinkan dokter memberi kesempatan
kepada orang awam untuk menghadiri pembedahan.atau
menyiarkan foto pembedahan dengan maksud

83
memperkenalkan diri kepada khalayak ramai. Supaya
jangan menyalahi etik, laporan foto tersebut hendaklah
Sedapat-dapatnya dokter mencegah orang lain untuk
menyiarkan nama dan hasil pengobatannya dalam surat
kabar.

B. Dibenarkan Etik Kedokteran


1. Memasang iklan yang wajar dalam harian pada waktu
praktek dimulai, maksimal ukurannya dua kolom x 10 cm. Iklan
dapat dipasang 3-4 kali pada permulaan praktek dan satu kali
sewaktu praktek ditutup karena cuti dan satu kali sewaktu praktek
dibuka kembali.Teks iklan ini sama dengan yang tercantum pada
papan nama ditambah dengan alamat rumah dan telepon.
2. Menggantungkan atau memancangkan papan nama di
depan ruangan tempat praktek .Papan nama berukuran 40x60 cm,
tidak boleh melebihi 60x90 cm, cat putih dengan huruf hitam.
Nama gelar yang sah dan jenis pelayanan sesuai dengan surat ijin
praktek dan waktu praktek. Papan tersebut tidak boleh dihiasi warna
atau penerangan yang bersifat iklan.
3. Kertas resep, seperti halnya dengan papan pengenal
praktek (papan nama) yang dibenarkan oleh Kode Etik Kedokteran
ialah Ukuran maksimum 1/4 folio (10,5 x 16,5 cm) Mencantumkan
nama gelar yang sah, jenis pelayanan sesuai SIP, No. SID/SP,
alamat praktek, nomor telepon dan waktu praktek. Seandainya
tempat praktek berlainan dengan tempat tinggal dapat ditambah
alamat rumah dan nomor teleponnya.

84
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya
tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan
kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Penjelasan dan pedoman pelaksanaannya :
Seorang dokter berusaha menyembuhkan pasien dan
penyakitnya dan memulihkan kembali kesehatannya. Hubungan
fisik dan psikis/mental seseorang adalah erat.
Pasal 6
Setiap dokter senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan
dan menerapkan setiap penemuan tehnik atau pengobatan baru yang
belum diuji kebenarannya serta hal-hal yang dapat menimbulkan
keresahan di masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan
pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan
Hampir setiap hari kepada seorang dokter diminta keterangan
tertulis mengenai bermacam-macam hal antara lain, tentang :
1. Cuti sakit
2. Kelahiran dan kematian
3. Cacat
4. Penyakit menular
5. Visum et repertum (pro justicia)
6. Keterangan kesehatan untuk asuransi jiwa, untuk lamaran
kerja, untuk kawin dan sebagainya.

85
7. Lain-lain
Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang dokter pada waktu
memberikan :
1. Keterangan cuti sakit dan keterangan tentang tingkat cacat.
Waspadalah terhadap sandiwara ("simulasi") melebih-
lebihkan ("aggravi") mengenai sakit atau kecelakaan kerja.
Berikan pendapat yang objektif dan logis serta dapat diuji
kebenarannya.
2. Keterangan kelahiran dan kematian
Agar keterangan mengenai elahiran dan kematian
diisi sesuai keadaan yang sebenarnya. Seorang dokter sesuai
dengan Undang-Undang Wabah berkewajiban melaporkan
adanya penyakit menular walaupun kadang kadang keluarga
tidak menyukainya.
3. Visum et Repertum
Kepolisian dan kejaksaan sering meminta visum et
repertum kepada seorang dokter dalam hal perkara
penganiayaan dan pembunuhan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Visum agar dibuatkan dengan
teliti dan mudah dipahami berdasarkan apa yang dilihat.
Selain itu visum et repertum haruslah objektif tanpa
pengaruh dan yang berkepentingan dalam perkara itu.
4. Laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa.
5. Keterangan mengenai kebaikan bahan makanan paten dan
khasiat suatu obat. Seorang dokter boleh memberitahukan
keterangan tentang bahan makanan paten dan kasiat suatu

86
obat kalau segala syarat ilmiah sudah dipenuhi. Pemeriksaan
dan keterangan mengenai suatu bahan makanan atau obat,
sebaiknya diserahkan kepada lembaga pemerintah.

Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya,
memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan
teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan
dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan
sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter
atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan,
dalam menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga
ke percayaan pasien.
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup makluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua
aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,

87
kuratif dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang
kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling
menghormatan.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam
hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien
agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan
penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia.
Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan
Untuk memahami soal rahasia jabatan yang ditinjau dan
sudut hukum ini, ada baiknya kita bagi perilaku dokter dalam
1. Perilaku yang bersangkutan dengan pekerjaan sehari-hari.
2. Perilaku dalam keadaan khusus

88
Penjelasan : Ada Perilaku yang bersangkutan dengan
pekerjaan sehari-hari.
1. Pasal 322 Kitab Udang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpan karena jabatan atau pencariannya, balk sekarang
maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus
rupiah.
- Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka
perbuatan itu hanya dapat dituntut diatas pengaduan orang itu.
2. Pasal 1365 KUH Perdata.
3. Sumpah (janji) dokter.
4. Dengan Peraturan Pemerintah No. 10.tahun 1966 tentang
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran, Menteri Kesehatan dapat
mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran wajib
simpan rahasia itu, yang dapat dihukum menurut KUHP.

Penjelasan : Perilaku dalam keadaan khusus

Prilaku dalam keadaan khusus mendapat perlindungan hukum


berdasarkan 1. Menurut Pasal 170 KUHP

a.Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau


jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dan
kewajiban untuk membeni keterangan sebagai saksi, yaitu tentang
hal yang dipercayakan kepada mereka.

89
b.Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk
penmintaan tensebut, maka pengadilan negeri memutuskan apakah
alasan yang dikemukakan oleh saksi atau saksi ahli untuk tidak
berbicara itu, layak dan dapat ditenima atau tidak.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
yang bersedia dan lebih mampu memberikannya.
Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan
Hak seorang dokter untuk melakukan praktek dokter tidak
terbatas pada suatu bidang ilmu kedokteran. Ia berhak dan
berkewajiban menolong pasien, apapun yang dideritanya. Batas
tindakan yang diambilnya terletak pada rasa tanggung jawab
yang didasarkan pada ketrampilan dan keahliannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWATNYA

Pasal 14
Etik Kedokteran mengharuskan setiap dokter memelihara
hubungan balk dengan teman sejawatnya sesuai makna atau butir
dan lafal sumpah dokter yang mengisyaratkan perlakuan terhadap
sejawatnya sebagal berikut :
Saya akan perlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya
sendiri ingin diperlakukan".
Untuk menjalin dan mempererat hubungan baik antara para
teman sejawat, maka wajib memperlihatkan hal-hal berikut :
1. Dokter yang baru menetap di suatu tempat
mengunjungi teman sejawat yang telah berada di situ.
Hal ini tidak perlu dilakukan di kota-kota besar dimana
banyak dokter yang berpraktek, tetapi cukup dengan

90
pemberitahuan tentang pembukaan praktek baru itu
kepada teman sejawat yang tinggal berdekatan.
2. Setiap dokter menjadi anggota lkatan Dokter Indonesia
yang setia dan aktif. Dengan menghadiri pertemuan
sosial dan klinik yang diselenggarakan, akan terjadi
kontak pribadi sehingga timbul rasa persaudaraan dapat
berkembang dan penambahan ilmu pengetahuan.

Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman
sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang
etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16
Setiap dokter hanus memelihara kesehatannya, supaya
dapat bekerja dengan baik. Penjelasan dan Pedoman
Pelaksanaan
Seperti diketahui, dokter pada umumnya bekerja sangat
keras. Pagi dan atau siang bekerja di rumah sakit/poliklinik/lembaga
kesehatan lainnya atau lembaga pendidikan, sedangkan pada sore
dan/atau malam hari masih melakukan praktek atau jaga malam.
Dokter umumnya bekerja keras dengan motivasi membangun
praktek pribadi yang ramai untuk meningkatkan pendapatan
keluarga atau semata-mata berdedikasi pada profesinya. Tanpa
dirasa, praktek yang sukses dan ramai telah mendorong dokter yang
bersangkutan untuk tetap bekerja keras pagi sampai malam.
Keadaan ini sering menyebabkan dokter kurang
memperhatikan keadaan kesehatan dirinya. Disamping itu, karena

91
enggan menganggu teman sejawat yang diketahui juga sibuk, maka
bila ia sakit, tmdak memeniksakan din ke dokter lain, tetapi
mencoba mengobati din sendiri.Hindari mengobati diri sendiri,
karena biasanya kurang tuntas.
Laksanakan tindakan perlindungan diri. Kalau ada wabah
untuk pencegahan penularan diperlukan immunisasi, maka dokter
harus melakukan imunisasi terhadap dirinya dahulu. Kalau bertugas
di klinik yang memungkinkan penularan melalul udara, pakailah
masker. Cuci tangan setiap selesai memeriksa pasien,dan prosedur-
prosedur pencegahan lainnya.
Dokter wajib menjadi teladan dalam pelaksanaan perilaku
sehat. Siapa yang akan melakukan pengobatan bila dokternya sakit.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi kedokteran / kesehatan.

PENGAWASAN/EVALUASI
Sudah menjadi sifat manusia, apabila tidak diawasi
maka berani melakukan pelanggaran. Oleh karena itu,
implementasi KODEKI perlu diikuti dengan sistem
pengawasan/evaluasi yang berkesinambungan dan
berkelanjutan. Hal-hal yang perlu dilakukan pada
pengawasan/evaluasi adalah sebagai benikut:
1. MKEK melaksanakan pengawasan secara aktit dan pasif
Agar ada kejelasan siapa, kapan dan bagaimana melakukan
pengawasan/ evaluasi maka PB IDI melalui MKEK Pusat
diharapkan dapat membuat pedoman pengawasan/evaluasi
yang merupakan acuan umum, sedangkan 101 Wilayah
melalui MKEK Wilayah membuat petunjuk teknis

92
pengawasan/evaluasi yang merupakan penjabaran pedoman
yang disusun PB 101 melalui MKEK Pusat sesuai dengan
budaya, situasi dan kondisi wilayah.
2. Panitia Etik AS sebagai pemantau di RS seperti disebutkan
diatas bahwa AS mempunyai panitia etik makan panitia etik
di RS ini diharapkan dapat secara optimal melakukan
pengawasan secara aktif maupun pasif implementasi
KODEKI. Oleh karena itu panitia etik AS diharapkan
mempunya prosedur tetap pengawasan/evaluasi KODEKI
serta pencatatan dan pelaporan masalah etik.
3. Perlu adanya pelaporan kasus etik secara berkala dan
berjenjang. Perlu dikembangkan format laporan kasus etik
dan tata cara pelaporan secara berkala dan berjenjang.

PENEGAKAN IMPLEMENTASI ETIK


Penegakan implementasi etik dilakukan secara
berjenjang sebagai berikut:
1. Panitia etik AS memecahkan masalah etik di rumah sakit
2. Panitia etik AS merujuk pelanggaran etik yang tidak bisa
diselesaikan di AS ke MKEK/MAKERSI (Majelis
Kehormatan Etika Rumah Sakit).
3. MKEK menangani kasus etik pengaduan dan masyarakat.
4. Dalam penanganan masalah etik harus memperhatikan
ketentuan hukum dan etika lain yang berlaku.

ORGANISASI MKEK
Yang paling penting dalam organisasi MKEK adalah
kedudukan MKEK dengan IDI. Mengacu kedudukari MKEK

93
Pusat, maka MKEK Wilayah diharapkan berkedudukan sejajar dengan
IDI Wilayah dan dapat bekerja secara otonomi.

LAIN-LAIN
1. Pengurus Besar IDI melalui MKEK Pusat agar membuat fatwa
mengenai kasus terminal State
2. IDI, PERSI, GP Farmasi dan ISFI agar membuat "guidelines" yang
jelas tentang ketentuan promosi obat, alat kesehatan dan kosmetik dan
sekaligus membuat badan penyelesaiannya. Pelanggaran ketentuan
promosi agar tidak dijadikan sebagai produk hukum tetapi sebagai
masalah etika.
3. IDI/MKEK dan PERSI/MAKERSI agar bersama-sama membuat
model untuk terciptanya Hospital By Laws.
4. IDI dan ISFI agar terlibat langsung dalam audit dan sertifikasi obat
tradisional.
5. Agar IDI membuat tim tetap penguji kesehatan pejabat tinggi negara
sambil menunggu dikeluarkan ketentuan perundangan.
IDI dan pejabat kesehatan setempat melakukan pengawasan
terhadap penggunaan tenaga dokter asing di wilayah masing-masing.

Pelanggararan terhadap etik

Sejatinya, hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan luhur


berdasarkan prinsip kepercayaan yang harus didukung sikap profesional.
Kaidah untuk hubungan tersebut diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI) tahun 2012. Namun, pelanggaran etik kedokteran masih kerap
terjadi, mulai dari masalah empati atau komunikasi, konflik etikolegal
antarbidang kedokteran, hingga konflik kepentingan, termasuk peran ganda
sebagai dokter dan advokat, atau dokter yang ikut mempromosikan produk
tertentu

94
Pelanggaran tersebut perlu disikapi dengan pemberian sanksi yang sesuai.
Tujuan pemberian sanksi bagi pelanggar etik kedokteran sejatinya bersifat
pembinaan terhadap teman sejawat sehingga mereka menyadari kekeliruan yang
dilakukan tanpa merasa direndahkan martabatnya.
Prinsip Sanksi
Hal pertama yang harus diingat bahwa sanksi yang diberikan adalah hasil
keputusan manusia dan bukan semata reaksi sebab-akibat dari alam, sehingga
harus ada individu atau institusi yang memiliki kuasa yang lebih dominan
dibandingkan pelaku. Sanksi dapat berupa pencabutan atau pembekuan hak
pelaku yang bersifat sementara. Berat ringannya sanksi biasanya ditentukan
pemilik kuasa berdasarkan kerugian atau beban yang dialami pihak korban.
Dalam hal ini syarat pemberian sanksi adalah dianggap bersalah oleh pemilik
kuasa, meskipun dapat saja bukan benar-benar bersalah pada kenyataannya. Hal
itu menyebabkan sanksi dapat menjadi salah satu buah kekuasaan yang dapat
disalahgunakan.4
Tujuan Pemberian Sanksi
Secara umum, pemberian sanksi memiliki empat tujuan utama, yaitu:
a. Sebagai hukuman bagi orang yang melakukan pelanggaran
b. Pelanggaran terhadap suatu aturan tentunya memiliki
konsekuensi tertentu. Bentuk dan beratnya hukuman harus
disesuaikan dengan beratnya pelanggaran yang terjadi dan
dampak yang dihasilkan
c. Sebagai sarana untuk mendidik dan melakukan rehabilitasi
d. Agar dapat memberikan manfaat di kemudian hari, perlu
diberikan umpan balik kepada pihak yang melakukan
pelanggaran sehingga pelaku memahami dengan tepat
kesalahan yang dilakukannya sekaligus mengetahui cara
menghindari terjadinya pengulangan pelanggaran
e. Untuk melindungi masyarakat

95
Pemberian sanksi perlu dilakukan untuk melindungi masyarakat
terhadap dampak negatif pelanggaran aturan. Integritas
kelompok yang memiliki aturan tersebut juga perlu dilindungi
dengan mencegah pelanggaran yang dapat merusak harkat
profesi
f. Sebagai panutan bagi anggota lain dalam kelompok yang
sama dan terikat aturan yang sama.

Pemberian sanksi bagi pelanggar diharapkan dapat mencegah


pelanggaran berulang oleh anggota lain dalam kelompok, sekaligus
mengingatkan tentang norma atau peraturan yang tidak boleh dilanggar.

Ketentuan Pemberian Sanksi


Pemberian sanksi secara umum dilakukan dengan tiga tahap:
Tahap pertama adalah merumuskan tujuan sanksi yang diberikan.
Sanksi harus bertujuan mendidik pelaku dengan nilai yang sesuai,
mempertimbangkan kondisi pelaku dan masyarakat secara luas. Pemberian
sanksi juga harus disertai penjelasan dan penegasan agar pelaku mengerti bahwa
terdapat peraturan yang harus ditaati. Sanksi juga harus diberikan secara
spesifik dan menghindari pertimbangan tidak relevan yang dapat mengalihkan
perhatian dari pelanggaran etik itu sendiri (non-issue).
Tahap kedua adalah menentukan berat ringannya sanksi berdasarkan
beberapa pertimbangan:jenispelanggaran,beratringannya pelanggaran
berdasarkan konsensus atau ketentuan yang berlaku, riwayat pelanggaran, dan
faktor-faktor penyerta lain. Selain itu harus dilakukan upaya menyeimbangkan
antara sanksi aktif dan pasif. Jenis pelanggaran yang dimaksud adalah
pemberian sanksi dengan penjelasan dan penegasan terhadap tindakan yang
dibuat, bukan terhadap suatu klausul peraturan semata, misalnya “Anda
melanggar karena Anda mencuri” bukan sekedar mengatakan “Anda melanggar

96
peraturan nomor 5” tanpa menjelaskan lebih rinci isi peraturan tersebut. Hal itu
bertujuan agar pelaku mengerti jenis pelanggaran dan dampak yang mungkin
timbul, bukan hanya menyebutkan klausul/peraturan pelanggaran yang terjadi.
Berat ringannya pelanggaran ditentukan berdasarkan konsensus atau keputusan
pihak berwenang dengan mempertimbangkan berbagai kondisi. Keributan yang
ditimbulkan seseorang di perpustakaan memiliki sanksi berbeda dibandingkan
dengan keributan di kelas. Bermain telepon genggam pada saat pemeriksaan
imigrasi memiliki dampak berbeda dibandingkan dengan bermain telepon
genggam di bioskop. Riwayat pelanggaran berkaitan dengan jumlah
pelanggaran sebelumnya yang pernah dilakukan pelaku, baik pelanggaran
serupa maupun tidak. Faktor penyerta yang perlu dipertimbangkan misalnya
niat, keadaan individu pada saat kejadian, tingkat kemudahan kerjasama pelaku
pada proses peradilan, pengaruh alkohol atau obat-obatan terlarang. Sanksi juga
perlu diberikan dengan mempertimbangkan kombinasi sanksi pasif (berupa
pembekuan hak) maupun aktif (berupa pemberian kewajiban) yang dapat
memberikan dampak positif terhadap pelaku dan masyarakat sekitarnya.
Tahap ketiga adalah pelaksanaan sanksi yang konkrit dan terawasi.
Sanksi yang telah diberikan harus dievaluasi bila terdapat pengulangan
pelanggaran atau hambatan ketika sanksi sedang dijalankan.

97
PENUTUP

Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :


kewajiban dokter, yaitu kewajiban umum, kewajiban kepada pasien, kewajiban
kepada diri sendiri dan teman sejawatnya. Keharusan mengamalkan kode etik
disebutkan dalam lafal sumpah dokter yang didasarkan pada PP No. 26 tahun
1960. Ini berarti terbuka kemungkinan memberikan sanksi kepada mereka yang
melanggan kode etik.

98
Daftar Pustaka
1. Assi Ba’l, Z.A.: Dokter-dokter, Bagaimana Akhlakmu, Gema Insani
Press, Jakarta, 1992
2. •Prasetya, J.T.,: Ilmu Budaya Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 1998
3. Samil, RS. Etika Kedokteran Indonesia. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohrdjo. Jakarta. 2001
4. Tu, U.M. Humanism and Ethics in Medical Practice, Health Service,
Medical Education and Medical Research, dalam The First Myanmar
Academy of Medical Science Oration. Myanmar.2001
5. Buku “Memahami Berbagai Etika Profesi & Pekerjaan” Penulis
Ismantoro Dwi Yuwono,S.H, Penerbit Pustaka Yustisia.
http://www.ilunifk83.com/c2-kesehatan-dan-ilmu-kedokteran
6. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran
tahun 2012. Jakarta; 2012.
7. Purwadianto A, Meilia PDI. Tinjauan etis rangkap profesi dokter-
pengacara. JEKI. 2017; 1(1): 1-6. doi: 10.26880/jeki.v1i1.2.
8. Purwadianto A, editor. Pedoman organisasi dan tata laksana kerja Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran. Jakarta: Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia; 2008..
9. Huda. Kuliah Maqasid Syariah Blok Bioetik, Hukum Kedokteran dan
HAM bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 2009,
10.Gillon R. Medical ethics: four principles plus attention to scope, BMJ
1994;309:184 – 8.

99

Anda mungkin juga menyukai