Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SALAM

(Syzygium Polyanthum) DAN DAUN SIDAGURI (Sida Rhombifolia L.)


TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT (Mus Musculus L.)

Proposal Penelitian
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S1)

Oleh :

MASITA
F1D1 15 041

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
NOVEMBER 2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumbuhan alam yang berkhasiat sebagai obat telah lama dikenal oleh

masyarakat Indonesia bahkan sejak ratusan tahun yang lalu. Pengobatan

tradisional awalnya dikenal dengan jamu-jamuan, hingga saat ini jamu masih

diyakini sebagai obat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit bahkan telah

dikembangkan dalam industri modern. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat

memiliki karakteristik berbeda-beda pada suatu wilayah. Pengetahuan tersebut

biasanya merupakan warisan secara turun-temurun (Nurrani, 2013).

Tanaman yang di manfaatkan masyarakat yang mempunyai khasiat

sebagai obat salah satunya daun salam (Syzygium polyanthum) dan daun

sidaguri (Sida rhombifolia L.). Daun salam merupakan salah satu jenis rempah-

rempah yang biasa digunakan ibu rumah tangga sebagai penyedap alami pada

masakan karena aromanya yang khas. Namun, selain manfaatnya sebagai

penyedap, daun salam ternyata juga menyimpan banyak manfaat lain bagi

kesehatan (Harisma dan Chusniatum, 2016).

Daun salam selain dimanfaatkan sebagai pelengkap bumbu masakan

juga dikenal memiliki khasiat untuk mengobati diabetes mellitus, tekanan

darah tinggi dan kolesterol tinggi. Daun salam Daun salam dapat mengobati

penyakit diabetes militus karena mengandungan senyawa kimia berupa

minyak atsiri 0,2%, flavonoid, dan tannin. Flavonoid yang terkandung di dalam

daun salam merupakan salah satu golongan senyawa yang dapat menurunkan

kadar glukosa darah (Dewi et al., 2013).


Sidaguri (Sida rhombifolia L.) merupakan tumbuhan liar yang biasa

dijumpai di pingir jalan, tumbuhan ini banyak terdapat di pulau Jawa, tetapi

belum banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat herbal (Soeyono, 2008).

Tumbuhan sidaguri dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk

pengobatan Diabetes Mellitus karena mengandung senyawa kimia berupa

flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, terpenoid dan steroid. Senyawa tersebut

diduga berpotensi memperlambatan absorpsi glukosa dari saluran pencerna

sehingga kadar gula darah menurun (Permatasari et al., 2015).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes

Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan

dengan kerusakan jangka panjang dan disfungsi beberapa organ tubuh. World

Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penderita Diabetes

Melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada

tahun 2030 (Amir et al., 2015).

Penelitian sebelumnya diketahui bahwa manfaat rebusan daun salam

(Zysygium polianthum) sebanyak 3,9 g dapat menurunkan asam urat sebanyak

12,79% dan 7,8 g rebusan daun salam dapat menurunkan asam urat sebanyak

16,10% (Djohari dan paramitha 2015). Sedangkan pemberian 50 mg/kg BB

ekstrak etanol daun sidaguri dapat menurunkan kadar asam urat mencit jantan

(Mus musculus L.) (Rezky et al., 2018). Sejauh ini penelitian tentang

pemanfaatan daun salam dan daun sidaguri untuk menurunkan glukosa darah
belum pernah dilakukan, sehingga peneliti tertarik untuk melekukan penelitian

yang berjudul “ Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Salam (Syzygium

polyanthum) dan Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.) terhadap Kadar

Glukosa Darah Mencit (Mus Musculus L.)”.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu bagaimana

pengaruh pemberian ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) dan daun

sidaguri (sida rhombifolia L.) terhadap kadar glukosa darah mencit (mus

musculus L.) ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini yaitu untuk

mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum)

dan daun sidaguri (sida rhombifolia L.) terhadap kadar glukosa darah mencit

(mus musculus L.).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

1. Bahan informasi bagi mahasiswa dan pihak-pihak yang berkepentingan

tentang potensi ekstrak daun salam dan daun sidaguri dalam menurunkan

glukosa darah, sehingga dapat digunakan sebagai obat alternatif bagi

penderita diabetes melitus (DM).

2. Bahan pembanding bagi penelitian selanjutnya, terutama penelitian yang

relevan dengan penelitian ini.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Salam (Syzygium Polyanthum)

Tanaman salam tersebar di Asia Tenggara, mulai dari Burma,

Indocina, Thailand, Semenangjung Malaya, Sumatera, Kalimantan dan Jawa.

Tanaman salam tumbuh liar di hutan, pegunungan dan ditanam di pekarangan

sekitar rumah. Tanaman ini dapat di temukan di daerah dataran rendah sampai

ketinggian 1.400 m dpl. Daun salam memiliki banyak nama lain di daerah,

diantaranya adalah Sumatera : maselang, Ubar serai (Melayu), Salam : Jawa,

Gowok (Sunda) dan Salam (Madura) (Samudra, 2014).

1. Klasifikasi

Klasifikasi tanaman salam (Syzygium polyanthum) menurut

Thomas (2007) yaitu sebagai berikut :

Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledoneae
Ordo : Myrthales
Famili : Myrthaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum

2. Morfologi

Tanaman salam (Syzygium polyanthum) merupakan pohon yang

tingginya dapat mencapai 25 m, berbatang bulat, permukaan batang licin,

bertajuk rimbun dan berakar tunggang. Daunnya tunggal, terletak saling


berhadapan, panjang tangkai daun 0,5-1 cm. Helaian daun berbentuk

lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, ujung meruncing, pangkal

runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas licin berwarna

hijau tua, permukaan bawah berwarna hijau muda, panjang 5-15 cm, lebar

3-8 cm (Hartini, 2011). Gambar daun salam (Syzygium polianthu) dapat

dilihat pada gambar 1.1 sebagai berikut.

Gambar 1.1 Gambar Tanaman Salam (Syzygium polyanthum)


(Sumber dokumentasi pribadi, 2018)
Keterangan : A. Daun Salam (Syzygium polyanthum)

3. Kandungan Kimia

Daun salam diketahui mengandung senyawa flavonoid, minyak

atsiri, triterpenoid, steroid, sitral dan saponin. Vitamin yang terkandung

dalam daun salam, seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E berfungsi

sebagai antioksidan. Salah satu senyawa metabolit sekunder yang berperan

sebagai zat antidiabetes adalah senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan

salah satu golongan senyawa fenol yang diduga dapat menurunkan kadar

glukosa darah dengan cara menghambat kinerja enzim α-glukosidase.


Flavonoid dapat menstimulasi pengangkutan glukosa di jaringan perifer,

serta mengatur aktivitas enzim pengendali kecepatan alur glikolisis yang

terlibat dalam metabolisme karbohidrat (Silalahi, 2017).

4. Manfaat

Daun salam (Syzygium polyanthum) memiliki berbagai khasiat obat

yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes. Aktivitas antihiperglikemik

melalui penghambatan absobsi glukosa dari usus halus dan meningkatkan

pengambilan glukosa pada jaringan otot (Widyawati et.al., 2015). Daun

salam mampu memperbanyak produksi urin (diuretik) sehingga dapat

menurunkan asam urat darah. Selain untuk mengatasi asam urat, daun salam

juga dapat digunakan sebagai obat kencing manis (diabetes melitus),

kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi), sakit maag (gastritis) dan

diare. Bagian daun yang paling banyak digunakan dalam pengobatan,

bagian lain yang biasa digunakan sebagai obat adalah akar, buah, dan kulit

batang (Restusari et al., 2014).

B. Tumbuhan Sidaguri (Sida rhombifolia)

Tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.) merupakan tumbuh liar

yang tumbuh di tepi jalan, halaman berumput, hutan, tempat yang disinari

matahari cerah atau sedikit terlindungi. Tumbuhan ini tersebar di daerah tropis

dari dataran rendah sampai 1.450 m dpl. Tumbuhan sidaguri dikenal oleh

masyarakat Indonesia dengan nama daerah yaitu Saliguri (Minangkabau),

Sidaguri (Melayu), Sidaguri (Jawa Tengah), Sidagori (Sunda), Taghuri


(Madura), Kahindu (Sumba), Hatu gamo (Halmahera), Digo (Ternate)

(Menkes, 2016).

1. Klasifikasi

Menurut Giyai (2016), tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.)

memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Regnum : Plantae
Divisi : Tracheotophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Sida
Spesies : Sida rhombifolia L.

2. Morfologi

Tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.) termasuk tanaman semak

dengan tinggi mencapai 2 meter. Batangnya berkayu, berbentuk bulat,

percabangan simpodial, dan berwarna putih kehijauan. Daunnya tunggal,

berseling, bentuk jantung, ujung bertoreh, pangkal tumpul, tepi bergerigi,

berbulu rapat, pertulangan menjari dan berwarna hijau. Bunganya tunggal,

berbentuk bulat telur, terdapat di ketiak daun, berwarna hijau, mahkota

bunga berwarna kuning, Bijinya bulat, kecil, dan berwarna hitam. Akarnya

tunggang, dan berwarna putih (Dalimartha, 2003). Gambar tumbuhan

sidaguri dapat dilihat pada gambar 1.2 sebagai berikut :


(a
)
(b
)
(c
)

Gambar 1.2. Gambar Tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.)


(Sumber : Fadilah, 2017)
Keterangan :

(a). Daun (Folium)

(b). Batang (Caulis)

(c). Bunga (Flos)

3. Kandungan kimia Sidaguri (Sida rhombifolia L.)

Tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.) mengandunmg senyawa

kimia flavonoid, tannin, saponin dan mempunyai aktivitas farmakologi.

Kandungan senyawa metabolit sekunder seperti saponin, flavonoid, steroid,

dan minyak atsiri cenderung lebih banyak pada daun dibandingkan pada

organ lainnya. Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa

metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan

tanaman. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara

mendonasikan atom hidrogennya berada dalam bentuk glukosida

(mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang


disebut aglikon, sehingga dapat melindungi sel-sel pancreas dari radikal

bebas (Magfirah, 2012).

4. Manfaat tanaman Sidaguri (Sida rhombifolia L.)

Tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.) memiliki manfaat yaitu

dapat mengobati kelainan pada ginjal dan paru-paru. Secara empirik telah

digunakan sebagai obat bahan alam oleh masyarakat untuk mengatasi

influenza, demam, radang amandel (tonsilitis), difteri, TBC kelenjar

(scrofuloderma), radang usus (enteritis), disentri, sakit kuning (jaundice),

malaria, batu saluran kencing, sakit lambung, wasir berdarah, muntah darah,

terlambat haid, cacingan, rematik gout, sakit gigi, sariawan, digigit serangga

berbisa, susah buang air besar (sembelit) dan bisul yang tak kunjung

sembuh (Yensip et al., 2017). Tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.)

memiliki efek deuritik sehingga kadar asam urat dapat diekskresikan

melalui urin dengan proses dieresis (Simarmata et al., 2012).

C. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit

sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid

termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6.

Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B,

dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk

teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub

kelompoknya. Sistem penomoran dig unakan untuk membedakan posisi karbon

di sekitar molekulnya. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara


mendonasikan atom hidrogennya, berada dalam bentuk glukosida

(mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut

aglikon (Redha, 2010).

Flavonoid memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia, salah

satunya adalah antioksidan. flavonoid berfungsi menetralisir radikal bebas

yang dapat meminimalkan kerusakan sel dan jaringan tubuh. Radikal bebas

adalah molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil karena memiliki elektron

yang tidak berpasangan, untuk menstabilkan diri maka radikal bebas

memerlukan elektron kemudian mengoksidasi sel-sel sehat tubuh sehingga

menimbulkan kerusakan. flavonoid mengurangi terjadinya peradangan dan

juga dapat memberikan perlingungan pada sejumlah penyakit termasuk kanker,

penyakit jantung, diabetes, asam urat, kolesterol dan lain sebagainya (Sayuti

dan Yendrina, 2015).

D. Glukosa Darah

Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk

dari karbohidarat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen dihati dan

otot rangka. Glukosa darah di dalam tubuh berfungsi untuk bahan bakar bagi

proses metabolisme dan juga sumber energi utama bagi kerja otak dan sel

darah merah. Glukosa darah juga merupakan parameter untuk mengetahui

penyakit diabetes millitus. Metabolisme glukosa menghasilkan asam piruvat,

asam laktat dan asetil coenzim A. Kadar glukosa darah kurang dari normal

dinamakan hipoglikomia, sedangkan kadar glukosa darah yang terlalu tinggi

dinamakan hiperglikemia (Subiyono et al, 2016).


Kadar glukosa darah adalah besarnya jumlah glukosa yang terdapat

dalam darah. Keadaan normal, kadar glukosa darah meningkat setelah makan

dan tetap bertahan dalam waktu yang singkat (Unitly, 2012). Kadar glukosa

darah normal pada manusia berkisar antara 120 mg/dL dan ukuran ideal adalah

80-109 mg/dL, kadar gula darah diabetes millitus ≥200 mg/dL (Huda, 2016).

Pada mencit (Mus musculus L.) kadar glukosa normal 62-90 mg/dL dan

dikatakan hiperglikemia jika 100-175mg/dL (Soemardji, 2004).

F . Hiperglikemik (Peningkatan Kadar Glukosa Darah)

Hiperglikemia merupakan suatu kondisi ketika kadar glukosa darah

meningkat melebihi batas normalnya. Hiperglikemia didefinisikan jika kadar

glukosa darah ≥200 mg/dL. Hiperglikemia dapat disebabkan oleh ketidak

mampuan pankreas dalam menghasilkan insulin yakni ketidak mampuan tubuh

dalam menggunakan insulin yang dihasilkan dengan baik. Keadaan

hiperglikemia dan diabetes mellitus dapat mengakibatkan kerusakan sistemik

yang luas pada tubuh. Hal ini disebabkan karena terdapat gangguan pada

metabolism glukosa, lemak, dan protein sebagai hasil dari efek sekresi insulin

maupun gangguan fungsi insulin di perifer (Malik et al., 2015).

G. Diabetes Militus

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung

kronik dimana penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah

yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif

sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah dan baru dirasakan setelah
terjadi komplikasi lanjut pada organ tubuh (Khairani, 2012). Diabetes mellitus

ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolism

karbohidrat, lemak, dan protein. Diabetes mellitus disebut dengan the silent

killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan

berbagai macam keluhan dan menimbulkan berbagai macam penyakit seperti

gangguan penglihatan, katarak, penyakit jantung, impontensi seksual dan lain

sebagainya (Fatimah, 2015).

Diabetes millitus secara umum terjadi karena adanya proses

patogenesis bersama rusaknya autoimun pada sel beta dari pankreas yang

menyebabkan berkurangnya produksi insulin sehingga menghasilkan resisten

terhadap kerja insulin. Dasar dari ketidak normalan metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein pada penderita diabetes millitus merupakan akibat dari

berkurangnya kerja insulin pada jaringan. Berkurangnya kerja insulin yakni

dari tidak cukupnya sekresi insulin atau kurangnya respon terhadap insulin

dalam jalur kompleks kerja hormon (Jafar, 2004).

Salah satu faktor resiko Diabetes mellitus tipe 2 adalah berat badan

yang berlebih. Jenis makanan yang dikonsumsi seperti jeroan, makanan yang

asam, dan minuman berkafein. Gaya hidup juga mempengaruhi resiko DM

meliputi kebiasaan konsumsi makanan beresiko, merokok, konsumsi alkohol.

Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan, terutama

setelah usia 45 tahun dengan berat badan yang berlebih, sehingga tubuhnya

tidak peka lagi terhadap insulin. Seseorang yang berusia ≥45 tahun memiliki

peningkatan resiko terhadap terjadinya Diabetes mellitus dan intoleransi


glukosa yang di sebabkan oleh faktor degeneratif yaitu menurunya fungsi

tubuh, khususnya kemampuan dari sel β dalam memproduksi insulin untuk

memetabolisme glukosa (Betteng et al., 2014).

H. Patofisiologi

Diabetes Militus tipe 1 secara patologi terlihat adanya peradagan

pankreas (insulitis) yang ditandai dengan adanya ifiltrasi makrofag dan limfosit

T teraktivitas di sekitar dan di dalam sel, sehingga kerusakan ini akan

menyebabkan terbentuknya antibody ICA (Islet Cell Antibody) yang

mengganggu produksi insulin. Insulitis biasa disebabkan diantaranya virus

seperti virus cocsakie, rubella, harpes. Sedangkan Diabetes Militus tipe 2 lebih

umum bersifat genetik. Diabetes jenis ini dijumpai kadar insulin normal atau

meningkat disebabkan oleh sekresi insulin abnormal dan resistensi terhadap

kerja insulin karena kurangnya reseptor insulin pada organ target sehingga

terjadi efek relatife pankreas untuk mensekresi insulin. Penderita obesitas

kelainan primernya adalah resisten insulin di jaringan perifer seperti otot dan

lemak sehingga terjadi peningkatan kebutuhan insulin. Sedangkan penderita

non diabetes kelainan primernya berupa kerusakan sel β dan kelainan

sekundernya di jaringan perifer (Yuriska, 2009).

I. Mencit (Mus musculus L.)

Mencit (Mus musculus L.) merupakan hewan yang termasuk dalam

famili Murideae. Bulu berwarna putih keabu-abuan dan warna perut sedikit

lebih pucat. Berat badan bervariasi, tetapi umumnya pada umur empat minggu

berat badan mencapai 18-20 gram. Lama hidup mencit satu sampai tiga tahun,
dengan masa kebuntingan yang pendek (18-21 hari) dan masa aktifitas

reproduksi yang lama (2-14 bulan) sepanjang hidupnya. Mencit mencapai

dewasa pada umur 35 hari dan dikawinkan pada umur delapan minggu (jantan

dan betina). Makanan yang diberikan untuk mencit biasanya berbentuk pelet

tanpa batas (ad libitum). Air minum dapat diberikan dengan botol-botol gelas

atau plastik. Mencit lebih suka suhu lingkungan tinggi, namun juga dapat terus

hidup dalam suhu rendah. Mencit akan lebih aktif pada senja atau malam hari

(nokturnal) dan tidak menyukai terang, hidup di tempat tersembunyi yang

dekat dari sumber makanan (Smith & Mangkoewidjojo, 1988).

Mencit (Mus musculus L.) banyak dipergunakan sebagai hewan

percobaan dalam penelitian biologi, kedokteran, industri obat dan pertanian.

Mencit telah digunakan sebagai model mamalia pilihan dalam penelitian

biomedis dasar dan terapan karena tingkat kemampuan adaptasi yang tinggi.

Mencit memiliki sejumlah strain berbeda yang digunakan untuk kebutuhan

penelitian. Mencit termasuk hewan pengerat (Rodentia) yang cepat berbiak,

mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta

anatomi dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik. Mencit memiliki sifat-

sifat yang terkait pada penyakit manusia, misalnya gangguan motilitas,

gangguan peristaltik, dan obstruksi, sehingga mencit digunakan sebagai hewan

percobaan dalam berbagai penelitian yang berkaitan dengan biomedis

(Sutijono, 1985). Klasifikasi mencit (Mus muscullus L.) menurur Akbar (2010)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus L.

J. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun hipotesis, yaitu:

Ho : µj ꞊ 0 : Artinya tidak ada pengaruh pemberian ekstrak daun salam

(Syzygium polyanthum) dan daun sidaguri (Sida rhombifiloa

L. ) terhadap kadar glukosa darah mencit (Mus musculus, L.)

H1 : µj ≠ 0 : Artinya ada pengaruh pemberian ekstrak daun salam (Syzygium

polyanthum) dan daun sidaguri (Sida rhombifiloa L. ) terhadap

kadar glukosa darah mencit (Mus musculus, L.)

Anda mungkin juga menyukai