` Disusun Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Bioetika Dalam Pendidikan dan Penelitian” dengan lancar. Penulisan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Individu mata kuliah Filsafat IPA dibawah
bimbingan oleh Bapak Dr. Jusna Ahmad, M.Si
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang diperoleh dari media
massa yang berhubungan dengan judul makalah. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah, atas bimbingan dan arahan dalam penulisan
makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini.
Penulis mengharapkan, melalui membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi
kita dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai hakikat manusia dan
pengembangannya khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dari pembaca demi perbaikan menuju
arah yang lebih baik.
Penulis
Feronika Romauli
2
BIOETIKA DALAM
PENDIDIKAN DAN PENELITIAN
A. Mengenal Bioetika
Bioetika lahir sebagai kajian tentang masalah-masalah moral yang berhubungan
dengan aplikasi bioteknologi terhadap hidup manusia. Bioetika merupakan tanggapan etika
atas hal-hal baru yang muncul sesudah penemuan dan teknologi. Menurut Warren T. Reich
dalam Encyclopedia of Bioethics edisi tahun 1978 bahwa bioetika sebagai studi sistematis
atas perilaku manusia dalam area ilmu-ilmu pengetahuan tentang kehidupan dan
pemeliharaan kesehatan, sejauh perilaku ini diuji dalam terang nilai-nilai dan prinsipprinsip
moral. Bioetika mencakup seluruh hidup manusia, lebih dari biologi karena membahas
masalah moral, bukan teknis, sebagai pemberi kriteria etis bagi penelitian biologi (Novianti,
dkk., 2018).
Bioetika merupakan istilah yang relatif baru dan terbentuk dari dua kata Yunani
(bios = hidup dan “ethos” = adat istiadat atau moral), yang secara harfiah berarti etika
hidup. Bioetika dapat dilukiskan sebagai ilmu pengetahuan untuk mempertahankan hidup
dan terpusat pada penggunaan ilmu-ilmu biologis untuk memperbaiki mutu hidup. Dalam
arti yang lebih luas, bioetika adalah penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis, obat,
pemeliharaan kesehatan dan bidang-bidang terkait. Etika adalah kajian yang membahas
mengenai sudut pandang moral yang mengatur suatu perilaku yang sesuai dengan keadaan
bagi perorangan maupun kelompok. Secara sederhana, etika dapat didefinisikan sebagai
suatu keadaan perilaku, norma, atau perspektif yang membedakan antara baik dan buruk
yang dapat diterima oleh suatu kelompok sosial. Sementara pengertian bioetika sendiri
merupakan kajian etika yang berada pada level kajian biologi dan medis. Dalam pertanian,
Bioetika dipandang sebagai penerapan yang lebih luas mengenai bioetika yang mencakup
3
suatu penialaian etika terhadap semua tindakan yang bisa membantu atau membahayakan
suatu organisme. (Fossey, 2007).
Honderich Oxford dalam (2017) Bioetika ialah kajian mengenai pengaruh moral
dan sosial dari teknikteknik yang dihasilkan oleh kemajuan ilmu-ilmu hayati. Sedangkan
Bioetika menurut F. Abel dalam Bertens (2009) adalah studi interdisipliner tentang
problem-problem yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan dampaknya
pada masyarakat luas serta sistem nilai saat ini dan masa mendatang.
Bioetika menurut Theiman dan Palladino (2013) diartikan sebagai wilayah etika
yang berhubungan dengan implikasi dari penelitian biologi dan aplikasi bioteknologi
khususnya yang berkaitan dengan ilmu kedokteran.
Muchtadi (2007) menyatakan, bahwa bioetika adalah kajian mengenai pengaruh
moral dan sosialdari teknik-teknik yang dihasilkan oleh kemajuan ilmu-ilmu hayati. Dan
menurut Shannon (1995), etika yang berkaitan dengan masalah biologi dikenal dengan
nama bioetika.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bioetika tidak
hanya mencakup hubungan antara seorang individu dengan individu lainnya, tetapi
mencakup perhatian pada penelitian biomedis dan perilaku manusia yang dapat
berhubungan dengan masyarakat, lingkungan kerja, dan kependudukan.
Bioetika di Indonesia bertujuan untuk memberikan pedoman umum etika bagi
pengelola dan pengguna sumber daya hayati dalam rangka menjaga keanekaragaman dan
pemanfaatannya secara berkelanjutan. Pengambilan keputusan dalam meneliti,
mengembangkan, dan memanfaatkan sumber daya hayati harus/wajib menghindari konflik
moral dan seluasluasnya digunakan untuk kepentingan manusia, komunitas tertentu, dan
masyarakat luas, serta lingkungan hidupnya, dilakukan oleh individu, kelompok profesi,
dan institusi publik atau swasta (Novianti, 2018).
Sebagai sebuah etika rasional, bioetika bertitik tolak dari analisis tentang data-data
ilmiah, biologis, dan medis. Keabsahan campur tangan manusia dikaji. Nilai transendental
4
manusia disoroti dalam kaitan dengan sang pencipta sebagai pemegang nilai mutlak.
Terkadang, istilah bioetika juga digunakan untuk mengganti istilah etika medis, yang
mencakup masalah etis tentang ilmu-ilmu biologis seperti penyelidikan tentang hewan,
serta usaha-usaha manipulasi spesies-spesies bentukan genetik non manusiawi.
Dalam membahas bioetika, terdapat empat prinsip fundamental yang dirintis oleh
Maulana Jalaluddin Rumi pada abad 13 yang meliputi:
1. Beneficence, yakni memberikan prioritas yang bermanfaat bagi kesejahteraan
manusia serta mengacu pada perilaku yang baik.
2. Non-maleficence, menghindari perilaku yang dapat merugikan orang lain.
3. Autonomy, menghormati hak-hak pribadi orang lain
4. Justice, memberikan perilaku yang adil serta kesetaraan bagi
manusia. (Aksoy&Tenik, 2002; Fossey, 2007).
5
Keadilan . Prinsip terakhir menyiratkan bahwa ada kesetaraan antara tiga masalah
utama: biaya, manfaat dan risiko. Pada saat yang sama, ini identik dengan
pembagian yang adil antara tanggung jawab, aset material, dan hak.
6
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dari segi moral. Inilah dasar perkembangan bioetika
dan ini pula alasannya mengapa kemajuan teknologi kedokteran selalu berhadapan dengan
bioetika. Bioetika merupakan cabang ilmu biologi dan ilmu kedokteran yang menyangkut
masalah di bidang kehidupan, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi
pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa
yang akan datang.
Sebagai hal baru dalam pendidikan biologi di Indonesia bioetika belum banyak
diajarkan sebagai sebuah mata kuliah di jurusan pendidikan biologi, karena bioetika belum
menjadi kajian luas di berbagai jenjang pendidikan, kecuali beberapa fakultas kedokteran
dan jurusan tertentu di beberapa perguruan tinggi di Indonesia menjadikan bioetika sebagai
matakuliah baik sebagai matakuliah khusus maupun matakuliah terintegrasi..
Di Indonesia, bioetika baru berkembang sekitar satu dekade terakhir yang
dipelopori oleh Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta. Perkembangan
ini sangat menonjol setelah universitas Gajah Mada Yogyakarta yang melaksanakan
pertemuan Bioethics 2000; An International Exchange dan Pertemuan Nasional I Bioetika
dan Humaniora pada bulan Agustus 2000. Pada waktu itu, Universitas Gajah Mada juga
mendirikan center for Bioethics and Medical humanities. Dengan terselenggaranya
Pertemuan Nasional II Bioetika dan Humaniora pada tahun 2002 di Bandung, Pertemuan
III pada tahun 2004 di Jakarta, dan Pertemuan IV tahun 2006 di Surabaya serta telah
terbentuknya Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI) tahun 2002,
diharapkan studi bioetika akan lebih berkembang dan tersebar luas di seluruh Indonesia
pada masa datang.
7
C. Bioetika Dalam Penelitian
Bioetika merupakan cabang ilmu biologi dan ilmu kedokteran yang menyangkut
masalah di bidang kehidupan, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi
pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa
yang akan datang. Bioetika mengatur kemajuan yang membahayakan lingkungan dan
Bumi.Empat bidang dapat diidentifikasi di mana bioetika sebagai disiplin ilmu harus
diterapkan dan berkaitan dengan regulasi dalam kemajuan ilmiah. Bioetika menyatakan
bahwa tidak semua hal yang mungkin secara ilmiah dapat diterima secara etis (Anonim,
2019)
Empat bidang yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Peraturan tentang kemajuan genetika. Ini termasuk semua yang memiliki
hubungan dengan kelahiran, termasuk kloning.
Regulasi dari kemajuan itu yang menempatkan lingkungan dan planet Bumi
dalam bahaya. Dalam hal ini, Anda harus memiliki kendali atas semua praktik
yang membahayakan habitat alami, udara atau air, serta membatasi semua itu. Ini
mengarah pada pemanasan global.
Regulasi dalam hal kemajuan dan pengetahuan yang berkaitan dengan
prokreasi. Ini termasuk aborsi, metode kontrasepsi, pemupukan yang dibantu dan
peraturan kelahiran.
Regulasi di pusat-pusat kesehatan. Ini berkaitan dengan praktik-praktik seperti
eutanasia, perawatan paliatif dan bahkan perawatan yang diberikan kepada orang-
orang yang berada dalam perawatan intensif.
8
Contoh Bioetika adalah Transfusi darah adalah topik yang diperdebatkan di mana
bioetika dapat diterapkan.Bioetika biasanya diterapkan dalam kasus-kasus yang sangat
spesifik yang, karena karakteristiknya, menghasilkan perdebatan dari semua jenis.
Beberapa contoh dari kasus ini adalah sebagai berikut:
Transfusi darah
Penggunaan senjata kimia atau nuklir.
Pengakhiran kehamilan (aborsi).
Penggunaan hewan untuk melakukan percobaan dan tes obat-obatan baru atau
vaksin.
Donasi organ.
Durasi hidup atau kualitas hidup.
Eutanasia
Kasus-kasus bayi tabung
Transplantasi organ (termasuk donor hewan ke manusia yang banyak terjadi di
kedokteran)
Bioteknologi yang pesat untuk melakukan manipulasi dan rekayasa “blue print”
kehidupan misalnya rekayasa genetika dan pengklonaan
Kaidah kaidah bioetik merupakan sebuah hukum mutlak bagi seorang dokter.
Seorang dokter wajib mengamalkan prinsip prinsip yang ada dalam kaidah tersebut, tetapi
pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah
untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Kondisi seperti ini disebut Prima
Facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat,
menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah dasar
moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika, yaitu:
o Beneficence
9
o Non - Maleficence
o Justice
o Autonomi
1. Beneficence
Dalam arti bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia,
dokter tersebut harus berusaha maksimal agar pasiennya tetap dalam kondisi sehat.
Perlakuan terbaik kepada pasien merupakan poin utama dalam kaidah ini. Kaidah
beneficence menegaskan peran dokter untuk menyediakan kemudahan dan kesenangan
kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal
yang buruk. Prinsip prinsip yang terkandung didalam kaidah ini adalah;
o Mengutamakan Alturisme
o Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
o Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan
seorang dokter
o Tidak ada pembatasan “goal based”
o Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu
keburukannya
o Paternalisme bertanggung jawab/kasih sayang
o Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
o Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
o Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang
lain inginkan
o Memberi suatu resep berkhasiat namun murah
o Mengembangkan profesi secara terus menerus
o Minimalisasi akibat buruk
10
2. Non – Malficence
Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya
bagi pasien yang dirawat atau diobati olehnya. Pernyataan kunoFist, do no harm, tetap
berlaku dan harus diikuti. Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
o Menolong pasien emergensi
o Mengobati pasien yang luka
o Tidak membunuh pasien
o Tidak memandang pasien sebagai objek
o Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien
o Melindungi pasien dari serangan
o Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
o Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
o Menghindari misrepresentasi
o Memberikan semangat hidup
o Tidak melakukan white collar crime
3. Autonomi
Dalam kaidah ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia.
Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan
nasib sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sendiri. Autonomi bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan,
membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri. Kaidah Autonomi mempunyai
prinsip – prinsip sebagai berikut:
o Menghargai hak menentukan nasib sendiri
11
o Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan
o Berterus terang menghargai privasi
o Menjaga rahasia pasien
o Menghargai rasionalitas pasien
o Melaksanakan Informed Consent
o Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
o Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
o Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk
keluarga pasien sendiri
o Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi
o Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikann pasien
o Mejaga hubungan atau kontrak
4. Justice
Keadilan atau Justice adalah suatu prinsip dimana seorang dokter wajib memberikan
perlakuan sama rata serta adiluntuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.
Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan
sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak boleh mengubah sikap dan pelayanan
dokter terhadap pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :
o Memberlakukan segala sesuatu secara universal
o Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
o Memberikan kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
o Menghargai hak sehat pasien
o Menghargai hak hukum pasien
o Menghargai hak orang lain
o Menjaga kelompok rentan
12
o Tidak membedakan pelayanan terhadap pasien atas dasar SARA, status social, dan
sebagainya
o Tidak melakukan penyalahgunaan
o Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
o Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya
o Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian secara adil
o Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
o Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah atau tepat
o Menghormati hak populasi yang sama sama rentan penyakit atau gangguan
kesehatan
Bijak dalam makroalokasi
13
binatang untuk penemuan ilmiah yang secara etika benar. Kita menggolongkan tanggapan
mereka ke dalam teori konsekuensialisme atau deontologi (Teori Kantian). Dari diskusi
seperti itu akan membimbing siswa untuk sampai kepada wawasan bahwa ada banyak
pandangan-panadangan yang berbeda, yang mungkin sebelumnya siswa mengira hanya ada
satu pandangan/kesimpulan yang benar guna memberikan solusi terhadap suatu konflik
atau dilema. Para siswa sering mengalami kesulitan bagaimana cara memulai ketika
menganalisis suatu konflik etika dan dilemma. Mereka tidak mengetahui pertanyaan apa
yang disampaikan dan bagaimana proses untuk sampai pada suatu keputusan (Johansen &
Harris, 2000).
14
Akal merupakan faktor utama dalam proses mendapatkan ilmu. Faktor akal ini yang
membedakan manusia dari hewan, maka dapat diterima dalam menemukan ilmu biologi
Islam, penggunaan pancaindera yang sehat dan akal yang sehat untuk memahami kebenaran
hakekat dari fenomena hayati organisme tumbuhan dan hewan/manusia yang hidup.
Saintis/biologiwan mencari hakekat atau realitas dibalik alam fenomenal yang lahir
yang mampu merangkum berbagai performens hayati. Akan tetapi pencarian ilmu biologis
kurang atau sedikit sekali menggunakan daya ilhami, karena ontologi biologi yang
mensifatkan demikian, yang berbeda dengan sains sosial atau psikologi. Fenomena biologi
umumnya bersifat fisik yang mudah ditangkap oleh indera. Oleh karena itu biologiwan
sedikit mendapat penjelasan secara ilhami. Meskipun demikian , dalam perjalanannya
sering kita dengar berita dari para penemu sains terjadinya “lucky discovery”. Penemuan
yang muncul tiba-tiba. Ilham/intuisi yang mengakhiri kemandegan saintis dalam pencarian
ilmunya.
Aristoteles 300 SM menyatakan pemikirannya, bahwa binatang atau mahluk kecil itu
munculnya begitu saja dari benda yang mati. Pemikiran itu dianut juga oleh Needham,
pendeta orang Irlandia yang pada tahun 1745-1750 mengadakan percobaan dan penelitian
dengan variasi emulsi dan cairan biji-bijian, daging dan substrat lainnya. Air rebusan yang
disediakan disimpan rapat-rapat dalam wadah tertutup, namun mikroorganisme dapat
muncul dan hidup pada media tersebut. Kesimpulannya, kehidupan baru dapat muncul dari
benda yang mati. Pendapat ini terkenal dengan teori abiogenesis (mahluk muncul begitu
saja dari barang mati) atau juga disebut teori generatio spontanea (mahluk itu terjadi begitu
saja muncul secara spontan). Tetapi kemudian, pendapat Aristoteles dan Needhan tersebut
dibantah oleh Spallanzani (1729-1799) yang membuktikan bahwa perebusan dan penutupan
botol yang dilakukan Needhan tidak akurat.
Percobaan Schultze 1836 dan Schroeder dan Dusch pada 1854 serta Louis Pasteur
tahun 1865 membuktikan bahwa tidak ada kehidupan baru dari benda mati. Pendapat ini
dikenal dengan semboyan Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo (kehidupan itu berasal
15
dari telur, dan telur itu berasal dari sesuatu yang hidup). Penelitian saintis barat tersebut
belum dapat menjawab dari mana asal mahluk kecil (bakteri) bermula. Mereka berhenti
disana, tidak ada panduan atau petunjuk yang mengarahkan pada suatu keyakinan yang
berada di luar rasio mereka.
Rasio mereka bergerak pada sesuatu yang tidak empiris. Mereka mulai berpikir
analisis-historis (sesuatu yang tidak dialami). Mahluk hidup atau bakteri itu adalah entitas
mikroorganisme yang wujudnya tersusun dari makro-molekul protein (daging), sedangkan
protein tersusun dari molekul asam amino (NH2). Memang rasional, elemen/unsur zat
lemas atau nitrogen (N) dan hidrogen H2 dan sulfida H2S berlimpah dialam ini. Atmosfir
(udara) bebas mengandung +78% gas nitrogen dan H2 dapat terlisis dari air (H2O), maka
mereka menggunakan teori evolusi bahwa bakteri tersebut muncul melalui evolusi atau
perubahan dari anasir yang ada di bumi yaitu dari zat nitrogen dan hidrogen. Memang
sekarang orang sudah dapat menyusun molekul protein sintetis dengan alat mesin yang
sangat canggih, tetapi satu hal yang tidak dapat dibuat adalah “hidup”. Bakteri adalah
mahluk hidup yang dapat bergerak dan berbiak, bukan hanya molekul protein (daging)
yang tidak bernyawa
Kemajuan Bioteknologi berbasis Biologi Molekuler dan Teknologi Rekayasa
Genetika (Transgenic Experiment, Cloning, Stem Cell Experiment dan lain- lain)
menyentuh martabat dan harkat hidup organisme. Perkembangan di bidang bioteknologi
kedokteran/farmasi terjadi pada tahun 1978 pada saat industri Genentech di AS berhasil
menyisipkan gen sintetik penyandi sintesis hormon insulin manusia ke dalam bakteri
Escherissia coli, dan sebagaimana diharapkan, bakteri E. coli tersebut akhirnya
memproduksi hormon insulin manusia dalam jumlah yang banyak.
2. Sosial
Dalam perkembangannya, banyak isu yang dianggap berkaitan dengan bioetika
mulai bermunculan. Isu-isu tersebut pun direspon dengan berbagai tanggapan, sebagian
16
besar mengkhawatirkan adanya pelanggaran dalam pemanfaatannya, karena menurut
sebagian orang pencapaian tersebut disinyalir berpotensi disalahgunakan.
Pengertian inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination.
Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination artinya pemasukan. Dalam
kamus, kata ini dimaknai dengan pembuahan buatan. Dan istilah bayi tabung muncul
sebagai hasil dari pembuahan tiruan itu.
Salah satunya adalah pelayanan terhadap bayi tabung yang dalam dunia kedokteran
dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro dan memiliki pengertian sebagai berikut :
Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang
dilakukan oleh petugas medis. Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi
reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali
berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula
dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila
dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321
derajat Fahrenheit.
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami
istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba fallopi
istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan
dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau
kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Di satu sisi bayi tabung merupakan suatu hikmah. Karena dengan proses ini dapat
membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu gangguan pada organ
reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma
suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri.
Pada hal ini kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena
merupakan keturunan genetik suami dan istri itu sendiri. Oleh karena itu, anak tersebut baik
secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari
17
pasangan tersebut. Sehingga memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan
lainnya.
Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula
program ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang “mulia” menjadi
pertentangan. Terkhusus bagi kasus bayi tabung yang berasal dari sperma pendonor, dalam
artian bukan dari sperma suami sendiri. Karena nantinya akan timbul pertanyaan yang
bernada bagaimanakah status keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui proses
inseminasi buatan? lebih lanjut lagi, bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan
surogate mother-nya (dalam kasus terjadi penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya?
darimanakah ia memiliki hak mewaris ?
3. Psikologi
Autisme merupakan gangguan perkembangan saraf pada anak yang ditandai
keterlambatan dalam bicara, kognitif, perilaku, dan interaksi sosial. Penemuan kelainan
pada sel-sel otak penyandang autisme membuka peluang bagi stem cell sebagai salah satu
metode terapi. Keunggulan stem cell terletak pada sifat pluripoten sel yang mampu
berdiferensiasi, memperbaharui diri, dan mereproduksi diri secara kontinyu. Sifat
pluripoten sel dimanfaatkan untuk melakukan diferensiasi sesuai dengan sel target.
Pengertian stem cell dapat dibedakan menjadi stem cell embrionik dan non embrionik.
Stem cell embrionik umumnya diambil dari tahap blastosis sedangkan stem cell non
embrionik didapatkan dari jaringan dewasa. Asal stem cell yang berbeda masing-masing
memiliki keunggulan dan kekurangan. Sel yang berasal dari jarigan mesenkim (Icim et al.,
2007) embrio lebih diprioritaskan karena memiliki daya plastisitas, namun ada reaksi
penolakan dari sistem imun tubuh.
Kelebihan stem cell dewasa (adult stem cell) yang tidak memiliki resiko resistensi
terhadap sistem imun tubuh sebab dari sel-sel yang sama dengan sel yang akan digantikan,
namun hanya mampu menghasilkan satu tipe sel (totipoten). Stem cell dewasa dari darah
tali pusar bayi yang baru lahir berpotensi hampir sama dengan stem cell embrionik
18
(Fischbach & Fischbach, 2004). Bisa juga stem cell dewasa (adult stem cell) yang
bersumber dari sum-sum tulang belakang. Teknik mendapatkan stem cell embrionik dapat
dilakukan dengan cara, pertama membuat embrio dari sperma dan oosit dalam proses
fertilisasi in vitro (FIV) dan yang kedua terapi kloning. Teknik lain yaitu menggabungkan
sebuah sel dewasa sel target dengan sel oosit. Nukleus dari oosit dihilangkan dan diganti
dengan nukleus dari stem cell dewasa. Oosit kemudian dirangsang untuk membelah
dengan menggunakan zat kimia atau kejutan listrik. Embrio yang dihasilkan akan
membawa materi genetis dari sel target. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resistensi dari
sistem imun.
Metode stem cell masih banyak mengundang perdebatan terutama terkait dengan
etika. Proses pengambilan pada stem cell embrionik dari dalam tubuh yang akan lebih
mudah dilakukan melalui vagina. Hal ini menjadi perdebatan ketika siapa yang berhak
mengambil dan apakah ada perlindungan terhadap hak-hak wanita yang embrionya diambil.
Pada stem cell embrionik dari FIV, diferensiasi sel belum dapat secara pasti diarahkan dan
bagaimana mengendalikannya setelah diinjeksikan. Proses membuat dan mematikan
embrio dianggap menyalahi etika karena kehidupan telah dimulai sesaat setelah fertilisasi
terjadi dan embrio juga sudah memiliki status sebagai manusia (Saniei & de Vries, 2008).
Embrio pada tahap awal sampai tahap blastosis boleh digunakan untuk alasan kesehatan
dan kontribusi pada ilmu pengetahuan.
Pendapat lain menyatakan bahwa embrio tidak memerlukan perhatian khusus dari
sisi moral (Fischbach & Fischbach, 2004). Aborsi yang dilakukan pada tingkat sel sangat
diperlukan ketika faktor keselamatan organ dan individu sangat urgensi. Embrio dari tahap
blastosis belum memiliki sel-sel saraf jadi belum ada kemampuan untuk mendeteksi dan
legal digunakan untuk tujuan kesehatan. Perdebatan tentang etika juga terjadi pada stem
cell yang diambil dari tali pusar orang lain. Sel-sel yang akan ditransfer juga membawa gen
yang memiliki kelainan genetis walaupun terekspresi pada generasi berikutnya.
19
Terapi stem cell untuk anak autisme yang telah berhasil dilakukan untuk
memperbaiki ketidaknormalan dalam sirkulasi sistem saraf pusat yaitu kerusakan
hypoferpusi basal (Icim et al., 2007) yang berkontribusi pada akumulasi neurotransmiter
dan hypoksia atau sel-sel yang mati pada sel-sel saraf pusat. Pada autisme juga ditemukan
abnormalitas imun yang dapat dideteksi pada saraf pusat dan tepi. Terapi stem cell dewasa
yang berasal dari tali pusar untuk anak autistik telah dilakukan (Icim et al., 2007).
Keberhasilan ini sangat ditentukan jika asal stem cell sama dengan sel target, sehingga
dapat meminimalisir penolakan reaksi imunitas.
Perbedaan pandangan terhadap terapi autisme terjadi karena perbedaan dalam area
penelitian, misalnya ahli psikologi melihat sampai ke tingkah laku. Ahli psikologi percaya
selama masih dapat dilakukan terapi berdasarkan faktor-faktor kejiwaan, terapi stem cell
tidak perlu diaplikasikan untuk anak autis. Anak autistik yang termasuk dalam HFA
memiliki harapan untuk hidup mandiri dan sukses dalam bekerja, jadi terapinya dapat
berupa terapi perilaku dan sensori integrasi saja.
Terapi stem cell untuk anak autis dilakukan terhadap anak yang masuk dalam
kategori LFA dan MFA yang memerlukan bantuan untuk hidup mandiri dan kemungkinan
tidak dapat memasuki dunia kerja. Upaya screening prenatal akan dilakukan orang tua yang
telah memiliki anak autistik kategori LFA dan MFA untuk anak berikutnya. Aspek etika
yang dapat muncul pada terapi stem cell untuk anak autistik juga mencakup asal stem cell.
Jika stem cell yang didapatkan melalui terapi kloning maka akan ada proses mematikan
oosit. Jika sel yang ditransfer membawa gen yang memiliki kelainan genetis, hal ini akan
sama dengan mentranfer kelainan genetis baru. Jika pengambilan stem cell dewasa dari
tubuhnya sendiri, harus melihat kode etik penelitian manusia dan hukum perlindungan
anak.
Stem cell merupakan sumber kreativitas manusia dan memiliki kontribusi terhadap
ilmu pengetahuan, kita tetap patut mempertimbangkan aplikasinya untuk tujuan mulia. Jika
kita setuju dengan adanya hak hidup embrio yang sama dengan manusia, maka stem cell
20
tidak perlu dilakukan untuk terapi autisme. Kehadiran individu autistik ditengah-tengah
kita memberi ”warna” pada keragaman populasi manusia. Kearifan dan kesabaran kita saat
ini sedang dituntut sambil menunggu kepastian apa penyebab sesungguhnya autisme.
Stem cell dapat diaplikasikan pada individu autistik bergantung pada kategori autisme atau
kompleksitas penyandang. Perdebatan tentang aspek bioetika dimulai ketika
mendefinisikan kapan kehidupan dimulai. Urgensi dan tujuan terapi stem cell untuk
autisme menjadi prioritas utama untuk mengurangi pertentangan bioetika.
Pada dasarnya secanggih apapun dan semaju apapun teknologi yang di kembangkan
manusia, ada teknologi yang manusia belum bisa dan hanya Tuhan yang Maha Sempurna.
Tinggal kita menyikapinya saja bagaimana etika yang telah di ajarkan kepada masing-
masing keyakinan. Karena hanya Tuhan yang bisa menciptakaan sempurna seperti manusia
harapkan
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Tien R. Muhtadi. (2007), “Perkembangan Bioetika Nasional,” Seminar Etika Penelitian di
Bidang Kesehatan Reproduksi, Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
23