Anda di halaman 1dari 18

Bioetik dan Biosafety

Bioetika di Indonesia bertujuan untuk memberikan pedoman umum etika bagi pengelola

dan pengguna sumber daya hayati dalam rangka menjaga keanekaragaman dan pemanfaatannya

secara berkelanjutan. Pengambilan keputusan dalam meneliti, mengembangkan, dan

memanfaatkan sumber daya hayati harus/wajib menghindari konflik moral dan seluas-luasnya

digunakan untuk kepentingan manusia, komunitas tertentu, dan masyarakat luas, serta

lingkungan hidupnya, dilakukan oleh individu, kelompok profesi, dan institusi publik atau

swasta.

Isu etika bioteknologi modern termasuk ketersediaan dan pemanfaatan hak informasi,

potensi bahaya ekologi, akses memperoleh obat baru dan perawatan dan melanggar alam.

Aplikasinya meliputi agrikultur dan perawatan kesehatan.

Bioetika ialah semacam ilmu pengetahuan yang menawarkan pemecahan masalah bagi

konflik moral yang timbul dalam tindakan, praktek kedokteran dan ilmu hayati (Sahin Aksoy,

2002 dalam Muchtadi, 2007).

Menurut (Antany, 2014) Biosafety adalah suatu konsep yang mengamankan orang yang

bekerja dengan suatu bahan biologis. Misalnya orang yang bekerja dengan suatu virus yang

dapat menimbulkan penyakit berbahaya maka orang tersebut harus menggunakan sarung tangan.

Jadi biosafety adalah suatu konsep yang mengatur orang yang bekerja atau bersentuhan dengan

objek biologis berbahaya supaya terhindar dari bahaya objek biologis tersebut.

1
A. BIOETIK
a. Pengaturan Etika Dalam Bioteknologi
Ada berbagai macam definisi mengenai bioetika. Berikut ini adalah pengertian
bioetika dari berbagai sumber.
1) Bioetika ialah semacam ilmu pengetahuan yang menawarkan pemecahan masalah
bagi konflik moral yang timbul dalam tindakan, praktek kedokteran dan ilmu hayati
(Sahin Aksoy, 2002).
2) Bioetika ialah suatu disiplin baru yang menggabungkan pengetahuan biologi dengan
pengetahuan mengenai sistem nilai manusia, yang akan menjadi jembatan antara ilmu
pengetahuan dan kemanusiaan, membantu menyelamatkan kemanusiaan, dan
mempertahankan dan memperbaiki dunia beradab (Van Potter, 1970).
3) Bioetika ialah kajian mengenai pengaruh moral dan sosial dari teknik-teknik yang
dihasilkan oleh kemajuan ilmu-ilmu hayati (Honderich Oxford, 1995).
4) Bioetika bukanlah suatu disiplin. Bioetika telah menjadi tempat bertemunya sejumlah
disiplin, diskursus, dan organisasi yang terlibat dan peduli pada persoalan etika,
hukum, dan sosial yang ditimbulkan oleh kemajuan dalam kedokteran, ilmu
pengetahuan, dan bioteknologi (Onara O’Neill, 2002).
5) Bioetika mengacu pada kajian sistematis, plural dan interdisiplin dan penyelesaian
masalah etika yang timbul dari ilmu-ilmu kedokteran, hayati, dan sosial, sebagaimana
yang diterapkan pada manusia danhubungannya dengan biosfera, termasuk masalah
yang terkait dengan ketersediaan dan keterjangkauan perkembangan keilmuan dan
keteknologian dan penerapannya (UNESCO, 2005).
6) Sedangkan di Indonesia, berdasarkan Kepmen Menristek No.112 Tahun 2009,
menyatakan bahwa bioetika adalah ilmu hubungan timbal balik sosial (Quasi social
science) yang menawarkan pemecahan terhadap konflik moral yang muncul dalam
penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya hayati. Diperlukan rambu-
rambu berperilaku (etika) bagi para pengelola ilmu pengetahuan, ilmuwan dan ahli
teknologi yang bergerak di bidang biologi molekuler dan teknologi rekayasa genetika.

2
Bioetik akan dapat berfungsi sebagai :
1. Penelaah prinsip-prinsip bioetik dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta mengkaji dampaknya pada masyarakat.
2. Pemajuan etika terhadap arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya dibidang ilmu-ilmu hayati.
3. Pemberian pertimbangan kepada pemerintah untuk hal-hal yang berkenaan dengan
etika bagi industri, khususnya bioindustri, organisasi penelitian, organisasi profesi
ilmiah, perorangan dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan manusia,
hewan, tumbuhan, jasad renik, dan lingkungan hidup.
4. Pengembangan pedoman nasional bioetik melalui pengkajian pedoman etik penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan manusia,
hewan, tumbuhan, jasad renik dan lingkungan hidup.
5. Pelayanan informasi kepada pemerintah dan masyarakat luas mengenai bioetik dalam
kaitannya dengan perkembangan ilmu-ilmu hayati.

Bioetika di Indonesia bertujuan untuk memberikan pedoman umum etika bagi


pengelola dan pengguna sumber daya hayati dalam rangka menjaga keanekaragaman dan
pemanfaatannya secara berkelanjutan. Pengambilan keputusan dalam meneliti,
mengembangkan, dan memanfaatkan sumber daya hayati harus/wajib menghindari
konflik moral dan seluas-luasnya digunakan untuk kepentingan manusia, komunitas
tertentu, dan masyarakat luas, serta lingkungan hidupnya, dilakukan oleh individu,
kelompok profesi, dan institusi publik atau swasta.
Pemanfaatan sumber daya hayati tidak boleh menimbulkan dampak negatif
terhadap harkat manusia, perlindungan, dan penghargaan hak-hak asasi manusia, serta
lingkungan hidup. Penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya hayati harus
memberikan keuntungan maksimal bagi kepentingan manusia dan makhluk hidup
lainnya, serta meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi (Muchtadi, 2007).
Berdasarkan Pasal 19 KepMenristek No.112 Tahun 2009, harus dibentuk suatu
Komite Etik Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber daya Hayati yang
bersifat independen, multidisiplin dan berpandangan plural. Keanggotaan Komite Etik
Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber daya Hayati harus terdiri dari para

3
ahli dari berbagai departemen dan institusi yang relevan. Tindak lanjut dan implementasi
prinsip-prinsip bioetika penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya hayati
dilakukan oleh Komite Bioetika Nasional yang dibentuk oleh pemerintah (BKKH, tanpa
tahun).
Prinsip-prinsip etik dalam penelitian.
1. Menghormati hak dan martabat subjek penelitian
2. Bermanfaat
3. Keadilan
4. Kejujuran
5. Tidak merugikan
6. Kerahasiaan

b. Pendekatan Bioetika Dalam Pengembangan Produk-Produk Bioteknologi


Sebagaimana yang telah dijelaskan bioetika merupakan cabang ilmu biologi dan
ilmu kedokteran yang menyangkut masalah di bidang kehidupan, tidak hanya
memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga
memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa yang akan datang.
Tiga etika dalam bioteknologi:
1. Etika sebagai nilai-nilai dan asas-asas moral yang dipakai seseorang atau suatu
kelompok sebagai pegangan bagi tingkah lakunya.
2. Etika sebagai kumpulan asas dan nilai yang berkenaan dengan molaritas (apa yang di
anggap baik atau buruk) misalnya kode etik kedokteran, kode etik rumah sakit.
3. Etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dari sudut norma dan
nilai-nilai norma.
Menurut Fransese Abel bioetika adalah studi Interdisipliner tentang problem-
problem yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran
baik pada skala mikro maupun makro lagi pula tentang dampaknya atas masyarakat luas
serta sistem nilainya kini dan masa datang.
Penelitian yang etis:
1. Untuk memperoleh informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara apapun
2. Disain penelitian harus memenuhi syarat ilmiah

4
3. Metode yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penelitian dan bidang ilmu
pengetahuan
4. Peneliti dan semua tenaga pendukung harus kompeten dilihat dari latar belakang
pendidikan dan pengalamannya.
Dampak lain yang dapat ditimbulkan oleh bioteknologi adalah persaingan
internasional dalam perdagangan dan pemasaran produk bioteknologi. Persaingan
tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan bagi negara berkembang karena belum
memiliki teknologi yang maju, Kesenjangan teknologi yang sangat jauh tersebut
disebabkan karena bioteknologi modern sangat mahal sehingga sulit dikembangkan oleh
negara berkembang. Ketidakadilan, misalnya, sangat terasa dalam produk pertanian
transgenik yang sangat merugikan bagi agraris berkembang. Hak paten yang dimiliki
produsen organisme transgenik juga semakin menambah dominasi negara maju.
Bahaya bioteknologi tersebut misalnya digunakan untuk senjata biologis dan
memunculkan organisme strain jahat. Bakteri dan virus berbahaya dapat
dikembangbiakkan dalam medium tertentu yang selanjutnya digunakan untuk senjata
biologis. Sedangkan munculnya organisme strain jahat berasal dari fenotipe suatu
organisme yang diubah menjadi organisme yang berbahaya dengan menyisipkan gen
jahat melalui rekayasa genetika. Selain itu, bioteknologi juga mengganggu keseimbangan
lingkungan. Hal ini dikarenakan banyaknya organisme yang dimanipulasi genetiknya
sehingga mempengaruhi kehidupan organisme lain.
Beberapa persoalan bioetik yaitu:
1. Kloning
2. Rekayasa mikroba yang berpotensi untuk senjata biologi
3. Perlu informed-consent terhadap info genetika seseorang
4. Penggunaan informasi kedokteran untuk keperluan non-medis yang melanggar privasi
(hak pribadi)
5. Penelitian sel dan embrio manusia
6. Penggunaan dan kepemilikan jaringan manusia
7. Ajuan paten untuk “temuan” gen (paten prosesnya atau paten produknya)

5
8. Akses terhadap keragaman hayati
9. Keamanan pangan produk transgenik
Kekhawatiran bahaya terhadap keselamatan sumber daya hayati diduga terjadi
melalui beberapa cara seperti:
1) Terlepasnya organisme transgenik ke alam bebas, dan
2) Tranfer gen asing dari produk transgenik ke tanaman lain sehingga terbentuk gulma
yang dapat merusak ekosistem yang ada sehingga mengancam keberadaan sumber
daya hayati. Perubahan tatanan gen dapat mengakibatkan perubahan perimbangan
ekosistem hayati dengan perubahan yang tidak dapat diramalkan (Hartiko, 1995).
Prinsip dasar biologi molekuler menunjukkan 2 sumber utama resiko yang
mungkin timbul. Pertama, perubahan fungsi gen melalui proses rekayasa genetik.
Penyisipan gen berlangsung secara acak sehingga sulit untuk dikontrol dan diprediksikan
apakah gen tersebut akan rusak atau berubah fungsi. Kedua transgen dapat berinteraksi
dengan komponen seluler. Kompleksitas kehidupan organisme mengakibatkan kisaran
interaksi tersebut tidak dapat di ramalkan atau dikontrol (Fagan, 1997).

c. Peraturan Mengatur Pengembangan Produk-Produk Bioteknologi

Pentingnya pengetahuan tentang ilmu rekayasa genetika. Pemberi informasi yang


tidak dibekali dasar pengetahuan tentang rekayasa genetika biasanya cenderung menelan
mentah-mentah ulasan pers asing sehingga objektifitas permasalahan dan validitas data
sulit diperoleh. Sebagai contoh adalah penolakan negara barat terhadap padi transgenik
yang menghasilkan provitamin A. Penolakan ini terjadi karena mereka bisa memperoleh
vitamin A dari sumber lain. Bagi negara-negara berkembang yang rawan pangan bahan
pangan yang kaya vitamin A sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu penting untuk memahami
terlebih dahulu latar belakang penolakan produk transgenik di suatu negara (Suwanto,
2000)
Preferensi pribadi. Preferensi pribadi lebih baik tidak ditanggapi secara umum.
Diperlukan informasi yang seimbang dan kebijakan yang hati-hati dari pemerintah dan
pihak terkait yang dapat dijadikan acuan bagi orang awan untuk menentukan sikap dalam
mengambil keputusan terhadap produk transgenik. Penilaian terhadap tanaman transgenik
dapat mengandung persaingan bisnis yang terselubung (Suwanto, 2000). Pestisida

6
kimiawi tidak terlalu diperlukan lagi dalam budidaya tanaman transgenik yang tahan
serangan hama dan penyakit, sehingga pihak-pihak berkepentingan akan berusaha
menuntun masyarakat dalam menentukan sikap sesuai tujuan mereka masing-masing.
Perkembangan bioetika nasional:
1. PerUndang-Undangan
a. Perubahan Keempat UUD 45 Pasal 31 ayat (5) yang menyatakan bahwa
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia”
b. Undang Undang No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan IPTEK pada pasal 22 yang mengamanatkan bahwa
Pemerintah menjamin kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara serta
keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan
hidup
c. Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan; pasal 13 yang mengantisipasi
produk pangan yang dihasilkan melalui rekayasa genetika
d. Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000 tentang perlindungan Varietas Tanaman
yang memberikan batasan-batasan perlindungan
e. Keputusan bersama Menristek, Menkes, dan Mentan Tahun 2004 tentang
Pembentukan Komisi Bioetika Nasional
f. UU No. 18/2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan IPTEK (RPP Penelitian Berisiko Tinggi)
Pasal 22
1) Pemerintah menjamin kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara serta
keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan
hidup
2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pemerintah mengatur perizinan bagi pelaksanaan kegiatan penelitian,
pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang beresiko
tinggi dan berbahaya dengan memperhatikan standar nasional dan ketentuan
yang berlaku secara internasional

7
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah
g. UU No. 18/2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan IPTEK
h. PP No. 41/2002 Perizinan Melakukan Litbang bagi Perguruan Tinggi Asing,
Lembaga Litbang Asing dan badan Usaha Asing dan Orang Asing
1) Pasal 20
Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Litbang Asing dan Badan Usaha Asing dan
Orang Asing tidak membawa sampel dan/atau spesimen bahan Litbang keluar
wilayah NKRI
2) Pasal 21
Dalam melaksanakan kegiatan Litbang Perguruan Tinggi Asing, Lembaga
Litbang Asing dan Badan Usaha Asing dan Orang Asing tetap menghormati
adat istiadat dan norma-norma kebudayaan yang berlaku di tempat kegiatan
Litbang.
2. Komisi Bioetika Nasional
Tugas:
1) Memajukan telaah masalah yang terkait dengan prinsip-prinsip bioetika
2) Memberi pertimbangan kepada Pemerintah mengenai aspek bioetika dalam
penelitian, pengembangan, dan penerapan IPTEK yang berbasis pada ilmu
pengetahuan hayati, dan
3) Menyebarluaskan pemahaman umum mengenai bioetik
3. Komisi Bioetika Nasional
Fungsi:
1) Penelaahan prinsip-prinsip bioetika dalam memajukan IPTEK serta mengkaji
dampaknya pada masyarakat
2) Peninjauan etika terhadap arah perkembangan IPTEK, khususnya ilmu-ilmu
hayati
3) Pemberian pertimbangan kepada pemerintah
4) Pengembangan pedoman nasional bioetika
5) Pelayanan informasi dari dan kepada pemerintah masyarakat luas

8
6) Penguatan jaringan antar kelompok yang berkepentingan dengan aspek etika
7) Penyelenggaraan kerjasama di forum internasional
8) Penyelengaraan fungsi-fungsi lain di bidan bioetika yang berkaitan dengan tugas
komisi
Bioetika tidak untuk mencegah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tetapi menyadarkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai batas-batas
dan tanggung jawab terhadap manusia dan kemanusiaan. Banyak ilmuwan yang secara
ambisius akan mengembangkan teknologi biologi tingkat tinggi namun tanpa
memperhitungkan sebuah perkembangan sosial dan kultural masyarakat. Ada juga
ilmuwan yang mengabaikan baik dan buruk yang menjadi tata nilai masyarakat, karena
mereka merasa bahwa ilmu pengetahuan tidak berada di domain tersebut (Djati, 2003).
B. BIOSAFETY
a. Konsep Biosafety
Biosafety adalah suatu konsep yang mengamankan orang yang bekerja dengan
suatu bahan biologis. Misalnya orang yang bekerja dengan suatu virus yang dapat
menimbulkan penyakit berbahaya meka orang tersebut harus menggunakan sarung
tangan. Jadi biosafety adalah suatu konsep yang mengatur orang yang bekerja atau
bersentuhan dengan objek biologis berbahaya supaya terhindar dari bahaya objek biologis
tersebut (Antany, 2014).
Menurut (Antany, 2014) biosafety level ialah kombinasi penerapan antara praktek
dan prosedur oleh pekerja pada fasilitas laboratorium dan peralatan keamanan ketika
bekerja dengan menggunakan agen patogen menular yang berbahaya. Istilah biosafety
level ini juga digunakan untuk menjelaskan metode yang aman dalam menangani dan
mengelola bahan-bahan yang bisa menginfeksi di laboratorium.
Menurut (Antany, 2014) tujuan diterapkannya konsep biosafety level ini
mencakup 3 aspek yaitu:
1. Keamanan personal yang bekerja di dalam laboratorium
2. Lingkungan sekitar laboratorium
3. Kualitas produk
Tujuan utamanya ialah melindungi personal yang bekerja di dalam laboratorium,
baik dengan penerapan penanganan mikroba yang baik maupun pemakaian peralatan

9
pengamanan secara tepat. Pemberian vaksin pada personal yang bekerja atau berdekatan
dengan laboratorium juga bisa meningkatakan level perlindungan terhadap infeksi
(Antany, 2014). Tujuan yang kedua adalah melindungi lingkungan di luar laboratorium
dari kontaminasi bahan-bahan infeksius dengan mengkombinasikan antara desain fasilitas
dan pengalaman operasional.
Decaprio (2013) menjelaskan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan di
laboratorium yaitu para pengguna laboratorium tidak mengikuti petunjuk dan aturan yang
semestinya ditaati. Hal ini disebabkan karena faktor pengawasan yang sangat longgar
sehingga para pengguna laboratorium tidak mematuhi petunjuk dan penjelasan yang telah
diberikan sebelum praktikum.
Menurut Hamdani (2008) peraturan kerja yang berlaku di laboratorium dengan
biosafety level 1 dan 2 mencakup:
1. Ketika penelitian atau bekerja dengan kultur dan spesimen sedang berjalan, akses ke
laboratorium dibatasi atau memerlukan izin.
2. Mencuci tangan setelah bekerja dengan materi hidup, setelah melepas sarung tangan
dan sebelum meninggalkan laboratorium.
3. Dilarang makan, minum, merokok, memegang kontak lensa, menggunakan kosmetik,
dan menyimpan makanan atau kosmetik untuk manusia di area kerja. Orang yang
mengenakan kontak lensa harus menggunakan goggle atau pelindung muka. Makanan
disimpan di luar area kerja dalam lemari atau refrigerator yang memang ditunjukan
untuk itu.
4. Dilarang memipet dengan mulut.
5. Prosedur untuk penanganan yang aman dan pembuangan alat-alat yang tersedia.
6. Semua prosedur yang berpotensi menghasilkan cipratan atau aerosol dilaksanakan
dengan hati-hati untuk meminimalkan resiko bahaya.
7. Semua area meja kerja didekontaminasi setelah bekerja dengan mikroorganisme atau
organisme yang bersfat patogen, setiap hari, dan setelah terjadi tumpahan meteri
hidup.
8. Untuk penannganan limbah, tempat pembuangan limbah harus dipisahkan
berdasarkan jenisnya, yaitu limbah bahan kimia, zat organik, limbah padat dan limbah

10
cair. Limbah cair yang tidak berbahaya dapat langsung dibuang ke bak cuci/sink,
tetapi harus diencerkan terlebih dahulu dengan air secukupnya.
9. Semua kultur, stok, dan sampah sejenis didekonteminasi sebelum dibuang dengan
menggunakan metode dekontaminasi yang distandarkan seperti autoklaf. Materi yang
akan didekontaminasi di luar laboratorium ditempatkan dalam wadah tahan lama, anti
bocor dan tertutup untuk proses transportasi yang aman. Untuk pengangkutan, wadah
tersebut ditaruh dalam wadah kedu yang tertutup.
10. Semua sampah dari hewan dibuang dalam wadah anti bocor, dianjurkan ditutup
dengan wadah lain untuk pengangkutan. Limbah dari hewan, dianjurkan ditangani
dengan insinerasi (pembakaran pada suhu tinggi).
11. Tanda bahan biologis berbahaya (biohazard) harus ditempel di pintu masuk ketika ada
agen yang dapat menginfeksi. Peringatan bahaya juga mencangkup level biosafety,
daftar nama dan nomor telepon orang yang bertanggung jawab, serta persyaratan
khusus untuk masuk ke dalam ruang kerja.
Menurut (Hamdani, 2008) contoh tata tertib di laboratorium IPA sekolah:
1. Setiap peserta kegiatan penelitian di laboratorium tidak diperkenankan masuk atau
keluar ruangan laboratorium tanpa izin guru atau pembimbing praktikum.
2. Memasuki dan keluar dari ruangan laboratorium sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Bagi peserta yang 46 terlambat datang lebih dari 15 menit tidak
diperbolehkan masuk ke ruangan laboratorium.
3. Menaati petunjuk guru pembimbing dalam melakukan percobaan, memakai alat,
meneliti, serta menyimpulkan kegiatan penelitian di laboratorium.
4. Para peserta kegiatan di laboratorium dilarang membawa benda-benda yang tidak
berkaitan dengan kegiatan di laboratorium ke dalam ruangan. Benda-benda yang tidak
berkaitan dengan kegiatan laboratorium ditaruh di loker yang telah disediakan.
5. Para peserta kegiatan di laboratorium harus mematuhi tata cara berpakaian di
laboratorium yaitu dengan memakai jas laboratorium, memakai sepatu tertutup,
memakai pelindung seperti masker dan sarung tangan (jika diperlukan), dan tidak
memakai celana ketat.
6. Para peserta hanya diperbolehkan menggunakan alat dan bahan yang berkaitan dalam
percobaan atau penelitian yang dilakukan.

11
7. Para peserta kegiatan di laboratorium dilarang makan dan minum, mengoperasikan
HP, dan dilarang membuat gaduh di ruang laboratorium.
8. Para peserta kegiatan di laboratorium ikut bertanggung jawab dalam hal kerusakan
alat-alat dilaboratorium yang disebabkan oleh peserta.
9. Para peserta kegiatan di laboratorium wajib melaporkan kepada guru pembimbing
atau petugas laboratorium jika terjadi kerusakan alat yang digunakan.
10. Para peserta kegiatan laboratorium harus menjaga kebersihan laboratorium.
11. Para peserta kegiatan laboratorium wajib membersihkan dan menyimpan alat setelah
digunakan ke tempat semula.
12. Setelah melakukan kegiatan laboratorium, peserta harus mencuci tangan dengan
sabun.
13. Bagi peserta yang melanggar tata tertib laboratorium akan dikenakan sangsi.

b. Peralatan Keamanan di Laboratorium


Menurut Hamdani (2008) menyebutkan peralatan keamanan di laboratorium
adalah biological safety cabinet, fume hood, laminar air show, safety shower, eyewash
fountain, alat pemadam kebakaran, dan personal protective equipment. Menurut
Khamidinal (2009) juga memberikan 48 penjelasan tentang lemari asam (fume hood)
yaitu sebagai berikut.
1. Biological Safety Cabinets (BSC)
BSC didesain untuk melindungi pengguna, lingkungan laboratorium, bahan-bahan
yang dikerjakan dari aerosol atau cipratan yang menginfeksi atau mengkontaminasi bahan
yang sedang dikerjakan seperti kultur primer, stok dan spesimen yang sedang didiagnosa.
Dengan BSC, udara dari ruangan masuk ke dalam BSC untuk kemudian diisap oleh
cabinet ke dalam saluran pembuangan. Arah aliran udara memungkinkan partikel aerosol
yang mungkin dihasilkan saat bekerja tidak terisap oleh pekerja dan dibuang. Bagian
depan cabinet dibuka sedikit hingga tangan pengguna dapat masuk dan bekerja
menangani bahan-bahan di dalam cabinet sementara orang tersebut mengamati dari balik
penutup yang transparan (Khamidinal, 2009).

12
Biological Safety Cabinets (BSC)

Sumber: Iskandar, Siregar (2014)


Gambar. 1

Ikuti prosedur start-up ketika melakukan persiapan untuk bekerja dengan BSC:
1. Matikan cahaya UV ketika digunakan dan pastikan daun jendela berada di posisi yang
benar.
2. Nyalakan lampu neon dan blower kabinet.
3. Periksa udara masuk dan saluran pembuangan udara.
4. Jika kabinet dilengkapi dengan alarm, uji dulu alarm dan tekan sampai posisi on.
5. Memastikan aliran udara masuk ke dalam dengan cara menahan tisu di bagian tengah
panel dan tisu tertarik ke dalam kabinet.
6. Disinfeksi bagian dalam kabinet dengan bahan yang sesuai dan tidak korosif.
7. Rakit semua bahan yang dibutuhkan untuk prosedur dan masukan ke dalam kabinet,
jangan menghalangi grilles; Permukaan kerja dapat dilapisi dengan kertas penyerap
dengan penyokong plastik; pisahkan antara barang bersih dan terkontaminasi.
8. Tunggu 5 menit untuk membersihkan kontaminan udara dari area kerja.

13
Berikut ini adalah prosedur ketika bekerja di dalam ruangan BSC:
1. Gunakan pakaian pelindung dan sarung tangan yang sesuai.
2. Lakukan pekerjaan di bagian belakang, sejauh mungkin dari area kerja.
3. Hindari pergerakan bahan atau gerakan tangan dan lengan yang berlebihan melalui
akses bukaan depan; ketika tangan masuk atau ke luar dari kabinet lakukan dengan
gerakan tangan lurus;
4. Membuang bahan yang terkontaminasi ke bagian belakang kabinet; tidak membuang
bahan dalam wadah di luar kabinet.
5. Jangan bekerja dengan api terbuka di dalam kabinet.
6. Jika ada tumpahan selama bekerja, dekontaminasi semua objek yang ada di
permukaan kabinet; sterilkan area kerja di dalam kabinet jika masih beroperasi
(jangan mematikan kabinet).
Ikuti prosedur berikut setelah pekerjaan selesai:
1. Nyalakan kabinet selama 5 menit tanpa ada aktivitas.
2. Tutup semua wadah sebelum dikeluarkan dari kabinet.
3. Disinfeksi permukaan objek yang kontak dengan bahan terkontaminasi sebelum di
dipindahkan keluar kabinet.
4. Lepaskan sarung tangan yang terkontaminasi dan buang dengan cara yang tepat; lalu
cuci tangan.
5. Jangan mencuci sarung tangan, dan pastikan bahwa semua bahan ditempatkan di
kantong biohazard didalam kabinet.
6. Gunakan disinfeksi non-korosif yang sesuai (misalnya etanol 70%), dinsinfeksi
permukaan dalam kabinet; pindahkan permukaan kerja secara berkala dan disinfeksi
bagian bawahnya (termasuk catch pan) dan bersihkan permukaan sinar UV dengan
disinfektan.
7. Matikan lampu neon dan blower kabinet di saat yang tepat (beberapa kabinet harus
terus dinyalakan sepanjang waktu; jika tidak yakin, periksa dengan petugas sertifikasi
kabinet, petugas keamanan atau petugas pemeliharaan bangunan).
8. Nyalakan sinar UV jika diperlukan (jangan dinyalakan ketika banyak orang yang
bekerja didekatnya); UV harus di uji untuk memastikan panjang gelombang yang
dipancarkan membunuh kuman.

14
2. Lemari Asam (Fume Hood) dan Laminar Air Flow
Alat lainnya yang sejenis dengan BSC adalah fume hood dan laminar air flow
(LAF). Fume hood digunakan terutama untuk melakukan reaksi kimia yang berpotensi
menghasilkan aerosol atau uap yang berbahaya jika tertiup sedangkan LAF didesain
untuk menyediakan lingkungan 49 ideal yang bebas partikel dan bakteri, yang dibutuhkan
dalam kerja laboratorium, uji, rekayasa, dan pemeriksaan (Khamidinal, 2009).
Menurut Khamidinal (2009) menjelaskan bahwa almari asam merupakan bagian
dari peralatan keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium kimia. Peralatan ini
menyerupai almari yang pintunya dapat dibuka dengan cara digeser naik turun. Bagian
pintu depan terbuat dari kaca sehingga pengguna dapat melihat langsung ke dalam almari
asam ini. Almari asam digunakan ketika pengguna laboratorium ingin menambahkan zat-
zat yang bersifat asam kuat dan mudah menguap seperti asam sulfat. Uap asam sulfat
pekat sangat berbahaya apabila sampai terhirup melalui hidung (Khamidinal, 2009).

15
Lemari Asam (Fume Hood) Laminar Air Flow

Sumber: Khamidinal (2009)


Gambar. 2

3. Safety Shower dan Eyewash Fountain


Safety shower dan eyewash fountain terutama disiapkan untuk mengantisipasi
resiko bahaya saat bekerja dengan zat kimia korosif. Safety shower digunakan ketika
tubuh terkena bahan kimia dalam jumlah cukup banyak sehingga tubuh dibilas
seluruhnya sedangkan eyewash fountain berfungsi untuk membersihkan mata yang
terkena percikan bahan kimia. Pembilasan dilakukan sekurang-kurangnya selama 15
menit. Kedua alat ini terletak kurang lebih dari 15 meter dari sumber bahaya. Alat
keselamatan kerja ini harus diperiksa secara berkala tentang kelayakan fungsinya
(Khamidinal, 2009).

Safety Shower Eyewash Fountain

Sumber: Khamidinal (2009)


Gambar. 3

16
4. Alat Pemadam Kebakaran
Kebakaran merupakan salah satu bahaya di laboratorium. Menurut Khamidinal
(2009) berdasarkan klasifikasi oleh NFPA (National Fire Protection Agency), api dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Kelas A, yaitu jenis api biasa yang berasal dari kertas, kayu, atau plastik yang
terbakar.
2. Kelas B, yaitu jenis api yang ditimbulkan oleh zat mudah terbakar dan mudah
menyala seperti bensin, kerosin, pelarut organik umum yang digunakan di
laboratorium.
3. Kelas C, yaitu jenis api yang timbul dari peralatan listrik.
4. Kelas D, yaitu jenis api yang timbul dari logam mudah menyala seperti magnesium,
titanium, kalium, dan natrium.

Alat Pemadam Kebakaran

Sumber: Khamidinal (2009)


Gambar. 4

17
18

Anda mungkin juga menyukai