Anda di halaman 1dari 46

MODUL PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI TANAH

Oleh:

I WAYAN DANA ATMAJA

KONSENTRASI TANAH DAN LINGKUNGAN


PS. AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
1

KATA PENGANTAR

Modul praktikum bioteknologi tanah ini dimaksudkan sebagai pedoman kerja mahasiswa

dalam melakukan praktikum khususnya praktikum di labolatorium.Dalam upaya meningkatkan

keterampilan mahasiswa diperlukan adanya sistem kerja yang sistematis. Oleh karena itu

sebelum praktikum mahasiswa sebaiknya memahami terlebih dahulu langkah-langkah kerja

seperti yang disajikan pada Modul pratikum ini.

Dalam praktikum Bioteknologi Tanah diharapkan mahasiswa dapat mengisolasi beberapa

mikroorganisme dalam tanah yang berperan dalam meningkatkan produktivitas tanah, serta dapat

memperbanyaknya di labolatorium pembuatan MOL, Pupuk Organik dan aplikasinya.

Modul praktikum ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik sangat

diharapkan. Akhirnya semoga modul praktikum ini ada manfaatnya.

Denpasar, Februari 2017

Penyusun
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

I. Isolasi Rhizobium dari Bintil ………………………………………………………. 3

II. Metode untuk Mendeteksi Rhizobium dalam Tanah ……………………………. 5

III. Penetapan Penambatan Nitrogen …………………………………………………... 7

IV. Kemampuan Simbiosis ……………………………………………………………. 9

V. Isolasi Mikrobia Pelarut Fosfat …………………………………………………….. 11

VI. Pewarnaan Akar untuk Melihat MVA …………………………………………… 15

VII. Pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal) ……………………………………… 17

VIII. Aplikasi Pupuk Hayati (MOL) …………………………………………………... 26

IX. Pembuatan Kompos dan Bokashi …………………………………………………. 28

X. Pembuatan Pupuk Organik Cair ……………………………………………………… 34

XI. Teknologi Pembuatan dan Aplikasi Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) .. 37

DAFTAR PUSTAKA 45
3

I. ISOLASI RHIZOBIUM DARI BINTIL AKAR

Bakteri Rhizobium bersimbiosis dengan tanaman dari familia leguminoceae, yaitu

tanaman kacang-kacangan dengan membentuk bintil (nodule) pada akarnya.

Bintil akar ( nodule) sesuai dengan sumber, umur dan keseragamannya mengandung

mikroorganisme disamping rhizobia pada permukaan bintil atau pada bintil itu sendiri. Bintil

akar yang utuh dapat dibersihkan dan diseterilkan permukaannya untuk menghilangkan

mikroorganisme pada permukaan bintil. Bila dianggap perlu untuk membedakan rhizobia yang

ada pada permukaan dengan yang benar-benar ada dalam bintil, lebih lama waktu yang

diperlukan untuk sterilisasi.

Bahan dan Alat:

Bahan-bahan yang diperlukan: Bintil akar, HgCl2 0,1%, air steril, media agar ekstrak ragi

mannitol atau YEM ( Yeast Extrax Mannitol Agar), etanol 90%.

Alat-alat yang diperlukan:

Tabung reaksi, pisau silet, inkubator, cawan petri dan jarum ose.

Cara Kerja:

1. Ambil bintil akar, kemudian potong sedemikian rupa dari akar dengan membiarkan sedikit

akar menempel pada bintil.

2. Cuci bintil akar dengan baik.

3. Bintil akar yang sudah bersih dimasukkan ke dalam etanol 95%, selanjutnya celupkan

kedalam HgCl2 0,1%. Sebagai alternatif HgCl2 dapat digunakan 3 – 5% H2O2.


4

4. Cuci bersih dengan air yang steril.

5. Hancurkan atau p[otong bintil secara aseptik dan kemudian oleskan cairan dari bintil akar

pada permukaan agar YEM yang terdapat pada cawan petri.

6. Inkubasi pada temperatur 26 – 28 0c, selama 4-5 hari.

7. Pilih koloni yang tumbuh baik secara terpisah disepanjang garis olesan, yang mempunyai

sifat-sifat rhizobium (berair, tembus cahaya atau putih ovak, warna pink juga ada ).

8. Ambil dari koloni yang terpilih baik yang dapat dipindahkan langsung pada agar miring YEM

atau bisa juga melalui goresan kembali padsa cawan agar YEM.

9. Perhatikan keseragaman bentuk koloni pada agar cawan dari goresan kedua, ambil koloni

yang terpikal dan goresan pada agar YEM (agar miring).

10. Uji apakah benar-benar rhizobium, yaitu dengan uji langsung menggunakan uji infeksi

dengan inang yang cocok atau tergantung dari asal bintil.

Hasil Pengamatan:

Tanaman inang No. cawan petri Jumlah koloni Ciri-ciri koloni

Pembahasan :
5

II. METODE UNTUK MENDETEKSI RHIZOBIA


DALAM TANAH

Jumlah Rhizobia didalam tanah umumnya tidak begitu banyak, sehingga sulit untuk

mengisolasinya. Cara yang sering digunakan untuk menunjukkan adanya rhizobia di dalam tanah

adalah:

1. Dengan menanam benih tanaman leguminosae pada tanah tersebut, yang bila perlu tanah

tersebut diberi pupuk dan atau dikapur, amati bintil pada akar tanaman tersebut.

2. Dengan penambahan tanah yang disuspensikan pada benih yang diseterilkan permukaannya.

Rhizobia yang dapat diisolaso tidak dapat dimasukkan kedalam koleksi atau disebut sebagai

rhizobium sebelum dilakukan pengujian. Pengujian yang sering dilakukan adalah dengan

melihat apakah bakteri tersebut mamp[u membentuk bintil dengan inang tertentu. Demikian

pula bila biakan yang sudah cukup lama disimpan (koleksi) atau baru diperoleh dari tempat

lain harus diuji kembali.

Bahan dan Alat:

Bahan-bahan yang diperlukan: Larutan HgCl2 0,1%, etil alkohol 95%, air steril dan benih.

Alat-alat yang diperlukan: Beaker glas, botolsemprot, cawan petri, pot plastik dan hand

counter.

Cara kerja:

1. Celupkan benih inang yang dikehendaki didalam 95% etil alkohol selama 5 menit.

2. Setelah itu dicelupkan benih tersebut didalam larutan HgCl2 0,1% selama 5 menit.
6

3. Cucilah benih beberapa kali dengan air steril.

4. Tanam benih tersebut dalam pot atau dilapangan.

5. Setelah pertumbuhan vegetatif diperoleh (umur antara 4 – 6 minggu) keluarkan akar dan

periksa pembentukan bintilnya.

Hasil Pengamatan:

No. Tanaman Jumlah Ukuran bintil Warna bintil Keterangan


yang dibongkar bintil (bh) (mm)

Pembahasan :
7

III. PENETAPAN PENAMBATAN NITROGEN DAN


KEMAMPUAN SIOMBIOSIS
Besarnya penambatan nitrogen dilakukan dengan mengukur aktivitas nitrogenase.

Pengukuran aktivitas nitrogenase dilakukan dengan metode ARA (Acetylene Reduction Assay)

dengan alat gas kromatografi. Tehnik reduksi asetilen ini sederhana, cepat dan sangat sensitif.

Gas kromatografi yang dipergunakan harus dengan spesifikasi sebagai berikut:

Kolom : 1 m baja tanah karat terial karbon aktif berukuran 60

sampai 80 mesh.

Detektor : Flame Ionization detektor (FID)

Tekanan H2 : 0,9 kg.cm-2

Tekanan O2 : 1,8 kg.cm-2

Kecepatan pembawa gas H2 dan O2 : 40 ml.menit-1

Udara tekan : 300 ml.menit-1

Suhu kolom : 140 0C

Suhu tempat injeksi : 175 0C

Kecepatan kertas pencatat : 200ml.menit-1

Cara Kerja:

1. Pisahkan biontil akar, masukkan dalam tabung penoject.

2. Keluarkan gas dalam tabung penoject 10%


8

3. Masukkan acetylene 10% dari volume penoject

4. Inkubasikan selama 30-60 menit (Tergantung dari keinginan peneliti)

5. Ambil gas dalam penoject yang diinkubasikan 1ml dengan siring.

6. Injeksikan pada alat gas kromatografi (GC), alat GC akan mengeluarkan hasil record dari

sampel (Berupa gambar)

7. Tetapkan (injeksikan) pula standar (etylene) 10ml/kg, 1ml pada GC.

8. Hitung dengan menggunakan rumus

ARA (μ mole) = L. arta sample x Vol injecsi x Vol incubasi x Cosentrasi std

L. arta std 22,4 Vol. std

Catatan:

Vol. injecsi = 1 ml

Vol. incubasi = 10ml

Vol. stander = 1ml

Consentrasi Standar (etylene) = 10 mg/kg

ARA dapat didekati dengan:

1. ARA total = μ mole/ jam/ tanaman

2. ARA specific = μ mole/jam/g berat kering bintil akar

= μ mole/jam/g berat segar bintil akar

Pembahasan :
9

IV. CARA MEMENTUKAN KEMAMPUAN SIMBIOSIS

Cara Kerja:

1. Sediakan 3 buah pot yang berisi tanah yang berkadar N rendah

2. Satu pot ditanami kedelai atau legume dengan benih diinokolasi dengan rizobium yang sesuai.

3. Satu pot ditanami kedelai atau legume dengan dipupuk nitrogen

4. Satu pot tanaman tanpa inokolasi dan tanpa pupuk nitrogen (kontrol)

5. Pelihara tanaman tersebut diatas sampai berbunga

6. Panen tanaman dengan mencari:

a. Berat kering bintil akar

b. Berat kering total tanaman

Kemampuan simbiosis atau Symbiotic capacity (Sc) dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

Sc = ( I – U )

(N – U )

Keterangan:

Sc = Symbiotic capasity

I = Berat kering tanaman yang diinokulasi

N = Berat kering tanaman tidak diinokulasi ditambah N

U = Berat kering tanaman tidak diinokulasi tanpa N

Nilai Sc ini dibagi menjadi empat katagori, yaitu:


10

E = Sangat efektif jika : Sc > 0,67

e = Efektif jika : Sc 0,33 – 0,67

e = Kurang efektif jika : Sc < 0,33

i = Tidak efektif jika : Sc </= 0 ( Suciatmih, cit Pramoto dkk., 1989).

Pembahasan :
11

V. ISOLASI MIKROBA PELARUT FOSFAT

Fosfor (P) merupakan unsur hara makro kedua setelah nitrogen yang diperlukan dalam

jumlah besar oleh tanaman. Jumlah fosfor tanah yang tersedia umumnya rendah karena ion fosfat

mudah diikat oleh komponen tanah lainnya menjadi bentuk yang tidak mudah larut. Komponen

tanah yang mampu mengikat fosfor antara lain adalah Ca2+, Fe3+, Mg2+, dan Al3+ menjadi

Ca3(PO4)2, FePO4, Mg3(PO4)2 dan AlPO4.

Beberapa kelompok mikroba tanah memiliki kemampuan untuk melarutkan P yang tidak

larut menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman. Mikroba tersebut dikenal sebagai mikroba

pelarut fosfat (MPF). Beberapa mikroba yang sering dilaporkan mampu melarutkan P adalah:

spesies pseudomonas, Mycobacterioum, Bacillus, Mycrococcus, Flavobacterium, Bacterium,

Escherichia, Aspergillus, dan Penicillium. Pelarut P oleh mikroba tersebut dilakukan dengan

melepaskan asam-asam organik seperti asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat,

malat, fumarat, tartarat, α- ketuglutarat yang mampu membentuk senyawa kompleks dengan

Ca2+,Fe2+,Fe3+, Mg2+, dan Al3+.

MPF biasanya diisolasi dengan menggunakan media spesifik yang mengandung sumber P

yang tidak mudah larut, seperti Ca3(PO4)2, AlPO4, dan FePO4. Media Pikovskaya merupakan

sal;ah satu media yang sering digunakan untuk mengisolasi MPF. Koloni MPF dalam media

Pikovskaya’s padat dicirikan oleh adanya zone terang disekitar koloni.

Tujuan pelaksanaan praktikum ini adalah agar mahasiswa:

1. Mengetahui cara mengisolasi mikroba pelarut fosfat dari dalam tanah

2. Dapat menentukan secara in vitro isolat yang potensial dalam melarutkan P dari bentuk P

yang tidak larut.


12

Bahan dan Alat :

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanah sampel dalam kondisi kapasitas

lapang, kapas, alkohol, spiritus, larutan fisiologis, dan media Pikovskaya. Komposisi media

Pikovskaya adalah sebagai berikut:

1. Glukosa 10.0 g

2. Ca3(PO4)2 5.0 g

3. (NH4)2SO4 0.5 g

4. KCl 0.2 g

5. MgSO4.7H2O 0.1 g

6. MnSO4 sedikit

7. FeSO4 sedikit

8. Ekstrak ragi 0.5 g

9. Agar 15.0 g

10. Akuadest 1000.0 ml

Alat-alat yang diperlukan dalam praktikum ini adalah bunsen, pipet, tabung reaksi, jarum ose,

dan petridish.

Cara Kerja :

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini meliputi 2 tahap, yaitu isolasi MPF dan

pengujian MPF terpilih. Kedua tahapan tersebut dilakukan invito secara aseptik.
13

Isolasi MPF:

1. Siapkan seri pengenceran tanah sampai tingkat 10-6 dalam larutan fisiologis:

a. 5 g tanah dimasukkan ke dalam 45ml larutan fisiologis kemudian kocok selama 15 menit.

b. Pipet 1 ml suspensi tanah kedalam 9 ml larutan fisiologis dalam tabung reaksi kemudian

kocok sampai tercampur rata (pengenceran 10-1)

c. Pipet 1 ml suspensi dari kepekatan 10-1 kedalam 9 ml larutan fisiologis baru (10-2), hal ini

dilakukan seterusnya sampai diperoleh tingkat pengenceran 10-6

2. Pipet masing-masing 1 ml larutan dari tingklat pengenceran 10-5 dan 10-6 kemudian masukkan

ke dalam setiap petridish yang berbeda

3. Sertakan label pada masing-masing petridish yang meuat keterangan berikut: kode tanah,

tanggal, kelompok, pengenceran.

4. Tuangkan media pikovskaya(temperatur 45 0C) masing-masing sekitar 10 ml ke dalam setiap

petridish yang telah berisi larutan seri pengenceran terpilih

5. Putar petridish masing-masing 3 kali kearah kanan dan kiri

6. Diamkan sampai media agar memadat kemudian inkubasikan petridish dalam kondisi terbalik

selama 4-7 hari.

7. Catat koloni MPF yang memiliki diameter ≥ 2 mm dan diameter zone terang ≥ 1 mm,

kemudian pilih 3 koloni terbaik berdasarkan ukuran diameter kolonidan diameter zone terang

terbesar

8. Pemurnian koloni terpilih dilakukan dengan menggoreskan sebagaian kecil koloni secara

aseptik menggunakan jarum ose pada media pikovskaya yang baru dengan metode kuadran

9. Inkubasikan kembali petridish yang memuat goresan koloni terpilih secara terbalik selama 1

minggu
14

10. Pilih koloni yang memiliki ukuran koloni dan diameter zone terang terbesar kemudian simpan

dalam media agar miring

11. Apabiola terdapat lebih dari satu koloni yang memiliki diameter sama, pilih salah satu koloni

yang memiliki diameter zone terang terbesar.

Hasil Pengamatan :

Kode Jenis Mikroba 1) Diameter (cm) Keterangan 2)

Koloni Zone Terang

Keterangan:

1. Bakteri, jamur, aktinomisetes

2. Terpilih

Pembahasan :
15

VI. PEWARNAAN AKAR UNTUK MELIHAT MVA

Mikoriza vesikular- Arbuskular (MVA) merupakan asosiasi antara cendawan tertentu

dengan akar tanaman dengan membentuk jalinan interaksi yang kompleks. Suatu simbiosis

terjadi bila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan infeksi. Proses infeksi dimulai

dengan perkecambahan spora didalam tanah. Hifa yang tumbuh melakukan penetrasi ke dalam

akar dan berkembang di dalam korteks. Pada akar yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul,

vesikula intra- interselular, hifa interna diantara sel-sel korteks dan hifa eksterna. Penetrasi hifa

dan percabangannya biasanya terjadi pada bagian yang masih mengalami proses diferensiasi dan

proses pertumbuhan. Hifa berkembang tanpa merusak sel.

Hampir semua tanaman pertanian akarnya terinfeksi cendawan mikoriza. Gramineae dan

Leguminosae umumnya bermikoriza. Jagung merupakan contoh tanaman yang terifeksi hebat

oleh mikoriza. Tanaman pertanian lainnya yang telah dilaporkan terinfeksi MVA adalah kedelai,

barley, bawang, kacang tunggak, nenas, padi gogo, pepaya, selada, singkong, dan sorgum.

Sedangkan tanaman perkebunan yang dilaporkan telah terinfeksi mikoriza adalah tabu, the,

tembakau, palem, kopi, karet, kapas, jeruk, kakao, apel dan anggur.

Untuk melihat dengan jelas apakah akar tanaman terinfeksi aikoriza atau tidak maka

dapat dilihat dengan bantuan mikroskop dengan etode pewarnaan akar (staining roots).

Bahan dan Alat:

Bahan-bahan yang diperlukan: Akar tanaman, KOH 10%, HCl 10%,Air, dan lactic glycerol blue.

Alat-alat yang diperlukan:

Timbangan, gunting, tabung reaksi, kompor, termometer, cawan petri dan mikroskop.
16

Cara kerja:

1. Ambil akar tanaman yang akan diamati dan dibersihkan dari kotorannya dengan mencuci.

2. Kering anginkan (bisa dengan memakai kipas angin).

3. Akar tesebut kemudian ditimbang 2- 3 gram.

4. Potong-potong 1-2 cm dan masukkan kedalam tabung reaksi yang cukup besar.

5. Kemudian tabung reaksi tersebut ditambah KOH 10% sampai semua akar tertutup.

6. Tabung tersebut (beserta isinya) direndam dalam iar mendidih (90 0C) selama I jam

(diletakkan sedemikian rupa sehingga air tidak masuk kedalam tabung reaksi).

7. Akar tesebut dicuci dengan air sampai bersih (pakai ayakan sebagai alas).

8. Cuci dengan HCl 10%.

9. Tambahkan kedalam tabung reaksi lactic-glycerol blue sampai semua akar tertutup.

10. Biarkan 48 jam.

11. Amati dibawah mikroskop akan telihat arbuskul, vesikula, dan hifa dari mikoriza.

Hasil Pengamatan:

Pembahasan:
17

VII. PEMBUATAN MOL (Mikroorganisme Lokal)

Penggunaan pupuk anorganik di Indonesia mampu meningkatkan hasil pertanian, namun

tanpa disadari penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus berdampak tidak baik bagi

sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, hal ini menyebabkan kemampuan tanah mendukung

ketersediaan hara dan kehidupan mikroorganisme dalam tanah menurun. Kondisi ini terjadi

karena tingkat kesuburan dan bahan organik tanah mengalami penurunan, oleh karena itu jika

tidak segera diatasi maka dalam jangka waktu tidak terlalu lama lahan-lahan tersebut tidak

mampu lagi berproduksi secara optimal dan berkelanjutan (Parnata, 2004). Solusi untuk

mengatasi masalah ini adalah mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan menerapkan sistem

pertanian organik.

Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu. Sistem

pertanian ini pada dasarnya adalah mengoptimalkan produktivitas agroekosistem secara alami

sehingga menghasilkan pangan yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Pertanian organik

bila diusahakan secara intensif dapat mengembalikan kesuburan tanah walaupun membutuhkan

waktu yang cukup lama untuk mencapai tingkat kesuburan tanah seperti pada saat sebelum

penggunaan pupuk dan pestisida anorganik yang berlebihan (Sutanto, 2002). Lahan pertanian di

Indonesia banyak yang mengalami degradasi, ditunjukkan dengan semakin menurunnya

kandungan unsur hara, dan bahan organik dalam tanah, serta meningkatnya pencemaran lahan

pertanian karena limbah pestisida. Penggunaan pestisida dalam kurun waktu yang panjang

berdampak pada kehidupan biota tanah. Pupuk kimia tertentu yang berkonsentrasi tinggi dalam

waktu yang panjang menyebabkan terjadi penurunan kesuburan tanah karena kekurangan unsur

hara lainnya terutama unsur hara mikro dan bahan organik tanah.
18

Permasalahan degradasi lahan dapat dikendalikan dengan penerapan pengolahan lahan

secara berkelanjutan melalui pemanfaatan potensi bahan organik yang berasal dari lingkungan

sekitar. Suntoro (2006) menyatakan, bahwa pupuk organik mempunyai kelebihan antara lain

meningkatkan kesuburan kimia, fisik, dan biologi tanah, serta mengandung zat pengatur tumbuh

yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Penggunaan pupuk cair dengan memanfaatkan jenis

mikroorganisme lokal (MOL) menjadi alternatif penunjang kebutuhan unsur hara dalam tanah.

Penggunaan MOL sangat murah dan efisien karena larutan MOL menggunakan bahan alami

yang terdapat di lingkungan sekitar, serta pembuatannya yang sederhana. MOL dapat bersumber

dari bermacam-macam bahan lokal, antara lain urin sapi segar, batang pisang, daun gamal, buah-

buahan, nasi basi, sampah rumah tangga, rebung bambu, serta rumput gajah juga dapat berperan

dalam proses pengolahan limbah ternak, baik limbah padat untuk dijadikan kompos, serta limbah

cair ternah untuk dijadikan Bio-urine (Masa, 2006 dalam Sutari, 2009). Limbah pertanian berupa

empelur buah kakao banyak yang tidak dimanfaatkan sehingga bisa juga digunakan sebagai

bahan baku pembuatan MOL. Larutan MOL mengandung unsur hara makro, mikro, dan

mengandung mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang

pertumbuhan, dan agen pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga baik digunakan sebagai

dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik (Purwasasmita, 2009).

Mikroorganisme Lokal ( MOL)

Mikrooganisme merupakan makhluk hidup yang sangat kecil dengan kemampuan sangat

penting dalam kelangsungan daur hidup biota di dalam biosfer. Mikroorganisme digolongkan ke

dalam golongan protista yang terdiri dari bakteri, fungi, protozoa dan algae ( Darwis dkk., 1992).

Mikroorganisme lokal (MOL) adalah hasil fermentasi yang berbahan dari berbagai

sumber daya yang tersedia setempat. MOL mengandung unsur mikro dan makro dan juga
19

mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang tumbuhan,

dan sebagai pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik

sebagai decomposer, pupuk hayati dan sebagai pestisida organik terutama fungisida

(Purwasasmita, 2009).

Menurut Hadinata (2008), bahan utama dalam pembuatan MOL terdiri dari tiga

komponen antara lain : (1) karbohidrat berasal dari air cucian beras, nasi basi, singkong, kentang,

gandum, rebung, rumput gajah, dan daun gamal; (2) glukosa dari gula merah, cairan gula pasir,

dan air kelapa; (3) sumber mikroorganisme berasal dari keong mas, kulit buah-buahan, air

kencing, dan terasi.

Mikrooganisme membutuhkan sumber energi, sumber nitrogen, vitamin dan mineral

untuk dapat tumbuh dan berfungsi secara normal, komponen – komponen tersebut diperoleh dari

bahan yang akan ditambahkan padda saat pembuatan MOL. Bahan-bahan tersebut mempunyai

kandungan gizi yang cukup tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi bagi

pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Fardiaz (1992), semua mikroorganisme yang tumbuh

pada bahan-bahan tertentu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhan dan metabolismenya.

Mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada suatu bahan dapat menyebabkan berbagai

perubahan pada komposisi kimia dan perubahan lain yang dapat dilihat dari luar, misalnya

perubahan warna, pembentukan lendir, pembentukan endapan dan kekeruhan, pembentukan gas,

aroma asam, aroma alkohol, aroma busuk dan beberapa perubahan lainnya.

Air kelapa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme selama

proses fermentasi karena air kelapa mengandung 7,27% karbohidrat; 0,29% protein, glukosa
20

1,7-2,6% (Budiyanto, 2002). Kandungan glukosa yang terdapat pada air kelapa sangat baik

sebagai sumber energi bagi mikoorganisme dalam pembuatan MOL.

Kualitas Larutan MOL

Bahan organik memiliki peranan penting sebagai sumber karbon, dalam pengertian luas

sebagai sumber pakan, dan juga sebagai sumber energi untuk mendukung kehidupan dan

berkembangbiaknya berbagai jenis mikroba tanah (Sisworo, 2006). Penurunan kandungan bahan

organik tanah menyebabkan mikroba dalam tanah mengalami defisiensi. Larutan MOL adalah

larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat.

Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang

berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai pengendali

hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai dekomposer, dan

pupuk hayati (Purwasasmita, 2009).

Larutan MOL harus mempunyai kualitas yang baik sehingga mampu meningkatkan

kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman secara berkelanjutan. Dale (2003), menyatakan

bahwa kualitas merupakan tingkat yang menunjukkan serangkaian karakteristik yang melekat

dan memenuhi ukuran tertentu. Faktor-faktor yang menentukan kualitas larutan MOL antara lain

media fermentasi, kadar bahan baku atau substrat, bentuk dan sifat mikroorganisme yang aktif di

dalam proses fermentasi, pH, temperatur, lama fermentasi, dan rasio C/N larutan MOL

(Suriawiria,1996; Hidayat, 2006).

Harizena (2012), menyimpulkan bahwa kualitas MOL yang baik terdapat pada komposisi

bahan baku yang tinggi. Total populasi bakteri, total populasi jamur dan kandungan N-total

tertinggi terdapat pada perlakuan MOL nasi basi dan MOL empelur buah kakao dengan
21

konsentrasi 300 g nasi basi dan 300 g empelur buah kakao. Semakin banyak bahan organik yang

dirombak maka proses perkembangbiakan mikroorganisme juga akan meningkat sehingga

kandungan N-total yang terbentuk mengalami peningkatan dan penelitian Muriani (2011)

menyimpulkan bahwa MOL daun gamal dengan konsentrasi 300 g daun gamal dan lama

fermentasi tiga minggu memberikan kualitas larutan MOL yang baik digunakan sebagai pupuk

cair. Hasil penelitian laboratorium fakultas MIPA IPB, Bogor (2011), dan laboratorium EMROC

INC Japan (2007), menyimpulkan bahwa Effective Microorganism (EM-4) mengandung bakteri

pelarut fosfat 7,5 x 106 spk mL-1, Lactobacillus 8,7 x 105 spk mL-1, nitrogen 0,07 ppm, kalium

7.676 ppm, phosphor 3,22 ppm, C-organik 27,05 ppm yang baik digunakan sebagai aktivator

pembuatan kompos.

Kegunaan Larutan MOL

Lahan pertanian di Indonesia banyak yang mengalami degradasi, ditunjukkan dengan

semakin menurunnya kandungan unsur hara, dan bahan organik dalam tanah, serta meningkatnya

pencemaran lahan pertanian karena limbah pestisida. Penggunaan pupuk cair dengan

memanfaatkan jenis mikroorganisme lokal (MOL) menjadi alternatif penunjang kebutuhan unsur

hara dalam tanah. MOL daun gamal dikatakan sebagai pestisida nabati karena daun gamal

berfungsi sebagai pengendali hama ulat dan hama penghisap (kutu), sebagai akarisida

(pengendali tungau) dan fungisida. MOL daun gamal selain sebagai pestisida nabati juga dapat

digunakan penyubur tanaman karena MOL daun gamal mengandung unsur N yang cukup

(Lianti, 2012).

Harizena (2012), menyimpulkan bahwa MOL nasi basi dengan konsentrasi 300 g nasi

basi baik digunakan sebagai aktivator pembuatan kompos sampah rumah tangga dan Penelitian
22

Muriani (2011), menyimpulkan bahwa MOL daun gamal dengan konsentrasi 300 g daun gamal

dan lama fermentasi tiga minggu memberikan kualitas larutan MOL yang baik digunakan

sebagai pupuk cair.

Fermentasi

Fermentasi merupakan aktivitas mikroorganisme baik aerob maupun anaerob yang

mampu mengubah atau mentransformasikan susunan struktur molekul menjadi lebih sederhana

(Rahman,1989). Selanjutnya Winarno (1980) mengemukakan bahwa fermentasi dapat terjadi

karena ada aktivitas mikroorganisme penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai,

proses ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan tersebut. Mikroorganisme merupakan

faktor utama dalam proses fermentasi sehingga harus memenuhi syarat- syarat tertentu antara

lain mikrooganisme harus mampu menghasilkan perubahan-perubahan senyawa yang

dikehendaki secara optimal, mempunyai sifat-sifat yang tetap, dan tidak mengalami perubahan

karena nutrisi atau lingkungan.

Bakteri lebih menyukai pH netral, sedangkan jamur aktif pada pH asam. Pada umumnya

pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh faktor substrat, kelembaban, suhu, derajat keasaman

substrat (pH), dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya (Gandjar, 2006). Perubahan pH

pada tahap awal fermentasi larutan MOL hingga akhir fermentasi larutan MOL menunjukkan

proses fermentasi berjalan dengan baik. Hal ini menunjukkan aktivitas mikroorganisme, baik

bakteri maupun jamur adalah optimum. Derajat keasaman pada awal proses fermentasi akan

mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam proses fermentasi

mengubah bahan organik menjadi asam organik. Proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis
23

lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk sehingga memiliki derajat

kemasaman yang tinggi (Djuarnani dkk., 2005).

A. MEMBUAT MOL DARI DAUN GAMAL

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan adalah :

1. Daun gamal (daun gamal tua dan daun gamal muda) 500 g

2. Gula merah 100 g

3. Air kelapa 1 liter.

Alat yang dipergunakan adalah : stoples plastik, gelas ukur, Botol aqua, selang plastic,

blender, saringan , spidol, pisau, timbangan , erlenmeyer, pH meter, beaker glass,

Pembuatan Larutan MOL

Larutan MOL dibuat dengan mencampurkan air kelapa dengan daun gamal yang telah

dihaluskan dengan blender, kemudian ditambahkan dengan gula merah. Larutan MOL yang telah

tercampur dimasukkan ke dalam stoples plastik kemudian ditutup dengan tutup stoples dan

difermentasikan sesuai perlakuan yaitu satu minggu, tiga minggu, dan lima minggu. Setelah

fermentasi larutan tersebut disaring ke dalam Erlenmeyer. Hasil saringan merupakan larutan

MOL yang siap dipakai sebagai dekomposer dan juga sebagai pupuk hayati.
24

Hasil Pengamatan

1. Warna

2. Bau

3. Total mikroorganisma

Pembahasan:
25

B. PEMBUATAN MOL DARI NASI BASI, PISANG DAN

EMPULUR BUAH KAKAO

Pembuatan MOL,

-Penyiapan 1 liter air kelapa

-300 g nasi basi, pisang busuk serta empulur buah kakao yang telah dihaluskan

-Penambahan 200 g gula aren dan 100 mL urine sapi.

-Stoples yang telah terisi bahan-bahan MOL tersebut ditutup dan diinkubasikan selama

tiga minggu.

Hasil Pengamatan

1. Warna

2. Bau

3. Total mikroorganisma

Pembahasan:
26

VIII. APLIKASI PUPUK HAYATI


(MOL)
Bahan yang diperlukan:

1. Tanah yang telah diayak dengan ayakan 1 Cm

2. Benih kedelai

3. MOL (larutan Mikroorganisme Lokal)

Alat-alat yang diperlukan:

1. Kantong plastic

2. Ayakan Tanah

3. Cangkul

4. Timbangan

Cara Kerja:

1. Ambil tanah di lapangan kemudian diayak dengan ayakan 1 Cm.

2. Masukkan 3 kg tanah yang telah diayak ke dalam masing- masing

polibag (6 polibag).

3. Tambahkan air secukupnya kedalam tanah dalam polibag (kondisi tanah

dalam keadaan kapasitas lapang/ tidak becek tapi lembab).


27

4. Berikan berikan pupuk hayati (MOL) dengan dosis 100 cc/polibag ( 3

polibag) dan 3 polibag yang lainnya tanpa ditambah MOL (sebagai

Kontrol).

5. Tanam benih kedelai pada tanah dalam polibag sedemikian rupa

sehingga dalam satu polibag ada 4 tanaman.

6. Pelihara Tanaman sampai berumur 4 minggu.

7. Setelah 4 minggu tanaman dipanen.

Pengamatan:

Para meter tanaman yang diamati adalah:

1. Tinggi tanaman (Cm)

2. Jumlah Daun (lembar)

3. Julah Cabang (buah)

4. Jumlah Bintil Akar (Efektif dan Tidak efektif)

5. Berat Bintil akar (efektif dan tidak efektif)

6. Berat total Tanaman g)

Hasil Pengamatan:

Pembahasan:
28

IX. PEMBUATAN KOMPOS DAN BOKASHI

A.KOMPOS (aerob)

Kompos dapat diartikan sebagai pupuk organik yang telah mengalami proses

perombakan secara sempurna oleh mikroorganisme pengurai, berwarna kehitam-hitaman dan

berstruktur lemah, serta mempunyai nisbah C/N yang rendah mendekati nisbah C/N tanah.

Kualitas kompos masih sulit untuk didefinisikan karena mencakup jenis dan komposisi

bahan baku, proses dan kandungan hara pada hasil akhirnya. Satu hal yang pasti kita ketahui

kompos yang baik apabila pengurainya telah berhenti yang biasanya memakan waktu 3-4 bulan,

butirannya halus berwarna coklat kehitaman dan mempunyai perbandingan C/N yang rendah

yaitu mendekati nisbah C/N tanah (Lingga,1991). Sekarang telah telah dibuat MOL

(Mikroorganisme Lokal) atau Dekomposer atau Bioaktivator. Dengan menggunakan bahan ini

maka proses pengomposan akan bias dipercepat sehingga diperlukan waktu 20 – 40 hari.

Bahan-bahan:

Bahan Baku:

1. Sampah organik (80%)

2. Pupuk Kandang (10%)

3. Dedak (10%)

Larutan:

1. MOL (mikroorganisme Lokal) atau Dekomposer lainya

2. Gula

3. Air
29

Cara kerja:

1. Sampah organik dipotong-potong atau dirajang dengan panjang kurang lebih 3-5 cm.

2. Sampah yang telah dipotong tadi ditambah Pupuk kandang dan dedak, kemudian diaduk

merata.

3. Campuran tersebut di atas ditambah larutan yang terdiri dari Dekomposer, gula dan air

secukupnya, sehingga diperoleh adonan bahan kompos.

4. Adonan tersebut di atas disiram dengan air sampai kandungan air kurang lebih 30-40%.

Kemudian dimasukkan kedalam karung goni.

5. Simpan /diinkubasikan ditempat teduh.

6. Kandungan air atau kelembaban dan suhu harus tetap dijaga. Suhu jangan sampai

melebihi 50 0C.(Kelembaban dan suhunya dicek setiap 3 hari).

7.Bila suhu melebihi dari 50 0C , adonan yang ada dalam karung goni tadi di keluarkan

kemudian dilakukan pengadukan kemudian dimasukkan kembali kedalam karung.

Pengamatan Suhu :

Suhu
Hari pengamatan
kompos C/N Rasio Keterangan
(Umur kompos) 0
( C)

dst
30

Karakteristik Kompos :

Umur Karakteristik
Kompos
(Minggu) pH C/N Rasio Warna Bau/aroma struktur

12

15

18

dst

Pembahasan:
31

A. BOKASHI (an aerob)

Bokashi adalah hasil fermentasi bahan organik (Jerami, sampah organik, pupuk kandang)

dengan teknologi EM yang dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk menyuburkan tanah

dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Bokashi dapat dibuat dalam beberapa

hari dan bisa langsung digunakan sebagai pupuk.

Setiap bahan organik akan yang terfermentasi oleh mikroorganisme fermentasi (EM)

dalam kondisi semi anarobik/anaerobik pada suhu 40-50 0C. Hasil fermentasi bahan organik

berupa senyawa organik sangat mudah diserap oleh perakaran tanaman.

Bahan:

1. Jerami 200 kg termasuk berbagai jenis rumput/pupuk hijau dipotomg-potong sepanjang 5-10

cm

2. Dedak 10 kg

3. Sekam 200 kg

4. Gula pasir 10 sendok makan

5. EM4 200 ml (20 sendok makan)

6. Air secukupnya

Cara Pembuatan:

1. Larutkan EM4 dan gula kedalam air

2. Jerami, sekam dan dedak di campur secara merata


32

3. Siramkan larutan EM4 secara perlahan-lahan kedalam adonan secara merata sampai

kandungan air adonan mencapai 30%. Bila adonan dikepal dengan tangan, air tidak keluar

dari adonan dan bila kepalan dilepas maka adonan akan megar

4. Adonan digundukkan diatas ubin yang kering dengan ketinggian 15-20 cm, kemudian

ditutup dengan karung goni, selama 3-4 hari

5. Pertahankan suhu gundukan adonan 40-50 0C. Jika suhu lebih dari 50 0C, bukanlah karung

penutup dan gundukan adonan dibalik-balik, kemudian ditutup lagi dengan karung goni.

Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan Bokashi menjadi rusak karena terjadi proses

pembusukan pengecekan suhu dilakukan setiap 5 jam

6. Setelah 4 hari, Bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk

organik.

Pengamatan Suhu :

Suhu
Hari pengamatan
Bokashi C/N Rasio Keterangan
(Umur Bokashi)
( 0C)

12

15

dst
33

Karakteristik Bokashi :

Umur Karakteristik
Bokashi
pH C/N Rasio Warna Bau Tekstur
(Minggu)

12

15

18

dst

Pembahasan:
34

X. PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR

TEMPAT: Kebun Percobaan FP Unud Jln. Pulau Moyo Denpasar

BAHAN BAHAN:

1. Limbah budidaya pisang : (masing-masing 10 kg)

a. Batang pisang tua (sehabis panen)

b. Jantung pisang beserta tangkainya

c. Batang pisang yang belum menghasilkan buah

d. Anakan pisang/yang baru tumbuh

2. Limbah Ternak Sapi/ Kotoran Sapi (5 kg)

3. Stater Mikrobia dari MOL (50 cc) dan Larutan terasi 25 CC.

4. Larutan Gula aren (50 CC)

AlAT-ALAT:

1. Ember besar lengkap dgn tutup

2. Karung goni

3. Ember untuk membuat adonan

CARA KERJA:

1. Limbah budidaya pidang di potong-potong kuran lebih 1-2 Cm

2. Potongan limbah tersebut ditaruh dalam ember besar kemudian dicampur dengan

kotoran sapi.

3. Campuran di atas (no.2) dimasukkan kedalam karung goni.


35

4. Siapkan Ember yang ada tutupnya, kemudian diisi air 5 liter. Masukkan sater

mikribia dan larutan gula aren.

5. Masukkan karung goni (No. 3) kedalam ember yang berisi larutan mikrobia dan

larutan gula (No.4).

6. Tambahkan air secukupnya sehingga karung terendam seluruhnya.

7. Tutup ember tersebut dan di inkubasikan selama 7 hari ditempat yang tidak kena sinar

matahari langsung.

PENGAMATAN:

1. Pengamatan dilakukan setelah inkubasi 7 hari dan 14 hari.

2. Sebelum pengamatan karung goni diangkat dan ditaruh kembali dalam ember

dilakukan 4-5 kali, yg bertujuan agar laturan tercampu merata.

3. Pada pengamatan inkubasi 14 hari: lakulan langkah seperti No.2 dan kemudian

bahan dalam karung diperas agar semua larutan keluar.

4. Larutan yang didapat merupakan Pupuk Organik Cair Yang Berkualitas, dan siap

untuk diaplikasikan di tanah atau disemprotkan pada tanaman.

5. Data yang harus dicari pada saat pengamatan mengikuti Tabel berikut:

6. Tabel Pengamatan:

No Bahan Warna Aroma/Bau Tingkat Total Populasi Populasi


Pupuk kekeruhan Pop M Baketri Jamur
O
1 a.

2 b.

3 c.

4 d.
36

Pembahasan:
37

XI. TEKNOLOGI PEMBUATAN DAN APLIKASI BAKTERI PEMACU

PERTUMBUHAN TANAMAN (PGPR)

Pembangunan pertanian yang memanfaatkan komponen lokal untuk peningkatan

produksi dan ramah lingkungan haruslah didukung dan diaplikasikan di tingkat petani.

Salah satu komponen lokal tersebut adalah dengan memanfaatkan kelompok bakteri (dalam

bentuk PGPR) dan hormon-horman yang mampu mengatur pertumbuhan tanaman (dalam

bentukZPT).

Di tanah, beberapa populasi bakteri tertentu, yang disebut tanaman yang mempromosikan

pertumbuhan rhizobakteri mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan/atau mengurangi

timbulnya penyakit tanah. Kelompok bakteri ini bermanfaat dalam memacu pertumbuhan

tanaman dan mampu berperan dalam pengendalian beberapa penyakit tanaman dikarena

aktivitasnya. Kelompok bakteri yang ada di akar ini dapat dimanfaatkan dalam suatu produk

yaitu PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria).

Hormon atau zat yang mampu memberikan pengaruh terhadap pengaturan pertumbuhan

tanaman merupakan potensi besar dalam memproduksi suatu komoditi pertanian. Hormon atau

zat tersebut dapat dikelola dalam bentuk ZPT (zat pengatur tumbuh.

Dalam dunia pertanian, penggunaan hormon tumbuhan atau dikenal juga dengan istilah ZPT

merupakan faktor pendukung yang dapat memberikan kontribusi besar dalam keberhasilan usaha

budidaya pertanian. Namun, penggunaan hormon ini harus dilakukan dengat tepat. Pemahaman

mengenai fungsi dan peran hormon terhadap laju pertumbuhan maupun perkembangan tanaman

sangatpenting.
38

Pemanfaatan PGPR dan ZPT oleh petani dapat mengurangi pemakaian produk-produk

buatan/industri dengan fungsi yang sama. Produk PGPR dan ZPT akan aman untuk

lingkungan.

Pengertian PGPR (Plant Growth Promoting RHIZOBAKTERI)

PGPR adalah sejenis bakteri yang hidup di sekitar perakaran tanaman. Bakteri tersebut

hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan

mikroorganisme ini akan sangat baik. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi

tanaman dan pertumbuhannyaRhizobakteria pemacu tumbuh tanaman (RPTT) adalah kelompok

bakteri yang menguntungkan yang agresif menduduki (mengkolonisasi) rizosfir (bagian

perakaran). Aktivitas RPTT menguntungkan bagi tanaman baik langsung maupun secara tidak

langsung. Pengaruh langsung RPTT didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan

memobilisasiatau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis

dan mengubah konsentrasi fithothormon pemacu tumbuh. Sedangkan tidak langsungnya

berkaitan dengan kemampuan menekan aktivitas patogen dengan menghasilkan berbagai

senyawa atau metabolit seperti antibiotik.Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada

rhizosfer akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tumbuh tanaman (plant

growthpromoting rhizobacteria = PGPR). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping

(1) menambat N2 , juga; (2) menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin,

etilen, dan lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan glukanase, kitinase,

sianida memproduksi siderofor; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999;

Glick et al., 1995; Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR) pertama kali diteliti oleh

Kloepper dan Scroth (1982) untuk menggambarkan bakteri tanah yang mendiami daerah

perakaran tanaman yang diinokulasikan ke dalam benih dan ternyata meningkatkan pertumbuhan
39

tanaman. Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Kloepper dan Scroth (1982) , PGPR mengalami

perkembangan yang sangat cepat, terutama pada beberapa tahun terakhir. PGPR berada Disekitar

Akar, akar adalah sumber kehidupan, disana terjadi pertukaran udara, unsur hara, dekomposisi

dll. Fungsi PGPR bagi tanaman yaitu mampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar serta

mampu mengurangi penyakit atau kerusakan oleh serangga. Fungsi lainnya yaitu sebagai

tambahan bagi kompos dan mempercepat proses pengomposan. Pengurangan pestisida dan rotasi

penanaman dapat memacu pertumbuhan populasi dari bakteri – bakteri yang menguntungkan

seperti PGPR.

Aplikasi PGPR mampu mengurangi kejadian dan keparahan penyakit. Beberapa bakteri PGPR

yang diinokulasikan pada benih sebelum tanam dapat memberi pertahanan pada tudung akar

tanaman. Hal inilah yang membuat bakteri PGPR mampu mengurangi keparahan dari penyakit

dumping-off (Pythium ultimatum) di tanaman. Beberapa bakteri PGPR mampu memproduksi

racun bagi patogen tanaman, misalnya bakteri Bacillus subtilis mampu melawan cendawan

patogen. PGPR dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman melalui : produksi hormon

pertumbuhan kemampuan fiksasi N untuk peningkatan penyediaan N tanah, penghasil osmolit

sebagai osmoprotektan pada kondisi cekaman kekeringan dan penghasil senyawa tertentu yang

dapat membunuh patogen tanaman (Kloepper, 1993).

Menurut Lalande et al. (1989), Pseudomonas sp. mampu menghasilkan hormon pemacu

pertumbuhan tanaman yang dapat meningkatkan berat kering tanaman jagung mencapai 9%,

sedangkan Salmonella liquefaciens meningkatkan berat kering mencapai 10% dan Bacillus sp.

meningkatkan berat kering mencapai 7% lebih tinggi dibanding kontrol.


40

Promoting Rhizobakteri adalah sejenis bakteri yang hidup di sekitar perakaran tanaman.

Bakteri tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan

mikroorganisme ini akan sangat baik. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi

tanaman dan pertumbuhannya. Akar adalah sumber kehidupan, disana terjadi pertukaran udara,

unsure hara, dekomposisi dan lain-lain.

Fungsi PGPR

Fungsi PGPR bagi tanaman yaitu mampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar serta mampu

mengurangi penyakit atau kerusakan oleh serangga. Fungsi lainnya yaitu sebagai tambahan bagi

kompos dan mempercepat proses pengomposan. Pengurangan pestisida dan rotasi penanaman

dapat memacu pertumbuhan populasi dari bakteri – bakteri yang menguntungkan seperti PGPR.

Inokulasi benih

Ada banyak cara untuk menambah pertumbuhan tanaman. Salah satunya adalah dengan

menginokulasikan agens hayati untuk membantu tanaman dalam memperoleh unsur – unsur hara

yang dibutuhkan, misalnya untuk menambah nitrogen bisa diinokulasikan bakteri Rhizobium

agar mampu memfiksasi nitrogen bebas. Cara inokulasi ini juga memungkinan untuk menambah

manfaat nutrisi lainnya seperti menambah larutan phosphat, oksidasi belerang, melelehkan besi

dan tembaga.

Kandungan phosphor sangat terbatas bagi pertumbuhan tanaman. Meskipun di alam jumlahnya

melimpah, tetapi masih dalam bentuk batuan yang keras, sehingga manfaat bagi tanaman sangat

terbatas. PGPR mampu berperan sebagai bakteri pelarut phosphate. Kelompok bakteri PGPR ini

yaitu Bacillus, Rhizobium dan Pseudomonas.


41

Ada empat nutrisi utama yang dibutuhkan tanaman setelah N, P dan K adalah belerang (S).

Unsur belerang juga tidak bisa langsung diserap oleh tanaman, tetapi harus melalui proses

transformasi / oksidasi oleh bakteri sebelum diserap oleh tanaman. Kelompok bakteri yang

mampu mengoksidasi belerang ini ialah kelompok bakteri yang hidup di tanah. Inokulasi pada

benih tanaman yang membutuhkan unsur belerang tinggi, cukup berhasil menggunakan bakteri

PGPR.

Kelebihan PGPR

Aplikasi PGPR mampu mengurangi kejadian dan keparahan penyakit. Beberapa bakteri PGPR

yang diinokulasikan pada benih sebelum tanam dapat memberi pertahanan pada tudung akar

tanaman. Hal inilah yang membuat bakteri PGPR mampu mengurangi keparahan dari penyakit

dumping-off (Pythium ultimatum) di tanaman. Beberapa bakteri PGPR mampu memproduksi

racun bagi patogen tanaman, misalnya bakteri Bacillus subtilis mampu melawan cendawan

patogen.

Berikut kelebihan dari PGPR diantaranya :

– Menambah fiksasi nitrogen di tanaman kacang – kacangan

Memacu pertumbuhan bakteri fiksasi nitrogen bebas

– Meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi dan tembaga

– Memproduksi hormon tanaman

Menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan

– Mengontrol hama dan penyakit tumbuhan

TantanganPGPR

Ada beberapa kekurangan dalam produksi PGPR ini diantaranya :


42

Kekonsistenan pengaruh bakteri PGPR di laboratorium dengan di lapangan kadang – kadang

berbeda.

Bakteri ini harus dapat diperbanyak dan diproduksi dalam bentuk yang optimum baik vialibilas

maupun biologinya selama diaplikasikan di lapangan. Beberapa bakteri PGPR harus dilakukan

re-inokulasi setelah diaplikasikan di lapangan seperti Rhizobia.

Tantangan lainnya berkaitan dengan regulasi / kebijakan suatu negara. Di beberapa negara

kontrol terhadap produksi agens antagonis ini sangat ketat. Walaupun produk tersebut tidak

berefek negatif pada manusia.

Cara Membuat PGPR

Biang PGPR

Biang PGPR dibuat dari akar bambu sekira 250 gram yang direndam dalam air selama tiga tiga

malam.

Bahan:

– 20 liter air

– 1/2 kg dedak/bekatul

– Terasi

– 1 sdm air kapur sirih

Cara membuat:

– Campur semua bahan, kemudian didihkan.

– Setelah dingin, campurkan 1 liter “biang PGPR”. Tutup rapat. Diamkan satu hingga dua

mingggu.
43

PGPR kelapa

Selain cara di atas, biang PGPR juga dapat dikembangkan menggunakan air kelapa segar

ditambah gula merah (tetes tebu lebih baik) dan kemudian difermentasi selama seminggu.

Aplikasi PGPR

PGPR dan PGPR kelapa yang telah jadi dapat diaplikasikan ke tanah sekitar tanaman dengan

perbandingan; 200 cc PGPR untuk 14 Liter air.

Benih yang direndam PGPR dapat merangsang pertumbuhan akar.

PERBANYAKAN PGPR

Jenis Bakteri : Pseudomonas fluerescens dan Bacillus polimixa

1. Bahan

– Terasi 100 grm

– Kapur 50 grm

– Dedak halus 100 grm

– Air 10 lt

– Gula pasir 150 grm

– Biang (inokulum) PGPR

2. Cara

– Terasi, dedak halus, gula pasir, dan kapur direbus dalam air.

– Setelah mendidih didinginkan dalam suhu kamar, kemudian disaring.


44

– Masukkan biang PGPR ke dalam air hasil saringan,

– selanjutnya diinkubasikan selama 3 hari dan siap untuk diaplikasikan.

3. Aplikasi

– PGPR yang telah diinkubasi selama 3 hari, dapat diaplikasikan untuk tanaman.

– Encerkan terlebih dahulu dengan perbandingan 200 cc larutan PGPR dalam 20 liter air.

– Hasil pengenceran dapat dikocorkan pada tanaman dengan konsentrasi 200 cc per tanaman

(umur 1 bulan setelah tanam atau 40 hari setelah tanam).

– Aplikasi dianjurkan pada sore hari setelah pukul 15.00 WIB atau pagi hari sebelum pukul

09.00 WIB.

– Untuk pembenihan, rendam terlebih dahulu bibit yang akan disemai dalam larutan PGPR

selama 10 menit, kemudian disemai.

– Sedangkan untuk bibit yang akan dipindah tanam, terlebih dahulu dicelupkan dalam larutan

PGPR selama 10 menit, selanjutnya siap untuk ditanam.


45

DAFTAR PUSTAKA

1. Dana Atmaja . 2010. Buku Ajar Bioteknologi Tanah tahun 2010. Jurusan
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Unud.
2. http://www.acclaimimages.com/_gallery/_image_pages/0515-1004-0904-2531.html

3. http://www.acclaimimages.com/_gallery/_image_pages/0515-1004-0904-2531.html

4.http://indonesiabertanam.com/2015/01/05/fungsi-pgpr-dan-cara-membuat-pgpr-serta-

aplikasi-ke-tanaman/.

Anda mungkin juga menyukai