PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Fisiologi
2.2 DEFINISI
Istilah kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu
yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus
koledokus, atau pada keduanya. Sebagian besar batu empedu, terutama
batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis).
Kalau batu kandung empedu ini berpindah ke dalam daluran empedu
ekstrahepatik disebut batu saluran empedu sekunder atau
koledokolithiasis sekunder.
Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu,
gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk
pembentukan batu didalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang berbentuk di dalam kandung empedu.
3. Batu Campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana
mengandung 20-50% kolesterol.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Penyakit batu empedu merupakan salah satu mesalah yang paling
umum yang mempengaruhi saluran pencernaan. Laporan otopsi
menunjukkan prevalensi batu empedu dari 11% menjadi 36%.
Prevalensi batu empedu berhubungan dengan banyak faktor, termasuk
usia, jenis kelamin, dan latar belakang etnis. Kondisi tertentu
predisposisi yang pengembangan batu empedu. Obesitas, kehamilan,
faktor makanan, penyakit Crohn, reseksi ileum terminal, operasi
lambung, sferositosis herediter, penyakit sel sabit, dan thalasemia yang
semua berhubungan dengan peningkatan resiko mengembangan batu
empedu.
Wanita 3 kali lebih mungkin untuk mengembangkan batu empedu
dibandingkan laki-laki, dan kerabat tingkat pertama pasien dengan batu
empedu memiliki prevalensi 2 kali lipat lebih besar. 6
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang
penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan
perhatian diklinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih
terbatas.
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering
ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa.
Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan.6
Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak
mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan
hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala simptomatik batu empedu
mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada
episode selanjutnya. Resiko penyandang batu empedu untuk mengalami
gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu
empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka
resiko untuk mengalami masalah dan penyulit masalah dan penyulit
akan terus meningkat. 6
Dinegara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga
disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran
empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intrahepatik
atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran
empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
dibandingkan dengan pasien di negara Barat. 6
2.4 ETIOLOGI
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik
dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol,
3% protein dan 0,3% bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum
diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu,
komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya
tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk
endapan di luar empedu.
2.6 PATOFISIOLOGI
Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran
empedu dari awal percabangan duktus hepatikus dextra dan sinistra
meskipun percabangan tersebut mungkin terdapat diluar parenkrim
hati. Satu tersebut umumnya berupa batu pigmen yang berwarna
coklat, lunak, bentuk seperti lumpur dan rapuh. Hepatolitiasis akan
menimbulkan kolangitis piogenik rekurens atau kolangitis oriental
yang sering sulit penanganannya.
Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus
melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus
sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu
secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik
empedu. Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang
sempit dan dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat
menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus dan striktur. Kalau
batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar
atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu
duktus sistikus.
Kolelitiasis asimptomatik biasanya diketahui secara kebetulan,
sewaktu pemeriksaan ultrasonografi, pembuatan foto polos abdomen,
atau perabaan sewaktu operasi. Pada pemeriksaan fisik dan
laboratorium tidak ditemukan kelainan.
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis batu empedu simtomatik atau kolesistitis kronis
tergantung pada kehadiran gejala-gejala yang khas dan demonstrasi
batu pada pencitraan diagnostik. USG abdomen adalah tes diagnostik
standar untuk batu empedu. Batu empedu kadang-kadang diidentifikasi
pada radiografi abdomen atau CT-scan. Dalam kasus ini, jika pasien
memiliki gejala yang khas, USG kantong empedu dan saluran bilier
harus ditambahkan sebelum intervensi bedah. Batu dapat diagnosis
kebetulan pada pasien tanpa gejala harus dibiarkan di tempat seperti
yang dibahas sebelumnya di anamnesa. Kadang-kadang, pasien dengan
serangan khas nyeri bilier tidak memiliki bukti batu pada ultrasonografi.
Kadang-kadang hanya lumpur di kantong empedu ditunjukkan pada
ultrasonografi. Jika pasien memiliki serangan nyeri bilier yang khas dan
lumpur terdeteksi pada dua atau tiga kali, kolesistektomi dibenarkan.
Selain sludge dan batu, cholesterolosis dan adenomyomatosis dari
kantong empedu dapat menyebabkan gejala empedu yang khas dan
dapat dideteksi pada ultrasonografi. Cholesterolosis disebabkan oleh
akumulasi kolesterol dalam makrofag di mukosa kandung empedu,
baik secara lokal atau polip. Ini menghasilkan penampilan makroskopik
klasik dari “Strawberry kandung empedu”. Adenomyomatosis atau
kolesistitis glandularis proliferans adalah dikarakterisasikan pada
mikroskop oleh hipertrofi bundel otot polos dan dengan ingrowths dari
kelenjar mukosa ke dalam lapisan otot (pembentukan sinus epitel).
Polip granulomatosa berkembang di lumen di fundus, dan dinding
kandung empedu menebal dan septae atau striktur dapat dilihat
dikantong empedu. Pada pasien simptomatik, kolesistektomi adalah
pengobatan pilihan untuk pasien dengan kondisi ini.
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang
bersifat radiopak. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto
polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.1
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras
cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk
melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran
batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,
muntah, kadar bilirubin serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapat hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada
penilaian fungsi kandung empedu.1
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolelitiasis akut yang
dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik,
ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis piogenik, fisitel
bilienterik, ileus batu empedu, ankreatitis dan perubahan keganasan.
Batu empedu dari ductuc koledokus dapat masuk ke dapat
duodenum melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi,
perlukaan mukosa, peradangan, udem, dan striktur papila Vater.
1. Kolesistitis Akut
Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan
duktus sistikus oleh batu yang terjebak di dalam kantung Hartmann,
komplikasi ini terjadi pada penderita kolelitiasis 5%.
Gambaran klinis, berupa nyeri akut di perut kuadran kanan
atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah scapula.
Pada kolelitiasis, nyeri menetap dan disertai dengan tanda
rangsangan peritoneal berupa nyeri tekan, lepas dan defans muscular
otot dinding perut. Kandung empedu yang membesar dan dapat
diraba. Pada seluruh penderita dapat disertai mual dan muntah. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit meningkat
dalam batas normal.
Pada pemeriksaan USG kolesistitis akut ialah sering
ditemukan batu, penebalan dinding kandung empedu, hidrops dan
kadang-kadang terlihat ekocairan di sekelilingnya yang menandakan
adanya perikolesistitis atau perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada
penekanan dengan transduser yang dikenal sebagai Morgan Sign
positif atau positif transducer sign.9
2. Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik merupakan kelainan kandung empedu
yang paling umum ditemukan. Penyebabnya adalah hampir selalu
batu empedu. Diagnosis kolesistitis kronik adalah kolik bilier,
dyspepsia dan ditemukan batu kandung empedu pada pemeriksaan
ultrasonografi. Nyeri kolik bilier yang khas dapat dicetuskan oleh
makanan berlemak dan khas kolik bilier dirasakan diperut kanan
atas, dan nyeri alih ke titik biasa.
Kandung empedu sering tidak atau sukar terlihat. Dinding
menjadi sangat tebal dan ekocairan lebih terlihat hiperekoik. Sering
terdapat pada kolesistisis kronik lanjut dimana kandung empedu
sudah mengisut (contracted gallbladder). Kadang-kadang hanya eko
batunya saja yang terlihat pada fossa vesika felea.9
3. Keganasan
Insiden tumor ganas primer saluran empedu pada penderita
dengan kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada perempuan dan laki-
laki tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata pada 60 tahun, jarang
pada usia muda. Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada
duktus hepatikus atau duktus koledokus. Gambaran histologik tumor
dapat murni sebagai adenokarsinoma, yang juga disebut
kolangiokarsinoma.
Keganasan kandung empedu jarang ditemukan dan
biasanya terdapat pada usia lanjut. Kebanyakan berhubungan dengan
batu empedu. Resiko timbul keganasan sesuai dengan lamanya
menderita batu kandung empedu. Tumor ganas primer kandung
empedu adalah jenis adenokarsinoma dengan penyebaran invasive
langsung kedalam hati dan porta hati.
Gambaran klinis, keluhan biasanya ditentukan oleh
kolesistolitiasis. Sering ditemukan nyeri menetap di perut kuadran
kanan atas, mirip kolik bilier. Apabila terjadi obstruksi ductus
sistikus, akan timbul kolesistitis akut. Diagnosis, pada pemeriksaan
fisik didapatkan teraba massa didaerah kandung empedu. Massa ini
tidak akan disangka tumor apabila disertai tanda kolesistitis akut.
Pada pemeriksaan ultrasonografi terlihat sebagai massa dengan batas
tidak rata dan melebar sampai ke parenkim hati.9
4. Kolangitis
Kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi akan
ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis
tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya
kolangitis bacterial non piogenik yang ditandai dengan “Trias
Charcot” yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati dan
ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis
piogenik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade “Reynold”,
berupa tiga gejala trias Charcoat, ditambah syok, kekacauan mental
atau penurunan kesadaran sampai koma.
2.11 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien dengan batu empedu simtomatik
harus disarankan untuk memiliki elektif kolesistektomi laparoskopi.
Sambil menunggu operasi, atau jika operasi harus ditunda, pasien
harus disarankan untuk menghindari lemak makanan dan makanan
besar. Pasien diabetes dengan batu empedu simtomatik harus
memiliki cholecystectomy segera, karena lebih rentan untuk
mengembangkan cholesistitis akut yang sering parah. Wanita hamil
dengan batu empedu simtomatik yang tidak dapat dikelola harap
dengan diet modifikasi dapat dengan aman menjalani kolesistektomi
laparoskopi selama trimester kedua. Kolesistektomi laparoskopi
aman dan efektif pada anak-anak dan dewasa, kolesistektomi,
laparoskopi terbuka, untuk pasien dengan batu empedu yang
simptomatik. Sekitar 90% dari pasien dengan gejala khas empedu
dan batu tersebut diberikan bebas dari gejala setelah kolesistektomi.
Untuk pasien dengan gejala atypikal atau dispepsia (kembung,
bersendawa, dan intoleransi lemak dari makanan), hasilnya tidak
seperti yang menguntungkan.3
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi
dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.1
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri
berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka
dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu
(kolesistektomi).Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan
kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan
pembatasan makanan.1
Pilihan penatalaksanaan antara lain :
1. Kolesistektomi Terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan
pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling
bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang
terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk
prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi Laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada
tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi
dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris
dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian
dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal)
dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. 2
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan
lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi awal hanya pasien
dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis
keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya
yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang
mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparaskopi.
3. Disolusi Medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah
digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang
dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya
untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak
dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi
dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat
ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien. Kurang
dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2 Disolusi
medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang
dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi Kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut
kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam
kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah
terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien
tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
Identitas Pasien
Nama : Tn. I Made Nirtana
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 23 Juli 2019
Ruangan : Eboni
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut sebelah kanan atas
Anamnesis Terpimpin :
Pasien laki-laki umur 46 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri
perut sebelah kanan yang dirasakan sejak kurang lebih 6 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, hilang timbul, tidak tembus ke belakang dan
tidak menjalar ke tempat lain. Nyeri tidak dipengaruhi oleh makanan saat makan.
Nyeri disertai dengan mual (+), muntah kadang-kadang, demam (-), batuk (-),
pusing (-), sakit kepala (-). BAK (+) lancar dan BAB (+) biasa.
Riwayat penyakit sebelumnya:
Tidak ada.
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus atau alergi dalam keluarga,
tidak ada anggota keluarga yang mengeluh hal serupa.
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/90 mmhg Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Suhu : 36,8C
Skala nyeri :4
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Normocephal
Konjungtiva Anemis -/-, sklera ikterik +/+
Pupil isokor +/+ diameter 3mm/3mm
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening -/-
Thoraks
Paru-paru : Inspeksi : pergerakan simetris bilateral, tidak ada jejas
Palpasi : vocal fremitus sama bilateral
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler +/+, Rh-/-, wh-/-
Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistra
Perkusi : redup
Auskultasi : bunyi jantung S1/S2 reguler
Abdomen
Inspeksi : bentuk kesan cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani diseluruh kuadran abdomen
Palpasi : nyeri tekan (+) regio abdomen atas, hepar teraba dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Atas : akral hangat +/+, edema -/-
Bawah : akral hangat +/+, edema -/-
Pemeriksaan Murphy Sign (+), ketika nyeri tekan bertambah sewaktu pasien
menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung
jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti bernapas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Tanggal 24/Juni/2019
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
Hematologi :
Leukosit 5,80 4.00-11.00 103/ul
Kesan : cholelithiasis
Resume :
Diagnosa : Cholelithiasis
Penatalaksanaan :
Medikamentosa :
Non medikamentosa :
Operatif :
Laporan operasi
2. Sistoskopi : mukosa buli hiperemis (+), trabekulasi besar (+), sakkulasi (+),
massa (-), batu (-), bladder tunggal, kesan lobe (+) 2 cm.
5. Kontrol perdarahan.
Dokumentasi operasi
Follow up
-Pro TURP
-Inj. Ceftriaxon
1 gr/12 jam/IV
-Inj. Transamin
500mg/8j/IV
BAB IV
PEMBAHASAN