Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan gawat darurat (emergency nursing ) merupakan pelayanan keperawatan


yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang mengancam
kehidupan.
Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien, setting
prioritas, intervensi krisis, dan pendidikan kesehatan masyarakat ( burrel et al,1997,hal.2060).
sebagai seorang spesialis, perawat gawat darurat menghubungkan pengetahuan dan
keterampilan untuk menangani respon pasien dan resusitasi, syok, trauma, ketidakstabilan
multysistem, keracunan dan kegawatan yang mengancam jiwa lainnya.
Ablasio Retina terjadi apabila retina terlepas dari tempat perlekatannya. Kejadian ini
serupa dengan walpaper yang terkelupas dari dinding. Hal ini diawali oleh robeknya retina yang
diikuti menyusupnya cairan pada robekan tersebut. Cairan tersebut akan menyusup terus
diantara retina dan dinding bola mata yang berakibat terlepasnya retina. Retina yang terlepas
ini dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen.
Ablasio retina adalah terlepasnya retina dari perlekatan dengan lapisan dibawahnya,
sebagian atau seluruhnya, sehingga mengakibatkan terputusnya proses penglihatan. Keadaan
ini dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan.
Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada berbagai usia.
Kejadian ini lebih besar kemungkinannnya pada penderita yang memakai kaca mata minus
(miopia) tinggi Juga dapat terjadi akibat pukulan yang keras.

Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau
nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis bukan suatu penyakit,
melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri.1,2
Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2- 10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada
musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7
penduduk. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian
anterior sangat umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior
sering pada orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis.1,3 Tiga prinsip
utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi
dan mencegah berulangnya epistaksis (Nuty WN, Endang M. 1997).

Seringkali epistaksis muncul secara spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang


jelas disebabkan karena trauma.Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan local pada hidung
atau kelainan pada sistemik.Kelainan local misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan
pembuluh darah, infeksi local, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Dan kelainan
sistemik seperti penyakit kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan
atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kognital (Iskandar N,Supardi.2000).

Pada umumnya terdapat dua sumber pendarahan, yaitu dari bagian anterior dan
posterior.Epistaksis anterior berasal dari pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis

Askep gadar penginderaan Page 1


anterior, sedangkan epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina (Soetjipto
Damayanti, dkk. 2012).

B. Rumusan Penulisan
1. Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan gangguan penginderaan ablasi retina ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan gangguan penginderaan epistaksis ?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui kegawatdaruratan gangguan penginderaan ablasi retina
2. Untuk kegawatdaruratan gangguan penginderaan epistaksis
D. Manfaat penulisan

Menambah ilmu pengetahuan dalam asuhan keperawatan pada klien dengan ablasi retina
dan epistaksis.

Askep gadar penginderaan Page 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Ablasi retina
A. Definisi ablasi retina
Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya
bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau
lubang didalam retina , sedangkan menurut Barbara L. Christensen Ablasio Retina juga
diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang
pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina
kekurangan cairan. Ablasio retina lebih besar kemungkinanya pada orang yang menderita
rabun jauh (miopia) atau penderita yang telah menjalani operasi katarak /penderita cedera
mata . Ablasi retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup.terdapat riwayat adanya pijaran
api(fotopsia) pada lapangan penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina
yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya terlihat robekan retina
yang berwarna merah.
Ablasi retina merupakan penyakit mata gawat darurat, Penyakit ini harus dioperasi,
penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya bagian retina yang sudah
lepas tidak bertambah lepas lagi.
B. 3 bentuk ablasio retina
Ada 3 bentuk ablasi retina yaitu :
1) Regmatogenosa
Kondisi lepasnya sel kerucut dan batang akibatnya adanya robekan pada retina sehingga
cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina dan mengakibatkan
terlepasnya retina
2) Eksudatif
Ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina
3) Traksi
Ablasi yang terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca sehingga retina tertarik dan
lepas.
Etiologi ablasio retina
 Myopi degenerative ( rabun jauh )
 Trauma
 Aphakik (tanpa ada lensa)

Askep gadar penginderaan Page 3


 Infeksi (khoroilitis,retinitis)
 Tumor retrobular(terdapat dalam bola mata )
 Post pembedahan mata
Patofisiologi
Longggarnya perlekatan antara epitel pigment dan retina menyebabkan keduanya bisa terlepas
satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa terkumpul diantaranya.cairan tersebut biasanya
berasal dari bagian badan kaca yang cair dengan bebas melewati lubang di retina menuju ke
dalam rongga yang terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut (Daniel
Vaughan dan taylor Asbury,1995:205)
Manifestasi klinik
Kondisi ablasi dapat terjadi tiba-tiba ataupun perlahan dengan keluhan :
 Adanya kilatan cahaya di mata ( fotopsia )
 Floting sport ;adanya sesuatu yang mengapur di mata (darah/sel retina)
 Menurunnya lapangan pandang
 Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas/ablasi bergoyang
 Penglihatan berkurang
 Tekanan intra okuler dapat rendah/tinggi
 Defek eferen pupil
Untuk menentukan diagnosa ablasio retina secara pasti dilakukan dengan pemeriksaan
opthal moscope dan fundaskopi
Penanganan medik
1. Pembedahan
Lebih cepat dilakukan akan lebih baik (antara 1-2 hari )setelah ablasi terjadi.
Tehnik pembedahan
 Sclera bucking procedur
Pelekatan retina melalui aspirasi cairan subretina dan pengikatan sclera dengan
spongesilikon.selama proses tersebut dilakukan :
 Diatherry (penggunaan panas ).
 Cryopexy ( penggunaan gelombang panas )
 Photo coagulation (penggunaan sinar laser untuk mempercepat adhesi
retina)
 Pneumatik retina prey

Askep gadar penginderaan Page 4


Tehnik dengan melakukan injeksi gas intraokuler: sulfur hexa flourida(SF6).Bila
tindakan maximum.posisi down position agar gas bubble retina melekat pada
efithelium.
 Vitrectomy
Tindakan insisi pada pars palana (ruang antara retina dengan body ciliare)pada
kedua sisi.satu sisi untuk pelekatan insersi alat yang akan mengapsirasi vitreous
humor (mengurangi traksi pada retina).
Komplikasi
1) Peningkatan tekanan intraokuler pada post operasi
2) Dengan gejala : nyeri tekan,nyeri mata, mual
3) Kegagalan pelekatan retina
4) Infeksi
PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Faktor resiko terhadap abrasi retina seperti aphakik, degenerative, myopia tinggi
b. Kondisi ablasio yang terjadi seperti keluhan klien terhadap:
 Penurunan penglihatan yang tiba-tiba
 Melihat pijaran api/fotopsia
 Tabir yang menutupi penglihatan
c. Riwayat : operasi mata,injury atau trauma pada mata,DM
d. Rasa lemas terhadap berkurangnya/gangguan penglihatan pada mata
e. Rasa frustasi klien
2. Pemeriksaan penunjang
a. Indirak ophtal moscope
Untuk mengevaluasi adanya kerusakan retina dan lepasnya retina
b. Funduscopy
Akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah
diatasnya.
3. Diagnosa keperawatan(utama)
1. Penurunan persepsi sensori :penglihatan berhubungan dengan gangguan stimulasi
visual
2. Kurang mampu dalam;self care berhubungan dengan gangguan mobilitas dan
terbatasnya aktivitas
4. Diagnosa keperawatan ( tambahan )
1. Kecemasan berhubungan dengan :
 Kehilangan penglihatan tiba-tiba
 Potensial hilangnya penglihatan
 Potensial gangguan konsep diri : peran.

Askep gadar penginderaan Page 5


2. Potensial injury berhubungan dengan menurunnya penglihatan
3. Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan post operasi repair retina
4. Potensial infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
5. Knowledge deficit dengan :
 Proses penyakit
 Terapi/penanganan
5. Tujuan keperawatan
1. Mencegah menurunya/ hilangnya penglihatan
2. Mengurangi kecemasan klien
3. Pala Klien terhindar dari injuri dan meningkatkan rasa nyaman
4. Klien dapat menngambarkan :
 Penggunaan obat-obatan yang benar
 Mengidentifikasi kondisi komplikasi
 Pembatasan aktivitas
6. Intervensi keperawatan
Perawatan segera
1. Istirahatlah pada mata dengan menutup mata dengan eye patch/drop
2. Posisi klien dengan kepala lebih rendah/datar (berkurangnya akumulasi cairan
pada retina)
3. Pembatasan aktivitas (pemenuhan self care di bantu oleh perawa)
4. Pemberian obat tetes mata cyclopgia (cegah contraksi dan akomodasi pupil)
5. Adaptasi klien dengan lingkungan
 Orientasi lingkungan
 Penempatan barang dalam batas pandang.
7. Perawatan post operasi
1. Monitor TTV setiap 15-30 menit.
2. Monitor Drainage eye patch
3. Pembatasan aktivitas
 Jika gunakan silicon oil (bed rest)
 Jika gunakan gas silicon (posisi klien mata yang di operasi )Face down position
4. Hindari pergerakan menyentuh seperti :bersin, batuk muntah(pemberian
antiseptic dan antitusif)
5. Bantu klien dengan aktifitas sehari-hari
6. Kurangi aktifitas mata(pada dop ±2-3 hari).

Askep gadar penginderaan Page 6


7. Monitor tanda – tanda infeksi dan iritasi pada pupil (laporkan)
8. Beri obat tetes mata sesuai intruksi
9. Observasi balutan
8. Evaluasi
Perawat mengevaluasi
1. Tindakan terjadinya vision loss lebih berat
2. Klien mampu membatasi aktifitas visualnya (mampu adaptasi)
3. Klien mampu ambulasi tanpa injury/jatuh
4. Kecemasan berkurang
5. Peningkatan pengetahuan (penanganan,proses penyakit).
B. Epistaksis

1. Definisi
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung bagian anterior cavum hidung dan
posterior dari dinding turbinate atau hidung bagian lateral.
Epistaksis, perdarahan dari hidung (Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis)
atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang
hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik).
Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan. Epistaksis sering
ditemukan sehari-hari, hampir sebagian besar epistaksis dapat berhenti sendiri. Epistaksis
disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu yang bisa bersifat
ringan sampai berat dan akhirnya dapat berakibat fatal.
2. Etiologi
a. Lokal
 Terlepasnya lapisan kulit yang penting karena goresan atau gesekan , pukulan,
benda asing.
 Trauma atau benturan.
b. Sistemik
 Hipertensi, penyakit renal, gangguan darah
 Penyakit kardiovaskuler, seperti pada aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis,
sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi
biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
c. Lain-lain
 Polip,inhalasi kimia terjadi iritasi neoplasma, akut/kronik infeksi(sinusitis, rhinitis)
3. Manifestasi klinik

Askep gadar penginderaan Page 7


Gejala yang dapat dilihat dari epitaksis di bagi menjadi 2 berdasarkan sumber
perdarahannya :
 Epitaksis anterion, kebanyakan berasal dari plekus kisselbach di septum bagian
anterior atau dari arteri atmoidalis anterior.perdarahan biasanya ringan karena
keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung dan
kebanyakan terjadi pada anak, dan dapat berhenti sendiri.
 Epitaksis posterior,dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri
sfenopalatina. perdarahannya biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti
sendiri.sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular karena
pecahnya arteri sfenopalatina.epitaksis posterior:
- Sebagian besar perdarahan terjadi ke dalam faring
- Suatu tampon gagal mengontrol perdarahan
- Nyata dari pemeriksaan hidung bahwa perdarahan terletak posterior dan
superior
4. Patofisiologi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,
tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman
pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga
terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari
arteri sphenopalatina .Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris
(maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri
sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka).
Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang
disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).Jika pembuluh darah tersebut luka atau
rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang
hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
5. Komplikasi
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya.
a. Akibat perdarahan hebat
 Syok dan anemia
 Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi
koroner dan infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian, dalam hal ini

Askep gadar penginderaan Page 8


harus segera dilakukan pemberian infus atau transfusi darah untuk membantu
cairan masuk lebih cepat.
b. Akibat pemasangan tampon
 Pemasangan tampon dapat menimbulkan sinusitis, otitis media, , aritmia (overdosis
kokain atau lidokain ) bahkan septikemia. Oleh karena itu pada setiap pemasangan
tampon harus selalu diberikan antibiotik dan setelah 2-3 hari harus dicabut meski
akan dipasang tampon baru bila masih berdarah.
 Sebagai akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui tuba Eustachius, dapat
terjadi hemotimpanum dan air mata yang berdarah.
 Pada waktu pemasangan tampon Bellocq dapat terjadi laserasi palatum mole dan
sudut bibir karena benang terlalu kencang dilekatkan.
c. Akibat embolisasi
1) Perdarahan hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
2) Nyeri wajah
3) Hipersensitivitas
4) Paralisis fasialis
5) Infark miokard
6) Deformitas (kelainan bentuk) hidung.
6. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksan laboratorium, jika perdarahan sedikit dan tidak berulang tidak perlu di
lakukan pemeriksaan penunjang. jika perdarahan berulang atau hebat lakukan
pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epitaksis.
 Pemeriksaan lengkap atau gula darah
 Fungsi hemostatis
 EKG
 Tes fungsi hati dan ginjal
 Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal ,dan nasofaring
 CT-scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda
asing dan neoplasma.
7. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan epitaksis adalah perbaiki keadaan umum,cari sumber perdarahan,
hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan .
hal-hal yang penting adalah :
 Riwayat perdarahan sebelumnya

Askep gadar penginderaan Page 9


 Lokasi perdarahan
 Apakah darah terutama mengalir dari tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari
hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
 Lamanya perdarahan dan frekuensinya
 Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
 Hipertensi
 DM
 Penyakit hati
 Gangguan koagulasi
 Trauma hidung yang belum lama
 Obat-obatan ,mis. Aspirin , fenil butazon
Pengkajian
 Efek klinik tergantung pada berat ringannya perdarahan,berat bila lebih 10 menit
pada orang dewasa akan kehilangan darah lebih kurang dari 1liter /jam
 Warna darah pada daerah anterior darah yang keluar berwarna merah cerah,bila
daerah posterior warna darah yang keluar berwarna hitam.
 Gejala lain adalah nyeri kepala,pusing
 Gangguan saluran nafas
 Shock
 Tekanan darah menurun
 Nadi cepat, dyspnea, pucat pada kondisi yang berat
Management
 Klien ditempatkan dengan posisi duduk tegak , muka menghadap kedepan atas (donga)
dengan tujuan untuk menurunkan tekanan vena dan anjurkan bernapas melalui mulut
untuk mencegah darah tetelan.
 Pada perdarahan bagian anterior klien dianjurkan untuk menekan bagian yang lembut
dari hidung dengan ujung jari dan ibu jari selama 5-10 menit.
 Teteskan obat yang berfungsi untuk terjadinya vasokonstruksi yang diteteskan pada
setiap lobang hidung.
 Cauter pembuluh darah
 Jika perdarahan terus menerus pada bagian posterior berikan tamponade pada bagian
nasofaring
Diagnosa keperawatan
1. Resiko aspirasi b.d masuknya cairan ke dalam saluran nafas,trankeobronkial

Askep gadar penginderaan Page 10


2. Ketidakefektifan bersihkan jalan nafas b.d perubahan dalam jalan nafas
3. Ansietas b.d perdarahan yang di derita , pengobatan
4. Nyeri akut b.d rupture dalam membran mukosa hidung
5. Resiko infeksi b.d prosedur invasive (hygine pemasangan tampon)
6. Defisiensi pengetahuan b.d prosedur pengobatan epistaksis(tampon hidung)
Intervensi keperawatan
 Monitor tanda-tanda vital dan bahru dalam mengontrol perdarahan
 Waspada terhadap adanya ketidaknyamanan dan nyeri pada tempat tampon
 Monitor klien tentang tampon bagian belakang(posterior)terhadapnya hipoksia
(aspirasi darah)
 Monitor kesukaran bernapas atau obstruksi sekunder terhadap pemasangan tampon
 Instruksikan klien untuk monitor sendiri perdarahannya
 Duduk tegak dan condong kedepan, berikan tekanan pada bagian lembut
hidung dengan ujung jari dan ibu jari
 Jika perdarahan terus menerus masukan “catton “ yang diteteskan dengan
phenylepkrine hidroclorida sehingga terjadi vasokonstruksi.
Instruksikan klien untuk mencegah terjadinya pukulan pada hidung setelah
perdarahan berhenti.
 Berikan “lubricant”pada septum hidung 2 kali untuk mengurang kekeringan
 Gunakan humidifier jika lingkungan kering.

Askep gadar penginderaan Page 11


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas.
Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh
terbentuknya robekan atau lubang didalam retina
Ada 3 bentuk ablasi retina yaitu :
1) Regmatogenosa
2) Eksudatif
3) Traksi
 Epitaksis adalah perdarahan dari hidung bagian anterior cavum hidung dan posterior
dari dinding turbinate atau hidung bagian lateral.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang).

B. Saran
Asuhan keperawatan gawat darurat pengindraan meliputi ablasi retina dan
epistaksis belum mendekati sempurna, maka dari itu diperlukan saran yang berarti dan
membangun untuk kesempurnaan pembuatan askep gadar selanjutnya dan bermanfaat bagi
para pembaca pada umumnya serta penulis pada khususnya.

Askep gadar penginderaan Page 12

Anda mungkin juga menyukai