Anda di halaman 1dari 15

Gangguan Pendengaran Pada Lansia

Presbycusis atau Presbyacusis adalah gejala kurangnya daya dengar seiring


dengan bertambahnya usia, merupakan hal yang umum terjadi. Gejala ini bersifat
semakin tua semakin berat (gradual). Sehingga banyak orang yang tidak
menyadarinya. Di Indonesia, belum ada data pasti tentang berapa persen lansia
(usia lebih dari 60 tahun) menderita presbycusis. Namun dari penelitian di AS,
terdapat sekitar 33% presbycusis pada usia lebih dari 60-70 tahun, dan 45% pada
usia lebih dari 70 tahun (Feeney, 2008).

Penyebab Presbycusis
Belum diketahui secara pasti, apa sebenarnya penyebab terjadinya gangguan
pendengaran ini, namun diduga terjadinya perubahan fisiologis yang terjadi di
dalam telinga karena proses menjadi tua, degradasi persarafan di telinga yang
berhubungan dengan otak, atau berkurangnya supply darah ke telinga. Proses ini
sebenarnya terjadi sepanjang waktu, namun semakin memberat karena adanya
paparan dengan suara keras, infeksi telinga kronis, "perlukaan" (injury) pada
organ telinga, atau bahkan genetik. Suara keras tersebut bisa terjadi di dalam
ruangan : seperti kalau bekerja di tempat bising, misalnya di bagian proses
produksi; atau di luar ruangan : karena bertempat tinggal di dekat bandara,
stasiun, terminal atau klub hiburan/disko bahkan berada pada saat terjadi
bom/letusan dll. Paparan suara keras/bising bisa terjadi kronis atau eksplosif.

Pengobatan Presbycusis
Pengobatan presbycusis yang umum adalah penggunaan alat bantu dengar. Alat
bantu dengar ini alat bantu dengar biasa yang seperti yang sering kita lihat atau
berupa seperti televisi infrared, atau senter/flashlight yang menyala sewaktu ada
rangsang suara. Namun ternyata, alat bantu dengar yang biasa pun, juga masih
mahal untuk lansia yang tentu saja kebanyakan sudah pensiun...sehingga
pengguanaan alat bantu dengar ini tidak sejajar dengan beratnya gangguan
pendengaran yang terjadi. Persentasi penggunaan alat bantu dengar sesuai dengan
tingkat sosial ekonomi dan tingkat "independensi" dari lansia itu sendiri. Maka
cara termudah terhindar dari presbycusis adalah deteksi dini dan mencegahnya.
Deteksi Dini Presbycusis
Sebenarnya ada cara mudah mengetahui terjadinya presbycusis adalah sewaktu
kita tidak bisa jelas mengikuti pembicaraan dalam telepon, lebih enak
berkomunikasi bila melihat "gerak bibirnya", atau kita sering ditegur karena
melihat TV dengan suara keras.

Pencegahan Presbycusis
Mencegah terjadinya presbycusis adalah melakukan pemeriksaan audiogram
berkala. Tentu saja kita belum dapat menuntut pemerintah memberikan pelayanan
pemeriksaan audiogram itu setiap 3 tahun atau bahkan setiap tahun seperti pada
negara berkembang. Tapi setidaknya kalau kita sudah mengalami gangguan
berkomunikasi seperti yang disebutkan diatas, maka secepatnya waspada dan
segera periksa ke dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Tentunya
juga dilakukan proteksi dari suara keras/bising (seperti memakai earplug, alat
pelindung diri kalau memang bekerja/tinggal di tempat berisiko), regulasi tekanan
darah, dan perilaku sehat (tidak merokok/minuman keras, gizi seimbang,
istirahat/tidur cukup dll)

Efek Presbycusis
Jangan dianggap remeh dampak presbycusis ini, karena kesulitan berkomunikasi
berarti meningkatkan terjadinya depressi (yang sebenarnya emosi lansia sudah
menjadi begitu mudah depresi), sehingga kualitas hidup lansia menjadi semakin
menurun, karena menjadi frustasi, meng"isolasi"kan diri, merasa kesepian dll.
Beberapa penelitian terakhir menunjukkan efek presbycusis adalah gangguan
bicara (Insyaallah pada entri berikutnya akan dibahas), bahkan ada yang
menyebutkan presbycusis merupakan tanda awal kondisi kesehatan yang
memburuk.
TULI PADA ORANG TUA
1. PENDAHULUAN
Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi
pada orang tua ( geriatri ), menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis
ketulian yang terjadi pada kelompok geriatri umumnya adalah tuli saraf,
namun juga dapat berupa tuli konduktif atau tuli campur.1

Istilah presbikusis atau presbiakusis, atau tuli pada orang tua diartikan

sebagai gangguan pendengaran sensorineural pada individu yang lebih tua.

Yang khas daripadanya, presbikusis menyebabkan gangguan pendengaran

bilateral terhadap frekuensi tinggi yang diasosiasikan dengan kesulitan


mendiskriminasikan kata-kata, dan juga gangguan terhadap pusat pengolah

informasi pada saraf auditorik. Selain itu, bentuk lain dari presbikusis pernah

dilaporkan. Hubungan antara usia yang lanjut dengan ketulian pada frekuensi

yang tinggi pertama sekali dipaparkan oleh Zwaardemarker pada 1899. Sejak

itu, penelitian lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui perubahan patologik

yang terjadi pada presbikusis, tetapi mekanisme terjadinya masih belum

diketahui. 2

Presbikusis merupakan masalah yang penting dalam masyarakat. Hal

ini terjadi pada populasi lansia yang merupakan akibat dari penurunan fungsi

yang berhubungan dengan usia. Sebagai tambahan, bertambahnya umur

menyebabkan gangguan konsentrasi untuk mengingat memori sehingga terjadi

kesulitan dalam memahami pembicaraan khususnya pada suasana yang bising.

Akhirnya, penurunan fungsi pendengaran ini akan mengakibatkan isolasi dari

sejumlah orang tua/lansia dengan cara membatasi penggunaan telepon,

menyebabkan mereka melepaskan kesempatan bersosialisasi seperti

menghadiri konser musik, kegiatan-kegiatan sosial, dan lain sebagainya.2


Yang paling mungkin terjadi pada usia lanjut, sehingga disebut tuli
karena usia, adalah hilangnya pendengaran akibat faktor ekstrinsik seperti
bising atau ototoksisitas atau faktor intrinsik seperti predisposisi genetik
terhadap hilangnya pendengaran. Tuli pada pasien usia lanjut dapat juga
disebabkan oleh kombinasi faktor kausatif.2
Meskipun keadaan ini memperlihatkan tuli derajat ringan, terutama
terhadap nada tinggi ketika kita bertambah tua, adakalanya seseorang yang
berusia 75 tahun dapat mempunyai pendengaran yang lebih baik daripada
seseorang yang berusia 45 tahun, yang telah mempunyai tuli sensorineural
karena etiologi yang tidak ditentukan. Oleh karena itu, faktor-faktor intrinsik
atau genetik dapat terjadi pada awal kehidupan dan cukup menimbulkan
kesukaran pendengaran ketika pasien tersebut bertambah usia. Ini merupakan
masalah biasa dan memerlukan diagnosis otologi yang teliti dengan penilaian
audiologi. Biasanya pasien ini dapat dibantu dengan alat bantu pendengaran
dan disokong oleh rehabilitasi.2
Berikut ini akan dijelaskan tentang tuli pada orang tua, anatomi yang
mendasarinya, patofisiologi, epidemiologi, serta penatalaksanaanya, agar
dapat membantu menegakkan diagnosis yang tepat dan meningkatkan kualitas
hidup geriatri.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA.

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.1

2.1 TELINGA LUAR

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dan tangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, dengan
panjang 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar serumen ( modifikasi kelenjar keringat ) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Serumen memiliki sifat
antimikotik dan bakteriostatik dan juga repellant terhadap serangga.1
Serumen terdiri dari lemak ( 46-73 % ), protein, asam amino, ion-ion
mineral, dan juga mengandung lisozim, immunoglobulin, dan dan asam lemak
tak jenuh rantai ganda. Asam lemak ini menyebabkan kulit yang tak mudah
rapuh sehingga menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh karena komposisi
hidrofobiknya, serumen dapat membuat permukaan kanal menjadi
impermeable, kemudian mencegah terjadinya maserasi dan kerusakan epitel.1

2.2 TELINGA TENGAH

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

- batas luar : membran timpani


- batas depan : tuba eustachius
- batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )
- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
- batas atas : tegmen timpani ( meningen/otak )
- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontalis, kanalis fasialis, tingkap lonjong ( oval window ) dan
tingkap bundar ( round window ) dan promontorium.1

Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
pars flaksida ( membran sharpnell ), sedangkan bagian bawah pars
tensa ( membran propria ). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar
adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu
lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam. Tulang pendengaran didalam telinga saling berhubungan . Prosessus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat dengan inkus,
dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga tengah.1

2.3 TELINGA DALAM

Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea,
tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan
skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang
terdapat pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut dengan membrane vestibule
( Reissner’s membrane ), sedangkan dasar skala media adalah membran
basalis. Pada membran ini terletak Organ of corti. Pada skala media terdapat
bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk Organ of Corti.1

Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi


pendengaran adalah sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan
ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang
dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan
membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan
tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan
ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala
vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut , sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-
40 ) di lobus temporalis.1

3. JENIS – JENIS KETULIAN PADA ORANG TUA

Tuli pada orang tua dibagi atas dua macam, yakni :

3.1 Tuli konduktif pada geriatri


Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat
menyebabkan perubahan atau kelainan berupa ,
a. berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun
telinga ( pinna )
b. atrofi dan bertambah kakunya liang telinga
c. penumpukan serumen
d. membran timpani bertambah tebal dan kaku
e. kekauan sendi dan tulang-tulang pendengaran1

Pada geriatri, kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi, sehingga


produksi kelenjar serumen berkurang dan menyebabkan serumen
menjadi lebih kering, sehingga sering terjadi gumpalan serumen
( serumen prop ) yang akan mengakibatkan tuli konduktif. Membran
timpani yang bertambah kaku dan tebal juga akan menyebabkan
gangguan konduksi, demikian pula halnya dengan kekauan yang
terjadi pada persendian tulang-tulang pendengaran.1

3.2 Tuli Saraf pada Geriatri ( Presbikusis )


Presbikusis adalah tuli saraf sensori neural frekuensi tinggi, umumnya
terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kiri dan kanan. Presbikusis dapat
mulai pada frekuensi 100 Hz atau lebih.1,4

4. ETIOLOGI
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses
degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-
faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising,
gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara
berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut
diatas.1,5
Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progesifitas penurunan
pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih
cepat dibandingkan dengan perempuan.1

5. PATOFISIOLOGI
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan Nervus
vestibulocochlearis ( VIII ). Pada koklea perubahan yang mencolok ialah
atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ korti. Proses atrofi
disertai dengan perubahan vaskuler juga terjadi pada stria vaskularis. Selain
itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel
ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf.2
Banyak peneliti menyelidiki penyebab dari ketulian ini. Crowe dan
rekannya, Saxen, Gacek dan Schuknecht telah mempelajari perubahan
histologik dari koklea pada telinga seseorang dengan presbikusis. Gacek dan
Schucknecht mengidentifikasi 4 lokasi penuaan koklea dan membagi
presbikusis menjadi 4 tipe berdasarkan lokasi tersebut. Perubahan histologik
ini berhubungan dengan gejala yang timbul dan hasil pemeriksaan auditorik.2
Adapun keempat tipe dari prebikusis adalah sebagai berikut :
5.1 Presbikusis sensorik
Tipe ini menunjukkan atrofi dari epitel disertai hilangnya sel-sel
rambut dan sel penyokong Organ Corti. Prosesnya berasal dari bagian
basal koklea dan perlahan-lahan menjalar ke daerah apeks. Perubahan ini
berhubungan dengan penurunan ambang frekuensi tinggi, yang dimulai
setelah usia pertengahan. Secara histology, atrofi dapat terbatas hanya
beberapa millimeter awal dari basal koklea. Proses berjalan dengan
lambat. Beberapa teori mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi
dari granul pigmen lipofusin.2
5.2 Presbikusis Neural
Tipe ini memperlihatkan atrofi dari sel-sel saraf di koklea dan jalur
saraf pusat. Schuknecht memperkirakan adanya 2100 neuron yang hilang
setiap dekadenya ( dari totalnya sebanyak 35000 ). Hilangnya neuron ini
dimulai pada awal kehidupan dan mungkin diturunkan secara genetik.
Efeknya tidak disadari sampai seseorang berumur lanjut sebab gejala tidak
akan timbul sampai 90 % neuron akhirnya hilang. Atrofi terjadi mulai dari
koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak terkena dibanding
sisa dari bagian koklea lainnya. Tetapi, tidak didapati adanya penurunan
ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini menyebabkan
penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik berhubungan dengan
presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum terjadinya gangguan
pendengaran.2

5.3 Presbikusis Metabolik


Kondisi ini dihasilkan dari atrofi stria vaskularis. Stria vaskularis
normalnya berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik dan kimiawi dan
juga keseimbangan metaboliK dari koklea. Atrofi dari stria ini
menyebabkan hilangnya pendengaran yang direpresentasikan melalui
kurva pendengaran yang mendatar ( flat ) sebab seluruh koklea
terpengaruh. Diskriminasi kata-kata dijumpai. Proses ini berlangsung pada
seseorang yang berusia 30-60 tahun. Berkembang dengan lambat dan
mungkin bersifat familial.2

5.4 Presbikusis Mekanik ( presbikusis konduktif koklear )


Kondisi ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder dari
membran basilaris koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus
koklearis dan atrofi dari ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli
sensorineural yang berkembang sangat lambat.2

Perubahan histologik presbikusis jarang sekali ditemukan hanya pada


satu area saja, karena perkembangan presbikusis melibatkan perbuahan
simultan pada banyak tempat. Hal ini menjelaskan sulitnya menghubungan
gejala klinik atau tanda dengan lokasi anatomik yang spesifik, seperti yang
dikemukakan oleh Suga dan Lindsay juga oleh Nelson dan Hinojosa.2

Banyaknya penelitian terbaru ditujukan untuk mengetahui penyebab


sebenarnya dari presbikusis. Sebahagian besar menitikberatkan pada
abnormalitas genetik yang mendasarinya, atau memiliki peranan ataupun
mencetuskan perkembangan dari penyakit ini.2

Salah satu penemuan yang paling terkenal sebagai penyebab potensial


presbikusis adalah mutasi genetik pada DNA mitokondrial. Penurunan perfusi
ke koklea dihubungkan dengan umum mungkin berperan dalam pembentukan
metabolit oksigen reaktif, yang efek sampingnya mempengaruhi struktur
telinga dalam. Kerusakan DNA mitokondrial dapat menyebabkan berkuranya
posforilasi oksidatif, yang berujung pada masalah fungsi neuron di telinga
dalam.2

Nutrisi dan anatomi diduga berperan juga dalam menyebabkan


presbikusis. Berner, dkk, menjumpai adanya hubungan antara defisiensi asam
folat dan vitamin B12 dengan hilangnya pendengaran tetapi hubungannya
tidak signifikan secara statisti. Martin Villares menemukan hubungan antara
level kolesterol yang tinggi dengan berkurangnya pendengaran. Walaupun
pneumatisasi dari mastoid tidak berhubungan dengan terjadinya presbikusis
pada penelitian yang dilakukan oleh Pata, dkk, tetapi perubahan ultrastruktur
pada lempeng kutikular tampak berhubungan dengan riwayat ketulian pada
frekuensi tinggi pada studi terhadap tulang temporal manusia yang dilakukan
oleh Scholtz.2

6. EPIDEMIOLOGI
Insidens presbikusis secara global bervariasi. Negara-negara barat
memiliki pola yang begitu berbeda pada tuli jenis ini. Penelitian yang
dilakukan pada Tahun 1962 oleh Rosen, dkk, pada Suku Mabaans di Sudan
menemukan hilangnya pendengaran lebih banyak terjadi pada usia lanjut pada
masyarakat urban. Mungkin hal tersebut berhubungan dengan paparan
terhadap kebisingan yang kronik juga keterlibatan penyakit sistemik yang
sering pada masayarakat daerah industri seperti Arterosklerosis, diabetes,
penyakit saluran nafas. Tidak didapati hubungan antara ras atau jenis kelamin
tertentu yang paling banyak terkena presbikusis ini. Insidensinya meningkat
seiring dengan bertambahnya usia.2,6

7. GEJALA KLINIK
Gejala klinik bervariasi antara masing-masing pasien dan berhubungan
dengan perubahan yang terjadi pada koklea dan saraf sekitarnya. Keluhan
utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan dan
progresif, simetris pada kedua telinga, yang saat dimulainya tidak disadari.1,2,7
Keluhan lain adalah adanya telinga berdenging ( tinnitus ). Pasien
dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama
bila diucapkan secara cepat dengan latar belakang yang riuh ( cocktail party
deafness). Terkadang suara pria terdengar seperti suara wanita. Bila intensitas
suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh
faktor kelelahan ( recruitment ).1,2,7
8. DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan dengan Anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
8.1 Anamnesa
Pada anamnesa akan didapati keluhan-keluhan seperti yang
diterangkan dalam gejala klinis yang tidak diketahui kapan dimulainya.
Gejala tersebut berkembang perlahan dan sangat lambat. Kesulitan
mengucapkan beberapa konsonan tertentu sepeti “f”, “ s”, atau “ th “ pada
orang Inggris misalnya. Kemudian adanya riwayat paparan berulang
terhadap kebisingan seperti latar belakang pekerjaan menjadi anggota
militer, pekerja industri dan sebagainya. Adanya riwayat penggunaan obat-
obatan yang bersifat ototoksik, dsb.2,8
8.2 Pemeriksaan Fisik
Tidak dijumpai keabnormalan pada pemeriksaan fisik. Tetapi
dengan pemeriksaan otoskopi tampak membran timpani suram, dan jika
dilakukan tes penala, maka akan menunjukkan suatu tuli sensorineural
yang bilateral.1
8.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya
pemeriksaan audiometric nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi,
bilateral dan simetris.Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam
( sloping ) setelah frekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis
sensorik dan neural. Kedua jenis presbikusis ini sering ditemukan. Garis
ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih
mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi
penurunan. Pada semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi
penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.Pemeriksaan audiometri tutur
menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara ( speech
discrimination ). Keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural
dan koklear.1

9. PENATALAKSANAAN.

Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran


dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Pemasangan
alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan
latihan membaca ujaran (speech reading), dan latihan mendengar (auditory
training), prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi
wicara (speech therapist).1

Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki efektifitas pasien


dalam komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu program rehabilitasi untuk
mencapai tujuan ini tergantung pada penilaian menyeluruh terhadap gangguan
komunikasi pasien secara individual serta kebutuhan komunikasi sosial dan
pekerjaan. Partisipasi pasien ditentukan oleh motivasinya. Oleh karena
komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, maka
keikutsertaan keluarga atau teman dekat dalam bagian-bagian tertentu dari
terapi terbukti bermanfaat.9
Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen
tradisional dari rehabilitasi pendengaran. Pasien harus dibantu untuk
memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual sambil mengenali
beberapa keterbatasan dalam membaca gerak bibir. Selama latihan
pendengaran, pasien dapat melatih diskriminasi bicara dengan cara
mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan yang sunyi dan yang
bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada lokalisasi, pemakaian
telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio sinyal-bising dan perawatan serta
pemeliharaan alat bantu dengar.9
Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam
kelompok. Penyuluhan dan tugas-tugas khusus paling efektif bila dilakukan
secara perorangan, sedangkan program kelompok memberi kesempatan untuk
menyusun berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat dianggap sebagai
situasi harian normal untuk tujuan peragaan ataupun pengajaran.9
Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap
isyarat-isyarat lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat
membantu kekurangan informasi dengarnya. Perlu diperagakan bagaimana
struktur bahasa menimbulkan hambatan-hambatan tertentu pada pembicara.
Petunjuk lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami
cenderung melengkapi pesan yang diucapkan. Bila informasi dengar yang
diperlukan untuk memahami masih belum mencukupi, maka petunjuk-
petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini. Seluruh aspek rehabilitasi
pendengaran harus membantu pasien untuk dapat berinteraksi lebih efektif
dengan lingkungannya.9

DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Kartosoediro S. Odinofagi. Dalam : Soepardi E, Iskandar N (eds).
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher.
Jakarta : FK UI. 2001. h. 9-15,33-34.
2. Inner ear, Presbycusis, Available fromwww.emedicine.com, Last update on
July 9, 2008.
3. Ear Diagram, available from www.entusa.com
4. Presbycusis, available from www.wikipedia.com, last update on April 12, 2009.
5. Presbycusis, available from www.nidcd.com, last update on October, 1997.
6. Berke J, Presbycusis- Age Related Hearing Loss Caused by presbycusis,
available fromwww.about.com, last update on March 18, 2009.
7. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri,dkk. (2001).
Otomikosis.Kapita Selekta Kedokteran ,Jakarta: Media Aesculapius, 3 ( 1),89.
8. Presbycusis, available from www.uvahealth.com, last update on November 2,
2005.
9. George L Adams, Lawrence R Boies, Peter A Higler.(1997).Otomikosis.Buku
Ajar Penyakit THT.Jakarta: PT.EGC,h. 72,132.

Anda mungkin juga menyukai