Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI


 Anatomi

 Fisiologi
Otak
Diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges terdiri
dari 3 lapisan :
1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan bersifat
tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang tengkorak. Berfungsi
untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis.
2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri dari lapisan
yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang
subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini
berfungsi untuk melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan melekat
langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah. Berfungsi untuk
melindungi otak secara langsung.
Otak dibagi menjadi beberapa bagian :
1. Cerebrum
 Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu 7/8
dari otak.
 Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang berfungsi
mengatur kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar belahan
kanan yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian kiri.
 Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan sel
saraf. Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang bayak mengandung
dendrite dan neurit. Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik
yang menerjemahkan impuls menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik yang
berfungsi mengendalikan koordinasi kegiatan otot rangka. Ketiga adalah area
asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan, memori, kecedasan, nalar/logika,
kemauan.
 Mempunyai 4 macam lobus yaitu :
 Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba.
 Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran
 Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan.
 Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori, kemauan,
nalar, sikap.
2. Mesencephalon
 Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan varol.
 Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan pupil
mata dan pendengaran.
3. Diencephalaon
 Merupakan bagia otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di
depan mesencephalon.
 Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk stasiun pemancar bagi impuls yang
sampai di otak dan medulla spinalis.
 Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat
pengaturan suhu tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh,
rasalapar, sexualitas, watak, emosi.
4. Cerebellum
 Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar. Berfungsi
sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan keseimbangan
tubuh serta posisi tubuh.
 Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan belahan
cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan varoli yang
berfungsi untuk menghantarkan impuls dari otot-otot belahan kiri dan kanan.
5. Medula
1) Medulla oblongata
 Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak.
 Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla spinalis,
di depan cerebellum.
 Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih dan
bagian medulla terdiri dari bdan sel saraf dengan warna kelabu.
 Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung,
penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat
pencernaan, menelan, batuk, bersin,sendawa.
2) Medulla spinalis
 Disebut denga sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas tulang
belakang yaitu ruas tulang leher sampaia dengan tulang pinggang yang kedua.
 Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari organ ke
otak dan dari otak ke organ tubuh.

2. DEFINISI
Cedera kepala berat adalah cedera dengan skala koma glasgow 3 – 8 atau dalam keadaan
koma (Mansjoer, A,dkk, 2011 : 3).
Cedera kepala berat adalah cedera kepala dimana otak mengalami memar dengan
kemungkinan adanya daerah hemoragi, pasien berada pada periode tidak sadarkan diri
(Smeltzer, S.C & Bare, B.C, 2012 : 2212).
Cedera kepala berat atau memar otak terjadi perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya
robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau
terputus (Harsono, 2000 : 311).
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cedera kepala berat adalah cedera
dengan skala koma Glasgow 3-8, dimana otak mengalami memar dg kemungkinan adanya
perdarahan didalam jaringan otak tanpa adanya robekan meskipun neuron-neuron terputus.

3. ETIOLOGI

 Jatuh. Jatuh dari tempat tidur, terpeleset di kamar mandi, salah langkah, jatuh dari
tangga, dan jatuh lainnya adalah penyebab paling umum cedera otak traumatik secara
keseluruhan, terlebih pada orang dewasa yang lebih tua dan anak kecil.
 Tabrakan yang berhubungan dengan kendaraan. Tabrakan yang melibatkan mobil,
sepeda motor, atau sepeda dan pejalan kaki yang terlibat dalam kecelakaan tersebut
adalah penyebab umum cedera otak traumatik.
 Kekerasan. Sekitar 20 persen cedera otak traumatik disebabkan oleh kekerasan, misalnya
luka tembak, kekerasan dalam rumah tangga atau penyiksaan anak. Sindrom guncangan
bayi adalah cedera otak traumatik karena guncangan kuat pada bayi yang merusak sel-sel
otak.
 Cedera olahraga. Cedera otak traumatik mungkin disebabkan oleh cedera dari beberapa
jenis olahraga, termasuk sepakbola, tinju, football, bisbol, lacrosse, skateboarding, hoki,
dan olahraga berisiko tinggi atau ekstrem lainnya, terutama di usia muda.
 Ledakan dan cedera akibat perkelahian lainnya. Ledakan adalah penyebab umum cedera
otak traumatik dalam personil militer yang bertugas. Walaupun mekanisme kerusakan
belum begitu dimengerti, banyak peneliti percaya bahwa gelombang tekanan yang masuk
melalui otak secara drastis mengganggu fungsi otak.

4. PATOFISIOLOGI
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang kepala,
jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Cidera bervariasi dari luka kulit yang
sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera
pada otak, bisa berasal dari trauma langsung maupun tidak langsung pada kepala.
Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek
terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terbuka,
semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya
gas merusak jaringan syaraf. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan
isinya. Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi,
goresan, atau tekanan.
Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi. Sebagai akibat, cidera skunder dapat
terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau tidak ada pada area cidera,
konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial).
Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan
yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan
intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak.
5. PATHWAY

6. MANIFESTASI KLINIS
Pada cedera otak berat biasanya tanda dan gejalanya sebagai berikut :
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan
jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
Menurut jurnal: MRI memberikan hasil lebih baik dari CT Scan dikaitkan dengan
peningkatan sensitivitas untuk mengidentifikasi trauma cedera aksonal, yang merupakan
yang paling sulit dideteksi dan secara neurologis tipe lesi yang merusak pada pasien
dengan trauma kepala non-penetrasi. Teknik MRI yang telah menunjukkan harapan
terbesar dalam meningkatkan deteksi cedera trauma pada aksonal yang ada diotak,
sehingga MRI dinilai dapat meningkatkan prognosis yang lebih baik dari ST Scan.
3. Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar X
Mendeteksi parubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarakhnoid
9. Kadar Elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial.
10. 10)Screen Toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
11. Rontgen Thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
13. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Analisa Gas Darah (AGD/ Astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan
status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini
adalah status oksigenasi dan status asam basa.

8. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c. Mempertahankan sirkulasi stabil
d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus
g. Mengelola pemberian obat sesuai program
2. Penatalaksanaan Medis
a. Oksigenasi dan IVFD
b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
1). 5 mg/6 jam untuk hari I dan II
2). 5 mg/8 jam untuk hari III
3). 5 mg/12 jam untuk hari IV
4). 5 mg/24 jam untuk hari V
c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
d. Terapi anti perdarahan bila perlu
e. Terapi antibiotik untuk profilaksis
f. Terapi antipeuretik bila demam
g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang
h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari
Menurut Jurnal:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki perawat ': 1) pengetahuan yang
dirasakan tentang aspek perawatan TBI dan TBI, 2) persepsi kepercayaan diri untuk
melakukan tugas perawatan khusus untuk pasien dengan TBI; dan 3) tingkat pelatihan
khusus untuk perawatan pasien dengan TBI. Menggunakan analisis kelas laten, penulis
dapat membagi perawat dalam penelitian ini menjadi tiga sub-kelompok homogen
berdasarkan pengetahuan yang dirasakan: rendah, sedang, dan tinggi. Temuan
menunjukkan bahwa perawat yang melaporkan lebih banyak pengalaman merawat
pasien dengan TBI memiliki kepercayaan diri tertinggi tetapi pengetahuan terendah
yang dirasakan. Perawat kelompok pengetahuan yang dipersepsikan rendah memiliki
tingkat pengalaman tertinggi berlatih dengan pasien dengan TBI sedang hingga berat,
pelatihan terkait TBI spesifik, dan kepercayaan diri yang dirasakan secara keseluruhan.
Sebagai perbandingan, kelompok pengetahuan yang dipersepsikan sedang memiliki
tingkat tertinggi kedua pengalaman berlatih dengan pasien dengan TBI sedang hingga
berat dan pelatihan terkait TBI tertentu, serta rasa percaya diri yang dirasakan. Anehnya,
kelompok pengetahuan yang dipersepsikan tertinggi memiliki tingkat pengalaman
terendah berlatih dengan pasien dengan TBI sedang hingga berat, pelatihan terkait TBI
spesifik, dan rasa percaya diri yang dirasakan pada semua faktor. Temuan ini
berlawanan dengan intuisi. Seseorang akan meramalkan bahwa perawat yang
menganggap bahwa mereka memiliki lebih banyak pengetahuan akan memiliki lebih
banyak pengalaman berlatih dengan pasien dengan TBI sedang hingga berat, lebih
banyak pelatihan, dan kepercayaan diri yang lebih dirasakan, tetapi ini tidak terjadi.
Mungkin ini dapat digambarkan sebagai "semakin Anda tahu, semakin Anda menyadari
keterbatasan Anda."
Pengelompokan perawat berdasarkan pengetahuan yang diketahui ini mengungkapkan
persepsi yang dipetakan ke Model Pembelajaran Kompetensi Sadar, yang digunakan
untuk menggambarkan pembelajaran pengalaman (Cannon, Feinstein, & Friesen, 2014).
Model Pembelajaran Kompetensi Sadar terdiri dari empat tahap, yang sering
digambarkan dalam format siklus. Gerakan dari satu tahap ke tahap lainnya didasarkan
pada umpan balik dan refleksi diri (tahap 1 ke tahap 2), praktik dan pemantauan diri
(tahap 2 ke tahap 3), refleksi dan otomatisme, (tahap 3 ke tahap 4), dan peningkatan dan
pertumbuhan diri (tahap 4 ke tahap 1)
9. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial,edema serebral
progresif, dan herniasi otak
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang mendapatkan cedera
kepala berat, puncak pembengkakan yang terjadi kira-kira 72 jam setelah cidera. TIK meningkat karena
ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak
diakibatkan trauma.
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat mencium
baubauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisitneurologik seperti afasia, defek memori, dan
kejang post traumatic atau epilepsy.
c. Komplikasi lain secara traumatic :
1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,abses otak)
3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
d. Komplikasi lain:
1) Peningkatan TIK
2) Hemorarghi
3) Kegagalan nafas
4) Diseksi ekstrakranial
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Data Subjektif
Pada pasien cedera otak berat biasanya didapatkan nyeri kepala hebat, merasa mual dan muntah, terdapat
sesak, riwayat adanya trauma, mempunyai riwayat penyakit hipertensi, merasa cemas.
2. Data Objektif
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan -keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukng data dan pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan persistem (B1 – B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) dan terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluhan dari klien.
Keadaan umum
Pada keadaaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran (cedera kepala
berat/ cedera otak berat), bila GCS kurang atau sama dengan 8 dan terjadi perubahan pada
tanda-tanda vital.
(1) B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradiasi dari perubahan jaringa cerebral
akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan, hasil dari pemeriksaaan fisik dari sistem ini
akan didapatkan :
(a).Inspeksi
Diddaptakan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Terdapat retraksi klavikula/ dada,
pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai penuh/ tidak penuh dan
kesimetrisannya. Ketidak simetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada
paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemothoraks, atau penempatan
endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat. Pada observasi ekspansi dada juga
perlu dinilai : retraksi dari otot – otot interkostal, substernal, pernapan abdomen, dan
respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot
– otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.
(b).Palpasi
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila
melibatkan trauma pada rongga thoraks.
(c).Perkusi
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada thoraks/
hematothoraks
(d).Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan
pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
(2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang
sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan berat.
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa keadaan dapat
ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardia da aritmia.
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardia merupakan tanda dari
perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan
kadar hemaglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi
jaringan dan tanda -tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari
trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiuretik hormon (ADH) yang berdampak
pada kompensasi tubuh untuk mengeluarkan retensi atau pengeluaran garam dan air
oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektolit meningkat
sehingga memberikan resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
pada sistem kardiovaskuler.
(3) B3 (Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkan pengaruh
peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya perdarahan baik bersifat intraserebral
hematoma, subdural hematoma dan epidural hematoma. Pengkajian
B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
(a).Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk menilai disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien
cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai
koma.
(b).Pemeriksan fungsi serebral
Status mental : Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien
dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik pada klien cedera kepala tahap
lanjut biasanya status mental mengalami perubahan.
Fungsi intelektual : Pada keadaan klien cedera kepala didapatkan penurunan dalam
ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang
Lobus frontal : Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila trauma
kepala mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal kapasitas, memori atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak disfungsi ini dapat
ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka. Masalah psikologi lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam da kurang
kerja sama.
Hemisfer : Cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan tersebut. Cedera kepala pada hemisfer
kiri, mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati – hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustrasi
(c).Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I
Pada beberapa keadaan cedera kepala didaerah yang merusak anatomis dan fisiologis
saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/anosmia unilateral atau
bilateral
Saraf II
Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan lapangan penglihatan
dan menggangu fungsi dari nervus optikus. Perdarahan diruang intrakranial, terutama
hemoragia subarakhnoidal, dapat disertai dengan perdarahan diretina. Anomali
pembuluh darah didalam otak dapat bermanifestasi juga difundus. Tetapi dari segala
macam kalainan didalam ruang intrakranial, tekanan intrakranial dapat dicerminkan
pada fundus
Saraf III, IV da VI
Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan trauma yang merusak
rongga orbital. pada kasus-kasus trauma kepala dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini
harus dianggap sebagai tanda serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran.
Tanda awal herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran.
Paralisis otot – otot okular akan menyusul pada tahap berikutnya. Jika pada trauma
kepala terdapat anisokoria dimana bukannya midriasis yang ditemukan, melainkan
miosis yang bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi yang lain, maka pupil
yang miosislah yang abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi dilobus frontalis
ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu berarti pusat
siliospinal menjadi tidak aktif sehingga pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.
Saraf V
Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis nervus trigenimus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan menguyah
Saraf VII
Persepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII
Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan biasanya tidak
didapatkan penurunan apabila trauma yang terjadi tidak
melibatkan sarafvestibulokoklearis
Saraf IX dan Xl
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
Saraf XI
Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik dan tidak ada
atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII
Indra pengecapan mengalami perubahan

(d).Sistem motorik
Inspeksi umum : Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh) adalah tanda
yang lain.
Tonus otot : Didapatkan menurun sampai hilang.
Kekuatan otot : Pada penilaian dengan menggunakan grade kekuatan otot didapatkan
grade O
Keseimbangan dan koordinasi : Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparase
dan hemiplegia.
(e).Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflek dalam : Pengetukan pda tendon, ligamentum atau periosteum derajat
refleks pada respon normal.
Pemeriksaan refleks patologis ; Pada fase akut refleks fisiologis sisi yag lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului
dengan refleks patologis.
(f). Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestasi persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan
sensasi.Disfungsi persepsivisual karena gangguan jaras sensorik primer diantara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin lebih berat dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi
visual, taktil dan auditorius.
(4) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik, termasuk berat jenis.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya
perfusi ginjal. Setelah cedera kepala klien mungkin mengalami inkontinensia urine
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-
kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukan kerusakan neurologis luas.
(5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut. Mual dan muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang
berlanjut menunjukan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut
atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising usus
untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum
melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada
paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit.
Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yag berasal dari sekitar
selang endotrakeal dan nasotrakeal.
(6) Tulang (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstremitas. Kaji warna
kulit, suhu kelembapan dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit warna kebiruan
menunjukan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan
membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan
rendahnya kadar haemaglobin atau syok. Pucat dan sianosis pada klien yang
menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Joundice (warna
kuning) pada klien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat penurunan aliran
darah portal akibat dari penggunaan pocked red cells (PRC) dalam jangka waktu lama.
Pada klien dengan kulit gelap. Perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat.
Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam dan infeksi. Integritas
kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensorik atau paralisis/ hemiplegia, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
3. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
2. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan
atau vena terputus.
3. Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan batang otak)
4. Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif,
afektif, dan motorik)
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif,
motorik, dan afektif.
6. Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan fisik
dan nyeri.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik,
dan afektif.
8. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
9. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
10. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.
11. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah.
4. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan kriteria


o Keperawatan hasil Intervensi

1 Ketidakefektifan Setelah diberikan NIC Label >>


bersihan jalan asuhan keperawatan Respiratory
nafas b.d selama … x 24 jam, monitoring
 Tidak ada batuk diharapkan bersihan 1. Pantau rate,
 Suara napas jalan nafas klien irama,
tambahan kembali efektif dengan kedalaman, dan
 Perubahan kriteria hasil: usaha respirasi
frekuensi napas NOC Label >> 2. Perhatikan

 Sianosis Respiratory status: gerakan dada,

 Perubahan irama airway patency amati simetris,

napas  Frekuensi penggunaan otot

 Kesulitan pernapasan dalam aksesori, retraksi

berbicara/menge batas normal (16- otot

luarkan suara 20x/mnt) supraclavicular


 Irama pernapasan dan interkostal
 Pernurunn bunyi
normal 3. Monitor suara
napas  Kedalaman napas tambahan
 Dispnea pernapasan normal 4. Monitor pola
 Sputum dalam  Klien mampu napas :
jumlah yang mengeluarkan bradypnea,
berlebihan sputum secara tachypnea,
 Batuk yang efektif hyperventilasi,
tidak efektif  Tidak ada akumulasi napas kussmaul,

 Ortopnea sputum napas cheyne-

 Gelisah stokes, apnea,

 Mata terbuka napas biot’s dan

lebar pola ataxic

Lingkungan NIC Label >>

 Perokok pasif Airway


Management
 Menghisap asap
1. Auskultasi
rokok
bunyi nafas
 Merokok
tambahan;
 Obstruksi jalan
ronchi,
napas
wheezing.
 Spasme jalan
2. Berikan posisi
napas
yang nyaman
 Mukus dalam
untuk
jumlah
mengurangi
berlebihan
dispnea.
 Eksudat dalam
3. Bersihkan sekret
alveoli
dari mulut dan
 Materi asing
trakea; lakukan
dalam jalan
penghisapan
napas
sesuai
 Adanya jalan
keperluan.
napas buatan
4. Anjurkan
 Sekresi yang
asupan cairan
tertahan/sisa
adekuat.
sekresi
5. Ajarkan batuk
 Sekresi dalam efektif
bronki
6. Kolaborasi
Fisiologis pemberian
 Jalan napas
alergik oksigen
 Asma 7. Kolaborasi
 Penyakit paru pemberian
obstruksi kronis broncodilator
 Hiperplasia sesuai indikasi.
dinding bronkial NIC Label >>
 Infeksi Airway suctioning

 Disfungsi 1. Putuskan kapan

neuromuscular dibutuhkan oral


dan/atau trakea
suction
2. Auskultasi sura
nafas sebelum
dan sesudah
suction
3. Informasikan
kepada keluarga
mengenai
tindakan suction
4. Gunakan
universal
precaution,
sarung tangan,
goggle, masker
sesuai kebutuhan
5. Gunakan aliran
rendah untuk
menghilangkan
sekret (80-100
mmHg pada
dewasa)
6. Monitor status
oksigen pasien
(SaO2 dan SvO2)
dan status
hemodinamik
(MAP dan irama
jantung) sebelum,
saat, dan setelah
suction

2 Perfusi jaringan NOC: Monitor


tak efektif 1. Status sirkulasi Tekanan Intra
(spesifik sere- 2. Perfusi jaringan Kranial
bral) b.d aliran serebral 1. Catat
arteri dan atau Setelah dilakukan perubahan respon
vena terputus, tindakan keperawatan klien terhadap
dengan batasan selama ….x 24 jam, stimu-lus /
karak-teristik: klien mampu men-capai rangsangan
– Perubahan : 2. Monitor TIK
respon motorik 1. Status sirkulasi klien dan respon
– Perubahan dengan indikator: neurologis
status mental · Tekanan darah sis- terhadap aktivitas
– Perubahan tolik dan diastolik 3. Monitor
respon pupil dalam rentang yang intake dan output
– Amnesia diharapkan 4. Pasang
retrograde (gang- · Tidak ada restrain, jika
guan memori) ortostatik hipotensi perlu
· Tidak ada tanda 5. Monitor suhu
tan-da PTIK dan angka
2. Perfusi jaringan leukosit
serebral, dengan 6. Kaji adanya
indicator : kaku kuduk
· Klien mampu 7. Kelola
berko-munikasi dengan pemberian
je-las dan sesuai ke- antibiotik
mampuan 8. Berikan
· Klien posisi dengan
menunjukkan perhatian, kepala elevasi
konsen-trasi, dan 30-40Odengan
orientasi leher dalam
· Klien mampu posisi netral
mem-proses informasi 9. Minimalkan
· Klien mampu stimulus dari
mem-buat keputusan lingkungan
de-ngan benar 10. Beri jarak
· Tingkat kesadaran antar tindakan
klien membaik keperawatan
untuk
meminimalkan
peningkatan TIK
11. Kelola obat
obat untuk
mempertahankan
TIK dalam batas
spesifik
Monitoring
Neurologis
(2620)
1. Monitor
ukuran,
kesimetrisan,
reaksi dan bentuk
pupil
2. Monitor
tingkat kesadaran
klien
3. Monitor
tanda-tanda vital
4. Monitor
keluhan nyeri
kepala, mual, dan
muntah
5. Monitor
respon klien
terhadap
pengobatan
6. Hindari
aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi
kondisi fisik
klien
Terapi Oksigen
(3320)
1. Bersihkan
jalan nafas dari
secret
2. Pertahankan
jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan
oksigen sesuai
instruksi
4. Monitor
aliran oksigen,
kanul oksigen,
dan humidifier
5. Beri
penjelasan
kepada klien
tentang
pentingnya
pemberian
oksigen
6. Observasi
tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor
respon klien
terhadap
pemberian
oksigen
8. Anjurkan
klien untuk tetap
memakai oksigen
selama aktivitas
dan tidur

3 Defisit self care NOC: NIC: Membantu


b.d de-ngan Perawatan diri : perawatan diri
kelelahan, nyeri (mandi, Makan klien Mandi dan
Toiletting, berpakaian) toiletting
Setelah diberi motivasi
perawatan selama Aktifitas:

….x24 jam, ps 1. Tempatkan

mengerti cara alat-alat mandi di

memenuhi ADL secara tempat yang

bertahap sesuai kemam- mudah dikenali

puan, dengan kriteria : dan mudah

· Mengerti secara dijangkau klien

seder-hana cara mandi, 2. Libatkan

makan, toileting, dan klien dan

berpakaian serta mau dampingi

mencoba se-cara aman 3. Berikan

tanpa cemas bantuan selama

· Klien mau klien masih

berpartisipasi dengan mampu

senang hati tanpa mengerjakan

keluhan dalam sendiri

memenuhi ADL NIC: ADL


Berpakaian

Aktifitas:
1. Informasikan
pada klien dalam
memilih pakaian
selama perawatan
2. Sediakan
pakaian di tempat
yang mudah
dijangkau
3. Bantu
berpakaian yang
sesuai
4. Jaga privcy
klien
5. Berikan
pakaian pribadi
yg digemari dan
sesuai
NIC: ADL
Makan
1. Anjurkan
duduk dan
berdo’a bersama
teman
2. Dampingi
saat makan
3. Bantu jika
klien belum
mampu dan beri
contoh
4. Beri rasa
nyaman saat
makan
DAFTAR PUSTAKA

Marion Johnson, dkk. 2015-2017. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby.

Mc. Closkey dan Buleccheck. 2015-2017. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. Mosby.

NANDA. 2015-2017. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: North American Nursing
Diagnosis Association.

Smeltzer, BG., 2012. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW
Publisher

Dr. Edlow, Brian L. 2013. Unexpected Recovery of Function after Severe Traumatic Brain Injury:
The Limits of Early Neuroimaging-Based Outcome Prediction. NIH-PA Author Manuscrip: Boston

Garey, Mary Lou, "Assessment of Mild Traumatic Brain Injury By Advanced Practice
Registered Nurses" (2014). Doctoral Teses. Paper.

Anda mungkin juga menyukai