Anda di halaman 1dari 15

Case Report

Anestesi Umum pada Limfadenopati Colli

Pembimbing :

Dr. Yosi Asmara, Sp. An

Disusun oleh :

Frederica

11-2017-112

KEPANITERAAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASI


PERIODE 21 JANUARI 2019 - 9 FEBRUARI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2019
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ANASTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RSUD TARAKAN

Nama : Frederica Tanda Tangan

No NIM : 11-2017-112 .........................

Dokter Pembimbing : dr, Yosi Asmara, Sp.An .........................

Identitas
Nama : Nn. S
Umur : 18 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Status pernikahan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA

Pemeriksaan pre operasi


Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan 2 buah di leher bagian belakang kanan dan kiri
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Tarakan dengan keluhan benjolan berjumlah
dua pada bagian leher belakang kanan dan kiri pasien sejak 2 bulan yang lalu,
benjolan dirasakan tidak nyeri, tidak merah, tidak berisi cairan dan tidak berdarah.
Pasien mengaku benjolan yang kanan bertambah besar sedangkan yang kiri
mengecil, namun benjolan dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.
Pasien menyangkal adanya benjolan di tempat lain, batuk, pilek, dan demam.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini. Pasien belum pernah operasi
sebelumnya. Pasien menyangkal mempunyai asma, penyakit sistemik hipertensi,
diabetes, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit
rematik, dan infeksi saluran kemih seperti disangkal pasien.
 Riwayat Penyakit keluarga :
Pasien juga mengaku bahwa orangtua pasien juga menderita asma. Namun
riwayat hipertensi, diabetes, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal,
penyakit hati, penyakit rematik, dan infeksi saluran kemih disangkal pasien.
 Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol, merokok, ataupun obat-obatan tertentu.
 Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya alergi obat-obatan, makanan, dan zat lain.

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis
 Status gizi : TB: 158 cm
BB: 61 kg
BMI: 24
 Tanda vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 84 x/mnt
- Suhu : 36,8 C
- Pernapasan : 20 x/mnt
Status Generalis
Kepala : Tampak normocephali
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera kuning -/-
Leher : Lihat status lokalis
Thorax : Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen : Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani, bising usus (+)
normal.
Ekstremitas : akral hangat disetiap ekstremitas, edema tidak ada.

Status Lokalis

Inspeksi : Benjolan pada regio colli berbentuk bulat sebesar bola pingpong berjumlah 2
dengan diameter 4cm dan 2 cm. Darah (-) Pus(-), permukaan licin tidak berbenjol.
Warna sesuai dengan permukaan kulit sekitar.
Palpasi :Nyeri tekan (-), Hangat (-), permukaan licin, konsistensi kenyal, melekat pada
dasar

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Hemoglobin : 13,1 g%
 Leukosit : 5.020 mcL
 Trombosit : 363.000 rb
 Hematokrit : 41,3%
 GDS : 98 mg/dl
 Masa Pembekuan : 7’ 30’’
 Masa Perdarahan : 2’ 45’’

Perencanaan anestesi :
Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan anestesi umum dengan orotracheal tube
Kesimpulan :
ASA II dengan hasil laboratorium normal

Intraoperasi
Status anestesi
o Diagnosa pre operasi : Lymphadenopati colli
o Diagnos post operasi : Lymphadenopati colli
o Jenis operasi : multiple eksisi KGB bilateral
o Rencana teknik anestesi : General anestesi
o Status fisik : ASA II
o Anestesi dengan:
- O2 4 liter/menit
- Sevoflurane 2,5%

Premedikasi ( Intravena)
 Midazolam 2 mg
 Fentanyl 75 mcg

Induksi Sevoflurane 2,5 vol%

 Intravena : propofol
 Inhalasi : sefoflurane

o Pernapasan: Kendali
o Posisi: Telungkup
o Infus: tangan kiri 20G
o Komplikasi selama pembedahan: -
o Keadaan akhir pembedahan:
 Tekanaan darah : 120/75 mmHg
 Nadi : 86x/ menit
 Saturasi O2 : 99 %
 Mual/ muntah : -/-
 Sianosis :-
o Terapi khusus pascabedah: -
o Komplikasi pasca bedah: -
o Hipersensitivitas/alergi: -
o Teknik khusus: -
o Jam mulai anestesi : 14.20 WIB
o Jam mulai operasi : 14.40 WIB
o Jam selesai operasi : 15.20 WIB
o Jam selesai anestesi : 15.30 WIB
o Lama operasi : 40 menit
o Lama anestesi : 70 menit

Persiapan Alat
 Peralatan Anestesi Umum

- (S) : Stetoskop, laringoskop

- (T) : laryngeal mask

- (A) : Oral airway (Guedel),

- (T) : Plester

- (I) : Mandrin/Stilet (pada pasien ini tidak dipakai)

- (C) : Connector

- (S) : Suction

 Balon/pump

 Mesin anestesi

 EKG monitor
 Sfigmomanometer digital

 Oksimeter/saturasi

 Infuse set

 Spuit 10cc

 Sungkup muka

Persiapan Obat

 Antiemetik : ondansetron

 Analgetik : fentanil

 Gas inhalasi : Sevoflurane

 Obat emergency : neostigmin, sulfas atropine, efedrin

 Analgetik post op :

Kronologis Anestesi

14.15 WIB Anestesi dimulai dengan pemberian premedikasi secara intravena. Dimasukkan
obat premedikasi, yaitu midazolam 2 mg dan fentanyl 75 mg
14. 18 WIB Pasien diberikan noveron 20 mg sebagai pelemas otot untuk merelaksasikan
pernapasan karena dilakukan operasi multiple eksisi di regio colli dan pasien
diposisikan telungkup maka dokter anestesi memilih untuk melakukan intubasi
orotrakheal kendali agar pasien dapat dianestesi sekaligus bernapas dengan
adekuat.
14.20 WIB Pasien disungkup dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin
anestesi yang menghantarkan gas (sevofluran) dengan ukuran 2,5 vol%
bersamaan dengan O2 4 liter/menit dari mesin ke jalan napas pasien dengan
melakukan bagging selama kurang lebih 3 menit untuk menekan pengembangan
paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot sehinga mempermudah
dilakukan pemasangan orotrakheal tube.
14.22 WIB Setelah pasien diintubasi dengan menggunakan orotrakheal tube, maka dialirkan
sevofluran 2,5 vol%. Ventilasi dilakukan dengan kendali mesin dengan frekuensi
20 x/menit. Setelah beberapa saat setelah induksi, tekanan darah pasien mulai
turun oleh karena obat-obat induksi ini menandakan anestesi yang dijalankan
sudah dalam.
14.40 WIB Operasi dimulai
15.20 WIB Operasi selesai dengan tekanan darah 92/55mmHg, nadi 90 dan sat oksigen
100%. Kondisi terkontrol.
15.25 WIB Pemeliharaan inhalasi pasien. Pernafasan pasien mulai spontan, sistem ventilasi
kendali diubah menjadi sistem ventilasi spontan. Ventilasi spontan sudah
adekuat, aliran sevoflurane dimatikan, dilakukan oksigenasi dengan O2 4
liter/menit dimatikan alirannya. Kemudian dilakukan ekstubasi orotrakeal tube
dan digantikan dengan sungkup.
15.35 WIB Pasien sadar dipindahkan ke ruang pemulihan

POST-OPERASI

Tekanan darah : 98/55 mmHg, Nadi : 90 x/menit, Saturasi O2 : 99%

Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :

Nilai 2 1 0
Kesadaran Sadar, orientasi Dapat dibangunkan Tak dapat
baik dibangunkan
Warna Merah muda Pucat atau Sianosis dengan O2
(pink) tanpa O2, kehitaman perlu O2 SaO2 tetap < 90%
SaO2 > 92 % agar SaO2 > 90%
Aktivitas 4 ekstremitas 2 ekstremitas Tak ada
bergerak bergerak ekstremitas
bergerak
Respirasi Dapat napas Napas dangkal Apnu atau
dalam Sesak napas obstruksi
Batuk
Kardiovaskular Tekanan darah Berubah 20-30 % Berubah > 50 %
berubah 20 %

Total = 10  Pasien dapat dipindahkan kebangsal.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. I. Anestesi Umum

Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Pada pasien yang dilakukan anestesi dapat
dianggap berada dalam keadaan ketidaksadaran yang terkontrol dan reversible. Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentolerir tindakan pembedahan. Komponen anestesia yang ideal
terdiri hipnotik, analgesia, dan relaksasi.

Indikasi anestesi umum:

- Infant & anak usia muda


- Dewasa yang memilih anestesi umum
- Pembedahannya luas / ekstensif
- Penderita sakit mental
- Pembedahan lama
- Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
- Riwayat penderita toksik/ alergi obat anestesi lokal
- Penderita dengan pengobatan antikoagulan

Metode anestesia umum dibagi menjadi 3, antara lain:

1. Parenteral (IM atau IV) biasanya diberikan untuk tindakan singkat.

2. Perektal (untuk anak- anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat)

3. Inhalasi dengan menggunakan gas atau agen volatil

Sebelum dilakukan anestesia, perlu untuk dilakukan penilaian dan persiapan pra anestesi,
tujuan utama kunjungan pra anestesi ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi,
mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Penilaian dan
persiapan pra anestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboraturium,
penentuan status fisik, masukan oral, dan premedikasi.
Klasifikasi Status Fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang
berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat
prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak
samping pembedahan.

Klasifikasi ASA Deskripsi pasien

Kelas I Pasien normal dan sehat fisik dan mental.


Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan
dan tidak ada keterbatasan fungsional.
Kelas III Pasien dengan penyakit sistemik sedang
hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi.
Kelas IV Pasien dengan penyakit sistemik berat
yang mengancam hidup dan
menyebabkan keterbatasan fungsi.
Kelas V Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan
dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi.
Kelas E Bila operasi dilakukan darurat/cito.

Tatalaksana jalan nafas

Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya


pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Pada pasien tidak sadar atau
dalam keadaan anestesia, tonus otot jalan nafas atas, otot genioglossus hilang, sehingga lidah
akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi jalan nafsas baik total ataupun parsial.
Keadaan ini dapat diatasi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan nafas,
pemasangan alat jalan nafas faring (pharyngeal airway), pemasangan alat jalan nafas sungkup
laring (laryngeal mask airway), pemasangan pipa trakea (endotracheal tube). Obstruksi juga
dapat disebabkan oleh spasme laring pada saat anestesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri
atau rangsangan oleh sekret.

LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET (endotracheal
tube) dan pemakaian face mask. LMA diinsersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk
suatu sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring.

Indikasi LMA diantaranya:

- Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk tatalaksana jalan nafas,
namun LMA bukan suatu pengganti E ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi.
- Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan
- Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.

Kontraindikasi untuk LMA mencakup pasien dengan patologi faring (misalnya, abses),
obstruksi faring, perut penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatus), dan gangguan kompliens paru.
Meskipun jelas bukan pengganti intubasi trakea, LMA telah terbukti sangat membantu pada
pasien dengan jalan nafas sulit (mereka yang tidak dapat diintubasi atau berventilasi) karena
kemudahan penyisipan dan tingkat keberhasilan yang relatif tinggi.
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok,dengan insidensi
10% sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA.
Kelebihan dan kekurangan sungkup laring dibanding sungkup muka dan pipa trakea:
Kelebihan Kekurangan
Di bandingkan dengan Lebih mudah untuk Lebih invasif
sungkup muka mempertahankan jalan nafas
Trauma mata dan nevus Lebih bresiko menyebabkan
fasialis lebih sedikit trauma jalan nafas
Polusi terhada kamar operasi Perlu anestesi dalam
kurang
Lebih sederhana untuk opeasi Perlu mobilitas dari sendi
THT rahang
Dibandingkan dengan ET Kurang invasif Resiko aspirasi lebih tinggi
Sangat berguna pada pasien Kurang aman untuk posisi
yang sulit di intubasi tengkurap
Trauma laring dan gigi lebih Jalan nafas kurang aman
sedikit
Tidak perlu obat pelumpuh Dapat menyebabkan distensi
otot lambung

Persiapan Obat

 Induksi : Propofol

Propofol

Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery
anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol merupakan cairan emulsi
minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml=10mg) dan
mudah larut dalam lemak. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh
GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai
dalam waktu 30 detik.

Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi 25-
100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi
maupun maintenance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasa
dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu
melalui infuse, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada pemberian pada orang
dewasa dibawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan
kecepatan tetesan juga lebih lambat.

Diberikan sedatif terlebih dahulu seperti midazolam atau diazepam dengan dosis 0,1 mg/kg
secara IV dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.

 Maintanance anestesi : Isoflurane, N2O


 Analgesik : Fentanil

Fentanil

Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin. Lebih larut dalam
lemak dibanding petidin dan menembus sawar jaringan dengan mudah. Setelah suntikan
intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi
terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya. Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi
dan hidroksilasidan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.

Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya. Dosis 1-3 ug/kgBB analgesinya
kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anestesia
pembedahan daan tidak untuk pasca bedah.

Dosis besar 50-150 ul/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan pemeliharaan anestesia
dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Efek
tak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot.
Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin,
aldosteron dan kortisol. 2

Sedatif : Miloz (midazolam)

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi, dan
pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena
transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan
perubahan organic otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan
secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan.

Dosis premedikasi dewasa 0.07 – 0.10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien.
Dosis lazim adalah 5 mg. Pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0.025-0.05 mg/kgBB.

Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan, umumnya
hanya sedikit.

Muscle relaksan : noveron


Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru, sifatnya tidak
mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, dan tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskular yang bermakna dan pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan,
dosis 0,5 mg/kg BB, durasi 15-30 menit.

Obat Emergency : efedrin sulfat

Efedrin merupakan vasopresor dan bronkodilator. Efedrin meningkatkan curah jantung,


tekanan darah, dan nadi melalui stimulasi adrenergic alfa dan beta. Meningkatkan aliran darah
koroner dan menimbulkan bronkodilatasi melalui stimulasi reseptor beta-2.

Dosis IV 5-20mg, IM 25-50mg, PO 25-50mg setiap 3-4 jam.

Antiemetik : Ondansetron

Ondansetron digunakan untuk pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca
bedah. Ondansetron tidak menstimulasi peristaltic usus dan lambung.

Anda mungkin juga menyukai