GRANULOMA
Oleh:
Prayudi Arief Wicaksono C014182015
Pembimbing Residen:
dr. Sri Hardiyanti Putri
dr. Putri Lestari Galbrilasari
Dosen Pembimbing :
Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A(K)
1
HALAMAN PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Supervisor Pembimbing
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
II.1 Definisi ..................................................................................................................... 5
II.2 Etiologi ..................................................................................................................... 5
II.3 Epidemiologi ............................................................................................................ 5
II.4 Faktor Risiko ........................................................................................................... 6
II.5 Tanda dan Gejala ...................................................................................................... 6
II.6 Penegakan Diagnosis................................................................................................ 6
II.7 Patogenesis ............................................................................................................... 8
II.8 Patofisiologi ........................................................................................................... 10
II.9 Gambaran Histopatologi dan Penjelasannya .......................................................... 11
II.10 Terapi .................................................................................................................... 13
II.11 Komplikasi ........................................................................................................... 14
II.12 Prognosis .............................................................................................................. 15
BAB III KESIMPULAN................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
Granuloma adalah tumor jinak yang relatif umum, sebagai respon jaringan
karena adanya iritasi atau trauma. Nama granuloma ini sebenarnya keliru,
karena kondisi ini tidak terkait dengan pus dan tidak mewakili gambaran
granuloma secara histologis. Jenis granuloma ini ditemukan pada tahun 1980,
dimana lesi abnormal ini dianggap timbul akibat gangguan metabolisme protein.
Lesi yang muncul tersebut merupakan jaringan primitif yang menyebabkan
depresi gen di fibroblast yang menghasilkan infeksi virus tipe C. Perlu diketahui
bahwa pertumbuhan dari tumor jinak ini tidak hanya tergantung aktivitas
proliferasi sel, namun juga mempertimbangkan kematian sel (Jafarzadeh, 2006;
Neville, 2009).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
II.2 Etiologi
II.3 Epidemiologi
5
rasio sekitar 3:2. Hal ini terkait dengan keadaan hormonal. (Steinberg, 2014).
Ada beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai sebagai tanda
diagnosis granuloma , antara lain (Habif, 2009):
1. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis granuloma dapat ditanyakan
beberapa hal, antara lain (Steinberg, 2014):
a. Riwayat terjadinya luka pada daerah yang terdapat lesi.
Biasanya lesi granuloma muncul seiring luka atau terbakar.
6
b. Berapa lama lesi tersebut muncul? Granuloma tumbuh dan
berkembang dengan cepat. Rata-rata durasi untuk
mendiagnosis jenis granuloma ini adalah 3 bulan. Apabila lesi
telah muncul lebih dari 6 bulan, peluang untuk menjadi
keganasan kulit menjadi lebih besar.
c. Apakah lesi mudah berdarah? Hampir semua granuloma
mudah berdarah. Bila lesi tidak berdarah dengan adanya
stimulasi gosokan, maka diagnosis granuloma dapat
disingkirkan.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi berguna untuk membedakan granuloma dari struktur
dermis yang dalam ataupun subkutan, seperti kista atau kelenjar
limfe. USG secara umum mempunyai keterbatasan untuk
7
mengevaluasi ukuran dan penyebaran granuloma. Dikatakan juga
bahwa USG doppler (2 kHz) dapat digunakan untuk densitas
pembuluh darah yang tinggi (lebih dari 5 pembuluh darah/m2) dan
perubahan puncak arteri. Pemeriksaan menggunakan alat ini
merupakan pemeriksaan yang sensitif dan spesifik untuk mengenali
suatu granuloma infantil dan membedakannya dari massa jaringan
lunak lain (Khusner,2007).
b. MRI merupakan modalitas imaging pilihan karena mampu
mengetahui lokasi dan penyebaran baik granuloma kutan dan
ekstrakutan. MRI juga dapat membantu membedakan granuloma
yang sedang berproliferasi dari lesi vaskuler aliran tinggi yang lain
(misalnya malformasi arteriovenus). Granuloma dalam fase involusi
memberikan gambaran seperti pada lesi vaskuler aliran rendah
(misalnya malformasi vena) (Khusner,2007).
c. CT scan, namun cara ini kurang mampu menggambarkan
karakteristik atau aliran darah. Penggunaan kontras dapat membantu
membedakan granuloma dari penyakit keganasan atau massa lain
yang menyerupai granuloma (Khusner,2007).
d. Pemeriksaan foto toraks, masih bisa dipakai untuk melihat apakah
granuloma mengganggu jalan nafas (Khusner,2007).
e. Biopsi diperlukan bila ada keraguan diagnosis ataupun untuk
menyingkirkan hemangioendotelioma kaposiformis atau penyakit
keganasan. Pemeriksaan immunohistokimia dapat membantu
menegakkan diagnosis. Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan
biopsi ialah perdarahan (Khusner,2007).
II.7 Patogenesis
Pada awalnya, tumor muncul sebagai sebuah sel, kemudian tumbuh dan
mulai membelah, membentuk sel-sel baru. Awalnya, sel-sel ini mendapatkan
nutrisi dari pembuluh darah yang ada di dekatnya. Akan tetapi, karena sel terus
membelah, maka sel yang berada di tengah menjadi berada jauh dari pembuluh
darah, sehingga ia harus mempunyai pembuluh darah sendiri. Tanpa
8
pembentukan pembuluh darah yang baru, tumor tidak akan bisa tumbuh lebih
besar dari 1 milimeter. Agar tumor dapat berkembang, diperlukan pembentukan
pembuluh darah melalui angiogenesis. Untuk proses angiogenesis tersebut
antara lain diperlukan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang
merupakan peptida angiogenik yang sangat berpotensi dalam mengendali
pengembangan hematopoietic stem cell dan pengubahan matriks ekstrasel. In
vitro VEGF merangsang degradasi matriks ekstrasel dan proliferasi, migrasi
dan pembentukan rongga pembuluh pada sel endotel pembuluh darah. In vivo
mengatur permeabilitas dinding kapiler yang merupakan hal penting dalam
proses awal angiogenesis (Kartika, 2011).
Faktor angiogenik seperti VEGF mempunyai peranan pada fase
proliferasi- involusi granuloma dan bekerja melalui dua cara. Pertama, secara
langsung mempengaruhi mitosis endotel pembuluh darah. Kedua, secara tidak
langsung mempengaruhi makrofag, sel mast, dan limfosit T
penolong. Makrofag menghasilkan stimulator ataupun inhibitor angiogenesis.
Pada fase proliferasi, jaringan granuloma diinfiltrasi oleh makrofag dan sel
mast, sedangkan pada fase involusi terdapat infiltrasi monosit. Diperkirakan
infiltrasi makrofag dipengaruhi oleh Monocytechemoattractant Protein-1
(MCP-1), suatu glikoprotein yang berperan sebagai kemotaksis mediator. Zat
ini dihasilkan oleh sel otot polos pembuluh darah pada fase proliferasi, tetapi
tidak dihasilkan oleh granuloma pada fase involusi (Kartika, 2011).
9
sel abnormal yang membelah terus-
menerus
terjadi angiogenesis
II.8 Patofisiologi
10
proliferasi sel-sel endotelium
yang belum teratur
11
terdapat pada stroma gelatinous, yang tidak terdapat kolagen pada stadium
awal dan relatif kaya musin. Sel-sel endotel membengkak seperti pada
jaringan granulasi yang baru, membatasi pembuluh darah dalam lapisan
tunggal dan dikelilingi oleh campuran populasi sel fibroblast, selmast, sel
plasma dan pada permukaan yang erosi terdapat leukosit PMN yang tampak
pada gambar 2.9 (Drolet, 2010).
12
2
II.10 Terapi
1. Terapi lama
13
melunaknya sel-sel. Metode ini diperkenalkan pada tahun 1940-an dengan
menggunakan nitrogen cair yang diaplikasikan dengan kapas (Kartika,
2011).
Lalu pada tahun 1961, Copper memperkenalkan sistem tertutup
dengan menyemprotkan cairan nitrogen. Penggunaan laser bisa juga
digunakan sebagai terapi granuloma, tetapi biaya perawatannya relatif
mahal (Kartika, 2011).
Pengobatan dengan kortikosteroid dipilih apabila melibatkan salah
satu struktur vital, tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi
kosmetik, secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisum,
adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia, dan
menyebabkan dekompensasio kardiovaskular. Kortikosteroid yang dipakai
antara lain prednison yang mengakibatkan granuloma mengadakan regresi,
yaitu untuk granuloma bentuk strawberry, kavernosa dan campuran.
Dosisnya per oral 20-30 mg per hari selama 2-3 minggu dan perlahan-
lahan diturunkan, lama pengobatan adalah 3-4 bulan (Kartika, 2011).
2. Terapi baru
Pengobatan dengan radiasi dewasa ini sudah banyak ditinggalkan
karena berakibat kurang baik pada tulang, juga menimbulkan komplikasi
berupa keganasan yang terjadi pada jangka waktu lama dan dapat
menimbulkan fibrosis pada kulit yang sehat (Kartika, 2011).
II.11 Komplikasi
Komplikasi dari penyakit ini juga dapat timbul akibat dari efek samping
14
pengobatan dengan radiasi. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada
jangka waktu panjang waktu lama dan menimbulkan fibrosis pada kulit yang
sehat (Kartika, 2011). Granuloma mungkin dapat menyebabkan bone loss
yang signifikan, seperti yang pernah dilaporkan oleh Goodman-Topper dan
Bimstein. Namun, komplikasi ini jarang muncul (Jafarzadeh, 2006).
II.12 Prognosis
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
Burns, Tony, Stephen Breathnach, Neil Cox and Christopher Griffiths. 2010.
Rook’s Textbook of Dermatology Volume 4 8th Edition. UK: Blackwell
Scientific Publication.
Drolet, B. A., Esterly, N. B., & Frieden, I. J. 2010 Granulomas in Children, dalam
The New England Journal of Medicine.
Habif, TP. 2009. ClinicalDermatology. 5th ed. St. Louis, Mo: Mosby Elsevier.
Hamzah, M. 2008 Granuloma, dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai
Penerbit FK UI, Edisi Ketiga, Jakarta
Jafarzadeh, Hamid, Majid Sanatkhani, et al. 2006. Oral Pyogenic Granuloma: A
Review. Journal of Oral Science Vol 48 No. 4 167-175
Kartika, H. 2011. Granuloma . Terdapat di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21721/3/Chapter%20II.pdf(
Diakses tanggal 1 Mei 2014)
Kushner, B. J., Maier, H., Neumann, R., Drolet, B. A., Esterly, N. B., & Frieden,I.
J 2007. Granulomas in Children. Balai Penerbit FKUI jakarta
Neville, BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. 2009. Oral and Maxillofacial
Pathology 3rd Edition. Philadelphia: WB Saunders
Rachappa, M.M. and M. N. Triveni. 2010. Capillary Granuloma or Pyogenic
Granuloma: A Diagnostic Dilemma. Contemp Clin Dent 2010 Apr-Jun; 1
(2): 119-122
Steinberg, Brett. 2014. Pediatric Pyogenic Granuloma.Medscape
Venougopal, Sanjay, Shobha, et al. 2011. Pyogenic Granuloma- A Case Report.
Journal of Dental Science and Research 80-85
17