Anda di halaman 1dari 17

`BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

GRANULOMA

Oleh:
Prayudi Arief Wicaksono C014182015

Pembimbing Residen:
dr. Sri Hardiyanti Putri
dr. Putri Lestari Galbrilasari

Dosen Pembimbing :
Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
HASANUDDIN MAKASSAR
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Prayudi Arief Wicaksono


NIM : C014182015
Judul PKMRS : Granuloma

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2019


Menyetujui,

Residen Pembimbing Residen Pembimbing

Dr. Sri Hardiyanti Putri dr. Putri Lestari Galbrilasari

Supervisor Pembimbing

Dr.dr. Ema Alasiry, Sp.A(K)

2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
II.1 Definisi ..................................................................................................................... 5
II.2 Etiologi ..................................................................................................................... 5
II.3 Epidemiologi ............................................................................................................ 5
II.4 Faktor Risiko ........................................................................................................... 6
II.5 Tanda dan Gejala ...................................................................................................... 6
II.6 Penegakan Diagnosis................................................................................................ 6
II.7 Patogenesis ............................................................................................................... 8
II.8 Patofisiologi ........................................................................................................... 10
II.9 Gambaran Histopatologi dan Penjelasannya .......................................................... 11
II.10 Terapi .................................................................................................................... 13
II.11 Komplikasi ........................................................................................................... 14
II.12 Prognosis .............................................................................................................. 15
BAB III KESIMPULAN................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

Granuloma adalah tumor jinak yang relatif umum, sebagai respon jaringan
karena adanya iritasi atau trauma. Nama granuloma ini sebenarnya keliru,
karena kondisi ini tidak terkait dengan pus dan tidak mewakili gambaran
granuloma secara histologis. Jenis granuloma ini ditemukan pada tahun 1980,
dimana lesi abnormal ini dianggap timbul akibat gangguan metabolisme protein.
Lesi yang muncul tersebut merupakan jaringan primitif yang menyebabkan
depresi gen di fibroblast yang menghasilkan infeksi virus tipe C. Perlu diketahui
bahwa pertumbuhan dari tumor jinak ini tidak hanya tergantung aktivitas
proliferasi sel, namun juga mempertimbangkan kematian sel (Jafarzadeh, 2006;
Neville, 2009).

Lesi granuloma diderita oleh orang-orang di seluruh dunia tanpa ada


predileksi ras khusus. Perempuan jauh lebih rentan dibandingkan laki-laki karena
perubahan hormonal yang terjadi selama pubertas, kehamilan, dan menopause.
Granuloma telah disebut tumor kehamilan dan terjadi 1% pada wanita hamil,
sedangkan lesi sisanya terjadi karena iritasi lokal atau trauma. Jenis granuloma ini
paling sering menyerang orang dewasa muda (Jafarzadeh, 2006; Neville, 2009).

Granuloma biasanya muncul dengan benjolan berwarna merah keunguan


dengan permukaan halus yang dapat berupa pedunkulata atau sessile. Ukuran
granuloma bervariasi dalam beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
Tumor ini dapat dirasakan pada palpasi. Tanda dari granuloma ini adalah sebuah
lesi yang sangat mudah berdarah karena banyaknya anostomosis pembuluh darah.
Pada orang-orang yang sudah matang, pembuluh darah yang berada di sekitar
granuloma akan berkurang dan menunjukkan gejala klinis yang lebih merah
muda dan mengandung serat kolagen. Pada beberapa kasus, pengambilan
granuloma dapat menyebabkan perdarahan dan nyeri yang membutuhkan
intervensi bedah sebelum melahirkan (pada maternal) (Jafarzadeh, 2006; Neville,
2009; Venougopal, 2011).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Granuloma (granuloma pyogenicatau lobular capillary granuloma)


adalah benjolan kronis yang berukuran kecil, tidak sakit, permukaannya
halus, dan mungkin lembab. Benjolan ini mudah sekali berdarah karena
banyaknya jumlah pembuluh darah yang ada pada lokasi benjolan tersebut.
Granuloma jenis ini cepat berkembang, sehingga perlu diwaspadai (Habif,
2009; Jafarzadah, 2006).

II.2 Etiologi

Penyebab pasti dari granuloma ini tidak diketahui secara pasti.


Biasanya benjolan ini muncul di daerah tangan, lengan, atau muka bersamaan
dengan adanya luka (Habif, 2009). Ada pula pemikiran yang merujuk pada
infeksi bakteri dapat menimbulkan penyakit granuloma (Steinberg, 2014).

Sebuat postulat mengemukakan etiologi granuloma termasuk virus,


hormonal, dan faktor angiogenik. Penyakit ini juga telah dievaluasi dan tidak
ditemukan Human Papilloma Virus (HPV) tipe 6, 11, 16, 31, 33, 35, 42, dan
58. Granuloma yang muncul kembali dengan satelitosis adalah jenis
granuloma yang tidak biasa. Pada penderita penyakit tersebut ditemukan ada
peran dari bakteri Bartonella henselae yang dapat dideteksi dengan
peningkatan immunoglobulin G (Steinberg, 2014).

II.3 Epidemiologi

Granuloma ini biasanya terjadi pada anak-anak (Habif, 2009). Di


Amerika Serikat, lesi kulit granuloma ditemukan pada 0,5% bayi dan anak-
anak. Ras tidak menjadi penentu penderita penyakit ini. Perempuan lebih
berpotensi untuk menderita granuloma dibanding dengan laki-laki dengan

5
rasio sekitar 3:2. Hal ini terkait dengan keadaan hormonal. (Steinberg, 2014).

II.4 Faktor Risiko

Ada beberapa faktor risiko yang diidentifikasi berperan dalam


terbentuknya granuloma ini, antara lain (Burns, 2010):

a. Trauma, beberapa kasus granuloma ini muncul di tempat yang


belum lama menderita trauma minor
b. Infeksi Staphylococcus aureus sering muncul pada lesi.
c. Pengaruh hormonal akibat kehamilan dan kontrasepsi oral.
d. Pengaruh obat, biasanya lesi yang multipel akan muncul pada pasien
dengan retinoid sistemik (acitretin atau isotretinoin) atau protease-
inhibitor
e. Ada kemungkinan infeksi virus, namun belum dapat dipastikan
f. Malformasi pembuluh darah secara mikroskopis.

II.5 Tanda dan Gejala

Ada beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai sebagai tanda
diagnosis granuloma , antara lain (Habif, 2009):

1. Benjolan merah kecil yang mudah berdarah, terletak di dekat luka


2. Benjolan muncul di lengan, tangan, dan muka.
3. Lesi dikatakan sebagai lesi granuloma bila lesi berbentuk polipoid
atau exophytic. Lesi ini dapat membedakan granuloma dan
kebanyakan tumor ganas pembuluh darah lainnya dan lesi tumbuh
dalaam waktu cepat (Steinberg, 2014).

II.6 Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis granuloma dapat ditanyakan
beberapa hal, antara lain (Steinberg, 2014):
a. Riwayat terjadinya luka pada daerah yang terdapat lesi.
Biasanya lesi granuloma muncul seiring luka atau terbakar.

6
b. Berapa lama lesi tersebut muncul? Granuloma tumbuh dan
berkembang dengan cepat. Rata-rata durasi untuk
mendiagnosis jenis granuloma ini adalah 3 bulan. Apabila lesi
telah muncul lebih dari 6 bulan, peluang untuk menjadi
keganasan kulit menjadi lebih besar.
c. Apakah lesi mudah berdarah? Hampir semua granuloma
mudah berdarah. Bila lesi tidak berdarah dengan adanya
stimulasi gosokan, maka diagnosis granuloma dapat
disingkirkan.
2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, granuloma dapat dideskripsikan sebagai


nodul halus yang berwarna merah terang, dengan atau tanpa krusta.
Biasanya soliter, berbatas jelas, berbentuk seperti kubah, dan
berdiameter 1-10 mm. Beberapa jenis granuloma dapat dilihat melalui
beberapa gambaran berikut, yaitu (Steinberg, 2014):

Gambar 2.2 Granuloma Umbilical

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi berguna untuk membedakan granuloma dari struktur
dermis yang dalam ataupun subkutan, seperti kista atau kelenjar
limfe. USG secara umum mempunyai keterbatasan untuk

7
mengevaluasi ukuran dan penyebaran granuloma. Dikatakan juga
bahwa USG doppler (2 kHz) dapat digunakan untuk densitas
pembuluh darah yang tinggi (lebih dari 5 pembuluh darah/m2) dan
perubahan puncak arteri. Pemeriksaan menggunakan alat ini
merupakan pemeriksaan yang sensitif dan spesifik untuk mengenali
suatu granuloma infantil dan membedakannya dari massa jaringan
lunak lain (Khusner,2007).
b. MRI merupakan modalitas imaging pilihan karena mampu
mengetahui lokasi dan penyebaran baik granuloma kutan dan
ekstrakutan. MRI juga dapat membantu membedakan granuloma
yang sedang berproliferasi dari lesi vaskuler aliran tinggi yang lain
(misalnya malformasi arteriovenus). Granuloma dalam fase involusi
memberikan gambaran seperti pada lesi vaskuler aliran rendah
(misalnya malformasi vena) (Khusner,2007).
c. CT scan, namun cara ini kurang mampu menggambarkan
karakteristik atau aliran darah. Penggunaan kontras dapat membantu
membedakan granuloma dari penyakit keganasan atau massa lain
yang menyerupai granuloma (Khusner,2007).
d. Pemeriksaan foto toraks, masih bisa dipakai untuk melihat apakah
granuloma mengganggu jalan nafas (Khusner,2007).
e. Biopsi diperlukan bila ada keraguan diagnosis ataupun untuk
menyingkirkan hemangioendotelioma kaposiformis atau penyakit
keganasan. Pemeriksaan immunohistokimia dapat membantu
menegakkan diagnosis. Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan
biopsi ialah perdarahan (Khusner,2007).

II.7 Patogenesis

Pada awalnya, tumor muncul sebagai sebuah sel, kemudian tumbuh dan
mulai membelah, membentuk sel-sel baru. Awalnya, sel-sel ini mendapatkan
nutrisi dari pembuluh darah yang ada di dekatnya. Akan tetapi, karena sel terus
membelah, maka sel yang berada di tengah menjadi berada jauh dari pembuluh
darah, sehingga ia harus mempunyai pembuluh darah sendiri. Tanpa

8
pembentukan pembuluh darah yang baru, tumor tidak akan bisa tumbuh lebih
besar dari 1 milimeter. Agar tumor dapat berkembang, diperlukan pembentukan
pembuluh darah melalui angiogenesis. Untuk proses angiogenesis tersebut
antara lain diperlukan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang
merupakan peptida angiogenik yang sangat berpotensi dalam mengendali
pengembangan hematopoietic stem cell dan pengubahan matriks ekstrasel. In
vitro VEGF merangsang degradasi matriks ekstrasel dan proliferasi, migrasi
dan pembentukan rongga pembuluh pada sel endotel pembuluh darah. In vivo
mengatur permeabilitas dinding kapiler yang merupakan hal penting dalam
proses awal angiogenesis (Kartika, 2011).
Faktor angiogenik seperti VEGF mempunyai peranan pada fase
proliferasi- involusi granuloma dan bekerja melalui dua cara. Pertama, secara
langsung mempengaruhi mitosis endotel pembuluh darah. Kedua, secara tidak
langsung mempengaruhi makrofag, sel mast, dan limfosit T
penolong. Makrofag menghasilkan stimulator ataupun inhibitor angiogenesis.
Pada fase proliferasi, jaringan granuloma diinfiltrasi oleh makrofag dan sel
mast, sedangkan pada fase involusi terdapat infiltrasi monosit. Diperkirakan
infiltrasi makrofag dipengaruhi oleh Monocytechemoattractant Protein-1
(MCP-1), suatu glikoprotein yang berperan sebagai kemotaksis mediator. Zat
ini dihasilkan oleh sel otot polos pembuluh darah pada fase proliferasi, tetapi
tidak dihasilkan oleh granuloma pada fase involusi (Kartika, 2011).

9
sel abnormal yang membelah terus-
menerus

memerlukan nutrisi untuk hidup

terjadi angiogenesis

diperlukan faktor VEGF

mempengaruhi mitosis endotel

infiltrasi makrofag, monosit, sel mast


dipengaruhi oleh MCP-1

Bagan 2.1 Patogenesis Granuloma (Kartika, 2011)

II.8 Patofisiologi

Hipotesis dari Takahashi menyatakan bahwa dalam trimester terakhir


dari kehamilan, di dalam fetus terbentuk endotelium immatur bersama perisit
yang juga immatur yang memiliki kemampuan proliferasi terbatas dimulai
pada usia 8 bulan sampai dengan 18 bulan pertama masa kehidupan setelah
dilahirkan maka pada usia demikian terbentuk granuloma (Hamzah, 2008).

10
proliferasi sel-sel endotelium
yang belum teratur

permbuluh darah berlobus


dengan lumen berisi darah

pertumbuhannya lambat dan


memiliki membran basalis
tipis

ada influks sel mast dan


TIMP

sebagian besar mengalami


involusi spontan

Bagan 2.2 Patofisiologi Granuloma (Drolet, 2010)

Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan mengenai patofisiologi dari


granuloma , diantaranya menyatakan bahwa proses ini diawali dengan suatu
proliferasi dari sel-sel endotelium yang belum teratur dengan membentuk
pembuluh darah yang berbentuk lobus dengan lumen yang berisi sel-sel
darah. Sifat pertumbuhan endotelium tersebut jinak dan memiliki membran
basalis tipis. Proliferasi tersebut akan melambat dan akhirnya berhenti
(Drolet, 2010).
Selama aktivitas proliferasi endotelium terjadi influks sejumlah sel mast
dan Tissue Inhibitors of Metalloproteinase (TIMP atau inhibitor pertumbuhan
jaringan). Proliferasi endotelium kembali normal setelah fase proliferasi
berhenti atau involusi. Sebagian besar granuloma akan mengalami involusi
spontan pada usia 5-7 tahun atau sampai usia 10-12 tahun (Drolet, 2010).

II.9 Gambaran Histopatologi dan Penjelasannya

Pada gambaran histopatologi granuloma terdapat proliferasi pembuluh


darah kecil, yang akan menerobos epidermis dan membentuk tumor globular
yang bertangkai, yang dibatasi oleh epidermis yang koleret. Kadang-kadang
terdapat erosi dan ulserasi di permukaannya. Proliferasi pembuluh darah ini

11
terdapat pada stroma gelatinous, yang tidak terdapat kolagen pada stadium
awal dan relatif kaya musin. Sel-sel endotel membengkak seperti pada
jaringan granulasi yang baru, membatasi pembuluh darah dalam lapisan
tunggal dan dikelilingi oleh campuran populasi sel fibroblast, selmast, sel
plasma dan pada permukaan yang erosi terdapat leukosit PMN yang tampak
pada gambar 2.9 (Drolet, 2010).

Gambar 2.9 Gambaran Histopatologi Granuloma dengan (1) proliferasi


pembuluh darah dan (2) campuran sel fibrosit,sel mast, sel plasma, dan sel
polimorfonuklear (Drolet, 2010)

Gambaran histopatologi lain dari granuloma menunjukkan epitel pipih


berlapis berkeratin dengan variasi ketebalan dan area terulserasi (gambar
2.10). Jaringan ikat fibrous menunjukkan banyaknya lapisan endotel yang
melapisi pembuluh darah dengan ukuran yang bervariasi. Komponen sekunder
inflamasi sampai ulserasi tergambar dalam gambaran histopatologis dengan
kelenjar air liur minor dengan jumlah yang sedikit (Rachappa, 2010).

12
2

Gambar 2.10 Gambaran Lain Histopatologi Granuloma dengan (1) pembuluh


darah yang melebar dan (2) jaringan ikat fibrous (Rachappa, 2010)

II.10 Terapi

1. Terapi lama

Ada dua cara penatalaksanaan granuloma, yaitu secara konservatif


(alamiah) dan secara aktif. Cara konservatif memanfaatkan proses alamiah
dari granuloma tersebut. Dilakukan observasi untuk melihat granuloma
mengalami pembesaran dalam bulan-bulan pertama, kemudian mencapai
besar maksimum dan ber-regresi sampai umur 5 tahun (Kartika, 2011).
Penatalaksanaan secara aktif dilakukan dengan pembedahan, terapi
kortikosteroid, atau radiasi. Perawatan dengan tindakan bedah beberapa
diantaranya adalah eksisi, bedah krio dan laser. Pembedahan biasanya
diindikasikan pada granuloma yang tidak mengalami regresi spontan
selama lebih dari 9 tahun, terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu
cepat, misalnya dalam beberapa minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar
dan pada granuloma raksasa dengan trombositopenia (Kartika, 2011).
Tindakan eksisi jarang dilakukan karena granuloma cenderung
mengalami perdarahan hebat. Untuk mengurangi perdarahan, eksisi
dilakukan dengan cara dikombinasikan dengan skleroterapi. Teknik
lainnya adalah dengan bedah krio. Prinsip kerja dari bedah krio yaitu
menyebabkan nekrosis dari sel-sel yang diakibatkan oleh pembekuan dan

13
melunaknya sel-sel. Metode ini diperkenalkan pada tahun 1940-an dengan
menggunakan nitrogen cair yang diaplikasikan dengan kapas (Kartika,
2011).
Lalu pada tahun 1961, Copper memperkenalkan sistem tertutup
dengan menyemprotkan cairan nitrogen. Penggunaan laser bisa juga
digunakan sebagai terapi granuloma, tetapi biaya perawatannya relatif
mahal (Kartika, 2011).
Pengobatan dengan kortikosteroid dipilih apabila melibatkan salah
satu struktur vital, tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi
kosmetik, secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisum,
adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia, dan
menyebabkan dekompensasio kardiovaskular. Kortikosteroid yang dipakai
antara lain prednison yang mengakibatkan granuloma mengadakan regresi,
yaitu untuk granuloma bentuk strawberry, kavernosa dan campuran.
Dosisnya per oral 20-30 mg per hari selama 2-3 minggu dan perlahan-
lahan diturunkan, lama pengobatan adalah 3-4 bulan (Kartika, 2011).
2. Terapi baru
Pengobatan dengan radiasi dewasa ini sudah banyak ditinggalkan
karena berakibat kurang baik pada tulang, juga menimbulkan komplikasi
berupa keganasan yang terjadi pada jangka waktu lama dan dapat
menimbulkan fibrosis pada kulit yang sehat (Kartika, 2011).

Granuloma yang berukuran kecil biasanya langsung menghilang


dengan sendirinya. Benjolan yang besar ditangani dengan operasi,
electrocautery, freezing, atau laser (Steinberg, 2014).

II.11 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul dari penyakit granuloma ini adalah


perdarahan (Habif, 2009). Namun, perdarahan pada intestinal dapat
menyebabkan perdarahan yang signifikan dan menyebabkan komplikasi
mayor lain (Steinberg, 2014).

Komplikasi dari penyakit ini juga dapat timbul akibat dari efek samping

14
pengobatan dengan radiasi. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada
jangka waktu panjang waktu lama dan menimbulkan fibrosis pada kulit yang
sehat (Kartika, 2011). Granuloma mungkin dapat menyebabkan bone loss
yang signifikan, seperti yang pernah dilaporkan oleh Goodman-Topper dan
Bimstein. Namun, komplikasi ini jarang muncul (Jafarzadeh, 2006).

II.12 Prognosis

Sebagian besar granuloma dapat dibuang, walaupun akan ada bekas


luka setelah pengambilan berupa skar. Kemungkinan besar granuloma akan
kambuh selama belum bisa dihilangkan dengan pengobatan. Pada umumnya
prognosis bergantung pada letak tumor, komplikasi serta penanganan yang
baik (Habif, 2009; Hamzah, 2008).

15
BAB III

KESIMPULAN

1. Granuloma merupakan jenis benjolan berukuran kecil soliter yang mudah


berdarah, sering terdapat pada daerah kepala dan leher, yang memiliki etiologi
belum jelas.
2. Lesi granuloma biasanya muncul di tempat bekas trauma minor. Lesi ini
merupakan suatu tumor yang muncul akibat interaksi beberapa faktor yang
sudah muncul sejak kecil.
3. Ada beberapa alternatif tata laksana granuloma , antara lain pembedahan,
terapi kortikosteroid, atau radiasi dengan indikasi tertentu.

16
DAFTAR PUSTAKA
Burns, Tony, Stephen Breathnach, Neil Cox and Christopher Griffiths. 2010.
Rook’s Textbook of Dermatology Volume 4 8th Edition. UK: Blackwell
Scientific Publication.
Drolet, B. A., Esterly, N. B., & Frieden, I. J. 2010 Granulomas in Children, dalam
The New England Journal of Medicine.
Habif, TP. 2009. ClinicalDermatology. 5th ed. St. Louis, Mo: Mosby Elsevier.
Hamzah, M. 2008 Granuloma, dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai
Penerbit FK UI, Edisi Ketiga, Jakarta
Jafarzadeh, Hamid, Majid Sanatkhani, et al. 2006. Oral Pyogenic Granuloma: A
Review. Journal of Oral Science Vol 48 No. 4 167-175
Kartika, H. 2011. Granuloma . Terdapat di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21721/3/Chapter%20II.pdf(
Diakses tanggal 1 Mei 2014)
Kushner, B. J., Maier, H., Neumann, R., Drolet, B. A., Esterly, N. B., & Frieden,I.
J 2007. Granulomas in Children. Balai Penerbit FKUI jakarta
Neville, BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. 2009. Oral and Maxillofacial
Pathology 3rd Edition. Philadelphia: WB Saunders
Rachappa, M.M. and M. N. Triveni. 2010. Capillary Granuloma or Pyogenic
Granuloma: A Diagnostic Dilemma. Contemp Clin Dent 2010 Apr-Jun; 1
(2): 119-122
Steinberg, Brett. 2014. Pediatric Pyogenic Granuloma.Medscape
Venougopal, Sanjay, Shobha, et al. 2011. Pyogenic Granuloma- A Case Report.
Journal of Dental Science and Research 80-85

17

Anda mungkin juga menyukai