Anda di halaman 1dari 37

KEBIJAKAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


DI RSKB HASTA HUSADA

BAB I
Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
Pasal 1
Kebijakan Manajemen Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
a. Pencegahan pengendalian infeksi Rumah Sakit harus dilaksanakan di RSKB HASTA
HUSADA oleh setiap individu.
b. Pencegahan pengendalian infeksi Rumah Sakit di Rumah Sakit Khusus Besah HASTA
HUSADA ditujukan kepada semua pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat di lingkungan rumah sakit dengan mempertimbangkan cost effectiveness.
c. Tatanan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi : Pencegahan Hai’s (infeksi luka
operasi, infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernapasan, pneumonia berhubungan
dengan pemasangan ventilasi mekanik, infeksi aliran darah primer), surveilans Hai’s,
pendidikan dan pelatihan pengendalain infeksi, kewaspadaan isolasi, kesehatan karyawan,
kebijakan penggunaan antimikroba yang rasional
d. Setiap pasien yang masuk rawat di rumah sakit dilakukan survei awal pencegahan dan
pengendalian infeksi dan setiap pasien yang terpasang alat kesehatan invasif dianggap
kasus yang diamati dan didokumentasikan dalam lembaran surveilans

Pasal 2
Kebijakan Manajemen Hubungan Kerja
a. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit akan terlaksana dengan effektif jika
terbentuk perilaku individu yang memahami tentang pencegahan dan pengendalian rumah
sakit.
b. Terbentuknya hubungan lintas sektoral dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Rumah Sakit antara Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dengan
unit terkait di setiap unit RSKB HASTA HUSADA.
c. Dalam pelaksanaan pengendalian infeksi Rumah Sakit diperlukan koordinasi antara Tim
Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dan Direktur Pelayanan Medik &
Keperawatan dan unit –unit terkait.

Pasal 3
Kebijakan Manajemen Ketenagaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit

1
a. Penanggung jawab Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dan dibantu oleh Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit.
b. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit terdiri dari perawat pencegahan
dan pengendali infeksi yaitu IPCN (Infection Prevention Control Nurse) dan IPCLN
(Infection Prevention Control Link Nurse) yang bertanggung jawab kepada Direktur
c. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit bertanggung jawab langsung
kepada Direktur.
d. Tim Pelaksana harian Pencegahan Pengendalian Infeksi adalah perawat pengendali infeksi
IPCN (Infection Prevention Control Nurse) yang bekerja secara purna waktu.
e. Perawat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dibantu oleh Link Perawat Pengendali
Infeksi IPCLN (Infection Prevention Control Link Nurse) dalam hal ini adalah Manager
Ruangan unit terkait.
f. Jabatan Perawat Pengendali Infeksi IPCN (Infection Prevention Control Nurse) sebagai
jabatan fungsional setara dengan manager ruangan
g. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit pernah mendapatkan pelatihan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dan berpengalaman dalam bidang
surveilans, upaya pencegahan dan penanggulangan infeksi serta memiliki pengetahuan
dasar tentang dasar-dasar epidemiologi dan penyakit infeksi, sterilisasi, disinfeksi dan
sanitasi, metode pendidikan / belajar-mengajar, perawatan pasien, dan kemampuan
berkomunikasi secara efektif baik lisan maupun tulisan.
h. Laporan hasil survei infeksi Rumah Sakit dibuat oleh tim pelaksanaan harian secara
berkala : harian, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun guna dievaluasi dan ditindak lanjuti.

BAB II
Kebijakan Kewaspadaan Isolasi:
Pasal 1
Kebijakan Kebersihan Tangan

1. Seluruh individu yang bekerja di Rumah Sakit Khusus Bedah HASTA HUSADA wajib
melaksanakan kebersihan tangan sesuai dengan indikasi cuci tangan.
2. Melakukan kebersihan tangan sesuai prosedur cuci tangan ( cuci tangan dengan air
mengalir dan menggunakan handrub berbasis alcohol )
3. Cuci tangan pada air mengalir dan mengeringkan tangan dengan menggunakan
handuk/kertas handuk sekali pakai.
4. Pada kondisi tertentu seperti mengukur tekanan darah, suhu tubuh, nadi, membalikkan
pasien dan lain lain yang bukan tindakan invasive, kebersihan tangan dapat dilakukan dengan

2
menggunakan “handrubs” yaitu cuci tangan berbasis alkohol tanpa air dengan catatan
tangan tidak terlihat kotor atau terkontaminasi dengan darah maupun cairan tubuh.
5. Indikasi cuci tangan dengan sabun dan air mengalir : setelah menyentuh darah, cairan
tubuh, sekresi, ekskresi dan peralatan yang terkontaminasi walaupun menggunakan sarung
tangan, segera setelah melepas sarung tangan, kontak diantara satu pasien dengan pasien
lainnya, diantara prosedur berbeda pada pasien yang sama, sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien, setelah kontak dengan permukaan lingkungan yang terkontaminasi, sebelum
dan sesudah melakukan tindakan invasive maupun non invasif, setelah tiba di rumah sakit dan
sebelum meninggalkan Rumah Sakit.
6. Seluruh karyawan RSKB Hasta Husada yang melakukan pelayanan medis ke pasien
WAJIB melepaskan aksessoris tangan (cincin, gelang, dan jam tangan) pada saat
memberikan pelayanan di RSKB Hasta Husada.
7. Seluruh karyawan RSKB Hasta Husada WAJIB merapikan kuku jari tangan dan tidak
menggunakan cat kuku.

Pasal 2
Kebijakan penggunaan Alat Pelindung Diri ( APD )
2.1 Sarung tangan
1. Memakai sarung tangan bersih/non steril pada saat menyentuh darah, cairan tubuh dan
peralatan yang terkontaminasi dan saat menangani peralatan yang habis dipakai.
2. Pakai sarung tangan steril pada tindakan invasive, ganti balutan luka.
3. Ganti sarung tangan diantara prosedur pada pasien yang sama.
4. Segera melepas sarung tangan setelah dipakai, sebelum menyentuh peralatan atau
permukaan lingkungan yang tidak terkontaminasi dan sebelum ke pasien berikutnya
5. Menggunakan sarung tangan rumah tangga pada saat melakukan kebersihan permukaan
lingkungan dan peralatan alat kesehatan habis pakai
6. Tidak memakai sarung tangan ketika memandikan pasien kecuali pada kulit yang tidak utuh,
perekaman EKG, merapikan tempat tidur, tindakan lain lain yang tidak memungkinkan terkena
percikan darah ataupun cairan tubuh pasien.
7. Cuci tangan sebelum memakai dan sesudah memakai sarung tangan.
8. Membuang sarung tangan bekas pakai dan sarung tangan yang belum terpakai tapi terjatuh di
lantai ke sampah infeksius.
9. Sarung tangan di gunakan bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, dan
barang –barang tercemar dan bila kontak dengan membrane mukosa/selaput lendir dan kulit
yang tidak utuh sebelum melakukan tindakan invasif
10. Sarung tangan harus diganti setiap kali merawat pasien yang berbeda dan setelah
bersentuhan dengan sekresi dan ekskresi pasien ( walaupun menyentuh pasien yang sama )

3
11. Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan atau pemakain
antiseptic yang di gosokkan ke tangan
12. Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah.
13. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu keterampilan
dan mudah robek
14. Jaga kuku untuk selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan robek
15. Jangan mengunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena dapat merusak sarung tangan
bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks
16. Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu terlalu panas atau terlalu dingin
misalnya di bawah matahari langsung, dekat pemanas, AC, cahaya ultra violet, cahaya
fluoresen atau mesin roentgen karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga
mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung
17. Wastafel disediakan pada setiap unit kerja RSKB Hasta Husada dan di ruang perawatan
pasien.
18. Handsrub ada di setiap unit RSKB Hasta Husada, ruang tunggu pasien dan di setiap tempat
tidur pasien

2.1.1 Pemakaian Sarung Tangan Steril


19. sarung tangan steril di pergunakan pada saat : prosedur pembedahan, tindakan invasif
seperti : pemasangan kateter ureter, kateter vena perifer dan sentra, ganti balutan dll
20. ketika melakukan perawatan terhadap pasien yang immuno suppressed atau dirawat di ruang
isolasi ketat

2.1.2 Pemakaian Sarung Tangan Bersih


21. sarung tangan dipakai apabila ada kemungkinan terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh
manusaia, lapisan mukosa atau kulit pasien yang yang terluka dan juga memegang benda-
benda atau permukaan yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien.
22. sarung tangan di pakai bila seorang tenaga medis memiliki luka terbuka pada tangannya.

2.2 Masker, Pelindung mata dan wajah


1. Memakai masker, pelindung mata dan wajah selama melakukan tindakan atau perawatan
pasien yang memungkinkan tenaga kesehatan terkena percikan darah atau cairan tubuh
pasien saat melakukan tindakan atau tenaga kesehatan dapat mendroplet kepada pasien
(bedah, invasive non bedah, suctioning, intubasi)
2. Segera melepaskan masker setelah selesai tindakan dan mencuci tangan
3 Tidak menggantungkan masker di leher

4
4 Tidak memakai masker ketika memandikan, perekaman EKG, merapikan tempat tidur,
tindakan lain lain yang tidak memungkinkan terkena percikan darah ataupun cairan tubuh
pasien.
5 Membuang masker bekas pakai dan sarung tangan yang belum terpakai tapi terjatuh ke lantai
ke sampah infeksius.

2.3 Gaun/apron
1. Memakai gaun bersih/ non steril selama melakukan prosedur tindakan atau kegiatan
perawatan pasien yang memungkinkan terkena percikan darah atau cairan tubuh sekresi dan
ekskresi pasien.
2. Segera melepas gaun yang ternoda darah maupun cairan tubuh dan setelah selesai
melakukan tindakan.
3. Segera cuci tangan setelah melepas gaun untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke
pasien dan lingkungannya
4. Pakai gaun hanya untuk prosedur tindakan pada pasien yang sama ( tidak memakai gaun
yang sama pada pasien yang berbeda).
5. Tidak memakai gaun ketika transportasi pasien, perekaman EKG, merapikan tempat tidur,
tindakan lain lain yang tidak memungkinkan terkena percikan darah ataupun cairan tubuh
pasien

2.4 Topi
1. Digunakan untuk menutup rambut, telinga dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan.
2. Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut.
3. Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh atau menyemprot.

2.5 Pelindung Kaki


1. dipergunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang
mungkin terjatuh secara tidak sengaja ke atas kaki
2. sepatu boot terbuat dari bahan karet atau sepatu kulit tertutup
3. bahan sepatu tahan terhadap benda tajam atau kedap air
4. sepatu boot harus di jaga tetap bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau tumpahan
cairan tubuh lain
5. bahan sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena terkontaminasi
oleh cairan darah yang merembes melalui sepatu

2.6 Penggunaan Apd Sesuai Area


NO AREA JENIS APD KETERANGAN
1 IGD - Masker bedah Disposible
5
- Handscoon Disposible
- Gaun Disposible
- Masker bedah Disposible
- Handscoon Disposible
2 KABER - Gaun Disposible
- Pelindung kaki (bot) Reuse
- Kacamata google Reuse
- Cap Disposible
- Masker bedah Disposible
- Handscoon Disposible
3 HCU
- Gaun Disposible
- Pelindung kaki (bot) Reuse
- Kacamata google Reuse
- Masker bedah Disposible
4 Rawat Inap Rajawali - Handscoon Disposible
- Gaun Disposible
- Masker bedah Disposible
5 Rawat Inap Garuda - Handscoon Disposible
- Gaun Disposible
- Cap Disposible
- Masker bedah Disposible
- Handscoon Disposible
6 IKO
- Gaun Disposible
- Pelindung kaki (bot) Reuse
- Kacamata google Reuse
- Masker bedah Disposible
Klinik Bedah, Orthopedhy,
7 - Handscoon Disposible
Obsgyn
- Gaun Disposible
- Masker bedah Disposible
8 Klinik Mata, Anak, THT
- Handscoon Disposible
- Cap Disposible
9 Gizi (Dapur)
- Masker bedah Disposible
- Cap Disposible
- Sarung tangan rumah Reuse
tangga
10 Laundry
- Gaun Disposible
- Pelindung kaki (bot) Reuse
- Kacamata google Reuse
11 Rekam Medis - Masker bedah Disposible
12 Administrasi - Masker bedah Disposible
13 Radiologi - Masker bedah Disposible
14 USG - Masker bedah Disposible
6
- Sarung tangan rumah Reuse
tangga
15 Cleaning Service - Gaun Disposible
- Pelindung kaki (bot) Reuse
- Kacamata google Reuse
- Masker bedah Disposible
16 Fisioterapi
- Handscoon Disposible
- Cap Disposible
- Masker bedah Disposible
- Sarung tangan rumah Reuse
17 ISS tangga
- Gaun Disposible
- Pelindung kaki (bot) Reuse
- Kacamata google Reuse

Pasal 3
Kebijakan Perawatan peralatan kesehatan setelah dipakai
1. Segera melakukan dekontaminasi peralatan yang dipakai setelah dibersihkan dahulu dari
noda darah atau cairan tubuh pasien.
2. Membersihkan dan memproses kembali peralatan yang dipakai ulang sesuai prosedur
sebelum digunakan ke pasien berikutnya
3. Pastikan bahwa peralatan yang pakai ulang tidak dipakai kepada pasien lain sebelum
peralatan tersebut dibersihkan dan diproses sesuai prosedur.
4. Prosedur perawatan peralatan pasien mulai dari dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi dan
sterilisasi dilaksanakan sesuai dengan klasifikasi alat
5. Peralatan yang sekali pakai segera dibuang sesuai prosedur pembuangan limbah.

Pasal 4
Kebijakan Pengendalian lingkungan
1. Pengendalian lingkungan rumah sakit terfokus pada penanganan air, udara, kebersihan,
penanganan limbah, pengendalian serangga, penyehatan makanan dan minuman, penataan
pengunjung rumah sakit.

7
2. Penanganan lingkungan rumah sakit dilakukan oleh cleaning service dan unit yang
bersangkutan dengan kerja sama lintas sektoral, pengawasan pengaruh lingkungan terhadap
infeksi Rumah Sakit dilakukan oleh Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
3. Penyediaan air rumah sakit harus memenuhi syarat yaitu; tidak berwarna, tidak berbau, jernih
dan mengandung komponen zat kimia sesuai standar kesehatan dan tidak mengandung
mikroorganisme.
4. Pemeriksaan mutu air harus dipantau dan diperiksa 6 bulan sekali atau bila mana dianggap
perlu
5. Sisa pembuangan air aktifitas kegiatan rumah sakit sebelum dialirkan ke pembuangan (tanah
atau got) harus tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
6. Kebersihan lingkungan sekeliling rumah sakit meliputi lingkungan didalam maupun di luar
rumah sakit dilakukan oleh petugas kebersihan dengan penjadwalan yang dibuat oleh bagian
rumah tangga atau penanggung jawab kebersihan serta berkolaborasi dengan Tim
Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit jika merupakan faktor yang akan
menyebabkan terjadinya infeksi .
7. Pemeliharaan mesin pendingin harus dilakukan minimal 1 bulan sekali, pergantian sirkulasi
udara min. 6 kali dalam satu jam dan 12 kali perjam untuk ruang isolasi serta filter Hepa harus
diganti bila kotor.
8. Tidak dianjurkan memakai Fogging untuk membersihkan ruangan dalam rangka menurunkan
infeksi Rumah Sakit, pembersihan ruangan menggunakan antiseptik dua kali sehari atau bila
perlu dengan melakukan lap setiap permukaan lingkungan seperti meja pasien, meja petugas,
tempat tidur, peralatan samping tempat tidur pasien, standard infus, pegangan pintu, dan
semua permukaan lingkungan yang ada diruangan
9. Setiap pelaksanaan tindakan kebersihan lingkungan harus tersedia alat-alat pembersihan
( Sapu, Sikat, Moop pel /Lap, ember, alat pelindung diri, tempat sampah ) dan digunakan
sesuai dengan kebutuhan prosedur tindakan.
10. Setiap individu senantiasa membuang sampah di tempat sampah yang telah disediakan.
11. Pengaturan pengunjung dan jadwal kunjungan pasien dibuat oleh fihak rumah sakit dan
diterapkan serta dipantau oleh SatPam berkolaborasi dengan semua unit yang terkait
12. Membatasi jumlah pengunjung pada waktu yang bersamaan, maximum dua orang
pengunjung pada setiap pasien
13. Pengunjung tidak diperbolehkan makan di ruangan pasien
14. Pengunjung tidak boleh duduk di tempat tidur pasien
15. Lingkungan rumah sakit bebas dari asap rokok
16. Membatasi jumlah personil pada waktu yang sama di ruang perawatan

Pasal 5
Linen
8
1. Memisahkan linen ternoda darah atau cairan tubuh dengan linen kotor tanpa noda.
2. Segera lakukan dekontaminasi alat tenun yang terkontaminasi dengan darah atau cairan
tubuh
3. Tidak memisahkan linen kotor pasien terinfeksi dengan pasien non infeksi.
4. Tidak meletakkan linen dilantai dan mengibas-ngibaskan linen.
5. Perlakukan dengan tepat penanganan, pengangkutan dan proses linen yang terkontaminasi
dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi untuk mencegah kulit, membrane mukosa
terkontaminasi dan menghindari transmisi mikroorganisme kepada pasien lain dan lingkungan.
6. Segera ganti linen yang ternoda
7. Tidak menggunakan linen yang telah dipakai pasien kepada pasien lain sebelum dicuci.
8. Linen kotor yang terkena darah dan cairan tubuh pasien di masukkan kedalam kantong plastik
kuning (infeksius) dan di tutup rapat.

Pasal 6
Kebijakan penanganan limbah
1. Semua bentuk sisa kegiatan rumah sakit dikatagorikan sebagai limbah yang dibagi menjadi
limbah padat, limbah cair dan limbah benda tajam yang perlu penanganan tersendiri.
2. Pembuangan limbah rumah sakit merupakan tanggung jawab semua dan harus dipahami
oleh seluruh individu yang bekerja di rumah sakit.
3. Pengelompokan limbah kegiatan pelayanan kesehatan terbagi atas limbah infeksius (dresing
bedah, kasa, verband, kateter, swab, plester, masker, sarung tangan, kapas alkohol, kapas
lidi, kantong urine, sampah yang terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien ), limbah non
infeksius ( kertas, plastik, plastik bungkus spuit/ infus, kardus, kayu, karet, kaleng, daun, sisa
makanan, sampah yang tidak terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien ) dan limbah benda
tajam (jarum suntik, pisau cukur, pecahan ampul, objek gelas, lancet, sampah yang memiliki
permukaan / ujung tajam).
4. Masukan sampah non infeksius dalam kantong plastik hitam, sampah infeksius dalam kantong
plastik kuning, dan sampah benda tajam dalam kotak yang tahan tusuk dan tahan air.
5. Bila isi kantongan sudah mencapai ¾ bagian, ikat kantongan plastik dengan tali rapia, bawa
ke penampungan sampah. Bila kotak sampah benda tajam sudah penuh tutup rapat dan
masukan dalam kantongan plastik kuning. Jangan pernah membuang sampah ke
penampungan sampah tanpa dimasukan dalam katongan plastik.
6. Kantongan plastik hitam akan di bawa ke penampungan sampah TPA (Tempat Pembuangan
Akhir), kantongan plastik kuning dan safety box akan di bakar di PT PRIA (pihak ke 3) di
Mojokerto.
7. Penanganan limbah rumah sakit dilakukan sesuai Standar Prosedur Operasional yang telah
ditetapkan sejak dari tempat Penampungan Sementara (TPS ) sampai ke Tempat
Penampungan Akhir ( TPA ).
9
Pasal 7
Kebijakan Kesehatan karyawan
1. Berhati-hati saat menangani jarum, scapel, instrumen yang tajam atau alat
kesehatan lainnya dengan permukaaan tajam.
2. Jangan pernah menutup kembali jarum bekas pakai atau memanipulasinya dengan
kedua tangan.
3. Kalau harus menutup kembali jarum suntik gunakan teknik satu tangan
4. Jangan pernah membengkokkan atau mematahkan jarum.
5. Buanglah benda tajam atau jarum bekas pakai kedalam wadah yang tahan tusuk
dan air, dan tempatkan pada area yang mudah dijangkau dari area tindakan, dan segera tutup
kotak jarum kalau sudah ¾ penuh
6. Gunakan mouthpieces, resusitasi bags atau peralatan ventilasi lain sebagai
alternatif mulut ke mulut.
7. Tidak menempatkan peralatan kesehatan bekas pakai atau kapas alkohol, kasa
bekas pakai dan lain lain diatas tempat tidur
8. Tenaga kesehatan yang dalam kondisi sakit infeksi tidak boleh merawat pasien
9. Kuku tenaga kesehatan tidak boleh panjang dan memakai cat kuku
10. Tenaga kesehatan tidak boleh memakai cincin atau gelang ketika merawat pasien.

Pasal 8
Kebijakan Penempatan Pasien
1. Tempatkan pasien yang dapat mengkontaminasi lingkungan atau yang tidak dapat
memelihara kebersihan lingkungannya di ruangan tersendiri.
2. Jika ruangan tersendiri tidak ada konsultasikan dengan petugas pengendalian
infeksi mengenai penempatan pasien tesebut untuk mencari alternatif.
3. Tempatkan pasien yang kurang kooperatif atau gelisah di tempat tersendiri atau
berjauhan dengan pasien lainnya agar tidak mengganggu istirahat pasien lainnya.
4. Pasien yang teridentifikasi “Suspect”/ penyakit menular seperti TBC dan HIV AIDS,
segera dirujuk ke rumah sakit lain yang mempunyai fasilitas isolasi yang sesuai standart.
5. Pasien dengan diabetic foot, luka ganggren ataupun luka yang kurang berbau tidak
sedap ditempatkan di ruang isolasi yang berada di gedung kasuari.
6. Tempatkan pasien di ruangan terpisah bila terdapat kontaminasi luas terhadap
lingkungan (misalnya luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan masif)
7. Kamar terpisah dengan pintu tertutup, diwaspadai transmisi melalui udara ke
kontak / sumber luka (misalnya luka dengan infeksi kuman gram positif).
8. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas
(misalnya kasus varicella)
10
9. Bila kamar terpisah tidak memungkinkan untuk difasilitasi, gunakan sistem
kohorting.

Pasal 9
Kebijakan Kewaspadaan berdasarkan transmisi
9. 1 “Airborne Precaution”
1. Tempatkan pasien di kamar tersendiri
2. Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien secara kohort.
3. Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar.
4. Orang yang rentan tidak dibenarkan memasuki ruangan pasien yang diketahui atau
diduga mempunyai measles ( rubeola) atau varicella / Chickenpox).
5. Jika orang yang rentan harus memasuki ruangan pasien yang diketahui atau di
duga mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus memakai respiratory
proctection respirator.
6. Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar (hanya tujuan yang
penting saja)
7. Jika harus pindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien

9.2 “Droplet Precaution”


1. Tempatkan pasien di kamar tersendiri.
2. Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri tempatkan pasien secara kohort.
3. Bila hal ini tidak memungkinkan tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan pasien
lainnya.
4. Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft ( 1 m ) dan ketika melakukan
tindakan yang memungkinkan tenaga kesehatan terkena darah atau cairan tubuh
5. Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk tujuan
yang perlu.
6. Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi pasien dianjurkan
pakai masker bedah
7. Segera rujuk pasien atau alih rawat ke pelayanan kesehatan yang mempunyai
fasilitas isolasi yang sesuai untuk pasien dengan penyakit dengan kategori droplet
transmission.

9.3 “Contact Precaution”


1. Tempatkan pasien di kamar tersendiri.
2. Bila tidak ada kamar tersendiri tempatkan pasien secara kohort
3. Gunakan sarung tangan sesuai prosedur.

11
4. Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan paralatan yang terkontaminasi dengan
mikroorganisme.
5. Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan.
6. Segera cuci tangan dengan antiseptik/antimikrobial atau handsrub.
7. Setelah melepas sarung tangan dan cuci tangan yakinkan bahwa tangan tidak menyentuh
peralatan atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya
mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain
8. Pakai gaun bersih/non steril bila memasuki kamar pasien bila diantisipasi bahwa pakaian akan
kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peralatan pasien didalam kamar atau jika
pasien menderita inkontenensia, diare, ileostomy, colonostomy, luka terbuka.
9. Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
10. Setelah melepas gaun pastikan bahwa pakaian tidak mungkin kontak dengan permukaan
lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain
11. Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan yang penting saja.
Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya pastikan bahwa tindakan pencegahan di
pelihara untuk mencegah atau meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain
atau permukaan lingkungan dan peralatan
12. Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri atau secara kohort .
13. Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort lakukan pembersihan atau disinfeksi
sebelum dipakai kepada pasien lain

Pasal 10
Kebijakan Penanganan Peralatan Perawatan pasien habis pakai.
Pembersihan , Desinfeksi, Sterilisasi

1. Semua peralatan perawatan pasien setelah dipakai harus segera dilakukan dekontaminasi
( pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi) sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
Rumah Sakit
2. Semua peralatan medis klasifikasi kritis harus dilakukan sterilisasi setelah dilakukan
pembersihan
3. Semua peralatan medis klasifikasi semi kritis harus dilakukan disinfeksi tingkat tinggi setelah
dilakukan pembersihan
4. Semua peralatan medis klasifikasi non kritis harus dilakukan disinfeksi tingkat sedang atau
rendah setelah dilakukan pembersihan
5. Tatanan dan tehnik dekontaminasi (pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi) dilakukan
berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit .
6. Jika diragukan terhadap kesterilan alat tertentu, perlu dilakukan kultur swab serta
penanggulangan sebagai tindak lanjut.
12
7. Pengaturan pemakaian cairan disinfektan dan antiseptic ditetapkan oleh pihak rumah sakit
yang berkolaborasi dengan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit disesuaikan
dengan kebutuhan pelaksanaan pekerjaan/ prosedur kerja.

Pasal 11
Kebijakan sterilisasi
1. Sterilisasi alat kesehatan dan pengadaan linen dilakukan di Instalasi Sterilisasi Sentral
(ISS) dan laundry.
2. Dekontaminasi, pembersihan peralatan medis habis pakai dilakukan di Spoolhoek IGD
dan pengepakan, pembungkusan serta sterilisasi dilakukan di ISS.
3. Pengantaran instrumen kotor setelah dipakai ke spoolhoek IGD tidak diperbolehkan
bersamaan dengan jadwal pengiriman makanan dari instalasi gizi.
4. Pengantaran instrumen bersih setelah di dekontaminasi dan pembersihan setelah di
spoolhoek IGD ke ISS tidak diperbolehkan bersamaan dengan jadwal pengiriman makanan
dari instalasi gizi.
5. Metode dan tehnik sterilisasi dilakukan sesuai jenis dan indikasi peralatan yang
digunakan dan diperlakukan dengan cara first in first out dengan memperhatikan masa
kadaluarsa alat yang sudah disterilkan.
6. Penempatan peralatan medis yang sudah steril harus disimpan dalam lemari tertutup
dan tetap dijaga kesterilannya
7. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sterilisasi dilakukan setiap 3 bulan atau bilamana
diperlukan.

Pasal 12
Kebijakan Penyehatan laundry dan linen
1. Pengadaan dan penyediaan linen dilakukan oleh unit Pusat Sterilisasi dan Laundry
dengan memperhatikan standard kebutuhan unit yang telah ditetapkan dan disesuaikan
dengan anggaran rumah sakit.
2. Pembersihan, pencucian, penyimpanan, dan pendistribusian linen berdasarkan
standar yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
3. Pengawasan dan evaluasi mutu alat dan kebersihan lingkungan harus terjadwal
dan dilaksanakan sesuai standar mutu yang telah ditetapkan.
4. Dalam pengelolaan linen diperlukan hubungan kerja yang terkoordinir antara
Kepala Sie Sarana dan Prasarana Penunjang, kepala instalasi Instalasi Sterilisasi & Laundry,
pelaksana di lapangan dan unit perawatan .

Pasal 13
Kebijakan Pengendalian infeksi di ruang Gizi
13
1. Lingkungan ruang pengelolaan gizi harus mengikuti standar baku
yang sudah ditetapkan, hindarkan adanya serangga, tikus dan hal lainnya yang
mempengaruhi timbulnya bibit penyakit
2. Penyediaan, penyimpanan, persiapan, pengolahan,
pendistribusian makanan harus menggunakan standar operasional prosedur yang telah
ditetapkan.Gunakan masker, penutup kepala, saat menangani makanan yang siap saji dan
gunakan penjepit atau sarung tangan plastik makanan ketika mengambil makanan yang
sudah siap saji
3. Gunakan peralatan dalam pengelolaan gizi bersih, tidak
berbahaya dan aman dan cegah terjadinya kontaminasi.
4. Hindarkan terjadinya infeksi silang dari penjamu , agent terhadap
host dengan memperhatikan kebersihan lingkungan dan kontaminasi makanan
5. Buang atau hindarkan pemakaian bahan makanan yang dapat
menimbulkan sumber terjadinya kontaminasi penyakit
6. Ruang masak dan lingkungan gizi harus senantiasa di pelihara
kebersihannya.
7. Pembuangan sampah atau limbah dari ruang gizi harus sesuai
dengan standar yang ditetapkan sesuai dengan kode warna dan selalu tertutup

Pasal 14
Kebijakan Kebersihan Pernafasan dan Etika Batuk
1. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi
etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan.
2. Pada saat batuk tutup hidung dan mulut anda dengan menggunakan tissue / sapu tangan atau
lengan dalam baju
3. Segera buang tissue yang sudah di pakai ke dalam tempat sampah
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun atau pencuci tangan berbasis
alkohol sesuai prosedur
5. Gunakan selalu masker bedah bila anda sedang batuk.
6. Jika petugas pelayanan medis batuk berulang wajib menggunakan masker bedah dan diganti
tiap 4 jam sekali.
7. Tindakan penting ini harus selalu di lakukan untuk mengendalikan sumber infeksi potensial

Pasal 15
Kebijakan Pengawasan Peralatan Kadaluwarsa dan Single Use yang Di Reuse
1. Petugas Perbekalan Farmasi mencatat jenis, jumlah dan masa kadaluarsa;
2. Petugas Menyimpan Perbekalan Farmasi kadaluwarsa dalam kardus tersendiri dan memberi
label “OBAT DAN ALAT KADALUWARSA – JANGAN DIGUNAKAN”;\
14
3. Data perbekalan farmasi tersebut dilampirkan di dalam kardus penyimpanan;
4. Kardus penyimpanan diletakkan terpisah dengan penyimpanan perbekalan farmasi yang akan
didistribusikan ke unit pelayanan farmasi.
5. Penandaan alat dan kadaluwarsa dilakukan oleh petugas farmasi.
6. Alat single use yang akan digunakan kembali harus di nilai oleh user (operator), apakah masih
memenuhi syarat, tidak berubah bentuk, tidak berubah warna, tidak cacat dan mudah di
gunakan kembali.
7. Proses dekontaminasi, pembersihan, pengemasan, pelabelan sesuai SPO yang berlaku.
8. Dalam kemasan harus dicantumkan catatan penggunaan alat yang berisi : kode, nama alat,
nama penilai, tanggal sterilisasi, penggunaan, nama dan tanda tangan petugas yang
melakukan sterilisasi.
9. Alat single use-re useable harus disimpan dalam tempat tersendiri

Pasal 16
Kebijakan Pelayanan Kamar Jenazah
1. Pasien yang sudah di diagnosa meninggal segera dilakukan perawatan jenazah.
2. Jenazah yang sudah dirawat, sementara ditempatkan di ruang perawatan tersebut dan sekitar
ruang perawatan ditutup oleh tirai /pembetas/ sketsel.
3. Memotivasi keluarga untuk pengantaran jenazah menggunakan jasa mobil jenazah dari rumah
sakit atau kendaraan pribadi.
4. Jika keluarga/wali menginginkan menggunakan mobil jenazah maka pihak Rumah Sakit
sengera menghubungi pelayanan yang mempunyai kendaaraan mobil jenazah.

Pasal 17
Kebijakan Pengelolaan Darah dan Komponen Darah
1. Buang bagian darah dan komponen darah (misalnya darah dari PMI yang tidak digunakan) ke
dalam tempat sampah infeksius yang kuat dan tahan bocor
2. Buang tabung bekas pemeriksaan darah kedalam tempat sampah infeksius yang kuat dan
tahan bocor
3. Selalu buang sendiri oleh si pemakai
4. Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
5. Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
6. Hindari percikan atau tumpahan darah seminimal mungkin.
7. Bila terjadi tumpahan darah, lakukan prosedur pengelolaan tumpahan darah menggunakan spill
kit
8. Jangan membiarkan limbah darah disimpan selama > 24 Jam

Pasal 18
Kebijakan Penyelenggaraan Persiapan Makanan

1. Pelaksana persiapan bahan makanan adalah petugas prakarya gizi.


15
2. Rumah Sakit wajib mengetahui cara penyelenggaraan persiapan makanan bagi pasien.
3. Setiap petugas gizi wajib mengetahui penyimpanan bahan makanan kering dan bahan
makanan basah / segar dengan baik dan benar.
4. Semua petugas gizi wajib menggunakan APD saat berkerja, petugas menggunakan peralatan
memasak yang bersih dan kering
5. Semua bahan makanan yang sudah matang dan siap untuk di distribusikan harus diambil
samplenya terlebih dahulu untuk disimpan
6. Makanan diantar dengan menggunanakan troli khusus.
7. Persiapan makanan di monitoring dan di audit oleh kepala instalasi gizi.
8. Permbersihan makanan di bersihkan sesuai SPO persiapan bahan makanan sesuai jenis
makanan.
9. Bahan makanan dipisahkan sesuai jenisnya basah atau kering dan di monitoring tiap harinya.
10. Setiap makanan yang didistrubusikan diadakan sample makanan tiap makanan yang beredar.

Pasal 19
Kebijakan Pengotrolan Fasilitas

1. Swab dilakukan sekali setahun untuk area kritis (zona resiko tinggi dan sangat tinggi)
2. Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah / KLB
3. Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi rumah sakit.
4. Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita infeksi yang terjadi ILO
5. Kultur alat dilakukan jika peralatan digunakan oleh pasien dengan curiga kasus ILO

Pasal 20
Kebijakan Kriteria Resiko Akibat Dampak Renovasi atau Pekerjaan Pembangunan
(konstruksi) baru
1. Penetepan kriteria resko dampak renovasi atau pekerjaan pembangunan (konstruksi) baru
adalah kebijakan yang digunakan untuk merencanakan pembongkaran, pembangunan atau
renovasi, rumah sakit menggunakan kriteria yang mengatur dampak dari renovasi atau
pembangunan baru terhadap persyaratan kualitas udara, pencegahan dan pengendalian
infeks, persyaratan utilasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi.
2. Pematauan kualitas udara untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang
ditularkan melalui udara di lingkungan rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan
lainnya.
3. Pengukuran lingkungan fisik terdiridari pengukuran suhu, kelembapan, pencahayaan, debu
total, dan kebisingan.
4. Pengukuran suhu :
a. Lokasi pengukuran : IKO, Kamar bersalin, perawatan pasien, HCU,
b. Titik pengukuran : jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing
ruangan
c. Waktu pengukuran : dilakukan pada siang hari, khusus IKO dan HCU harus
diperiksa sebelum digunakan.
5. Pengukuran kelembapan
a. Lokasi pengukuran : IKO, Kamar bersalin, perawatan pasien, HCU,

16
b. Titik pengukuran : jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing
ruangan
c. Waktu pengukuran : dilakukan pada siang hari
6. Pengukuran pencahayaan
a. Lokasi pengukuran : IKO, Kamar bersalin, perawatan pasien, HCU, farmasi,
gudang dapur, ruang cuci, toilet, radiologi, lobi, kantor, koridor dan tangga
b. Titik pengukuran : jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing
ruangan
c. Waktu pengukuran : siang hari kecuali koridor pada malam hari, dan di ruang
perawatan pada saat pasien tidur.
7. Pengukuran debu total
a. Lokasi pengukuran : IKO, Kamar bersalin, perawatan pasien, HCU, Ruang tunggu,
dan poliklinik
b. Titik pengukuran : jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing
ruangan, jumlah titik pengukuran sekurang-kurangnya 1 untuk tiap jenis ruangan
c. Waktu pengukuran : siang hari pukul 10.00 – 13.00
8. Pengukuran kebisingan
a. Lokasi pengukuran : IKO, Kamar bersalin, perawatan pasien, HCU, ruang Isolasi,
laboratorium, Ruang tunggu, dan poliklinik
b. Titik pengukuran : jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing
ruangan
c. Waktu pengukuran : pengukuran dilakukan pada waktu kerja kecuali ruang
perawatan dan isolasi di luar jam kunjungan.
9. Pengambilan sampel kimia gas
a. Lokasi pengukuran : ruang perawatan, laboratorium, gizi, IGD, laundry dan ruang
farmasi.
b. Titik pengukuran : jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing
ruangan
c. Waktu pengukuran : pengambilan sampel gas polutan dilakukanb p[ada siang hari.
10. Pengambilan sampel mikrobiologi
a. Lokasi pengukuran : IKO, Ruang perawatan, ruang isolasi, ruang cuci, dan dapur.
b. Titik pengukuran : jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing
ruangan
c. Waktu pengukuran : IKO dilakukan menjelang operasi (ruangan siap digunakan),
ruang perawatan dan isolasi dilakukan setel;ah dilakukan pembersihan

Pasal 21
Kebijakan Perawatan Pasien Penyakit Menular
1. Jika pasien diduga mempunyai penyakit menular pada status pasien di stempel “SUSPECT”
dengan tinta merah pada sebelah kolom alergi.
2. Pasien dengan TBC dan HIV positif dirujuk ke pelayanan kesehatan yang mempunyai ruangan
isolasi sesuai standart dan mempunyai sarana prasarana serta pelayanan tersebut.
3. Pasien dengan suspect penyakit menular di letakkan sesuai kohorting atai ruangan isolasi
sementara sampai hasil diagnosis penyakit menular keluar.
4. Penempatan pasien infeksius
a. Transmisi Airborne
1) Penempatan Pasien.Tempatkan pasien di isolasi yang memiliki syarat sebagai
berikut ;
17
a) Ruangan bertekanan udara negatif dibandingkan dengan ruangan sekitarnya
b) Bila ruangan dengan tekanan negatif penuh, tempatkan pasien di ruangan
ventilasi alami dengan pertukaran udara 6 sampai 12 kali per jam
c) Memiliki saluran pengeluaran udara ke lingkungan yang memadai atau
memiliki sistem penyaringan udara yang efisien sebelum udara disirkulasikan
ke ruang lain. Pintu harus selalu tertutup dan pasien tersebut ada di dalamnya.
Bila tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien bersama dengan pasien
lain yang terinfeksi aktif dengan mikroorganisme yang sama, kecuali bila ada
rekomendasi lain. Dilarang menempatkan pasien dengan pasien jenis infeksi
lain. Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan perawatan gabung tidak diinginkan,
konsultasikan dengan petugas pengendalian infeksi sebelum menempatkan
pasien.
2) Perlindungan Pernafasan (Masker).
Gunakan masker partikulat N-95 bila memasuki kamar pasien yang diketahui
atau dicurigai menderita airborne disease (Tbc, Varicela, rubella dll). Orang-orang
yang sensitif dilarang memasuki kamar pasien yang diketahui atau dicurigai
menderita airborne disease. Petugas yang kebal pada measles (rubeola) atau
varicella tidak perlu memakai perlindungan pernafasan. Pasien harus selalu
menggunakan masker medik/bedah.
3) Pemindahan Pasien.
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus tersedia
untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila memang dibutuhkan
pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran droplet dengan
memakaikan masker bedah pada pasien bila memungkinkan

b. Transmisi Droplet.
1) Penempatan Pasien.
Pasien dengan droplet diseases bisa ditempatkan disemua ruang perawatan
kecuali ruang isolasi dengan kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri,
tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan pasien yang terinfeksi dengan
mikroorganisme yang sama, tetapi bila tidak memungkinkan ditempatkan dengan
pasien kasus yang sama maka tempatkan pasien bersama dengan pasien dengan
kasus yang lain(kecuali pasien dengan airborne diseases) tetapi dengan jarak
sedikitnya 3 kaki (kira-kira 1 m) dengan pasien lainnya dan pengunjung. Tidak
dibutuhkan penanganan udara dan ventilasi yang khusus, dan pintu boleh tetap
terbuka
2) Masker.
Gunakan masker bedah bila bekerja dalam jarak kurang dari 1 m dari
pasien.
3) Pemindahan Pasien.
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus tersedia
untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila memang dibutuhkan
18
pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran droplet dengan memakaikan
masker bedah pada pasien, bila memungkinkan.

c. Transmisi kontak
1) Penempatan Pasien.
Pasien bisa ditempatkan di semua ruang perawatan. Tempatkan pasien di
kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien dalam
kamar bersama dengan pasien yang terinfeksi dengan mikroorganisme yang
sama. tetapi bila tidak memungkinkan dengan jarak sedikitnya 3 kaki (kira-kira 1
meter) dengan pasien lainnya dan pengunjung. Tidak dibutuhkan penanganan
udara dan ventilasi khusus, dan pintu boleh tetap terbuka.

2) Sarung Tangan dan Cuci Tangan.


Pakailah sarung tangan (bersih dan tidak perlu steril) saat memasuki kamar
dan merawat pasien, ganti sarung tangan setelah menyentuh bahan-bahan
terinfeksi yang kira-kira mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi
(faeces dan drainase luka). Lepas sarung tangan sebelum meninggalkan
lingkungan pasien dan segera lakukan kebersihan tangan dengan cuci tangan
atau handrub.
3) Gaun.
Pakailah gaun (bersih dan tidak perlu steril) saat memasuki kamar pasien
4) Pemindahan Pasien.
Batasi pemindahan dan transportasi pasien hanya untuk hal yang sangat
penting saja. Bila memang dibutuhkan pemindahan dan transportasi, pastikan
kewaspadaan tetap terjaga untuk meminimalkan kemungkinan penyebaran
mikroorganisme ke pasien lain dan kontaminasi permukaan lingkungan dan
peralatan.
5) Peralatan Perawatan Pasien.
Penggunaan peralatan non-kritikal hanya untuk satu pasien saja (atau
digunakan bersama dengan pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi dengan patogen
yang sama yang membutuhkan kewaspadaan) untuk mencegah penggunaan bersama
dengan pasien lain. Bila penggunaan bersama tidak dapat dihindari, maka bersihkan
dan desinfeksi peralatan tersebut sebelum digunakan oleh pasien lain.

19
BAB III

Kebijakan Pencegahan Infeksi

Pasal 1
Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer berhubungan dengan pemasangan kateter
intravena

a. Pendidikan dan pelatihan personil


Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan diberikan bagi tenaga medis yang materinya
menyangkut indikasi pemakaian alat intravaskuler , prosedur pemasangan kateter, pemeliharaan
peralatan kateter intravaskuler dan pencegahan infeksi aliran darah sehubungan dengan
pemakaian kateter.

b. Surveilens infeksi aliran darah


Melaksanakan surveilens terhadap populasi infeksi aliran darah yang berkaitan dengan
pemasangan kateter vena sentral. Infeksi aliran darah berkaitan dengan kateter di vena sentral
dalam periode 48 jam setelah pemasangan kateter.

c. Mencuci tangan
Mencuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan alat intravaskuler, pergantian alat
intravaskuler atau memasang/mengganti penutup.

d. Pemilihan lokalisasi insersi kateter


1) Mempertimbangkan resiko dan keuntungan dari pemasangan kateter pada lokasi yang
direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi infeksi dan mekanik mis: pneumotoraks,
rupture arteri subklavia, laserasi vena subklavia, stenosis vena subklavia, hemotoraks,
trumbus, emboli udara dan salah penempatan kateter.

20
2) Pada pasien dewasa pemasangan nontunnel sentral vena kateter hanya pada daerah
subklavia agar dapat mengurangi resiko infeksi dibandingkan dengan daerah jugularis dan
femoralis.
3) Lokasi pemasangan kateter hemodialisa sebaiknya pada daerah femoralis atau radialis dari
pada subklavia untuk mencegah terjadinya stenosis vena.
4) Lokasi kateter IVL pilih yang daerah insersi tidak pada daerah persendian.

e. Pergantian kateter
1) Jangan terlalu sering atau rutin mengganti kateter untuk semua jenis, untuk mencegah
terjadinya infeksi.
2) Jangan melepaskan kateter hanya karena pasien demam, tetapi gunakan pertimbangan
klinis dan bukti jelas adanya infeksi.
3) Jangan mengganti guidewire secara rutin pada kateter nontunnel untuk mencegah
terjadinya infeksi.
4) Gunakan guidewire untuk mengganti kateter nontunnel yang rusak walau tidak ada infeksi.
5) Ganti kateter IVL jika plebitis derajad 2, jika masih derajad 1 lakukan observasi.
6) Dewasa kateter IVL diganti jika 3x24 jam dan bayi sampai anak-anak 4x 24 jam.
7) Jika pasien dan keluarga tidak berkenan untuk diganti penggantian kateter IVL maka wajib
menandatangani form penolakan tindakan medis dengan menerima segala resikonya.

f. Perlindungan maksimal pada daerah insersi


1) Gunakan teknik aseptik pada saat pemasangan kateter.
2) Gunakan tutup kepala, masker, baju/gaun, sarung tangan dan drape besar yang steril
pada saat melakukan pemasangan Central Vena Line.
3) Gunakan handscoon disposible untuk pemasangan kateter di Intra Vena Line.
4) Gunakan set pemasangan kateter intra vena yang sudah disediakan baik pada
pemasangan sentral vena kateter maupun periper vena kateter

g. Kateter dan perawatan di luar kateter


1) Bila menggunakan kateter multilumen , maka pilih salah satu jalan khusus untuk pemberian
makanan parenteral.
2) Jangan menggunakan antibiotika secara rutin untuk mencegah infeksi. Pemakaian antibiotika
hanya pada pemakaian khusus (mis: pada pemasangan kateter jangka panjang atau kateter
tunnel yang sering kali menyebabkan infeksi multipel, walaupun telah menggunakan teknik
aseptic yang maksimal).
3) Tidak direkomendasikan menggunakan chlorhexidine sponge dressing untuk mengurangi
resiko terjadinya infeksi.
4) Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan.
21
5) Bersihkan kulit di lokasi insersi dengan antiseptik betadine kemudian alkohol 70 %, sebelum
pemasangan kateter. Biarkan antiseptic mengering pada lokasi sebelum insersi.
6) Jangan melakukan palpasi pada lokasi insersi setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik.
7) Gunakan gause steril atau dressing transparan untuk menutupi lokasi pemasangan.
8) Bila menggunakan betadine untuk membersihkan kulit sebelum pemasangan kateter, maka
harus dibilas dengan alcohol 70 % terlebih dahulu sebelum di insersi.
9) Hindari sentuhan yang mengkontaminasi lokasi kateter saat mengganti verband.
10) Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila sudah tidak ada indikasi pemasangan
11) Ganti selang penghubung bila alat intravaskuler diganti.
12) Ganti selang intravena, piggyback dan stopcock dengan interval yang tidak kurang dari 72
jam, kecuali bila ada indikasi klinis.
13) Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah atau emulsi lemak dalam 24 jam dari
diawalinya infuse.
14) Infus harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu botol cairan parenteral yang mengandung
lemak.
15) Bila hanya emulsi lemak yang diberikan , selesaikan infuse dalam 12 jam setelah botol
emulsi mulai digunakan.
16) Tidak ada rekomendasi mengenai pemakaian pemeliharaan atau frekuensi penggantian intra
vena tanpa jarum.
17) Perawatan dressing kateter:
a. ganti dressing pada kateter bila basah, lepas atau ingin melakukan inspeksi pada
lokasi insersi.
b. penggantian jangka pendek dua kali sehari bila menggunakan gause steril dan tujuh
hari bila menggunakan dressing transparan kecuali pada pasien anak yang mudah
terjadinya pelepasan kateter.
c. penggantian dressing minimal satu kali perminggu sampai pasien tidak perlu
dipasang kateter.
d. Penggantian balutan diganti 2 hari sekali.

h. Port Injeksi Intravena


1) Bersihkan port injeksi dengan alcohol 70 % atau providone/ iodine sebelum mengakses
system.
2) Untuk persiapan dan pengendalian mutu campuran larutan intravena: Campurkan seluruh
cairan parenteral menngunakan teknik aseptic ( seharusnya dibagian farmasi dalam
Laminar- flow hood ).
3) Periksa semua container cairan parenteral apakah ada kekeruhan , kebocoran, keretakan,
partikel dan tanggal kadaluarsa dari pabrik sebelum penggunaan.
4) Pakai vial dosis tunggal parenteral atau obat-obatan bila mana mungkin.
22
i. Pemakaian obat multi dosis ( bila harus menggunakan vial multi dosis )
1) Dinginkan dalam kulkas vial multi dosis yang dibuka, bila direkomendasikan oleh pabrik.
2) Bersihkan karet penutup vial multi dosis dengan alcohol sebelum penusukan alat ke vial.
3) Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan dari vial multi dosis, dan hindari
kontaminasi alat sebelum menembus karet vial.
4) Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai atau terlihat adanya kontaminasi
atau telah mencapai tanggal kadaluarsa.

j. Filter In Line
1) Jangan digunakan secara rutin untuk pengendalian infeksi.

k. Antimikroba Profilaksis
1) Jangan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum pemasangan atau
selama pemakaian alat intravskuler untuk mencegah kolonisasi kateter atau infeksi
bakteremia.

Pasal 2
Kebijakan Pencegahan Infeksi Saluran Kemih berhubungan dengan pemasangan kateter
Urine

a. Personil
1) Pemasangan kateter hanya dilakukan oleh personil yang trampil dan memahami dan tehnik
pemasangan kateter secara aseptik dan perawatan kateter yang benar.
2) Tenaga yang memberikan asuhan keperawatan pasien dengan kateter urine sudah
mendapatkan pelatihan secara berkala dengan tehnik yang benar mengenai prosedur
pemasangan kateter urine dan kompilaksi potensi yang mungkin terjadi pada kateter urine.

b. Penggunaan Kateter
1) Pemasangan kateter urine dilakukan hanya kalau diperlukan saja dan segera dilepas bila
tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter bukan karena untuk mempermudah
personil dalam memberikan asuhan pada pasien.
2) Segera dilepas jika tidak perlu lagi .
3) Untuk pasein –pasien tertentu dapat digunakan alternatif dari kateter menetap ,seperti:
drainase dengan kondom kateter.

c. Cuci tangan
23
1) Cuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah pemasangan dan manipulasi lokasi
kateter atau peralatannya.

d. Pemasangan Kateter
1) Pemasangan kateter harus menggunaka tehnik aseptik dan peralatan steril. Gunakan set
pemasangan kateter yang sudah disediakan .
2) Untuk membersihkan daerah sekitar uretra harus menggunakan sarung tangan ,kapas dan
larutan antiseptik ( sublimat) yang sesuai dan pakai jelly pelumas sekali pakai.
3) Gunakan kateter sekecil mungkin dengan laju drainase yang konsisten untuk
meminimalkan trauma uretra.
4) Kateter menetap harus terpasang dengan baik dan menempel pada badan untuk
mencegah pergerakan dan tegangan pada uretra.

e. Drainase sistem tertutup dan steril


1) Sistem drainase yang tertutup dan steril harus dipertahankan
2) Kateter dan selang / tube drainase tidak boleh dielepas sambungannya kecuali bila kateter
akan dilakukan irigasi.
3) Bila tehnik aseptik terganggu, sambungan terlepas atau terjadi kebocoran, sistem
penampungan harus diganti dengan sistem tehnik aseptic setelah sambungan antara
kateter dan pipa didesinfeksi.
4) Tidak ada kontak antara urine bag dengan lantai .

f. Laju Aliran Urine


1) Pertahankan laju aliran urine.
2) Untuk memperoleh aliran lancar :
a. Jaga kateter dan pipa drainase dari lekukan
b. Kantong drainase harus dikosongkan secara teratur dengan menggunakan
kontainer terpisah untuk setiap pasien (jangan ada kontak antara lubang pengosong
pada kantong penampung dengan kontainer non steril.
c. Kateter yang berfungsi kurang baik atau tersumbat harus dirigasi atau kalau perlu
diganti.
d. Kantong penampung diletakkan lebih rendah dari kantong kemih / bladder.

g. Pengambilan spesimen
1) Jika kebutuhan urine sedikit dan baru untuk pemeriksaan, diambil dari akhir distal kateter
atau lebih baik dari sampling port jika ada, dan dibersihkan dengan disinfektan, kemudian
urine diaspirasi dengan syringe steril.

24
2) Jika kebutuhan urine banyak untuk analisis dengan tehnik aseptik diambil dari kantong
urine .

h. Perawatan Meatus
1) Bersihkan dua kali sehari dengan antiseptik ( cairan sublimat ) atau dengan sabun dan air

i. Monitoring bakteriologi
1) Tidak dianjurkan monitoring bakteriologi secara rutin pada pasien dengan kateter urine .

j. Pemisahan pasien infeksi


1) Untuk mengurangi kemungkinan infeksi silang, pasien dengan kateter yang terinfeksi tidak
boleh bersebelahan tempat tidur atau sama dalam satu kamar dengan pasien berkateter
yang tidak terinfeksi , bila memungkinkan

Pasal 3
Kebijakan Pencegahan Infeksi Luka Operasi berhubungan dengan Pembedahan
I. Pra Bedah
A . Persiapan pasien sebelum operasi
1) Jika ditemukan ada tanda-tanda infeksi, sembuhkan terlebih dahulu infeksi nya sebelum
hari operasi elektif, dan jika perlu tunda hari operasi sampai infeksi tersebut sembuh.
2) Jangan mencukur rambut, kecuali bila rambut terdapat pada sekitar daerah operasi dan
atau akan menggangu jalannya operasi
3) Bila diperlukan mencukur rambut, ( seharusnya di kamar bedah ) beberapa saat sebelum
operasi dan sebaiknya menggunakan pencukur listrik ( Bila tidak ada pencukur listrik
gunakan silet baru)
4) Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes dan hindari kadar gula darah yang
terlalu rendah sebelum operasi.
5) Sarankan pasien untuk berhenti merokok, minimun 30 hari sebelum hari elektif operasi.
6) Mandikan pasien dengan zat antiseptik malam hari dan pagi hari sebelum hari operasi .
7) Cuci dan bersihkan lokasi pembedahan dan sekitarnya untuk menghilangkan kontaminasi
sebelum mengadakan persiapan kulit dengan anti septik
8) Gunakan zat anti septik kulit yang sesuai ( betadine dan alkohol 70 %) untuk persiapan
kulit
9) Oleskan zat antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari bagian tengah
menuju ke arah luar. Daerah yang dipersiapkan haruslah cukup luas untuk memperbesar
insisi, jika diperlukan membuat insisi baru atau memasang drain bila diperlukan.
10) Masa rawat inap sebelum operasi diusahakan sesingkat mungkin dan cukup waktu untuk
persiapan operasi yang memadai .
25
11) Tidak direkomendasikan penghentian atau pengurangan steroid sistemik sebelum operasi
12) Tidak direkomendasikan makanan tambahan yang berhubungan dengan pencegahan
infeksi untuk pra bedah
13) Tidak direkomendasikan untuk memberikan mupirocin melalui lubang hidung untuk
mencegah ILO
14) Tidak direkomendasikan untuk mengusahakan oksigenisasi pada luka untuk mencegah
ILO.

B. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah


1) Jaga agar kuku selalu pendek dan jangan memakai kuku palsu
2) Lakukan cuci tangan bedah (surgical Scrub) dengan antiseptik yang sesuai. Cuci tangan
dan lengan sampai ke siku.
3) Setelah cuci tangan , lengan harus tetap mengarah ke atas dan di jauhkan dari tubuh
supaya air mengalir dari ujung jari ke siku. Keringkan tangan dengan handuk steril dan
kemudian pakailah gaun dan sarung tangan
4) Bersihkan sela-sela dibawah kuku setiap hari sebelum cuci tangan bedah yang pertama.
5) Tidak memakai perhiasan di tangan atau lengan .
6) Tidak memakai cat kuku..

C. Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi


1) Anggota tim bedah agar melapor jika mempunyai tanda dan gejala penyakit infeksi dan
segera melapor kepada petugas pelayan kesehatan karyawan.
2) Kebijakan bila karyawan mengidap infeksi yang kemungkinan dapat menular :
a. Tanggung jawab karyawan untuk melaporkan penyakitnya.
b. Pelarangan bekerja
c. Ijin untuk kembali bekerja setelah sembuh penyakitnya.
d. Petugas yang berwewenang untuk melakukan pelarangan bekerja
3) Ambil sample untuk kultur dan berikan larangan bekerja untuk anggota tim bedah yang
memiliki luka pada kulit, hingga infeksi sembuh atau menerima terapi yang memadai.
4) Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi mikro organisme seperti S. Aureus atau
Stertococcus grup A tidak perlu dilarang bekerja, kecuali bila ada hubungan epidemiologis
dengan penyebaran mikroorganisme tersebut di rumah sakit

D. Profilaksis Anti mikroba


1) Pemberian profilaksis antimikroba hanya bila di indikasikan, dan pilihlah jenis antimikroba
yang paling efektif terhadap patogen yang umum menyebabkan ILO pada operasi jenis
tersebut atau sesuai dengan rekomendasi ( Tim Farmasi & Terapi)

26
2) Berikan dosis propilaksis awal melalui intravena pada saat yang sesuai sehingga pada
saat operasi dimulai konsentrasi bakterida pada serum dan jaringan maksimal
konsentrasinya. Pertahankan kadarnya dalam serum dan jaringan selama berlangsungnya
operasi dan maksimum sampai beberapa jam setelah insisi ditutup.

3) Durasi Profilaksis diberikan dalam 24 jam

4) Jangan menggunakan vancomycin secara rutin untuk profilaksis antimikroba.

II. Selama operasi berlangsung


A. Ventilasi
1) Pertahankan tekanan lebih positif dalam kamar bedah dibandingkan dengan koridor
dan ruangan di sekitarnya
2) Pertahankan minimun 15 kali pergantian udara per jam , dengan minimun 3 di
antaranya adalah udara segar
3) Semua udara harus disaring, baik udara segar maupun udara hasil resirkulasi
4) Semua udara masuk harus melalui langit-langit dan keluar melalui dekat lantai.
5) Jangan menggunakan Fogging di kamar bedah untuk mencegah infeksi ILO ‘
6) Pintu kamar bedah harus selalu tertutup, kecuali bila di butuhkan untuk lewatnya
peralatan, petugas dan pasien.
7) Batasi jumlah orang yang masuk dalam kamar bedah , hanya petugas yang
berkepentingan yang boleh masuk

B. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan


1) Bila tampak kotoran atau darah atau cairan tubuh lainnya pada permukaan benda atau
peralatan, gunakan desinfektan untuk membersihkannya sebelum operasi dimulai.
2) Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus atau penutupan kamar bedah setelah
selesai operasi kotor
3) Jangan menggunakan keset atau mats untuk kamar bedah ataupun daerah sekitarnya
4) Pel dan keringkan lantai kamar bedah dan desinfeksi permukaan lingkungan atau
peralatan dalam kamar bedah setelah selesai operasi terakhir setiap harinya dengan
desinfektan
5) Lakukan pembersihan secara menyeluruh setiap minggu secara rutin
6) Tidak ada rekomendasi mengenai desinfeksi permukaan lingkungan atau peralatan
dalam kamar bedah di antara dua operasi bila tidak tampak adanya kotoran.

C. Sterilisasi Instrumen kamar bedah


1) Sterilkan semua instrumen bedah sesuai petunjuk
2) Jangan melaksanakan sterilisasi kilat dengan alasan kepraktisan, untuk menghemat
pembelian instrumen baru atau untuk menghemat waktu.

27
D. Pakaian bedah dan drape
1) Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung secara menyeluruh bila memasuki
kamar bedah saat operasi akan di mulai atau sedang berjalan, atau instrumen steril
sedang dalam keadaan terbuka. Pakai masker bedah selama operasi berlangsung.
Lepas masker jika sudah selesai melakukan tindakan, tidak memakai masker atau
menggantungkan di leher ketika makan atau keluar dari kamar bedah.
2) Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut di kepala dan wajah secara menyeluruh bila
memasuki kamar bedah ( semua rambut yang ada di kepala dan wajah harus tertutup .
3) Jangan menggunakan pembungkus sepatu untuk mencegah ILO
4) Bagi anggota tim bedah yang telah cuci tangan bedah, pakailah sarung tangan steril.
Sarung tangan dipakai setelah memakai gaun steril ( Kategori II). Ganti ssarung tangan
jika terjadi kebocoran. Lepaskan sarung tangan jika sudah selesai melakukan tindakan
dddan tidak menyentuh permukaan lingkungan lain, untuk menghindari kontaminasi
lingkungan
5) Gunakan gaun dan drape yang kedap air .
6) Gantilah gaun bila tampak kotor, terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.
7) Jangan menggunakan baju operasi diluar kamar bedah
8) Sebaiknya gunakan gaun yang disposable

E. Tehnik aseptik dan bedah


1) Lakukan tehnik aseptik saat memasukkan peralatan intravaskuler ( CVP), kateter
anastesi spinal atau epidural, atau bila menuang atau menyiapkan obat-obatan intra
vena,
2) Siapkan peralatan dan larutan steril sesaat sebelum penggunaan
3) Perlakukan jaringan dengan lembut, lakukan hemostatis yang efektif, minimalkan
jaringan mati atau ruang kosong ( dead space) pada lokasi operasi .
4) Biarkan luka operasi terbuka aatau tertutup dengan tidak rapat, bila ahli bedah
menganggap luka operasi tersebut sangat kotor atau terkontaminasi
5) Bila diperlukan drainase, gunakan drain penghisap tertutup, Letakkan drain pada insisi
yang terpisah dari insisi bedah. Lepas drain sesegera mungkin bila drain sudah tidak
dibutuhkan lagi.

F. Merawat luka operasi


1) Lindungi luka yang sudah di jahit dengan perban steril selama 24 sampai 48 jam paska
bedah
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti perban atau bersentuhan dengan luka
operasi .
28
3) Bila perban harus diganti gunakan tehnik aseptic
4) Gunakan set ganti balutan setiap mengganti balutan
5) Gunakan sarung tangan steril , masker ketika mengganti balutan, dan segera lepas
masker dan sarung tangan jika telah selesai tindakan
6) Berikan pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai perawatan luka operasi
yang benar, gejala-gejala ILO dan pentingnya melaporkan gejala tersebut.
7) Tidak perlu menutup luka operasi yang sudah dijahit lebih dari 48 jam jika luka sudah
tampak kering.
8) Sebaiknya pasien boleh mandi jika luka sudah kering

Pasal 4
Kebijakan Pencegahan Pneumonia berhubungan dengan Pemasangan Oksigenasi
A. Menghentikan penyebaran mikroorganisme.
1) Bersihkan semua peralatan sebelum desinfeksi atau sterilisasi.
2) Sterilkan peralatan medis yang kontak langsung dengan pembuluh darah atau jaringan
steril. ( Peralatan kritis)
3) Gunakan desinfeksi tingkat tinggi untuk peralatan yang kontak langsung dengan lapisan
mukosa saluran pernapasan bawah ( Semi Kritikal )
4) Setelah desinfeksi lanjutkan dengan pembilasan, pengeringan, dan pengepakkan ,
5) dan jangan sampai peralatan tersebut terkontaminasi lagi.
6) Gunakan air steril untuk membilas peralatan semikritikal yang dapat dipakai ulang setelah
proses desinfeksi.
7) Gunakan air steril untuk mengisi bubbling humidifier.
8) Untuk nebulizer hanya boleh digunakan air steril dan dituangkan dengan hati – hati.
9) Pada pemakaian pada pasien yang sama, lakukan desinfeksi , bilas dengan air atau
keringkan dalam udara terbuka
10) Penggunaan untuk pasien yang berbeda, gantilah nebulizer dengan disteril atau
didesinfensi tingkat tinggi.
11) Bila vial multi dosis digunakan, maka penggunaannya harus mengikuti petunjuk pabrik.
12) Jangan gunakan room-air humidifier bervolume besar yang dapat menghasilkan airosol
( misalnya : alat menggunakan prinsip venturi, ultrasound, atau spinning disk ) dan
gunakan nebulizer yang dapat disterilkan atau di desinfeksi tingkat tinggi paling sedikit
sekali sehari dan hanya diisi air steril.
13) Peralatan bagian resusitasi harus didesinfeksi tingkat tinggi bila akan dipakai oleh pasien
yang berbeda.
14) Portable respirometer, oxygen sensor dan peralatan lain yang dipakai berulang-ulang harus
didesinfeksi tingkat tinggi bila akan dipakai oleh pasien yang berbeda.
15) Mesin test fungsi paru pada pemakaian pasien yang berbeda
29
B. Menghentikan penyebaran bakteri dari individu ke individu
a. Cuci tangan.
1) Sebelum dan sesudah memakai sarung tangan, dan setelah menyentuh mukosa, sekresi
pernafasan atau benda-benda yang terkontaminasi dari sekresi pernafasan
2) Sebelum dan sesudah melakukan intubasi dan memanipulasi peralatan respiratory terapi

b. Penggunaan alat pelindung diri.


1) Pakai sarung tangan untuk menyentuh sekresi pernafasan atau benda yang terkontaminasi
dengan sekresi pernafasan semua pasien, dan segera lepas sarung jika telah selesai
melakukan tindakan.
2) Pakai masker bila kira-kira akan terciprat sekresi pernafasan pasien dan gantilah masker
yang terkontaminasi sebelum menyentuh pasien yang lain, segera lepas masker jika
tindakan telah selesai
3) Pakai gaun bila kira-kira akan terciprat sekresi pernafasan pasien dan gantilah gaun yang
terkontaminasi sebelum menyentuh pasien yang lain, segera lepas gaun jika tindakan telah
selesai

c. Perawatan Pasien dengan Tracheostomi.

1) Lakukan trackeostomi dalam kondisi steril.


2) Bila mengganti kanul tracheostomi, gunakan tehnik aseptik dan ganti dengan kanul yang
steril atau yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi.

d. Penghisapan lendir saluran nafas.


1) Gunakan kateter disposable yang steril
2) Gunakan larutan steril untuk menghilangkan lendir dalam kateter bila kateter akan masuk
lagi kesaluran nafas .
3) Segera bersihkan peralatan yang telah dipakai
4) Ganti semua perangkat selang dan pengumpul lendir bila pasien berganti.

e. Pengurangan Resiko Sumber Infekasi.

1) Hentikan pemakaian NGT, ETT, tracheostomi bila sudah tidak diperlukan lagi.
2) Cegah aspirasi yang berhubungan makanan enteral.
 Naikkan kepala tempat tidur pasien antara 30 sampai 45 derajat
 untuk pasien beresiko tinggi ( bila tidak ada kontra indikasi)
 Periksa secara rutin letak NGT ,ETT.
 Cek motilitas usus pasien secara rutin dan sesuaikan

30
 Kecepatan dan volume makanan enteral untuk mencegah aliran balik ( Regurgitasi
)
3) Cegah aspirasi yang berhubungan dengan intubasi endotracheal
 Sebelum mengempiskan balon ETT, saat tube akan lepas atau sebelum
memindahkan tube, pastikan sekresi sudah bersih dari bagian atas balon.

f. Pencegahan kolonisasi lambung


1) Berikan propilaksis stress ulcer bila pasien memakai Ventilator Mekanis, gunakan zat yang
tidak menaikkan pH lambung pasien.

g. Pencegahan Pnemonia Pasca Bedah.


1) Ajarkan dan latih pasien pra bedah jantung untuk mengambil nafas dalam berjalan ( sesuai
dengan keadaan umum ) setelah selesai operasi.
2) Biasakan pasien pasca bedah untuk sering nafas dalam, batuk dan aktifitas kecuali ada
kontra indikasi.
3) Kendalikan rasa sakit yang mengganggu pasien saat batuk dan mengambil nafas dalam
pasca bedah dengan :
4) Analgetik sistemik.
5) Pemberian tekanan, seperti menekan diatas bantal diatas dada.
6) Analgetik Regional ( misalnya analgetik epidural )
7) Gunakan Incentive Spirometer atau peralatan intermiten positive pressure pada pasien
yang beresiko tinggi.
8) Cuci tangan dilakukan setiap kali kontak dengan sekret saluran nafas baik dengan atau
tanpa sarung tangan. Cuci tangan juga dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien yang mendapat intubasi dan trakeostomi (kategori I)

h. Cairan dan Obat


1) Nebulasi dan humidifikasi hanya boleh menggunakan cairan steril yang diberikan
secara aseptik. Cairan tersebut tidak boleh digunakan pada alat yang terkontaminasi . Sisa
cairan dalam botol yang sudah dibuka harus dibuang dalam waktu 24 jam
2) Bila flakon multidose digunakan untuk terapi harus disimpan dalam lemari es atau
suhu kamar sesuai aturan pakai dan tidak melewati tanggal kadaluarsa

i. Pemeliharaan Alat Terapi Pernafasan yang Sedang Dipakai


1) Penampung cairan harus diisi segera sebelum dipakai. Bila cairan hendak ditambahkan
maka sisa cairan harus dibuang terlebih dahulu Air yang telah mengembun dalam pipa
harus dibuang dan tidak boleh dialirkan balik ke dalam penampung

31
2) Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti secara rutin setiap 24 jam
dengan yang steril atau didesinfeksi Alat nebulisasi lain dan penampungnya harus diganti
dengan yang steril atau sudah didesinfeksi setiap 24 jam - Alat pelembab udara ruangan
yang dapat menimbulkan tetesan tidak boleh digunakan
3) Alat penampung pelembab udara oksigen dinding yang dapat dipakai ulang harus
dibersihkan, dicuci dan dikeringkan setiap hari
4) Setiap pipa dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada setiap
pasien
5) Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katub ekshalasi) harus secara rutin diganti
dengan yang steril atau sudah didesinfeksi setiap 24 jam
6) Bila mesin respirator digunakan untuk beberapa pasien maka pada setiap pergantian
pasien semua sirkuit alat bantu nafas harus diganti dengan yang steril atau sudah
didesinfeksi

Penanganan Peralatan yang Dipakai Ulang


1) Setiap peralatan yang akan disterilkan atau didesinfeksi harus dibersihkan dengan
seksama untuk menghilangkan darah, jaringan, makanan atau residu lainnya. Peralatan
harus didekontaminasi sebelum atau selama proses pembersihan, bila alat tersebut
terkontaminasi .
2) Alat terapi pernafasan yang menyentuh selaput lendir harus disterilkan sebelum dipakai
pada pasien lain. Jika hal ini tidak memungkinkan alat tersebut harus didesinfeksi kuat
(high level disenfection)
3) Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa & katup ekshaklasi) dan semua alat yang
berhubungan dengan terapi pernafasan harus disterilisasi atau didesinfeksi kuat
4) Ruang pendingin pada alat nebulisasi ultrasonik sulit didesinfeksi secara adekuat karena
itu harus disterilkan dengan gas (etilin oksida) atau didesinfeksi kuat paling sedikit selama
30 menit
5) Bagian dalam mesin ventilator dan mesin pernafasan tidak perlu disterilkan atau
didesinfeksikan secara rutin untuk setiap pemakaian kecuali setelah alat tersebut potensial
terkontaminasi dengan mikroorganisme berbahaya
6) Respirometer dan alat lain yang digunakan untuk memantau beberapa pasien secara
bergantian, tidak boleh langsung menyentuh bagian sirkuit alat bantu nafas, kedua alat
tersebut penghubung dan alat penghubung ini harus diganti pada setiap pemakaian pada
pasien lain.
7) Kantong alat resusitasi manual harus atau didesinfeksi kuat setiap habis dipakai

Pemantauan Mikroorganisme

32
1) Jika tidak ada kejadian luar biasa (KLB) atau rate endemik infeksi paru Rumah Sakit
tidak tinggi maka proses disinfeksi alat terapi pernafasan tidak perlu dipantau dengan
biakan sampel dari alat tersebut. Dengan kata lain sampel rutin tidak perlu dilakukan
2) Interpretasi hasil pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan karena itu sampel
mikrobiologik rutin alat bantu nafas yang sedang dipakai pasien tidak dianjurkan .

Pasien Dengan Trakeostomi


1) Tindakan trakeostomi harus dilakukan di kamar operasi, secara aseptik kecuali
dalam keadaan darurat dapat dilakukan di ruang perawatan.
2) Sekitar pipa trakeostomi tidak boleh disentuh dengan tangan langsung, atau setiap
manipulasi kedua tangan harus menggunakan sarung tangan steril .
3) Bila diperlukan penggantian pipa trakeostomi, maka pipa pengganti harus steril
atau didesinfeksi kuat
4) Sewaktu mengganti pipa harus digunakan teknik aseptik termasuk penggunaan
sarung tangan dan penutup (duk) steril

Pengisapan Sekret Saluran Nafas


1) Pengisapan sekret saluran pernafasan dilakukan hanya bila diperlukan, karena
pengisapan yang terus menerus akan meningkatkan risiko kontaminasi silang dan trauma .
2) Pengisapan sekret saluran nafas tidak boleh dilakukan dengan tangan langsung
melainkan menggunakan sarung tangan steril .
3) Setiap kali mengisap sekret saluran nafas, gunakan kateter yang steril atau kalau
pmakaian hanya dalam waktu singkat maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas serta
dibersihkan
4) Bila terdapat sekret yang kental dan kateter pengisap memerlukan bilasan, maka
untuk membilas gunakan cairan steril

Penggunaan pipa dan tabung pengisap adalah sebagai berikut :


1) Pemakaian pipa pengisap sampai batas tabung harus diganti.
2) Tabung pengisap yang digunakan untuk satu pasien, diganti atau dikosongkan
secara rutin .
3) Tabung pengisap harus diganti setiap pasien , dan dibersihkan disinfeksi setelah
pemakaian
4) Setiap kali tabung pengisap diganti harus disterilkan atau didesinfeksi kuat
5) Untuk pengisap sekret saluran nafas portabel yang kemungkinan mengisap aerosol
terkontaminasi maka digunakan filter bakteri yang baik antara tabung penampung dan pipa
pengisap

33
Perlindungan Pasien dari Pasien Lain dan Personil
1) Lakukan isolasi pada pasien yang mungkin menyebarkan infeksi saluran nafas.
2) Personil yang terkena infeksi saluran nafas tidak boleh memberi asuhan langsung
pada pasien dengan risiko tinggi (misal neonatal, bayi, pasien dengan obstruksi paru kronis,
dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun
3) Bila diperkirakan ada KLB influenza lakukan pencegahan untuk semua pasien dan
petugas yang memberi asuhan langsung dengan menggunakan teknis isolasi pernafasan.
BAB IV
Kebijakan Surveilans Infeksi Rumah Sakit
Pasal 1

1. Harus dilakukan kegiatan surveilens pada pencegahan pengendalian infeksi


Rumah Sakit.
2. Kegiatan surveilens infeksi Rumah Sakit mencakup infeksi luka operasi, infeksi
aliran darah primer, infeksi saluran kemih, infeksi pneumonia, pola mikroorganisme infeksi
Rumah Sakit.
3. Metode kegiatan surveilens adalah metode target surveilens.

34
BAB V
Kebijakan Infeksi Rumah Sakit lain
Pasal 1

1. Pastikan terjadinya tanda-tanda pleblitis merah, panas, sakit pada


daerah ujung catheter jika ditemukan pseudobacteriemia bukan merupakan infeksi Rumah
Sakit.
2. Plebitis derajat 1 lakukan observasi saja tanpa mengganti kanula.
3. Pecatatatn plebitis jika sudah masuk ke derajad 2 yang harus diganti
kanula baru.
4. Pemakaian Intra vena line dari luar pelayanan RSKB Hasta Husada
yang plebitis tidak masuk kedalam data Plebitis RS.
5. Pastikan terjadinya tanda-tanda decubitus yaitu kemerahan, nyeri
tekan dan bengkak pada pinggir luka yang meradang, jika diperlukan lakukan pembiakan
pada cairan atau biopsi pada luka.
6. Dekubitus yang sudah terjadi di luar pelayanan RSKB Hasta Husada
tidak termasuk dalam Hais RS.
7. Lakukan kolaborasi dengan dokter yang merawat dan TIM PPI jika
jelas terinfeksi serta lakukan pencatatan dalam lembaran Surveilans IN untuk tindak lanjut

35
BAB VI
Kebijakan Penggunaan Antibiotik
Pasal 1

1. Penggunaan antibiotik harus diatur kewenangannya untuk meningkatkan penggunaan


antibiotik yang rasional.
2. Pemberian antibiotik diawasi oleh Tim PPI, Komite Medis dan DPJP Rumah Sakit sebelum tim
PPRA dibentuk.
3. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Tim PPI, Komite Medis dan DPJP secara periodik
setiap 6 bulan dan dilaporkan kepada Direktur RSKB Hasta Husada.
4. Daftar jenis penggunaan antibiotik di RSKB Hasta Husada :
No Lini Jenis AB PJ
Amoksisilin
Eritromisin
1. Lini 1 Trimetropim Dokter Umum
Sulfametoxazol
Cefadroxil
Amoxiclav
Ceftriaxone
Dokter Umum
2. Lini 2 Cefixime
Dokter Spesialis
Ampisilin Sulbactam
Ciprofloxacin
Ceftazidim
Cefeperazon
Sulbactam Dokter Spesialis
3. Lini 3
Levofloxacin Dokter Spesialis IPCD
Fosfomycin
Aztreonam
36
Tygecillin
Meropenem
Doripenem
Dokter Spesialis IPCO / KIC
Imipenem
4. Lini 4 Berdasar klinis dan kultur
Vancomycin
Persetujuan Tim PPRA
Linezolid
Tiecoplanin
Ertapenem

Ditetapkan di : Kepanjen
Tanggal : 22 Februari 2016
Direktur

RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH


HASTA HUSADA

dr. Ninik Pujaning Dyah

37

Anda mungkin juga menyukai