Masjid Katangka, salah satu situs sejarah dan purbakala yang kurang mendapat
kebangkitan Islam yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu situs sejarah
sekitar 1,5 kilometer (km) dari Sungguminasa, ibu kota Kabupaten Gowa atau sekitar 9
km dari Kota Makassar, tak jauh dari makam Pahlawan Nasional Syekh Jusuf atau
tokoh yang dijuluki Tuanta Sa-lamaka, pemimpin yang membawa keselamatan umat.
Bangunan itu menyerupai arsitektur masjid Demak, dibangun tahun 1603, pada masa
pemerintahan Raja Gowa ke-14, Sultan Alauddin, Raja Gowa pertama yang memeluk
agama Islam. Alauddin adalah kakek dari I Mallombassi Muhammad Bakir Daeng
Masjid itu dibangun di atas areal seluas 610 m2, luas bangunannya sekitar 212,7 m2
dan dikelilingi pagar besi dengan tiang pagar dari tembok, menghadap ke timur,
memiliki halaman depan, mempunyai serambi dan ruang utama dan di sekitarnya
Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid tersebut sering dijadikan tempat
melepaskan nazar bagi sebagian warga Bugis-Makassar. Masjid itu sering dikunjungi
warga yang datang dari berbagai tempat yang jauh, yang meyakini bahwa dengan
melakukan salat pada bulan Ramadan di masjid tersebut akan mendapatkan berkah
Terbengkalai
Sejak Juni lalu masjid itu tak berfungsi sebagaimana biasa, menurut Harun Dg Ngolla
(30) pengurus masjid kepada SP, Senin (17/9), kondisi masjid sudah rusak parah,
bagian atas bangunannya telah rapuh. Kerusakan itu bermula diketahui saat Dinas
Pekerjaan Umum Sulsel melakukan perbaikan beberapa bagian bangunan dengan
Setelah mengetahui kerusakan masjid itu ternyata cukup parah, proyek perbaikannya
ditinggalkan tanpa kejelasan dan akhirnya terbengkalai. "Semula hanya mau diperbaiki
kerusakan kecil, setelah beberapa bagian dibongkar, ternyata kondisi masjid sudah
Selang dua minggu tidak ada kelanjutan pekerjaan masjid dari Dinas Pekerjaan Umum,
dan dapat menimpa jemaah. Atap masjid tersebut terbuat dari bahan genteng tanah liat
dan bertingkat tiga. Antara atap masjid tingkat dua dan tiga (teratas) terdapat pemisah
Dengan dana yang dihimpun dari swadaya masyarakat, usaha renovasi dilakukan,
kebetulan saja, ada donatur yang tak mau disebut namanya, memberikan sumbangan
Empat tiang penyanggah atap dibuat dengan sistem pondasi cakar ayam, tiang itu
dipadukan ring balok beton dengan ring balok kayu peninggalan bangunan lama yang
masih dapat digunakan. Begitu pun ruang utama masjid, bagian mihrab serta mimbar
yang terdapat tulisan Arab berbahasa Makassar terbuat dari ukiran kayu tidak
mengalami perubahan.
Warga memutuskan akan tetap menggunakan bahan-bahan yang masih dapat dipakai
untuk mempertahankan keasliannya, selain ring balok kayu, genteng dan plafon yang
Empat tiang besi bulat yang sebelumnya berguna sebagai penyangga atap masih
Menurut Harun, dalam catatan sejarah, masjid itu sudah mengalami enam kali renovasi,
pertama dilakukan pada saat pemerintahan Belanda tahun 1816 dan 1884, Pemerintah
Umum, begitu pula Departemen Pendidikan yang selama ini tidak memberikan
Padahal, masjid itu tidak hanya tercatat sebagai peninggalan sejarah Islam, tapi juga
tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan seorang syufi dan pejuang, Syekh Yusuf,
yang menjadi pahlawan nasional di dua negara. Di Masjid Katangka, Syekh Yusuf
Syekh Yusuf lahir 3 Juli 1626 di Kabupaten Gowa, gigih melawan penjajah Belanda,
diasingkan ke Afrika Selatan (Capetown) dan meninggal dunia dalam usia 73 tahun
Stellenbosch, Afrika Selatan. Atas permintaan Raja Gowa, Abdul Djalil, 5 April 1795,
makam Syekh Yusuf dipindahkan ke Lakiung, tak jauh dari Masjid Katangka.
Afrika Selatan, ia mendapat tempat yang sangat istimewa di hati rakyat sebagai
Di Susun Oleh :
LIAYANA ELFIRA
ROSDIANA
LELA RAMADHANI
NURHALIZA