Anda di halaman 1dari 21

I.

IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Seroja
Tanggal dan Pukul : 7 Mei 2019 pukul 08.30

II. ANAMNESA

Dilakukan secara alloanamnesis, tanggal 15 Maret 2019, pukul 09.00

a. Keluhan utama :
Pasien melakukan kontrol epilepsi
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien didatang ke Puskesmas dengan tujuan ingin melakukan kontrol
terhadap epilepsinya. Pasien kejang 1 minggu yang lalu, pencetus kejang
pasien adalah udara dingin seperti hujan, pasien mengaku jika akan kejang
pasien mengeluhkan sakit kepala, lemas dan mual, ketika serangan kejang
pasien tidak sadarkan diri. Menurut keterangan keluarga pasien ketika kejang
pasien kejang seperti terkena sengatan listrik dan lidahnya tergigit dan mata
ke atas. Kejang berlangsung selama 30 menit, ketika sehabis kejang pasien
mengantuk dan lemas
Anamnesis Sistem lain : Dalam batas normal
Riwayat obat : Pasien memperlihatkan obat yang biasa
dikonsumsinya yaitu karbamazepin
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada saat pasien berumur 2 tahun pasien demam tinggi yang menjadi
penyebab awal mulanya muncul kejang, riwayat trauma kepala (-) DM(-),
Hipertensi (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien juga mengidap penyakit yang serupa dan sudah meninggal,
pasien juga memiliki seorang anak berumur 4 tahun yang mengalami kejan
karena demam tinggi

e. Riwayat Pribadi
Pasien mengaku suka jajan diluar dan memakan makanan
berpengawet, dan merasa stress

III. PEMERIKSAAN

I. STATUS PRESENS

B.B 55 Kg Tekanan Darah : 120/90mmHg

T.B tdk dilakukan cm Denyut Nadi :-

Suhu 37 °C Pernafasan :-

Keadaan Umum : Tampak Sehat


Limfonodi :-
Status Gizi :-
Paru-Paru :-
Jantung :-
Hati :-
Limpa :-
II. STATUS NEUROLOGIK :

Kesadaran : kompos mentis


Orientasi : baik
Cara berpikir :menurun
Kecerdasan :menurun
Kemampuan bicara :dbn
Sikap tubuh :dbn
Cara berjalan :dbn
Gerakan abnormal :-
Kepala
a. Bentuk :-
b. Simetri :-
c. Ukuran :-
d. Pulsasi :-
e. Nyeri tekan :-
f. Bising :-
Leher
a. Sikap :-
b. Gerakan :-
c. Kaku kuduk :-
d. Bentuk :-
e. Nyeri tekan : -
f. Pulsasi :-
g. Bising karotis :-
h. Tes Brudzinski:-
i. Tes Valsava :-
Saraf Otak :-
RINGKASAN ANAMNESIS :
Pasien didatang ke Puskesmas dengan tujuan ingin melakukan kontrol
terhadap epilepsinya. Pasien kejang 1 minggu yang lalu, pencetus kejang pasien
adalah udara dingin seperti hujan, pasien mengaku jika akan kejang pasien
mengeluhkan sakit kepala, lemas dan mual, ketika serangan kejang pasien tidak
sadarkan diri. Menurut keterangan keluarga pasien ketika kejang pasien kejang
seperti terkena sengatan listrik dan lidahnya tergigit dan mata ke atas. Kejang
berlangsung selama 30 menit, ketika sehabis kejang pasien mengantuk dan lemas.
Pada saat pasien berumur 2 tahun pasien demam tinggi yang menjadi penyebab
awal mulanya muncul kejang, riwayat trauma kepala DM, Hipertensi disangkal. Ibu
pasien juga mengidap penyakit yang serupa dan sudah meninggal, pasien juga
memiliki seorang anak berumur 4 tahun yang mengalami kejan karena demam
tinggi. Pasien mengaku suka jajan diluar dan memakan makanan berpengawet, dan
merasa stress

V. DIAGNOSIS BANDING

sinkop

VI. DIAGNOSIS KERJA

Epilepsi generalisata primer

VII. PENATALAKSANAAN

Paisen dirujuk kerumah sakit petala bumi

Terapi Non medikamentosa

 Menhindari factor pencetus yaitu udara dingin, hujan dengan cara memakai
pakaian hangat dan mengelola stres dengan baik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Menurut Hughilings Jacksom pada abad ke 19 epilepsi adalah istilah untuk
cetusan listrik local pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu
mendadak, dan sangat cepat. Secara klinis epilepsy merupakan gangguan
paroksismal diaman cetusan neuron korteks serebri mengakibatkan serangan
penurunan kesadaran, perubahan fungsi motoric atau sensorik, perilaku atau
emosional yang intermiten dan stereotipik
B. Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi. Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsy lebih tinggi di negara berkembang.Insiden epilepsy di negara
maju ditemukan sekitar 50/100.000.sementara di Negara berkembang mencapai
100/100.000.
Di Negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia
dibawah 2 tahun dan usia lanjut di atas 65 tahun.
C. Etiologi
Ditinjau dari penyebab, epilepsy dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
 Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ±50% dari
penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetic,
awitan biasanya pada usia >3tahun. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan alat-alat diagnostic yang canggih kelompok ini semakin
sedikit.
 Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf
pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP),
gangguan metabolic, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum,
lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik serta kelainan
neurodegenerative.
 Epilepsy kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut
dan epilepsy mioklonik.

D. Klasifikasi
Kejang epileptic secara umum diklasifikasikan berdasarkan onsetnya
yaitu fokal (parsial) atau menyeluruh (generalis). Kejang parsial di
subklasifikasikan kembali menjadi:
 Kejang parsial sederhana, kesadaran masih ada selama serangan
 Kejang parisial kompleks, kesadaran terganggu pada setiap tahap
Kejang parsial dapat berkembang menjadi generalisata (kejang
generalisata sekunder), terjadi penurunan kesadaran dengan bukti klinis
penyebaran melalui korteks serebri. Klasifikasi epilepsy yang lebih detail dalam
kategori yang luas ini, berdasarkan karakteristik klinis dan EGC diberikan dalam
table berikut
Epilepsy generalisata primer
Epilepsy genralisata primer pada orang ddewasa menimbulkan masalah
yang sering dalam tatalaksana dan merupakan tipe kejang tipikal terbanyak
(tonik-klonik, atau grand maal) dengan gejala yang kusus sehingga diperlukan
deskripsi yang berbeda
Sebelum serangan, pasien merasakan gejala pusing atau mudah teriritasi.
Kejang dimulai engan tangisan epileptic (epileptic cry). Pasien kehilangan
kesadaran dan jatuh. Pada fase awal yaitu fase tonik, terjadi spasme otot
generalisata, yang hanya berlangsung beberapa detik. Pada fase berikutnya, fase
klonik, terjadi sentakan otot tajam yang berulang. Dapat terjadi lidah tergigit,
inkontinensia urin, dan salivasi. Ketika sentakan otot berhenti, pasien tetap tidak
sadar hingga sekitar 30 menit dan kemudian merasa bingung dan mengantuk
untuk beberapa jam. Saat perbaikannbiasanya timbul nyeri punggung bahkan
spasme otot dapat begitu kerasa dan mengakibatkan fraktur vertebra. Epilepsy
tipe ini biasanya dapat terkontrol dengan satu obat.
Epilepsi parsial
 Epilepsy lobus temporal
Pada kejang ini aura atau tana peringatan sebelum serangan dapat terdiri dari
gejala psikis ( seperti rasa takut, atau sensasi déjà vu) halusinasi ( olfaktorius,
gustatorius atau bayangan visual) atau hanya sensasi tidak enak di epigastrium.
Pasien menjadi gelisah, bingung, serta menunjukkan gerakan yang teratur dan
stereotipik (automatisme). Gerakan ini yaitu gerakan mengunyah dan
mengecapkab bibir tetapi juga dapat berupa gerakan yang lebih kompleks,
kadang agresif dan kasat
 Epilepsy jacksonian
Serangan mitorik fokal umumnya dimulai pada sudut mulut, ibu jari dan jari
telunjuk tangan atau ibu jari kaki.gerakan menyebar secara cepat kearah wajah
atau arah anggota gerak (jacksonian march). Epilepsy jacksonian umumnya
diakibatkan oleh penyakit otak organiuk, seperti tumor pada korteks motoric.
Setelah serangan anggota gerak yang terkena mengalami kelemahan sementara
 Epilepsy parsial kontinua
Merupakan bentuk yang jarang dari epilepsy jacksonian diamana serangan
menjadi persisten selama beberapa hari, minggu bahkan bulanan
Klasifikasi epilepsi menurut International Leage Against Epilepsy (ILAE) 1981 :

1. Kejang parsial (fokal)


a. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
 Dengan gejala motorik
 Dengan gejala sensorik
 Dengan gejala otonomik
 Dengan gejala psikis
b. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
 Awalnya parsial sederhana, kemudian dikuti dengan gangguan kesadaran
- Kejang parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran
- Dengan automatisme
 Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
- Dengan gangguan kesadaran saja
- Dengan automatisme
c. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik),
tonik atau klonik)
 Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
 Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
 Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi kejang umum.
1. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
 Lena/ absens
 Mioklonik
 Tonik
 Klonik
 Tonik-klonik
 Atonik
2. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

Klasifikasi epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :

1. Berkaitan dengan letak fokus


a. Idiopatik
 Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
 Childhood epilepsy with occipital paroxysm
b. Simptomatik
 Lobus temporalis
 Lobus frontalis
 Lobus parietalis
 Lobus oksipitalis
2. Epilepsi umum
a. Idiopatik
 Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions
 Benign myoclonic epilepsy in infancy
 Childhood absence epilepsy
 Juvenile absence epilepsy
 Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
 Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
 Other generalized idiopathic epilepsies
b. Epilepsi umum kriptogenik atau simptomatik
 West’s syndrome (infantile spasms)
 Lennox gastaut syndrome
 Epilepsy with myoclonic astatic seizures
 Epilepsy with myoclonic absences
c. Simptomatic
 Etiologi non spesifik
 Early myoclonic encephalopathy
 Specific disease states presenting with seizures.

E. Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
tranmisi pada sinaps. Ada 2 jenis neurotransmitter, yaitu neurotransmitter eksitasi
yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi
(inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan
hiperpolarisasi sehingga sel nauron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.
Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat,
norepilefrin dan asetilkolin. Sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah
gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas
muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat,
membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan
seluruh sel akan melepas muatan listrik.

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau


menggangu fungsi membran neuron sehingga memran mudah dilampaui oleh ion Ca
dan Na dari ruangan ekstra ke intraseluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan
depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan
terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron
merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi adalah
bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga
inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga
sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinapik yang menjamin agar neuron-neuron tidak
terus menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadan lain yang dapat
menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

F. Manifestasi Klinis
1. Kejang parsial simpleks
Kejang dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan menglami gejala
berupa :
o Kesadaran masih ada
 Deja vu : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama
sebelumnya.
 Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak
dapat dijelaskan.
 Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada
bagian tubuh tertentu.
 Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu.
 Halusinasi.
2. Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan
lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar
tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi :
 Gerakan seperti mencucur atau mengunyah.
 Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang.
 Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling
dalam keadaan seperti bingung.
 Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
3. Kejang tonik-klonik
Merupakan kejang yang paling sering. Dimana terdapat 2 tahap : tahap
tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelojotan. Pada serangan jenis ini
pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis
ini biasanya didahului dengan aura. Aura merupakan perasaan yang dialami
sebelum serangan, dapat berupa : merasa sakit perut, baal, kunang-kunag,
telinga berdengung. Pada tahap klonik pasien dapat : kehilangan kesadaran,
kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak
tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase
klonik : terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, pasien
tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin
tidur setelah serangan semacam ini

G. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan radiologis
Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu.
Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang
informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsy. Gelombang yang
ditemukan pada EEG berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing
lambat, paku lambat.Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan
foto polos kepala
 Pemeriksaan psikologis atau psikiatris
Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan
naik turunnya kesadaran.
 Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi.Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal:
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan
gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu
mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile
mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG
nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik
mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku
majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
 Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan
lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan
antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang
kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat
bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti,
serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter.Penentuan lokasi fokus
epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.
H. Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan
melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasilpemeriksaan EEG dan
radiologis.Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang
berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami
penderita.Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan
sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi
yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis.Anamnesis juga
memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-
obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

I. Diagnosis Banding
Sinkop adalah hilangnya kesadaran dan tonus postural secara sementaraakibat
penurunan dari aliran darah ke otak. Sinkop dapat muncul tiba-tiba, tanpatanda-
tanda, atau terdapat tanda-tanda akan pingsan (presinkop). Tanda-tandapresinkop
seperti perasaan kepala menjadi ringan, dizziness, perasaan hangat,diaforesis,
mual (nausea), dan pandangan hitam (kebutaan sementara)

J. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi
dapat hidup normal dan tercapai kualitas hidup optimal. Ada beberapa cara untuk
mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi
frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek samping seminimal
mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan kematian. Terapi pada epilepsi
dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
Prinsip Terapi Farmakologi
OAE diberikan bila :
o Diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam
setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi
penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan
tersebut.
o Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan
pengobatan.
o Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek
samping yang timbul dari OAE.
o Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah dihindari
(misalnya: alcohol, kurang tidur, stress, dll)
Pilihan OAE pertama

Tabel 2.2 Daftar OAE yang umum digunakan dan indikasinya

Tipe Kejang Lini Pertama Lini Kedua

Kejang parsial

Parsial kompleks, Carbamazepine Acetazolamide

parsial kompleks, Lamotrigine Clonazepam

Umum sekunder Levatiracetam Gabapentin

Oxarbazepine Phenobarbitone

Topiramate Phenytoin

Valporate

Kejang umum

Tonik-klonik, Carbamazepine Acetazolamide

Konik Lamotrigine Levatiracetam

Topiramate Phenobarbitone

Valporate Phenytoin

Absans Ethosuximide Acetazolamide

Lamotrigine Clonazepam

Valporate

Absans atipikal, Valporate Acetazolamide


Atonik, Clonazepam

Tonik Lamotrigine

Phenytoin

Topiramate

Mioklonik Valporate Acetazolamide

Clonazepam

Lamotrigine

Levatiracetam

Phenobarbitone

Piracetam

Sumber: (Consensus Guidelines onn the Management og Epilepsy, 2010)


BAB III

PEMBAHASAN

A. Anamnesis
Pasien didatang ke Puskesmas dengan tujuan ingin melakukan kontrol
terhadap epilepsinya. Pasien kejang 1 minggu yang lalu, pencetus kejang
pasien adalah udara dingin seperti hujan, pasien mengaku jika akan kejang
pasien mengeluhkan sakit kepala, lemas dan mual, ketika serangan kejang
pasien tidak sadarkan diri. Menurut keterangan keluarga pasien ketika kejang
pasien kejang seperti terkena sengatan listrik dan lidahnya tergigit dan mata
ke atas. Kejang berlangsung selama 30 menit, ketika sehabis kejang pasien
mengantuk dan lemas. Pada saat pasien berumur 2 tahun pasien demam
tinggi yang menjadi penyebab awal mulanya muncul kejang, riwayat trauma
kepala DM, Hipertensi disangkal. Ibu pasien juga mengidap penyakit yang
serupa dan sudah meninggal, pasien juga memiliki seorang anak berumur 4
tahun yang mengalami kejan karena demam tinggi. Pasien mengaku suka
jajan diluar dan memakan makanan berpengawet, dan merasa stress

B. Pemeriksaan fisik
a. Pada vital sign, pemeriksa melakukan pemeriksaan tekanan darah 120/90
mmHg, suhu 37 dan BB 55kg.
b. Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan neurologis didapatkan
kesadaran komposmentis, dengan orientasi baik, cara berpikir yang
menurun dan kecerdasan yang menurun yang dinilai selama wawancara
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, diagnosis banding mulai dapat
disingkirkan, yaitu sinkop berdasarkan dari pengertiannya sinkop adalah
hilangnya kesadaran dan tonus postural secara sementaraakibat penurunan
dari aliran darah ke otak berbeda dengan hal yang dialami pasien pada saat
penurunan kesadaran terjadi pergerakan tonus otot yang dideskripsikan
seperti oran terkena sengatan listrik, dan dilihat dari riwayat awal
munculnya kejang itu pada saat pasien demam tinggi ketika masih umur 2
tahun.
C. Diagnosis

Alasan di tegakkannya diagnosis Epilepsi generalisata primer adalah


karena pada saat terjadi serangan pasien mengalami kehilangan kesadaran
dan pada saat sebelum serangan pasien merasakan sakit kepala, mual, dan
lemas, dan pada saat serangan terjadi tipe kejang tonik-klonik yang terjadi
spasme otot generalisata dan terjadi sentakan otot tajam yang berulang yang
di gambarkan saksi seperti terkena sengatan listrik dengan lidah tergigit. Dan
setelah serangan pasien merasa mengantuk

D. Terapi
Pasien dirujuk ke rumah sakit petala bumi, dari wawancara yang
dilakukan pasien mengaku meminum karbamazepin yang mempunyai
mekanisme penstabilan membrane dan membatasi cetusan berulang potensial
aksi. Pasien juga diberikan penatalaksaan non farmako yaitu sebisa mungkin
menghindari faktor pencetus dan melakukan kontrol rutin
BAB IV

KESIMPULAN

1. Menurut Hughilings Jacksom pada abad ke 19 epilepsi adalah istilah untuk


cetusan listrik local pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu
mendadak, dan sangat cepat
2. Pada kasus ini, pasien kejang 1 minggu yang lalu, pencetus kejang pasien adalah
udara dingin seperti hujan, pasien mengaku jika akan kejang pasien mengeluhkan
sakit kepala, lemas dan mual, ketika serangan kejang pasien tidak sadarkan diri.
Menurut keterangan keluarga pasien ketika kejang pasien kejang seperti terkena
sengatan listrik dan lidahnya tergigit dan mata ke atas. Kejang berlangsung
selama 30 menit, ketika sehabis kejang pasien mengantuk dan lemas
3. Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi
dapat hidup normal dan tercapai kualitas hidup optimal. Ada beberapa cara untuk
mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi
frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek samping seminimal
mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan kematian
DAFTAR ISI

Wilkinson I. Essential neurology. 4thed. USA: Blackwell Publishing. 200515.PERDOSSI. Pedoman


Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 200816.http://www.medscape.com/viewarticle/726809

Dulac O, Leppik IF. Initiating and Discontinuing Treatment in Comprehensive


Textbook Epilepsi. Lippincott-Raven 1st ed. Philadelphia.1998; 1237-46

Anda mungkin juga menyukai