Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat
tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus-
menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat (Hidayat,2009).
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak
tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National
Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Ulkus Dekubitus atau
istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi akibat gangguan aliran darah
setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut
mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya
dalam jangka waktu yang lama.

2. Epidemiologi
Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu
(AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan klien . Angka prevalensi
yang dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11%
(Meehan, 1994), 14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka
prevalensi pada tempat perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang
dari 3,5% Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo
dkk, 1989; Young 1989). Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di rumah tanpa
supervisi atau dengan bantuan tenaga professional tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).
3. Etiologi
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor -
faktor resiko untuk terjadinya luka tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko
terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi
durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan
penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan
menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.

a) Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti
DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, Anemia, Hipoalbuminemia,
Penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan
hidrasi/cairan tubuh.
b) Faktor Ekstrinsik: Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan
medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, Duduk yang buruk, Posisi
yang tidak tepat, Perubahan posisi yang kurang.
Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :

1) Mobilitas dan aktivitas


Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan
aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat
tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas
adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan
Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas
merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.

2) Penurunan sensori persepsi


Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari
nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama,
pasien akan mudah terkena luka tekan.

3) Kelembaban
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi
pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain
itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan
jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit

4) Tenaga yang merobek ( shear )


Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah serta
struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang
paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi
fowler yang melebihi 30 derajad[18]. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga
mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat
mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti
otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.

5) Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan
dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi
pada saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati

6) Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai
faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan[8]. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium
tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan,
rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.

7) Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan
jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot,
penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit,
serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor
penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan,
pergesekan, dan tenaga yang merobek.

8) Tekanan arteriolar yang rendah


Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga
dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia.
Studi yang dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan
tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.

9) Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor
resiko untuk perkembangan dari luka tekan.

10) Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik
terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan
yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.

11) Temperatur kulit


Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang
signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya
yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka (
interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan
permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata,
maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk
terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut
penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003) tekanan antarmuka yang tinggi merupakan faktor
yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. Tekanan antar muka diukur dengan
menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang
tertekan dengan matras.
4. Patofisiologi
Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
a) Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)
b) Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
c) Toleransi jaringan(Husain, 1953);Trumble, 1930)

Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin
besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan
dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar
kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan
ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg
dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan
thrombosis (Maklebust,1987).
Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan
pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia reaktif.”karena kulit mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di
tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke
epidermis”(Maklebust, 1995).
Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat
menaikan posisi klien di atas tempat tidur.Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusiberat
badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka
gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit di
titik tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu hyperemia
reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah ketika tekanan dihilangkan.
Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam jaringan.
Gangguan metabolic yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan
efektif hanya apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa
bahwa interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi, hal ini interval
waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.
5. Manifestasi Klinik
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipelsklerosis dan
imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita
meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi
sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok
serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain
demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007).

6. Stadium Dekubitus
a) Stadium I
Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai daerah
kemerahan/eritema indurasi atau lecet. Perubahan suhu kulit menjadi lebih dingin atau
hangat. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak). Perubahan sensasi gatal
atau nyeri. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya
reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
b) Stadium II
Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemah
subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal, dengan tepi yang jelas dan perubahan warna
pigmen kulit. Cirinya luka superficial, abrasi, belepuh atau membentuk lubang yang
dangkal. Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat
eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
c) Stadium III
Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan , berbatasan dengan
fascia dari otot-otot. Sudah mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.
Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
d) Stadium IV
Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat
mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.
7. Pathway
8. Lokasi Ulkus
a) Tuberositas ulkus
Akibat tekanan pada keadaan duduk karena foodrest pada kurs roda terlalu tinggi sehingga BB
tertumpu pada daerah ischium.
b) Sacrum
Terjadi bila berbaring terlentang, tidak mengubah posisi. Secara teratur salah posisi waktu
duduk di kursi roda juga saat penderita merosot kew tempat tidur dengan sandaran miring.
c) Lutut
Terjadi bila pasien lama berbaring telungkup sedangkan sisi lateral lutut terkena karena lama
berbaring pada satu sisi.
d) Siku
Sering dipakai sebagai penekan tubuh atau pembantu mengubah posisi.
e) Jari kaki
Dapat terkena pada posisi telungkup, sepatu yang terlalu sempit.
f) Scapula dan Processus spinous vertebrae
Dapat terkena akibat terlalu lama terlentang dan gesekan yang sering.

9. Pemeriksaan Diagnostik
a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b)Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

7. Penatalaksanaan Medis
a) Perawatan luka decubitus
b) Terapi fisik, dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan jaringan yang mati
c) Terapi obat :

1. Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri


2. Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
3. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari
kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan
holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu kesehatan.
Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan
keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan
Siegreen, 1991).

8. Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus
membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi atas
1) Umum :
a) Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya.
b) Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.

2) Khusus :
a) Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan
cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara
teratur pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal
anti dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan
lain-lain.

b) Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat
lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat
dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit
termasuk pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin
dan feces. Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.

9. Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan tindakan
bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan
ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain
1) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan
pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus
tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.

2) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan
menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat
dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal
seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi
serta larutan antiseptik lainnya.

3) Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat
aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan
granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat
proses penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
a) Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
b) Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik).
c) Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)

4) Menurunkan dan mengatasi infeksi.


Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita
mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan
larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi
ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.

5) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat
dicapai dengan pemberian antara lain :
a) Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO
b) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga
mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan
vaskular.
c) Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan
ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
d) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus
dekubitus

6) Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya
sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous flap.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Anda mungkin juga menyukai