Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung koroner adalah penyebab utama kematian di Amerika
Utara dan Eropa. Setiap tahun, diperkirakan 650.000 orang Amerika akan
menderita penyakit jantung koroner baru dan 300.000 lainnya akan memiliki
penyakit jantung koroner berulang. Penyakit arteri koroner adalah penyebab
utama kematian di Amerika Serikat dan telah terjadi selama 90 tahun terakhir.
Namun demikian, kejadian dan mortalitas yang terkait penyakit jantung
koroner akut telah menurun secara dramatis selama 30 tahun terakhir dengan
munculnya unit perawatan jantung, terapi fibrinolitik, reperfusi berbasis
kateter, dan terapi modifikasi lipid (Griffin & Menon,2018). Populasi lansia
yang meningkat di negara maju dan tingginya insiden diabetes dan obesitas
global akan meningkatkan beban penyakit arteri koroner di masa depan. Hal
ini harus menjadi perhatian seluruh tenaga kesehatan sebagai pilar utama
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17,5
juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari
56,5 juta kematian di seluruh dunia. Lebih dari 3/4 kematian akibat penyakit
kardiovaskuler terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah
sampai sedang. Dari seluruh kematian akibat penyakit kardiovaskuler 7,4 juta
(42,3%) di antaranya disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan
6,7 juta (38,3%) disebabkan oleh stroke. Survei Sample Regristration System
(SRS) pada 2014 di Indonesia menunjukkan, Penyakit Jantung Koroner (PJK)
menjadi penyebab kematian tertinggi pada semua umur setelah stroke, yakni
sebesar 12,9%.
Penyakit jantung koroner dapat diatasi dengan tindakan fibrinolitik,
pemasangan stent atau yang disebut dengan Percutaneus Coronary
Intervention (PCI) dan tindakan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG.
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) yang merupakan salah satu
penanganan intervensi dari PJK. CABG adalah jenis tindakan operasi jantung

1
yaitu dengan membuat saluran baru melewati bagian arteri coronaria yang
mengalami penyempitan. Pembedahan CABG memiliki tempat sentral dalam
upaya untuk melakukan vaskularisasi ulang miokardium, yang diperoleh
setelah lebih dari 50 tahun sejarah. Pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman ahli bedah jantung yang telah melakukan jutaan operasi
menggunakan bukti yang tersedia untuk memandu pilihan pasien dengan
tepat. CABG dapat dilakukan dengan Teknik ONCAB dan OPCAB. ONCAB
adalah salah satu prosedur pembedahan yang paling umum dilakukan di dunia,
dengan hasil yang sangat baik dalam hal mortalitas dan morbiditas. Tujuan
OPCAB adalah untuk menyelamatkan pasien dari trauma biologis bypass
kardiopulmoner dan manipulasi aorta yang tidak perlu. Percobaan acak besar
telah menunjukkan bahwa OPCAB aman dan menawarkan tingkat mortalitas
dan stroke jangka pendek seperti ONCAB. Perdarahan pasca operasi, fibrilasi
atrium, dan waktu ventilasi mekanik umumnya berkurang pada OPCAB
(Farina., Gaudino., & Angelini, 2019)
Berdasarkan data dari The Sociaty Off Thoracic Surgeons Adult Cardiac
Surgery Tahun 2017 menunjukkan bahwa jumlah operasi CABG di Amerika
Serikat 184.362. (D’Agustino,R.S.,et.al,2019)
Di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita sudah
melakukan operasi CABG sejak tahun 1990 dan tahun 1998 sudah melakukan
CABG tanpa mesin pintas jantung paru. Menurut data laporan ruang ICU
dewasa di RS Jantung Harapan Kita, total pasien pasca operasi dari januari
2017 sampai dengan desember 2017 sebanyak 722 pasien (on pump 608
pasien, off pump 114 pasien ), januari 2018 sampai dengan desember 2018
sebanyak 705 pasien (on pump 550 pasien, off pump 155 pasien, januari 2019
sampai dengan mei 2019 sebanyak 268 pasien (on pump 212 pasien, off pump
56 pasien). (Buku register ICU dewasa 2018)
Perawatan pasien pasca bedah jantung pada umumnya dilakukan di
intensive care unit (ICU). Untuk mencapai keberhasilan tindakan
pembedahan, sangat diperlukan pelayanan optimal sehingga pelayanan
dituntut untuk dapat bekerja lebih profesional dari berbagai bidang profesi
baik dokter bedah, anastesiologist, perfusionist dan perawat. Perawat sebagai

2
profesi yang menjadi ujung tombak pelayanan di Rumah Sakit harus mampu
memberikan asuhan keperawatan yang optimal baik selama preoperasi,
intraoperasi dan pascaoperasi. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien sebelum dilakukan tindakan operasi.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengambil judul studi kasus
yaitu ”Asuhan Keperawatan Pasien Pasca Bedah Coronary Arteri Bypass
Graft (CABG) pada Ny. D Di Ruang ICU Dewasa Rumah Sakit Jantung Dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Tahun 2019”.
1.2 Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan umum
Mampu mengaplikasi teori tentang perawatan pada pasien dengan Pasca
Operasi Coronary Artery Bypass Graft.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep dasar teori Coronary Artery Bypass Graft, meliputi:
1) Definisi Coronary Artery Bypass Graft
2) Tujuan Coronary Artery Bypass Graft
3) Indikasi Coronary Artery Bypass Graft
4) Kontraindikasi Coronary Artery Bypass Graft
5) Pathway coronary Arteri Bypas Graft
6) Teknik Coronary Artery Bypass Graft
7) Jenis pembuluh darah yang digunakan untuk Coronary Arteri
Bypass Graft
8) Komplikasi Coronary Artery Bypass Graft
b. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan pasca operasi
Coronary Artery Bypass Graft CABG, meliputi:
1) Pengkajian pada pasien dengan pasca operasi Coronary Artery
Bypass Graft
2) Diagnosa keperawatan pada pasien dengan pasca operasi Coronary
Artery Bypass Graft
3) Rencana keperawatan pada pasien dengan pasca operasi Coronary
Artery Bypass Graft

3
4) Implementasi keperawatan pada pasien dengan pasca operasi
Coronary Artery Bypass Graft
5) Evaluasi keperawatan pada pasien dengan pasca operasi Coronary
Artery Bypass Graft
1.3 Manfaat Studi Kasus
1.3.1 Bagi penulis
Dapat lebih memahami tentang konsep dan praktik asuhan keperawatan
pada pasien dengan pasca bedah Coronary Arteri Bypass Graft
(CABG).
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi tambahan referensi dalam pembelajaran mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan pasca bedah Coronary Arteri
Bypass Graft (CABG).

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Coronary Artery Bypass Graft (CABG)


2.1.1 Pengertian Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
CABG merupakan prosedur pembedahan penyakit jantung koroner
dengan cara membuat saluran baru melewati bagian arteri koronaria
yang mengalami penyempitan atau penyumbatan sehingga aliran
lancar kembali ke jantung (Brunner&Suddart,2013).Teknik dasar
untuk melakukan operasi CABG dikembangkan oleh ahli bedah
vaskular perifer yang telah mengembangkan prosedur untuk mengganti
atau memotong pembuluh darah kecil ke jantung dan pembuluh darah
besar. (Kramer.,Morton.,Groom,Robaczewski, 2018)
Rekomendasi untuk melakukan CABG didasarkan atas beratnya
keluhan angina dalam aktifitas sehari-hari. Respon terhadap intervensi
non bedah PCI atau stent dan obat-obatan serta harapan hidup pasca
operasi yang didasarkan atas fungsi jantung secara umum sebelum
operasi (Woods, et all. 2000). Antara 1962 dan 1967, manusia
melakukan prosedur CABG dengan menggunakan cangkok vena
saphenous autogen dilakukan oleh Sabiston dalam
(Kramer.,Morton.,Groom,Robaczewski, 2018). Pada tahun 1964, ahli
bedah Edward Garrett, bekerja dengan Dr. Michael DeBakey di
Houston, menjumpai seorang pasien dengan arteri koroner LAD
stenosis severe dan dia melakukan cangkok bypass vena dari aorta
asendens ke arteri yang tersumbat sehingga melegakan pasien angina
yang dirasakan pasien (Cooke, 2015 dalam Kramer.,
Morton.,Groom.,Robaczewski, 2018). Jadi, CABG adalah operasi
pembedahan yang dilakukan dengan membuat pembuluh darah baru
atau bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat sehingga
melancarkan kembali aliran darah yang membawa oksigen untuk otot
jantung yang diperdarahi pembuluh tersebut.

5
2.1.2 Tujuan Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Menurut Hinkle & Cheever tahun 2014, adapun tujuan dari CABG
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan sirkulasi darah ke arteri koroner
2. Mencegah terjadinya iskemia yang luas
3. Meningkatkan kualitas hidup
4. Meningkatkan toleransi aktifitas
5. Memperpanjang masa hidup
2.1.3 Indikasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Indikasi dilakukan CABG menurut (Lewis,Dirksen,Heitkemper, &
Bucher,L.2014) adalah
1. Angina tidak dapat dikontrol setelah pemberian obat dan
intervensi PCI
2. Terdapat oklusi di LMCA atau three vassel disease
3. Tidak bisa di PCI (Lesinya panjang atau sulit untuk diakses)
4. PCI yang gagal dan terus merasakan nyeri dada
5. Memiliki diabetes melitus
6. Pencegahan dan pengobatan untuk MI, disritmia dan gagal
jantung
2.1.4 Kontraindikasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Adapun kontra indukasi Coronary Artery Bypass Graft CABG
antara lain sebagai berikut (Terry, 2013) :
1. Faktor usia yang sudah sangat tua
2. Sumbatan kecil di koroner bagian distal
3. Stenosis aorta yang berat
4. Disfungsi ventrikel kiri yang berat dengan penyakit pada sistem
lain
5. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat
diabetes mellitus dan EF yang sangat rendah <15%
6. Sklerosis aorta yang berat
7. Struktur arteri koroner yang tidak mungkin untuk disambung

6
2.1.5 Pathway Coronaray Artery Bypass Craft (CABG)
Gambar 1

CAD

Memenuhi kriteria untuk CABG

7
2.1.6 Teknik Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Ada 2 teknik yang digunakan pada operasi CABG yaitu on pump
dan off pump (Hinkle & Cheever, 2014):
Pada operasi on pump prosedur dijalankan menggunakan alat
mekanis mesin jantung paru. Mesin jantung paru memungkinkan
lapangan operasi yang bebas darah sementara perfusi tetap dapat
dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh. Pintasan jantung
paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan dan vena kava
untuk menampung darah dari tubuh. Kanula kemudian dihubungkan
dengan tabung yang berisi cairan kristaloid isotonik. Darah vena yang
diambil dari tubuh disaring, di oksigenasi, dijaga temperatunya
kemudian dikembalikan ke tubuh. Kanula yang mengembalikan darah
ke tubuh dimasukkan ke aorta ascenden.
Selanjutnya untuk membuat jantung arrest diberikan cairan
cardioplegia yang formulanya tinggi kalium, mengandung dekstrose,
buffer pH, hiperosmolaritas dan anastesi lokal. Rute pemberiannya bisa
melalui root aorta (antegrade) dan melalui sinus coronaries (retrograde)
serta melalui keduanya.
Operasi teknik off pump tidak menggunakan mesin jantung paru
sehingga jantung tetap berdetak secara normal dan paru – paru berfungsi
secara biasa saat operasi dilakukan. Adapun kriteria pasien Off Pump :
a. Pasien yang direncanakan operasi elektif
b. Hemodinamik stabil
c. EF dalam batas normal, fungsi LV intact/utuh
d. Pembuluh darah distal cukup besar
e. Usia tua disertai penyakit komorbid seperti penyakit arteri karotis,
aterosklerosis aorta, disfungsi ginjal atau paru
f. Mempunyai komplikasi dengan mesin CPB (Cardio Pulmonary
Bypass)
g. 1-2 vessel disease di anterior

8
Tetapi operasi dengan teknik Off Pump memiliki kontra indikasi
absolut, diantaranya :
 Hemodinamik tidak stabil
 Buruknya kualitas target pembuluh darah termasuk pembuluh
darah intramyocard, penyakit pembuluh darah yang
menyebar/difus, pembuluh darah yang mengalami
kalsifikasi/penebalan
Sedangkan kontra indikasi Relatifnya yaitu :
 LVEF <35%
 Cardiomegali/ CHF
 LM kritis
 Recent/ current MCI
 Cardiogenic shock
Keuntungan dari teknik Off Pump
 Meminimalkan efek trauma operasi
 Pemulihan/mobilisasi lebih dini
 Drainase darah pasca bedah minimal
 Tersedia akses sternotomi untuk reoperasi
 Menurunkan morbiditas dirumah sakit (termasuk insiden infeksi
dada, pemakaian inotropik, kejadian SVT, transfusi darah, lama
rawat ICU)
 Peneliti lain : Pelepasan CKMB dan trop I lebih rendah, kejadian
stroke lebih rendah.
2.1.7 Jenis Pembuluh Darah yang Digunakan untuk Coronary Artery
Bypass Graft
Pembuluh darah yang digunakan sebagai bypass ada 3 pembuluh
darah yang sering digunakan sebagai bypass, yaitu arteri mamaria
interna kiri = arteri intra thorakal kiri, arteri radialis dan vena safena
magna (Smeltzer & Bare., Hinkle., Cheever,2010):

9
a. Arteri mammaria interna (AMI). Biasanya berasal dari dinding
bawah arteri subklavia, melewati bagian atas pleura dan tepat lateral
terhadap sternum. Penggunaan AMI dengan ujung proksimal masih
dihubungkan ke arteri subklavia. AMI kiri lebih panjang dan lebih
besar sehingga sering digunakan sebagai bypass arteri coroner
(Shapira et al, 2002). AMI sering digunakan karena memiliki
kepatenan pembuluh darah yang baik. Studi menunjukkan bahwa
sekitar 96% kasus CABG yang menggunakan AMI dapat bertahan
lebih dari 10 tahun. AMI sering digunakan untuk bypass arteri left
anterior ascenden. Hal ini disebabkan karena jarak/lokasi LIMA dan
LAD berdekatan serta berada pada sisi yang sama.
b. Arteri radialis. Arteri ini melengkung melintasi sisi radialis tulang
Carpalia dibawah tendo Musculus Abductor Pollicis Longus dan
tendo Musculus extensor Pollicis Longus dan Brevis. Arteri radialis
diinsisi lebih kurang 2 cm dari siku dan berakhir 1 inchi dari
pergelangan tangan. Biasanya sebelum dilakukan pemeriksaan Allen
Test untuk mengetahui kepatenan arteri ulnaris jika arteri radialis
diambil. Pada pasien yang menggunakan arteri radialis harus
mendapatkan terapi Ca Antagonis selama 6 bulan setelah operasi
menjaga agar arteri radialis tetap terbuka lebar. Sebuah studi
menunjukkan bahwa arteri radialis memberikan lebih banyak
kemampuan revaskularisasi dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan vena safena.
c. Vena Safena. Ada dua vena safena yang terdapat pada tungkai bawah
yaitu vena safena magna dan parva. Namun yang sering dipakai
sebagai saluran baru pada CABG adalah vena safena magna. Vena
safena sering digunakan karena diameter ukurannya mendekati arteri
coroner.

10
2.1.8 Komplikasi pasca operasi CABG
Komplikasi jantung setelah operasi CABG dapat ditangani
berdasarkan empat komponen yang mempengaruhi curah jantung
meliputi preload, afterload, frekuensi denyut nadi, dan kontraktilitas
(Black & Hawks, 2009 ; Smelzer & Bare,2010).
1. Gangguan preload meliputi hipovolemia, perdarahan menetap,
tamponade jantung dan kelebihan cairan
a. Hipovolemia merupakan penyebab tersering terjadinya
penurunan curah jantung setelah operasi jantung. Prosedur
operasi menyebabkan kehilangan darah meski sudah dilakukan
penggantian cairan. Namun pada saat suhu tubuh dinaikkan
yang awalnya hipotermi mengakibatkan vasodilatasi pembuluh
darah sehingga dibutuhkan lebih banyak cairan untuk
memenuhi rongga pembuluh darah.
b. Perdarahan pasca operasi jantung terbagi 2 yaitu medical dan
surgical. Perdarahan medikal terjadi karena gangguan
pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya trombosit. Selain
itu mekanisme pembekuan darah juga akan terganggu bila
pasien dalam keadaan hipotermik. Kedua, perdarahan surgical
terjadi karena faktor pembedahan seperti jahitan yang bocor
atau dari dinding dada akibat tusukan kawat sternum. Jumlah
drainase tidak boleh melebihi 3cc/kgBB/jam selama 3 jam
berturut-.turut.
c. Tamponade jantung adalah kondisi dimana terkumpulnya
cairan di lapisan pericardium jantung yang menekan jantung
dari luar sehingga menghalangi darah untuk masuk ke
ventrikel. Manifestasi klinisnya adalah terjadi hipotensi arteri,
bunyi jantung lemah, penurunan haluaran urine, tekanan PCWP
dan CVP meningkat, takikardi, drainase berkurang, pulsus

11
paradoksus (penurunan lebih dari 10 mmHg selama inspirasi),
akral dingin.
d. Kelebihan cairan merupakan masalah yang jarang terjadi pada
pasien pasca bedah jantung. Tekanan arteri pulmonal, PCWP
dan CVP meningkat. Biasanya diberikan diuretik dan
kecepatan pemberian cairan via intravena diperlambat.
2. Gangguan afterload sering disebabkan oleh perubahan suhu tubuh
pasien. Pada hipotermia terjadi konstriksi pembuluh darah sehingga
terjadi peningkatan afterload. Penanganannya adalah dengan
menghangatkan kembali pasien secara bertahap dan jika diperlukan
dilakukan pemberian vasodilator sementara menunggu
penghangatan. Sebaliknya demam atau kondisi hipertermik akan
meningkatkan afterload. Penanganannya dengan menjaga
normotermia tubuh atau dengan pemberian vasopressor.
3. Hipertensi terjadi akibat peningkatan afterload. Jika pasien sudah
mengalami hipertensi sebelum pembedahan maka penatalaksaan
terapinya disesuaikan seperti sebelum operasi.
4. Aritmia dapat mempengaruhi curah jantung. Tujuan utama
penanganannya adalah mengembalikan irama jantung ke irama
sinus normal dan mencapai irama stabil yang menghasilkan curah
jantung yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
5. Gangguan Kontraktilitas
Gagal jantung terjadi jika jantung tidak mampu memompakan
darah sesuai kebutuhan tubuh. Gejala klinis yang muncul adalah
terjadi penurunan tekanan arteri rata-rata, takikardi,
gelisah,kesulitan bernafas, edema dan terjadi peningkatan PCWP,
PA dan CVP.
6. Infark Miokard Post Operasi (PMI)
Terjadi kematian sebagian otot jantung sehingga menurunkan
kontraktilitas. Pengkajian yang dilakukan harus teliti untuk

12
membedakan dengan nyeri karena faktor pembedahan. Infark
miokard harus dicurigai jika tekanan arteri rata – rata menurun
dengan preload yang normal. Serial EKG dan enzim dapat
membantu penegakkan diagnosa.
7. Gangguan pada Thorax
Adanya insisi atau perlukaan pada thorax dan komponen-
komponennya dapat menyebabkan perdarahan. Pemasangan WSD
berguna untuk mengalirkan perdarahan yang terjadi sehingga dapat
mencegah akumulasi darah pada rongga thorax ((hematothorax).
Hematothorax harus di drain karena darah yang terakumulasi bisa
menyebabkan pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya
fibrous dan penghambatan ekspansi paru. Pencabutan WSD pun
harus dhindari adanya kebocoran udara. Gangguan pada horax
antara lain:
a. Atelektasis
Atelektasis bisa disebabkan oleh obat – obat anastesi atau faktor
faktor negatif dari pasien itu sendiri. Saat intubasi vetilator
hendaknya disesuaikan dengan kondisi pasien dan adekuat untuk
mencegah atelektasis terutama pada post operasi.
b. Pneumonia
Insiden pneumonia pada operasi jantung terjadi antara 2 – 9%.
Pasien yang mengalami penyakit paru kronik pra operasi
kolonisasi disaluran pernapasan, atau perokok mempunyai
insiden angka kejadian untuk terkena pneumonia. Oleh karena
itu pengkajian kesehatan secara lengkap sangat diperlukan dan
dikomunikasikan juga di pasca operasi. Pada pasca operasi
penggunaan NGT, reintubasi, kedisiplinan cuci tangan, elevasi
kepala sedini mungkin, frekuensi perawatan dan pembersihan
mulut dan suction ETT merupakan hal yang harus diperhatikan
untuk pencegahan pneumonia.

13
c. Emboli Paru
Insiden emboli paru 1 – 2 % terutama disebabkan oleh
heparinisasi selama operasi dan hemodelusi setelah operasi.
Stoking kompresi dan latihan mobilisasi di bed dan ROM tiap
hari mungkin diperlukan untuk mencegah emboli paru.
d. Kegagalan weaning
Insufisiensi respirasi adalah salah satu komplikasi setelah operasi
jantung. Ketergantungan ventilator yang lama akan
menyebabkan kegagalan weaning. Intervensi keperawatan yang
penting segera dilakukan adalah weaning ventilator sesuai
protokol, mobilisasi pasien sedini mungkin, pasien didorong
untuk bernapas spontan, manajemen nyeri dan cemas.
8. Gangguan pada Neurologis
Kebanyakan pasien mulai pulih kesadarannya dari efek
anastesi dalam 1 sampai 6 jam pasca operasi. Pasien yang tidak
mampu mengikuti perintah sederhana dalam 6 jam atau
menunjukkan perbedaan kemampuan antara tubuh kanan dan kiri
harus dievalusi kemungkinan stroke.
Defisit neurologi yang dihasilkan dari prosedur intra operasi
biasanya terjadi 24–48 jam pertama setelah operasi. Selain dari
penggunaan CPB, gangguan neurologis yang terjadi setelah
beberapa hari perawatan biasanya dikarenakan tidak stabilnya
hemodinamik pasca operasi atau terjadi AF (Atrial Fibrilasi).
9. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit
a. Hipokalemi dapat diakibatkan oleh masukan yang kurang,
pemberian diuretik, muntah, diare dan stress pembedahan.
Perubahan EKG yang muncul adalah gelombang T yang datar
atau terbalik dan adanya gelombang U. Kolaborasi pemberian
kalium intravena perlu dilakukan

14
b. Hiperkalemi dapat disebabkan oleh peningkatan asupan,
hemolisis sel darah merah, insufisiensi ginjal, nekrosis jaringan.
Gejala yang terjadi adalah konfusi mental, gelisah, mual,
kelemahan, parastesia ekstremitas. Perubahan EKG yang spesifik
adalah gelombang T yang tinggi dan lancip, peningkatan
amplitude, pelebaran QRS, dan QT yang memendek.
Penanganannya adalah kolaborasi pemberian natrium bikarbonat,
insulin IV dan glukosa.
c. Hipernatremi dan hiponatremi
Hiponatremi cukup jarang terjadi, biasanya lebih disebabkan
peningkatan cairan yang masuk ke tubuh sehingga terjadi
pengenceran natrium tubuh.
d. Hipokalsemi dan hiperkalsemi
Hipokalsemi biasanya terjadi akibat alkalosis yang menurunkan
jumlah Ca dalam cairan ekstrasel. Hiperkalsemi dapat
menyebabkan aritmia yang serupa dengan keracunan digitalis.
Penanganan segera harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
asistole dan kematian.
10. Infeksi
Komplikasi yang sering dialami oleh pasien yang mendapatkan
tindakan pembedahan. Penggunaan mesin CPB dan anastesi akan
menurunkan sistem imunitas tubuh. Selain itu alat invasif yang
melekat pada pasien bisa menjadi sumber infeksi. Penangan infeksi
biasanya didasarkan pada protokol di setiap rumah sakit.
2.2 Asuhan Keperawatan Pasca Bedah
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Status Kardiovaskular
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri,
tekanan vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji
paru (PCWP), bentuk gelombang pada tekanan darah invasif,

15
curah jantung dan cardiac index, drainase rongga dada, fungsi
pacemaker. Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan
dilihat irama dasar jantung dan adanya kelainan irama jantung
seperti AF, VES, blok atrioventrikel dan lain - lain.
Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali dalam
sehari dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila
ada perubahan irama dasar jantung yang membahayakan.
2.2.1.2 Status Respirasi
Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk
mengetahui secara dini tanda dan gejala tidak adekuatnya
ventilasi dan oksigenasi. Perawat mengkaji status respirasi
pasien selama bedah, ukuran endotrakeal tube, masalah yang
dihadapi selama intubasi, lama penggunaan alat mesin jantung
paru. Selanjutnya kaji gerakan dada, suara nafas, setting
ventilator (frekuensi pernafasan/RR, volume tidal, konsentrasi
oksigen, Mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan ventilator,
saturasi oksigen, analisa gas darah.
2.2.1.3 Status Neurologi
Kesadaran dipantau sejak klien mulia bangun atau masih
diberikan obat sedatif. Jika klien mulai bangun maka minta
klien untukmenggerakkan seluruh ekstremitas. Kaji juga
tingkat responsifitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya,
reflex, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
2.2.1.4 Sistem percernaan
Observasi status cairan, asupan nutrisi, bising Usus.
2.2.1.5 Status pembuluh darah perifer
Denyut nadi perifer, warna kulit, warna kuku, mukosa bibir,
suhu kulit, edema
2.2.1.6 Sistem perkemihan
Observasi produksi urin setiap jam dan perubahan warna yang

16
terjadi akibat hemolisis dan lain–lain. Pemeriksaan ureum
kreatinin harus dikerjakan jika fasilitas memungkinkan
2.2.1.7 Status Cairan dan elektrolit
Haluaran semua selang drainase, parameter curah jantung dan
indikasi ketidak seimbangan elektrolit
2.2.1.8 Nyeri
Kaji sifat, jenis, lokasi, durasi, respon terhadap analgesik
2.2.1.9 Status Gastro intestinal
Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat
palpasi
2.2.1.10 Status alat yang dipakai
Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan baik atau tidak
kondisinya meliputi, pipa endotrakeal, ventilator, monitor
saturasi, kateter arteri paru, infus intravena, pacemaker, sistem
drainase dan urin. Jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap
jam tetapi bila ada perdarahan maka observasi dikerjakan tiap ½
jam atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 3
cc/kgBB/jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan
mungkin memerlukan re–open untuk menghentikan perdarahan.
2.2.1.11 Pemeriksaan Penunjang
a. HB, HT, trombosit, leukosit
b. Analisa gas darah
c. SGOT/SGPT, Albumin, ureum, kreatinin, gula darah
d. Enzim CK dan CKMB
e. Foto thorak
Selanjutnya jika pasien sudah sadar dan mengalami
perkembangan yang baik, perawat harus mengembangkan pengkajian
terhadap status psikologis dan emosional pasien dan risiko akan
komplikasi.

17
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi antara lain (Terry &
Weaver, 2011):
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah,
gangguan fungsi miokardium (preload, afterload, kontraktilitas)
2. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma
pembedahan dada ekstensif
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret
4. Risiko volume cairan dan elektrolit kurang berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif
5. Nyeri berhubungan dengan trauma bedah dan akibat slang drain di
dada
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

18
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 1
Diagnosa
No. Tujuan NOC Intervensi NIC
Keperawatan
1. Penurunan curah Setelah dilakuakan asuhan keperawatan klien Perawatan jantung:
jantung menunjukkan curah jantung adekuat, dengan a. Lakukan penilaian komprehensif terhadap sirkulasi
berhubungan kriteria: perifer ( misalnya : cek nadi perifer, edema, pengisian
dengan kehilangan a. Tekanan darah dalam batas normal kapiler, dan suhu ekstremitas )
darah, gangguan b. Toleransi terhadap aktifitas b. Dokumentasikan adanya disritmia jantung
fungsi miokardium c. Nadi perifer kuat c. Observasi tanda – tanda vital
(preload, afterload, d. Ukuran jantung normal d. Observasi status kardiovaskular
kontraktilitas) e. Tidak ada distensi vena jungularis e. Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
f. Tidak ada disritmia f. Observasi status respirasi terhadap gejala gagal jantung
g. Tidak ada bunyi jantung abnormal g. Observasi keseimbangan cairan (intake dan output
h. Tidak ada angina cairan)
i. Tidak ada edema perifer h. Instruksikan klien dan keluarga tentang pembatasan
j. Tidak ada edema paru aktifitas
i. Tentukan periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
j. Observasi toleransi klien terhadap aktifitas
2. Risiko gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien Manajemen jalan nafas
pertukaran gas menunjukkan pertukaran gas adekuat, dengan a. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
berhubungan kriteria : b. Auskultasi bunyi nafas, area penurunan ventilasi dan
dengan trauma a. Status mental dalam rentang normal adanya bunyi nafas tambahan
pembedahan dada b. Klien bernapas dengan mudah c. Minta klien untuk melakukan batuk evektif atau
ekstensif c. Tidak ada dispnea lakukan suctioning, sesuai kebutuhan, untuk
d. Tidak ada sianosis mengeluarkan sekret
e. Tidak ada somnolen d. Anjurkan klien untuk bernafas pelan, nafas dalam dan
f. PaO2 dalam batas normal batuk
g. PCO2 dalam batas normal e. Observasi status respirasi dan oksigenasi sesuai
h. pH arteri dalam batas normal kebutuhan
i. Saturasi O2 dalam batas normal f. Atur asupan cairan untuk mengoptimalkan
j. Ventilasi perfusi seimbang keseimbangan cairan
Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung, dan trakea dari sekresi sesuai
kebutuhan
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Siapkan perlengkapan oksigen dan atur system
humudifikasi
d. Berikan tambahan oksigen sesuai permintaan
Observasi pernapasan
a. Observasi kecepatan, irama, kedalaman pernapasan
b. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot
bantu napas
c. Observasi sekresi jalan nafas klien
d. Observasi hasil pemeriksaan foto torak
3. Bersihan jalan nafas Setelah dilakuakan asuhan keperawatan, klien Manajemen jalan nafas
tidak efektif menunjukkan bersihan jalan nafas efektif a. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
berhubungan dengan status pernapasan adekuat, dengan b. Auskultasi bunyi napas
dengan akumulasi kriteria : c. Keluarkan secret dengan batuk atau suction sesuai
sekret a. Klien mudah untuk bernapas kebutuhan
b. Tidak ada sianosis, tidak ada dispnea d. Gunakan perlengkapan steril dalam melakukan suction
c. Saturasi O2 dalam batas normal trakea
d. Jalan napas paten e. Observasi status oksigen (saturasi oksigen) klien dan
e. Mengeluarkan secret secara efektif status hemodinamik (MAP, irama jantung) sebelum
f. Klien mempunyai irama dan frekuensi selama dan setelah suction
pernapasan dalam rentang normal f. Lakukan suction orofaring setelah suction trachea
g. Klien mempunyai fungsi paru dalam batas
normal
4. Risiko volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan, volume Manajemen cairan
cairan dan cairan kuran dari kebutuhan tubuh teratasi, a. Pertahankan asupan dan haluaran yang adekuat
elektrolit kurang dengan kriteria : b. Observasi status hidrasi klien (seperti kelembapan
berhubungan a. Frekuensi nadi dan irama dalam rentang membran mukosa, popusi, tekanan darah sesuai,
dengan kehilangan yang diharapkan kebutuhan)
cairan aktif b. Klien tidak mengalami haus yang tidak c. Observasi status hemodinamik, termasuk CVP, MAP,
normal PAP sesuai kesediaan
c. Klien memiliki keseimbangan asupan dan d. Observasi tanda – tanda vital sesuai kebutuhan
haluaran dalam 24 jam e. Berikan cairan sesuai kebutuhan
d. Klien menampilkan hidrasi yang baik f. Kelola pemberian cairan intravena
(membran mukosa lembap, mampu g. Kelola pemberian transfuse sesui kebutuhan
berkeringat) h. Observasi parameter hemodinamik invasif sesuai
e. Klien memiliki asupan cairan oral dan atau kebutuhan
intravena adekuat i. Observasi membrane mukosa, turgor kulit dan
kelembapan

5. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien Manajemen nyeri


dengan trauma dapat a. Kaji secara komprehensif , meliputi lokasi, karakteristik
bedah dan akibat a. Mengontrol nyeri dengan kriteria : dan awitan, durasi, frekuensi, kualitas,
slang drain di dada  Mengenal faktor penyebab nyeri intensitas/beratnya nyeri, dan factor presipitasi
 Menggunakan analgetik dengan tepat b. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
b. Menunjukkan tingkat nyeri dengan kriteria : khususnya dalam ketidak mampuan untuk secara aktif
 Menyatakan nyeri hilang. c. Berikan analgetik sesuai kebutuhan
 Menunjukkan pascaurtubuh rileks. d. Gunakan komunikasi terapiutik agar klien dapat
 Kemampuanistirahat/tidur cukup. mengekspresikan nyeri
 Membedakanketidaknyamanan bedah e. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (misalnya
dari angina/nyeri jantung pra bedah. : relaksasi, distraksi)
f. Kolaborasi pemberian analgetik
6. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, tidak Kontrol infeksi
berhubungan terjadi infeksi, dengan kriteria hasil : a. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan
denganluka insisi a. Tanda vital dalam batas normal oleh klien
dan prosedur b. Tidak ada tanda-tanda infeksi b. Ganti peralatan klien setiap selesai setiap tindakan
pembedahan (rubor,dolor, kalor, fungsio c. Batasi jumlah pengunjung
laesa, tumor) d. Anjurkan dan ajarkan klien untuk cuci tangan dengan
tepat
e. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum
dan setelah meninggalkan ruangan klien
f. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
g. Gunakan sarung tangan steril
h. Lakukan peawatan aseptik pada semua jalur IV
i. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
j. Tingkatkan asupan nutrisi dan cairan
k. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium
l. Kelola pemberian antibiotic
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
1. Nama pasien : Ny. D
2. Tanggal Lahir : 108-12-1962
3. Rekam Medik : 2018 – 45 – 37 – 00
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Umur : 57 Tahun
6. Agama : Islam
7. Pendidikan : Tidak Tamat SD
8. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
9. Alamat : Kampung Cilangkap No.48 RT 01/04
Depok, Jawa Barat
10. Diagnosa Medis : CAD 3VD EF 64 % POST PCI RCA
(LIMA- LAD, SVG – OM )
11. Tindakan : CABG OPCAB x2
12. Tanggal masuk ICU : 18 Juni 2019, pukul : 14.00
13. Tanggal Pengkajian : 18 Juni 2019, pukul : 13.00
14. Tanggal operasi : 18 Juni 2019, pukul : 08.00
3.1.2 Keluhan Utama
Pasien saat pengkajian masih terpasang ventilator dengan mode P-
SIMV PEEP 5, VT 500, Respiratori Rate: 15x/min, fiO2 40%, ETT
no. 7,5 cm kedalaman 23 cm dan tersedasi dengan recovol 40 mg/jam
dan morpine 20 micro/kgBB/jam.
3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien sudah di lakukan graft pada coronary yaitu LIMA pada LAD,
SVG pada OM (Obtuse Marginal)
3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri sejak 6 bulan yang lalu
(pasien lupa lebih tepatnya bulan berapa), nyeri saat melakukan
aktifitas yang berat dan sering mudah kelelahan, namun tidak terlalu

44
menanggapinya. Terasa makin memberat pada bulan Desember 2018
lalu di berikan surat rujukan ke RS Jantung Harapan Kita. Dilakukan
DCA 4/1/2019 dan dilakukan PCI, hasil menunjukkan: LAD = Total
Oklusi di proksimal LAD, LCx = Total oklusi di proksimal LCx,
RCA = ISR 50-60 % Proksimal Distal RCA mengisi aliran ke distal
LAD dan LCx. Sehingga dijadwalkan CABG pada tangal 18 Juni
2019.
3.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak mengetahui apakah ada keluarga yang juga
mempunyai sakit jantung dan mengatakan tidak ada riwayat diabetes.
3.1.6 Riwayat Pengobatan
Clopidogrel 1x 75 mg sudah stop sejak 10/6/2019
Atorvastatin 1 x 20 mg
Amlodipin 5 mg 1x 5 mg
Nitrokaf 5 mg, 2 x 5 mg
Bisoprolol 7,5 mg 1 x 1
Isosorbid dinitrat 5 mg, bila mengeluh nyeri dada
3.1.7 Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum dilakukan operasi pasien memperhatikan kondisi
kesehatannya setelah terdiagnosis penyakit jantung dan sering
melakukan kontrol ke rumah sakit. Sebelumnya pasien jarang
memperhatikan kondisi kesehatannya karena merasa tidak ada
keluhan. Pasien jarang melakukan olahraga ringan, dan sekarang
mudah lelah ketika beraktivitas.
3.1.8 Pola nutrisi
Saat ini pasien terpasang ventilator dan sementara waktu pasien
dipuasakan.
3.1.9 Pola eliminasi
Pasien terpasang cateter urin no.14,dengan produksi urin 100 cc
selama 30 menit pasca bedah di ICU dewasa. Selama di ruang ICU
pasien belum buang air besar. BAB terakhir pukul 04.10 WIB tgl 18
Juni 2019 1x sebelum diantar ke ruang operasi, dengan konsistensi

44
lunak warna kuning, setelah diberikan obat pencahar oleh perawat
untuk persiapan operasi.
3.1.10 Pola istirahat dan tidur
Selama di ruang ICU pasien tidak mengalami gangguan tidur.
3.1.11 Pola aktivitas
Tabel 2 Pola Aktivitas

Faktor ketergantungan N Faktor ketergantungan N


1. Personal hygiene 0 2. Memakai pakaian 0

3. Mandi 0 4. BAB 0

5. Makan 0 6. BAK 0

7. Toileting 0 8. Ambulasi 0

9. Naik tangga 0 10. Transfer kursi – TT 0

Ket. skor: 0 dibantu, 5 dibantu sebagian, 10 mandiri


Nilai: [√] Dibantu total (0-24)
[ ] Dibantu sebagian (25-75)
[ ] Mandiri (76-99)
3.1.12 Pola kognitif dan perseptual
1. Penglihatan :Pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
sebelum operasi
2. Pendengaran :Pasien tidak ada masalah pendengaran
3. Penciuman :Pasien tidak ada gangguan pada indra
penciumannya
4. Pengecapan :Pasien terpasang ETT no 7,5 dan ventilator
5. Sensasi :Pasien tidak ada gangguan sensasi taktil, pasien
dapat merasakan panas, dingin dan hangat pada kulitnya
3.1.13 Sistem Nilai dan Keyakinan
Pasien beragama Islam, pasien mengatakan menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinannya, saat menjelang operasi pasien meningkatkan

44
intensitas beribadah seperti shalat dan berdoa bersama anak anaknya demi
kelancaran proses operasi
3.1.14 Pengkajian Nyeri
Tabel 3
Pengkajian Behavioral Pain Scale
No Item Deskripsi Skor

1 Tenang 1 

Tegang sebagian mengkerut 2


Gambaran Wajah
Tegang 3

Meringis 4

No Item Deskripsi Skor

Tidak ada gerakan 1

Gerakan Ekstremitas Menekuk sebagian 2 √


2 Atas Menekuk dengan jari-jari 3
fleksi
Kaku permanen 4

Ada gerakan toleransi 1

Batuk, tetapi toleransi 2 


Kesesuaian dengan
ventilasi
3 ventilasi (pasien
Melawan ventilator 3
dengan intubasi
Tidak dapat mengontrol 4
ventilasi
Total skor 12 5/12

3.1.15 Pemeriksaan Fisik


1. Penampilan umum
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Saat tiba di ICU tanggal 18 Juni 2019 pukul
12.30 WIB, pasien masih dalam pengaruh obat

44
anestesi dan sedasi dengan metode SAS, nilai 3
yaitu sulit untuk dibagunkan tetapi terbangun
oleh rangsangan lisan atau digoyangkan,
mengikuti perintah sederhana namun kembali ke
kondisi tidak sadar
2. Tanda – tanda vital
CVP : 12 cmH2O. 5
BP : 122/90 mmHg MAP 100
HR : 85 x/menit
RR : 12 x/menit
Saturasi O2 : 99 %
Temp : 35,60 C
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 161 cm
BMI : 21
Kategori BMI
< 18.5 : kurus
18,5 – 24,5 : normal
25,0 – 29,9 : kegemukan
> 30 : obesitas
3. Pemeriksaan
a. Kepala
Normocephal, distribusi rambut merata, rambut berwarna hitam
mulai memutih sebagian, kulit kepala bersih, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik, hidung simetris, tidak tampak menggunakan
pernafasan cuping hidung, telinga simetris, tidak ada serumen,
mukosa bibir lembab, tampak gigi lengkap.
b. Leher
Leher simetris, tidak tampak lesi, tidak tampak adanya peningkatan
JVP, dan tidak ada pembesaran kelenjar karotis. Terpasang side port
di jugularis dextra.

44
c. Mulut
Bentuk mulut normal,bersih, membran mukosa kering, terpasang
ETT no. 7,5 cm batas bibir 23 cm.
d. Thorax
Pasien terpasang ventilator dengan mode volume control VT 360,
Rate 15 PEEP 5, FiO2 50%. Terdapat luka post operasi pada sternum
dengan panjang kurang lebih 15 cm, luka tertutup kasa, tidak ada
rembesan, CVP line di subclavia sinistra, terpasang sejak tanggal 18
Juni 2019. Terpasang drain di substernal 28 Fr dan intrapleura
sinistra 24 Fr, ada produksi 75 cc saat pasien tiba di ICU.
 Paru : dada tampak simetris, bentuk dada normochest, tidak
tampak adanya lesi, tidak menggunakan otot bantu pernafasan,
vocal fremitus kanan dan kiri sama, sonor, suara nafas vesikular
tidak ada suara nafas tambahan
 Jantung : ictus cordis tidak tampak, bunyi S1 dan S2 normal
tidak ada bunyi jantung tambahan
e. Abdomen
Tidak ada lesi, tidak ada asites, tidak ada nyeri tekan, ada bising usus
masih lemah
f. Genitalia
Pasien berjenis kelamin perempuan, terpasang folley catheter no. 14
g. Kulit
Kulit tampak bersih, kulit berwarna sawo matang, tak tampak
sianosis, tak tampak adanya lesi, CRT ≤3 detik
h. Extremitas
Akral dingin, edema tidak ada, pulsasi arteri perifer kuat, terpasang
gelang identitas di extremitas atas, dan ada bekas operasi di tungkai
kanan.

44
3.1.16 Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium pasca bedah
18/6/2019 Jam 13.00
Tabel 4
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 8,2 13,3 - 16,6 g/dl
Leukosit 18.680 3580 – 8150 /Ul
Hematokrit 24.9 41,3 – 48 Vol.%
Eritrosit 4.08 4,29 -5,7 Juta/Ul
Trombosit 314 172 – 359 ribu/µl
VER (MCV) 61.0 79 - 92,2 Fl
HER (MCH) 20.1 27,5 - 32,4 Pg
KHER (MCHC) 32.9 30,7 - 33,2 g/dl
Gol darah/resus B/ + %
RDW 15.4 12,2- 14,6
BLOOD GAS ELECT

Hemoglobin 9.8 13 – 16 g/dl


Hct 30 40 – 48 %
Suhu 35.5
PH 7,43 7,35 – 7,45 Mm/Hg
PCO2 32,1 35 – 45 Mm/Hg
PO2 148.1 69 -166
HCO3 21.7 22 – 26 Mmol/ l
tCO2 22.8 23 – 27 Mmol/ l
Actual BE (blood) -1.9 -2,4 – 2,3 Mmol/ l
Standar BE (ecf) -3.2 -2,4 – 2,3 Mmol/ l
SBC 22,9 22 – 26 Mmol/ l
Sat O2 99,7 95 -99 %
Ca Ion 1,26 1,12 – 1,32 Mmol/ l

44
Mg Ion 0,57 0,45 – 0,6 Mmol/ l
Asam laktat 1,8 0 -2 Mmol/ l
Gula darah 118 70 – 99 mg/dl
Natrium 138 135 – 147 mmol/dl
Kalium 3.4 3,5 – 5,5 mmol/dl
Clorida 103 95 – 111 mmol/dl

2. Foto thorak
Tanggal pemeriksaan 18 Juni 2019
Gambar 2

Tampak ETT tube pada ICS 2


Tampak sideport pada vena jugularis dexstra
Tampak drain substernum dan drain intra pleura
Tampak CVC pada subclavia sinistra
Tampak wire
Tampak kabel elektroda ekg

44
3. Elektrokardiogafi
Gambar 3

Hasil
Irama : teratur
HR : 60x/menit

44
Gelombang P : lebar = 0,04 detik , tinggi 0,1 mv
Kompleks QRS : Sempit 0,04 detik
P-R Interval : Normal 0,16 detik
Axis : Normal
Tanda-tanda Hipertropi
RAH : tidak ada
LAH : tidak ada
RVH : tidak ada
LVH : tidak ada
Tanda-tanda ACS
ST Elevasi : tidak ada
T inversi : tidak ada disemua lead, kecuali lead aVR
ST depresi : tidak ada
Q Patologis : tidak ada
Tanda-tanda Block
RBBB : tidak ada
LBBB : tidak ada
Kesimpulan : Normal Sinus Rithm
4. Terapi pasca operasi
 NTG 2 microgram/kgbb/menit
 Morpine 20 microgram/kgbb/jam
 Recopol 40 mg/jam
 Atorvastatin 1x 20 mg
 Cefazoline inj 3 x 1 gram
 Ondancentron inj 2x4 mg
 Ringer laktat 100 ml/jam
 Ranitidin inj 2x 50 mg
 Alprazolam 1x 0,5 mg/ p.o
 Dobutamine 5 microgram/kgbb/meni
 Extra koreksi KCL 20 mEq

44
3.2 Analisa Data
Tabel 5
No. Data Fokus Masalah
1. DS: - Nyeri berhubungan dengan
DO: trauma operasi dan
- Skala nyeri dengan BPS 5/12 dengan morpine 20 mcg/kgBB/jam, recofol pemasangan alat invasif
40 mg/jam tubuh.
- Vital sign TD: 122/90 MAP (100) mmHg dengan NTG 1,5
mcg/kgBB/menit, HR: 85 x/menit
- Terdapat luka post operasi di midsternum dan kiri post CABG. Terdapat luka
post operasi pada midsternum dengan panjang kurang lebih 15 cm, luka
tertutup kasa dan oppsite tidak ada rembesan dan di tungkai kanan tertutup
elastis perban tidak ada rembesan
- Terpasang Endotracheal tube no. 7,5
- Terpasang Central Venous Pressure di vena subklavia sinistra
- Terpasang arteri line di arteri radialis dextra
- Terpasang sideport di vena jugularis dexstra
- Terpasang drain substernal 28 Fr dan intrapleura sinistra no. 24 Fr
- Terpasang kateter urine no. 14

44
2. DS: - Resiko penurunan curah
DO: jantung berhubungan
- TD: 122/ 90 mmHg dengan kotraktilitas
- Kesadaran: dalam pengaruh anastesi dan sedasi, skor SAS 3 dengan recofol
40 mg/jam
- EF 64%
- Akral dingin, CRT <3 detik
- Terpasang warm air
- Heart rate 85 x/menit
- Pulsasi arteri kuat
- Suhu 35,6’C
- SaO2 98%
- CVP: 12 cmH2o
- Urin output 100 cc dalam 30 menit pertama 300 cc 1 jam berikutnya
- CK=219u/L, CK-MB=26 U/L, Kalium =3,4 mmol/L
3. DS : - Risiko kekurangan volume
DO : cairan berhubungan dengan
- Kesadaran: dalam pengaruh anastesi dan sedasi, skor SAS 3 dengan recofol kehilangan cairan intra
40 mg/jam operasi CABG
- Pasien terpasang ventilator dengan mode P-SIMV VT 500, Rate 15 x/mnt
PEEP 5, FiO2 40%.
- EF 64%
- TD: 122/ 90 (MAP 100 ) mmHg dengan NTG 1,5 mcg/kgBB/menit
- Heart rate 85 x/menit

44
- Pulsasi arteri kuat
- Suhu 35,6’C
- Akral dingin, CRT <3 detik
- Terpasang warm air
- SaO2 98%
- CVP: 12 cmH2o
- Perdarahan intraoperasi ±500cc
- Hb: 8,2 g/dL
- Transfusi PRC 1 kolf 213cc (pada jam 14.10–15.00)
- Input: 1.895 ml/24jam, Output: 2.070/24jam, ml, Balance: -175 ml
- Urin output 100 cc dalam 30 menit pertama 300 cc 1 jam berikutnya.
- Terpasang drain substernal, produksi 45cc dan intrapleura sinistra 30 cc
pada 30 menit pertama, 1 jam kemudian pengeluaran substernal 20cc dan
di intrapleura 30 cc
- Warna produk drain merah
- Gambaran EKG pasca operasi Sinus Rhitme
- Kalium =3,4mmol/L, natrium =138mmol/L, clorida= 103 mmol/L, PH=
7,45, Mg ion= 0,57 mmol/L, Ca 1,26 mmol/L
4. DS : - Resiko infeksi
DO : berhubungan dengan luka
- Pasien terpasang ventilator dengan mode P-SIMV VT 500, Rate 15 x/mnt post operasi dan
PEEP 5, FiO2 40%. pemasangan alat invasif
- EF 64% tubuh.
- TD: 122/ 90 (MAP 100 ) mmHg dengan NTG 1,5 mcg/kgBB/menit

44
- Heart rate 85 x/menit
- Pulsasi arteri kuat
- Suhu 35,6’c
- Akral dingin,CRT <3 detik
- Terpasang warm air
- SaO2 98%
- CVP: 12 cmH2o
- Terpasang drain substernal, produksi 45cc dan intrapleura sinistra 30 cc
pada 30 menit pertama, 1 jam kemudian substernal 20 cc dan di intrapleura
30 cc
- Warna produk drain merah
- Gambaran EKG pasca operasi Sinus Rhitme
- Terdapat luka post operasi di midsternum dan di tungkai kanan CABG
- Hematokrit : 24.9 vol.%
- Trombosit: 314.000/µL
- Leukosit 18.680 /µL
- Dilakukan dua graft pada arteri coroner yaitu LIMA pada LAD, SVG pada
OM.

44
3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu:
1. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan pemasangan alat invasif tubuh
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan intra operasi CABG
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi dan pemasangan alat invasif tubuh.
3.4 Intervensi keperawatan
Menurut NIC, intervensi dari masalah yang kelompok angkat berikut:
Tabel 6
Diagnosa Rencana Keperawatan
No.
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam Mandiri
dengan trauma nyeri dapat teratasi, klien dapat : - Kaji tanda – tanda nyeri
operasi dan - Pasien menyatakan nyeri berkurang secara verbal - Observasi keluhan nyeri
pemasangan alat - Pasien terlihat tenang - Catat lokasi dan intensitas
invasif tubuh. - Tanda vital dalam batas normal - Beri posisi yang nyaman untuk pasien
- Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
- Beri lingkungan yang nyaman
- Edukasi pasien tentang nyeri

44
Kolaborasi
- Berikan medikasi analgesik sesuai instruksi
dokter
2. Resiko penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam Mandiri
curah jantung klien menunjukan curah jantung optimal, dengan kriteria : - Pantau tanda-tanda vital
berhubungan dengan - Hemodinamik stabil - Pantau hemodinamik per jam
kotraktilitas - Tanda – tanda vital normal - Monitor irama jantung
- MAP > 80 mmHg - Monitor tanda-tanda penurunan curah jantung
- HR 60 – 100 x/menit (DOE,distensi vena jugular,edema,hepatomegali)
- Pulsasi arteri kuat - Lakukan perekaman EKG 12 lead berkala
- Akral hangat - Monitor intake output/ 24 jam
- Pasien sadar (Pada 2 jam pertama monitor tiap 30 menit ,dan
- Orientasi baik pada 4 jam pertama monitor tiap 1 jam)
- Urin output > 0,5 cc/kgBB/jam - Tinggikan kepala 30-40 derajat menurunkan
stroke volume
- Batasi aktifitas fisik
- Bantu dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Kolaborasi
- Berikan terapi sesuai program
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intra vena sesuai instruksi
- Pasang monitoring hemodinamik invasive
- Berikan inotropik sesuai instruksi dokter

44
3. Risiko kekurangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam Mandiri
volume cairan klien menunjukan curah jantung optimal, dengan kriteria : Fluid Management
berhubungan dengan Fluid Balance: - Monitor adanya mual,muntah dan diare
kehilangan cairan - Turgor kulit elastis - Monitor status hidrasi ( membran mukus,
intra operasi CABG - Intake dan output cairan seimbang keadekuatan denyut nadi )
- Membrane mukosa lembab - Monitor keakuratan intake dan output cairan
TTV : - Monitor vital signs
Tanda-tand vital klien dalam rentang normal (BP: 120/80 - Monitor pemberian terapi IV
mmHg, RR : 15-20 x/menit, HR : 60-100 x/menit, suhu Vital Signs Monitoring
o
klien 36,5-37,5 C - Monitor vital sign klien
Kolaborasi
- Berikan terapi sesuai program
- Berikan cairan intra vena sesuai indikasi
- Pasang monitoring hemodinamik invasive
4. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam, Infection Control (Kontrol infeksi)
berhubungan dengan tidak ada tanda – tanda perdarahan dengan kriteria hasil : - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
luka post operasi dan Kriteria Hasil: - Batasi pengunjung bila perlu
pemasangan alat - Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
invasif tubuh - Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor tangan saat berkunjung dan setelah
yang mempengaruhi penularan serta berkunjung meninggalkan pasien
penatalaksanaannya  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya tangan
infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
- Jumlah leukosit dalam batas normal tindakan keperawatan

44
- Menunjukkan perilaku hidup sehat  Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
 Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
local
 Inspeksi kondisi luka / insisi bedah

3.5 Implementasi Keperawatan


Tabel 7
Tanggal / No.
Implementasi
Jam Dx
18/06/2019 1,2,3,4 Memonitor hemodinamik dan ventilator
Jam 13.00 - Mencuci tangan sebelum menyentuh pasien
- Memastikan ETT terhubung ke ventilator dengan baik
- Memastikan semua transducer terpasang dengan baik
- Melakukan zero poin dan leveling pada transducer arteri line dan cvc line
- Memonitor hemodinamik
- Memberikan tekan pada drain (-)20 mmHg pada drain dan selisih tekanan drain dengan mediastinum (+)2
dan memastikan selang drain tidak tertekuk dan memberi tanda pada drain untuk mengetahui bertambah produksi drain
- Mengosongkan urine bag untuk mengetahui produksi urine selanjutnya

44
- Memastikan obat-obat drip sudah dijalankan dan sesuai dengan order dokter Morpine 20 micro/kgBB/jam, recofol 40 mg/jam,
- Merekam EKG
- Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium
18/06//2019 1,2,3,4 Merapikan pasien
Jam 13.20 - Memposisikan pasien semi fowler
- Memasangkan baju
- Melakukan rewarming dengan memasang blanket warmer dan menseting suhu 38 derajat celcius selanjutnya sesuai
dengan kebutuhan pasien
- Memasangkan selimut
Memonitor produksi drain dan urine
18/06/2019 1,2,3,4 Berkolaborasi dalam rencana rontgen thorax untuk memastikan alat-alat invasiv terpasang pada posisi yang tepat dan
Jam 13.30 mengevaluasi paru dan jantung
18/06//2019 1,2,3,4 Mengkaji kesadaran setelah obat recofol di stop, mengkaji nyeri setelah dosis morpine diturunkan menjadi 10
Jam 14.15 micro/kgBB/jam, memonitor produksi drain, urine dan pola nafas pasien terhadap proses weaning ventilator dan obat-
obatan yang dijalankan
18/06/2019 1,2,3,4 Mengkaji kesadaran. Nyeri, Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan lobaratorium untuk memastikan pasien aman
Jam 17.47 untuk di extubasi
18/06//2019 1,2,3,4 Mempersiapkan ekstubasi dan Memonitor hemodinamik pasien post ekstubasi dan mengkaji skala nyeri, mengajarkan
Jam 19.00 teknik relaksasi dan mengedukasi pasien tentang nyeri
18/06/2019 1,2,3,4 Memonitor hemodinamik, Melakukan balance cairan
Jam 21.00
19/06/2019 1,2,3,4 Mengedukasi pasien dan keluarga tentang rencana pindah ruangan, mengedukasi teknik relaksasi
Jam 08.00
19/06/2019 1,2,3,4 Merapikan pasien

44
Jam 08.30 - Melepas arteri line
- Melepas line extention tube yang tidak digunakan
19/06/2019 1,2,3,4 Memindahkan pasien ke ruangan intermiten ward surgical
Jam 17.00

3.6 Evaluasi keperawatan


Tabel 8

Tanggal/jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi SOAP

19/06/2019 Nyeri berhubungan dengan S:


Jam 14.00 trauma operasi dan - Pengkajian PQRST :
pemasangan alat invasif P : Nyeri luka post bedah bertambah saat berubah posisi dan saat batuk
tubuh. Q : Nyeri seperti disayat-sayat
R : Daerah luka post operasi di midsternum dan kaki kanan
S: Skala nyeri 3 pada midsternum dan 2 di kaki kanan (dengan skala numbering range
scale)
T : Setiap kali batuk dan bergerak yang dirasakan selama ±10 menit
O:
- Kesadaran compos mentis
- Pasien baring dengan posisi semi fowler
- Pasien tampak meringis saat bergerak dan perlu bantuan perawat untuk miring kanan
dan miring kiri.
- Pasien sudah teredukasi tentang nyeri yang ada di dada dan kaki kanan karena proses

44
pembedahan yang sudah dilakukan, sehingga bisa mempraktekkan teknik relaksasi
nafas dalam saat nyeri timbul
A : Masalah nyeri teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi perawatan ruangan
19/06/2019 Resiko penurunan curah S:-
Jam 14.00 jantung berhubungan dengan O:
kontraktilitas  Kesadaran compos mentis, TD: 115/81 mmhg, HR:82 x/menit, suhu: 36,6 0C, SaO2 98%
dengan BNC 3 LPM, akral teraba hangat, CVP 12 cmH2O,
• gambaran EKG sinus rithm
• Denyut nadi teraba kuat
• Hemodinamik stabil
• Distensi vena jugular(-),edema(-), hepatomegaly(-)
A : Masalah resiko penurunan curah jantung tidak terjadi

P : Lanjutkan intervensi oleh perawat di ruangan

19/06/2019 Risiko kekurangan volume S : pasien mengatakan badannya masih lemas


14.00 cairan berhubungan dengan O:
kehilangan cairan intra operasi Kesadaran compos mentis TD : 115/81 mmhg , HR :82 xmenit ,suhu 36.6’C ,SPO2 98 % ,
CABG dengan BNC 3 lpm akral teraba hangat CVP 12 cmH20, gambaran EKG sinus rhime
Balance airan selama 24 jam = - 175 cc
Total drain midstrenum dan intrapleura kiri selama 24 jam = 375 cc
A : Masalah resiko kekurangan volume cairan tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi oleh perawat ruangan

44
19/06/2019 Resiko infeksi berhubungan S:-
14.00 dengan luka post operasi O:
 Leukosit 14.300 /UL
 Tidak teradi tanda tanda infeksi
 Suhu 36.2
 Balutan bersih
A : Masalah resiko infeksi tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi oleh perawat di ruangan

44
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas kesesuaian antara landasan teori dan tinjauan kasus pada
pasien pasca operasi CABG di ruang ICU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita. Tindakan CABG dilakukan pada Ny. D dengan tujuan perbaikan aliran darah ke koroner
dapat kembali normal. Pada saat pasien datang dari kamar operasi, tindakan pertama yang
dilakukan mengikuti prosedur yang ada di ICU Dewasa RS PJNHK. Prosedur yang terlebih
dahulu dilakukan di ruangan ICU diantaranya adalah observasi terhadap tanda-tanda vital pasien,
menyambungkan alat-alat seperti ventilator, monitor jantung, menyambungkan selang Water
Seal Drainage dan menyambungkan alat invasif lainnya. Kemudian perawat melakukan serah
terima pasien yang meliputi pengkajian masalah selama intra operasi, tanda-tanda vital, jumlah
urine output dan drain dari ruang operasi serta obat-obatan yang telah diberikan, kemudian
dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk mengkaji masalah yang terjadi pada pasien dan
melakukan intervensi keperawatan.
4.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dari proses keperawatan.
Kegiatan yang dilakukan pada saat pengkajian yakni mengumpulkan data, memvalidasi data,
mengorganisasi data dan mencatat data yang diperoleh. (Kozier, 2011)
Pengkajian pada Ny. D dilakukan sesuai dengan teori yang didapat tanggal 18/6/2019
pukul 13.00 WIB. Pengkajian didapat melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, hasil laboratorium dan hemodinamik pasien.
4.2 Diagnosa keperawatan
Dalam pembahasan diagnosa keperawatan kami membandingakan antara diagnosa
keperawata pada teori (Terry & Weaver, 2011) dengan diagnosa keperawatan pada Ny.D
dengan pasca operasi CABG. Adapun masalah keperawatan yang ditemukan pada kasus Ny.
D (57 tahun) antara lain:
1. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan pemasangan alat invasif tubuh
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kotraktilitas
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan intra operasi
CABG

48
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi dan pemasangan alat invasif tubuh
4.3 Intervensi Keperawatan
Sebelum menentukan perencanaan keperawatan, terlebih dahulu menentukan masalah
keperawatan pada pasien, kemudian menentukan prioritas berdasarkan kegawatan. Pada
penentuan prioritas masalah, diagnosa pertama tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus. Demikian juga pada kasus, diagnosa prioritas pada pasien adalah Nyeri berhubungan
dengan trauma operasi dan pemasangan alat invasif tubuh.
Faktor pendukung pada tahap perencanaan yaitu data yang menunjang serta tersedianya
literatur sehingga memudahkan untuk menetapkan rencana tindakan dan kriteria hasil. Faktor
penghambat adalah keterbatasan waktu dalam pelaksanaan keperawatan.
4.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan pada Ny. D telah dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah disusun sesuai dengan masalah pasien. Seluruh rencana tindakan
dapat dilakukan, tetapi tidak dalam 24 jam karena keterbatasan waktu, sehingga kami
berkolaborasi dengan perawat ruangan untuk melanjutkan rencana keperawatan
berkelanjutan.
4.5 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Dari keempat diagnosa yang kami angkat belum satu diantaranya belum dapat
teratasi secara maksimal karena adanya kendala waktu dalam melakukan implementasi.

48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada pasien pasca bedah Coronary Artery Bypass Graft
(CABG) merupakan hal yang sangat penting karena menentukan keberhasilan pasien
dalam melewati masa-masa kritis pasca pembedahan. Keberhasilan ini akan dapat dicapai
apabila perawat dapat melakukan pengkajian yang spesifik hingga implementasi yang tepat
pada pasien.
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Ny. D setelah selesai menjalani
pembedahan, didapatkan beberapa diagnosa keperawatan.
Adapun diagnosa keperawatan pada Ny. D yaitu: Nyeri berhubungan dengan trauma
operasi dan pemasangan alat invasif tubuh, resiko kekurangan volume cairan b.d operasi
CABG, dan resiko infeksi b.d luka post operasi CABG
Pada asuhan keperawatan yang telah diberikan selama kurang dari 24 jam terdapat
beberapa pencapaian yang telah dilalui oleh pasien yang ditandai dengan perubahan fungsi
kardiovaskuler yang stabil, masalah nyeri hanya teratasi sebagian, resiko penurunan curah
jantung tidak terjadi, resiko perdarahan tidak terjadi.
5.2. Saran
Dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualiatas pelayanan keperawatan, sebagai
perawat yang profesional diharapkan mampu memahami dan dapat melakukan prosedur
perawatan post bedah CABG. Maka dari itu perawat harus dapat memahami definisi,
indikasi, komplikasi, dan asuhan keperawatan dalam merawat pasien pasca operasi CABG,
agar dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan pada pasien pasca operasi
CABG.

48
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical surgical nursing: Clinical management for positive
outcomes. Singapura: elsevier Pte Ltd
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention
Classification (NIC). 6th Ed. United Kingdom: Elsevier Inc.
Farina P., Gaudino M., Angelini G.D.(2019). Off-pump coronary artery bypass surgery: The
long and winding road. International Journal of Cardiology, 279 , pp. 51-55.
Griffin,B.P., & Menon, V. (2018). Manual of Cardiovascular Medicine(5thedition). Wolters
Kluwer
Herdman, T., dan Kamitsuru, S. (2014).NANDA International Nursing Diagnoses: Definition and
Classification 2015-2017. (T. H. dan K. S.Herdman, Ed.)Igarss 2014 (10th ed.). Oxford: Wiley
Blackwell.
Hinkle,J.L., & Cheever,k.h.(2014). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing(13thed).
Philadelphia : Lippincott Williams & wilkins
Kramer,RS., Morton,JR., Groom,RC., Rubaczewski,DL.(2018). Coronary Artery Bypass
Grafting. United States : Elsevier
Lewis, S.L.,Dirksen,S.R.,Heitkemper,M.M., Bucher,L.(2014). Medical-surgical nursing : assessment and
management of clinical problems (9thed.). St. Louis, Missouri : Elsevier
Moorhead, S., Johson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC).
5th Ed. United Kingdom: Elsevier Inc.
Smeltzer, S. C., Bare, B., Hinkle, J. L., Cheever, K. H., (2010). Brunner & suddarth’s textbook
of medical-surgical nursing. 12th ed. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins

48

Anda mungkin juga menyukai