Anda di halaman 1dari 8

ASFIKSIA NEONATORUM

A. DEFENISI
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai
dengan hipoksia, hiperkapnea dan berakhir dengan asidosis.(1,2)

B. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di
seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati
yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan
bahwa sejak Tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak
8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria,
sepsis neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1 juta anak yang
bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas
jangka panjang seperti cereberal palsy, retardasi mental, dan gangguan belajar.
Menurut riset kesehatan dasar Tahun 2007, tiga penyebab utama kematian
perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorder (35,9%),
prematuritas (32,4%), dan sepsis neonatorum (12,0%).(3,4)

C. ETIOLOGI
Towell (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan
pada bayi yang terdiri dari:(3)
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau
anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.

b. Gangguan aliran darah uterus


Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering

1
ditemukan pada gangguan kontraksi uterus (hipertoni, hipotoni, atau tetani
uterus akibat penyakit atau obat), hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, dan lain-lain.

2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.

3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antar janin dan jalan
lahir, dan lain-lain.

4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin, trauma yang
terjadi pada persalinan (misalnya perdarahan intrakranial), kelainan
kongenital pada bayi (misalnya hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran
pernapasan, hipoplasia paru), dan lain-lain.

D. PATOFISIOLOGI
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau
jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam
paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial
rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena
konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang
bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.(2,4)

2
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber
utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru,
dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan
oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.(2,4)
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan
pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan
udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan
mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah berkurang.(2,4)
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan
sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus
arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di
vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian
jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada saat
oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah
dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.(2,4)
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama
kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan
suatu periode apnea (primary apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung
selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian
diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini
tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnea kedua (secondary
apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.(2,4)
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan
metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada
tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratotik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses
metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumber
glikogen tubuh, terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Asam organik

3
yang terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan timbulnya asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya: hilangnya sumber glikogen dalam
jantung akan mempengaruhi fungsi jantung, terjadinya asidosis metabolik akan
mengakibatkan menurunnya sel jaringan, termasuk otot jantung, sehingga
menimbulkan kelemahan jantung, pengisisan udara alveolus yang kurang adekuat
akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga
sirkulasi darah ke paru dan demikian pula ke sistem sirkulasi tubuh lain akan
mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kkardiovaskular yang terjadi dalam
tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.(2,4)

E. DIAGNOSIS
Pada anamnesis didapatkan gangguan/kesulitan bernapas waktu lahir dan
lahir tidak bernapas/menangis. Pada anamnesis juga diarahkan untuk mencari
faktor resiko. Pada pemeriksaan fisik, skor APGAR dipakai untuk menentukan
derajat berat ringannya asfiksia.(5)

Tabel 1. Skor APGAR.(5)


Keterangan 0 1 2
Tubuh
Apperance Seluruh tubuh Seluruh tubuh
A kemerahan,
(Warna kulit) biru/pucat kemerahan
ekstremitas biru
≥ 100x/menit,
Pulse
P Tidak ada < 100x/menit bayi terlihat
(Laju jantung)
bugar
Grimace
G Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
(Refleks)
Activity Ekstremitas fleksi
A Lumpuh Gerakan aktif
(Tonus otot) sedikit
Respiration
R Tidak ada Lambat Menangis kuat
(Usaha bernapas)

4
Klasifikasi asfiksia antara lain sebagai berikut:(5)
1. Asfiksia Ringan (Skor APGAR 7-10)
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

2. Asfiksia Sedang (Skor APGAR 4-6)


Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung lebih dari
100x/menit, tonus otot kurang baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.

3. Asfiksia Berat (Skor APGAR 0-3)


Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit,
tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas
tidak ada.
Dilakukan pemantauan skor APGAR pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila skor APGAR 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor menjadi 7. Skor APGAR berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk
memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi
tidak menangis.

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain:(2)
1. Asfiksia Ringan (Skor APGAR 7-10)
Caranya:
 Bayi dibungkus dengan kain hangat.
 Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut kemudian
hidung.
 Keringkan badan.
 Lakukan observasi tanda vital dan APGAR skor dan masukan kedalam
radiant warmer.

5
2. Asfiksia Sedang (Skor APGAR 4-6)
Caranya :
 Bersihkan jalan napas.
 Berikan oksigen 2 liter per menit.
 Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
 Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikkan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intrakranial meningkat.

3. Asfiksia Berat (Skor APGAR 0-3)


Caranya:
 Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
 Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
 Bila tidak berhasil lakukan ETT.
 Bersihkan jalan napas melalui ETT.

G. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan
atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita,
khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan
melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak
mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya
derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan,
pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu
dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.(2)

6
H. PROGNOSIS
Hasil akhir asfiksia neonatorum bergantung pada apakah komplikasi
metabolik dan kardiopulmonalnya (hipoksia, hipoglikemia, syok) dapat diobati,
pada umur kehamilan bayi (hasil akhir paling jelek jika bayi preterm), dan pada
tingkat keparahan ensefalopati hipoksik-iskemik. Bayi yang dalam keadaan
asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat
mental seperti epilepsi dan penurunan intelegensi pada masa mendatang.(2)

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Astuti W P
Usia Kehamilan Tidak Aterm Menyebabkan Asfiksia Bayi Baru Lahir di Kota
Magelang Tahun 2013
BHAMADA JITK Vol 6, 2015, hal. 129-34

2. Hassan A.
Asfiksia Neonatorum
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1984, hal. 1072-81

3. Herianto dkk
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia Neonatorum di
Rumah Sakit Umum ST. Elisabeth Medan Tahun 2007-2012
Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara,
hal. 1-9

4. Kliegman R M
Janin dan Bayi Neonatus
Buku Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 1 Edisi 15, 1999, hal. 540

5. Kosim dkk.
Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Buku Ajar Neonatologi IDAI, 2012, hal. 103-4

Anda mungkin juga menyukai