I. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapat penyuluhan selama 60 menit, pasien dan keluarga di ruang
Rosella 2 RSUD DR. Soetomo dapat menambah pengetahuan tentang penyakit
DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) dan cara pencegahannya sedini mungkin.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapat penyuluhan,pasien dan keluarga dapat :
1. Mengetahui definisi penyakit DHF
2. Mengetahui penyebab penyakit DHF
3. Mengetahui tanda-tanda dan gejala klinis penyakit DHF
4. Memahami pentingnya pencegahan dan penatalaksanaan penyakit DHF
5. Mengetahui dampak dari penyakit DHF
II. Sasaran
Peserta dalam penyuluhan ini adalah pasien dan keluarga yang dirawat di ruang
Rosella 2 RSUD DR. Soetomo.
III. Materi
1. Konsep pemahaman penyakit DHF
IV. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
V. Media
1. LCD
2. Leaflet
VI. Pengorganisasian
1. Pembimbing akademik : Lingga, S.Kep., Ns., M. Kep
2. Penyaji :
3. Moderator :
4. Notulen :
5. Observer :
6. Fasilitator :
7. Peserta : Pasien dan keluarga di ruang Rosella 2
RSUD DR. Soetomo
VIII. Pelaksanaan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1. 3 Menit Pembukaan:
1. Mengucapkan salam 1) Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2) Mengenal tim penyuluh
3. Menjelaskan kontrak waktu 3) Mengetahui kontrak waktu
4. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan penyuluhan
5. Menyebutkan materi penyuluhan yang 4) Mengerti tujuan dari penyuluhan
akan diberikan 5) Tahu apa saja yang akan
6. Menyebarkan leaflet kepada peserta disampaikan
2. 15 Menit Pelaksanaan:
Mengkaji pengetahuan peserta tentang 1) Mendengarkan dan
penyakit DHF memperhatikan materi
Menjelaskan materi tentang:
1) Definisi penyakit DHF
2) Penyebab penyakit DHF
3) Tanda-tanda dan gejala penyakit DHF
4) Pencegahan dan penatalaksanaan
penyakit DHF
5) Dampak dari penyakit DHF
3. 10 menit Diskusi/ Tanya jawab dan evaluasi:
1) Memberikan kesempatan pada peserta 1) Mengajukan pertanyaan
untuk bertanya kemudian didiskusikan 2) Menanggapi jawaban
bersama 3) Menjawab pertanyaan
2) Menanyakan kepada peserta tentang
materi yang telah diberikan dan
melakukan redemonstrasi
3) Memberikan reinforcement kepada
peserta bila dapat menjawab dan
menjelaskan kembali pertanyaan/materi
4 2 Menit Terminasi:
1) Mengucapkan terimakasih kepada 1) Mendengarkan dan membalas
peserta salam
2) Mengucapkan salam penutup
IX. Evaluasi
1. Kriteria struktur
1) Kontrak waktu dan tempat diberikan 1 hari sebelum acara dilaksanakan
2) Pembuatan SAP, leaflet, dan PPT dikerjakan maksimal 5 hari sebelumnya
3) Penentuan tempat yang akan digunakan dalam penyuluhan
4) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan
saat penyuluhan dilaksanakan
2. Kriteria proses
1) Peserta sangat antusias dan aktif bertanya selama materi penyuluhan
berlangsung
2) Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan dari awal sampai
akhir
3) Pelaksanaan kegiatan sesuai SAP yang telah dibuat
4) Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description
3. Kriteria hasil
1) Peserta yang datang dalam penyuluhan ini minimal 10 orang
2) Peserta dapat mengikuti acara penyuluhan dari awal sampai akhir
3) Acara dimulai tepat waktu tanpa kendala
4) Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan
5) Peserta terbukti memahami materi yang telah disampaikan penyuluh
dilihat dari kemampuan menjawab pertanyaan penyuluh dengan benar
MATERI PENYULUHAN
1.2 Epidemologi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan
demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS)
ditularkan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi. Dalam 50 tahun terakhir,
kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke
negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan
(WHO, 2009).
Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784,
sedangkan di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830 – 1870.
Di Afrika wabah demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871 – 1873 dan di
Amerika Serikat pada tahun 1922 terjadi wabah demam dengue dengan 2 juta
penderita.
Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi,
yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480
orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih(Kusriastuti R. Depkes RI.
2005). Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah
kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah
kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau
case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855
orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89% (Kusriastuti R. Depkes
RI. 2010).
Provinsi Jawa Tengah dapat dikatakan sebagai provinsi yang endemis
untuk penyakit DBD. Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2007 terdapat sebanyak 20.565 kasus, tahun 2008
sebanyak 19.307 kasus, tahun 2009 kasus turun menjadi 18.728 kasus dan
pada tahun 2010 sekitar 17.000 kasus DBD.
Di beberapa negara penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya
musim, jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan
curah hujan. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas,
akan tetapi secara garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita
meningkat antara bulan September sampai Februari dan mencapai puncaknya
pada bulan Januari. Di daerah urban yang berpenduduk padat puncak
penderita adalah bulan Juni-Juli hal ini bertepatan dengan awal musim
kemarau. Dari pengamatan di Surabaya antara tahun 1987-1991 menunjukkan
bahwa distribusinya berubah-ubah dan puncaknya mengikuti pola perubahan
kejadian musim hujan ke musim panas atau sebaliknya.
Demikian juga data yang ada pada instalasi rawat inap di bagian ilmu
kesehatan anak RSUD Dr. Soetomo pada tahun 1997, polanya tidak banyak
perbedaan. Dikemukakan bahwa banyaknya kasus DBD tersebut ada
hubunganya dengan kepadatan nyamuk dewasa dan jentik nyamuk Aedes
aegyti yang sering dijumpai ditempat penampungan air akibat curah hujan.
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada
kelompok umur <15 tahun 95% dan mengalami pergeseran dengan adanya
peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan
proporsi penserita pada kelompok >45 tahun sangat rendah seperti yang
terjadi di Jawa Timur bekisar 3,64% (Wirahjanto A, Soegijanto S edisi 2.
2006).
1.3 Etiologi
1. Virus dengue
Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia,
maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto,
1990; 36). Diketahui ada empat jenis virus yang mengakibatkan demam
berdarah yaitu DEN-1, DEN-2, DEN3, dan DEN-4.
2. Nyamuk aedes aegypti
Yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne
siensis, infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
420).
3. Host (pembawa)
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga
ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya
maupun virus dengue tipe lainnya.
1.4 Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma ke ruang ekstra selular.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh
penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot,, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-
bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali)
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinema serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma leakage)
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pembesaran cairan
intravena. Oleh karena itu pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk
memantau hematokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen
hemokonsentrasi yang terjadi. Rumus perhitungan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
𝐴−𝐵
𝑥 100% = 𝐶
𝐵
Keterangan:
A = Ht tertinggi selama dirawat
B = Ht saat pulang
C = prosentase hematokrit
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma terah teratasi sehingga pemberian cairan
intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik.
Ganggaun hemostasis pada DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan
hampir seluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan
jaringan adrenal. Hati umumnya membesar dengan perlemakan dan koagulasi
nekrosis pada daerah sentral atau parasentral lobulus hati.
1.6 Klasifikasi
Menurut WHO (1986) DHF diklasifikasi berdasarkan derajat beratnya
penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4, sebagai berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Uji tourniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Deajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau ditempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari
(tanda-tanda dini renjatan)
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.
1.7 Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Perdarahan luas.
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati,
trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi
perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis,
dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity
dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung
menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel
dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan
nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel
kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan
lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
a. Trombosit menurun.
b. HB meningkat lebih 20 %.
c. HT meningkat lebih 20 %.
d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
e. Protein darah rendah.
f. Ureum PH bisa meningkat.
g. NA dan CL rendah
2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test)
a. Rontgen thorax : Efusi pleura.
b. Uji test tourniket (+)
Tes torniket dilakukan dengan menggembungkan manset tekanan darah
pada lengan atas sampai titik tengah antara tekanan sistolik dan diasolik
selama 5 menit. Tes dianggap positif bila ada petekie 20 atau lebih per
2,5 cm (1 inchi). Tes mungkin negatif atau positif ringan selama fase
syok berat. Ini biasanya menjadi positif kuat, bila tes dilakukan setelah
pemulihan dari syok.
1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring atau istirahat baring
2. Diet makan lunak
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa: susu, teh manis, sirop
dan beri penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali). Ringer
Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan,
mengandung Na+130 mEq/liter, K+,4 mEq/liter, korektor basa 28
mEq/liter, Cl- 109 mEq/liter dan Ca++ 3 mEq/liter.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin
atau dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian dengan kompres
dingin.
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi
dengan dokter)
10. Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksan laboratorium yang memburuk.
Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).
DAFTAR PUSTAKA