Pembimbing :
dr. Robert Sirait, Sp An
Disusun oleh :
Cut Fadmala Cory A (1765050169)
Emirizal Anakito Surya (1865050029)
Nathaline Pepayocha Bangun (1965050050)
Lesi vaskuler regional sebagian besar disebabkan oleh proses oklusi pada lumen
arteri serebri. Sebagian lainnya disebabkan oleh pecahnya vaskuler.1 Infark otak-
kematian neuron, glia, dan vaskuler disebabkan oleh tiadanya oksigen atau nutrien
atau terganggunya metabolisme. Paling sering dijumpai penyebab infark otak
tersebut adalah infark iskemik yang menyebabkan terjadinya hipoksia sekunder,
terganggunya nutrisi seluler, dan kematian batang otak.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Figure 1. Diffusion-weighted image (DWI) showing a large right middle cerebral artery infarction (left) and the
corresponding magentic resonance angiogram (right) demonstrating that the vessel is occluded at its proximal
portion. The DWI bright signal changes are evident well before alterations are seen in the CT or MRI. 2
2.1.2 Epidemiologi
2.1.3 Etiologi
Disamping emboli, infark iskemik disebabkan oleh (a) aterotrombotik
aortokranial, (b) hipotensi berat dalam waktu lama, (c) vasospasme yang dapat
disebabkan oleh migren, ensefalopati hipertensif, atau pecahnya aneurisma
intrakranial. Penyebab yang lebih jarang adalah arteritis, kompresi otak dengan
iskemia sekunder, oklusi vena, atau abnormalitas di dalam darah.5
Dua penyebab utama dari infark serebri ini, yaitu thrombosis dan emboli.
- Trombosis serebri
Banyak kasus infark serebri terjadi setelah thrombosis dan oklusi pembuluh
darah yang mengalami aterosklerotik. Thrombosis serebri terjadi pada individu
yang mempunyai satu atau lebih faktor risiko yang mempercepat timbulnya
aterosklerosis. Penyakit ini juga terjadi sebagai komplikasi penyakit lain,
contohnya arteritis pada arteri serebri (servikal) atau kelainan koagulasi.
- Emboli serebri
Emboli serebri umumnya terjadi pada arteri serebri media. Emboli yang
berasal dari atau melewati jantung mempunyai kemungkinan besar masuk ke arteri
karotis komunis daripada arteri vertebralis. Emboli pada arteri karotis komunis
cenderung masuk ke arteri karotis interna dan terus masuk ke arteri serebri media
yang merupakan cabang paling besar dari arteri karotis interna dan secara anatomik
merupakan kelanjutan dari arteri karotis interna tersebut.8
Penyebab emboli otak pada umumnya berhubungan dengan kelainan
kardiovaskuler antara lain :
a. Fibrilasi atrial
c. Infark miokard
cranial
c. Hipovolemik
2.1.4 Patofisiologi
Sekitar 80% kasus dari kasus stroke disebabkan oleh penyumbatan
pembuluh darah. Penyumbatan sistem arteri umumnya disebabkan oleh
terbentuknya trombus pada ateromatous plaque pada bifurkasi dari arteri karotis.9
Hal tersebut berhubungan erat dengan aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan
arteriosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara:4
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom
c. Terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek.4
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Jika
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel hingga nekrosis beberapa jam
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.9
Edem glia akan timbul disekitar daerah iskemi, karena berlebihannya H+
dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi
air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini disebut dengan iskemik penumbra.4
Pada dasarnya terjadinya infark cerebri meliputi dua proses yang saling
terkait, yaitu:
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemia hingga
terjadi nekrosis sel neuron, glia dan sel otak yang lain.
Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai
penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat
reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal. Ion kalium yang meninggi di
ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga
mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang
mengalami iskemia akan melepaskan glutamat dan aspartat yang menyebabkan
influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran
fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat.
Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi
trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi
trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini
terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan
radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah
itu sel membengkak (edema seluler).
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil:
1. Penemuan klinis
- Anamnesis :
a. Terutama terjadinya keluhan / gejala defisit neurologi yang
mendadak
b. Tanpa trauma kepala
c. Adanya faktor resiko GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak)
- Pemeriksaan Fisik
a. Adanya defisit neurologi fokal
b. Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)
c. Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya
d. Pemeriksaan penunjang
- Stroke dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan :
1. CT Scan dan MRI
CT scan kepala non kontras baik digunakan untuk membedakan
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena
pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik
sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari infark dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan
stroke (hematoma, neoplasma, abses).
2. Ekokardiografi
Pada dugaan adanya tromboemboli kardiak (transtorakal, atau
transesofageal)
3. Ultrasound scan arteri karotis
Bila diduga adanya ateroma pada arteri karotis. Disini dipakai
prinsip doppler untuk menghasilkan continuous wave untuk
mendeteksi derajat stenosis secara akurat, serta juga pulsed
ultrasound device yang dikaitkan dengan scanner (duplex scan)
4. Intra arterial digital substraction angiografi
Bila pada ultrasound scan terdapat stenosis berat
5. Transcranial Doppler
Dapat untuk melihat sejauh mana anastomosis membantu daerah
yang tersumbat
6. Pemeriksaan darah lengkap
Perlu untuk mencari kelainan pada cairan darah sendiri. 4
2.1.7. Penatalaksanaan
Target managemen pada infark akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.
Pengobatan secara umum
1. Pertahankan saluran pernafasan yang baik
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek
samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi
otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula
diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus
mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa
gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi
jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.
b. Circulation
Pasien dengan infark akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan
jantung. Pasien ini berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan
peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke.
2. Pertahankan tekanan darah yang cukup, untuk itu evaluasi fungsi jantung
dan organ vital lain
3. Pertahankan milieu intern, yaitu kualitas darah cairan dan elektrolit, protein
darah, dan keseimbangan asam basa yang baik
4. Pertahankan bladder dan rectum
5. Hindarkan berlangsungnya febris, dan pemakaian glukosa dalam nutrisi
parenteral. 9
2.1.8. Prognosis
Pilihnya fungsi neural dapat terjadi 2 minggu pasca-infark dan pada akhir
minggu ke 8 akan dicapai pemulihan maksimum. Kematian meliputi 20% dalam
satu bulan pertama. Kemungkinan untuk hidup jelas lebih baik pada kasus infark
otak daripada perdarahan. Tetapi kecacatan akan lebih berat pada infark otak karena
perdarahan akan mengalami resolusi dan meninggalkan jaringan otak dalam
keadaan utuh. Sementara itu infark merusak neuron-neuron yang terkena.5
2.2.2 Intraoperatif
Tidak ada teknik anestesi yang superior pada pasien-pasien yang mengalami
stroke. Tekanan darah harus dipertahankan sesuai atau sedikit lebih tinggi dengan
tekanan darah normal karena adanya pergeseran ke kanan dari autoregulasi serebal.
Penggunaan vasopressor harus dilakukan dengan hati-hati agr tidak terjadi iskemi
miokard. Vasodilator dapat diberikan saat stimulasi yang besar dan saat
pengakhiran anestesi. Penggunaan pelumpuh otot mempermudah pengaturan
kedalaman anestesi. Penggunaan monitor neuromuscular pada sisi ektremitas yang
paresis dapat menyebabkan overdosis pelumpuh otot. Suksinil kolin harus dihindari
terutama pada pasien dengan riwayat kejang karena dapat menimbulkan
hyperkalemia.
2.2.3 Terapi Hipertensi intracranial dan edema serebri
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya. Gangguan metabolic
dikoreksi, intevensi operatif dilakukan bila mungkin. Edema vasogenik terutama
yang berhubungan dengan tumor berespon baik terhadap kortikosteroid
(dexamethasone). Tanpa melihat penyebabnya, retriksi cairan, obat-obatan diuresis
osmotic, dan loop diuretic umumnya efektif untuk menurunkan TIK dan mengatasi
edema otak sementara sampai terapi definitive diberikan. HIperventilasi sedang
(PaCO2 25-30 mmHg) sangat membantu dalam menurunkan ADO (Aliran Darah
Otak) dan menormalkan TIK. Manitol dengan dosisi 0.25-0.5 g/kgBB efektif untuk
menurunkan TIK dengan cara meningkatkan osmolalitas serum.
2.2.4 Efek obat anestesi pada metabolism otak
BAB III
PRESENTASI KASUS
Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD dengan rujukan dari RS Meilia Cibubur setelah sebelumnya
±3 jam SMRS ditemukan tidak sadarkan diri di rumah, terjatuh dan kepala
terbentur keramik kamar mandi. Sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala , mual
muntah (-) , demam (-), pandangan kabur (-), tersedak (-)
Ro. Thorax
Kesan :
- Kardiomegali (LV)
- Pneumonia bilateral
EKG
Kesan : Right Ventrikel Hypertrophy
Diagnosis
1. Penurunan kesadaran & Hemiparese Dextra ec SNH
2. HT grade II
Tatalaksana
IVFD : I RL / 24 jam
Diet : SV 6x150 cc dengan menggunakan NGT
Terpasang ETT dengan bagging
Terpasang Dwelling Catheter
Medikamentosa:
1. Levofloxacin 1x750 mg
2. Citicolin 2x500 g (IV)
3. Captopril 2x12.5 g (PO)
4. Ranitidine 2x1amp (IV)
Follow Up Hari ke-1 ICU
Tanggal S/ O/ A/ P/
20/06/2019 Kontak (+) KU: TSB Penurunan kesadaran & IVFD (Intra Venous Fluid Drop):
GCS: Hemiparese Dextra ec I Nacl per 24 jam
E2M4VX SNH Diet: SV 6x100 cc
Kes: sopor
Hipertensi Grade II MM/:
TD: 147/71
- Sp. Furosemid 10mg/jam
N: 96x
- Levofloxacin inj. 1x750mg
RR: 10x (on
venti) - Lovanox 2x0,4 cc
Thorax:
BND
vesikuler
Rhonki -/-,
Wheezing -/-
Ekstremitas:
Edema
tungkai-/-
:
Lab:
CPK : 149
CK-MB : 45
(naik)
Trop-T :
Negatif
Cairan
Intake:1350 cc
Output
Urine: 1300 cc
IWL:300cc
Balance cairan
:-250 cc
Follow Up Hari Ke-3 ICU
Tanggal S/ O/ A/ P/
22/06/2019 Kontak (+) KU: TSB Penurunan kesadaran & IVFD: NaCl 500cc/24 jam
GCS: Hemiparese Dextra ec IVFD : Futrolit 1 kolf/24 jam
E3M4VX SNH Diet: SV 6x150 cc
Kes:
Hipertensi Grade II MM/:
somnolen
AF NVR (Atrial - Morepenem 1gr/8jam
TD: 115/50
Fibrilasi Normo - Levofloxacin inj. 1x750mg
N: 80x
RR: 10x (On Ventricular Respons) - Lovenox 2x0,4 cc
venti) Hiperurisemia - Citicolin 2x500mg
S: 36.7C DMT2 - Ranitidine 2x50mg
- Captopril 3x25mg
Pupil Isokor - Zink 1x20mg
3mm/3mm, - Metylprednisolon 2x125mg
RCL/RCTL
(tap off/hari)
+/+
- KSR 3x1 tab
- As.Folat 3x1 tab
Thorax:
- Allopurinol 1x1 tab
BND
- Glikuidon 1x30mg
vesikuler
Rhonki -/- - Miniaspi 1x80 mg
wheezing -/- - Digoxin tab 1x0.25 mg
Ekstremitas: - Furosemid 1x1
Edema - Bisoprolol 1x2.5mg
tungkai-/- - Methformin 3x500mg
:
Lab:
GDP: 138
Urinalisa:
Warna :
Kuning
BJ : 1.015
pH: 6.0
Blood: +1
Protein:+2
Eritrosit: 10-
15
Cairan
Intake:3752 cc
Output
Urine: 2450 cc
IWL:750cc
Balance cairan
: +252cc
Tanggal S/ O/ A/ P/
23/06/2019 Kontak (-) KU: TSB Penurunan kesadaran & IVFD: NaCl 500cc/24 jam
GCS: Hemiparese Dextra ec IVFD : Futrolit 1 kolf/24 jam
E3M4VX SNH Diet: SV 6x150 cc
Kes:
Hipertensi Grade II MM/:
Somnolen
AF NVR (Atrial - Morepenem 1gr/8jam
TD: 168/96
Fibrilasi Normo - Levofloxacin inj. 1x750mg
N: 79x
RR: 10x (on Ventricular Respons) - Lovenox 2x0,4 cc
venti) Hiperurisemia - Citicolin 2x500mg
S: 37.5C DMT2 - Ranitidine 2x50mg
- Captopril 3x25mg
Pupil Isokor - Metylprednisolon 1x125mg
3mm/3mm, (tap off/hari)
RCL/RCTL - KSR 3x1 tab
+/+
- As.Folat 3x1 tab
- Allopurinol 1x1 tab
Thorax:
- Glikuidon 1x30mg
BND
- Digoxin tab 1x0.25 mg
vesikuler
Rhonki +/+
- Sp Furosemid 1x1
Cairan
Intake:3200cc
Output
Urine: 1700c
IWL:750cc
BAB: 100cc
Balance cairan
:+650 cc
Follow Up Hari Ke-5 ICU
Tanggal S/ O/ A/ P/
24/06/2019 Kontak KU: TSB Penurunan kesadaran & IVFD: NaCl 500cc/24 jam
(perburukan) minimal , GCS: Hemiparese Dextra ec IVFD : Futrolit 1 kolf/24 jam
hanya E1M2SVX SNH Diet: SV 6x150 cc
dengan Kes: Sopor
Hipertensi Grade II MM/:
rangsang TD: 144/54
AF NVR (Atrial - Morepenem 1gr/8jam
nyeri N: 54x
Fibrilasi Normo - Levofloxacin inj. 1x750mg
RR: 10x (on
venti) Ventricular Respons) - Citicolin 2x500mg
S: 37.4C Pneumonia - Ranitidine 2x50mg
DMT2 - Captopril 3x25mg
Pupil - KSR 3x1 tab
Anisokor - As.Folat 3x1 tab
2mm/4mm, - Allopurinol 1x1 tab
RCL/RCTL-/-
- Glikuidon 1x30mg
Thorax:
- Sp Furosemid
BND
- M20 4x200
vesikuler
Rhonki -/-
wheezing -/-
Ekstremitas:
Edema
tungkai-/-
:
Lab:
Elektrolit
Na: 137
K; 3.4
Cl: 95
Hematologi
Hb: 12.0
Leukosit: 8.6
Hematokrit:
36
Trombosit:
131
Cairan
Intake:3010 cc
Output
Urine: 2950cc
IWL:750cc
Balance cairan
:-690 cc
Lab:
Analisis Gas
Darah
1. Ph: 7.55
2. pco2: 35
3. PO2: 213
4. Saturasi O2:
99.8%
5.Base
Excess: 9.4
6. HCO3: 31.3
7. TCO2: 32.4
Elektrolit
Na: 146
K; 3.5
Cl: 99
GDS : 153
UR: 81
CR : 0.91
Cairan
Intake: 5362cc
Output
Urine: 6500cc
IWL:750cc
Balance cairan
:-1888 cc
Follow Up Hari Ke-7 ICU
Tanggal S/ O/ A/ P/
26/06/2019 Kontak KU: TSB Penurunan kesadaran IVFD: I Kalbiven / 24 jam
(-) Kes: GCS ec SNH total MCA IVFD : I NaCl 500cc / 24 jam
E1M2VX dengan edema serebri Diet: SV 6x150 cc
TD: 155/73
luas MM/:
N: 85x
Hipertensi Grade II - Morepenem 1gr/8jam
RR: 24x
AF NVR (Atrial - Levofloxacin inj. 1x750mg
S: 37.5 C
Fibrilasi Normo - Citicolin 2x500mg
Pupil Anisokor Ventricular Respons) - Ranitidine 2x50mg
2mm/4mm, Pneumonia - M20 4x200
RCL/RCTL-/- DMT2 - Captopril 3x25mg
Thorax: - KSR 3x1 tab
BND - As.Folat 3x1 tab
bronkovesikuler
- Allopurinol 1x1 tab
Rhonki +/+,
- Glikuidon 1x30mg
Wheezing -/-
- Simvastatin tab 1x20mg
Ekstremitas:
- Miniaspi 1x80mg
Edema
ekstremitas atas
- Sucralfat syr 3x1c
Tanggal S/ O/ A/ P/
27/06/2019 Kontak KU: TSB Penurunan kesadaran ec IVFD: I Kalbiven / 24 jam
(-) Kes:GCS SNH total MCA dengan IVFD : I NaCl 500cc / 24 jam
E1M1VX edema serebri luas Diet: SV 6x150 cc
TD: 179/77
Hipertensi Grade II MM/:
N: 106x
AF NVR (Atrial - Morepenem 1gr/8jam
RR: 14x
Fibrilasi Normo - Levofloxacin inj. 1x750mg
S: 36.8 C
Pupil Ventricular Respons) - Citicolin 2x500mg
Anisokor Pneumonia - Ranitidine 2x50mg
2mm/4mm, DMT2 - M20 3x200
RCL/RCTL-/- - Transamin 3x500mg
Thorax: - Vit.K 3x1 amp
BND bronkial - Cefotaxime 2x1gr
Rhonki +/+,
- Captopril 3x25mg
Wheezing -/-
- KSR 3x1 tab
Ekstremitas:
- As.Folat 3x1 tab
Edema
- Allopurinol 1x1 tab
ekstremitas
- Glikuidon 1x30mg
atas +/+
Lab: - Simvastatin tab 1x20mg
Cairan - Miniaspi 1x80mg
Intake:6850cc - Sucralfat syr 3x1c
Output - Acetylsistein 3x200mg
Urine: 5100cc - Phenitoin 3x100mg
IWL:750cc - Simarc 1x1
Cairan
- Paracetamol 3x1tab
Lambung:
300cc
Balance cairan
:+700cc
Follow Up Hari Ke-9 ICU
Tanggal S/ O/ A/ P/
28/06/2019 Meninggal
Pukul
02.15
Kesan :
- Lesi hipodens pada centrum semiovale dan corona radiate dextra . DX:
CVD infark centrum semiovale dan corona radiate dextra
- Sulcus cerebri tampak prominent. DX : Brain Atrophy
Kesan :
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono M, Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat:
Jakarta, hal:269-70
2. Ropper AH and Brown RH. 2005. Adam’s and Victor Principles of
Neurology. Eight Edition. McGraw-Hill Medical Publishing Divission:
New York, pp 660-63.
3. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence.Acute ischemic
stroke. BMJ 2000; 320: 692-6
4. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum
tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology
edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal
81-102
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi
Klinis editor Harsono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 71-
78.
6. Wilkinson I, Graham L. 2005. Essential Neurology. Fourth Edition. Main
Street, Malden, Massachusetts, USA: Blackwell Publishing Ltd, pp 25-6.
7. Warlow CP. 1997. Stroke a Practical Guide management.1st ed. Blackwell
science, pp. 190-202.
8. Gilroy J. 2000. Cerebrovasculer Disease. In: Basic Neurology. 3rd ed.
International edition. McGraw-Hill Health Professional Division: New
York, pp. 225-278.
9. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian
Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.Hal 1-48.
10. Gonzales RG. Imaging-guided acute ischemic stroke theraphy: from time is
brain to physiology is brain. AJNR Am J Neuroradiol 2006; 27: 728-35.
11. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian
Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-
51.
12. Prince, A. Sylvia and Wilson, Lorraine. 1995. Penyakit serebrovaskular
dalam patofisiologi edisi 6 editor Hartanto H et al. EGC, Jakarta. Hal 1105-
1130
13. Jamal, F. 2002 . Anestesi pada gangguan neurologi non trauma . Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala . vol 2 . p 105-19