Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

INFARK CEREBRI LUAS

Pembimbing :
dr. Robert Sirait, Sp An
Disusun oleh :
Cut Fadmala Cory A (1765050169)
Emirizal Anakito Surya (1865050029)
Nathaline Pepayocha Bangun (1965050050)

KEPANITERAAN ILMU ANASTESI


PERIODE 16 JUNI – 20 JULI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit yang disebabkan oleh lesi vaskuler di susunan saraf adalah


penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker dalam data
urutan penyebab kematian di Amerika Serikat. Insiden setiap tahunnya terjadi kira-
kira 700.000 kasus stroke, dimana lesi iskemik sekitar 600.000 dan 100.000
disebabkan oleh hemoragik intraserebral atau subarachnoid dengan fasilitasnya
sebanyak 175.000 dari kasus tersebut.1,2 Sebagai masalah kesehatan masyarakat,
penyakit tersebut merupakan juga penyebab utama cacat menahun.1 Menurut
WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal
maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih
dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain
daripada gangguan vaskular.3,4

Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya, stroke dapat


diklasifikasikan atas:
1. Stroke Iskemik/infark
- Transient Ischemic Attack (TIA)
- Trombosis Arteri
- Emboli Serebri
2. Stroke hemoragik
- Perdarahan Intra Serebral (PIS)
- Perdarahan Sub Arachnoid (PSA). 5

Lesi vaskuler regional sebagian besar disebabkan oleh proses oklusi pada lumen
arteri serebri. Sebagian lainnya disebabkan oleh pecahnya vaskuler.1 Infark otak-
kematian neuron, glia, dan vaskuler disebabkan oleh tiadanya oksigen atau nutrien
atau terganggunya metabolisme. Paling sering dijumpai penyebab infark otak
tersebut adalah infark iskemik yang menyebabkan terjadinya hipoksia sekunder,
terganggunya nutrisi seluler, dan kematian batang otak.5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infark Serebri


2.1.1 Definisi

Infark Cerebri adalah Pembentukan daerah nekrosis di otak yang


disebabkan oleh iskemia yang berkepanjangan. Pertama kali yang terjadi jika otak
mengalami kekurangan aliran darah adalah iskemik, yang mana terjadi kehilangan
fungsi yang reversible. Selain itu, jika berkurangnya aliran darah otak yang berat
atau lama, akan mengakibatkan infark dengan kematian sel otak yang permanen.6
Infark serebri adalah kematian neuron-neuron, sel glia dan sistem pembuluh darah
yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dan nutrisi. Berdasarkan penyebabnya
infark dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Infark anoksik, disebabkan dari kekurangan oksigen, walaupun aliran
darahnya normal, misalnya asfiksia (gangguan pernapasan)
2. Infark hipoglikemik, terjadi bila kadar glukosa darah di bawah batas kritis
untuk waktu yang lama, misalnya koma hipoglikemik.
3.
Infark iskemik, terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen dan nutrisi.5

Figure 1. Diffusion-weighted image (DWI) showing a large right middle cerebral artery infarction (left) and the
corresponding magentic resonance angiogram (right) demonstrating that the vessel is occluded at its proximal
portion. The DWI bright signal changes are evident well before alterations are seen in the CT or MRI. 2
2.1.2 Epidemiologi

Menurut Warlow, dari penelitian pada populasi masyarakat infark


aterotrombotik merupakan penyebab stroke paling sering terjadi, yaitu ditemukan
pada 50% penderita aterotrombotik bervariasi antara 14-40%. Infark
aterotrombotik terjadi akibat adanya proses aterotrobotik pada arteri ekstra dan
intrakranial.7

2.1.3 Etiologi
Disamping emboli, infark iskemik disebabkan oleh (a) aterotrombotik
aortokranial, (b) hipotensi berat dalam waktu lama, (c) vasospasme yang dapat
disebabkan oleh migren, ensefalopati hipertensif, atau pecahnya aneurisma
intrakranial. Penyebab yang lebih jarang adalah arteritis, kompresi otak dengan
iskemia sekunder, oklusi vena, atau abnormalitas di dalam darah.5

Dua penyebab utama dari infark serebri ini, yaitu thrombosis dan emboli.

- Trombosis serebri
Banyak kasus infark serebri terjadi setelah thrombosis dan oklusi pembuluh
darah yang mengalami aterosklerotik. Thrombosis serebri terjadi pada individu
yang mempunyai satu atau lebih faktor risiko yang mempercepat timbulnya
aterosklerosis. Penyakit ini juga terjadi sebagai komplikasi penyakit lain,
contohnya arteritis pada arteri serebri (servikal) atau kelainan koagulasi.

- Emboli serebri

Emboli serebri umumnya terjadi pada arteri serebri media. Emboli yang
berasal dari atau melewati jantung mempunyai kemungkinan besar masuk ke arteri
karotis komunis daripada arteri vertebralis. Emboli pada arteri karotis komunis
cenderung masuk ke arteri karotis interna dan terus masuk ke arteri serebri media
yang merupakan cabang paling besar dari arteri karotis interna dan secara anatomik
merupakan kelanjutan dari arteri karotis interna tersebut.8
Penyebab emboli otak pada umumnya berhubungan dengan kelainan
kardiovaskuler antara lain :

a. Fibrilasi atrial

b. Penyakit katub jantung

c. Infark miokard

d. Penyakit jantung rematik

e. Lepasnya plak aterosklerosis pembuluh darah besar intra / ekstra

cranial

3. Pengurangan perfusi sistemik umum

Pengurangan perfusi sistemik bisa mengakibatkan iskemik. Pengurangan perfusi ini


dapat disebabkan karena :

a. Kegagalan pompa jantung

b. Proses perdarahan yang masif

c. Hipovolemik

2.1.4 Patofisiologi
Sekitar 80% kasus dari kasus stroke disebabkan oleh penyumbatan
pembuluh darah. Penyumbatan sistem arteri umumnya disebabkan oleh
terbentuknya trombus pada ateromatous plaque pada bifurkasi dari arteri karotis.9
Hal tersebut berhubungan erat dengan aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan
arteriosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara:4
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom
c. Terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek.4
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Jika
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel hingga nekrosis beberapa jam
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.9
Edem glia akan timbul disekitar daerah iskemi, karena berlebihannya H+
dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi
air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini disebut dengan iskemik penumbra.4

Gambar 2. Iskemik penumbra 10


Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi
kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah
tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini
akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang
terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal
kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang
mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya,
sehingga terjadilah lingkaran setan.11
Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu
charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak
molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan
terjadilah influks kalsium.11

Pada dasarnya terjadinya infark cerebri meliputi dua proses yang saling
terkait, yaitu:

1. Perubahan vaskuler, hematologik atau kardiologik yang


menyebabkan terjadinya kekurangan aliran darah ke bagian otak yang
terserang.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak
• Keadaan pembuluh darah, menyempit akibat stenosis atau ateroma
maupun tersumbat oleh trombus/embolus
• Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat (polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,
anemia yang berat menyebabkan oksigenasi ke otak menurun
• Kelainan jantung, menyebabkan menurunnya curah jantung, dan
lepasnya embolus dari jantung yang dapat menimbulkan iskemia otak
• Tekanan perfusi yang sangat menurun akibat sumbatan di proksimal
pembuluh arteri cerebri, seperti sumbatan pada arteri karotis, atau
vertebrobasiler
Infark cerebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood
Flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat
dan durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan
dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik,
maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi
neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat,
kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.

2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemia hingga
terjadi nekrosis sel neuron, glia dan sel otak yang lain.
Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai
penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat
reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal. Ion kalium yang meninggi di
ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga
mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang
mengalami iskemia akan melepaskan glutamat dan aspartat yang menyebabkan
influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran
fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat.
Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi
trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi
trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam
keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini
terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan
radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah
itu sel membengkak (edema seluler).

Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan


kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik
terjadi apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan
glikolisis dalam keadaan iskemia.
2.1.5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang paling umum adalah defisit neurologik yang
progresif. Pemburukan situasi secara bertahap terjadi pada sepertiga jumlah
penderita., duapertiga lainnya muncul sebagai transient ischemic attack (TIA) yang
kemudian berkembang mejadi defisit neurologik menetap.5
Defisit neurologik pada infark otak biasanya mencapai maksimum dalam
24 jam pertama. Usia lanjut, hipertensi, koma, komplikasi kardiorespirasi, hipoksia,
hiperkapnia, dan hiperventilasi neurogenik merupakan faktor prognosis yang tidak
menggembirakan. Infark di wilayah arteri serebri media dapat menimbulkan edema
masif dengan herniasi otak; hal demikian ini biasanya terjadi dalam waktu 72 jam
pertama pasca-infark.5
Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah otak
dapat dihubungkan dengan tanda serta gejala di bawah ini :
1. Arteri vertebralis 4
a. Hemiplegi alternan
b. Hemiplegi ataksik
2. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior ; gejala-gejalanya biasanya
unilateral). Lokasi lesi yang paling sering adalah pada bifurkasio arteria
karotis komunis menjadi arteria karotis interna dan eksterna. Gejala-gejala
yaitu 4:
e. Buta mutlak sisi ipsilateral
f. Hemiparese kontralateral
3. Arteri Basilaris 4
a. Tetraplegi
b. Gangguan kesadaran
c. Gangguan pupil
d. Kebutaan
e. Vertigo
4. Arteria serebri anterior (gejala primernya adalah perasaan kacau)12
a. Kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkai. Lengan bagian
proksimal mungkin ikut terserang. Gerakan voluntar pada tungkai
terganggu.
b. Gangguan sensorik kontralateral.
c. Demensia, refleks mencengkeram dan refleks patologis
5. Arteria serebri posterior (dalam lobus mesencepalon atau talamus)12
a. Koma.
b. Hemiparesis kontralateral.
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia).
d. Kelumpuhan saraf otak ketiga – hemianopsia, koreoatetosis.
6. Arteria serebri media12
a. Monoparesis atau hemiparesis kontralateral (biasanya mengenai
tangan).
b. Kadang-kadang hemianopsia kontralateral (kebutaan).
c. Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena) ; gangguan
semua fungsi yang ada hubungannya dengan percakapan dan
komunikasi.
d. Disfagia.

2.1.6. Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil:
1. Penemuan klinis
- Anamnesis :
a. Terutama terjadinya keluhan / gejala defisit neurologi yang
mendadak
b. Tanpa trauma kepala
c. Adanya faktor resiko GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak)
- Pemeriksaan Fisik
a. Adanya defisit neurologi fokal
b. Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)
c. Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya
d. Pemeriksaan penunjang
- Stroke dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan :
1. CT Scan dan MRI
CT scan kepala non kontras baik digunakan untuk membedakan
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena
pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik
sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari infark dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan
stroke (hematoma, neoplasma, abses).

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika
setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke.
Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular
ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-white matter.

Gambar 3. CT Scan Stroke iskemik


Untuk menetapkan secara pasti letak dan kausa dari stroke. CT scan
menunjukkan gambaran hipodens.

2. Ekokardiografi
Pada dugaan adanya tromboemboli kardiak (transtorakal, atau
transesofageal)
3. Ultrasound scan arteri karotis
Bila diduga adanya ateroma pada arteri karotis. Disini dipakai
prinsip doppler untuk menghasilkan continuous wave untuk
mendeteksi derajat stenosis secara akurat, serta juga pulsed
ultrasound device yang dikaitkan dengan scanner (duplex scan)
4. Intra arterial digital substraction angiografi
Bila pada ultrasound scan terdapat stenosis berat
5. Transcranial Doppler
Dapat untuk melihat sejauh mana anastomosis membantu daerah
yang tersumbat
6. Pemeriksaan darah lengkap
Perlu untuk mencari kelainan pada cairan darah sendiri. 4

2.1.7. Penatalaksanaan
Target managemen pada infark akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.
Pengobatan secara umum
1. Pertahankan saluran pernafasan yang baik
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek
samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi
otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula
diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus
mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa
gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi
jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.
b. Circulation
Pasien dengan infark akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan
jantung. Pasien ini berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan
peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke.
2. Pertahankan tekanan darah yang cukup, untuk itu evaluasi fungsi jantung
dan organ vital lain
3. Pertahankan milieu intern, yaitu kualitas darah cairan dan elektrolit, protein
darah, dan keseimbangan asam basa yang baik
4. Pertahankan bladder dan rectum
5. Hindarkan berlangsungnya febris, dan pemakaian glukosa dalam nutrisi
parenteral. 9

Pengobatan pada infark otak


1. Tahap akut
Dua kesempatan yang harus dimanfaatkan yaitu jendela reperfusi dan
jendela terapi (therapeutic window).5 Apabila sasaran dari terapi stroke akut
adalah daerah inti dari iskemi yaitu daerah dimana neuron mengalami
kekurangan oksigen dan depat mati, maka hanya terapi yang cepat dan efektif
yang dapat mengembalikan sumbaan aliran darah dan meningkatkan aliran
sebelum sel mengalami rusak yang ireversibel. Pada daerah penumbra iskemik,
aliran darah secara bertahap menurun. Daerah penumbra merupakan sasaran
terapi yang menjanjikan karena periode jendela terapi yang beberapa jam.13
1. Memberi aliran darah kembali pada bagian otak tersebut. 9,13
a. Membuka sumbatan
Trombolisis dengan streptokinase atau urikinase, keduanya merubah
sirkulasi plasminogen menjadi plasmin. Jadi timbul systemic lytic
state, serta dapat menimbulkan bahaya infark hemoragik
Fibrinolisis local dengan tissue plasminogen activator, disini hanya
terjadi fibrinolisis local yang amat singkat.
b. Menghilangkan vasokonstriksi
Calcium channel blocker, agar diberikan dalam 3 jam pertama dan
belum ada edema otak (GCS >12)
c. Mengurangi viskositas darah
Hemodilusi; mengubah hemoreologi darah : pentoxyfilin
d. Menambah pengiriman oksigen
Perfluorocarbon, oksigen hiperbarik
e. Mengurangi edema : Manitol

2. Mencegah kerusakan sel yang iskemik.9,13


a. Mengurangi kebutuhan oksigen: hipotermi, barbiturat
b. Menghambat pelepasan glutamat, dengan merangsang reseptor
adenosine dari neuron; mengurangi produksi glutamate dengan
methionin
c. Mengurangi akibat glutamate
NMDA blocker pada iskemia regional
AMPA blocker pada iskemia global yang sering disertai asidosis
d. Inhibisi enzim yang keluar dari neuron seperti enzim protein kinase
C yang melarutkan membrane sel dapat diinhibisi dengan
ganglioside GM1
e. Menetralisir radikal bebas dengan vitamin C, vitamin E, superoxide
dismutase seperti 2-1 aminosteroid (lazeroid) akan memperpanjang
half life dari endothelial derived relaxing factor.
f. Mengurangi produksi laktat : turunkan gula darah sampai normal
g. Mengurangi efek brain endorphine : naloxone
3. Memulihkan sel yang masih baik
Metabolic activator seperti citicholin, piracetam, piritinol bekerja dalam
bidang ini
4. Menghilangkan sedapat mungkin semua faktor resiko yang ada
5. Pengobatan penyebab stroke
Kalau terbentuk trombus pada aliran darah cepat, dan trombus ini melewati
permukan kasar seperti plaque arteria maka akan terbentuk white clot
(gumpalan platelet dengan fibrin). Obat yang bermanfaat adalah aspirin
untuk mengurangi agregasi platelet ditambah tiklodipin untuk mengurangi
daya pelekatan dari fibrin. Memberi aliran darah kembali pada bagian otak
tersebut. 9,13

2. Fase Pasca Akut


Pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan
pencegahan terulangnya stroke.4
o Rehabilitasi Upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi.4
o Prinsip dasar rehabilitasi:11
 Mulailah rehabilitasi sedini mungkin
 Harus sistematik
 Meningkat secara bertahap
 Pakailah bentuk rehabilitasi yang spesifik untuk defisit
penderita
o Terapi preventif
Pencegahan Primer, untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu:11
 Mengatur tekanan darah baik sistoli maupun diastolik
 Mengurangi makan asam lemak jenuh
 Berhenti merokok
 Minum aspirin dua hari sekali, 300 mg/hari, pada :
o Individu dengan anamnesis keluarga dengan penyakit
vaskuler
o Umur lebih dari 50 tahun
o Tidak ada ulkus lambung
o Tidak ada penyakit mudah berdarah
o Tidak ada alergi aspirin
o Penggunaan aspirin setelah mengalami TIA, dapat
mengurangi kematian dan dapat meningkatkan
kemungkinan untuk sembuh.3
o Pencegahan sekunder
Hipertensi diturunkan melalui:11
 Minum obat anti hipertensi
 Mengurangi berat badan
 Mengurangi natrium dan menaikkan kalium
 Olahraga
 Jangan minum amfetamin
 Turunkan kadar kolesterol yang meningkat
 Mengurangi natrium makanan dan meningkatkan intake
kalium melalui sayur dan buah-buahan
 Mengurangi obesitas
 Mengurangi minum alkohol
 Mengurangi isap rokok
 Mengurangi kadar gula darah pada penderita DM.
 Mengontrol penyakit jantung
 Olahraga
 Mengurangi hematokrit kalau meningkat
Mengurangi trombositosis dengan aspirin.

Evaluasi Penderita Stroke


Skala-skala yang digunakan untuk melihat kemajuan penderita stroke adalah
Mathew scale dan Canadian scale.
(1) Mathew scale
Skala ini digunakan di Eropa. Yang diperiksa adalah :
 Mentation : kesadaran, orientasi, bicara (speech)
 Saraf cranial
 Kemampuan motorik
 Kemampuan sensibilitas
 Disability
(2) Canadian scale
Skala ini terutama digunakan di Amerika. Lebih sederhana dan lebih mudah
digunakan, karena hanya memeriksa apa yang penting pada penderita stroke,
yaitu :
 Mental : kesadaran, orientasi, bicara (speech)
 Fungsi motorik
Penderita yang akan keluar dari rumah sakit, harus diperiksa dengan
menggunakan Barthel Index. Yang dinilai adalah :
 Apakah penderita dapat bangun dari tempat tidur dan berjalan ke WC.
 Apakah penderita dapat mengenakan pakaian.
 Apakah penderita dapat memakai perhiasan/make up (untuk wanita),
atau mencukur jenggot (untuk laki-laki).
 Apakah penderita dapat mandi sendiri.
 Apakah penderita dapat makan.
 Apakah penderita dapat berjalan.
 Apakah penderita dapat naik tangga.
Di Indonesia yang paling sulit adalah mandi sendiri dan naik tangga. 11

2.1.8. Prognosis
Pilihnya fungsi neural dapat terjadi 2 minggu pasca-infark dan pada akhir
minggu ke 8 akan dicapai pemulihan maksimum. Kematian meliputi 20% dalam
satu bulan pertama. Kemungkinan untuk hidup jelas lebih baik pada kasus infark
otak daripada perdarahan. Tetapi kecacatan akan lebih berat pada infark otak karena
perdarahan akan mengalami resolusi dan meninggalkan jaringan otak dalam
keadaan utuh. Sementara itu infark merusak neuron-neuron yang terkena.5

2.2 Manajemen Anestesi pada Stroke Iskemik


2.2.1 Preoperatif
Belum ada kesepakatan mengenai periode waktu yang aman bagi pasien
untuk dilakukan anestesi setelah mengalami stroke. Gangguan aliran darah regional
dan laju metabolism otak umumnya membaik setelah 2 minggu. Perubahan respon
terhadap karbondioksida dan perbaikan sawar darah otak memerlukan waktu lebih
dari 4 minggu. Hampir sebagian besar klinisi menunda prosedur elektif minimal 6-
36 minggu pasca stroke.
Pasien dengan TIA mengalami gangguan saraf kurang dari 24 jam, dan tidak
menderita gangguan neurologis residual. Serangan ini diduga karena adanya emboli
dari agregasi fibrin-trombosit atau debris aterom yang berasal dari plak pada
pembuluh darah intracranial. PAsien dengan TIA memiliki 30-40% kemungkinan
untuk menderita stroke trombotik dalam 5 tahun, dengan sebagian besar (50%)
terjadi pada tahun pertama. Pasien dengan TIA harus mendapatkan pemeriksaan
yang adekuat .

2.2.2 Intraoperatif
Tidak ada teknik anestesi yang superior pada pasien-pasien yang mengalami
stroke. Tekanan darah harus dipertahankan sesuai atau sedikit lebih tinggi dengan
tekanan darah normal karena adanya pergeseran ke kanan dari autoregulasi serebal.
Penggunaan vasopressor harus dilakukan dengan hati-hati agr tidak terjadi iskemi
miokard. Vasodilator dapat diberikan saat stimulasi yang besar dan saat
pengakhiran anestesi. Penggunaan pelumpuh otot mempermudah pengaturan
kedalaman anestesi. Penggunaan monitor neuromuscular pada sisi ektremitas yang
paresis dapat menyebabkan overdosis pelumpuh otot. Suksinil kolin harus dihindari
terutama pada pasien dengan riwayat kejang karena dapat menimbulkan
hyperkalemia.
2.2.3 Terapi Hipertensi intracranial dan edema serebri
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya. Gangguan metabolic
dikoreksi, intevensi operatif dilakukan bila mungkin. Edema vasogenik terutama
yang berhubungan dengan tumor berespon baik terhadap kortikosteroid
(dexamethasone). Tanpa melihat penyebabnya, retriksi cairan, obat-obatan diuresis
osmotic, dan loop diuretic umumnya efektif untuk menurunkan TIK dan mengatasi
edema otak sementara sampai terapi definitive diberikan. HIperventilasi sedang
(PaCO2 25-30 mmHg) sangat membantu dalam menurunkan ADO (Aliran Darah
Otak) dan menormalkan TIK. Manitol dengan dosisi 0.25-0.5 g/kgBB efektif untuk
menurunkan TIK dengan cara meningkatkan osmolalitas serum.
2.2.4 Efek obat anestesi pada metabolism otak
BAB III
PRESENTASI KASUS

No. MR : 00. 00. 57.03


Nama : Ny. R H
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 14/07/1934
Usia : 84 tahun
Agama : Kristen
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat :
DPJP : dr. Abitmer Gultom , Sp.OG

Follow up IGD (20/06/2019)

Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD dengan rujukan dari RS Meilia Cibubur setelah sebelumnya
±3 jam SMRS ditemukan tidak sadarkan diri di rumah, terjatuh dan kepala
terbentur keramik kamar mandi. Sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala , mual
muntah (-) , demam (-), pandangan kabur (-), tersedak (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mempunyai riwayat hipertensi kurang lebih 5 tahun terakhir
Pasien mempunyai riwayat hipertiroid

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat Kebiasaan Pasien


-
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : (GCS E2M3Vett)
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Frek. Nadi : 120x/menit
Frek. Napas : 40 x/menit
Suhu : 37,3 C
Mata : CA -/-, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+
Leher : KGB tidak membesar, JVP tidak distensi
Thorax
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vocal fremitus simetris
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : BND vesikuler, Rh +/+, Wh -/-. BJ I & II reguler,murmur (-)
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : BU (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2", edema -/-//-/-

Pemeriksaan Lab (20/06/2019)


Hb : 10.9 g/Dl Urinalisis Lengkap:
-
Leukosit : 12.6 ribu/uL Analisis Gas Darah:
Ht : 33% pH: 7.44 mmHg
Trombosit : 243 ribu/ul pO2: 90 mmHg
Natrium : 148 mmol/L pCO2 : 34.8 mmHg
Kalium: 3.8 mmol/L Saturasi: 96,7
Clorida: 104 mmol/L Base Excess : -0.4
Ureum darah : 49 mg/dl mmol/L
HCO3: 23,9 mmol/L
TCO2: 25 mmol/L
Creatinin darah : 0.75 GDS : 127 mg/dl
mg/dl

Ro. Thorax
Kesan :
- Kardiomegali (LV)
- Pneumonia bilateral

EKG
Kesan : Right Ventrikel Hypertrophy

Diagnosis
1. Penurunan kesadaran & Hemiparese Dextra ec SNH
2. HT grade II

Tatalaksana
 IVFD : I RL / 24 jam
 Diet : SV 6x150 cc dengan menggunakan NGT
 Terpasang ETT dengan bagging
 Terpasang Dwelling Catheter
 Medikamentosa:
1. Levofloxacin 1x750 mg
2. Citicolin 2x500 g (IV)
3. Captopril 2x12.5 g (PO)
4. Ranitidine 2x1amp (IV)
Follow Up Hari ke-1 ICU
Tanggal S/ O/ A/ P/
20/06/2019 Kontak (+) KU: TSB  Penurunan kesadaran &  IVFD (Intra Venous Fluid Drop):
GCS: Hemiparese Dextra ec I Nacl per 24 jam
E2M4VX SNH  Diet: SV 6x100 cc
Kes: sopor
 Hipertensi Grade II  MM/:
TD: 147/71
- Sp. Furosemid 10mg/jam
N: 96x
- Levofloxacin inj. 1x750mg
RR: 10x (on
venti) - Lovanox 2x0,4 cc

S: 36.7C - Citicolin 2x10g


- Ranitidine 2x1
Pupil Isokor - Captopril 3x12.5 mg
2mm/2mm,
RCL/RCTL
+/+
Thorax:
BND
vesikuler
Rhonki +/+
basal paru,
Wheezing -/-
Ekstremitas:
Edema
tungkai-/-
:
Lab:
Analisis Gas
Darah
1. Ph: 7.44
2. pco2: 34.8
3. PO2: 90
4. Saturasi O2:
96.7%
5.Base
Excess: -0.4
6. HCO3: 23.9
7. TCO2: 25
GDS: 127
Na:148
K: 3.8
Cl 109
Ur: 49
Cr:0.75

Follow Up Hari ke- 2 ICU


Tanggal S/ O/ A/ P/
21/06/2019 Kontak (+) KU: TSB  Penurunan kesadaran &  IVFD (Intra Venous Fluid Drop):
GCS: Hemiparese Dextra ec I NaCl 500cc per 24 jam
E2M4VX SNH  Diet: SV 6x100 cc
Kes: sopor
 Hipertensi Grade II  MM/:
TD: 130/70
- Sp. Furosemid 10mg/jam
N: 92x
- Levofloxacin inj. 1x750mg
RR: 10x (on
venti) - Lovenox 2x0,4 cc

S: 36.7C - Citicolin 2x500mg


- Ranitidine 2x50mg
Pupil Isokor - Captopril 3x12.5 mg
3mm/3mm, - Methformin tab 3x500mg
RCL/RCTL - Bisoprolol 1x2.5 mg
+/+

Thorax:
BND
vesikuler
Rhonki -/-,
Wheezing -/-
Ekstremitas:
Edema
tungkai-/-
:
Lab:
CPK : 149
CK-MB : 45
(naik)
Trop-T :
Negatif
Cairan
Intake:1350 cc
Output
Urine: 1300 cc
IWL:300cc
Balance cairan
:-250 cc
Follow Up Hari Ke-3 ICU

Tanggal S/ O/ A/ P/
22/06/2019 Kontak (+) KU: TSB  Penurunan kesadaran &  IVFD: NaCl 500cc/24 jam
GCS: Hemiparese Dextra ec  IVFD : Futrolit 1 kolf/24 jam
E3M4VX SNH  Diet: SV 6x150 cc
Kes:
 Hipertensi Grade II  MM/:
somnolen
 AF NVR (Atrial - Morepenem 1gr/8jam
TD: 115/50
Fibrilasi Normo - Levofloxacin inj. 1x750mg
N: 80x
RR: 10x (On Ventricular Respons) - Lovenox 2x0,4 cc
venti)  Hiperurisemia - Citicolin 2x500mg
S: 36.7C  DMT2 - Ranitidine 2x50mg
- Captopril 3x25mg
Pupil Isokor - Zink 1x20mg
3mm/3mm, - Metylprednisolon 2x125mg
RCL/RCTL
(tap off/hari)
+/+
- KSR 3x1 tab
- As.Folat 3x1 tab
Thorax:
- Allopurinol 1x1 tab
BND
- Glikuidon 1x30mg
vesikuler
Rhonki -/- - Miniaspi 1x80 mg
wheezing -/- - Digoxin tab 1x0.25 mg
Ekstremitas: - Furosemid 1x1
Edema - Bisoprolol 1x2.5mg
tungkai-/- - Methformin 3x500mg
:
Lab:
GDP: 138
Urinalisa:
Warna :
Kuning
BJ : 1.015
pH: 6.0
Blood: +1
Protein:+2
Eritrosit: 10-
15
Cairan
Intake:3752 cc
Output
Urine: 2450 cc
IWL:750cc
Balance cairan
: +252cc

Follow Up Hari Ke-4 ICU

Tanggal S/ O/ A/ P/
23/06/2019 Kontak (-) KU: TSB  Penurunan kesadaran &  IVFD: NaCl 500cc/24 jam
GCS: Hemiparese Dextra ec  IVFD : Futrolit 1 kolf/24 jam
E3M4VX SNH  Diet: SV 6x150 cc
Kes:
 Hipertensi Grade II  MM/:
Somnolen
 AF NVR (Atrial - Morepenem 1gr/8jam
TD: 168/96
Fibrilasi Normo - Levofloxacin inj. 1x750mg
N: 79x
RR: 10x (on Ventricular Respons) - Lovenox 2x0,4 cc
venti)  Hiperurisemia - Citicolin 2x500mg
S: 37.5C  DMT2 - Ranitidine 2x50mg
- Captopril 3x25mg
Pupil Isokor - Metylprednisolon 1x125mg
3mm/3mm, (tap off/hari)
RCL/RCTL - KSR 3x1 tab
+/+
- As.Folat 3x1 tab
- Allopurinol 1x1 tab
Thorax:
- Glikuidon 1x30mg
BND
- Digoxin tab 1x0.25 mg
vesikuler
Rhonki +/+
- Sp Furosemid 1x1

wheezing -/- - Bisoprolol 1x2.5mg


Ekstremitas: - Methformin 3x500mg
Edema
tungkai-/-
:
Lab:
Kimia Klinik
Kolesterol
LDL :82
Kolesterol
HDL : 37
Trigliserida :
103

Cairan
Intake:3200cc
Output
Urine: 1700c
IWL:750cc
BAB: 100cc
Balance cairan
:+650 cc
Follow Up Hari Ke-5 ICU
Tanggal S/ O/ A/ P/
24/06/2019 Kontak KU: TSB  Penurunan kesadaran &  IVFD: NaCl 500cc/24 jam
(perburukan) minimal , GCS: Hemiparese Dextra ec  IVFD : Futrolit 1 kolf/24 jam
hanya E1M2SVX SNH  Diet: SV 6x150 cc
dengan Kes: Sopor
 Hipertensi Grade II  MM/:
rangsang TD: 144/54
 AF NVR (Atrial - Morepenem 1gr/8jam
nyeri N: 54x
Fibrilasi Normo - Levofloxacin inj. 1x750mg
RR: 10x (on
venti) Ventricular Respons) - Citicolin 2x500mg
S: 37.4C  Pneumonia - Ranitidine 2x50mg
 DMT2 - Captopril 3x25mg
Pupil - KSR 3x1 tab
Anisokor - As.Folat 3x1 tab
2mm/4mm, - Allopurinol 1x1 tab
RCL/RCTL-/-
- Glikuidon 1x30mg
Thorax:
- Sp Furosemid
BND
- M20 4x200
vesikuler
Rhonki -/-
wheezing -/-
Ekstremitas:
Edema
tungkai-/-
:
Lab:
Elektrolit
Na: 137
K; 3.4
Cl: 95
Hematologi
Hb: 12.0
Leukosit: 8.6
Hematokrit:
36
Trombosit:
131
Cairan
Intake:3010 cc
Output
Urine: 2950cc
IWL:750cc
Balance cairan
:-690 cc

Follow Up Hari Ke-6 ICU


Tanggal S/ O/ A/ P/
25/06/2019 Kontak KU: TSB  Penurunan kesadaran ec  IVFD: NaCl 500cc/24 jam
(-) Kes: GCS SNH total MCA  IVFD : Futrolit 1 kolf/24 jam
E1M3VX (Medial Cerebri Artery)  Diet: SV 6x150 cc
TD: 96/50
dengan edema serebri  MM/:
N: 72x
luas - Morepenem 1gr/8jam
RR: 20x
 Hipertensi Grade II - Levofloxacin inj. 1x750mg
S: 37.5 C
 AF NVR (Atrial - Lovenox 2x0,4 cc
Pupil Fibrilasi Normo - Citicolin 2x500mg
Anisokor Ventricular Respons) - Ranitidine 2x50mg
2mm/4mm,  Pneumonia - Captopril 3x25mg
RCL/RCTL-/-  DMT2 - KSR 3x1 tab
- As.Folat 3x1 tab
Thorax:
- Allopurinol 1x1 tab
BND
- Glikuidon 1x30mg
vesikuler
- Simvastatin tab 1x20mg
Rhonki -/-,
Wheezing -/-
Ekstremitas:
Edema
ekstremitas
atas +/+

Lab:
Analisis Gas
Darah
1. Ph: 7.55
2. pco2: 35
3. PO2: 213
4. Saturasi O2:
99.8%
5.Base
Excess: 9.4
6. HCO3: 31.3
7. TCO2: 32.4
Elektrolit
Na: 146
K; 3.5
Cl: 99
GDS : 153
UR: 81
CR : 0.91
Cairan
Intake: 5362cc
Output
Urine: 6500cc
IWL:750cc
Balance cairan
:-1888 cc
Follow Up Hari Ke-7 ICU

Tanggal S/ O/ A/ P/
26/06/2019 Kontak KU: TSB  Penurunan kesadaran  IVFD: I Kalbiven / 24 jam
(-) Kes: GCS ec SNH total MCA  IVFD : I NaCl 500cc / 24 jam
E1M2VX dengan edema serebri  Diet: SV 6x150 cc
TD: 155/73
luas  MM/:
N: 85x
 Hipertensi Grade II - Morepenem 1gr/8jam
RR: 24x
 AF NVR (Atrial - Levofloxacin inj. 1x750mg
S: 37.5 C
Fibrilasi Normo - Citicolin 2x500mg
Pupil Anisokor Ventricular Respons) - Ranitidine 2x50mg
2mm/4mm,  Pneumonia - M20 4x200
RCL/RCTL-/-  DMT2 - Captopril 3x25mg
Thorax: - KSR 3x1 tab
BND - As.Folat 3x1 tab
bronkovesikuler
- Allopurinol 1x1 tab
Rhonki +/+,
- Glikuidon 1x30mg
Wheezing -/-
- Simvastatin tab 1x20mg
Ekstremitas:
- Miniaspi 1x80mg
Edema
ekstremitas atas
- Sucralfat syr 3x1c

+/+ - Acetylsistein 3x200mg


- Phenitoin 3x100mg
Lab: - Simarc 1x1
Cairan - Paracetamol 3x1tab
Intake: 6041 cc
Output
Urine: 4800cc
IWL:750cc
Balance cairan
:+491cc
Follow Up Hari Ke-8 ICU

Tanggal S/ O/ A/ P/
27/06/2019 Kontak KU: TSB  Penurunan kesadaran ec  IVFD: I Kalbiven / 24 jam
(-) Kes:GCS SNH total MCA dengan  IVFD : I NaCl 500cc / 24 jam
E1M1VX edema serebri luas  Diet: SV 6x150 cc
TD: 179/77
 Hipertensi Grade II  MM/:
N: 106x
 AF NVR (Atrial - Morepenem 1gr/8jam
RR: 14x
Fibrilasi Normo - Levofloxacin inj. 1x750mg
S: 36.8 C
Pupil Ventricular Respons) - Citicolin 2x500mg
Anisokor  Pneumonia - Ranitidine 2x50mg
2mm/4mm,  DMT2 - M20 3x200
RCL/RCTL-/- - Transamin 3x500mg
Thorax: - Vit.K 3x1 amp
BND bronkial - Cefotaxime 2x1gr
Rhonki +/+,
- Captopril 3x25mg
Wheezing -/-
- KSR 3x1 tab
Ekstremitas:
- As.Folat 3x1 tab
Edema
- Allopurinol 1x1 tab
ekstremitas
- Glikuidon 1x30mg
atas +/+
Lab: - Simvastatin tab 1x20mg
Cairan - Miniaspi 1x80mg
Intake:6850cc - Sucralfat syr 3x1c
Output - Acetylsistein 3x200mg
Urine: 5100cc - Phenitoin 3x100mg
IWL:750cc - Simarc 1x1
Cairan
- Paracetamol 3x1tab
Lambung:
300cc
Balance cairan
:+700cc
Follow Up Hari Ke-9 ICU
Tanggal S/ O/ A/ P/
28/06/2019 Meninggal
Pukul
02.15

LAMPIRAN CT-SCAN (1)


RS. Meilia Cibubur – 20/06/2019

Kesan :
- Lesi hipodens pada centrum semiovale dan corona radiate dextra . DX:
CVD infark centrum semiovale dan corona radiate dextra
- Sulcus cerebri tampak prominent. DX : Brain Atrophy

LAMPIRAN CT-SCAN (2)


RS POLRI

Kesan :

- Lesi hipodens pada lobus frontoparietotemporaooccipital sinistra yang


menyebabkan midline shift ke kanan. DX: CVD infark luas
frontoparietotemporaooccipital sinistra yang menyebabkan midline
shift ke kanan
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pasien perempuan usia 84 tahun datang ke IGD


dengan rujukan dari RS Meilia Cibubur setelah sebelumnya ±3 jam SMRS
ditemukan tidak sadarkan diri di rumah, terjatuh dan kepala terbentur keramik
kamar mandi. Sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala , mual muntah (-) , demam
(-), pandangan kabur (-), tersedak (-)
Pada pasien ini jika dilihat dari gejalanya, pasien pertama kali mengalami
sakit kepala dan riwayat hipertensi yang menandakan bahwa pasien mengalami
Ensefalopati HT, dimana sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada kondisi ini
adalah salah satu penyebab dari Infark Iskemik Cererbi. Kondisi pasien yang
berusia tua yaitu 84 tahun, memiliki riwayat Hipertensi dan Koma selama di ICU
menjadi faktor pendukung utama terjadinya Infark Cerebri sesuai dengan bahasan
yang ada di tinjauan pustaka. Kondisi sebelum masuk RSU UKI, pasien sudah
mengalami hemiparese kontralateral ekstremitas dextra yang mengindikasikan
terjadinya penyumbatan pada MCA (Medial Cerebri Artery) atau Arteri Serebri
Media yang didukung dengan hasil CT-Scan dan tinjauan pustaka yang sudah
dibahas di bab sebelumnya.
Dari tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah awal masuk IGD 160/90
mmHg, frekuensi pernapasan 40 kali permenit, denyut nadi 120 kali permenit, suhu
37,3c dan penurunan kesadaran (E2M3Vett). Empat (4) hari setelah menjalani
perawatan di ICU (24 Juni 2019) , pasien tiba-tiba mengalami perburukan dengan
kontak menjadi minimal (hanya respon bila dirangsang nyeri) , tekanan darah
menjadi 144/54 dan GCS tetap 5 (E2M3Vett) namun Pupil menjadi Anisokor
dengan ukuran 2mm/4mm , RCL/RCTL -/- . Keesokan harinya tekanan (25/06/19)
darah pasien menurun mencapai 96/50 mmHg, frekuensi pernapasan 20 kali
permenit, denyut nadi 72 kali permenit dan penurunan kesadaran menjadi
E1M3Vett . Pada pasien ini sudah mendapatkan terapi antibiotik, tromboembolitik,
antihipertensi, diuretic, elektrolit dan pengobatan untuk diabetes serta kolesterol.
Selain itu, untuk menegakkan diagnosis Infark Cerebri diperlukan
pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan . Pasien ini sudah melakukan CT-Scan
sebanyak 2 kali yaitu di RS.Meilia Cibubur pada tanggal 20/06/2019 dengan
gambaran Lesi hipodens pada centrum semiovale dan corona radiata dextra - sulcus
cerebri tampak prominent. Diagnosis awal : CVD infark centrum semiovale dan
corona radiata dextra dan Brain Atrophy . Kemudian CT Scan ke-2 di RS POLRI
pada tanggal 24/06/2019 dengan gambaran : Lesi hipodens pada lobus
frontoparietotemporooccipital sinistra yang menyebabkan midline shift ke kanan
disertai udema serebri. Diagnosis terbaru : CVD infark luas
frontoparietotemporooccipital dengan midline shift ke kanan . Hal ini sesuai dengan
tinjauan pustaka dari buku Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah
otak dalam Kapita selekta neurology edisi kedua yang menjelaskan bahwa kondisi
penyumbatan total aliran darah pada sebagian otak akan mengakibatkan kerusakan
dan nekrosis sel glia karena kurangnya suplai oksigen sehingga terjadi perubahan
permeabilitas vascular dan induksi sel-sel radang dan akhirnya terjadi udema
serebri. Dan kondisi penyumbatan membuat daerah yang tersumbat menjadi
iskemik dan memberikan gambaran hipodens pada pemeriksaan CT-Scan.
Pasien diberikan obat Levofloxacin 1x 750 mg dan Morepenem 1gr/8jam
hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka, antibiotik yang digunakan adalah antibiotic
spectrum luas untuk pengobatan pneumonia yang didapat setelah beberapa hari
dirawat di ICU.
Pasien diberikan obat golongan antihipertensi untuk mengurangi resiko
terjadinya emboli kembali yaitu Captopril 3x25mg. Lalu diberikan golongan
tromboembolitik seperti Lovenox 2 x 0.4cc , Miniaspi 1 x 80mg , Simarc 1x1 guna
pengobatan emboli yang menyumbat pembuluh darah yang ada di otak . Dan juga
M20 berupa diuretic dengan kandungan manitol yang berfungsi untuk mengurangi
edem pada otak .
Selama di rawat di ICU, pasien tidak berikan obat obatan dengan
golongan produk anestetik seperti analgesia, hipnotik ataupun muscle relaxan.
Pertimbangannya adalah karena pasien tidak memiliki indikasi untuk diberikan
obat golongan tersebut, lalu hampir semua obat obatan anestetik dapat menurunkan
fungsi kerja jantung seperti menurunkan MAP (Mean Arterial Preassure) yang
berpengaruh dalam menentukan Tekanan Darah sehingga apabila terjadi penurunan
dapat memberikan efek negatif pada pasien seperti hipotensi dan akhirnya suplai
oksigen ke dalam otak menjadi berkurang , lalu obat-obatan anestetik juga sangat
berpengaruh pada metabolisme otak ada yang bisa menaikkan dan menurunkan
CBF (Cerebral Blood Flow) , menurunkan TIK (Tekanan Intra Kranial) sehingga
harus diberikan dengan sangat hatihati dan dengan pertimbangan bersama dokter
penanggung jawab pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono M, Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat:
Jakarta, hal:269-70
2. Ropper AH and Brown RH. 2005. Adam’s and Victor Principles of
Neurology. Eight Edition. McGraw-Hill Medical Publishing Divission:
New York, pp 660-63.
3. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence.Acute ischemic
stroke. BMJ 2000; 320: 692-6
4. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum
tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology
edisi kedua editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal
81-102
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi
Klinis editor Harsono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 71-
78.
6. Wilkinson I, Graham L. 2005. Essential Neurology. Fourth Edition. Main
Street, Malden, Massachusetts, USA: Blackwell Publishing Ltd, pp 25-6.
7. Warlow CP. 1997. Stroke a Practical Guide management.1st ed. Blackwell
science, pp. 190-202.
8. Gilroy J. 2000. Cerebrovasculer Disease. In: Basic Neurology. 3rd ed.
International edition. McGraw-Hill Health Professional Division: New
York, pp. 225-278.
9. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian
Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.Hal 1-48.
10. Gonzales RG. Imaging-guided acute ischemic stroke theraphy: from time is
brain to physiology is brain. AJNR Am J Neuroradiol 2006; 27: 728-35.
11. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian
Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-
51.
12. Prince, A. Sylvia and Wilson, Lorraine. 1995. Penyakit serebrovaskular
dalam patofisiologi edisi 6 editor Hartanto H et al. EGC, Jakarta. Hal 1105-
1130
13. Jamal, F. 2002 . Anestesi pada gangguan neurologi non trauma . Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala . vol 2 . p 105-19

Anda mungkin juga menyukai