Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam adat masyarakat Jawa banyak kita melihat sebuah acara-acara yang sifatnya sakral dan
menjadi sebuah agenda-agenda yang menurut masyarakat Jawa harus dilaksanakan dan hal ini
dianggap sebagai washilah keselamatan.
Bratawijaya (2000:9) Berbagai macam adat yang ada dalam masyarakat Jawa merupakan
pencerminan semua perencanaan, tindakan dan perbuatan yang telah tertata dengan nilai
luhur. Tata nilai luhur tersebut diwariskan secara turun menurun dari gemerasi ke generasi.
Jelas dalam nilai luhur tersebut diaksanakan melalui prosesi-prosesi yang merupakan
manifestasi tata kehidupan masyarakat Jawa yang serba hati-hati agar dlam melaksanakan
pekerjaan mendapat keselamatan.
Tedhak sinten merupakan tradisi yng dilakukan dalam keluarga yang telah memperoleh
keturunan yng dilakukan 7 bulan setelah usia kelahiran sang anak. Hal ini dilakukan agar
kelak si anak dapat menempuh kehidupannya sendiri. Di dalam makalah ini akan dijelaskan
mengenai Tedhak sinten dan bagaimana prosesi beserta fungsinya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Tedhak Sinten ?
2. Bagaimana pelaksanaan Tedhak Sinten di dusun Cangak desa Krandang Kediri?
3. Jenis apakah Tedhak Sinten itu?
4. Bagaimanakah fungsi tradisi Tedhak Sinten?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Tedhak Sinten.
2. Menunjukkan bagaimana prosesi Tedhak Sinten.
3. Mengetahui jenis adat Tedhak Sinten.
4. Menunjukkan beberapa fungsi Tedhak sinten.
D. Landasan Teori
Untuk mengetahui fungsi dari tradisi Tedhak Sinten bagi masyarakat Desa
Krandang kecamatan Kras Kabupaten Kediri, kami menggunakan teori fungsional
menurut Bronislaw Malinowski (1884-1942). Beliau merupakan tokoh yang
mengembangkan teori fungsional tentang kebudayaan , atau a functional theory of
culture. Inti dari teori Malinowski menjelaskan bahwa segala aktivitas kebudayaan itu
sebenarnya memuaskan suatu rangkaian kebutuhan naluri makhluk manusia yang
berhubungan dengan kehidupanya. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan primer/biologis
maupun kebutuhan sekunder/psikologis, kebutuhan mendasar yang muncul dari
kebutuhan itu sendiri.1
Dengan begitu dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan suatu masyarakat
dalam daerah tertentu merupakan kebutuhan yang menjadi ciri khas daerah tersebut.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa kebudayaan suatu penduduk
desa dengan penduduk desa lainnya berbeda, karena mereka memiliki kebutuhan
yang berbeda pula.

E. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data dikumpulkan
melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Lokasi penelitin dilakukan dusun
Cangak desa Krandang Kecamatan Kras kabupaten Kediri. Dimana dalam lokasi tersebut
masih banyak masyarakat yang masih melakukan tradisi tersebut.

1
P. Hidayatullah, “Teori Fungsionalisme Kebudayaan”
(http://www.academia.edu/9433821/Teori_Fungsionalisme_Kebudayaan, diakses pada tanggal 9 September
2018).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tedhak Sinten


Secara harfiah upacara Tedhak Siten berasal dari dua kata yaitu Tedhak dan
Sinten. Tedhak yang berarti turun atau menapakkan kaki, serta Siten dari kata siti yang
berarti tanah atau bumi. Jadi Tedhak Siten berarti menapakkan kaki kebumi atau dalam
bahasa jawa turun tanah.
Tedhak sinten merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat jawa, upacara
ini dilakukan untuk anak yang baru pertama kali belajar berjalan atau pertama kali
menginjakkan pada tanah yang biasanya sang anak berumur 7 bulan. Tedhak Siten
menggambarkan persiapan sang anak untuk menjalani kehidupan yang benar dan sukses
dimasa mendatang, dengan berkah Tuhan dan bimbingan orang tua sejak masa kanak-
kanak, dengan menjalani kehidupan yang baik dan benar di bumi sekaligus tetap merawat
dan menyayangi bumi, selain itu untuk mengingat bahwa bumi atau tanah telah
memberikan banyak hal untuk menunjang kehidupan manusia. Dalam proses pelaksanaan
tradisi tedhak siten dengan cara bayi yang berumur 7 bulan dituntun berjalan diatas bubur
7 warna, dituntun menaiki anak tangga, turun di tangga tebu, masuk ke kurungan ayam,
Orang Tua menyebarkan uang logam, melakukan siraman, serta proses yang terakir
didandani dengan pakaian baru.

B. Proses Pelaksaan Tedhak Sinten


rangkain upacara tersebut adalah:
1. Anak di tuntun berjalan diatas tedhak jadah tujuh warna yang terbuat dari beras ketan,
warnanya adalah: biru, hijau, oranye, putih, merah, ungu dan kuning. Dalam proses
berjalan diatas tedhak jadah tersebut mengandung makna supaya anak mampu melalui
7 macam warna kehidupan dengan arif agar dalam kehidupannya menghadapi
kesulitan dan melambangkan unsur-unsur kehidupan di dalamnya. Serta supaya anak
akan bisa malampui segala macam rintangan.
2. Kemudian sang anak mengijakan kaki diatas tanah, yang melambangkan sang anak
baru pertama kali menginjakkan kaki di tanah serta perlambangan anak mampu
bekerja untuk memenuhi keperluannya.
3. Anak di tuntun untuk menaiki anak tangga yang terbuat dari batang tebu Arjuna atau
tebu ireng yang kuat dan lurus. Tebu Arjuna juga mempunyai makna supaya hidup
anak akan lurus dan mental yang kuat, pekerja keras yang berbuah manis. Sedangkan
tangga melambangkan tingkat kehidupan dan harapan serta mematuhi segala
peraturan adat istiadat dan patuh kepada orang tua.
4. Kemudian anak dituntun masuk ke kurungan yang dihias, di dalam kurungan ada
banyak benda seperti: kain, mainan, buku tulis, perhiasan,beras, uang dan barang-
barang lain yang berguna. Anak itu akan memilih barang yang disukai, yang
melambangkan kelak anak akan dihadapkan segala macam jenis pekerjaan dan barang
yang diambil merupakan gambaran hobi dan masa depan anak kelak.
5. Kemudian menebar menyebarkan uang logam yang dicampur dengan beras kuning.
Memperlambangkan supaya anak menjadi orang yang dermawan.
6. Anak dimandikan dengan air yang berisikan bunga 7 rupa. Melambangkan agar anak
selalu sehat serta membawah nama harum bagi keluarganya, hidup layak dan
makmur.
7. Pada akhir upacara anak didandani dengan pakaian baru yang rapi dan bagus, yang
melambangkan anak akan mempunyai hidup yang baik dan makmur dan bisa
membuat orang tuannya bahagia.

C. Jenis Folklor Tedhak Sinten

Menurut Jan Harold Brunvard, ahli folklor dari Amerika Serikat, folklor dapat
digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipe atau jenisnya, yaitu:
1. Folklor Lisan
Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan,
dan diwariskan secara lisan. Contohnya seperti prosa rakyat, cerita rakyat, ungkapan
tradisional dan sejenisnya.

2. Folklor Sebagian Lisan


Merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan
lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam folklor
sebagian lisan, adalah kepercayaan rakyat (takhyul), teater rakyat, tari rakyat, upacara
adat, dan pesta rekyat.
3. Folklor Bukan Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya
diajarkan secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil (artefak), seperti
arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci), kerajinan tangan rakyat, pakaian
tradisional, obat-obatan tradisional, dan masakan dan minuman tradisional.2

Dalam upacara tedhak sinten tersebut merupakan jenis folklor sebagian lisan. Karena
tradisi tedhak sinten tersebut merupakan tradisi adat istiadat masyarakat jawa.

2
J. Danandjadja, Foklor Indonesia, (Jakarta : Pustaka Grafiti, 1984)

Anda mungkin juga menyukai