Tutorial B - Anemia Def Besi Pada Anak
Tutorial B - Anemia Def Besi Pada Anak
0401118141064
Fe Serum 14 Menurun
6. Aspek Klinis
a. DD
b. Penegakkan diagnosis
LI
c. Faktor resiko
- Perempuan
- Kurangnya asupan nutrisi
d. Tatalaksana dan edukasi
LI
e. Komplikasi
1) Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa
membesar. Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga
terjadilah gagal jantung.
2) Gangguam kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir
rendah.
3) Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.
4) Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
5) Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada
berdebar.
f. Prognosis
Anemia defisiensi zat besi adalah gangguan yang mudah diobati dengan hasil yang
sangat baik, namun bisa buruk jika disebabkan oleh suatu keadaan yang
mendasarinya memiliki prognosis buruk, seperti neoplasia atau anemia defisiensi
besi yang berat disertai dengan komplikasi.
Learning Issues
Obat diberikan 30 menit sebelum sarapan pagi dan makan malam; penyerapan
akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu perut kosong. Penyerapan akan lebih
sempurna lagi bila diberikan bersama asam askorbat atau asam suksinat. Bila
diberikan setelah makan atau sewaktu makan, penyerapan akan berkurang
hingga 40-50%. Namun mengingat efek samping pengobatan besi secara oral
berupa mual, rasa tidak nyaman di ulu hati, dan konstipasi, maka untuk
mengurangi efek samping tersebut preparat besi diberikan segera setelah makan.
2. Pemberian vitamin C 2x50 mg/hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
3. Pemberian asam folat 2x5-10 mg/hari untuk meningkatkan aktifitas eritropoiesis
4. Hindari makanan yang menghambat absorpsi besi (teh, susu murni, kuning telur,
serat) dan obat seperti antasida dan kloramfenikol.
5. Banyak minum untuk mencegah terjadinya konstipasi (efek samping pemberian
preparat besi)
Parenteral
Iron dextran
Iron sucrose
Ferric gluconate
Dosis besar besi dapat diberikan pada satu waktu ketika menggunakan dekstran
besi. Iron sukrosa dan glukonat besi memerlukan dosis yang lebih sering pada beberapa
minggu. Beberapa pasien mungkin memiliki reaksi alergi terhadap zat besi IV, sehingga
dosis tes dapat diberikan sebelum infus pertama. Reaksi alergi yang lebih umum dengan
dekstran besi. Efek samping yang parah selain reaksi alergi yang langka dan termasuk
urtikaria (gatal-gatal), pruritus (gatal), dan otot dan nyeri sendi. (American Society of
Hematology).
Indikasi:
1. Adanya malabsorbsi
2. Membutuhkan kenaikan kadar besi yang cepat (pada pasien yang menjalani
dialisis yang memerlukan eritropoetin)
3. Intoleransi terhadap pemberian preparat besi oral
4. Chronic blood loss
Transfusi
Transfusi diberikan apabila Hb 4 g/dL. Transfusi darah hanya diberikan sebagai
pengobatan tambahan bagi pasien ADB dengan Hb 6 g/dl atau kurang karena pada
kadar Hb tersebut risiko untuk terjadinya gagal jantung besar dan dapat terjadi
gangguan fisiologis. Transfusi darah diindikasikan pula pada kasus ADB yang disertai
infeksi berat, dehidrasi berat atau akan menjalani operasi besar/ narkose. Pada keadaan
ADB yang disertai dengan gangguan/kelainan organ yang berfungsi dalam mekanisme
kompensasi terhadap anemia yaitu jantung (penyakit arteria koronaria atau penyakit
jantung hipertensif) dan atau paru (gangguan ventilasi dan difusi gas antara alveoli dan
kapiler paru), maka perlu diberikan transfusi darah. Komponen darah berupa suspensi
eritrosit (PRC) diberikan secara bertahap dengan tetesan lambat.
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam
darah, sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan
penyaluran O2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah
normal, sekresi eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia
tidak mengaktifkan langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal
yang nantinya memberikan stimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum
tulang.
Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.
Hormone sex wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya
jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.
C. Metabolisme besi
Besi merupakan unsur vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan
hemoglobin, dan merupakan komponen penting pada sistem enzim pernafasan. Pada
metabolisme besi perlu diketahui komposisi dan distribusi besi dalam tubuh, cadangan besi
tubuh, siklus besi, absorbsi besi dan transportasi besi.
1. Bentuk zat besi dalam tubuh.
Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu:
a. Zat besi dalam hemoglobin.
b. Zat besi dalam depot (cadangan) sebagai feritin dan hemosiderin.
c. Zat besi yang ditranspor dalam transferin.
d. Zat besi parenkhim atau zat besi dalam jaringan seperti mioglobin dan beberapa
enzim antara lain sitokrom, katalase, dan peroksidase.
Siklus Transferin
a. Reseptor Transferin
Reseptor Transferin merupakan protein transmembran homodimer terdiri
dari 2 molekul monomer yang identik, terikat pada 2 ikatan sulfide pada
residu sitein 89 dan 92, terletak ekstraseluler. Tiap monomer mempunyai
berat molekul 90 kD, terdiri dari 780 residu asam amino dengan 3 domain,
yaitu protease - like domain (A) berikatan dengan aminopeptidase, apical
domain (B), dan helical domain (C). Setiap monomer mengikat 1 molekul
transferin yang telah mengikat 2 atom Fe3+. Setiap reseptor transferin
mengikat 2 molekul transferin. Hampir semua sel tubuh mengekspresikan
reseptor transferin.
b. Soluble Transferin Receptor (sTfR)
Dalam plasma STfR berada dalam bentuk kompleks dengan transferin,
memiliki berat molekul 320 kD. Kadar sTfR serum berkorelasi dengan
jumlah reseptor transferin yang diekspresikan pada permukaan sel. Kadar
sTfR tidak di pengaruhi oleh protein fase akut, kerusakan hati akut, dan
keganasan. Kadar sTfR menggambarkan aktivitas eritropoiesis sehingga
kadar sTfR dapat digunakan monitoring aktivitas eritropoiesis.
2. Feritin
Feritin adalah salah satu protein yang penting dalam proses metebolisme
besi di dalam tubuh. Sekitar 25 % dari jumlah total zat besi dalam tubuh berada
dalam bentuk cadangan zat besi (depot iron), berupa feritin dan hemosiderin.
Feritin dan hemosiderin sebagian besar terdapat dalam limpa, hati, dan sumsum
tulang. Feritin adalah protein intra sel yang larut didalam air, yang merupakan
protein fase akut. Hemosiderin merupakan cadangan besi tubuh berasal dari
feritin yang mengalami degradasi sebagian, terdapat terutama di sumsum tulang,
bersifat tidak larut di dalam air.
Pada kondisi normal, feritin menyimpan besi di dalam intraseluler yang
nantinya dapat di lepaskan kembali untuk di gunakan sesuai dengan kebutuhan.
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi pada orang sehat. Serum feritin < 12 ug/l sangat
spesifik untuk defisiensi zat besi, yang berarti bila semua cadangan besi habis,
dapat dianggap sebagai diagnostik untuk defisiensi zat besi.
Ferritin adalah kompleks protein yang berbentuk globular, mempunyai 24
subunit - subunit protein yang menyusunnya dengan berat molekul 450 kDa,
terdapat di semua sel baik di sel prokayotik maupun di sel eukaryotik. Pada
manusia, subunit - subunit pembentuk feritin ada dua tipe, yaitu Tipe L (Light)
Polipeptida dan Tipe H (Heavy) Polipeptida, dimana masing - masing memiliki
berat molekul 19 kD dan 21 kD. Tipe L yang disimbolkan dengan FTL berlokasi
di kromosom 19 sementara Tipe H yang disimbolkan dengan FTH1 berlokasi di
kromosom 11.
Feritin mengandung sekitar 23% besi. Setiap satu kompleks feritin bisa
menyimpan kira – kira 3000 - 4500 ion Fe3+ di dalamnya. Feritin bisa ditemukan
atau disimpan di liver, limpa, otot skelet dan sumsum tulang. Dalam keadaan
normal, hanya sedikit feritin yang terdapat dalam plasma manusia. Jumlah feritin
dalam plasma menggambarkan jumlah besi yang tersimpan di dalam tubuh kita.
Bila dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer feritin mempunyai lima helix
penyusun yaitu blue helix, orange helix, green helix, yellow helix dan red helix
dimana ion Fe berada di tengah kelima helix tersebut.
Besi bebas bersifat toxic untuk sel, karena besi bebas merupakan katalisis
melalui reaksi Fenton. Untuk itu, sel membentuk suatu mekanisme perlindungan
diri yaitu dengan cara membuat ikatan besi dengan feritin. Jadi feritin merupakan
protein utama penyimpan besi di dalam sel.
D. Metabolisme Hemoglobin
Sintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang
bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang
bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk asam
aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat
adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua
pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA menyatu
membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi
membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P).
Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil. Kemudian dua
rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus
vinil, membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi
untuk membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk
membentuk heme. Masing- masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin
yang dibuat pada poliribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai
globin dan heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan,
bagian globin dari hemoglobin akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin.
Lalu sebagian besar biliverdin diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam
empedu. Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada
langkah terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin
IX dalam reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).
Peranan Fe pada Biosintesis Hemoglobin
Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi
bebas biasanya terikat ke protein. Besi diangkut di dalam darah (sebagai Fe 3+ ) oleh
protein, apotransferin. Besi membentuk kompleks dengan apotransferin menjadi transferin.
Besi dioksidasi dari Fe 2+ menjadi Fe 3+ oleh feroksidase yang dikenal sebagai
seruloplasmin (enzim yang mengandung tembaga). Besi dapat diambil dari simpanan
feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh sel yang memerlukan
besi melalui proses endositosis diperantarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang
sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari
makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang
membentuk kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.
Daftar Pustaka
IDAI. 2013. "Anemia Defisiensi Besi pada Bayi dan Anak". http://www.idai.or.id/artikel/seputar-
kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-pada-bayi-dan-anak, diunduh pada 13 Desember 2016,
pukul 19.28 WIB
Abdulsalam, Maria, Albert Daniel. 2002. "Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi
Besi". Sari Pediatri 4:2.Jakarta: FK UI
IDAI. 2011. "Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Suplementasi Besi Untuk Anak". Jakarta:
Badan Penerbit IDAI
Bun, Richard, Klarissa Chrishalim. 2016. "Anemia Defisiensi Besi". Jakarta: FK Universitas Atmajaya