Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Keperawatan merupakan salah satu disiplin ilmu dan profesi yang selalu
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dalam pengaplikasiannya di
harapkan pelayanan berorientasi pada suatu pelayanan profesiaonal bagi individu
keluarga, kelompok, dan masyrakat. Baik sakit maupun sehat, yang mencakup
seluruh proses kehidupan manusia. Oleh karena besarnya tuntutan akan
pelayanna keperawatan profesional di era sekarang ini maka di butuhkan suatu
metode yang dapat untuk mengelolah agar pelaksana asuhan keperawatan dapat
berjalen secara optimal. Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah
suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional). Yang memfasilitasi
perawat profesional, menatur pemberian asuhan keperawatan, termaksud
lingkungan tempat asuhan tersebut di berikan (sitoris, 2006). Struktur dalam
MPKP meliputi penetapan dalam jumlah tenaga keperawatan , penetapan jenis
tenaga keperawataan dan penetapan rencana asuhan keperawatan. Beberapa
metode dapat digunakan dalam praktek keperawatan profesional seperti metode
keperawatan primer, metode tim dan metode manajamen kasus. Nilai-nilai
tentang penghargaan atas otonomi klien, menghargai klien, melakukan yang
terbaik bagi klien dan tidak merugikan klien merupakan nilai-nilai yang perlu
ditingkatkan dalam suatu pelayanan profesional.

MPKP sangat bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan profesi lain
dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP perawat dapat
memahami tugas dan tanggungjawabnya terhadap pasien sejak masuk hingga
keluar rumah sakit. Implementasi MPKP harus di tunjang dengan sumber daya
manusia, sarana dan prasarana yang memadai.

34
Setiap unit keperawatan memiliki upaya untuk menerapkan model yang
paling tepat berdasarkan kesesuaian antara ketenangan, sarana dan prasarana, dan
kebijakan rumah sakit. Kategori pasien didasarkan atas, tingkat pelayanan
keperawatan yang dibutuhkan pasien, usia, diagnosa atau masalah kesehatan
yang dialami pasien dan terapi yang dilakukan (Bron, 2006). Pelayanan yang
profesional identik dengan pelayanan yang bermutu, untuk meningkatkan mutu
asuhan keperawatan dalam melakukan kegiatan penerapan standart asuhan
keperawatan dan pendidikan berkelanjutan, dalam kelompok keperawatan yang
tidak kalah pentinganya yaitu bagaimana caranya metode penugasan tenaga
keperawatan agar dapat dilaksanakan secara teratur, efesien tenaga, waktu dan
ruang, serta meningkatkan keterampilan dan motivasi kerja.

Oleh karena itu meningkatnya tuntutan akan pelayanan profesional


seperti yang sudah dijabarkan di atas maka kami mencoba mengaplikasikan
metode model praktikkeperawatan profesional dengan metode tim, dimana
pelaksanaannya melibatkan pasien diruang Rumah sakit Surabaya.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah melaksanakan kegiatan praktik manajemen keperawatan,


mahasiswa diharapkan dapat memperoleh pengetahuan tentang prinsip – prinsip
manajemen keperawatan dengan menggunakan model asuhan keperawatan
profesional yang sesui dengan ruangan tersebut.

34
1.2.2 Tujuan Khusus

Setelah melaksanakan kegiatan praktik klinik manajemen


keperawatan, diharapkan agar mahasiswa mampu :

1. Mengidentifikasi pengkajian masalah terkait fungsi manajemen


2. melaksanakan fungsi perencanaan yang meliputi pembuatan visi, misi
ruangan, SPO, SAK, dan penyusunan standar kerja diruangan dan
menyusun perangkat MPKP.
3. Melaksanakan fungsi pengorganisasian meliputi pembuatan struktur
organisasi, uraian tugas, jadwal dinas perawat, dan daftar pasien.
4. Melaksanakan fungsi pengarahan berdasarkan hasil pengkajian meliputi
timbang terima, pre dan post conference, pendelegasian, supervisi
keperawatan, ronde keperawatan, PKMRS, discharge planning.
5. Melaksanakan roleplay MPKP berdasarkan hasil pengkajian model praktik
keperawatan profesional meliputi timbang terima, pre dan post converence,
pendelegasian, supervisi keperawatan, ronde keperawatan, PKMRS,
discharge planning.
6. Mengevaluasi pelaksanaan dan evaluasi MPKP berdasarkan hasil
pengkajian MPKPtimbang terima pre dan post conference, pendelegasian,
supervisi keperawatan, ronde keperawatan, PKMRS, discharge planning.
7. Melaksanakan fungsi pengendalian meliputi audit dekumentasi, survey
kepuasan pasien dan perawat, dan indikator mutu.

34
1.3 Manfaat
Laporan Praktik Manajemen Keperawatan di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan informasi tambahan dan masukan dalam rangka untuk
meningkatkan mutu pelayanan Kepemimpianan dalam bidang keperawatan
dalam pelayanan RSUP Dr. Wahidin Sudirohosodo dan kualitas manajemen
keperawatan Khususnya Ruangan Lontara 3 Bawah Belakang ( Neurologi )
2. Bagi Ruangan
Sebagai masukan dan informasi kepada perawat di ruangan khusnya di
Lontara 3 bawahaBalakang (Neurologi) untuk meningkatkan mutu
menajemen pelayanan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
terutama dalam efektifan pengisian pengkajian keperawatan.
3. Mahasiswa Keperawatan
Sebagai pembelajaran ini bagi mahasiswa praktik di khususkan untuk Stikes
Maluku Husada untuk meningkatkan pengetahuan dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan secara komprehensif dan profesional kepada pasien di
Ruanagan Lontara 3 Bawah Belakang ( Neurologi ).

34
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk
bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P
Terry, 20011). Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain
agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell,
2010). Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada
suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya
sesuatu tujuan (Kirsmansa. 2011). Menurut Ruth. M Tappen (20014), dalam
buku “essential of nursing leadership and management”, seorang pemimpin
yang baik adalah pandai dalam mengambil keputusan yang tepat dan
berorientasi pada tindakan/action.
Untuk dapat mengambil keputusan dan bertindak dengan baik maka
seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kesadaran diri, kemampuan
berkomunikasi dengan baik, energi, dan tujuan yang jelas. Seorang
pemimpin harus menjadi role model yang baik dalam cara
kepemimpinannya, dalam pelaksanaan tugas maupun dalam membangun
kerja sama dan bekerja sama dengan orang lain termasuk dengan
bawahannya.
Selain itu seorang pemimpin yang efektif harus memiliki kualitas diri
dan kualitas perilaku sebagai berikut : integritas, berani mengambil resiko,
inisiatif, energy, optimis, pantang menyerah (perseverance), seimbang,
kemampuan menghadapi stress, dan kesadaran diri serta memiliki kualitas
perilaku seperti: berpikir kritis, menyelesaikan masalah (solve problem),
menghormati/menghargai orang lain, kemampuan berkomunikasi yang baik,
punya tujuan dan mengkomunikasikan visi dan meningkatkan kemampuan
diri dan orang lain (Warta Wargana, 2012).

34
2. Teori Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan
Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri
perilakupemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan
menonjolkan latarbelakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan,
persyaratanpemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya
serta etikaprofesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 2013).
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai
suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin.Perwujudan tersebut biasanya membentuk
suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang
demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan
Newstrom (2014).
3. Tipologi Kepemimpinan
Menurut Siagian, (2012), Gaya kepemimpinan berkembang menjadi
beberapa tipe kepemimpinan, diantaranya adalah sebagian berikut :
a. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki
kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai
pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan
organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau
menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada
kekuasaan formalnya, dalam tindakan penggerakkannya sering
mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan
bersifat menghukum.
b. Tipe Militeristis.
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang
pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin
organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah

34
seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut Dalam
menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan,
dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan
jabatannya, senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, menuntut
disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, sukar menerima kritikan
dari bawahannya, menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
c. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis
ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap
bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu
melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan
daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.
d. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab
mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma, umumnya diketahui
bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar
dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya
yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat
menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu.Karena
kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi
pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa
pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra
natural powers).

34
Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai
kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar
Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah
seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih
muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai
profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
e. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi
modern, hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki
karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu
bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang
termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan
tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada
bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari
bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork
dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang
kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang
sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu
berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan
berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

34
B. Konsep Manajemen
1. Pengertian Menajemen
Menurut P. Siagian (2012) manajemen berfungsi untuk melakukan
semua kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dalam
batas – batas yang telah ditentukan pada tingkat administrasi.Sedangkan
Liang Lie (2010) mengatakan bahwa manajemen adalah suatu ilmu dan seni
perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengontrol dari benda dan
manusia untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
2. Tujuan Dan Sasaran Manajemen
a. Tujuan Menejemen
Menurut Gillies (2012) tujuan menejemen yakni:
1) Memiliki dan mengembangkan nilai serta sikap pengetahuan,
kecerdasan, keterampilan serta kemampuan sebagai tenaga
pembangunan di bidang manajemen.
2) Memiliki, keuletan, kesabaran, dan kemandirian dalam bekerja baik
secara individu maupun berkelompok.
3) Mengamati dan menganalisa suatu masalah serta menerapkan ilmu
pengetahuannya untuk melaksanakan praktek dibidang manajemen,
baik untuk kepentingan usahanya ataupun peran sertanya menjadi
seorang professional.
b. Sasaran Menajemen
Sasaran Manajemen (Gillies, 2012), adalah:
1) Human Resources.
Setiap aktivitas manajemen yang dilakukan seharusnya selalu
memperhatikan tentang potensi-potensi yang ada pada sumber daya
manusia.Hal ini disebabkan sumber daya manusia merupakan faktor
yang paling penting dalam kegiatan manajemen.Tanpa adanya
pengelolaan sumber daya manusia yang baik, maka dapat dipastikan
kegiatan manajemen tidak dapat berjalan dengan maksimal.
Sasaran terhadap sumber daya manusia, bentuk kegiatanya dapat
berupa memimpin, memotivasi dan mengarahkan orang-orang agar
aktivitasnya mengarah pada tujuan yang akan dicapai.

34
2) Non Human Resources.
Sasaran manajemen yang kedua adalah non human resources atau
segala bentuk fasilitas yang ada untuk menunjang pencapaian
tujuan manajemen.Bentuk kegiatan non human resources adalah
mengadakan dan memelihara serta mengendalilan segala fasilitas
yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan misalnya, tempat,
alat, metode kerja dan sebagainya.
3. Prinsip-Prinsip yang Mendasari Manajemen Keperawatan
Menurut Nursalam (2011), prinsip–prinsip yang mendasari
manajemen keperawatan adalah :
a. Manajemen keperawatan seharusnya berlandaskan perencanaan karena
melalui fungsi perencanaan, pimpinan dapat menurunkan resiko
pengambilan keputusan, pemecahan masalah yang efektif dan terencana.
b. Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang
efektif. Manajer keperawatan yang menghargai waktu akan menyusun
perencanaan yang terprogram dengan baik dan melaksanakan kegiatan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
c. Manajemen keperawatan akan melibatkan pengambilan keputusan.
Berbagai situasi maupun permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan
kegiatan keperawatan memerlukan pengambilan keputusan di berbergai
tingkat manajerial.
d. Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus
perhatian manajer perawat dengan mempertimbangkan apa yang pasien
lihat, fikir, yakini dan ingini. Kepuasan pasien merupakan poin utama
dari seluruh tujuan keperawatan.
e. Manajemen keperawatan harus terorganisir. Pengorganisasian dilakukan
sesuai dengan kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuan.
f. Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang
meliputi proses pendelegasian, supervisi, koordinasi dan pengendalian
pelaksanaan rencana yang telah diorganisasikan.

34
g. Divisi keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk
memperlihatkan penampilan kerja yang baik.
h. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasin yang efektif.
Komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan
memberikan persamaan pandangan, arah dan pengertian diantara
pegawai.
i. Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya persiapan
perawat–perawat pelaksana menduduki posisi yang lebih tinggi atau
upaya manajer untuk meningkatkan pengetahuan karyawan.
j. Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang
meliputi penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat,
pemberian instruksi dan menetapkan prinsip –prinsip melalui penetapan
standar, membandingkan penampilan dengan standar dan memperbaiki
kekurangan.
4. Fungsi – Fungsi Manajemen
Secara ringkas fungsi manajemen (Nursalam, 2011) sebagai berikut :
a. Perencanaan (Planning)
1) Fungsi nya meliputi
Misi, visi, tujuan, kebijakan, prosedur, dan peraturan-peraturan
dalam pelayanan keperawatan, perkiraan proyeksi jangka pendek &
panjang serta menentukan jumlah biaya dan mengatur adanya
perubahan berencana.
2) Tujuan :
Untuk menyusun suatu rencana yang strategis dalam mencapai
tujuan, seperti menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan
kepada semua pasien, menegakkan tujuan, mengalokasikan
anggaran belanja, memutuskan ukuran dan tipe tenaga keperawatan
yang dibutuhkan, membuat pola struktur organisasi yang dapat
mengoptimalkan efektifitas staf serta menegakkan kebijaksanaan
dan prosedur operasional untuk mencapai visidan misi yang telah
ditetapkan.

34
b. Mengontrol (Controling)
1) Fungsi :
Pelaksanaan penilaian kinerja staf, pertanggung-jawaban keuangan,
pengendalian mutu, pengendalian aspek legal dan etik serta
pengendalian profesionalisme asuhan keperawatan.
2) Tujuan :
Untuk melakukan evaluasi seluruh kegiatan yang telah
dilaksanakan. Pada tahap ini manajemen akan memberikan nilai
seberapa jauh staf mampu melaksanakan tugasnya dan
mengidentifikasi factor-faktor yang menghambat dan mendukung
dalam pelaksanaan.
c. Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian ialah fungsi manajemen yang berhubungan dengan
pembagian tugas. Siapa mengerjakan apa dan siapa bertanggung jawab
pada siapa.
1) Fungsinya :
Struktur organisasi, model penugasan keperawatan, Job descriptions
dan memahami serta menggunakan kekuasaan dan otoritas yang
sesuai.
2) Tujuan:
a) Untuk membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-
kegiatan yang lebih kecil.
b) Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan
pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.
c) Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan
tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus
mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut
dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas
tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.

34
d. Kepegawaian (Staffing)
1) Fungsinya
a) Untuk mengrekrut pegawai yang berkualitas
b) Melatih dan pengembangan pegawai
c) Penempatan dan pemberian orientasi
d) Pembuatan sisten penggajian / insentif
2) Tujuan untuk mengklasifikasi pasien, penentuan kebutuhan staff,
rekrutmen, pemilihan orientasi, penjadwalan, penugasan,
minimalisasi ketidakhadiran, penurunan pergantian,
pengembangan staff.
e. Mengarahkan (Directing)
1) Fungsinya :
a) Memberikan pengarahan kepada ketua Tim
b) Memberi pujian kepada anggota Tim yang melaksanakan
tugas dengan baik.
c) Membimbing bawahan
d) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim
e) Memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan
dengan yankep diruangan
f) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
2) Tujuan:
Untuk membuat perawat atau staf melakukan apa yang diinginkan
dan harus mereka lakukan. Kepala ruang dalam melakukan
kegiatan pengarahan melalui : saling memberi motivasi,
membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian,
menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan
koordinasi. Adapun unsur yang dikelola sebagai sumber
manajemen adalah man, money, material, method, machine,
minute dan market.

34
5. Proses Manajemen Keperawatan
Menurut Suarti S (2014), proses manajemen keperawatan sesuai
dengan pendekatan sistem terbuka dimana masing-masing komponen saling
berhubungan dan berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Hal tersebut
merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari lima elemen yaitu input,
proses, output, kontrol dan mekanisme umpan balik.
Input dari proses manajemen keperawatan antara lain informasi,
personal, peralatan dan fasilitas. Proses dalam manajemen keperawatan
adalah kelompok manajer dari tingkat pengelola keperawatan tertinggi
sampai ke perawat pelaksana yang mempunyai tugas dan wewenang untuk
melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Output adalah asuhan
keperawatan, pengembangan staf dan riset.
6. Lingkup Manajemen Keperawatan
Menurut Nursalam (2011) mempertahankan kesehatan telah menjadi
sebuah industri besar yang melibatkan berbagai aspek upaya kesehatan.
Pelayanan kesehatan kemudian menjadi hak yang paling mendasar bagi
semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan
membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada. Pelayanan
kesehatan yang memadai ditentukan sebagian besar oleh gambaran
pelayanan keperawatan yang terdapat didalamnya.
Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis.Manajer keperawatan
yang efektif seyogyanya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan
perawat pelaksana. Kegiatan perawat pelaksana meliputi: menetapkan
penggunakan proses keperawatan, melaksanakan intervensi keperawatan
berdasarkan diagnose, menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang
dilaksanakan oleh perawat, menerima akuntabilitas untuk hasil-hasil
keperawatan, mengendalikan lingkungan praktek keperawatan.

34
Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa di inisiasi oleh para manajer
keperawatan melalui partisipasi dalam proses manajemen keperawatan
dengan melibatkan para perawat pelaksana. Berdasarkan gambaran di atas
maka lingkup manajemen keperawatan terdiri dari:
a. Manajemen operasional
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang keperawatan
yang terdiri dari tiga tingkatan manajerial, yaitu: manajemen puncak,
manajemen menengah dan manajemen bawah.Tidak setiap orang
memiliki kedudukan dalam manajemen berhasil dalam kegiatannya.
Ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh orang-orang tersebut agar
penatalaksanaannya berhasil.Faktor-faktor tersebut adalah kemampuan
menerapkan pengetahuan, ketrampilan kepemimpinan, kemampuan
menjalankan peran sebagai pemimpin, kemampuan melaksanakan
fungsi manajemen.
b. Manajemen asuhan keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan
yang menggunakan konsep–konsep manajemen didalamnya seperti
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atau
evaluasi.
7. Proses Manajemen Keperawatan (Nursalam, 2011)
1) Pengkajian-pengumpulan data
Pada tahap ini perawat dituntut tidak hanya megumpulkan informasi
tentang keadaan pasien, melainkan juga mengenai institusi (rumah
sakit/puskesmas), tenaga keperawatan, administrasi dan bagian
keuangan yang akan mempengaruhi fungsi organisasi keperawatan
secara keseluruhan.
Pada tahap ini harus mampu mempertahankan level yang tinggi bagi
efisiensi salah satu bagian dengan cara menggunakan ukuran
pengawasan untuk mengidentifikasikan masalah dengan segera, dan
setelah mereka terbentuk kemudian dievaluasi apakah rencana tersebut
perlu diubah atau prestasi yang perlu dikoreksi.

34
2) Perencanaan
Perencanaan disini dimaksudkan untuk menyusun suatu rencana yang
strategis dalam mencapai tujuan, seperti menentukan kebutuhan dalam
asuhan keperawatan kepada semua pasien, menegakkan tujuan,
mengalokasikan anggaran belanja, memutuskan ukuran dan tipe tenaga
keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur organisasi yang
dapat mengoptimalkan efektifitas staf serta menegakkan kebijaksanaan
dan prosedur operasional untuk mencapai visidan misi yang telah
ditetapkan.
3) Pelaksanaan
Pada tahap ini manajemen keperawatan memerlukan kerja melalui orang
lain, maka tahap implementasi di dalam proses manajemen terdiri dari
dan bagaimana memimpin orang lain untuk menjalankan tindakan yang
telah direncanakan.
4) Evaluasi
Tahap akhir dari proses manajerial adalah melakukan evaluasi seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan.pada tahap ini manajemen akan
memberikan nilai seberapa jauh staf mampu melaksanakan tugasnya dan
mengidentifikasi factor-faktor yang menghambat dan mendukung dalam
pelaksanaan.
Sistem di dalam manajemen keperawatan (Nursalam, 2011)
1. Pengumpulan data: Personalia, pasien, peralatan dan persediaan
a) Perencanaan: Tujuan, sistim, standar, kebijaksanaan, prosedur,
anggaran.
b) Pengaturan: Tabel organisasi, evaluasi tugas, deskripsi kerja,
pembentukan kerjasama tim.
c) Kepegawaian : Klasifikasi pasien, penentuan kebutuhan staff,
rekrutmen, pemilihan orientasi, penjadualan, penugasan,
minimalisasi ketidakhadiran, penurunan pergantian,
pengembangan staff.
34
d) Kepemimpinan: Penggunaan kekuatan, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, mempengaruhi perubahan, menangani
konflik, komunikasi dan analisa transaksional.
e) Pengawasan: Penelitian, jaminan keselamatan, audit pasien,
penilaian prestasi, disiplin, hubungan pekerja tenaga kerja,
sistim informasi computer.
f) Proses manajemen keperawatan sesuai dengan pendekatan
sistem terbuka dimana masing–masing komponen saling
berhubungan dan berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan.
Karena merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari lima
elemen yaitu input, proses, output, kontrol dan mekanisme
umpan balik.
g) Input dari proses manajemen keperawatan antara lain
informasi, personel, peralatan dan fasilitas. Proses dalam
manajemen keperawatan adalah kelompok manajer dari tingkat
pengelola keperawatan tertinggi sampai ke perawat pelaksana
yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Output adalah
asuhan keperawatan, pengembangan staf dan riset.
h) Kontrol yang digunakan dalam proses manajemen keperawatan
termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan
kerja perawat, prosedur yang standar dan akreditasi.
Mekanisme timbal balik berupa laporan finansial, audit
keperawatan, survey kendali mutu dan penampilan kerja
perawat.

34
C. Bed Occupancy Rate (BOR)
Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah presentase pemakaian
tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan
gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah
sakit.Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI,
2005).BOR menurut Huffman (1994) adalah the ratio of patient service
days to inpatient bed count days in a period under consideration
Bed Occupancy Rate (BOR) merupakan angka yang
menunjukkan presentase tingkat penggunaan Tempat Tidur pada satuan
waktu tertentu di Unit Rawat Inap (bangsal).Standard nilai ideal menurut
Barber Johnson untuk BOR 70 – 85 %. (Sudra, Rano I.2008)
Bed Occupancy Rate (BOR) adalah persentase pemakaian
tempat tidur pada satuan waktu tertentu yang digunakan untuk mengetahui
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.Angka BOR yang rendah
menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh
masyarakat.Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85 %) menunjukkan tingkat
pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah
sakit atau penambahan tempat tidur.Nilai parameter yang ideal antara 60-
85%.
Bed Occupancy Rate (BOR) yaitu prosentase pemakaian tempat
tidur pada satu satuan waktu tertentu.Indikator ini memberikan gambaran
tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Apabila
nilai BOR lebih dari 85 % maka pelayanan yang dijalankan oleh dokter,
perawat dan tenaga kesehatan lain kurang efektif, hal tersebut dapat
dikarenakan :

1. Beban kerja tinggi


2. Ruang kerja terbatas namun penggunaan Tempat Tidur yang
berlangsung secara terus – menerus.
34
3. Meningkatnya kualitas pasien memperoleh perawatan yang layak
dibutuhkannya.
4. Memperpanjangkan masa penyembuhan pasien.
Adapun rumus Bed Occupancy Rate ( BOR ) :

Manfaat penghitungan BOR yaitu untuk mengetahui tingkat penggunaan


Tempat Tidur suatu rumah sakit.Angka BOR yang rendah kurangnya
penggunaan fasilitas perawatanrumah sakit oleh masyarakat.

D. Handover
Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab
utama untuk memberikan perawatan klinis kepada pasien dari satu
pengasuh ke salah satu pengasuh yang lain. Pengasuh termasuk dokter jaga,
dokter tetap ruang rawat, asisten dokter, praktisi perawat, perawat terdaftar,
dan perawat praktisi berlisensi.(The Joint Commission Journal on Quality
and Patient Safety, 2010). Sedangkan Australian Medical Association
(2006), mendefinisikan handover sebagai transfer tanggung jawab
profesional dan akuntabilitas untuk beberapa atau semua aspek perawatan
untuk pasien, atau kelompok pasien, kepada orang lain atau kelompok
profesional secara sementara atau permanen. Timbang terima pasien adalah
suatu cara dalam menyampaikan dan menerima suatu laporan yang
berkaitan dengan keadaan pasien. SOP timbang terima antar shift yang
ditujukan kepada seluruh perawat pelaksana dibuat agar terselenggaranya
penyampaian dan penerimaan laporan-laporan yang berkaitan dengan
keadaan pasien.

34
Sasaran keselamatan pasien yang tertuang dalam PMK No. 1691/
MENKES/ PER/ VIII/ 2011 dibuat dengan mengacu pada sembilan solusi
keselamatan pasien oleh WHO bertujuan untuk mendorong perbaikan spesifik
dalam keselamatan pasien.Timbang terima pasien termasuk pada sasaran yang
kedua yaitu peningkatan komunikasi yang efektif.
Pada saat handover antar shift seluruh perawat melakukan komponen
situation (S) yaitu menyebutkan identitas pasien yang akan dioperkan. Hal ini
baik untuk dilakukan sehingga pasien yang dioperkan adalah pasien yang benar
sesuai dengan kondisi yang akan dioperakan. Hal ini juga baik dilakukan guna
meminimalisir kesalahan dalam melakukan identifikasi pasien. Sesuai SPO
tentang identifikasi menyebutkan bahwa identifikasi dilakukan salah satunya
adalah pada saat dilakukan serah terima pasien (hand over) baik antar shift
maupun antar ruangan. dioperakan. Hal ini juga baik dilakukan guna
meminimalisir kesalahan dalam melakukan identifikasi pasien. Sesuai SPO
tentang identifikasi menyebutkan bahwa identifikasi dilakukan salah satunya
adalah pada saat dilakukan serah terima pasien (hand over) baik antar shift
maupun antar ruangan.
Pelaksanaan background (B) hampir seluruh perawat (78,72%)
melakukan komponen ini. Tetapi bila ditelaah masing-masing item pada
komponen background maka dapat dilihat bahwa : seluruh perawat (100%)
menjelaskan tanda-tanda vital, hampir setengah perawat (47,36%) menjelaskan
kondisi klinik yang mendukung seperti hasil lab, rontgen dan lain-lain, hampir
seluruh perawat (78,94%) menyebutkan pemasangan alat invasif (infus, kateter,
dll). Untuk tanda-tanda vital, semua perawat menjelaskan dengan jelas pada saat
hand over karena mengacu pada SPO bahwa pasien harus dimonitoring minimal
satu shift sekali, sehingga pada saat dilakukan hand over tentunya perawat sudah
mengetahui tanda-tanda vital pasien tersebut.Tetapi pada penjelasan mengenai
kondisi klinik yang mendukung, masih dirasakan kurang dalampelaksanaannya,
dimana hal tersebut sangat penting karena hasil pemeriksaan penunjang
merupakan informasi yang dapat memperjelas kondisi pasien.

34
Pada komponen Recommendation (R) sebagian besar perawat
(60,52%) menjelaskan intervensi/tindakan yang sudah dilakukan dan tindakan
yang perlu dilanjutkan. Pelaksanaan komponen ini diharapkan mencapai 100%
karena pada bagain ini perawat seharusnya memberikan rekomendasi atau saran-
saran yang harus dilakukan pada shift berikutnya untuk mengatasi masalah
terkini yang sedang dihadapi oleh pasien. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan selama penelitian didapatkan kurangnya pemahaman mengenai
aplikasi dari komponen ini.
Prinsip handover Australian Resource Centre for Healthcare Innovation
(2009); Friesen, White, dan Byers (2009) memperkenalkan enam standar prinsip
serah terima pasien, yaitu:
a) Kepemimpinan dalam serah terima pasien: Semakin luas proses serah terima
(lebih banyak peserta dalam kegiatan serah terima), peran pemimpin menjadi
sangat penting untuk mengelola serah terima pasien di klinis. Pemimpin harus
memiliki pemahaman yang komprehensif dari proses serah terima pasien dan
perannya sebagai pemimpin. Tindakan segera harus dilakukan oleh pemimpin
pada eskalasi pasien yang memburuk,
b) Pemahaman tentang serah terima pasien: Mengatur sedemikian rupa agar
timbul suatu pemahaman bahwa serah terima pasien harus dilaksanakan dan
merupakan bagian penting dari pekerjaan sehari-hari dari perawat dalam
merawat pasien. Memastikan bahwa staf bersedia untuk menghadiri serah
terima pasien yang relevan untuk mereka. Meninjau roster dinas staf klinis
untuk memastikan mereka hadir dan mendukung kegiatan serah terima pasien.
Membuat solusi-solusi inovatif yang diperlukan untuk memperkuat
pentingnya kehadiran staf pada saat serah terima pasien.
c) Peserta yang mengikuti serah terima pasien: Mengidentifikasi dan
mengorientasikan peserta, melibatkan mereka dalam tinjauan berkala tentang
proses serah terima pasien. Mengidentifikasi staf yang harus hadir, jika
memungkinkan pasien dan keluarga harus dilibatkan dan dimasukkan sebagai
34
peserta dalam kegiatan serah terima pasien. Dalam tim multidisiplin, serah
terima pasien harus terstruktur dan memungkinkan anggota multiprofesi hadir
untuk pasiennya yang relevan.
d) Waktu serah terima pasien: Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan
frekuensi untuk serah terima pasien. Hal ini sangat direkomendasikan, di
mana strategi ini memungkinkan untuk dapat memperkuat ketepatan waktu.
Serah terima pasien tidak hanya pada pergantian jadwal kerja, tapi setiap kali
terjadi perubahan tanggung jawab, misalnya; ketika pasien diantar dari
bangsal ke tempat lain untuk suatu pemeriksaan. Ketepatan waktu serah
terima sangat penting untuk memastikan proses perawatan yang
berkelanjutan, aman dan efektif,
e) Tempat serah terima pasien: Sebaiknya, serah terima pasien terjadi secara
tatap muka dan di sisi tempat tidur pasien. Jika serah terima pasien tidak dapat
dilakukan secara tatap muka, maka pilihan lain harus dipertimbangkan untuk
memastikan serah terima pasien berlangsung efektif dan aman. Untuk
komunikasi yang efektif, pastikan bahwa tempat serah terima pasien bebas
dari gangguan, misal; kebisingan di bangsal secara umum atau bunyi alat
telekomunikasi.
Proses serah terima pasien:
 Standar protokol, standar protokol harus jelas mengidentifikasi pasien dan
peran peserta, kondisi klinis dari pasien, daftar pengamatan/ pencatatan
terakhir yang paling penting, latar belakang yang relevan tentang situasi
klinis pasien, penilaian dan tindakan yang perlu dilakukan, kerangka
waktu dan persyaratan untuk perawatan transisi, penggunaan catatan
pasien untuk cross-check informasi, memastikan bahwa semua temuan
penting atau perubahan kondisi pasien terdokumentasi, memastikan
pemahaman dan tanggung jawab bagi pasien oleh perawat yang menerima
penyerahan pasien,

34
 Kondisi pasien memburuk, pada kondisi pasien memburuk, meningkatkan
pengelolaan pasien secara cepat dan tepat pada penurunan kondisi yang
terdeteksi.
 Informasi kritis lainnya, prioritaskan informasi penting lainnya, misalnya:
tindakan yang luar biasa, rencana pemindahan pasien, kesehatan kerja dan
risiko keselamatan kerja atau tekanan yang dialami oleh staf. Jenis
Handover Serah terima pasien terjadi di seluruh kontinum perawatan
kesehatan dalam semua jenis pengaturan layanan. Ada berbagai jenis
serah terima pasien dari satu penyedia jasa perawatan kesehatan kepada
yang lain, seperti transfer pasien dari satu lokasi ke lokasi lain dalam suatu
rumah sakit atau transisi informasi dan tanggung jawab selama serah
terima pasien antar shift pada unit yang sama. Serah terima pasien
interdisiplinary terjadi antara perawat dan dokter, dan perawat dengan
tenaga kesehatan lainnya, sementara serah terima pasien intradisciplinary
terjadi antara sesama perawat atau sesama dokter. Serah terima pasien
juga dapat terjadi antar fasilitas kesehatan, seperti; antara rumah sakit dan
antara beberapa organisasi penyedia pelayanan lainnya, termasuk
pelayanan kesehatan di rumah, tempat penampungan, dan fasilitas
perawatan jompo. Serah terima pasien mungkin melibatkan penggunaan
teknologi khusus, misalnya: perekam audio, catatan terkomputerisasi,
faximili, dokumen tertulis, dan komunikasi lisan.
Menurut Hughes (2008); Australian Resource Centre for
Healthcare Innovation (2009); Friesen, White, dan Byers (2009) beberapa
jenis serah terima pasien yang berhubungan dengan perawat, antara lain:
 Serah terima pasien antar shift: Metode serah terima pasien antar shift
dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, antara lain: secara
lisan, catatan tulisan tangan, di samping tempat tidur pasien, melalui
telepon, rekaman, nonverbal, menggunakan laporan elektronik, cetakan
komputer, dan memori. Kekuatan dari metode laporan di samping tempat
tidur merupakan upaya untuk fokus pada laporan dan kondisi pasien.
34
Namun, ada kekhawatiran tentang kerahasiaan pasien yang dapat
dikompromikan jika tidak hatihati dalam menanganinya. Sebuah studi
kualitatif yang difokuskan pada gambaran persepsi pasien yang terlibat
dalam kegiatan serah terima, menemukan beberapa pasien mendukung
serah terima disamping tempat tidur, sementara yang lain tidak. Pasien
juga menyatakan keprihatinannya mengenai jargon yang digunakan oleh
perawat saat kegiatan serah terima berlangsung.
 Serah terima pasien antar unit keperawatan: Pasien mungkin akan sering
ditransfer antar unit keperawatan selama mereka tinggal di rumah sakit.
Namun, sejumlah faktor telah diidentifikasi berkontribusi terhadap
inefisiensi selama transfer pasien dari satu unit keperawatan ke unit
keperawatan yang lain, termasuk; ketidaklengkapan catatan medis dan
keperawatan, keterlambatan atau waktu yang terbuang disebabkan oleh
kemacetan komunikasi, menunggu tanggapan dari perawat atau dokter
atau tanggapan dari manajemen unit keperawatan tempat yang akan di
tempati pasien atau masalah ketersediaan tempat tidur.
 Serah terima pasien antara unit perawatan dengan unit pemeriksaan
diagnostik: Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan
diagnostik selama rawat inap. Pengiriman dari unit keperawatan ke tempat
pemeriksaan diagnostik (misalnya; radiologi, kateterisasi jantung,
laboratorium, dll) telah dianggap sebagai konstributor untuk terjadinya
kesalahan. Hal ini penting, ketika perubahan unit tempat keperawatan
pasien terutama untuk tingkat pelayanan yang berbeda dari unit perawatan
sebelumnya dan untuk keamanan pasien, staf pada unit pemeriksaan
disgnostik harus memiliki informasi lengkap yang mereka butuhkan dan
melakukan komunikasi yang konsisten. Kompleksitas kondisi pasien
mungkin memerlukan perawat untuk menyertai pasien ke tempat
pemeriksaan diagnostik,
 Serah terima pasien antar fasilitas kesehatan: Pengiriman pasien dari satu
fasilitas kesehatan ke fasilitas yang lain sering terjadi antara pengaturan
layanan yang berbeda. Pengiriman berlangsung antar rumah sakit ketika

34
pasien memerlukan tingkat perawatan yang berbeda. Pengiriman pasien
antar fasilitas, meliputi; antar rumah sakit, pusat rehabilitasi, lembaga
kesehatan di rumah, dan organisasi pelayanan kesehatan lainnya. Faktor
yang cenderung membuat pengiriman pasien tidak efektif adalah
kesenjangan dan hambatan komunikasi antar fasilitas kesehatan tersebut
dan juga dipengaruhi oleh perbedaan budaya organisasi.
E. Peran Perawat Sebagai Clinikal Intruktur
Menurut Heri Martono, S (2009) Peran pembimbing praktik
klinik dalam kegiatan pembelajaran praktik klinik sangat berarti sekali
agar pelaksaan pembelajaran menjadi efektif. Dikemukaan oleh Ewan,R
(1994) bahwa pembelajaran praktek klinik merupakan masa transisi dari
situasi belajar di kelas ke situasi pelayanan yang sesungguhnya, yang
memungkinkan mahasiswa mengalami kecemasan yang tinggi. Untuk
mengatasi permasalahan pada diri mahasiswa maka perlu kinerja
pembimbing praktik klinik yang baik.
Pembimbing praktik klinik mempunyai kontribusi
meningkatkan kualitas pembelajaran praktik klinik, karena memiliki
berbagai peran mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi pembelajaran klinik.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mellysa Nasanura (2016)
tentang Peran Perawat Klinikal Instruktur Dalam Pelayanan Bimbingan
Mahasiswa Praktik yang mengatakan bahwa bimbingan klinik merupakan
suatu metode pengajaran dan pembelajaran mahasiswa dengan
menggunakan perawat sebagai model perannya. Proses bimbingan klinik
melibatkan CI dan mahasiswa, untuk mencapai tujuan bimbingan klinik.
Seorang CI mempunyai peran menjembatani antara teori yang didapatkan
mahasiswa di fakultas dengan yang ada di Rumah Sakit. Dibuktikan
dengan hasil penelitian didapatkan peran perawat sebagai CI dalam
pelaksanaan program bimbingan klinik mahasiswa praktik berada pada
kategori baik sebanyak 74,2% yang dibagi menjadi peran sebagai educator
sebanyak 72,7% , peran sebagai care giver 69,7%, peran sebagai role
model 66,7%.

34
F. Standar Operating Procedure (SOP)
SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus
dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. (KARS, 2016)

Tujuan :

1. Agar petugas menjaga konsistensi dan kinerja petugas atau Tim dalam
Organisasi atau unit
2. Agar mengetahui dengan jelas peran dn fungsi tiap-tiap posisi dalam
organisasi
3. Memperjelas alur tugas wewenang dan tanggung jawab dari petugas
terkait.
4. Melindungi organisasi dan staf dari malpraktik atau kesalahan
administrasi lainnya
5. Untuk menghidari kegagalan atau kesalahan, keraguan, duplikasi, dan
inefisiensi

Fungsi :

1. Memperlancar tugas petugas atau tim


2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan
3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.
4. Mengarahkan petugas untuk sama-sama disiplin dalam bekerja
5. Sebagai pedoman dalam pekerja rutin.

Pemberian Obat Melalui Selang Intravena

 Persiapan alat dan bahan


1. Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran
2. Obat dalam tempatnya
3. Selang intravena
4. Kapas alcohol

34
 Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukan kedalam
spuit
4. Cari tempat penyuntikan obat pada selang intravena
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukan jarum spuit hingga
menembus bagian tengah dan masukan obat secara perlahan-lahan
kedalam selang intravena
7. Setelah selesai, tarik spuit
8. Periksa kecepatan infus dan observasi reaksi obat
9. Cuci tangan
10. Catat obat yang telah diberikan dengan dosisnya
Sumber: Potter & Perry, 2013

34
BAB III

GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT

1. Gambaran Umum Rumah Sakit


Sebelum terbentuknya RSUP Dr. wahidin Sudirohusodo ini, tepatnya
pada tahun 1947 didirikan rumah sakit dengan meminjam dua (2) bangsal rumah
sakit jiwa yang telah berdiri sejak tahun 1942 sebagai bangsal bedah dan penyakit
dalam yang merupakan cikal bakal berdirinya Rumah Sakit Umum Dadi. Pada
awalnya ditahun 1957 RSU Dadi yang berlokasi di jalan Lanto Dg. Pasewang No.
43 Makassar ini berfungsi sebagai rumah sakit pemda Tingkat 1 Sulawesi
Selatan, yaitu rumah sakit yang manajemennya diatur oleh pemerintah daerah
sulawsi selatan. Hingga pada tahun 1992 rumah sakit dadi menjadi rumah sakit
dengan klasifikasi B. Pengembangan pembangunan rumah sakit inipun
dipindahkan ke Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 11 Makassar, Berdekatan dengan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (RSWS) sebagai
salah satu UPT Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU), telah melalui perjalanan
panjang dan perkembangan dengan berbagai bentuk struktur organisasi. Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Wahidin Sudirohusodo berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 540/SK/VI/1994 sebagai Rumah Sakit
kelas A, Rumah Sakit Pendidikan serta sebagai Rumah Sakit Rujukan tertinggi di
Kawasan Timur Indonesia harus mampu memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat.
Berdasarkan Permenkes no. 340/MENKES/PER/III/2010 tentang
klasifikasi rumah sakit. Klasifikasi Rumah Sakit adalah pengelompokan kelas
Rumah Sakit berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan. Sebagai Rumah
Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

34
medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima)
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis
Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis. Kriteria, fasilitas dan
kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A sebagaimana dimaksud meliputi
Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis
Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain,
Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan
Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, dan Pelayanan
Penunjang Non Klinik.
Salah satu jenis pelayanan medik dasar dan pelayanan medik spesialis
lain yang harus dimiliki rumah sakit tipe A adalah pelayanan INTERNA. Instalasi
Lontara 1 Bawah Belakang dan Pakis adalah salah satu unit rawat inap yang ada
di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Menurut American
Hospital Association tahun 1978 Rawat inap adalah :

1. Pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana penderita tinggal/mondok


sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan
atan rumah sakit pelaksana pelayanan kesehatan lain.
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa,
pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik, dengan menginap di ruang
rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta serta
puskesmas perawatan dan rumah bersalin, yang oleh karena penyakitnya
penderita harus menginap.
Ruangan Lontara 1Bawah Belakang dan Pakis sebagai unit rawat inap
yang memberikan pelayanan interna dan jiwa kepada pasien yang harus
mampu memberikan pelayanan interna dan jiwa yang paripurna kepada
masyarakat.

34
A. Visi
Visi merupakan pandangan jauh kedepan, kemana dan bagaimana
RSUP. Dr.. Wahidin Sudirohusodo harus dibawa dan berkarya secara produktif,
inovatif konsisten serta antsipatif terhadap perubahan. Visi tidak lain adalah
suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan
citra yang ingin diwujudkan. Dengan mengacu pada batasan tersebut, visi
RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah: “Menjadi Academic Health Center
Terkemuka di Indonesia Tahun 2019”
B. Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut, RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo
mencanangkan 3 misi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan penelitian di bidang
kesehatan yang berkualitas dan komprehensif.
2. Menumbuhkembangkan system manajemen organisasi yang efektif.
3. Mengampu rumah sakit jejaring di wilayah Indonesia Timur
C. Motto:
“Dengan budaya Sipakatau Kami Melayani dengan Hati”
D. Falsafah
Menjunjung tinggi harkat dan martabat tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melaksanakan kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktifitas.
2. Gambaran Umum Lontara 3 Bawah Belakang (Neuro)
Lontara 3 bawah belakang (Neurologi) merupakan ruang rawat inap yang yang
memiliki batasan-batas sebagai berikut:
1. Sebelah timur berbatasan dengan ruang lontara 3 bawah depan
2. Sebelah barat berbatasan dengan pakiran lontara 3
3. Sebelah utara berbatasan dengan lontara 2 bawah belakang
4. Sebelah selatan berbatasan dengan lontara 4 bawah belakang

34
Ruangan lontara 3 bawah belakang dipimpin oleh Ns. H.Bardi S.kep dengan
jumlah tenaga kesehatan 21 tenaga kesehatan yang terdiri dari 4 team:
- Team A : 1 Ketua tim dan 3 perawat pelaksana
- Team B : 1 ketua tim dan 5 perawat pelaksana
- Team C: 1 ketua tim dan 4 perawat pelaksana
- Team D: 1 ketua tim dan 5 perawat pelaksana
Tenga non medis yang terdiri dari:
- Verivikator 1 orang
- Evakuator 1 orang
Ruang lontara 3 Neurologi terdiri dari:
- Ruang kepala ruangan sendiri
- ruang satelit bersebelahan dengan ruang kepala ruangan
- 2 ruang perawat (bangsal dan HCU)
- 2 kamar koas (kamar koas putra dan putri) bersebelahan dengan kamar 2
kelas III
- 4 Ruang bangsal yang terdiri dari:
 Kamar 1 kelas II yang terdiri dari 4 bed (tempat tidur)
 Kamar 2 kelas III yang terdiri dari 6 bed (tempat tidur)
 Kamar 3 kelas III yang terdiri dari 6 bed (tempat tidur)
 Kamar 4 kelas III yang terdiri dari 6 bed (tempat tidur)
Ruangan HCU yang terdiri dari 8 bed (tempat tidur)
- 1 ruangan ISO yang terdiri dari 2 bed (tempat tidur)
- ners station depan ruang perawat
- kamar mandi pasien 8 buah
- kamar mandi perawat 1 buah dan
- gudang 1 bersebelahan dengan tangga menuju lontara 3 atas belakang

34
DENAH RUANGAN LONTARA 3 BAWAH BELAKANG

1 4 6 8 9

2 3 5 7

10 11 12 13 14 15

10 11 12 13 14 15

Ket
1 : Ruangan iso 8 : Kamar mandi perawat
2 : Ruangan koas pria 9 : Kamar IV kls III
3 : Ruangan koas wanita 10 : Ruangan karu Nurse staion
4 :Kamar II kls III 11: Satelit lontara III Pintu keluar darurat
5: Kamar III kls III 12 : Kamar I kls II
6 : Kamar perawaat 13 : Ruang HCU Kamar mandi pasien
7 : Ruang perawat 14:Ruang perawat HCU Tangga
15 : Ruang HCU
34
A. M1 (MAN) Sumber Daya Manusia Lontara 3 Bawah Belakang
1. Struktur Oganisasi
STRUKTUR ORGANISASI LONTARA III BAWAH BELAKANG ( NEUROLOGI )

KEPALA INSTALASI
Ns.Maemunah, S.Kep., M.Kes

KEPALA PELAYANAN
NS H. BARDI, S.Kep

k.
I KATIM II KATIM III KATIM IV
Ns. NURSIAH RAMA, l.
S.Kep Ns. MASDAR, S.Kep Ns. Nur Ainun,S.kep HENI, AMK

m.
SUMARNI, AMK Ns. Rizka Emilia, S.Kep Bulkis Wulandari, AMK Ns. Radhita Ramadhani, S.Kep
n.

Ns. Andi Darna, S.Kep ABDILLAH ALIF, S.Kep Ns. Sahniar Made, S.Kep
o.
Syamsuryana,Amd.kep VERIFIKATOR
Aprilianti M.Matana .SE
Ns. Sumiati, S.kep Ns.p.
Nini. Mancana,S.kep Kurnia Citra, Amd.Kep

Ns. Nurianti, S.Kep


RUSDY, AMK q. KARTINI, AMK Ns. Lidya R, S.Kep
EVAKUATOR
Reski purnandasari,
NATHALLIE
AMD Kep
Ns. Ermawati Puspita,
S.Kep 34
Ruangan lontara 3 bawah belakang dipimpin oleh Ns. H.Bardi S.kep
dengan jumlah tenaga kesehatan 21 tenaga kesehatan yang terdiri dari 4
team:
- Team A : 1 Ketua tim dan 3 perawat pelaksana
- Team B : 1 ketua tim dan 5 perawat pelaksana
- Team C: 1 ketua tim dan 4 perawat pelaksana
- Team D: 1 ketua tim dan 5 perawat pelaksana
Tenga non medis yang terdiri dari:
- Verivikator 1 orang
- Evakuator 1 orang

3. Ketenagaan
Tabel 3.1
Distribusi Tenaga Perawat

Pendidikan
No Nama Jabatan Lama Bekerja
Terakhir
1 Ns. H Bardi, .Kep Kepala Ruangan S1 Ners 21 tahun
2 Ns. Masdar, Skep KATIM A S1 Ners 19 tahun
Perawat
3 Sumarni, AMK AMK 19 tahun
pelaksana
Perawat
4 Nelsi Tandisinding AMK 7 tahun
pelaksana
Perawat
5 Ns. Andi Darma, S.kep S1 Ners 4 tahun
Pelaksana
Ns.Nur Ainun
6 KATIKM B S2 magister 10 tahun
S.kep.,M.kep
Perawat
7 Ns. Riska Emelia S.kep S1 Ners 7 tahun
Pelaksana
Perawat
8 Abdilah Latif S.kep S.kep 7 tahun
Pelaksana
Perawat
9 Kartini, AMK AMK 10 tahun
Pelaksana
Perawat
10 Ns. Sahniar Made,S.kep S1 Ners 4 tahun
Pelaksana
Perawat
11 Ns. Laila Tunisa S.kep S1 Ners 2 tahun
Pelaksana
12 Heni, AMK KATIM C AMK 13 tahun
Perawat
13 Bulkis wulandari, AMK AMK 10 tahun
Pelaksana
Ns. Ermawati Parawat
14 S1 Ners 4 tahun
puspita,S.kep palaksana
Perawat
15 Kurnia citra, Amd.kep Amd.kep 4 tahun
palaksana
Perawat
16 Ns. Lidya R, S.kep S1 Ners 2 tahun
palaksana
17 Ns. Nursiah Rama, S.kep KATIM D S1 Ners 24 tahun
Ns. Radhita Ramadhani, Perawat
18 S1 Ners 4 tahun
S.kep Pelaksana
Perawat
19 Ns. Nurianti S.kep S1 Ners 9 tahun
pelaksana
Perawat
20 Rusdy,AMK AMK 7 tahun
pelaksana
Rezky Purnandasari, Perawat
21 Amd.kep 4 tahun
Amd.kep pelaksana
Perawat
22 Amd.kep 2 tahun
pelaksana

Dari tabel di atas diapat Ketenagaan diruang lontara 3 bawah belakang


(neurologi) terdiri dari keperawatan maupun non keperawatan.
Ruang lontara 3 bawah belakang dipimpin oleh 1 kepala ruangan
4 orang ketua tim dan 17 orang perawat pelaksana dan 2 tenaga
supervisor, jumlah tenaga keseshatan yang berpendidikan magister
kesehatan sebanyak 2 orang, S1 Ners sebanyak 11 orang, S.kep
sebanyak 1 orang, D3 sebanyak 3 orang, dan AMK sebanyak 6 orang.
Dengan tenaga kerja paling lama 24 tahun dan tenaga kerja yang baru
adalah selama 2 tahun
Tabel 3.2
Distribusi Tenaga Non Perawat Ruang L3BB
No Nama Area Kerja
1 Aprilianti M Verifikator
Matana
2 Nathalia Evakuator
Sumber : R. L3 BB 2019
Tenaga non perawat di ruang lontara 3 bawah belakang terdiri dari
Verikator, dan Evakuator serta ahli gizi.
Tabel 3.3
Kualifikasi Pendidikan Tenaga Perawat di Ruang L3 BB

Tenaga Perawat di Ruang L3BB


No
Pendidikan Jumlah
1. Magister Keperawatan 1 Orang
2. Sarjana Keperawatan + Ners 11 Orang
3. Sarjana Keperawatan 1 Orang
3. Diploma Keperawatan 3 Orang
4 AMK 6 orang
Total 22orang
Sumber : R. L3 BB 2019

Dari table di atas didapatkan data tenaga pendidikan perawat di ruang


L3BB S2 Keperawatn 1 orang, S1 Ners sebanyak 11 orang, S1
keperawatan 1 orang, D3 keperawatan sebanyak 3 orang, AMK
sebanyak 6 orang dengan total tenaga keseshatan sebanyak 22 tenaga
kesehatan.
a. Menurut Gillies (1982) kebutuhan tenaga perawat secara kuantitatif dapat
dirumuskan dengan perhitungan sebagai berikut

Tenaga perawat (TP) = jumlah jam perawatan yang dibutuhkan atau


tahun jumlah hari kerja perawatan /tahun x jam kerja perawat perhari.

Tenaga perawat ( PT ) = A x B x 365

( 365- C ) Jam kerja / hari )

Keterangan :

A : jam efektif /24 jam =waktu perawatan yang dibutuhkan pasien/hari


B : rata-rata jumlah pasien per hari =jumlah hari kerja per satu tahun
C : Jumlah hari libur, 365 =jumlah hari kerja dalam satu tahun
Menentukan jumlah kebutuhan tenaga perawat pada ruangan lontara 3
bawah belakang dengan menunjukan rumus

23 = 7 x 32 x 365
( 365 – 96 ) x 8
23 = 58.765
( 269) x 8
23 = 58.765
2.152
= 27

b. Menurut douglas (1984) perhitungan jumlah tenaga keperawatan menurut


douglas dihitung berdasarkan tingkat ketergantungan setiap shift klien
seperti tabel berikut
Tabel 3.4
Jumlah tenaga perawat berdasarkan Klassifikasi Ketergantungan Klien

Kebutuhan perawat
Waktu klasifikasi
Jumlah Pagi Sore Malam
Mandiri 4 4 x 0,17=0,68 4x0,4=1,6 4x0,07=0,28
Parsial 13 13x0,27=3,51 13x0,15=1,19 13x0,10=1,3
Total care 6 6x0,36=2,16 6x0,3=1,8 6x0,20=1,2
Jumlah 23 6 5 3
Sumber : R. L3 BB 2019
Jumlah perawat yang diperlukan untuk jaga padi sebanyak 6 orang, sore
sebanyak 5 orang, malam sebanyak 3 orang, sedangkan klasifikasi derajat
ketergantungan pasien terhadap keperawatan menurut douglas berdasarkan
kriteria sebagai berukut : perawat minimal memerlukan waktu selama 1
sampai 2 jam/24 jam, dengan kriteria :
a) Kebersihan diri,mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
b) Ambulasi dengan pengawasan
c) Obsesvasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shift
d) Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
e) Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.

Perawatan intermediate memerlukan waktu 3-4 jam/24jam dengan kriteria:

a) Kebersihan diri dibantu, makan,minum dibantu.


b) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
d) Folley catheter/intake output dicatat.
e) Klien dengan pemasanagn infus, persiapan pengobatan memerlukan
prosedur.
Pearawat maksimal atau total memerlukan waktu 3-6 jam/24 jam dengan
kriteria:

a) Segalanya diberikan/dibantu
b) Posisi diatur,observasi taanda-tanda vital tiap 2 jam
c) Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intrevena
d) Pemakaian scaktion
e) Gelisah, disorientasi
A. Menurut depkes, 2005 modal pendekatan yang dapat digunakan dalam
perhitungan tenaga keperawatan yang ada di rumah sakit memperhatikan
unit kerja yang ada di rumah sakit. Penetapan didasarkan klasifikasi pasien
dengan cara perhitungan adalah:
a) Tingkat ketergantungan berdasarkan kasus
b) Rata-rata pasien /hari
c) Jumlah perawatan yang diperlukan /hari/pasien
d) Jam perawtan yang diperlukan/ ruangan /harri
e) Jam kerja efektif setiap perawat 7 jam /hari
Dirumuskan sebagai berikut:

- Tenaga kepeerawatan rawat inap :

Jumlah jam perawtan / ruangan / hari

- Tenaga keperawatan rawat jalan

Jumlah jam perawtan efektif X rata-rata jumlah pasien perhari


Tabel : 3.5
Hasil Perhitungan Tanaga Perawat Lontara 3 Bawah Belakang

Hasil
Metode Jumlah tenaga yang Jumlah tenaga yang ada Ket
dibutuhkan
Gillies 27 23 Lebih 4
Douglas 21 23 Kurang 2

Berdasarkan perhitungan gillies jumlah perawat yang dibutuhkan sebanya 27


Orang perawat di ruang lontara 3 bawah belakang sedangakan menurut
perhitungan Dougles jumlah perawat di ruang lontara 3 bawah belakang
sebanya 21 orang sedangkan jumlah perawata sebanyak 23 orang

Tabel 3.6
Kapasitas Tempat Tidur Ruang Lontara 3 Bawah Belakang
Ruang Kamar/Kelas Jumlah Tempat Tidur
L3BB Kamar 1/II 4 tempat tidur
Kamar 2/III 6 tempat tidur
Kamr 3/III 6 tempat tidur
Kamar 4/III 6 tempat tidur
Kamar HCU 1 4 tempat tidur
Kamar HCU 2 4 tempat tidur
Kamar ISO 2 tempat tidur
Kamar Koas Laki-laki 1 tempat tidur
Kamar Koas perempuan 1 tempat tidur
Satelit Farmasi -
Total : 9 ruang rawat Total: 32
Sumber : R. L3 BB 2019
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jumlah tempat tidur di ruang L3BB
Rumah Sakit Wahidin Makassar berjumlah 32 tempat tidur dengan kamar 1/II
4 tempat tidur, kamar 2/III 6 tempat tidur, kamar 3/III 6 tempat tidur, kamar
HCU 1 4 tempat tidur, Kamar HCU 2 4 tempat tidur, kamar koas perempuan
1 tempat tidur dan kamar koas laki-laki 1 tempat tidur di tambah dengan
satelit farmasi dan ISO 2 tempat tidur dengan keseluruhan ruang perawatan 9
ruangan dan penambahan satelit farmasi

Tabel 3.7
Nilai BOR (Bed Occupancy Rate)
Ruang TT April 2019 Mei 2019 Juni 2019
BOR BOR BOR
L1BB 32 79,9 % 82,0% 79,5 %
Sumber: Data Ruang L3BB 2019

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛


𝐵𝑂𝑅 = 𝑋 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑑𝑢𝑟𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒

12
𝐵𝑂𝑅 = 𝑋 100%
32x30
12
𝐵𝑂𝑅 = 𝑋 100%
960

BOR = 12%

Berdasarkan data yang diambil dari ruang L3BB bulan terakhir,


diketahui bahwa BOR yang terbesar diruang L3BB yaitu pada
bulan April 2019 sebesar dan BOR terkecil diruang L3BB yaitu
pada juni 2019 sebesar Jumlah tersebut di dapat dari rumus Depkes
RI (2005) sebagai berikut:
a. Rata-rata jumlah pasien
Perhitungan rata – rata jumlah pasien di ruangan lontara 3 bawah
belakang menggunakan : rumus
BOR x jumlah TT
12% X 32 = 384
Jadi, jumlah rata – rata pasien dalam bulan 3 bulan dari bulan mei
juni dan Juli 384.
 Average Length Of Stay (ALOS)
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat
seorang pasien. Secara umum nilai ALOS yang ideal adalah antara
6-9 hari.
Rumus Perhitungan ALOS :

RUMUS : Jumlah Hari Perawatan Pasien Keluar

Jumlah Pasien Keluar (Hidup + mati)

Berdasarkan data yang didapat dari hasil pengkajian pada bulan juli,
jumlah pasien pulang berjumlah 66 Pasien. Dan pasien pulang
dengan lama dirawat 736 hari
Jadi jumlah lama perawatan pada bulan juli tersebut adalah 736 hari
Dan pasien yang pulang (baik hidup ataupun meninggal) ada 78
orang.
Maka pada tanggal 8 Desember tersebut ALOS nya adalah :
- Jumlah lama dirawat = 736 Hari
- Jumlah pasien keluar hidup & meninggal = 78 orang
Jadi ALOS nya = 736

78
= 9, 43 hari
Menurut DEPKES 2010 LOS (lama hari rawat) yang ideal adalah 6 –
9 hari.
Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan berdasarkan tingkat
ketergantungan .
Pasien di ruang lontara 3 bawah belakang dengan 26 pasien (4 pasien
dengan perawatan minimal, 19 pasien dengan perawat intermediet dan
3 pasien dengan perawatan total), maka jumlah perawat yang
dibutuhkan.

a. Dinas pagi :
4x 0,17 = 0,68
19x 0,27 = 5.13
3x0,36 = 1.8
Jumlah 7,61 -> 7 orang
b. Dinas siang :
4x0,14 = 0,56
19x0,15 = 2.85
3x0,30 = 0.9
Jumlah 4,31 -> 4 orang
c. Dinas malam
4x 0,10 = 0.4
19x0,07 = 1.33
3 x 0,20 = 0.6
Jumlah 2.33-> 2 orang
Berdasarkan perhitungan di atas diketahui bahwa total
jumlah kebutuhan perawata dinas pagi ,sore, malam sebanyak 13
orang .

a. Kebutuhan Tenaga Perawat


Loss day

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑎𝑏𝑡𝑢 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑔𝑔𝑢 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 + 𝑐𝑢𝑡𝑖 + ℎ𝑎𝑟𝑖𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟


= 𝑥𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓

56 + 12 + 14
= 𝑥 22 = 8
235
Dari rumus di atas didapatkan jumlah perawat yang dibutuhkan
dalam 1 shift minimal 8 perawat agar seimbang dengan kebutuhan
pasiendengan jumlah keseluruhan tenaga keperawatan yaitu 22
orang
b. Penyakit yang terbanyak tahun ini

Dari data yang didapatkan di L3BB didapatkan penyakit terbanyak


pada 3 bulan terkhir yaitu:

Tabel . 3.8

Jumlah kasus penyakit di Lontara 3 BB ( Neurologi )

Jumlah Persen
No Nama penyakit
kasus
1 Other Cerebral Infarction 100 %
2 Other Intracerebral Haemorrhage
3 Hemiplegia, Unspecified
4 Paraplegia, Unspecifien
5 Flaccid Paraplegia
6 Vascular Headache, Not Elsewhere Classified
7 Generalized Idhiopatic Epilepsy And Epileptic
Syndrome
8 Tetraplegia, Unspecified
9 Low Back Pain
10 Cerebral Infaction, Unspecified
Sumber : R. L3 BB 2019

B. (M2-Material)
Materi terdiri dari dari bahan setengah jadi ( raw material ) dan bahan
jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain
manusia ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakanm
bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia
tidak dapat di pisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang
dikhendaki.
- Jenis Pelayanan
Ruangan lontara 3 bawah belakang melayani layanan rawat inap
neurologi
- Sarana dan Fasilitas
Table 3.9
Fasilitas untuk pasien
Tersedia
No. Nama Barang Jumlah
Kondisi Keterangan
1. Tempat tidur 32 Baik

2. Jam dinding 1 Baik


3. Kursi roda 6 Baik
4 Lemari kecil 32 Baik
5 Kamar mandi dan 8 Baik
WC

Table 3.10

Fasilitas Untuk Petugas

Tersedia
No. Nama Barang Jumlah
Kondisi Keterangan
1. Kasur 2 Baik
2. Jam dinding 2 Baik
3. Kursi perawat 20 Baik
4. Lemari besar 7 Baik
5. Lemari kecil 4 Baik
6. Meja kerja 5 Baik
7. Kamar mandi dan 1 Baik
WC
Tabel 3.11

Alat kesehatan di ruang L3BB

Tersedia
No Nama barang Jumlah
Kondisi Keterangan
1 Oksigen sentral 22 Baik Cukup
2 Oksigen transfer 3 Baik Cukup
3 Tensi meter digital 4 Baik Cukup
4 Tensi mobile 1 Baik Cukup
5 Suction mobile 2 Baik Cukup
5 Suction central 8 Baik Cukup
6 Lampu emergensi 6 Baik Cukup
7 Guedel 6 Baik Cukup
8 Termometer digital 2 Baik Cukup
10 Tonspatel 1 Baik Cukup
11 Hamer 1 Baik Cukup
13 Gunting anatomi 5 Baik Cukup
15 Pinset cerujie 5 Baik Cukup
18 Bak instrumen sedang 5 Baik Cukup
20 Standar infus tancap 3 Baik Cukup
21 Standar infus berdiri 29 Baik Cukup
23 Bengkok sedang 2 Baik Cukup
26 Kursi roda biasa 6 Baik Cukup
29 Sampiran 28 Baik Cukup
31 Klem arteri 5 Baik Cukup
32 Klem vankoher 5 Baik Cukup
35 Saturasi O2 1 Baik Cukup
36 Monitor duduk 8 Baik Cukup
37 Monitor mobile 1 Baik Cukup
38 Infus pam 2 Baik Cukup
39 Steringpam 5 Baik Cukup
40 Nebolizer 2 Baik Cukup
41 Kasur dekubitus 8 Baik Cukup
42 Canula sentral 3 Baik Cukup
43 Canula mobile 2 Baik Cukup
44 Lampu foto/ CT 1 Baik Cukup
45 EKG 1 Baik Cukup
46 Alat GDS 1 Baik Cukup

Tabel 1.3

Alat Alat Furniture di Ruang L3BB

Tersedia
No Barang Jumlah
Kondisi Keterangan
1 Iphone 1 Baik Cukup
2 Tempat sampah 8 Baik Cukup
medis
3 Tempat sampah 2 Baik Cukup
pasien
4 Tempat alat steril 1 Baik Cukup
5 Tempat alat non 2 Baik Cukup
steril
6 Tempat Map plastik 8 Baik Cukup
merah
7 Tempat Map plastik 4 Baik Cukup
hijau
8 Tempat Map plastik 3 Baik Cukup
orange
9 Tempat Map plastik 3 Baik Cukup
pink
10 Tempat map plastik 1 Baik Cukup
biru
11 Rak obat plastik 32 Baik Cukup
12 Rak resep dan alat 12 Baik Cukup
13 Hekter bolong 2 Baik Cukup
14 Keranjang plastik 4 Baik Cukup
15 Loyang plastik 3 Baik Cukup
16 Apar 1 Baik Cukup
17 Helm apar 3 Baik Cukup
17 Gayung 9 Baik Cukup
18 Ember 8 Baik Cukup
19 Baskom almunium 2 Baik Cukup
20 Lemari pasien 32 Baik Cukup
21 Kursi kayu panjang 1 Baik Cukup
22 Kursi plastik pasien 32 Baik Cukup
23 Wastavel 2 Baik Cukup
24 Rak piring 1 Baik Cukup
25 Kulkas 2 Baik Cukup
26 Dispenser 1 Baik Cukup
27 AC 5 Baik Cukup
28 Troli tindakan 6 Baik Cukup
29 Troli emergency 1 Baik Cukup
30 Ember laken kotor 2 Baik Cukup
31 Tv 1 Baik Cukup
32 Lemari laken bersih 1 Baik Cukup
33 Bantal kepala 32 Baik Cukup

Ruang L3BB sudah memiliki alat medis ataupun alat non medis sudah
sesuai dengan RSWS. Alat medis yang paling banyak di ruangan
L3BB yaitu standar infus berdiri dengan jumlah atal 23 buah . dan alat
non medis yang paling banyak yaitu rak obat pasien, kursi pasien dan
bantal pasien dengan jumlah barang masing-masing yaitu 32 buah.
C. M3 –(Methode)
Metode yang dilaksanakan diruang L3BB yaitu metode tim.
Dimana kepala ruangan membagi anggotanya menjadi 4 tim yaitu tim I
yang terdiri dari 1 orang ketua tim dan 3 orang perawat pelaksana, tim II
yang terdiri dari 1 ketua tim dan 5 perawat pelaksana, tim III yang terdiri
dari 1 ketuan tim dan 4 perawat pelaksana, tim IV yang teridri dari 1 ketua
tim dan 5 perawat pelaksana. 1 orang kepala ruangan menangani 8 orang
pasien, 2 orang perawat pelaksana menangani 6 orang pasien, 3 orang
perawat pelaksana menangani 4 orang pasien.
Metode Asuhan keperawatan yang digunakan di ruang L3BB yaitu
metode MPKP.
- Dari hasil wawancara dengan perawat L3BB didapatkan kurangnya
penerapan MPKP di ruang L3BB dikarenakan terbatasnya tenaga
kesehatan yang ada di ruangan L3BB.
- Dari hasil wawancara dengan Pemberian motivasi dilakukan oleh kepala
ruangan dalam bentuk lisan.
- Operan shift dari dinas pagi ke dinas sore, dinas sore ke dinas malam
dipimpin oleh kepala ruangan
- komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan
sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut. Isi post
conference adalah : hasil Askep tiap perawat dan hal penting untuk
operan (tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh Katim
- dari hasil wawancara dengan kepala ruangan L3BB Bila kepala ruangan
berhalangan , kepala saksi menunjukan salah satu ketua tim untuk
menggantikan tugas kepala ruang. Bila ketua tim berhalangan hadir ,
maka kepala ruangan menunjuk salah satu anggota tim ( perawat
pelaksana ) menjalankan tugas ketua tim . Bila ada perawat pelaksana
yang berhalangan hadir , maka katim melimpahkan pasien kepada
perawat pelaksana yang hadir.
- Dari hasil wawancara didapatkan Supervisi biasa dilakukan oleh kepala
ruangan untuk memastikan bahwa suatu proses pekerjaan dilakukan
sesuai dengan yang seharusnya
D. Keuangan (M4 – Money)
Biaya perawatan pasien di ruang lontara 3 bawah belakang
sebagian besar dari BPJS, masalah pembiayaan terpusat langsung, jadi
bisa dikatakan, tergantung dari alokasi anggaran yang disediakan rumah
sakit untuk tiap-tiap ruangan.Menurut Nursalam kritikan yang diterima
oleh ruangan biasanya terkait dengan kurangnya sumber daya tenaga
sehingga pelayanan menjadi kurang optimal.
E. Marketing (M5)
a. Kasus terbanyak
Other cerebral infarkcetion atau Strok adalah suatu kejadian
rusaknya sebagian Terjadi jika pembuluh darah arteri yang
mengalirkan darah ke otak tersumbat, robek, atau bocor.
b. Mutu rumah sakit
Berdasarkan BOR rata-rata dalam 3 bulan terakhir ( April,
mei, juni ) di dapatkan pasien yang di rawat di ruang L3BB paling
banyak pada bula juni. pasien yang di rawat di ruang ini berasal dari
daerah yang berbeda dari seluruh indonesia bagian timur. Sumber
keuntungan dari pasien yang di rawat ada yang berasal dari BPJS (
Mandiri. KIS, Askes ) maupun pembiayaan umum (oleh diri
sendiri). Tetapi sebagian besar pasien di rawat bersumber keungan
dari BPJS. Tingkat pendidikan pasien yang di rawat pun bermacam-
macam, ada yang sama sekali tidak sekolah, sampai yang berjenjang
pendidikan S2. Hal ini mempengaruhi pelayanan yang akan di
berikan.
Ruang lontara 3 bawah belakang sebagai ruangan
perawatan yang di peruntukan bagi penderita penyakit yang
berkaitan dengan gangguan syaraf. Ruang ini juga sebagai lahan
praktik klinik mahasiswa kesehatan seperti stikes, akper, FK, dll.
Tertarikya pasien untuk dating di RS wahiddin dikarenakan RSWS
merupakan rumah sakit tipe A di Indonesia timur yang memiliki
alat-alat kesehatan yang memadai dan memiliki banyak tenaga
kesehatan yang professional.
F. Lingkungan (E1-Environtment)
Tabel 3.23
Kajian lingkungan ruang L3BB
Kategori Nilai Usulan
Ventilasi Baik -
Pencahayaan Baik -
Kebersihan Kurang baik Tingkatkan
Kerapihan tempat tidur Kurang Baik Tingkatkan
Penempatan safety box baik -
Tempat sampah infeksius Baik -
dan non infeksius

G. Hasil Kajian Analisis Internal Dan Eksternal


1. Kekuatan (Strength)
a) Terdapat tenaga keperawatan Sarjana Keperawatan + Ners sebanyak
11 orang, S1 keperawatan 1 orang, S2 M.kes 1 orang, D3 sebanyak
3 orang, AMK sebanyak 6 orang
b) Memiliki tenaga perawat yang berpengalaman, dengan masa kerja
24 tahun 1 orang, 21 tahun 1 orang, 19 tahun 2 orang
c) Ada pendapatan insentif dan jasa
d) Dilakukan timbang terima dengan metode SBAR
e) Mempunyai standar asuhan keperawatan
f) Sudah diterapkan metode keperawatan profesional yaitu metode
TIM
g) Diadakannya sharing, laporan, evaluasi setiap memulai shift dan
pergantian dinas atau overan
h) Terdapatnya Ruang obat
i) Ruang L3BB memiliki ruang HCU
j) Merupakan RS yang memiliki kedisplinan, dan lebih mementingkan
kepentingan banyak orang diatas kepentingan pribadi
k) Mempunyai sarana dan prasarana untuk pasien dan tenaga
kesehatan, antara lain:
1. Tersedia nurse station
2. Alat kesehatan yang memadai dan tersedia pada tempatnya.
3. Memiliki kapasitas tempat tidur pasien sebanyak 32 tempat tidur
4. Terdapat tempat sampah yang sudah terpisah baik infeksius, non
infeksius, dan safety box untuk membuag sampah spuit
5. Terdapat 8 kamar mandi untuk pasien dan keluarga serta 1 kamar
mandi untuk perawat,
6. Terdapat poster untuk langkah-langkah cuci tangan dibeberapa
tembok yang dilengkapi dengan hand scrub dan terdapat pada
pintu masuk kamar pasien
7. Terdapat administrasi penunjang (misal: buku injeksi, SPO, SAK
dan lainnya)
8. Terdapatnya APAR di dekat nurse station dan terdapat fire alarm
di dekat kamar 3 kela III
9. Terdapatnya ventilasi udara di setiap kamar pasien
10. Pemasangan gelang nama dan tanda resiko jatuh sebagai identitas
pasien yang memudahkan tindakan keperawatan dan keamanan
pasien untuk mencegah resiko jatuh pada pasien
11. Lingkungan bersih ners station terlihat tidak ada sampah yang
dibuang sembarangan
12. Terdapat ruang kamar ganti perawat
2. Kelemahan (Weakness)
a. kurangnya tenaga keperawatan di ruangan L3BB
b. Kurang optimalnya proses handover
c. Kurangnya penerapan 6 langkah cuci tangan yang benar pada pasien
dan keluarga pasien
d. Kurang optimalnya proses handrub
e. Keluarga pasien tidak megikuti tata tertib yang ada di ruangan
3. Peluang (Opportunity)
a. Adanya organisasi PPNI yang menaungi profesi keperawatan.
b. Adanya penyelenggaraan pelatihan-pelatihan dibidang kesehatan
khususnya keperawatan.
c. Adanya Undang-Undang RI No. 38tahun 2014 tentang
KeperawatanAdanya kerjasama dengan bidang pendidikan yang
dapat meningkatkan mutu pelayanan
d. Adanya kerjasama dengan BPJS
e. Adanya kesempatan untuk melengkapi alat – alat di ruangan terkait
persiapan akreditasi RS
f. Adanya kerjasama dengan sejumlah RS mitra di sekitar RSUP.
Wahidin Sudirohusodo
4. Ancaman (Treathened)
a. Masyarakat semakin kritis terkait dengan pelayanan kesehatan
disertai tingkat kemajuan teknologi yang semakin canggih
memudahkan masyarakat mengetahui segala informasi dengan cepat
b. Adanya Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen
c. Adanya tuntutan dunia pendidikan terhadap fungsi perawat sebagai
educator dan pembimbing
d. Ada tuntutan tinggi dari masyarakat untuk pelayanan yang lebih
profesional
e. Persaingan antar RS yang mempunyai perawat yang profesional
semakin kuat
A. Matriks IFE dan EFE
Setelah dilakukan pengelompokan hasil kajian situasi selama tiga
hari maka dilakukan pembobotan (skoring) terhadap aspek-aspek kajian
yaitu aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sehingga
didapatkan nilai skor item-item dari aspek tersebut sebagai berikut:
NO. FAKTOR BOBOT RATING SKOR
Kekuatan (Strengths)
1. Terdapat tenaga keperawatan 0,3 2 0,6
Sarjana Keperawatan + Ners
sebanyak 11 orang, S1 keperawatan
1 orang, S2 Kep 1 orang, D3
sebanyak 3 orang, AMK sebanyak
6 orang DPJP sebanyak
2. Memiliki tenaga perawat yang 0,2 2 0,4
berpengalaman, dengan masa kerja
24 tahun 1 orang, 21 tahun 1 orang,
19 tahun 2 orang
3. Ada pendapatan insentif dan jasa 0,1 4 0,4
4. Dilakukan timbang terima dengan 0,3 2
0,6
Metode SBAR
5. Mempunyai standar asuhan 0,3 2 0,6
keperawatan MPKP
6. Sudah diterapkan metode 0,2 3 0,6
keperawatan profesional yaitu
metode TIM
7. Diadakannya sharing, laporan, 0,2 3 0,6
evaluasi setiap memulai shift dan
pergantian dinas atau overran
8. Terdapatnya Ruang obat 0,5 4 2
9. Ruang L3BB memiliki ruang HCU 0,5 4 2
10. Merupakan RS yang memiliki 0,1 2 0,2
kedisplinan, dan lebih
mementingkan kepentingan banyak
orang diatas kepentingan pribadi
11. Mempunyai sarana dan prasarana
untuk pasien dan tenaga kesehatan, 0,3 3 0,9
antara lain:
- Tersedia nurse station
- Alat kesehatan yang memadai
dan tersedia pada tempatnya.
- Memiliki kapasitas tempat
tidur pasien sebanyak 32
tempat tidur
- Terdapat tempat sampah yang
sudah terpisah baik infeksius,
non infeksius, dan safety box
untuk membuag sampah spuit
- Terdapat 8 kamar mandi
untuk pasien dan keluarga
serta 1 kamar mandi untuk
perawat
- Terdapat poster untuk
langkah-langkah cuci tangan
dibeberapa tembok yang
dilengkapi dengan hand scrub
dan terdapat pada pintu masuk
kamar pasien
- Terdapat administrasi
penunjang (misal: buku
injeksi, SPO, SAK dan
lainnya)
- Terdapatnya APAR di dekat
nurse station dan terdapat fire
alarm di dekat kamar 3 kela
III
- Terdapatnya ventilasi udara di
setiap kamar pasien
- Pemasangan gelang nama dan
tanda resiko jatuh sebagai
identitas pasien yang
memudahkan tindakan
keperawatan dan keamanan
pasien untuk mencegah resiko
jatuh pada pasien
- Lingkungan bersih ners
station terlihat tidak ada
sampah yang dibuang
sembarangan
- Terdapat ruang kamar ganti
perawat
-
Total
1 8,9
Kelemahan (Weaknes)
1. Kurangnya tenaga keperawatan di
ruang L3BB
2 Kurang optimalnya proses
0,3 3 0,9
handover
3. Kurangnya penerapan 6 langkah
cuci tangan yang benar pada pasien 0,2 3 0,6
dan keluarga pasien
4. Kurang optimalnya proses handrub 0,2 2 0,4
5. Keluarga pasien tidak megikuti tata
tertib yang ada di ruangan. 0.5 4 2

Jumlah 1 3,9
Total :
S–W=
8,9 – 3,9 =5
No. Faktor Bobot Rating Skor
Peluang (Opportunity)
1. Adanya organisasi PPNI yang menaungi
0,2 3 0,6
profesi keperawatan.
2. Adanya penyelenggaraan pelatihan-pelatihan
0,2 3 0,6
dibidang kesehatan khususnya keperawatan.
3. Adanya Undang-Undang RI No. 38 tahun 2014
tentang KeperawatanAdanya kerjasama
0,2 2 0,4
dengan bidang pendidikan yang dapat
meningkatkan mutu pelayanan
4. Adanya kerjasama dengan BPJS 0,1 2 0,2
5. Adanya kesempatan untuk melengkapi alat –
0,1 2 0,2
alat di ruangan terkait persiapan akreditasi RS
6. Adanya kerjasama dengan sejumlah RS mitra
0,2 3 0,6
di sekitar RSUP. Wahidin Sudirohusodo

1 2,6
Total
Ancaman (Thread)
1. Masyarakat semakin kritis terkait dengan
pelayanan kesehatan disertai ingkat kemajuan
teknologi yang semakin cangih memudahkan 0,2 2 0,4
masyarakat mengetahui segala informasi
dengan cepat
2. Adanya Undang-undang No. 8 tahun 1999
0,2 3 0,6
tentang perlindungan konsumen
3. Adanya tuntutan dunia pendidikan terhadap
fungsi perawat sebagai educator dan 0,2 2 0,4
pembimbing
4. Ada tuntutan tinggi dari masyarakat untuk
0,2 2 0,4
pelayanan yang lebi professional
5. Persaingan antar RS yang mempunyai perawat
0,2 3 0,6
yang profesional semakin kuat
TOTAL
O–T= 1 2,4
2,6 – 2,4 = 0,2
B. Matriks Internal Eksternal (IE)
Matriks IE bermanfaat untuk memposisikan suatu SBU RS ke dalam
matriks yang terdiri dari 9 sel dengan memperhatikan nilai total EFE dan
IFE. Matriks IS=E menempatkan berbagai divisi dari organisasi dalam
diagram skematis, sehingga disebut matriks portofolio. Matriks IE dengan
sumbu horizontal X adalah nilai IFE yang dibagi menjadi 3 daerah yaitu:
1,0 – 1,99 = IFE lemah
2,0 – 2,99 = IFE rata-rat
3,0 – 4,0 = IFE kuat
Matriks IE dengan sumbu vertikal Y adalah nilai EFE yang dibagi menjadi
3 daerah yaitu:
1,0 – 1,99 = EFE rendah
2,0 – 2,99 = EFE rata-rata
3,0 – 4,0 = EFE kuat
C. Matriks Faktor Internal dan Eksternal
Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada
langkah berikutnya dilakukan inventarisasi SO strategi, ST strategi, WO
strategi, dan WT strategi.
Dimana sebelumnya telah dilakukan pembobotan atas aspek - aspek
kajian maka item dengan nilai yang tertinggi di pilih ( 10 item dari aspek
kekuatan, 4 kelemahan, 4 item dari aspek peluang dan 6 item dari aspek
ancaman).
KS SWOT

STRENGTH WEAKNESS
1. Terdapat tenaga keperawatan Sarjana 1. Kurangnya tenaga keperawatan di ruangan
Keperawatan + Ners sebanyak 11 orang, L3BB
S1 keperawatan 1 orang, S2 M.Kep 1 2. Kurang optimalnya proses handover
orang, D3 sebanyak 3 orang, AMK 3. Kurangnya penerapan 6 langkah cuci tangan
sebanyak 6 orang DPJP sebanyak yang benar pada pasien dan keluarga pasien
2. Memiliki tenaga perawat yang 4. Kurang optimalnya proses handrub
berpengalaman, dengan masa kerja 24 5. Keluarga pasien tidak mematuhi tata tertib
tahun 1 orang, 21 tahun 1 orang, 19 yang ada di ruangan.
tahun 2 orang
3. Ada pendapatan insentif dan jasa
4. Dilakukan timbang terima dengan
metode SBAR
5. Mempunyai standar asuhan keperawatan
6. Sudah diterapkan metode keperawatan
profesional yaitu metode TIM
7. Diadakannya sharing, laporan, evaluasi
setiap memulai shift dan pergantian dinas
atau overran
8. Terdapatnya Ruang obat atau Satelit
9. Ruang L3BB memiliki ruang HCU
10. Merupakan RS yang memiliki
kedisplinan, dan lebih mementingkan
kepentingan banyak orang diatas
kepentingan pribadi
11. Mempunyai sarana dan prasarana untuk
pasien dan tenaga kesehatan, antara lain:
1. Tersedia nurse station
2. Alat kesehatan yang memadai dan
tersedia pada tempatnya.
3. Memiliki kapasitas tempat tidur
pasien sebanyak 32 tempat tidur
4. Terdapat tempat sampah yang sudah
terpisah baik infeksius, non infeksius,
dan safety box untuk membuag
sampah spuit
5. Terdapat 8 kamar mandi untuk pasien
dan keluarga serta 1 kamar mandi
untuk perawat,

6. Terdapat poster untuk langkah-


langkah cuci tangan dibeberapa
tembok yang dilengkapi dengan hand
scrub dan terdapat pada pintu masuk
kamar pasien
7. Terdapat administrasi penunjang
(misal: buku injeksi, SPO, SAK dan
lainnya)
8. Terdapatnya APAR di dekat nurse
station dan terdapat fire alarm di
dekat kamar 3 kela III
9. Terdapatnya ventilasi udara di setiap
kamar pasien
10. Pemasangan gelang nama dan tanda
resiko jatuh sebagai identitas pasien
yang memudahkan tindakan
keperawatan dan keamanan pasien
untuk mencegah resiko jatuh pada
pasien
11. Lingkungan bersih ners station
terlihat tidak ada sampah yang
dibuang sembarangan
12. Terdapat ruang kamar ganti perawat
BAB IV

PRIORITAS MASALAH, ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH DAN POA


PENYELESAIAN MASALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN DI RUANGAN
LONTARA 3 BAWAH BELAKANG

A. Adapun masalah yang terjadi adalah:


1. Kekurangan tenaga perawat
2. Kurang optimalnya proses handover
3. Kurangnya penerapan 6 langkah cuci tangan yang benar pada pasien dan
keluarga pasien
4. Kurang optimalnya proses handrub
5. Kurangnya Memperhatikan kerapian dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
(misalnya kebersihan tempat tidur, meja dll)
6. Keluarga Pasien tidak mematuhi tata tertib

Gambarkan Rumus tulang ikan 5 prioritas masalah 1 masalah 1 bagang


Man Method

Tanpa pengawasan perawat


diberikan edukasi
Kurang tenaga
perawat
Diberikan pada pasien

Kurang penerapan 6
langkah cuci tangan
yang benar pada pasien
dan keluarga
Jumlak pasien yang banyak
Namun belum
dilaksanakan
dengan benar Money
Material
Parketing
Man Method Money
Sikap perawat

SBAR belum
optimal
Kurang
kesadaran Kurangnya Dilakukan di nurse
perawat pengetahuan perawat statation

Kurang

SPO hand over optimalnya prosers

Belum optimal Nuese station handover

Tampak kecil

material

Marketing
Mhetod
Man Money

Kesibukan perwaat Penggunaan metode TIM


Pembagian tugas dengan jumlah prawat sift
Yang belum yang kurang
Kurangnya
Merata penerapan personl
Ruang L 3 BB hygine (kebersihan
diri ) pada klien dan
keluarga klien
Luas cakupan

material
Marketing
Man Money Mhetod

Sikap perawat Pre dan post


Bebaan kerja perawat conferens

Memperhatikan
Dalam fungsi peran Kurang dilakukan kerapian dan
kenyamanan sekitar
klien (kebersihan
Sebagai educator tempat tidur )

Terdapat Namun belum terlaksana


Tugas perawat

Material Marketing
A
Man Money Mhetod

Tidak melakukan sikap perawat

Agar tidak terjadi kesalahan


Prosedur tindakan Kurang
Tidak adanya SPO memperhatikan
gelang identitas
klien yang suda
Gelang identitas rusak

Material Marketing
B. Tujuan dan alternative penyelesaian masalah
1. Kurangnya tenaga keperawatan di ruangan L3BB
2. Kurang optimalnya proses handover :
Tujuan dari handover sebagai cara untuk mempermudah dan terfokus untuk
menetapkan harapan tentang apa yang akan dikomunikasikan dan bagaimana
komunikasi antara anggota tim , dan penting untuk mengembangkan
keselamatan pasien. Sehingga dapat dijadikan standar dalam komunikasi
terutama pemyampaian informasi medis atau kondisi pasien tentang
perkembanagan dan demikian inti dari kominikasi dengan pasien mudah
untuk kesematan tenaga perawat.
Alternatif peneyelesaianya masalah tentang Handover adalah sebagai tenaga
perawat harus professional dalam melayani pasien khususnya tentang
komukasi dalam pelayanan perawatan pasien.
3. Kurangnya penerapan 6 langkah cuci tangan yang benar pada pasien dan
keluarga pasien
Tujuan adalah sebagai perawat yang profesional kita harus menjelaskan tetang
pentingnya mencuci tangan 6 langkah kepeda pasien atau kelurga pasien
sebelum masuk ruangan menemui keluarganya tujuan untuk mencegah atau
menghidari terjadi agar mencegah infeksi.
Alternatif penyelesaian adalah sebelum pasien masuk ruangan kalau belum
memahami tantan cara-cara cuci tangan dengan benar kita sebagai perawat
bertangung jawab mengajarkan kepada keluarga pasien karena sangat penting
untuk mencegah terkomtinasi terjadinya infeksi.
4. Kurang optimalnya proses handrub
Tujuan Handrub adalah mencegah terjadi infeksi
Altenatif penyelesaian adalah sebagai perawat yang profesioanl sebelum kita
menyentuh pasien atau sebelum melekuakan tindakan kita harus mencuci
tangan mengunakan Handrub agar tangan kita tampak bersih dan disetiap
tempat Handrub yang suda di sediakan tidak boleh kosong kerena penggunaan
sangat penting untuk kesehatan diri kita teruatama seorang perawat.
5. Pasien tidak mematuhi tata tertib dalam di ruangan
Tujuan adalah pasien harus mematuhi tata tertib yang sudah di tetapkan oleh
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo di rungan.
Alternatif penyelesaian adalah perawat bertaungung jawab memberikan
informasi kepada aturan-atauran atau tata tertib Rumah sakit wahidin
sudirohusodo dan bila perlu menepel porter tata tertib di setiap pintu kelas
ruang atau kelas.

Tabe 4.1

Scoing Perumusan Masalah

No Masalah Mg Sv Mn Ne Af Skor Ket


1 Kurangnya tenaga I
5 5 5 5 4 24
keperawatan di L3BB
2. Kurang optimalnya proses IV
3 3 5 4 4 19
handover di ruangan
2 Kurangnya penerapan 6 III
langkah cuci tangan yang
5 5 3 3 20
benar pada pasien dan
keluarga pasien
3 Kurang optimalnya proses V
4 4 4 5 4 19
handrub
5 Keluarga pasien tidak II
mematuhi tata tertib yang 5 5 4 4 4 22
ada di ruangan tata tertib

Dari data di atas didapatkan masalah dengan skor terbesar yaitu kurangnya tenaga
perawat ruangan dengan total score:24.

Proses untuk memprioritaskan masalah dengan metode pembobotan yang


memperhatikan aspek:
- Magnitudw (mg) : Kecenderungan besar dan seringnya masalah
terjadi
- Severy (sv) : Besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh masalah
- Managebility (Mn) : Berfokus pada perawatan sehingga dapat di atur
- Nursing consent (Ne) : Melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat
- Alfability (Af) : Ketersediaan sumber daya
Retting nilai:

- Sangat tidak penting :1


- Tidak penting :2
- Cukup penting :3
- Penting :4
- Sangat penting :5
POA (Planning Of Action)

No Masalah Tujuan Strategi Intervensi Implementasi Sasaran Waktu PJ

1 Kurang Mengoptimalkan Koordinasi dengan 1. lakukan 1. melakukan Seluruh 15 Juli 2019 Seluruh
optimalnya proses handover kepala ruangan, CI, sediminasi sediminasi perawat anggota
proses handover pasien pada saat PJ, Shift dan dalam dalam ruang kelompok
selesai operan dari seluruh perawat pengoptimalan pengoptimalan L3BB 3
kamar satu ke kamar pelaksana tentang proses proses
yang lain cara proses handover handover
handover pasien pasien pasien
dari kamar satu
kekamar yang lain 2. lakukan 2. melakukan
pada saat selesai demonstrasi demonstrasi
operan proses proses
handover handover
pasien pasien

2 Kurangnya Meningkatkan Koordinasi dengan 1. lakukan 1. Melakukan Pasien dan 15 Juli 2019 Seluruh
penerapan 6 kesadaran pasien dan perawat dalam penyuluhan penyuluhan keluarga anggota
langkah cuci keluarga meningkatkan tentang tentang kelompok
tangan yang kesadaran pasien PHBS pada PHBS pada 3
benar pada dan keluarga untuk keluarga keluarga
pasien dan menerapkan 6 dan pasien dan pasien
keluarga pasien langkah mencuci
tangan yang benar

3 Kurang Mengoptimalkan Koordinasi dengan lakukan Melakukan Seluruh


penggunaan handrub
optimalnya sesuai dengan 5 perawat di ruangan penyuluhan penyuluhan anggota
proses handrub moment dalam tentang tentang kelompok
mengoptimalkan kesadarn kesadarn 3
penggunaan menggunakan menggunakan
hundrub sesuai 5 handrub handrub
langkah

4 Keluarga pasien Meningkatkan tata Koordinasi dengan Memberikan Membuat tata Keluarga 15 juli 2019 Seluruh
tidak megikuti tertib lebih baik perawat dan informasi tertib di pasien anggota
tata tertib kepada keluarga keleurga pasien kepada semua ruangan L3 BB keleopok
pasien
yang berkunjung keluarga yang belun ad 3
agar mematuhuhi pasien yang di setiap kelas
tata tertib perkunjung di
ruangan
DAFTAR PUSTAKA

Dapartemen Kesehatan RI. 2008. Panduan Penentuan tingkat ketergantungan pasien. Jakarta :
dapartemen Kesehatan Press.

Douglas, M 2006. Manajemen keperawatan pendekatan system alih bahasa : Dika Sukmana.
Jakarta : EGC.

Nursalam. 2017. Manajemen keperawatan : Aplikasi dalam praktek keperawatan professional.


Jakarta : Selamba madika.

Sitiadi, 2016 . Manajemen dan Kepemimpinan dalam keperawatan: Indomia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai