Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perencanaan Gedung Tinggi merupakan salah satu mata kuliah pilihan yang dapat diambil guna
memenuhi standar kelulusan program studi Teknik Sipil di Universitas Pelita Harapan.
Perencanaan Teknik Sipil mempelajari berbagai hal seperti menentukan konsep desain, modelling,
dan analisis structural suatu bangunan.

Untuk memahami Perencanaan Gedung Tinggi (PGT), maka tugas untuk mata kuliah ini
membahas proses perencanaan gedung apartemen 18 lantai dengan desain dan data yang diberikan.
Dari data tersebut dilakukan perhitungan preliminary design, evaluasi ulang untuk perencanaan
struktur dan ketahanan gempa berdasarkan peraturan yang berlaku.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penulisan tugas ini adalah untuk memahami proses perencanaan bangunan
gedung bertingkat yang direpresentasikan dengan banguna napartemen. Desain yang digunakan
merupakan desain bangunan 18 lantai yang diberikan oleh Bapak Stephen selaku dosen mata kuliah
Perencanaan Gedung Tinggi. Desain tersebut kemudian dianalisa menggunakan bantuan program
ETABS 9.1.7 berdasarkan ketentuan dan peraturan pembebanan yang berlaku. Analisa ini
dilakukan untuk mengevaluasi ketahanan desain bangunan terhadap gempa.

1.3. Batasan Masalah

Analisa yang dilakukan memiliki batasan masalah sebagai berikut:

1) Desain bangunan diambil dari data yang diberikan oleh dosen


2) Sistem struktur yang dianalisa adalah Sistem Struktur Portal dengan Dinding Geser
3) Perencanaan dilakukan dengan mengacu pada Pembebanan Indonesia untuk Gedung dan
Bangunan Lain SNI 1727-2013 dan ketentuan SNI Gempa 03-1726-2012
4) Untuk analisa pembebanan gravitasi, maka bangunan akan didefinisikan akan dengan fungsi
general purpose. Sedangkan, untuk analisa beban gempa dan angin, maka bangunan
didefinisikan akan berlokasi di Bali.
5) Beban yang digunakan pada perencanaan adalah beban gravitasi, angin dan gempa.
6) Program yang digunakan untuk membantu proses analisa adalah ETABS 9.7.1.
BAB II
PRELIMINARY DESIGN

2.1. Umum

Bangunan apartemen yang ditinjau merupakan bangunan apartemen yang terdiri dari 18 lantai yang

difungsikan sebagai hunian tinggal. Bangunan apartemen tergolong dalam kategori high rise

building. Sama seperti setiap jenis bangunan lainnya, dibutuhkan perencanaan berbasis peraturan

untuk menghasikan struktur yang kokoh dan layak fungsi. Konsep bangunan yang digunakan

merupakan rancangan apartemen yang diberikan oleh dosen mata kuliah Perencanaan Gedung

Tinggi yang diolah oleh kelompok untuk ditempatkan di daerah Bali.

Gambar 2.1 Proyeksi isometrik rancangan awal gedung

Proses pengerjaan diawali dengan preliminary design yang dilakukan untuk menentukan dimensi

kolom, balok, dan plat lantai yang mengacu pada peraturan pembebanan Indonesia.
2.2. Konfigurasi Bentuk Struktur

Berikut adalah gambar yang menunjukkan bentuk dari struktur secara keseluruhan.

Gambar 2.2 Denah Balok Tipikal

Gambar 2.3 Denah Kolom Tipikal


2.3. Sistem Struktur Portal dengan Dinding Geser

Sistem struktur portal merupakan sistem yang paling umum digunakan dalam pembangunan high
rise building. Dengan sistem tersebut, tiap ujung dari elemen batang portal diasumsikan rigid.
Sistem ini juga dapat memikul beban sepanjang bentang sehinngga terjadi gaya momen, geser, dan
aksial.

Dalam perencanaan struktur portal penting untuk mendefinisikan dan menentukan besaran beban
dan gaya – gaya yang akan ditahan oleh struktur. Perhitungan pembebanan harus mengikuti
peraturan yang berlaku yaitu peraturan pembebanan SNI 1727-2013, yang meliputi beban vertikal
(beban tetap, dan tidak tetap) dan beban lateral (beban angin), sedangkan untuk peraturan beban
gempa menggunakan SNI 03-1726-2012.

2.4. Strategi Perencanaan

Preliminary design ini akan dilakukan dengan menggunakan pembebanan gravitasi. Ada pun

beban gravitasi merupakan beban yang sifatnya tetap atau permanen. Sehingga, akan sangat efisien

apabila melakukan pemilihan profil berdasarkan pada analisa menggunakan pembebanan tersebut.

Namun, tentunya akan dilakukan evaluasi lanjut terhadap pembebanan yang sifatnya sementara

seperti gempa dan angin untuk memastikan apakah profil yang dipilih berdasarkan pembebanan

gravitasi dapat tetap digunakan atau tidak.

Pada tahap awal, preliminary design akan dilakukan pada balok lantai 2 terlebih dahulu. Ada pun

untuk mempermudah analisa, maka balok pada lantai tersebut akan dimodelkan sebagai simple

beam. Namun, profil yang dipilih akan lebih aman karena nyatanya momen yang maksimum yang

terjadi akan lebih kecil ketimbang momen yang diestimasikan.

Pembebanan yang diperhitungkan meliputi:

1. Beban hidup lantai untuk hunian tinggal : 200 kg/m2

2. Beban hidup lantai untuk atap : 96 kg/m2


3. Berat jenis beton : 2400 kg/m3

Lalu beban lantai pada lantai 2 hingga 17 dihitung sebagai berikut:

Berat Sendiri: 0,3 * 2400 Kg/m3 = 720 Kg/m2

*Keterangan: Berat Jenis Beton = 2400 Kg/m3

Keramik Finising: = 66 Kg/m2

Beban Mati Merata Dinding: = 655,113 Kg/m2

Beban Hidup: = 200 Kg/m2 +

Total = 1.642 kg/m2

= 16,42 KN/m2

Untuk beban lantai pada lantai atap dihitung sebagai berikut:

Berat Sendiri: 0,3 * 2400 Kg/m3 = 720 Kg/m2

*Keterangan: Berat Jenis Beton = 2400 Kg/m3

Finising Lantai Atap: = 66 Kg/m2

Beban Hidup: = 96 Kg/m2 +

Total = 882 kg/m2

= 8,82 KN/m2

2.5. Menentukan Dimensi Kolom, Balok, dan Plat Lantai

Pada bagian ini akan dibahas tentang perencanaan dimensi dari tiap elemen struktur.
2.5.1. Kolom

Kolom merupakan batang tekan vertikal yang berfungsi untuk menyanggah beban yang ada di

atasnya kemudian meneruskan beban tersebut ke pondasi. Struktur kolom dibuat dari tulangan besi

dan beton. Kedua bagian tersebut merupakan gabungan antara material tahan tarik dan tekan

sehingga kolom dapat menahan kedua jenis gaya tersebut.

Pada perencanaan ini terdapat tiga jenis kolom yaitu kolom interior yang berada pada area dalam

bangunan, kolom tepi yang terletak di perimeter bangunan, dan kolom pojok untuk kolom pada

sudut bangunan. Ketiga jenis kolom ini kemudian dibedakan ukurannya setiap kenaikan lima atau

enam lantai sesuai dengan desain. Perbedaan ukuran kolom dipengaruhi oleh luas tributary area

dan beban yang dipikul oleh setiap jenis kolom tersebut.

Perhitungan luasan penampang kolom dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

a. Untuk kolom interior

((beban merata lantai x luas tributary x jumlah lantai yang diatasnya) + (beban merata lantai atap x luas tributary))
x faktor kolom
0.4 x fc′

Contoh: kolom interior untuk lantai 1 sampai lantai 6

((16.42 x 6.75 x 6.3 x 16)+(8.82 x 6.75 x 6.3)) x 1.25


= 0.7217 m2
0.4 x 50000

b. Untuk kolom tepi dan pojok

((beban merata lantai x luas tributary x jumlah lantai yang diatasnya) + (beban merata lantai atap x luas tributary)
+ (beban garis dinding x panjang tributari x jumlah lantai diatasnya)) x faktor kolom
0.4 𝑥 𝑓𝑐′

Contoh: kolom tepi untuk lantai 1 sampai lantai 6

((16.42 x 6.3 x 3.7 x 16)+(8.82 x 6.3 x 3.3)+(11.04 x 6.3 x 16)) x 1.5


= 0.5565 m2
0.4 x 50000
Catatan: faktor kolom bernilai 1.25 untuk kolom interior, 1.5 untuk kolom tepi, dan 2 untuk kolom pojok

Sehingga didapat hasil sebagai berikut

Lantai A. interior (m2) A. tepi (m2) A. pojok (m2)


1-6 0.72 0.56 0.35
6-12 0.50 0.39 0.32
12-Atap 0.24 0.18 0.28

Berikut adalah ukuran masing-masing kolom.

1. Kolom Interior 1 (K1)

a. Lantai 1 sampai 6 : (800 x 950) mm

b. Lantai 6 sampai 12 : (700 x 800) mm

c. Lantai 12 sampai atap : (700 x 800) mm

2. Kolom Tepi (K2)

a. Lantai 1 sampai 6 : (1000 x 1000) mm

b. Lantai 6 sampai 12 : (900 x 900) mm

c. Lantai 12 sampai atap : (900 x 900) mm

3. Kolom Pojok (K3)

a. Lantai 1 sampai 6 : (1000 x 1000) mm

b. Lantai 6 sampai 12 : (900 x 900) mm

c. Lantai 12 sampai atap : (800 x 800) mm

4. Kolom interior 2 (K4)

a. Lantai 1 sampai 6 : (800 x 950) mm

b. Lantai 6 sampai 12 : (800 x 800) mm

c. Lantai 12 sampai atap : (800 x 800) mm


2.5.2. Balok

Balok adalah elemen struktur horizontal yang memikul beban dari pelat lantai kemudian disalurkan
ke kolom. Balok berfungsi untuk menahan beban vertikal, beban geser, dan momen. Dalam
pembangunan, terdapat dua jenis balok yakni balok utama dan balok anak. Balok utama merupakan
balok penghubung antar kolom sedangkan balok anak membagi plat lantai menjadi bagian ynag
lebih kecil. Ratio balok yang digunakan b/d ≤ 1.

Untuk menentukan ukurannya, dilakukan perhitungan sebagai berikut:

Panjang Balok (L) diambil paling maksimum = 10 m

*Keterangan: L untuk conventional beam = 8-10 m


𝐿
= 10

*Keterangan: L/h ratio untuk conventional beam = 10 - 13

h =1m
𝑏𝑤
=1

*Keterangan: bw/h ratio untuk conventional beam = 0,3 - 1

bw = 1 * 1 = 1 m

Maka dimensi balok maksimal adalah 1 m x 1 m.

Lalu ukuran minimum yang diperlukan balok dihitung sebagai berikut:

Panjang Balok (L) diambil paling kecil = 3.5 m

*Keterangan: L untuk conventional beam = 8-10 m


𝐿
= 10

*Keterangan: L/h ratio untuk conventional beam = 10 - 13

h = 3.5/10 = 0.35 m
𝑏𝑤

=1

*Keterangan: bw/h ratio untuk conventional beam = 0,3 - 1


bw = 1 * 0.35 = 0.35 m

Dari hasil tersebut, berikut adalah ukuran balok yang direncanakan.

Balok 1(B1) : (400 x 550) mm

Balok 2 (B2) : (450 x 600) mm

Balok 3 (B3) : (350 x 450) mm

Balok 4 (B4) : (700 x 1000) mm

Balok 5 (B5) : (600 x 600) mm

a. Balok Utama terdiri dari B1 dan B5

b. Balok Tepi terdiri dari B2 dan B4

c. Balok Anak adalah B3

2.5.3. Plat Lantai

Pelat lantai merupakan elemen struktur yang menerima beban vertikal kemudian menyalurkannya

ke balok. Pada perencanaan ini digunakan plat lantai dengan ketebalan 12 cm. Ukuran tersebut

merupakan ketebalan minimum untuk plat beton yang difungsikan sebagai lantai.
Gambar 2.4 Bagian yang digunakan untuk acuan desain pelat lantai

Pelat lantai yang memiliki bentang terlebar dapat dilihat pada gambar di atas. Ada pun bentang

tersebut merupakan lokasi untuk menempatkan tangga. Berdasarkan pada denah diketahui bahwa

Panjang terpendek bentang yang ditinjau adalah sebesar 3,4 m

Ada pun untuk pelat menerut 2 arah, rasio span/depth yang digunakan adalah 30.

Sehingga, diperoleh ketebalan lantai minimum yang dibutuhkan:

Depth: 3400/30 = 113.33 mm,

dibulatkan benjadi = 120 mm

.
BAB III
ANALISA BEBAN BEBAN GEMPA

3.1. Ketentuan Umum Perencanaan Tahan Gempa (SNI 03-1726-2012)

Untuk melakukan perencanaan struktur gedung tahan gempa, maka perlu ditentukan sebelumnya
parameter-parameter yang diambil. Ada pun diketahui bahwa bangunan berlokasi di Bali.
Sehingga, dengan lokasi tersebut maka parameter-parameter awal perencanaan gempa dapat dicari.
Berikut beberapa ketentuan umum yang perlu ditetapkan terlebih dahulu:

1) Gempa Rencana

Berdasarkan pada ketentuan SNI Gempa 03-1726-2012, maka diasumsikan bahwa gempa
rencana yang akan digunakan adalah gempa dengan kemungkinan dua persen dalam kurun
waktu 50 tahun dengan perioda ulang 2500 tahun sekali.

2) Menentukan Kategori Risiko Struktur Bangunan (I-IV)

Struktur ini merupakan bangunan gedung dengan general purpose, sehingga menurut Tabel 1
(SNI Gempa 03-1726-2012), struktur tersebut termasuk ke dalam kategori risiko struktur
bangunan II.

3) Menentukan Faktor Keutamaan (Ie)

Berdasarkan Tabel 2 (SNI Gempa 03-1726-2012) atau Tabel 2.6, faktor keutamaan yang
digunakan untuk struktur ini adalah 1.0.

4) Menentukan Parameter Percepatan Terpetakan (Ss, S1)

Diketahui bahwa bangunan ini berlokasi di daerah Bali. Sehingga, bila ditinjau dari Peta
Zonasi Gempa Indonesia 2017 dengan probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (dapat
dilihat di lampiran), maka diperoleh nilai parameter Ss dan S1 sebesar:

Ss = percepatan tanah periode 0.2 detik = 0.85

S1 = percepatan tanah periode 1 detik = 0.35


5) Menentukan Klasifikasi Situs (A – F)

Berdasarkan pada SNI Gempa 03-1726-2012, apabila properti tanah tidak diberikan secara
spesifik, maka kelas situs E (SE) dapat diterapkan. Namun, berdasarkan sumber terjemahannya
yaitu ASCE-SEI 7-10, kelas situs yang dapat diterapkan adalah kelas situs D (SD). Dapat
dilihat bahwa terdapat dua perbedaan yang cukup signifikan antara kelas situs dalam SNI dan
ASCE. Oleh karena itu, dalam perencanaan ini diputuskan mengikuti SNI Gempa 03-1726-
2012 dengan menggunakan kelas situs E (SE) dengan asumsi bahwa tanah yang lebih lunak
akan menghasilkan gaya gempa yang lebih besar. Sehingga, hasil perencanaan yang didapat
akan lebih aman.

6) Tentukan Koefisien Situs (Fa, Fv)

Setelah menentukan kelas situs dan parameter percepatan tanah, maka nilai Fa dan Fv dapat
diperoleh pada Tabel 4 dan 5 (SNI Gempa 03-1726-2012)

Kelas situs SE Fa = 1.08 (Interpolasi)


Ss sebesar 0.85

Kelas situs SE Fv = 2.6 (interpolasi)


S1 = 0.35

7) Menentukan Parameter Percepatan Spektral Desain (SDS, SD1)

Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek ditentukan berdasarkan persamaan
berikut :
2
SDS = 3 SMS = 0.61

SMS = Fa Ss = 0.92

Sementara untuk parameter percepatan spektral desain untuk perioda 1 detik ditentukan
berdasarkan persamaan berikut:
2
SD1 = 3 SM1 = 0.61

SM1 = Fv S1 = 0.91

8) Menentukan Kategori Desain Seismik

Kategori desain seismik ditentukan oleh nilai parameter serta kategori risiko. Penentuannya
adalah sebagai berikut :

Struktur termasuk Kategori Risiko II dan parameter S1 = 0.35 < 0.75, maka penentuan Kategori
Desain Seismik tergantung pada Tabel 6 dan 7 (SNI Gempa 03-1726-2012) atau Tabel 2.10
dan 2.11.

SDS = 0.61 > 0.5 dan nilai SD1 = 0.61 > 0.2 serta berada pada Kategori Risiko Struktur II, maka
Kategori Desain Seismik adalah D.

9) Menentukan Batas Waktu Periode Pada Percepatan Spektra Maksimum

Periode getar yang digunakan dalam analisa memiliki bentang waktu yang akan menghasilkan
nilai maksimum pada percepatan spektra. Ada pun nilai tersebut ditentukan berdasarkan
persamaan berikut:
SD1
T0 = 0.2 S = 0.20 detik
Ds

SD1
Ts = S = 1.00 detik
Ds

10) Menentukan Sistem Struktur dan Parameternya

jenis struktur yang digunakan adalah Sistem Dinding Geser Beton Bertulang Khusus.
Penggunaan jenis sistem struktur ini harus diperiksa terhadap batasan ketinggian untuk setiap
Kategori Desain Seismik sesuai dengan Tabel 9 (SNI Gempa 03-1726-2012).

Dari tabel tersebut diambil rangka beton bertulang pemikul momen khusus dengan Kategori
Desain Seismik D. Dengan demikian, jenis sistem struktur SRPMK dapat digunakan dengan
parameter berikut :

hn max = tinggi maksimum tidak dibatasi

hn = 74.2 m (Tinggi Total)

R = response modification factor (faktor reduksi gempa) = 7.0

Cd = deflection amplification (faktor pembesaran defleksi) = 5.5

Ωo = over strength factor (faktor kuat lebih sistem) = 2.5

3.2. Parameter Perencanaan Bangunan Tahan Gempa

Analisa yang dilakukan akan mengacu kepada hasil perhitungan yang diperoleh dari perhitungan
program Staad.Pro. Oleh karena itu, sebelum menjalankan analisa, maka terdapat beberapa
parameter analisa yang perlu didefinisikan terlebih dahulu. Berikut adalah parameter-parameter
tersebut:

1) Kombinasi Pembebanan :

Struktur bangunan gedung tersebut dirancang menggunakan kombinasi pembebanan berikut


yang sudah memperhitungkan pengaruh gempa :

a) 1.4D
b) 1.2D + 1.6L
c) (1.2 + 0.2 SDS) + ρ (± 1.0Ex ± 0.3Ez) + L
d) (1.2 + 0.2 SDS) + ρ (± 0.3Ex ± 1.0Ez) + L
e) (0.9 - 0.2 SDS) + ρ (± 1.0Ex ± 0.3Ez)
f) (0.9 - 0.2 SDS) + ρ (± 0.3Ex ± 1.0Ez)

2) Faktor Redundansi (ρ)

Struktur yang dirancang termasuk ke dalam kategori Desain Seismik D, sehingga diperoleh
nilai ρ sebesar 1.3.

3.3. Analisa Statik Ekivalen

Perlu diingat bahwa komputer hanya digunakan sebagai alat bantu. Namun, diperlukan pemahaman
yang baik mengenai karakter dari alat itu sendiri agar alat tersebut dapat digunakan dengan baik.
Oleh karena itu, agar hasil yang diperoleh menggunakan program dapat dipertanggung jawabkan,
maka akan dilakukan pengendalian dari hasil yang diperoleh dengan program dengan cara
mencocokan hasil gaya geser dasar struktur yang diperoleh dari perhitungan komputer dengan
manual. Berikut adalah hasil yang diperoleh untuk masing-masing perhitungan.

3.3.1. Perhitungan Gaya Geser Dasar

1) Menghitung Periode Getar Fundamental Pendekatan


Pada SNI Gempa 03-1726-2012, diketahui bahwa nilai periode getar fundamental dapat
didekati dengan sebuah persamaan. Ada pun sebelum melakukan pendekatan maka ada
beberapa parameter yang harus didefinisikan terlebih dahulu. Diketahui bahwa sistem
struktur yang digunakan merupakan kombinasi antara rangka baja pemikul momen pada
arah melintang dan rangka baja dengan bracing pada arah memanjang. Oleh karena itu,
maka struktur didefinisikan sebagai sistem struktur lainnya pada Tabel 15 (SNI Gempa
03-1726-2012). Sehingga, diperoleh parameter Ct sebesar 0.0488 dan x sebesar 0.75. Ada
pun nilai untuk periode getar fundamental struktur adalah sebagai berikut:

Ta = Ct Hnx = 1.23Detik

Perlu diingat bahwa periode getar yang boleh digunakan dalam analisa struktur yang
dihitung memiliki nilai batas. Berdasarkan nilai SD1 = 0.61 maka diketahui bahwa
koefisien Cu untuk struktur ini adalah sebesar 1.4. Sehingga diperoleh nilai batas periode
getar yang boleh digunakan sebagai berikut:

Tmax = Cu Ta = 1.74 Detik

Berdasarkan pada analisa ETABS, diketahui bahwa periode (T computed) dari struktur
adalah sebesar 1.20 detik untuk arah X dan 0.19 detik untuk arah Y.

Tabel 3.1 Nilai periode (T) yang digunakan


Ta Cu Ta Tx Computed Ty Computed Tx design Ty design
1.35 1.74 2.20 1.80 1.74 1.74

2) Menghitung Koefisien Gaya Geser Dasar (Cs)


SDs
Cs = Ie = 0.0871
R

Nilai Cs yang digunakan tidak boleh lebih besar dari:


SDs
Cs Max = T R Ie = 0.0500 (arah X & Y)

Namun, nilai Cs tersebut tidak boleh kurang dari:

Cs Min = 0.044 SDS Ie ≥ 0.01 untuk S1 ≤ 0.6g


0.5 S1
Cs Min = Ie untuk S1 > 0.6g
R

S1 = 0.35, maka nilai Cs min adalah = 0.0293


Cs yang diperoleh lebih besar Cs max, maka nilai Cs diambil sama dengan Cs max.

3) Perhitungan Gaya Geser Dasar Statik (V Base Shear)


Gaya geser dasar statik ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
V = Cs W
Berat efektif total struktur diperoleh melalui perhitungan dari program Etabs Sebagai
Berikut:
Tabel 3.2 Keseluruhan berat efektif struktur
Lantai W (kg)
top 1234762.20
17 2473144.51
16 2473144.51
15 2473144.51
14 2473144.51
13 2473144.51
12 2475471.00
11 2478042.28
10 2478042.28
9 2478042.28
8 2478042.28
7 2478042.28
6 2529113.57
5 2585177.52
4 2585177.52
3 2585177.52
2 2837206.46
Total 41588019.73

V Base Shear = Cs W = 0.0500 x 41588019.73 x 9.81 / 1000 = 20398.92 KN

3.3.2. Distribusi Gaya Gempa Statik di Setiap Tingkat

Setelah memperoleh besaran gaya geser dasar, maka gaya tersebut akan didistribusikan pada setiap
lantai dengan menggunakan persamaan berikut:

Fx = Cvx V
Wx hx k
Cvx = Σ W hx k
x

Parameter K untuk perhitungan statik ekivalen didapat dari tabel berikut :

Tabel 3.3 Penentuan Nilai K

T (detik) K
T ≤ 0.5 1.0
0.5 ≤ T ≤ 2.5 Interpolasi
2.5 ≤ T 2.0

Sehingga,

Tx = 1.74, maka k = 1.62 (hasil interpolasi linier)

Ty = 1.74, maka k = 1.62 (hasil interpolasi linier)


Tabel 3.4 Perhitungan Gaya Lateral Statik Gempa Arah X & Y

Jarak
Berat dari
Lantai Wx hxk Cvx Vx (KN) Fx (KN)
(Kg) dasar
hx (m)
top 1234762.20 74.2 12980955.48 0.074 20398.92 1505.14
17 2473144.51 70.0 23657961.79 0.134 20398.92 2743.13
16 2473144.51 65.8 21401511.60 0.122 20398.92 2481.49
15 2473144.51 61.6 19232655.61 0.109 20398.92 2230.02
14 2473144.51 57.4 17153619.29 0.098 20398.92 1988.95
13 2473144.51 53.2 15166848.39 0.086 20398.92 1758.59
12 2475471.00 49.0 13287537.41 0.076 20398.92 1540.68
11 2478042.28 44.8 11503979.58 0.065 20398.92 1333.88
10 2478042.28 40.6 9808213.11 0.056 20398.92 1137.26
9 2478042.28 36.4 8217920.98 0.047 20398.92 952.86
8 2478042.28 32.2 6737584.60 0.038 20398.92 781.22
7 2478042.28 28.0 5372466.67 0.031 20398.92 622.93
6 2529113.57 23.8 4213975.53 0.024 20398.92 488.61
5 2585177.52 19.6 3144953.39 0.018 20398.92 364.66
4 2585177.52 15.4 2127859.48 0.012 20398.92 246.72
3 2585177.52 11.2 1270259.86 0.007 20398.92 147.29
2 2837206.46 7.0 651056.64 0.004 20398.92 75.49
Σ W x h xk 175929359.40

3.4. Pengecekkan Pada Shear Wall

3.4.1. Pengecekkan Ketidakberaturan Torsi

Pengecekkan ini dilakukan dahulu ketimbang pengecekkan ketidak beraturan horizontal lainnya
untuk dapat melakukan pengecekkan crack pada shear wall terlebih dahulu yang mana dapat
mempengaruhi periode getar struktur dan kekakuan suatu tingkat. Ada pun gaya gempa yang
digunakan berdasarkan pada Analisa yang dilakukan oleh program ETABS, diperoleh hasil sebagai
berikut:

Tabel 3.5 Lendutan di puncak Gedung akibat statik ekivalen arah x (mm)

Lantai δmax δmin δavg 1.2 δavg status (δmax < 1.2 δavg)
top 129.37 106.27 117.82 141.384 ok
17 124.51 102.3 113.405 136.086 ok
16 119.13 97.89 108.51 130.212 ok
15 113.14 92.97 103.055 123.666 ok
14 106.47 87.49 96.98 116.376 ok
13 99.14 81.47 90.305 108.366 ok
12 91.18 74.94 83.06 99.672 ok
11 82.68 67.95 75.315 90.378 ok
10 73.72 60.6 67.16 80.592 ok
9 64.43 52.97 58.7 70.44 ok
8 54.95 45.17 50.06 60.072 ok
7 45.42 37.35 41.385 49.662 ok
6 36.03 29.64 32.835 39.402 ok
5 27.09 22.3 24.695 29.634 ok
4 18.72 15.44 17.08 20.496 ok
3 11.26 9.32 10.29 12.348 ok
2 5.15 4.29 4.72 5.664 ok

Tabel 3.6 Lendutan di puncak Gedung akibat statik ekivalen arah y (mm)

Lantai δmax δmin δavg 1.2 δavg status (δmax < 1.2 δavg)
top 99.06 84.40 91.73 110.08 ok
17 92.14 80.90 86.52 103.82 ok
16 85.11 77.08 81.10 97.31 ok
15 78.00 72.91 75.46 90.55 ok
14 70.85 68.35 69.60 83.52 ok
13 63.68 63.41 63.55 76.25 ok
12 58.11 56.53 57.32 68.78 ok
11 52.50 49.47 50.99 61.18 ok
10 46.63 42.54 44.59 53.50 ok
9 40.60 35.83 38.22 45.86 ok
8 34.47 29.42 31.95 38.33 ok
7 28.37 23.38 25.88 31.05 ok
6 22.40 17.80 20.10 24.12 ok
5 16.74 12.81 14.78 17.73 ok
4 11.50 8.46 9.98 11.98 ok
3 6.89 4.88 5.89 7.06 ok
2 3.16 2.18 2.67 3.20 ok

Berdasarkan pada hasil pemeriksaan yang ada pada tabulasi di atas, dapat dilihat bahwa lendutan
maksimum yang terjadi di setiap lantai tidak melebihi 1.2 kali lendutan rata-ratanya. Oleh karena
itu, diketahui bahwa torsi tidak berlebih tidak terjadi pada bangunan yang dirancang. Ada pun
untuk selanjutnya hanya perlu menambahkan eksentrisitas sebesar 5% pada saat memasukkan gaya
statik ekivalen.

3.4.2. Pengecekkan Crack Pada Shear Wall

Pengecekkan crack dilakukan dengan menggunakan gaya statik ekivalen yang telah
diperhitungkan sebelumnya. Ada pun elemen shear wall yang mengalami crack adalah elemen
yang memikul tegangan melebihi tegangan tarik yang diperhitungankan sebagai berikut:

fr : 0.62 . π . √𝑓𝑐 ′ = 0.62 . 1 . √50 = 4.38 MPa


Oleh karena itu, pada model etabs maka akan dibatasi nilai minimumnya. Sehingga, apabila
tegangan yang terjadi pada satu section shear wall pada lantai tertentu memikul tegangan lebih
besar daripada fr, maka bagian shear wall pada lantai tersebut harus akan menunjukan indikator
warna yang berbeda seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.1 Pengecekkan crack shear wall pada ETABS

Berikut adalah hasil tabulasi dari bagian shear wall yang mengalami crack.

Tabel 3.7 Pengecekkan crack pada shear wall


Lantai p1 p2 p3 p4 p5 p6
top x x x x x x
17 x x x x x x
16 x x x x x x
15 x x x x x x
14 x x x x x x
13 x x x x x x
12 x x x x x x
11 x x x x x x
10 x x x x x ✓
9 x x x x x ✓
8 x x x x x ✓
7 x x x x x ✓
6 x x x x x ✓
5 x x ✓ x x ✓
4 ✓ x ✓ x x ✓
3 ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
2 ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Keterangan: (✓) : Crack, (x) : Tidak Crack

Bagian shear wall yang mengalami crack kemudian dimodifikasi dengan mengganti faktor
tegangan f22-nya menjadi 0.35.

3.5. Pengecekkan Ulang Periode Getar

Ada pun karena memodifikasi kekakuan shear wall, maka akan berdampak pada waktu getarnya.
Oleh karena itu, dilakukan pengecekkan ulang pada waktu getarnya. Berikut adalah periode getar
yang diperoleh dan yang akan digunakan.

Tabel 3.8 Nilai periode (T) yang digunakan


Ta Cu Ta Tx Computed Ty Computed Tx design Ty design
1.35 1.74 2.31 2.01 1.74 1.74

Dapat terlihat bahwa pada arah y terjadi peningkatan periode yang cukup signifikan (±0.3 detik).
Namun, nilai periode getar yang digunakan masih sama-sama dibatasi oleh nilai periode getar
maksimumnya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa periode getar yang digunakan pada analisa tidak
mengalami perubahan yang mana juga menandakan bahwa perhtiungan gaya statik ekivalen yang
telah dilakukan sebelumnya masih dapat digunakan.

3.6. Scale Up Gaya Gempa Respon Spektrum

Respon spektrum digunakan untuk menghasilkan nilai maksimum pada analisa yang ditinjau akibat
gempa. Oleh karena itu, nilai respon spektrum tak boleh lebih kecil dari 0.85 gaya lateral statik
ekivalen. Sehingga harus dilakukan kontrol sebelum dilanjutkan untuk digunakan pada analisa.
Ada pun kontrol dilakukan dengan membandingkan gaya geser dasar yang dihasilkan dari dua
analisa tersebut. Bila terdapati nilai respon spektrum lebih kecil dari yang disyaratkan, maka harus
dilakukan scale up pada load combination untuk respon spektrum.

Tabel 3.9 Scale Up berdasarkan gaya geser dasar


S. Ekivalen 0.85 S. Ekivalen Spektrum
Arah Scale Up
(KN) (KN) (KN)
Sb. X 20398.92 17339.09 11882.20 1.46
Sb. Y 20398.92 17339.09 12362.84 1.40
3.7. Pengecekkan Simpangan Antar Tingkat

Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin
(∆a) untuk semua tingkat Ada pun besarnya simpangan antar lantai ijin diambil dari Tabel 16 (SNI
Gempa 03-1726-2012). Pada tabel tersebut pilihan yang dipilih ada struktur lainnya karena tiga
opsi lainnya tidak sesuai dengan sistem struktur yang digunakan. Sehingga, diketahui bahwa
besarnya simpangan antar lantai ijin yang diperbolehkan (∆a) adalah sebesar:

∆a = 0.02 hsx / ρ

Ada pun karena faktor redudansi yang digunakan adalah 1, maka simpangan antar lantai yang
terjadi tidak boleh melebihi 2% dari tinggi lantai terseut. Nilai simpangan defleksi yang diperoleh
merupakan hasil yang telah direduksi oleh koefisien modifikasi repons. Untuk mendapatkan
defleksi yang sesungguhnya, hasil yang diperoleh perlu diperhitungankan kembali dengan
persamaan berikut yang telah memasukkan faktor pembesaran defleksi:
Cd δex
δe = Ie

Tabel 3.10 Parameter dalam Penentuan Simpangan

X direction Y direction
R 7.0 7.0
Cd 5.5 5.5
Ie 1 1

Setelah memperoleh data simpangan disetiap lantai, maka selanjutnya data tersebut perlu
diperhitungkan ulang karena belum memasukkan faktor pembesaran defleksi.

Tabel 3.11 Perhitungan simpangan antar lantai dengan faktor pembesaran defleksi

Story Drift Story Drift


Allowable Drift
(ETABS) Δ/R . Cd
Lantai Δx Δy Δx Δy Δx Δy
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Top 0.49 1.06 0.39 0.84 2.0 2.0 OK
17 0.54 1.08 0.42 0.85 2.0 2.0 OK
16 0.60 1.09 0.47 0.85 2.0 2.0 OK
15 0.66 1.10 0.52 0.86 2.0 2.0 OK
14 0.72 1.10 0.56 0.87 2.0 2.0 OK
13 0.77 1.11 0.61 0.87 2.0 2.0 OK
12 0.82 1.10 0.64 0.87 2.0 2.0 OK
11 0.86 1.10 0.68 0.86 2.0 2.0 OK
10 0.90 1.08 0.71 0.85 2.0 2.0 OK
9 0.93 1.04 0.73 0.81 2.0 2.0 OK
8 0.95 0.98 0.75 0.77 2.0 2.0 OK
7 0.96 0.91 0.75 0.72 2.0 2.0 OK
6 0.95 0.83 0.74 0.65 2.0 2.0 OK
5 0.93 0.72 0.73 0.57 2.0 2.0 OK
4 0.87 0.60 0.69 0.47 2.0 2.0 OK
3 0.75 0.45 0.59 0.35 2.0 2.0 OK
2 0.38 0.21 0.30 0.16 2.0 2.0 OK
BASE - - - - - - -

Ada pun simpangan antar lantai yang terjadi masih memenuhi persyaratan ijin. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa sistem struktur ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan yang ada
bila ditinjau pada drift-nya. Data defleksi yang terjadi pada setiap lantai akan ditabulasikan di
dalam Tabel 3.12.

Drift-X Drift Y Drift Limit

18
16
14
12
Story

10
8
6
4
2
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00
%

Gambar 3.2 Grafik drift ratio disetiap lantai

Tabel 3.12 Defleksi di setiap lantai dengan faktor pembesaran defleksi

Δ Displacement Δ Displacement Total


(ETABS) Δ/R . Cd Displacement
Story Δx Δy Δx Δy δx δy
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
top 4.22 7.91 3.32 6.22 97.24 93.63
17 4.97 6.74 3.91 5.30 93.92 87.41
16 5.52 6.98 4.34 5.49 90.02 82.12
15 6.13 7.25 4.81 5.70 85.68 76.63
14 6.73 7.51 5.29 5.90 80.87 70.93
13 7.30 7.75 5.74 6.09 75.58 65.03
12 7.81 7.94 6.14 6.24 69.84 58.94
11 8.26 8.07 6.49 6.34 63.71 52.71
10 8.61 8.12 6.76 6.38 57.22 46.36
9 8.85 8.04 6.95 6.32 50.46 39.99
8 8.97 7.85 7.05 6.17 43.50 33.67
7 8.97 7.55 7.05 5.93 36.45 27.50
6 8.75 7.09 6.87 5.57 29.40 21.57
5 8.46 6.53 6.65 5.13 22.53 16.00
4 7.88 5.69 6.19 4.47 15.88 10.87
3 6.70 4.51 5.26 3.55 9.69 6.39
2 5.64 3.62 4.43 2.85 4.43 2.85
BASE - - - - - -

3.8 Pengecekan Ketidakberatran

Pengecekan ketidakberaturan dilakukan pada bangunan yang memiliki bentuk tidak simetri atau
tipikal baik pada arah horizontal atau pun pada arah vertikal. Berikut adalah langkah-langkah yang
dilakukan:

3.8.1. Cek Ketidakberaturan Horizontal

1. Cek Ketidakberaturan Torsi

Ada pun gaya gempa yang digunakanBerdasarkan pada Analisa yang dilakukan oleh
program ETABS, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.13 Lendutan di puncak Gedung akibat statik ekivalen arah x

Lantai δmax δmin δavg 1.2 δavg status (δmax < 1.2 δavg)
top 141.53 114.16 127.85 153.41 ok
17 136.32 110.07 123.20 147.83 ok
16 130.57 105.54 118.06 141.67 ok
15 124.21 100.50 112.36 134.83 ok
14 117.16 94.89 106.03 127.23 ok
13 109.43 88.72 99.08 118.89 ok
12 101.05 82.01 91.53 109.84 ok
11 92.10 74.84 83.47 100.16 ok
10 82.66 67.25 74.96 89.95 ok
9 72.83 59.34 66.09 79.30 ok
8 62.74 51.19 56.97 68.36 ok
7 52.52 42.93 47.73 57.27 ok
6 42.31 34.64 38.48 46.17 ok
5 32.38 26.56 29.47 35.36 ok
4 22.79 18.74 20.77 24.92 ok
3 13.88 11.45 12.67 15.20 ok
2 6.32 5.25 5.79 6.94 ok
Tabel 3.14 Lendutan di puncak Gedung akibat statik ekivalen arah x

Lantai δmax δmin δavg 1.2 δavg status (δmax < 1.2 δavg)
top 148.88 94.32 121.60 145.92 ok
17 138.75 90.56 114.66 137.59 ok
16 128.48 86.47 107.48 128.97 ok
15 118.12 82.03 100.08 120.09 ok
14 107.67 77.18 92.43 110.91 ok
13 97.16 71.93 84.55 101.46 ok
12 86.62 66.30 76.46 91.75 ok
11 76.09 60.32 68.21 81.85 ok
10 65.62 54.04 59.83 71.80 ok
9 55.36 47.53 51.45 61.73 ok
8 45.50 40.87 43.19 51.82 ok
7 36.16 34.13 35.15 42.17 ok
6 27.50 27.41 27.46 32.95 ok
5 20.85 19.71 20.28 24.34 ok
4 14.51 12.93 13.72 16.46 ok
3 8.73 7.35 8.04 9.65 ok
2 3.97 3.17 3.57 4.28 ok

Berdasarkan pada hasil pemeriksaan yang ada pada tabulasi di atas, dapat dilihat bahwa
lendutan maksimum yang terjadi di setiap lantai tidak melebihi 1.2 kali lendutan rata-
ratanya. Oleh karena itu, diketahui bahwa torsi tidak berlebih tidak terjadi pada
bangunan yang dirancang. Ada pun untuk selanjutnya hanya perlu menambahkan
eksentrisitas sebesar 5% pada saat memasukkan gaya statik ekivalen.

2. Cek Ketidakberaturan Sudut Dalem

Ketidak beraturan terjadi apabila nilai py dan px pada ilustrasi di bawah tidak memenuhi
15% dari panjang pada arahnya.

Gambar 3.3 Ilustrasi ketidakberaturan sudut dalam


Gambar 3.4. Denah dari struktur yang dianalisa (mm)

Berdasarkan pada ketentuan di atas, maka dapat dibuat tabulasi sebagai berikut:

Tabel 3.15 Pengecekan ketidak beraturan sudut dalam

Arah P (m) 15% L (m) Status


Sb. X 19.44 10.04 Irregularity
Sb. Y 15.68 5.31 Irregularity

Terlihat bahwa ternyata terjadi ketidak beraturan sudut dalam terjadi pada setiap sumbu
karena semua proyeksi memiliki nilai yang lebih besar ketimbang 15% Panjang denah
pada setiap arahnya. Sehingga gaya gempa harus ditingkatkan sebesar 25% untuk
elemen kolektor. Namun, karena perencanaan ini tidak memperhitungkan elemen
kolektor dan diafragma gedung, maka nilai ini dapat diabaikan.

3. Cek ketidakberaturan diskontunitas diafragma

Ketidakberaturan ini terjadi karena adanya bukaan pada denah bangunan. Seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 3.2, bahwa terdapat tujuh bukaan yang mana apabila dihitung
luasnya dengan menggunakan aplikasi autocad, maka diketahui bahwa luasan denah
yang terbuka adalah 65.12 m2. Sedangkan area keseluruhan gedung (luas bruto) adalah
162.69 m2. Ketidakberaturan terjadi apabila luas bukaan lebih besar daripada 50% luas
brutonya. Adapun karena luas bukaan kurang dari 50% luasan brutonya, maka
ketidakberaturan diskontunitas diafragma tidak terjadi.

4. Cek ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap bidang

Pada struktur yang dirancang, tahanan lateral didesain menerus dari lantai bawah hingga
lantai atap. Oleh karena itu, ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap bidang
tidak terjadi.

5. Cek ketidakberaturan system nonparalel

Ketidakberaturan ini terjadi apabila tahanan lateral ditempatkan pada arah biaksil atau
tidak pada sumbu orthogonalnya (sumbu X dan Y). Namun, pada bangunan yang
dirancang semua tahanan lateral (shear wall) ditempatkan pada sumbu-sumbu
orthogonal. Sehingga, ketidak beraturan system nonparalel tdak terjadi.

3.8.2. Cek Ketidak Beraturan Vertikal

1. Cek ketidakberaturan kekakuan tingkat lunak


didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana kekakuan lateralnya kurang dari 70
persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata
tiga tingkat di atasnya

Tabel 3.16 Tabel perhitungan nilai K akibat gempa arah X

Input Output Analisa


80% Rata-
lantai 70% K Di Rata 3
Fx (kN) δ (mm) K (KN/mm) Status
atasnya Tingkat di
Atasnya
2.00 75.48 5.64 3619.40 2123.76 2120.13 OK
3.00 147.26 12.33 3033.94 1793.32 1907.63 OK
4.00 246.68 20.21 2561.89 1648.27 1791.26 OK
5.00 364.59 28.67 2354.67 1565.93 1711.79 OK
6.00 488.44 37.42 2237.05 1487.87 1647.79 OK
7.00 622.63 46.39 2125.52 1439.65 1599.07 OK
8.00 780.84 55.37 2056.64 1397.93 1553.83 OK
9.00 952.40 64.22 1997.04 1359.99 1507.84 OK
10.00 1136.70 72.82 1942.84 1320.88 1454.00 OK
11.00 1333.23 81.08 1886.97 1277.21 1384.42 OK
12.00 1539.93 88.89 1824.59 1218.66 1287.90 OK
13.00 1757.73 96.19 1740.94 1138.22 1148.82 OK
14.00 1987.98 102.92 1626.03 1023.86 943.10 OK
15.00 2228.92 109.05 1462.65 853.58 648.15 OK
16.00 2480.28 114.57 1219.40 598.20 322.98 OK
17.00 2741.78 119.54 854.58 249.61 95.09 OK
top 1504.02 123.76 356.58 0.00 0.00 OK
Tabel 3.17 Tabel perhitungan dan analisa nilai K akibat gempa arah Y

Input Output Analisa


80% K Rata-
lantai 70% K Di Rata 3
Fx (kN) δ (mm) K (KN/mm) Status
atasnya Tingkat di
Atasnya
2.00 75.48 3.62 5627.76 3151.90 2959.60 OK
3.00 147.26 8.14 4502.71 2480.08 2494.83 OK
4.00 246.68 13.83 3542.97 2136.97 2223.69 OK
5.00 364.59 20.36 3052.82 1931.89 2036.40 OK
6.00 488.44 27.45 2759.84 1768.32 1886.70 OK
7.00 622.63 35.00 2526.18 1645.34 1762.38 OK
8.00 780.84 42.85 2350.49 1538.91 1650.26 OK
9.00 952.40 50.89 2198.45 1442.00 1542.66 OK
10.00 1136.70 59.01 2060.00 1351.02 1430.69 OK
11.00 1333.23 67.08 1930.03 1256.45 1304.83 OK
12.00 1539.93 75.02 1794.93 1148.10 1155.70 OK
13.00 1757.73 82.77 1640.14 1020.63 975.27 OK
14.00 1987.98 90.28 1458.04 864.97 754.51 OK
15.00 2228.92 97.53 1235.68 674.48 475.72 OK
16.00 2480.28 104.51 963.54 441.13 218.77 OK
17.00 2741.78 111.25 630.18 133.15 50.72 OK
top 1504.02 119.16 190.21 0.00 0.00 OK

2. Cek ketidakberaturan Berat (Massa)

Ketidakberaturan ini terjadi apabila ada massa efektif tingkat lebih dari 150% massa efektif
tingkat di dekatnya. Ada pun karena massa bangunan tipikal dari lantai 2 sampai lantai 17,
sementara massa atap lebih ringan ketimbang lantai di bawahnya, maka ketidakberaturan
berat tidak terjadi.

3. Cek ketidakberaturan Geometri Vertikal

Ketidakberaturan ini terjadi jika dimensi sistem penahan gaya lateral tingkat didekatnya
memiliki panjang yang berbeda lebih dari 30%. Namun, karena elemen penahan lateral
yang digunakan memiliki dimensi yang tipikal, maka ketidakberaturan ini tidak terjadi.

4. Cek Diskontinuitas Arah Bidang dalam Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya Lateral
Vertikal

Ketidakberaturan ini terjadi apabila ada pergeseran arah bidang elemen penahan gaya
lateral yang lebih besar dari panjang elemen itu. Ada pun seperti yang telah dijabarkan
sebelumnya bahwa elemen penahan lateral yang digunakan menerus dari lantai dasar
hingga atap, maka ketidakberaturan ini dapat diabaikan.

5. Cek Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat

Ketidak beraturan ini terjadi apabila kuat lateral suatu tingkat kurang dari 80% kuat lateral
tingkat di atasnya. Ada pun menggunakan tabel nilai K yang telah diperoleh sebelumnya,
maka akan ditabulasikan ulang nilai K yang ada pada setiap tingkatnya.

Tabel 3.18 Tabel pengecekkan nilai K arah X

80% K
Lantai K (KN/mm) Status
diatasnya
2 3619.40 2427.15 OK
3 3033.94 2049.51 OK
4 2561.89 1883.73 OK
5 2354.67 1789.64 OK
6 2237.05 1700.42 OK
7 2125.52 1645.31 OK
8 2056.64 1597.63 OK
9 1997.04 1554.27 OK
10 1942.84 1509.58 OK
11 1886.97 1459.67 OK
12 1824.59 1392.75 OK
13 1740.94 1300.83 OK
14 1626.03 1170.12 OK
15 1462.65 975.52 OK
16 1219.40 683.66 OK
17 854.58 285.27 OK
top 356.58 0.00 OK

Tabel 3.19 Tabel pengecekkan nilai K arah Y

80% K
Lantai K (KN/mm) Status
diatasnya
2 5627.76 3602.17 OK
3 4502.71 2834.38 OK
4 3542.97 2442.26 OK
5 3052.82 2207.87 OK
6 2759.84 2020.94 OK
7 2526.18 1880.39 OK
8 2350.49 1758.76 OK
9 2198.45 1648.00 OK
10 2060.00 1544.02 OK
11 1930.03 1435.95 OK
12 1794.93 1312.11 OK
13 1640.14 1166.43 OK
14 1458.04 988.54 OK
15 1235.68 770.83 OK
16 963.54 504.15 OK
17 630.18 152.17 OK
top 190.21 0.00 OK

Status OK diberikan apabila nilai K suatu tingkat kurang dari 80% nilai K di atasnya. Ada
pun karena semua tingkat memperoleh status OK, maka ketidak beraturan ini tidak terjadi.
BAB IV
DETAILING

4.1. Detailing Shear Wall

4.1.1. Menentukan Kebutuhan Desain Shear Wall

Proses ini dilakukan setelah setelesai melakukan analisa gempa pada Bab III. Ada pun untuk
melakukan proses detailing, maka terlebih dahulu harus di cek kebutuhan tulangan yang diperlukan
untuk desain suatu shear wall. Berikut adalah contoh gambar yang menunjukan kebutuhan pada
shear wall P6.

Gambar 4.1 Hasil output analisa dan kebutuhan design shear wall P6

Ada pun data kebutuhan tersebut kemudian ditabulasikan sebagai berikut:

Tabel 4.1. Kebutuhan tulangan sengkang pada shear wall (mm2/mm)

Lantai P1 P2 P3 P4 P5 P6
1–6 2152 1900 4036 2267 2926 2458
7 - TOP 1250 1250 1250 1250 1250 1250

Tabel 4.2. Panjang boundary elemen (mm)

Lantai P1 P2 P3 P4 P5 P6
1-6 2500 1800 2500 1500 1500 3000
7 – TOP - - - - - -
4.1.2. Menentukan Konfigurasi Tulangan yang Digunakan

Setelah mengetahui dua parameter di atas, maka langkah selanjutnya adalah melakukan desain
tulangan pada ETABS dengan metode trial error sampai memperoleh nilai rasio D/C < 1. Ada pun
berikut adalah contoh cara untuk memasukkan desain shear wall pada program ETABS.

Gambar 4.2. Memasukkan desain penulangan shear wall pada ETABS

Gambar 4.3 Hasil output analisa dan pengcekan design shear wall P6

Ada pun dengan desain tersebut maka diperoleh konfigurasi kebutuhan tulangan sebagai berikut:

Tabel 4.3. Konfigurasi tulangan sengkang pada shear wall

Lantai P1 P2 P3 P4 P5 P6
1–6 1D16 - 150 1D16 - 200 1D16 - 100 1D16 - 150 1D16 - 100 1D16 - 150
7 - TOP 1D12 - 150 1D12 - 150 1D12 - 150 1D12 - 150 1D12 - 150 1D12 - 150

Tabel 4.4. Konfigurasi tulangan memanjang

Lantai P1 P2 P3 P4 P5 P6
1–6 22D-150 22D-150 22D-150 22D-150 22D-150 22D-150
7 - 12 16D-150 16D-150 16D-150 16D-150 16D-150 22D-150
13 - TOP 16D-150 16D-150 16D-150 16D-150 16D-150 16D-150
Tabel 4.5. Konfigurasi tulangan boundary element

Lantai Sumbu P1 P2 P3 P4 P5 P6
X 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150
1–6
Y 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150
X - - - - - -
7 - TOP
Y - - - - - -

4.1.3. Menggambar Detailing Shear Wall

Setelah memperoleh konfigurasi penempatan tulangan, maka konfigurasi tersebut kemudian

dimodelkan ke dalam gambar kerja yang dibuat dengan bantuan program autocad. Berikut adalah

hasil detail tulangan untuk shear wall P1 sampai P6.

Gambar 4.4 Detail tulangan shear wall P1


Gambar 4.5 Detail tulangan shear wall P2
Gambar 4.6 Detail tulangan shear wall P3
Gambar 4.7 Detail tulangan shear wall P4
Gambar 4.8 Detail tulangan shear wall P5
Gambar 4.9 Detail tulangan shear wall P6
4.2. Detailing Balok dan Kolom

4.2.1. Pengecekkan Kebutuhan dan Ratio Konfigurasi Elemen

Setelah melakukan desain shear wall, maka elemen selanjutnya yang akan didetail adalah balok

dan kolom. Untuk balok-kolom akan dilakukan cek terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ada

ukuran atau pun konfigurasi penempatan balok-kolom yang tidak memenuhi kebutuhan untuk

didesain. Ada pun pengecekkan dilakukan 2 kali, pertama dengan respon spektrum, kedua dengan

25% gaya statik ekivalen. Namun, dengan kondisi di mana shear wall tidak bekerja. Ada pun

beberapa hal yang perlu dicek adalah sebagai berikut:


1. Kebutuhan tulangan longitudinal

Pada pengecekkan ini, output yang diharapkan adalah luasan yang diperlukan untuk

tulangan memanjang balok dan kolom. Ada pun untuk kolom hanya akan ada 1 luasan,

sementara untuk balok akan ada 3 luasan yang mana merupakan luasan tulangan yang

diperlukan pada bagian tumpuan dan lapangan bagian atas dan bawah. Berikut adalah

contoh output tulangan longitudinal yang ditampilkan oleh program ETABS.

Gambar 4.10 Output kebutuhan tulangan longitudinal pada ETABS

Setelah melakukan pembacaan, maka diperoleh lah tabulasi kebutuhan tulangan

memanjang untuk balok dan kolom sebagai berikut:


Tabel 4.6. Kebutuhan tulangan longitudinal kolom (cm2)

Lantai K1 K2 K3 K4
1–6 76 100 100 224
6 – 12 56 81 81 64
12 – TOP 56 81 64 64

Tabel 4.6. Kebutuhan tulangan longitudinal balok (cm2)

Balok Lantai Bagian Tumpuan Lapangan Tumpuan


Atas 42 12 42
2–6
Bawah 20 20 20
Atas 44 12 42
B1-A 7 – 12
Bawah 20 21 19
Atas 43 11 42
13 – Top
Bawah 20 19 22
Atas 25 12 25
2–6
Bawah 18 21 18
Atas 25 12 25
B1-B 7 – 12
Bawah 18 21 18
Atas 20 11 20
13 – Top
Bawah 15 15 15
Atas 28 9 31
2–6
Bawah 18 12 17
Atas 32 9 35
B2 7 – 12
Bawah 18 14 21
Atas 30 9 36
13 – Top
Bawah 18 13 19
Atas 20 9 21
2–6
Bawah 7 10 13
Atas 20 8 21
B3-A 7 – 12
Bawah 7 11 13
Atas 18 6 22
13 – Top
Bawah 8 10 13
Atas 10 6 10
2–6
Bawah 6 10 6
Atas 10 6 10
B3-B 7 – 12
Bawah 6 10 6
Atas 10 6 10
13 – Top
Bawah 6 10 6
Atas 96 43 96
2–6
Bawah 87 44 87
Atas 94 42 95
B4 7 – 12
Bawah 85 43 85
Atas 65 29 65
13 – Top
Bawah 56 30 56
Atas 77 17 17
2–6
Bawah 36 34 55
Atas 78 17 17
B5 7 – 12
Bawah 36 34 54
Atas 75 17 17
13 – Top
Bawah 35 33 52
2. Kebutuhan tulangan sengkang (geser)

Pada pengecekkan ini, output yang diharapkan adalah luasan/jarak yang diperlukan untuk

tulangan sengkang (geser) balok dan kolom. Ada pun untuk kolom akan ada 2 luasan/jarak,

sementara untuk balok akan ada 3 luasan/jarak yang mana pada bagian tumpuan harus lebih

rapat ketimbang bagian lapangan. Berikut adalah contoh output untuk tulangan geser yang

ditampilkan oleh program ETABS.

Gambar 4.11 Output kebutuhan tulangan geser pada ETABS

Untuk kolom karena geser bekerja 2 arah, maka dipilih luasan yang plg menentukan.

Setelah melakukan pembacaan, maka diperoleh lah tabulasi kebutuhan tulangan

memanjang untuk balok dan kolom sebagai berikut:


Tabel 4.7. Kebutuhan tulangan geser kolom (cm2/cm)

Lantai K1 K2 K3 K4
1–6 0.00 0.32 0.29 0.00
6 – 12 0.09 0.31 0.28 0.00
12 – TOP 0.16 0.22 0.15 0.11

Tabel 4.8. Kebutuhan tulangan geser balok (cm2/cm)

Balok Lantai Tumpuan Lapangan Tumpuan


2–6 0.33 0.31 0.28
B1-A 7 – 12 0.36 0.32 0.28
13 – Top 6.51 0.36 0.34
2–6 0.28 0.28 0.28
B1-B 7 – 12 0.27 0.27 0.27
13 – Top 0.36 0.34 0.28
2–6 0.24 0.27 0.29
B2 7 – 12 0.23 0.27 0.28
13 – Top 0.18 0.21 0.23
2–6 0.03 0.01 0.02
B3-A 7 – 12 0.03 0.01 0.02
13 – Top 0.02 0.01 0.02
2–6 0.03 0.01 0.02
B3-B 7 – 12 0.03 0.01 0.02
13 – Top 0.02 0.01 0.01
2–6 0.53 0.51 0.53
B4 7 – 12 0.52 0.50 0.52
13 – Top 0.38 0.35 0.38
2–6 0.52 0.49 0.37
B5 7 – 12 0.51 0.48 0.36
13 – Top 0.50 0.47 0.35

3. Pengecekkan P-M-M ratio

Pengecekkan ini dilakukan untuk melihat interaksi antara gaya momen dan aksial yang

bekerja pada sambungan kolom-balok. Ada pun interaksi antara kedua gaya dalam tersebut

dapat menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas. Oleh karena itu, pengecekkan

dilakukan dengan melihat nilai rasio yang diperoleh yang mana rasio harus lebih kecil dari

1. Pada program Etabs, output yang dihasilkan hanyalah garis, di mana elemen balok-kolom

yang memiliki rasio > 1, maka akan bewarna merah pada bagian kolomnya.
Gambar 4.11 Output pengecekkan P-M-M ratio pada ETABS

4. Pengecekkan Beam-Column (B/C) ratio

Sama halnya dengan pengecekkan P-M-M ratio, pengecekkan B/C ratio juga dilakukan

dengan melihat nilai rasio, yang mana nilai rasio yang diperoleh harus kurang dari 1. Ada

pun hal ini sesuai dengan konsep perencanaan bangunan tahan gempa, yaitu strong column,

weak beam. Sehingga, dapat dipastikan bagian yang akan mengalami kondisi inelastis

terlebih dahulu adalah balok. Akan sangat rentan apabila kolom mengalami mekanisme

sendi plastis karena dapat berisiko terjadinya soft storey.


Gambar 4.12 Output pengecekkan B/C ratio pada ETABS

5. Joint shear capacity

Gambar 4.13 Output pengecekkan B/C ratio pada ETABS


6. Kebutuhan tulangan torsional tambahan pada balok

Pada bagian balok perlu ditambahkan tulangan longitudinal ekstra pada bagian tengah

balok atau pun tambahan luasan/jarak pada tulangan sengkang balok untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya torsi pada balok. Berikut adalah contoh output untuk tulangan

torsional yang ditampilkan oleh program ETABS.

Gambar 4.11 Output kebutuhan tulangan torsi balok pada ETABS

Setelah melakukan pembacaan, maka diperoleh lah tabulasi kebutuhan tulangan

memanjang ekstra dan luasan/jarak tambahan untuk balok sebagai berikut:

Tabel 4.9. Kebutuhan tulangan ekstra memanjang balok (cm2)

Balok Lantai Tumpuan Lapangan Tumpuan


2–6 10.8 10.8 10.8
B1-A 7 – 12 10.8 10.8 10.8
13 – Top 10.8 10.8 10.8
B1-B 2–6 10.8 10.8 10.8
7 – 12 10.8 10.8 10.8
13 – Top 10.8 10.8 10.8
2–6 13.2 13.2 13.2
B2 7 – 12 13.2 13.2 13.2
13 – Top 13.2 13.2 13.2
2–6 7.8 7.8 7.8
B3-A 7 – 12 7.8 7.8 7.8
13 – Top 7.8 7.8 7.8
2–6 7.8 7.8 7.8
B3-B 7 – 12 7.8 7.8 7.8
13 – Top 7.8 7.8 7.8
2–6 33.8 33.8 33.8
B4 7 – 12 33.8 33.8 33.8
13 – Top 33.8 33.8 33.8
2–6 16.8 16.8 33.8
B5 7 – 12 16.8 16.8 33.8
13 – Top 16.8 16.8 0

Tabel 4.10. Kebutuhan luasan/jarak tulangan sengkang balok (cm2/cm)

Balok Lantai Tumpuan Lapangan Tumpuan


2–6 0.035 0.035 0.031
B1-A 7 – 12 0.035 0.035 0.031
13 – Top 0.035 0.035 0.031
2–6 0.035 0.035 0.031
B1-B 7 – 12 0.035 0.035 0.031
13 – Top 0.018 0.018 0.018
2–6 0.052 0.052 0.04
B2 7 – 12 0.055 0.055 0.041
13 – Top 0.055 0.055 0.041
2–6 0.018 0.022 0.022
B3-A 7 – 12 0.018 0.022 0.022
13 – Top 0.017 0.022 0.022
2–6 0.018 0.018 0.018
B3-B 7 – 12 0.018 0.018 0.018
13 – Top 0.018 0.018 0.018
2–6 0.033 0.033 0.033
B4 7 – 12 0.034 0.034 0.031
13 – Top 0.032 0.032 0.027
2–6 0.027 0.027 0.033
B5 7 – 12 0.027 0.027 0.031
13 – Top 0.023 0.023 0

4.2.2. Menentukan Konfigurasi Tulangan yang Digunakan

Setelah mengetahui kebutuhan tulangan untuk balok dan kolom dari pembacaan kebutuhan desain

tulangan di atas, maka langkah selanjutnya adalah membuat konfigurasi tulangan yang memenuhi

kebutuhan tersebut. Namun, perlu di ingat bahwa dalam menentukan konfigurasi tulangan juga
harus memenuhi persyaratan desain elemen balok dan kolom seperti yang disyaratkan pada SNI

Beton 2847-2013. Berikut adalah konfigurasi yang digunakan:

1. Tulangan Kolom

Tabel 4.11. Konfigurasi tulangan longitudinal kolom


Lantai K1 K2 K3 K4
1–6 14 D32 16 D32 16 D32 28 D32
6 – 12 12 D32 12 D32 12 D32 12 D32
12 – TOP 12 D32 12 D32 12 D32 12 D32

Tabel 4.12. Konfigurasi tulangan sengkang kolom


Lantai K1 K2 K3 K4
1–6 1D8-150 1D16-100 1D16-120 1D8-150
6 – 12 1D8-100 1D16-100 1D16-120 1D8-150
12 – TOP 1D16-150 1D16-150 1D16-150 1D16-150

2. Tulangan Balok

Tabel 4.13. Konfigurasi tulangan longitudinal balok

Balok Lantai Bagian Tumpuan Lapangan Tumpuan


Atas 7 D 29 2 D 29 7 D 29
2–6
Bawah 4 D 29 4 D 29 4 D 29
Atas 7 D 29 2 D 29 7 D 29
B1-A 7 – 12
Bawah 4 D 29 4 D 29 3 D 29
Atas 7 D 29 2 D 29 7 D 29
13 – Top
Bawah 4 D 29 3 D 29 4 D 29
Atas 4 D 29 2 D 29 4 D 29
2–6
Bawah 3 D 29 4 D 29 3 D 29
Atas 4 D 29 2 D 29 4 D 29
B1-B 7 – 12
Bawah 3 D 29 4 D 29 3 D 29
Atas 4 D 29 2 D 29 4 D 29
13 – Top
Bawah 3 D 29 3 D 29 3 D 29
Atas 5 D 29 2 D 29 5 D 29
2–6
Bawah 3 D29 2 D 29 3 D29
Atas 5 D 29 2 D 29 6 D 29
B2 7 – 12
Bawah 3 D 29 3 D 29 4 D 29
Atas 5 D 29 2 D 29 6 D 29
13 – Top
Bawah 3 D 29 2 D 29 3 D 29
Atas 6 D 22 3 D 22 6 D 22
2–6
Bawah 2 D 22 3 D 22 4 D 22
Atas 6 D 22 3 D 22 6 D 22
B3-A 7 – 12
Bawah 2 D 22 3 D 22 4 D 22
Atas 5 D 22 2 D 22 6 D 22
13 – Top
Bawah 3 D 22 3 D 22 4 D 22
Atas 3 D 22 2 D 22 3 D 22
2–6
Bawah 2 D 22 3 D 22 2 D 22
B3-B
Atas 3 D 22 2 D 22 3 D 22
7 – 12
Bawah 2 D 22 3 D 22 2 D 22
Atas 3 D 22 2 D 22 3 D 22
13 – Top
Bawah 2 D 22 3 D 22 2 D 22
Atas 15 D 29 7 D 29 15 D 29
2–6
Bawah 14 D29 7 D 29 14 D 29
Atas 15 D 29 7 D 29 15 D 29
B4 7 – 12
Bawah 13 D 29 7 D 29 13 D 29
Atas 10 D 29 5 D 29 10 D 29
13 – Top
Bawah 9 D 29 5 D 29 9 D 29
Atas 12 D 29 3 D 29 3 D 29
2–6
Bawah 6 D 29 6 D 29 9 D 29
Atas 12 D 29 3 D 29 3 D 29
B5 7 – 12
Bawah 6 D 29 6 D 29 9 D 29
Atas 12 D 29 3 D 29 3 D 29
13 – Top
Bawah 6 D 29 5 D 29 8 D 29

Tabel 4.14. Konfigurasi tulangan sengkang balok

Balok Lantai Tumpuan Lapangan Tumpuan


2–6 1D16 - 100 1D16 - 100 1D16 - 100
B1-A 7 – 12 1D16 - 100 1D16 - 100 1D16 - 100
13 – Top 1D16 - 100 1D16 - 100 1D16 - 100
2–6 1D16 - 120 1D16 - 120 1D16 - 120
B1-B 7 – 12 1D16 - 120 1D16 - 120 1D16 - 120
13 – Top 1D16 - 120 1D16 - 120 1D16 - 120
2–6 1D16 - 120 1D16 - 120 1D16 - 120
B2 7 – 12 1D16 - 120 1D16 - 120 1D16 - 120
13 – Top 1D16 - 150 1D16 - 150 1D16 - 150
2–6 1D8 - 120 1D8 - 200 1D8 - 120
B3-A 7 – 12 1D8 - 120 1D8 - 200 1D8 - 120
13 – Top 1D8 - 120 1D8 - 200 1D8 - 120
2–6 1D8 - 120 1D8 - 200 1D8 - 120
B3-B 7 – 12 1D8 - 120 1D8 - 200 1D8 - 120
13 – Top 1D8 - 120 1D8 - 200 1D8 - 120
2–6 2 D16 - 120 2 D16 - 120 2 D16 - 120
B4 7 – 12 2 D16 - 120 2 D16 - 150 2 D16 - 120
13 – Top 2 D16 - 150 2 D16 - 200 2 D16 - 150
2–6 1.5 D16 - 100 1.5 D16 - 100 1.5 D16 - 100
B5 7 – 12 1.5 D16 - 100 1.5 D16 - 100 1.5 D16 - 100
13 – Top 1.5 D16 - 100 1.5 D16 - 100 1.5 D16 - 100

Tabel 4.15. Konfigurasi tulangan torsional ekstra balok

Balok Lantai Tumpuan Lapangan Tumpuan


2–6 2 D 29 2 D 29 2 D 29
B1-A 7 – 12 2 D 29 2 D 29 2 D 29
13 – Top 2 D 29 2 D 29 2 D 29
2–6 2 D 29 2 D 29 2 D 29
B1-B 7 – 12 2 D 29 2 D 29 2 D 29
13 – Top 2 D 29 2 D 29 2 D 29
2–6 2 D 29 2 D 29 2 D 29
B2 7 – 12 2 D 29 2 D 29 2 D 29
13 – Top 2 D 29 2 D 29 2 D 29
2–6 2 D 22 2 D 22 2 D 22
B3-A
7 – 12 2 D 22 2 D 22 2 D 22
13 – Top 2 D 22 2 D 22 2 D 22
2–6 2 D 22 2 D 22 2 D 22
B3-B 7 – 12 2 D 22 2 D 22 2 D 22
13 – Top 2 D 22 2 D 22 2 D 22
2–6 4 D 29 4 D 29 4 D 29
B4 7 – 12 4 D 29 4 D 29 4 D 29
13 – Top 4 D 29 4 D 29 4 D 29
2–6 2 D 29 2 D 29 4 D 29
B5 7 – 12 2 D 29 2 D 29 4 D 29
13 – Top 2 D 29 2 D 29 4 D 29

4.2.3. Menggambar Detailing Tulangan Kolom dan Balok

Untuk detailing balok dan kolom dapat dilihat pada lampiran.

4.3. Detailing Pelat Lantai

Untuk detailing pelat lantai dilakukan dengan menggunakan perhitungan manual menggunakan

bantuan tabel momen dari PBI 1971. Berikut adalah perhitungan yang dilakukan:

4.3.1. Perhitungan Perencanaan Pelat Lantai 2 s/d 17

Berikut adalah parameter yang digunakan pada perencanaan:

Beban Mati : 716 kg/m2 (perhitungan lihat bab 2)

Beban Hidup: 200 kg/m2

qu: 1.2 x 716 + 1.6 x 200 = 1179.20 kg/m2 = 11.57 KN/m2

Tebal pelat = 12 cm (tebal selimut = 2 cm)

fc' = 35 MPa

Fy = 400 MPa

Rn = Mu / (b.d2)

0.85 .𝑓𝑐 ′ 2 𝑅𝑛
ρ= (1 − √1 − 0.85 )
𝑓𝑦 𝑓𝑐 ′

ρbalance = 0.0380

ρmax = 0.0290
ρmin = 0.0035

Tulangan yang dipakai = D10 (A = 78.5 mm2)

Pelat lantai untuk lantai tipikal ini akan dibagi menjadi 2 tipe, berikut adalah perhitungan untuk

masing-masing tipenya:

1. Pelat Kode S1-A Untuk Ly:Lx = 1 s/d 2.5, lt 2 s/d 17

Gambar 4.12 Potongan acuan untuk pelat S1-A (mm)

Mlx = mtx = 0.001 . 11.57 . 5.62 . 63 = 22.86 KNm (per meter strip)

Mly = mty = 0.001 . 11.57 . 5.32 . 38 = 12.35 KNm (per meter strip)

Penulangan Arah Memendek:

Rn = 2.29

ρ = 0.0060 > ρmin

A perlu = 0.0053 x 1000 x 100 = 530 mm2

𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 530
n= = 78.5 = 6.75 = 7 buah
𝐴 𝐷12

Jarak penempatan = 1000 / 7 = 142 mm = 120 mm

Penulangan Arah Memanjang:


Rn = 1.24

ρ = 0.0032 < ρmin, maka di ambil ρmin

A perlu = 0.0035 x 1000 x 100 = 350 mm2

𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12

Jarak penempatan = 1000 / 5 = 200 mm

2. Pelat Kode S2-A Untuk Ly:Lx > 2.5, lt 2 s/d 17

Gambar 4.13 Potongan acuan untuk pelat S2-A (mm)

Mlx = mtx = 0.001 . 11.57 . 2.12 . 63 = 3.21 KNm (per meter strip)

Mly = 0.001 . 11.57 . 5.72 . 13 = 4.89 KNm (per meter strip)

Mty = 0.001 . 11.57 . 5.72 . 38 = 14.28 KNm (per meter strip)

Penulangan Arah Memendek:

Rn = 0.32

ρ = 0.00008 < ρmin, maka di ambil ρmin

A perlu = 0.0035 x 1000 x 100 = 350 mm2

𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12

Jarak penempatan = 1000 / 5 = 200 mm


Penulangan Arah Memanjang:

Tumpuan

Rn = 1.43

ρ = 0.0036 > ρmin

A perlu = 0.0036 x 1000 x 100 = 360 mm2

𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 360
n= = 78.5 = 4.5 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12

Jarak penempatan = 1000 / 5 = 200 mm

Lapangan

Rn = 0.49

ρ = 0.0013 < ρmin, maka di ambil ρmin

A perlu = 0.0035 x 1000 x 100 = 350 mm2

𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12

Jarak penempatan = 1000 / 5 = 200 mm

4.3.2. Perhitungan Perencanaan Pelat Pelat Lantai Atap

Berikut adalah parameter yang digunakan pada perencanaan:

Beban Mati : 66 kg/m2 (perhitungan lihat bab 2)

Beban Hidup: 96 kg/m2

qu: 1.2 x 66 + 1.6 x 96 = 232.8 kg/m2 = 2.28 KN/m2

Tebal pelat = 12 cm (tebal selimut = 2 cm)

fc' = 35 MPa

Fy = 400 MPa

Rn = Mu / (b.d2)
0.85 .𝑓𝑐 ′ 2 𝑅𝑛
ρ= (1 − √1 − 0.85 )
𝑓𝑦 𝑓𝑐 ′

ρbalance = 0.0380

ρmax = 0.0290

ρmin = 0.0035

Tulangan yang dipakai = D10 (A = 78.5 mm2)

Pelat lantai untuk lantai tipikal ini akan dibagi menjadi 2 tipe, berikut adalah perhitungan untuk

masing-masing tipenya:

1. Pelat Kode S1-B Untuk Ly:Lx = 1 s/d 2.5, lt atap

Gambar 4.14 Potongan acuan untuk pelat S1-B (mm)

Mlx = mtx = 0.001 . 2.28 . 5.62 . 63 = 4.51 KNm (per meter strip)

Mly = mty = 0.001 . 11.57 . 5.32 . 38 = 2.43 KNm (per meter strip)

Penulangan Arah Memendek:

Rn = 0.451

ρ = 0.0011 < ρmin, maka di ambil ρmin

A perlu = 0.0035 x 1000 x 100 = 350 mm2


𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12

Jarak penempatan = 1000 / 5 = 200 mm

Penulangan Arah Memanjang:

Rn = 0.243

ρ = 0.0006 < ρmin, maka di ambil ρmin

A perlu = 0.0035 x 1000 x 100 = 350 mm2

𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12

Jarak penempatan = 1000 / 5 = 200 mm

2. Pelat Kode S1-B Untuk Ly:Lx > 2.5, lt atap

Gambar 4.15 Potongan acuan untuk pelat S2-B (mm)

Mlx = mtx = 0.001 . 2.28 . 2.12 . 63 = 0.63 KNm (per meter strip)

Mly = 0.001 . 2.28 . 5.72 . 13 = 0.96 KNm (per meter strip)

Mty = 0.001 . 2.28 . 5.72 . 38 = 2.81 KNm (per meter strip)

Penulangan Arah Memendek:

Rn = 0.28

ρ = 0.00002 < ρmin, maka di ambil ρmin

A perlu = 0.0035 x 1000 x 100 = 350 mm2

𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12
Jarak penempatan = 1000 / 5 = 200 mm

Penulangan Arah Memanjang:

Tumpuan

Rn = 1.43

ρ = 0.0007 < ρmin, maka di ambil ρmin

A perlu = 0.0035 x 1000 x 100 = 350 mm2

𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12

Jarak penempatan = 1000 / 5 = 200 mm

Lapangan

Rn = 0.096

ρ = 0.00024 < ρmin, maka di ambil ρmin

A perlu = 0.0035 x 1000 x 100 = 350 mm2

𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12

Jarak penempatan = 1000 / 5 = 200 mm

4.3.3. Menggambar Detailing

Setelah mengetahui kebutuhan dan konfigurasi penempatan tulangan, maka langkah selanjutnya

adalah menggambar gambar kerja dari detail penulangan untuk pelat lantai. Berikut adalah gambar

dan tabulasi penulangan untuk pelat lantai yang akan digunakan:


Tipe Pelat Tebal Tulangan Atas Tulangan Bawah
(mm)
T1.x T1.y T2.x T2.y B1.x B1.y B2.x B2.y
S1-A 120 D10-200 D10-200 D10-120 - D10-200 D10-200 D10-120 -
S2-A 120 D10-200 D10-200 - - D10-200 D10-200 - -
S1-B 120 D10-200 D10-200 - - D10-200 D10-200 - -
S2-B 120 D10-200 D10-200 - - D10-200 D10-200 - -

Gambar 4.16 Detail konfigurasi penulangan pelat lantai tipikal


4.4. Concrete Ratio

Gambar 4.17 Hasil Analisis Program ETABS

Tabel 4.16 Concrete Ratio

Element Total Floor Area Unit Weight Concrete Volume


Story Material
Type Weight (kN) (m2) (kN/m2) Ratio (m3/m2)
SUM Column CON50 70566.17 22780.73 3.10 0.13
SUM Beam CON35 55705.28 22780.73 2.45 0.10
SUM Wall CON50 46928.72 22780.73 2.06 0.09
SUM Floor CON35 64361.93 22780.73 2.83 0.12
TOTAL All All 237562.10 22780.73 10.43 0.43
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa dinamik yang dilakukan, desain gedung apartemen berdasarkan SNI
Beton 2013 dan Gempa 2012 mencukupi syarat. Hasil menunjukan bahwa:

1. Gedung mampu memikul beban rencana seperti dapat dilihat dari hasil program yang tidak
menandakan adanya kesalahan (error).
2. Pengolahan hasil output yang dikeluarkan program ETABS mampu menghasilkan desain
dari setiap elemen struktur yang direncanakan pada gedung
3. Jika dicek secara penggunaan material bisa dikategorikan boros karena rasio total 0.43 (>
0.38)

5.2. Saran
Perencanaan desain gedung dapat dikembangkan untuk hasil yang maksimal. Beberapa saran
yang dapat diimplementasikan pada pembuatan projek serupa selanjutnya adalah
mengecilkan ukuran kolom, memperbesar ukuran dinding, dan melakukan peninjauan ulang
sehingga mendapatkan rasio penggunaan beton yang lebih hemat.

Anda mungkin juga menyukai