PENDAHULUAN
Perencanaan Gedung Tinggi merupakan salah satu mata kuliah pilihan yang dapat diambil guna
memenuhi standar kelulusan program studi Teknik Sipil di Universitas Pelita Harapan.
Perencanaan Teknik Sipil mempelajari berbagai hal seperti menentukan konsep desain, modelling,
dan analisis structural suatu bangunan.
Untuk memahami Perencanaan Gedung Tinggi (PGT), maka tugas untuk mata kuliah ini
membahas proses perencanaan gedung apartemen 18 lantai dengan desain dan data yang diberikan.
Dari data tersebut dilakukan perhitungan preliminary design, evaluasi ulang untuk perencanaan
struktur dan ketahanan gempa berdasarkan peraturan yang berlaku.
Maksud dan tujuan dari penulisan tugas ini adalah untuk memahami proses perencanaan bangunan
gedung bertingkat yang direpresentasikan dengan banguna napartemen. Desain yang digunakan
merupakan desain bangunan 18 lantai yang diberikan oleh Bapak Stephen selaku dosen mata kuliah
Perencanaan Gedung Tinggi. Desain tersebut kemudian dianalisa menggunakan bantuan program
ETABS 9.1.7 berdasarkan ketentuan dan peraturan pembebanan yang berlaku. Analisa ini
dilakukan untuk mengevaluasi ketahanan desain bangunan terhadap gempa.
2.1. Umum
Bangunan apartemen yang ditinjau merupakan bangunan apartemen yang terdiri dari 18 lantai yang
difungsikan sebagai hunian tinggal. Bangunan apartemen tergolong dalam kategori high rise
building. Sama seperti setiap jenis bangunan lainnya, dibutuhkan perencanaan berbasis peraturan
untuk menghasikan struktur yang kokoh dan layak fungsi. Konsep bangunan yang digunakan
merupakan rancangan apartemen yang diberikan oleh dosen mata kuliah Perencanaan Gedung
Proses pengerjaan diawali dengan preliminary design yang dilakukan untuk menentukan dimensi
kolom, balok, dan plat lantai yang mengacu pada peraturan pembebanan Indonesia.
2.2. Konfigurasi Bentuk Struktur
Berikut adalah gambar yang menunjukkan bentuk dari struktur secara keseluruhan.
Sistem struktur portal merupakan sistem yang paling umum digunakan dalam pembangunan high
rise building. Dengan sistem tersebut, tiap ujung dari elemen batang portal diasumsikan rigid.
Sistem ini juga dapat memikul beban sepanjang bentang sehinngga terjadi gaya momen, geser, dan
aksial.
Dalam perencanaan struktur portal penting untuk mendefinisikan dan menentukan besaran beban
dan gaya – gaya yang akan ditahan oleh struktur. Perhitungan pembebanan harus mengikuti
peraturan yang berlaku yaitu peraturan pembebanan SNI 1727-2013, yang meliputi beban vertikal
(beban tetap, dan tidak tetap) dan beban lateral (beban angin), sedangkan untuk peraturan beban
gempa menggunakan SNI 03-1726-2012.
Preliminary design ini akan dilakukan dengan menggunakan pembebanan gravitasi. Ada pun
beban gravitasi merupakan beban yang sifatnya tetap atau permanen. Sehingga, akan sangat efisien
apabila melakukan pemilihan profil berdasarkan pada analisa menggunakan pembebanan tersebut.
Namun, tentunya akan dilakukan evaluasi lanjut terhadap pembebanan yang sifatnya sementara
seperti gempa dan angin untuk memastikan apakah profil yang dipilih berdasarkan pembebanan
Pada tahap awal, preliminary design akan dilakukan pada balok lantai 2 terlebih dahulu. Ada pun
untuk mempermudah analisa, maka balok pada lantai tersebut akan dimodelkan sebagai simple
beam. Namun, profil yang dipilih akan lebih aman karena nyatanya momen yang maksimum yang
= 16,42 KN/m2
= 8,82 KN/m2
Pada bagian ini akan dibahas tentang perencanaan dimensi dari tiap elemen struktur.
2.5.1. Kolom
Kolom merupakan batang tekan vertikal yang berfungsi untuk menyanggah beban yang ada di
atasnya kemudian meneruskan beban tersebut ke pondasi. Struktur kolom dibuat dari tulangan besi
dan beton. Kedua bagian tersebut merupakan gabungan antara material tahan tarik dan tekan
Pada perencanaan ini terdapat tiga jenis kolom yaitu kolom interior yang berada pada area dalam
bangunan, kolom tepi yang terletak di perimeter bangunan, dan kolom pojok untuk kolom pada
sudut bangunan. Ketiga jenis kolom ini kemudian dibedakan ukurannya setiap kenaikan lima atau
enam lantai sesuai dengan desain. Perbedaan ukuran kolom dipengaruhi oleh luas tributary area
((beban merata lantai x luas tributary x jumlah lantai yang diatasnya) + (beban merata lantai atap x luas tributary))
x faktor kolom
0.4 x fc′
((beban merata lantai x luas tributary x jumlah lantai yang diatasnya) + (beban merata lantai atap x luas tributary)
+ (beban garis dinding x panjang tributari x jumlah lantai diatasnya)) x faktor kolom
0.4 𝑥 𝑓𝑐′
Balok adalah elemen struktur horizontal yang memikul beban dari pelat lantai kemudian disalurkan
ke kolom. Balok berfungsi untuk menahan beban vertikal, beban geser, dan momen. Dalam
pembangunan, terdapat dua jenis balok yakni balok utama dan balok anak. Balok utama merupakan
balok penghubung antar kolom sedangkan balok anak membagi plat lantai menjadi bagian ynag
lebih kecil. Ratio balok yang digunakan b/d ≤ 1.
h =1m
𝑏𝑤
=1
ℎ
bw = 1 * 1 = 1 m
h = 3.5/10 = 0.35 m
𝑏𝑤
ℎ
=1
Pelat lantai merupakan elemen struktur yang menerima beban vertikal kemudian menyalurkannya
ke balok. Pada perencanaan ini digunakan plat lantai dengan ketebalan 12 cm. Ukuran tersebut
merupakan ketebalan minimum untuk plat beton yang difungsikan sebagai lantai.
Gambar 2.4 Bagian yang digunakan untuk acuan desain pelat lantai
Pelat lantai yang memiliki bentang terlebar dapat dilihat pada gambar di atas. Ada pun bentang
tersebut merupakan lokasi untuk menempatkan tangga. Berdasarkan pada denah diketahui bahwa
Ada pun untuk pelat menerut 2 arah, rasio span/depth yang digunakan adalah 30.
.
BAB III
ANALISA BEBAN BEBAN GEMPA
Untuk melakukan perencanaan struktur gedung tahan gempa, maka perlu ditentukan sebelumnya
parameter-parameter yang diambil. Ada pun diketahui bahwa bangunan berlokasi di Bali.
Sehingga, dengan lokasi tersebut maka parameter-parameter awal perencanaan gempa dapat dicari.
Berikut beberapa ketentuan umum yang perlu ditetapkan terlebih dahulu:
1) Gempa Rencana
Berdasarkan pada ketentuan SNI Gempa 03-1726-2012, maka diasumsikan bahwa gempa
rencana yang akan digunakan adalah gempa dengan kemungkinan dua persen dalam kurun
waktu 50 tahun dengan perioda ulang 2500 tahun sekali.
Struktur ini merupakan bangunan gedung dengan general purpose, sehingga menurut Tabel 1
(SNI Gempa 03-1726-2012), struktur tersebut termasuk ke dalam kategori risiko struktur
bangunan II.
Berdasarkan Tabel 2 (SNI Gempa 03-1726-2012) atau Tabel 2.6, faktor keutamaan yang
digunakan untuk struktur ini adalah 1.0.
Diketahui bahwa bangunan ini berlokasi di daerah Bali. Sehingga, bila ditinjau dari Peta
Zonasi Gempa Indonesia 2017 dengan probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (dapat
dilihat di lampiran), maka diperoleh nilai parameter Ss dan S1 sebesar:
Berdasarkan pada SNI Gempa 03-1726-2012, apabila properti tanah tidak diberikan secara
spesifik, maka kelas situs E (SE) dapat diterapkan. Namun, berdasarkan sumber terjemahannya
yaitu ASCE-SEI 7-10, kelas situs yang dapat diterapkan adalah kelas situs D (SD). Dapat
dilihat bahwa terdapat dua perbedaan yang cukup signifikan antara kelas situs dalam SNI dan
ASCE. Oleh karena itu, dalam perencanaan ini diputuskan mengikuti SNI Gempa 03-1726-
2012 dengan menggunakan kelas situs E (SE) dengan asumsi bahwa tanah yang lebih lunak
akan menghasilkan gaya gempa yang lebih besar. Sehingga, hasil perencanaan yang didapat
akan lebih aman.
Setelah menentukan kelas situs dan parameter percepatan tanah, maka nilai Fa dan Fv dapat
diperoleh pada Tabel 4 dan 5 (SNI Gempa 03-1726-2012)
Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek ditentukan berdasarkan persamaan
berikut :
2
SDS = 3 SMS = 0.61
SMS = Fa Ss = 0.92
Sementara untuk parameter percepatan spektral desain untuk perioda 1 detik ditentukan
berdasarkan persamaan berikut:
2
SD1 = 3 SM1 = 0.61
SM1 = Fv S1 = 0.91
Kategori desain seismik ditentukan oleh nilai parameter serta kategori risiko. Penentuannya
adalah sebagai berikut :
Struktur termasuk Kategori Risiko II dan parameter S1 = 0.35 < 0.75, maka penentuan Kategori
Desain Seismik tergantung pada Tabel 6 dan 7 (SNI Gempa 03-1726-2012) atau Tabel 2.10
dan 2.11.
SDS = 0.61 > 0.5 dan nilai SD1 = 0.61 > 0.2 serta berada pada Kategori Risiko Struktur II, maka
Kategori Desain Seismik adalah D.
Periode getar yang digunakan dalam analisa memiliki bentang waktu yang akan menghasilkan
nilai maksimum pada percepatan spektra. Ada pun nilai tersebut ditentukan berdasarkan
persamaan berikut:
SD1
T0 = 0.2 S = 0.20 detik
Ds
SD1
Ts = S = 1.00 detik
Ds
jenis struktur yang digunakan adalah Sistem Dinding Geser Beton Bertulang Khusus.
Penggunaan jenis sistem struktur ini harus diperiksa terhadap batasan ketinggian untuk setiap
Kategori Desain Seismik sesuai dengan Tabel 9 (SNI Gempa 03-1726-2012).
Dari tabel tersebut diambil rangka beton bertulang pemikul momen khusus dengan Kategori
Desain Seismik D. Dengan demikian, jenis sistem struktur SRPMK dapat digunakan dengan
parameter berikut :
Analisa yang dilakukan akan mengacu kepada hasil perhitungan yang diperoleh dari perhitungan
program Staad.Pro. Oleh karena itu, sebelum menjalankan analisa, maka terdapat beberapa
parameter analisa yang perlu didefinisikan terlebih dahulu. Berikut adalah parameter-parameter
tersebut:
1) Kombinasi Pembebanan :
a) 1.4D
b) 1.2D + 1.6L
c) (1.2 + 0.2 SDS) + ρ (± 1.0Ex ± 0.3Ez) + L
d) (1.2 + 0.2 SDS) + ρ (± 0.3Ex ± 1.0Ez) + L
e) (0.9 - 0.2 SDS) + ρ (± 1.0Ex ± 0.3Ez)
f) (0.9 - 0.2 SDS) + ρ (± 0.3Ex ± 1.0Ez)
Struktur yang dirancang termasuk ke dalam kategori Desain Seismik D, sehingga diperoleh
nilai ρ sebesar 1.3.
Perlu diingat bahwa komputer hanya digunakan sebagai alat bantu. Namun, diperlukan pemahaman
yang baik mengenai karakter dari alat itu sendiri agar alat tersebut dapat digunakan dengan baik.
Oleh karena itu, agar hasil yang diperoleh menggunakan program dapat dipertanggung jawabkan,
maka akan dilakukan pengendalian dari hasil yang diperoleh dengan program dengan cara
mencocokan hasil gaya geser dasar struktur yang diperoleh dari perhitungan komputer dengan
manual. Berikut adalah hasil yang diperoleh untuk masing-masing perhitungan.
Ta = Ct Hnx = 1.23Detik
Perlu diingat bahwa periode getar yang boleh digunakan dalam analisa struktur yang
dihitung memiliki nilai batas. Berdasarkan nilai SD1 = 0.61 maka diketahui bahwa
koefisien Cu untuk struktur ini adalah sebesar 1.4. Sehingga diperoleh nilai batas periode
getar yang boleh digunakan sebagai berikut:
Berdasarkan pada analisa ETABS, diketahui bahwa periode (T computed) dari struktur
adalah sebesar 1.20 detik untuk arah X dan 0.19 detik untuk arah Y.
Setelah memperoleh besaran gaya geser dasar, maka gaya tersebut akan didistribusikan pada setiap
lantai dengan menggunakan persamaan berikut:
Fx = Cvx V
Wx hx k
Cvx = Σ W hx k
x
T (detik) K
T ≤ 0.5 1.0
0.5 ≤ T ≤ 2.5 Interpolasi
2.5 ≤ T 2.0
Sehingga,
Jarak
Berat dari
Lantai Wx hxk Cvx Vx (KN) Fx (KN)
(Kg) dasar
hx (m)
top 1234762.20 74.2 12980955.48 0.074 20398.92 1505.14
17 2473144.51 70.0 23657961.79 0.134 20398.92 2743.13
16 2473144.51 65.8 21401511.60 0.122 20398.92 2481.49
15 2473144.51 61.6 19232655.61 0.109 20398.92 2230.02
14 2473144.51 57.4 17153619.29 0.098 20398.92 1988.95
13 2473144.51 53.2 15166848.39 0.086 20398.92 1758.59
12 2475471.00 49.0 13287537.41 0.076 20398.92 1540.68
11 2478042.28 44.8 11503979.58 0.065 20398.92 1333.88
10 2478042.28 40.6 9808213.11 0.056 20398.92 1137.26
9 2478042.28 36.4 8217920.98 0.047 20398.92 952.86
8 2478042.28 32.2 6737584.60 0.038 20398.92 781.22
7 2478042.28 28.0 5372466.67 0.031 20398.92 622.93
6 2529113.57 23.8 4213975.53 0.024 20398.92 488.61
5 2585177.52 19.6 3144953.39 0.018 20398.92 364.66
4 2585177.52 15.4 2127859.48 0.012 20398.92 246.72
3 2585177.52 11.2 1270259.86 0.007 20398.92 147.29
2 2837206.46 7.0 651056.64 0.004 20398.92 75.49
Σ W x h xk 175929359.40
Pengecekkan ini dilakukan dahulu ketimbang pengecekkan ketidak beraturan horizontal lainnya
untuk dapat melakukan pengecekkan crack pada shear wall terlebih dahulu yang mana dapat
mempengaruhi periode getar struktur dan kekakuan suatu tingkat. Ada pun gaya gempa yang
digunakan berdasarkan pada Analisa yang dilakukan oleh program ETABS, diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 3.5 Lendutan di puncak Gedung akibat statik ekivalen arah x (mm)
Lantai δmax δmin δavg 1.2 δavg status (δmax < 1.2 δavg)
top 129.37 106.27 117.82 141.384 ok
17 124.51 102.3 113.405 136.086 ok
16 119.13 97.89 108.51 130.212 ok
15 113.14 92.97 103.055 123.666 ok
14 106.47 87.49 96.98 116.376 ok
13 99.14 81.47 90.305 108.366 ok
12 91.18 74.94 83.06 99.672 ok
11 82.68 67.95 75.315 90.378 ok
10 73.72 60.6 67.16 80.592 ok
9 64.43 52.97 58.7 70.44 ok
8 54.95 45.17 50.06 60.072 ok
7 45.42 37.35 41.385 49.662 ok
6 36.03 29.64 32.835 39.402 ok
5 27.09 22.3 24.695 29.634 ok
4 18.72 15.44 17.08 20.496 ok
3 11.26 9.32 10.29 12.348 ok
2 5.15 4.29 4.72 5.664 ok
Tabel 3.6 Lendutan di puncak Gedung akibat statik ekivalen arah y (mm)
Lantai δmax δmin δavg 1.2 δavg status (δmax < 1.2 δavg)
top 99.06 84.40 91.73 110.08 ok
17 92.14 80.90 86.52 103.82 ok
16 85.11 77.08 81.10 97.31 ok
15 78.00 72.91 75.46 90.55 ok
14 70.85 68.35 69.60 83.52 ok
13 63.68 63.41 63.55 76.25 ok
12 58.11 56.53 57.32 68.78 ok
11 52.50 49.47 50.99 61.18 ok
10 46.63 42.54 44.59 53.50 ok
9 40.60 35.83 38.22 45.86 ok
8 34.47 29.42 31.95 38.33 ok
7 28.37 23.38 25.88 31.05 ok
6 22.40 17.80 20.10 24.12 ok
5 16.74 12.81 14.78 17.73 ok
4 11.50 8.46 9.98 11.98 ok
3 6.89 4.88 5.89 7.06 ok
2 3.16 2.18 2.67 3.20 ok
Berdasarkan pada hasil pemeriksaan yang ada pada tabulasi di atas, dapat dilihat bahwa lendutan
maksimum yang terjadi di setiap lantai tidak melebihi 1.2 kali lendutan rata-ratanya. Oleh karena
itu, diketahui bahwa torsi tidak berlebih tidak terjadi pada bangunan yang dirancang. Ada pun
untuk selanjutnya hanya perlu menambahkan eksentrisitas sebesar 5% pada saat memasukkan gaya
statik ekivalen.
Pengecekkan crack dilakukan dengan menggunakan gaya statik ekivalen yang telah
diperhitungkan sebelumnya. Ada pun elemen shear wall yang mengalami crack adalah elemen
yang memikul tegangan melebihi tegangan tarik yang diperhitungankan sebagai berikut:
Berikut adalah hasil tabulasi dari bagian shear wall yang mengalami crack.
Bagian shear wall yang mengalami crack kemudian dimodifikasi dengan mengganti faktor
tegangan f22-nya menjadi 0.35.
Ada pun karena memodifikasi kekakuan shear wall, maka akan berdampak pada waktu getarnya.
Oleh karena itu, dilakukan pengecekkan ulang pada waktu getarnya. Berikut adalah periode getar
yang diperoleh dan yang akan digunakan.
Dapat terlihat bahwa pada arah y terjadi peningkatan periode yang cukup signifikan (±0.3 detik).
Namun, nilai periode getar yang digunakan masih sama-sama dibatasi oleh nilai periode getar
maksimumnya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa periode getar yang digunakan pada analisa tidak
mengalami perubahan yang mana juga menandakan bahwa perhtiungan gaya statik ekivalen yang
telah dilakukan sebelumnya masih dapat digunakan.
Respon spektrum digunakan untuk menghasilkan nilai maksimum pada analisa yang ditinjau akibat
gempa. Oleh karena itu, nilai respon spektrum tak boleh lebih kecil dari 0.85 gaya lateral statik
ekivalen. Sehingga harus dilakukan kontrol sebelum dilanjutkan untuk digunakan pada analisa.
Ada pun kontrol dilakukan dengan membandingkan gaya geser dasar yang dihasilkan dari dua
analisa tersebut. Bila terdapati nilai respon spektrum lebih kecil dari yang disyaratkan, maka harus
dilakukan scale up pada load combination untuk respon spektrum.
Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin
(∆a) untuk semua tingkat Ada pun besarnya simpangan antar lantai ijin diambil dari Tabel 16 (SNI
Gempa 03-1726-2012). Pada tabel tersebut pilihan yang dipilih ada struktur lainnya karena tiga
opsi lainnya tidak sesuai dengan sistem struktur yang digunakan. Sehingga, diketahui bahwa
besarnya simpangan antar lantai ijin yang diperbolehkan (∆a) adalah sebesar:
∆a = 0.02 hsx / ρ
Ada pun karena faktor redudansi yang digunakan adalah 1, maka simpangan antar lantai yang
terjadi tidak boleh melebihi 2% dari tinggi lantai terseut. Nilai simpangan defleksi yang diperoleh
merupakan hasil yang telah direduksi oleh koefisien modifikasi repons. Untuk mendapatkan
defleksi yang sesungguhnya, hasil yang diperoleh perlu diperhitungankan kembali dengan
persamaan berikut yang telah memasukkan faktor pembesaran defleksi:
Cd δex
δe = Ie
X direction Y direction
R 7.0 7.0
Cd 5.5 5.5
Ie 1 1
Setelah memperoleh data simpangan disetiap lantai, maka selanjutnya data tersebut perlu
diperhitungkan ulang karena belum memasukkan faktor pembesaran defleksi.
Tabel 3.11 Perhitungan simpangan antar lantai dengan faktor pembesaran defleksi
Ada pun simpangan antar lantai yang terjadi masih memenuhi persyaratan ijin. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa sistem struktur ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan yang ada
bila ditinjau pada drift-nya. Data defleksi yang terjadi pada setiap lantai akan ditabulasikan di
dalam Tabel 3.12.
18
16
14
12
Story
10
8
6
4
2
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00
%
Pengecekan ketidakberaturan dilakukan pada bangunan yang memiliki bentuk tidak simetri atau
tipikal baik pada arah horizontal atau pun pada arah vertikal. Berikut adalah langkah-langkah yang
dilakukan:
Ada pun gaya gempa yang digunakanBerdasarkan pada Analisa yang dilakukan oleh
program ETABS, diperoleh hasil sebagai berikut:
Lantai δmax δmin δavg 1.2 δavg status (δmax < 1.2 δavg)
top 141.53 114.16 127.85 153.41 ok
17 136.32 110.07 123.20 147.83 ok
16 130.57 105.54 118.06 141.67 ok
15 124.21 100.50 112.36 134.83 ok
14 117.16 94.89 106.03 127.23 ok
13 109.43 88.72 99.08 118.89 ok
12 101.05 82.01 91.53 109.84 ok
11 92.10 74.84 83.47 100.16 ok
10 82.66 67.25 74.96 89.95 ok
9 72.83 59.34 66.09 79.30 ok
8 62.74 51.19 56.97 68.36 ok
7 52.52 42.93 47.73 57.27 ok
6 42.31 34.64 38.48 46.17 ok
5 32.38 26.56 29.47 35.36 ok
4 22.79 18.74 20.77 24.92 ok
3 13.88 11.45 12.67 15.20 ok
2 6.32 5.25 5.79 6.94 ok
Tabel 3.14 Lendutan di puncak Gedung akibat statik ekivalen arah x
Lantai δmax δmin δavg 1.2 δavg status (δmax < 1.2 δavg)
top 148.88 94.32 121.60 145.92 ok
17 138.75 90.56 114.66 137.59 ok
16 128.48 86.47 107.48 128.97 ok
15 118.12 82.03 100.08 120.09 ok
14 107.67 77.18 92.43 110.91 ok
13 97.16 71.93 84.55 101.46 ok
12 86.62 66.30 76.46 91.75 ok
11 76.09 60.32 68.21 81.85 ok
10 65.62 54.04 59.83 71.80 ok
9 55.36 47.53 51.45 61.73 ok
8 45.50 40.87 43.19 51.82 ok
7 36.16 34.13 35.15 42.17 ok
6 27.50 27.41 27.46 32.95 ok
5 20.85 19.71 20.28 24.34 ok
4 14.51 12.93 13.72 16.46 ok
3 8.73 7.35 8.04 9.65 ok
2 3.97 3.17 3.57 4.28 ok
Berdasarkan pada hasil pemeriksaan yang ada pada tabulasi di atas, dapat dilihat bahwa
lendutan maksimum yang terjadi di setiap lantai tidak melebihi 1.2 kali lendutan rata-
ratanya. Oleh karena itu, diketahui bahwa torsi tidak berlebih tidak terjadi pada
bangunan yang dirancang. Ada pun untuk selanjutnya hanya perlu menambahkan
eksentrisitas sebesar 5% pada saat memasukkan gaya statik ekivalen.
Ketidak beraturan terjadi apabila nilai py dan px pada ilustrasi di bawah tidak memenuhi
15% dari panjang pada arahnya.
Berdasarkan pada ketentuan di atas, maka dapat dibuat tabulasi sebagai berikut:
Terlihat bahwa ternyata terjadi ketidak beraturan sudut dalam terjadi pada setiap sumbu
karena semua proyeksi memiliki nilai yang lebih besar ketimbang 15% Panjang denah
pada setiap arahnya. Sehingga gaya gempa harus ditingkatkan sebesar 25% untuk
elemen kolektor. Namun, karena perencanaan ini tidak memperhitungkan elemen
kolektor dan diafragma gedung, maka nilai ini dapat diabaikan.
Ketidakberaturan ini terjadi karena adanya bukaan pada denah bangunan. Seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 3.2, bahwa terdapat tujuh bukaan yang mana apabila dihitung
luasnya dengan menggunakan aplikasi autocad, maka diketahui bahwa luasan denah
yang terbuka adalah 65.12 m2. Sedangkan area keseluruhan gedung (luas bruto) adalah
162.69 m2. Ketidakberaturan terjadi apabila luas bukaan lebih besar daripada 50% luas
brutonya. Adapun karena luas bukaan kurang dari 50% luasan brutonya, maka
ketidakberaturan diskontunitas diafragma tidak terjadi.
Pada struktur yang dirancang, tahanan lateral didesain menerus dari lantai bawah hingga
lantai atap. Oleh karena itu, ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap bidang
tidak terjadi.
Ketidakberaturan ini terjadi apabila tahanan lateral ditempatkan pada arah biaksil atau
tidak pada sumbu orthogonalnya (sumbu X dan Y). Namun, pada bangunan yang
dirancang semua tahanan lateral (shear wall) ditempatkan pada sumbu-sumbu
orthogonal. Sehingga, ketidak beraturan system nonparalel tdak terjadi.
Ketidakberaturan ini terjadi apabila ada massa efektif tingkat lebih dari 150% massa efektif
tingkat di dekatnya. Ada pun karena massa bangunan tipikal dari lantai 2 sampai lantai 17,
sementara massa atap lebih ringan ketimbang lantai di bawahnya, maka ketidakberaturan
berat tidak terjadi.
Ketidakberaturan ini terjadi jika dimensi sistem penahan gaya lateral tingkat didekatnya
memiliki panjang yang berbeda lebih dari 30%. Namun, karena elemen penahan lateral
yang digunakan memiliki dimensi yang tipikal, maka ketidakberaturan ini tidak terjadi.
4. Cek Diskontinuitas Arah Bidang dalam Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya Lateral
Vertikal
Ketidakberaturan ini terjadi apabila ada pergeseran arah bidang elemen penahan gaya
lateral yang lebih besar dari panjang elemen itu. Ada pun seperti yang telah dijabarkan
sebelumnya bahwa elemen penahan lateral yang digunakan menerus dari lantai dasar
hingga atap, maka ketidakberaturan ini dapat diabaikan.
Ketidak beraturan ini terjadi apabila kuat lateral suatu tingkat kurang dari 80% kuat lateral
tingkat di atasnya. Ada pun menggunakan tabel nilai K yang telah diperoleh sebelumnya,
maka akan ditabulasikan ulang nilai K yang ada pada setiap tingkatnya.
80% K
Lantai K (KN/mm) Status
diatasnya
2 3619.40 2427.15 OK
3 3033.94 2049.51 OK
4 2561.89 1883.73 OK
5 2354.67 1789.64 OK
6 2237.05 1700.42 OK
7 2125.52 1645.31 OK
8 2056.64 1597.63 OK
9 1997.04 1554.27 OK
10 1942.84 1509.58 OK
11 1886.97 1459.67 OK
12 1824.59 1392.75 OK
13 1740.94 1300.83 OK
14 1626.03 1170.12 OK
15 1462.65 975.52 OK
16 1219.40 683.66 OK
17 854.58 285.27 OK
top 356.58 0.00 OK
80% K
Lantai K (KN/mm) Status
diatasnya
2 5627.76 3602.17 OK
3 4502.71 2834.38 OK
4 3542.97 2442.26 OK
5 3052.82 2207.87 OK
6 2759.84 2020.94 OK
7 2526.18 1880.39 OK
8 2350.49 1758.76 OK
9 2198.45 1648.00 OK
10 2060.00 1544.02 OK
11 1930.03 1435.95 OK
12 1794.93 1312.11 OK
13 1640.14 1166.43 OK
14 1458.04 988.54 OK
15 1235.68 770.83 OK
16 963.54 504.15 OK
17 630.18 152.17 OK
top 190.21 0.00 OK
Status OK diberikan apabila nilai K suatu tingkat kurang dari 80% nilai K di atasnya. Ada
pun karena semua tingkat memperoleh status OK, maka ketidak beraturan ini tidak terjadi.
BAB IV
DETAILING
Proses ini dilakukan setelah setelesai melakukan analisa gempa pada Bab III. Ada pun untuk
melakukan proses detailing, maka terlebih dahulu harus di cek kebutuhan tulangan yang diperlukan
untuk desain suatu shear wall. Berikut adalah contoh gambar yang menunjukan kebutuhan pada
shear wall P6.
Gambar 4.1 Hasil output analisa dan kebutuhan design shear wall P6
Lantai P1 P2 P3 P4 P5 P6
1–6 2152 1900 4036 2267 2926 2458
7 - TOP 1250 1250 1250 1250 1250 1250
Lantai P1 P2 P3 P4 P5 P6
1-6 2500 1800 2500 1500 1500 3000
7 – TOP - - - - - -
4.1.2. Menentukan Konfigurasi Tulangan yang Digunakan
Setelah mengetahui dua parameter di atas, maka langkah selanjutnya adalah melakukan desain
tulangan pada ETABS dengan metode trial error sampai memperoleh nilai rasio D/C < 1. Ada pun
berikut adalah contoh cara untuk memasukkan desain shear wall pada program ETABS.
Gambar 4.3 Hasil output analisa dan pengcekan design shear wall P6
Ada pun dengan desain tersebut maka diperoleh konfigurasi kebutuhan tulangan sebagai berikut:
Lantai P1 P2 P3 P4 P5 P6
1–6 1D16 - 150 1D16 - 200 1D16 - 100 1D16 - 150 1D16 - 100 1D16 - 150
7 - TOP 1D12 - 150 1D12 - 150 1D12 - 150 1D12 - 150 1D12 - 150 1D12 - 150
Lantai P1 P2 P3 P4 P5 P6
1–6 22D-150 22D-150 22D-150 22D-150 22D-150 22D-150
7 - 12 16D-150 16D-150 16D-150 16D-150 16D-150 22D-150
13 - TOP 16D-150 16D-150 16D-150 16D-150 16D-150 16D-150
Tabel 4.5. Konfigurasi tulangan boundary element
Lantai Sumbu P1 P2 P3 P4 P5 P6
X 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150
1–6
Y 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150 32D-150
X - - - - - -
7 - TOP
Y - - - - - -
dimodelkan ke dalam gambar kerja yang dibuat dengan bantuan program autocad. Berikut adalah
Setelah melakukan desain shear wall, maka elemen selanjutnya yang akan didetail adalah balok
dan kolom. Untuk balok-kolom akan dilakukan cek terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ada
ukuran atau pun konfigurasi penempatan balok-kolom yang tidak memenuhi kebutuhan untuk
didesain. Ada pun pengecekkan dilakukan 2 kali, pertama dengan respon spektrum, kedua dengan
25% gaya statik ekivalen. Namun, dengan kondisi di mana shear wall tidak bekerja. Ada pun
Pada pengecekkan ini, output yang diharapkan adalah luasan yang diperlukan untuk
tulangan memanjang balok dan kolom. Ada pun untuk kolom hanya akan ada 1 luasan,
sementara untuk balok akan ada 3 luasan yang mana merupakan luasan tulangan yang
diperlukan pada bagian tumpuan dan lapangan bagian atas dan bawah. Berikut adalah
Lantai K1 K2 K3 K4
1–6 76 100 100 224
6 – 12 56 81 81 64
12 – TOP 56 81 64 64
Pada pengecekkan ini, output yang diharapkan adalah luasan/jarak yang diperlukan untuk
tulangan sengkang (geser) balok dan kolom. Ada pun untuk kolom akan ada 2 luasan/jarak,
sementara untuk balok akan ada 3 luasan/jarak yang mana pada bagian tumpuan harus lebih
rapat ketimbang bagian lapangan. Berikut adalah contoh output untuk tulangan geser yang
Untuk kolom karena geser bekerja 2 arah, maka dipilih luasan yang plg menentukan.
Lantai K1 K2 K3 K4
1–6 0.00 0.32 0.29 0.00
6 – 12 0.09 0.31 0.28 0.00
12 – TOP 0.16 0.22 0.15 0.11
Pengecekkan ini dilakukan untuk melihat interaksi antara gaya momen dan aksial yang
bekerja pada sambungan kolom-balok. Ada pun interaksi antara kedua gaya dalam tersebut
dilakukan dengan melihat nilai rasio yang diperoleh yang mana rasio harus lebih kecil dari
1. Pada program Etabs, output yang dihasilkan hanyalah garis, di mana elemen balok-kolom
yang memiliki rasio > 1, maka akan bewarna merah pada bagian kolomnya.
Gambar 4.11 Output pengecekkan P-M-M ratio pada ETABS
Sama halnya dengan pengecekkan P-M-M ratio, pengecekkan B/C ratio juga dilakukan
dengan melihat nilai rasio, yang mana nilai rasio yang diperoleh harus kurang dari 1. Ada
pun hal ini sesuai dengan konsep perencanaan bangunan tahan gempa, yaitu strong column,
weak beam. Sehingga, dapat dipastikan bagian yang akan mengalami kondisi inelastis
terlebih dahulu adalah balok. Akan sangat rentan apabila kolom mengalami mekanisme
Pada bagian balok perlu ditambahkan tulangan longitudinal ekstra pada bagian tengah
balok atau pun tambahan luasan/jarak pada tulangan sengkang balok untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya torsi pada balok. Berikut adalah contoh output untuk tulangan
Setelah mengetahui kebutuhan tulangan untuk balok dan kolom dari pembacaan kebutuhan desain
tulangan di atas, maka langkah selanjutnya adalah membuat konfigurasi tulangan yang memenuhi
kebutuhan tersebut. Namun, perlu di ingat bahwa dalam menentukan konfigurasi tulangan juga
harus memenuhi persyaratan desain elemen balok dan kolom seperti yang disyaratkan pada SNI
1. Tulangan Kolom
2. Tulangan Balok
Untuk detailing pelat lantai dilakukan dengan menggunakan perhitungan manual menggunakan
bantuan tabel momen dari PBI 1971. Berikut adalah perhitungan yang dilakukan:
fc' = 35 MPa
Fy = 400 MPa
Rn = Mu / (b.d2)
0.85 .𝑓𝑐 ′ 2 𝑅𝑛
ρ= (1 − √1 − 0.85 )
𝑓𝑦 𝑓𝑐 ′
ρbalance = 0.0380
ρmax = 0.0290
ρmin = 0.0035
Pelat lantai untuk lantai tipikal ini akan dibagi menjadi 2 tipe, berikut adalah perhitungan untuk
masing-masing tipenya:
Mlx = mtx = 0.001 . 11.57 . 5.62 . 63 = 22.86 KNm (per meter strip)
Mly = mty = 0.001 . 11.57 . 5.32 . 38 = 12.35 KNm (per meter strip)
Rn = 2.29
𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 530
n= = 78.5 = 6.75 = 7 buah
𝐴 𝐷12
𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12
Mlx = mtx = 0.001 . 11.57 . 2.12 . 63 = 3.21 KNm (per meter strip)
Rn = 0.32
𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12
Tumpuan
Rn = 1.43
𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 360
n= = 78.5 = 4.5 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12
Lapangan
Rn = 0.49
𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12
fc' = 35 MPa
Fy = 400 MPa
Rn = Mu / (b.d2)
0.85 .𝑓𝑐 ′ 2 𝑅𝑛
ρ= (1 − √1 − 0.85 )
𝑓𝑦 𝑓𝑐 ′
ρbalance = 0.0380
ρmax = 0.0290
ρmin = 0.0035
Pelat lantai untuk lantai tipikal ini akan dibagi menjadi 2 tipe, berikut adalah perhitungan untuk
masing-masing tipenya:
Mlx = mtx = 0.001 . 2.28 . 5.62 . 63 = 4.51 KNm (per meter strip)
Mly = mty = 0.001 . 11.57 . 5.32 . 38 = 2.43 KNm (per meter strip)
Rn = 0.451
Rn = 0.243
𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12
Mlx = mtx = 0.001 . 2.28 . 2.12 . 63 = 0.63 KNm (per meter strip)
Rn = 0.28
𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12
Jarak penempatan = 1000 / 5 = 200 mm
Tumpuan
Rn = 1.43
𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12
Lapangan
Rn = 0.096
𝐴 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 350
n= = 78.5 = 4.45 = 5 buah (per meter panjang)
𝐴 𝐷12
Setelah mengetahui kebutuhan dan konfigurasi penempatan tulangan, maka langkah selanjutnya
adalah menggambar gambar kerja dari detail penulangan untuk pelat lantai. Berikut adalah gambar
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa dinamik yang dilakukan, desain gedung apartemen berdasarkan SNI
Beton 2013 dan Gempa 2012 mencukupi syarat. Hasil menunjukan bahwa:
1. Gedung mampu memikul beban rencana seperti dapat dilihat dari hasil program yang tidak
menandakan adanya kesalahan (error).
2. Pengolahan hasil output yang dikeluarkan program ETABS mampu menghasilkan desain
dari setiap elemen struktur yang direncanakan pada gedung
3. Jika dicek secara penggunaan material bisa dikategorikan boros karena rasio total 0.43 (>
0.38)
5.2. Saran
Perencanaan desain gedung dapat dikembangkan untuk hasil yang maksimal. Beberapa saran
yang dapat diimplementasikan pada pembuatan projek serupa selanjutnya adalah
mengecilkan ukuran kolom, memperbesar ukuran dinding, dan melakukan peninjauan ulang
sehingga mendapatkan rasio penggunaan beton yang lebih hemat.