Anda di halaman 1dari 38

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

TUBERKULOSIS

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu


Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
Di RSUD Dr.R. Soedjati Purwodadi

Pembimbing :
dr. Rona Yulia, Sp Rad

Oleh :
Ahmad Hilmi Fahmi 30101206596
Ana Lutfia Ariani 30101306866

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RSUD DR. R. SOEDJATI PURWODADI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
RADIOGRAPH BASED DISCUSSION
TUBERKULOSIS

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama : Ahmad Hilmi Fahmi 30101206596


Ana Lutfia Ariani 30101306866

Judul : Tuberkulosis
Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : dr. Rona Yulia, Sp. Rad

Telah diajukan dan disahkan


Semarang, September 2017
Pembimbing,

dr. Rona Yulia, Sp. Rad


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
2.1. DefinisiTuberculosis ..................................................................... 6
2.2. Etiologi .................................................................................... 6
2.3. Epidemiologi ................................................................................ 7
2.4. Cara Penularan ............................................................................. 8
2.4.1 Resiko Penularan ........................................................... 8
2.5. Patogenesis ................................................................................... 9
2.5.1. Tuberculosis Primer ..................................................... 9
2.5.2. Tuberculosis Sekunder ................................................. 11
2.6. Klasifikasi .................................................................................... 13
2.7. Diagnosis .................................................................................... 19
2.8. Pemeriksaan TB Paru .................................................................. 22
2.9. Penatalaksanaan ........................................................................... 29
BAB III LAPORAN KASUS ...................................................................... 33
3.1. Identitas ................................................................................. 33
3.2. Anamnesis ............................................................................. 33
3.3. Pemeriksaan Fisik .................................................................. 34
3.4. Diagnosis ............................................................................... 36
3.5. Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 36
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 37
BAB V KESIMPULAN .............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan menjadi masalah

kesehatan dunia. Jumlah penderita TB semakin meningkat karena penyakit

ini menular secara langsung melalui percikan ludah atau dahak yang

mengandung Mycobacterium tuberculosis (Naga, 2013). Penyakit ini masih

menjadi masalah di Indonesia walaupun upaya pengendalian dengan strategi

DOTS telah diterapkan di banyak negara (Dinihari, 2014). Salah satu

penyebab penularan TB bersumber dari perilaku penderita yang salah

(Wenas, 2015).

Indonesia berada urutan ke-5 di dunia untuk jumlah kasus TB

(WHO, 2010).Pengetahuan, sikap dan tindakan penderita merupakan aspek

perilaku pada penderita TB yang dapat menjadi upaya pencegahan

penularan TB. Semakin tinggi pengetahuan penderita maka akan

meningkatkan kepatuhan penderita TB dalam meminum obat (Mweemba,

2008). Perilaku menjemur kasur menunjukkan hasil yang signifikan untuk

menurunkan penularan penyakit TB (Sukoco, 2011). Penelitian Wenas

(2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tindakan dalam

menjaga kebersihan lingkungan penderita terhadap pencegahan penularan

TB.
5

1.2 Tujuan
1.2.1 Memahami definisi, etiologi, patofisiologi, dan cara penegakan
diagnosis tuberkulosis
1.2.2 Memahami gambaran radiologi tuberkulosis

1.3 Manfaat
1.3.1 Dapat menerapkan cara penegakan diagnosis tuberkulosis
1.3.2 Dapat mengusulkan jenis pemeriksaan radiologi tuberkulosis
1.3.3 Dapat mendeskripsikan gambaran radiologi tuberkulosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis
2.1 Definisi
Tuberculosis (TB) paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru
yang disebabkan oleh hasil mycobacterium tuberculosis, ditandai
dengan pembentukan granulona dan adanya reaksi hipersensifitas tipe
lambat.

2.2 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang
berbentuk berbentuk batang, tidak berspora dan bersifat aerobic, dengan
ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.Sebagian besar dinding
kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian proteoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan
Mtb juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan penyakit TB aktif kembali.

Gambar 2. Gambaran mikroskopik MTB


Gambar 1. Mikroskopik
MTB denganPewarnaaZiehl Neelsen
7

2.3 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization
(WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global
Emergency” . Laporan WHO tahun2004 menyatakan bahwa terdapat
8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta
adalah kasusBTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regionalWHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari
seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihatdari jumlah penduduk
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali
lebih besar dari Asiatenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari
dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan
bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara
yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000
penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per
100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO)
tahun2009, Indonesia telah menempati urutan ke lima untuk insidensi
kasus TB di dunia, lima negara dengan insidensi kasus TB terbanyak
adalah India (1.6–2.4 juta), Cina (1.1–1.5 juta), Afrika Selatan (0.40–
0.59 juta), Nigeria (0.37–0.55 juta) dan Indonesia (0.34–0.52 juta).4 Di
Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit
menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia.
8

2.4 Cara Penularan


Ada dua macam mikobakteria penyebab tuberkulosis, yaitu tipe
bovin dan tipe human. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita tuberkulosa, dan bila diminum, dapat menyebabkan
tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah
(droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka.
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di
wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses
penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB.
Proses terjadinya infeksi oleh M.tuberkulosis biasanya secara inhalasi.
Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang
mengandung basil tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau jaringan
lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung.
Sekali batuk penderita tuberkulosis dapat menghasilkan 3000
percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama (1-2 jam). Ventilasi
dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung
dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan
hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

2.4.1 Risiko penularan


1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan
dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif.
9

2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk


of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang
berisiko Terinfeksi TB selama satutahun. ARTI sebesar 1%, berarti
10 (sepuluh) orang diantara 1000 pendudukterinfeksi setiap tahun.
3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif
menjadi positif.

2.5 Patogenesis
2.5.1 Tuberkulosis Primer
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 - 2
jam, tergantung sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan
kelembaban. Pada suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan
berhari–hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel ini terhisap oleh
orang sehat, maka iaakan menempel pada saluran napas atau jaringan
paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus
biasanya diinhalasi sebagai satu unit yang terdiri dari satu sampai
tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung lebih tertahan
di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada di ruang alveolus, biasanya bagian bawah
lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama, leukosit
digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi, dan timbul pneumonia akut.
10

Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya,


sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan
terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening dan menuju kelenjar getah
bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 – 20 hari. Bila kuman menetap dalam
jaringan paru, ia akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Dari sini ia dapat menuju ke organ - organ lainnya. Sarang
tuberkulosis primer disebut fokus ghon yang dapat terjadi di setiap
jaringan paru, dan kalau menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah
efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi
limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan
menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila
masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh
jaringan paru menjadi TB millier.Dari sarang primer akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hillus (limfangitis lokal),
dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hillus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal +
Limfadenitis regional = Kompleks primer (Ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
menjadi:
 Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. ( sebagian besar
penderita )
 Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada pneumonia
yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi
reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
 Berkomplikasi dan menyebar secara :
11

a.Perkontinuitatum (ke sekitarnya)


b.Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan ataupun pada
paru disebelahnya. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum
dan ludah sehingga menyebar ke usus.
c.Secara limfogen ke organ – organ lainnya
d.Secara hematogen ke organ – organ tubuh lainnya.

2.5.2 Tuberkulosis Pasca-Primer ( Sekunder )


Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun
– tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (
tuberkulosis post primer = TB sekunder ). Mayoritas reinfeksi
menjadi 90 %. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alkohol, keganasan, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB
pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi terutama
di regio atas paru ( segmen apikal-poterior lobus superior atau lobus
inferior ). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke
lobus hiler paru. Sarang dini mula – mula tampak seperti sarang
pneumonia kecil dan dalam 3 – 10 minggu sarang ini berubah
menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel – sel
histiosit dan sel Datia Langhans.Tuberkulosis pasca-primer dapat
menjadi :
 Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
 Sarang yang mula – mula meluas, tetapi segera menyembuh
dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri
menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas
sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat di
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi
lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan
keluar akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula – mula berdinding
tipis, lama – lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan
fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik
12

(kronik). Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah akibat hidrolisis


protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh
makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya.
Bentuk perkejuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB
yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Kavitas dapat
mengalami :
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru.
Bila isi kavitas masuk dalam pembuluh darah arteri akan terjadi
TB millier.
b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi
tuberkuloma. Tuberkuloma dapatmengapur dan menyembuh
atau dapat aktif kembali menjadi cair dan menjadi kavitas lagi.
Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh jamur
(contohnya Aspergillus ) sehingga membentuk misetoma.
c. Menyembuh dan bersih ( open healed cavity ). Kadang –
kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan
berbentuk sebagai bintang ( stellate shape ).
Secara keseluruhan terdapat 3 macam sarang :
1. Sarang yang sudah sembuh (tidak perlu pengobatan)
2. Sarang aktif eksudatif (perlu pengobatan lengkap dan
sempurna)
3. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang ini dapat
sembuh spontan, tapi mengingat risiko terjadi eksaserbasi,
maka sebaiknya diberikan pengobatan sempurna.
13

Gambar 4. Patogenesis Tuberkulosis

2.6 Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
1. Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
14

2. Tuberkulosis paru BTA negatif


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
15

6. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.

c. Tuberkulosis anak (infeksi primer)


Tuberculosis primer terjadi karena infeksi melalui jalan
pernapasan(inhalasi) oleh Mycobacterium tuberculosis.Biasanya
pada anak-anak.Kelainan rontgen akibat penyakit ini dapat
berlokasi dimana saja dalam paru-paru, namun sarang dalam
parenkim paru-paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar limfe
regional (kompleks primer).
Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah
pleuritis, karena perluasan infiltray primer ke pleura melalui
penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelectasis akibat
stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalam bronkus. Baik
pleuritis maupun atelectasis tuberculosis pada anak-anak mungkin
demikian luas sehingga sarang primer tersembuny dibelakangnya.

Gambar 3. Tuberculosis primer


16

Gambar 4. Tuberculosis primer disertai dengan Efusi


Pleura

d. Tuberkulosis sekunder atau tuberculosis re-infeksi


Tuberculosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang
dewasa. Saat ini pendapat umum mengenai penyakit tersebut
adalah bahwa timbul reinfeksi pada seorang yang dimasa kecilnya
pernah menderita tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan
menyembuh sendiri.
Sarang-sarang yang terlihat pada foto rontgen biasanya
berkedudukan di lapangan atas dan segmen apical lobi bawah,
walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi di lapangan bawah,
yang biasanya disertai oleh pleuritis.Pembesaran kelenjar-kelenjar
limfe pada tuberculosis sekunder jarang ditemukan.

 Klasifikasi tuberculosis sekunder


Klasifikasi tuberculosis sekunder menurut American
Tuberculosis Association
17

 Tuberculosis minimal
Yaitu luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah
yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan,
sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja, tidak harus
berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak ditemukan adanya
lubang (kavitas).
 Tuberculosis lanjut sedang
Yaitu luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak
melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada lubang,
diameternya tidak melebihi 4 cm. kalau sifat bayangan sarang-
sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma menjadi
daerah konsolidasi yang homogeny, luasnya tidak boleh
melebihi luas satu lobus.
 Tuberculosis sangat lanjut
Yaitu luas daerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih
daripada klasifikasi kedua diatas, atau bila ada lubang-lubang,
maka diameter keseluruhannya semua lubang melebihi 4 cm.

Gambar 5. Klasifikasi TB Sekunder (American


Tuberculosis Association)
18

Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada


foto rontgen. Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan , yaitu
 Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang
batasnya tidak tegas dengan densitas rendah
 Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya
tegas dan densitasnya sedang
 Sarang induratif atau fibrotic, yaitu yang berbentuk garis-garis,
atau pita tebal, berbatas tegas dengan densitas tinggi
 Kavitas (lubang)

Gambar 6. TB Paru disertai dengan Kavitas

 Sarang kapur (kalsifikasi)


Cara pembagian ini masih banyakdigunakan di Eropa, tetapi di
Indonesia hampir
tidak dipergunakan lagi. Yang mulai lebih banyak dipergunakan di
Indonesia adalah ;
 Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-bercak dengan densitas
rendah atau sedang dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang seperti
ini biasanya menunjukan bahwa proses aktif.
 Lubang (kavitas) selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang
sudah sangat kecil, yang dinamakan lubang sisa (residual cavity).
19

 Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur


(kalsifikasi) yang biasanya menunjukan bahwa proses telah tenang.

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik,
radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

2.7.1 Gejala klinik


Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka
gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang
terlibat).
1. Gejala respiratorik
a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu
b. batuk darah
Batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang keluar produk – produk radang. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru
yakni setelah berminggu – minggu atau berbulan – bulan sejak awal
peradangan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non-produktif )
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (
menghasilkan sputum ). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan
batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Gejala TB yang sangat umum ialah batuk produktif yang tak
henti-henti dan terkadang batuk disertai darah (hemoptisis),
seringkali disertai gejala sistemik seperti demam, keringat malam,
dan penurunan berat badan. Temuan lain seperti limfadenopati,
20

sesuai dengan TB ekstraparu yang bersamaan dapat terlihat terutama


pada pasien terinfeksi HIV.
Walaupun hampir semua pasien TB paru menderita batuk, gejala
ini tidak spesifik untuk TB; gejala ini muncul pada berbagai kondisi
pernapasan, termasuk infeksi saluran napas akut, asma dan penyakit
paru obstruktif kronik. Walaupun batuk selama 2 hingga 3 minggu
tidak spesifik, namun batuk yang berlangsung selama itu secara
tradisional digunakan sebagai kriteria dugaan TB.Studi di negara
berkembang menunjukkan bahwa di negara berkembang sekitar 4-
10% orang dewasa mendatangi tempat pelayanan kesehatan dengan
keluhan batuk yang menetap selama lebih dari 2-3 minggu.
Data dari India, Aljazair dan Chili umumnya menunjukkan
bahwa persentase pasien dengan sediaan apus dahak positif
meningkat sejalan meningkatnya waktu batuk dari 1-2 minggu
menjadi 3-4 minggu dan lebih dari 4 minggu. Walaupun demikian,
dalam studi ini terlihat bahwa pasien dengan waktu batuk yang lebih
pendek mempunyai prevalensi TB yang cukup besar. Penilaian yang
terbaru dari India menunjukkan bila digunakan batas waktu 2
minggu atau lebih untuk mendapatkan spesimen dahak, jumlah
pasien diduga TB meningkat sebesar 61%, namun lebih penting lagi,
jumlah kasus TB yang teridentifikasi meningkat sebesar 46%,
dibandingkan dengan batas waktu lebih lama dari 3 minggu.
Memilih batas 2-3 minggu merupakan kompromi yang jelas, dan
dapat diakui bahwa walaupun memakai batas ini dapat mengurangi
beban kerja klinik dan laboratorium, beberapa kasus mungkin lolos
dari temuan. Pada pasien yang menderita batuk kronik, proporsi
kasus TB akan tergantung pada prevalensi TB dalam komuniti. Di
negara dengan prevalensi TB rendah, batuk kronik lebih mungkin
disebabkan oleh kondisi selain TB. Sebaliknya di negara dengan
prevalensi tinggi, diagnosis TB perlu diutamakan, bersamaan dengan
21

kondisi lain seperti asma, bronkitis, dan bronkiektasis, yang banyak


ditemukan.
c. sesak napas
Jika sakit masih ringan, sesak nafas masih belum dirasakan.
Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru.
d. nyeri dada
Hal ini jarang ditemukan. Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau
melepaskan nafasnya.
2. Gejala sistemik
- Demam
Biasanya subfebril seperti demam influenza. Tetapi kadang
– kadang panas badan dapat mencapai 40 – 41oC. Serangan
demam pertama dapat sembuh sementara, tetapi kemudian dapat
timbul kembali. Hal ini terjadi terus menerus, sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat ringannya infeksi MTB yang masuk.
- Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak
ada nafsu makan), badan makin kurus, berat badan turun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

3. Gejala tuberkulosis ekstra paru


Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
22

tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan

2.8 Pemeriksaan TB Paru


Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai
tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan
yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan
(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior,
serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik
tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai
tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.Pada limfadenitis
tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi
“cold abscess”

Gambar 7. Lokasi Kelainan Paru pada TB Paru


23

Gambar 8. Alur Diagnosis TB Paru

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS TUBERKULOSIS PARU


Pemeriksaan rontgen adalah sangat penting untuk
diagnosistuberculosis paru.
 Bila klinis dan gejala-gejala tuberculosis paru, hampir selalu
ditemukan kelainan pada foto rontgen
24

 Bila klinis ada persangkaan terhadap penyakit tuberculosis paru tapi


pada foto rontgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda
yang kuat bahwa penyakit yang diserita bukanlah tuberculosis
 Pada pemeriksaan rontgen rutin mungkin telah ditemukan tanda-
tanda pertama tuberculosis, walaupun klinis belum ada gejala.
Sebaliknya bila tidak ada kelainan pada foto rontgen belum berarti
tidak ada tuberculosis, sebab kelainan pertama pada foto rontgen
biasanya baru kelihatan sekurang-kurangnya 10 minggu setelah
infeksi oleh basil tuberculosis
 Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologis, tanda
tuberculosis yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto
rontgen
 Ditemukannya kelainan pada foto rontgen belum berarti bahwa
penyakit tersebut aktif
 Dari bentuk kelainan pada foto rontgen (bayangan bercak-bercak,
awan-awan,dan lubang, merupakan tanda-tanda aktif; sedangkan
bayangan garis-garis dan sarang kapur merupakan tanda tenang)
memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas penyakit, namun
kepastian diagnostic hanya dapat diperoleh melalui kombinasi dengan
hasil pemeriksaan klinis/laboratorium
 Pemeriksaan rontgen penting untuk dokumentasi, penentuan
lokalisasi proses dari tanda perbaikan atau perburukan dengan
melakukan perbandingan dengan foto-foto yang terdahulu
 Pemeriksaan rontgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan
terapi seperti pneumothoraks artifisial, torakoplastik dan sebagainya
 Pemeriksaaan rontgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa
ini bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi.
Pembuatan foto rontgen adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior
anterior (PA), bila perlu disertai proyeksi-proyeksi tambahan seperti
foto lateral, foto khusus puncak AP-lordotik dan teknik-teknik khusus
lainya seperti foto keras (high-voltage) dan sebagainya.
25

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :


1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :

1. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang


berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik
luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikavitas dan fibrosis
parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti
proses penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :

1. Lesi minimal,
bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak
dijumpai kavitas
2. Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
26

 Kemungkinan –kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberculosis


a. Penyembuhan
 Penyembuhan tanpa bekas
Penyembuhan tanpa bekas sering terjadi pada anak-anak
(tuberculosis primer), bahkan kadang-kadang penderita sama
sekali tidak menyadari bahwa ia diserang penyakit tuberculosis.
Pada orang dewasa (tuberculosis sekunder) penyembuhan tanpa
bekaspun mungkin terjadi apabila diberikan pengobatann yang
baik
 Penyembuhan dengan meninggalkan cacat
Penyembuhan ini berupa garis-garis berdensitas tinggi/srang
fibrotic atau bintik-bintik kapur (sarang kalsiferus).Sarang-sarang
fibrotic yang tebal dan kalsiferus disingkat sarang fibrokalsiferus,
dikedua lapangan atas dapat mengakibatkan penarikan pembuluh-
pembuluh darah besar dikedua hili ke atas.Keadaan ini dinamakan
tuberculosis fibrosis densa dan memberikan gambaran yang cukup
khaas.Pembuluh-pembuluh darah besar di hili terangkat ke atas,
seakan-akan menyerupai kantong celana yang diangkat dan
dosebut fenomena kantong celana (broekzak fenomeen).Sarang-
sarang kapur kecil yang mengelompok dipuncak paru dinamakan
sarang-sarang Simon (Simon.s foci.
Secara rontgenologis sarang baru dapat dinilai sembuh (proses
tenang) bila setelah jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3
bulan bentuknya sama(Stationary). Sifat bayangan tidak boleh
bercak-bercak awan atau lubang, melainkan garis-garis atau
bintik-bintik kapur. Kesan rontgenologis bahwa proses sudah
tenang harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik laboratorium
termasuk sputum yang baik.
27

b. Perburukan (perluasan) penyakit


 Pleuritis
Pleuritis terjadi karena meluasnya infiltrate primer langsung ke
pleura atau melalui penyebaran hematogen; sering ditemukan pada
remaja belasan tahun, tetapi jarang pada anak balita
 Penyebaran miliar
Akibat penyebaran hematogen, tampak sarang-sarang sekecil 1-2
mm atau sebesar kepala jarum (milium), terbesar secara merata
dikedua belah paru.Pada foto thoraks tuberculosis miliaris ini
dapat menyerupai gambaran “badai kabut’ (Snow Storm
Appearance).Penyebaran ini juga dapat terjadi ke ginjal, tulang,
sendi, selaput otak (miningen) dan sebagainya.

\\

Gambar 10. TB paru miliar

 Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelectasis lobus atau segmen paru
yang bersangkutan, sering menduduki lobus kanan (sindrom lobus
medius)
 Timbulnya lubang (kavitas)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju.Dinding
lubang sering tipis berbatas licin, tetapi mungkin pula tebal
berbatas tidak licin.Didalamnya mungkin terlihat cairan yang
28

biasanya sedikit (diagnosis diferensial dengan suatu abses yang


biasanya mempunyai cairan yang lebih banyak). Lubang kecil
dikelilingi oleh jaringan fibrotic dan bersifat tidak berubah-ubah
(stasioner) pada pemeriksaan berkala ulang dinamakan lubang sisa
(residual cavity) dan berarti suatu proses spesifik lama yang sudah
tenang.

Gambar 11. TB Paru sekunder

Gambar 12. TB Paru Sekunder


29

Gambar 13. TB Paru sekunder

2.9 PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat
yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

a. KATEGORI 1
Kategori 1 terdiri dari ;
o Pasien TB paru BTA (+), kasus baru
o Pasien TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi
luas (termasuk luluh paru)
o Pasien TB extra paru
Kategori 1 ini diobati dengan INH, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Etambutol selama 2 bulan fase intensif)
setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan
INH dan Rifampisin 3 kali dalam seminggu
(2HRZE/4H3R3)
30

b. KATEGORI 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang
telah diobati sebelumnya:

o Pasien TB paru kasus kambuh


o Pasien TB Paru kasus gagal pengobatan
o Pasien TB Paru dengan pengobatan terputus
Kategori 2 diobati dengan INH, Rifampisin,
Pirazinamid, etambutol, dan streptomisin selama 2 bulan
setiap hari dan selanjutnya INH,Rifampisin dan etambutol
selama 5 bulan seminggu 3 kali (2HRZES/HRZE/5H3R3E3).
Jika setelah 2 bulan BTA masih postif, fase intensif ditambah
1 bulan sebagai sisipan (dengan HRZE).

Catatan: Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai


pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

1. Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan,


pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal.
2. Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:
o Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan
radiologik tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT
STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan analisis
lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru
lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati
dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang
dari awal.
o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan
dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat
dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika
31

telah diobati dengan kategori II maka pengobatan


kategori II diulang dari awal.
o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif
dengan klinik dan radiologik positif: pengobatan
dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama
Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur
resistensi) terhadap OAT.

Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT


Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis Dosis (mg) / BB (kg)
Obat (mg/kgBB Harian Intermitten Maksimum < 40 40-60 > 60
/Hari) (mg/kgBB/Hari) (mg/kgBB/Hari)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesua 750 1000
i BB

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1


Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan
tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
32

Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2


Tahap Intensif Tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali seminggu
Berat RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)
Badan Selama 56 hari Selama 28 Selama 20 minggu
hari
30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
kg + 500 mg Streptomisin inj. + 2 tablet Etambutol
38-54 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
kg + 750 mg Streptomisin inj. + 3 tablet Etambutol
55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
kg + 1000 mg Streptomisin + 4 tablet Etambutol
inj.
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
+ 1000 mg Streptomisin + 5 tablet Etambutol
inj.

Tabel 4. Dosis KDT untuk Sisipan


Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Penderita


Anamnesa dilakukan tanggal 29Agustus 2017 pukul 12.00 WIB

Nama : Tn.N

Usia : 34 th

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Simo 2/5 Kradenan, Grobogan

Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Status : Menikah
SukuBangsa : Jawa (WNI)
Tanggal periksa : 29 Agustus 2017

3.2. Anamnesa (Alloanamnesa)


Anamnesis
Keluhan Utama : Batuk terus-menerus
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh batuk berdahak sejak 4 bulan yang lalu. Batuk

dirasakan terus-menerus, memberat ketika saat malam. Pasien mengaku

dahak susah dikeluarkan meskipun sudah diberi obat batuk yang dibeli

sendiri dari apotik. Pasien juga merasa tiap malam sering berkeringat.

Dalam 2 bulan ini pasien merasa badannya bertambah kurus. Pasien


34

mengatakan bahwa pekerjaan sehari-harinya sebagai karyawan mebel dan

terdapat rekan kerjanya yang mengalami batuk yang tak kunjung sembuh.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat sakit dengan keluhan serupadisangkal
 Riwayat operasi sebelumnya disangkal
 Riwayat nyeri dada/penyakit jantung disangkal
 Riwayat penyakit gula disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat alergi obat disangkal

RiwayatPenyakitKeluarga :
Riwayat anggota keluarga menderita keluhan serupa disangkal
RiwayatPsikososial :
Penderita bekerja sebagai karyawan mebel.
Pasien mengaku merokok 1bungkus/hari sejak usia 30-48 tahun.
Riwayat konsumsi akohol disangkal.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Kesan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : compos mentis
Tanda- tanda vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 76x/menit,
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,2°C

a. Kepala dan Leher

Mata : Konjungtiva anemis (-/-)


35

Mulut : kering, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis

Leher : deviasi trakea (-) , massa (-)

b. Thorax :

Paru – paru

Inspeksi : kedua lapang dada simetris

Perkusi : Redup pada lapang thorax dextra,

Palpasi : nyeri tekan (-), Fremitus (n/n)

Auskultasi : Ronkhi basah (+/-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Palpasi :iktus kordis teraba tidak kuat angkat

Auskultasi :Bunyi jantung I-II reguler , bising (-)

c. Abdomen

Inspeksi : perut tampak cembung

Auskultasi : peristaltik 12x /menit

Perkusi : timpani pada semua lapang abdomen

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), perbesaran organ (-)

Extremitas : dbn

d. Pemeriksaan Kelenjar Limfe

Tidak ditemukan perbesaran kelenjar limfe pada retroaurikuler,

leher, lipat ketiak, inguinal, popliteal


36

3.4. Diagnosis
Tuberkulosis aktif

3.5. Pemeriksaan Penunjang


3.5.1. Pemeriksaan Radiologi
3.5.1.1.Gambaran X-Foto Thorax

Interpretasi Hasil X-Foto Thorax :


X-foto thorax posisi PA
Didapatkan gambaran soft tissue dalam batas normal
Susunan tulang dalam batas normal
Cor : CTR < 50%, tidak terdapat elongasi ataupun dilatasi aorta
Pulmo : Tampak bercak infiltrat pada lapangan atas pulmo dextra
Tampak corakan bronkovaskuler kasar
Diafragma dalam batas normal
Sudut kostofrenikus dalam batas normal
Kesan : TB Paru aktif
3.5.1.2.Diagnosis
Diagnosis : Tuberkulosis akti
BAB V
KESIMPULAN

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru yang
disebabkan oleh hasil mycobacterium tuberculosis, ditandai dengan pembentukan
granulona dan adanya reaksi hipersensifitas tipe lambat.
Proses terjadinya infeksi oleh M.tuberkulosis biasanya secara inhalasi.
Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung
basil tahan asam (BTA). Pola hidup yang kurang baik disertai penurunan sistem
kekebalan tubuh dan lingkungan yang kurang baik menjadi penyebab utama
penularan TB pada pasien ini.
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan
penunjang radiologi didapatkan tampak gambaran corakan bronkovaskuler kasar
disertai bercak infiltrat pada lapangan atas pulmo dextra, sehingga diagnosis
tuberkulosis pada pasien ini dapat ditegakkan
38

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zen. 2002. Tuberkulosis Paru. Dalam : Hadi H, Rasyid A, Ahmad Z, Anwar J.
Naskah Lengkap Workshop Pulmonology Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Penyakit
Dalam, Sumbagsel. Lembaga Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI, hlm: 95-119.
Amin Z, Bahar S.2006. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I,Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI . hlm: 988-1000.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis edisi ke 2. 27 Juli 2009
Dinihari. 2014. Pedoman Pengendalian Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia :Jakarta.
Mweemba, P. Haruzivishe, C. dkk. 2008. Knowledge, Attitude and Compliance with
Tuberculosis Treatment, Lusaka, Zambia. Medical Journal of Zambia. Vol 35: 121-128.
Naga, S. 2012. Ilmu Penyakit Dalam. Yoyjakarta: DIVA press..
Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit:
Tuberkulosis Paru. EGC. hlm: 852-823.
Sukoco, W. 2011. Perilaku Pencegahan dan Kepatuhan Berobat Penderita TB di Indonesia.
Jakarta.
Wenas, A. R. 2015.Hubungan Perilaku dengan Kejadian Penyakit TB Paru di Desa Wori
Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara.Jurnal Kedokteran Komunitas dan
Tropi,82-89.
Wold Health Organization. 2010.Global Tuberculosis Control 2010. .

Anda mungkin juga menyukai