TUBERKULOSIS
Pembimbing :
dr. Rona Yulia, Sp Rad
Oleh :
Ahmad Hilmi Fahmi 30101206596
Ana Lutfia Ariani 30101306866
Judul : Tuberkulosis
Bagian : Ilmu Radiologi
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : dr. Rona Yulia, Sp. Rad
BAB I
PENDAHULUAN
ini menular secara langsung melalui percikan ludah atau dahak yang
(Wenas, 2015).
TB.
5
1.2 Tujuan
1.2.1 Memahami definisi, etiologi, patofisiologi, dan cara penegakan
diagnosis tuberkulosis
1.2.2 Memahami gambaran radiologi tuberkulosis
1.3 Manfaat
1.3.1 Dapat menerapkan cara penegakan diagnosis tuberkulosis
1.3.2 Dapat mengusulkan jenis pemeriksaan radiologi tuberkulosis
1.3.3 Dapat mendeskripsikan gambaran radiologi tuberkulosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis
2.1 Definisi
Tuberculosis (TB) paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru
yang disebabkan oleh hasil mycobacterium tuberculosis, ditandai
dengan pembentukan granulona dan adanya reaksi hipersensifitas tipe
lambat.
2.2 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang
berbentuk berbentuk batang, tidak berspora dan bersifat aerobic, dengan
ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.Sebagian besar dinding
kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian proteoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan
Mtb juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan penyakit TB aktif kembali.
2.3 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization
(WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global
Emergency” . Laporan WHO tahun2004 menyatakan bahwa terdapat
8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta
adalah kasusBTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regionalWHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari
seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihatdari jumlah penduduk
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali
lebih besar dari Asiatenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari
dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan
bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara
yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000
penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per
100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi
mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO)
tahun2009, Indonesia telah menempati urutan ke lima untuk insidensi
kasus TB di dunia, lima negara dengan insidensi kasus TB terbanyak
adalah India (1.6–2.4 juta), Cina (1.1–1.5 juta), Afrika Selatan (0.40–
0.59 juta), Nigeria (0.37–0.55 juta) dan Indonesia (0.34–0.52 juta).4 Di
Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit
menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia.
8
2.5 Patogenesis
2.5.1 Tuberkulosis Primer
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 - 2
jam, tergantung sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan
kelembaban. Pada suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan
berhari–hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel ini terhisap oleh
orang sehat, maka iaakan menempel pada saluran napas atau jaringan
paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus
biasanya diinhalasi sebagai satu unit yang terdiri dari satu sampai
tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung lebih tertahan
di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada di ruang alveolus, biasanya bagian bawah
lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama, leukosit
digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi, dan timbul pneumonia akut.
10
2.6 Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
1. Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
14
6. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.
Tuberculosis minimal
Yaitu luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah
yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan,
sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja, tidak harus
berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak ditemukan adanya
lubang (kavitas).
Tuberculosis lanjut sedang
Yaitu luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak
melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada lubang,
diameternya tidak melebihi 4 cm. kalau sifat bayangan sarang-
sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma menjadi
daerah konsolidasi yang homogeny, luasnya tidak boleh
melebihi luas satu lobus.
Tuberculosis sangat lanjut
Yaitu luas daerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih
daripada klasifikasi kedua diatas, atau bila ada lubang-lubang,
maka diameter keseluruhannya semua lubang melebihi 4 cm.
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik,
radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :
1. Lesi minimal,
bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak
dijumpai kavitas
2. Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
26
\\
Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelectasis lobus atau segmen paru
yang bersangkutan, sering menduduki lobus kanan (sindrom lobus
medius)
Timbulnya lubang (kavitas)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju.Dinding
lubang sering tipis berbatas licin, tetapi mungkin pula tebal
berbatas tidak licin.Didalamnya mungkin terlihat cairan yang
28
2.9 PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat
yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a. KATEGORI 1
Kategori 1 terdiri dari ;
o Pasien TB paru BTA (+), kasus baru
o Pasien TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi
luas (termasuk luluh paru)
o Pasien TB extra paru
Kategori 1 ini diobati dengan INH, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Etambutol selama 2 bulan fase intensif)
setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan
INH dan Rifampisin 3 kali dalam seminggu
(2HRZE/4H3R3)
30
b. KATEGORI 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang
telah diobati sebelumnya:
Nama : Tn.N
Usia : 34 th
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Status : Menikah
SukuBangsa : Jawa (WNI)
Tanggal periksa : 29 Agustus 2017
dahak susah dikeluarkan meskipun sudah diberi obat batuk yang dibeli
sendiri dari apotik. Pasien juga merasa tiap malam sering berkeringat.
terdapat rekan kerjanya yang mengalami batuk yang tak kunjung sembuh.
RiwayatPenyakitKeluarga :
Riwayat anggota keluarga menderita keluhan serupa disangkal
RiwayatPsikososial :
Penderita bekerja sebagai karyawan mebel.
Pasien mengaku merokok 1bungkus/hari sejak usia 30-48 tahun.
Riwayat konsumsi akohol disangkal.
b. Thorax :
Paru – paru
Jantung
c. Abdomen
Extremitas : dbn
3.4. Diagnosis
Tuberkulosis aktif
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru yang
disebabkan oleh hasil mycobacterium tuberculosis, ditandai dengan pembentukan
granulona dan adanya reaksi hipersensifitas tipe lambat.
Proses terjadinya infeksi oleh M.tuberkulosis biasanya secara inhalasi.
Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung
basil tahan asam (BTA). Pola hidup yang kurang baik disertai penurunan sistem
kekebalan tubuh dan lingkungan yang kurang baik menjadi penyebab utama
penularan TB pada pasien ini.
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan
penunjang radiologi didapatkan tampak gambaran corakan bronkovaskuler kasar
disertai bercak infiltrat pada lapangan atas pulmo dextra, sehingga diagnosis
tuberkulosis pada pasien ini dapat ditegakkan
38
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Zen. 2002. Tuberkulosis Paru. Dalam : Hadi H, Rasyid A, Ahmad Z, Anwar J.
Naskah Lengkap Workshop Pulmonology Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Penyakit
Dalam, Sumbagsel. Lembaga Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI, hlm: 95-119.
Amin Z, Bahar S.2006. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I,Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI . hlm: 988-1000.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis edisi ke 2. 27 Juli 2009
Dinihari. 2014. Pedoman Pengendalian Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia :Jakarta.
Mweemba, P. Haruzivishe, C. dkk. 2008. Knowledge, Attitude and Compliance with
Tuberculosis Treatment, Lusaka, Zambia. Medical Journal of Zambia. Vol 35: 121-128.
Naga, S. 2012. Ilmu Penyakit Dalam. Yoyjakarta: DIVA press..
Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit:
Tuberkulosis Paru. EGC. hlm: 852-823.
Sukoco, W. 2011. Perilaku Pencegahan dan Kepatuhan Berobat Penderita TB di Indonesia.
Jakarta.
Wenas, A. R. 2015.Hubungan Perilaku dengan Kejadian Penyakit TB Paru di Desa Wori
Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara.Jurnal Kedokteran Komunitas dan
Tropi,82-89.
Wold Health Organization. 2010.Global Tuberculosis Control 2010. .