TINJAUAN PUSTAKA
Batu kandung kemih merupakan manifestasi paling sering dari batu saluran kemih
bagian bawah. Data terakhir menunjukkan prevalensinya mencapai 5% dari semua
kasus batu saluran kemih. Batu kandung kemih di daerah non endemik biasanya
dijumpai pada orang dewasa dan biasanya berkaitan dengan proses penyakit yang
menyebabkan stasis urin atau adanya benda asing. (Schwartz and Stoller, 2000).
Di daerah endemik batu kandung kemih sering muncul pada anak-anak yang
memiliki kelainan anatomik mayor, pada daerah ini faktor diet dan sosial ekonomi
sangat berpengaruh terhadap pembentukan batu kandung kemih. (Benway and
Bhayani, 2016).
4
berkaitan dengan faktor nutrisi dan sosial ekonomi. Anak-anak di daerah endemis
cenderung mengkonsumsi makanan sereal yang kurang mengandung protein
hewani dan kadar fosfat yang rendah. Defisiensi vitamin A juga dapat
menyebabkan degenerasi dari sel-sel urotelial yang dapat merangsang timbulnya
batu. Pasien dengan sosial konomi rendah dan sanitasi yang buruk sering terjadi
diare yang dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi dan supersaturasi urin
sehingga terbentuk batu di kandung kemih. (Benway and Bhayani, 2016)
b. Neurogenic Bladder
Neurogenic bladder pada pasien cedera tulang belakang atau myelomeningocele
dapat meningkatkan risiko pembentukan batu kandung kemih. Pada dewasa
dengan cedera tulang belakang, risiko untuk batu kandung kemih dapat terjadi 3
bulan setelah cedera awal hingga rentan waktu 10 tahun dengan angka kejadian
15-30% pasien akan terbentuk satu batu di kandung kemih (Chen et al, 2001).
Setelah terbentuk satu batu, risiko pembentukan batu selanjutnya menjadi
empat kali lipat (Ord et al, 2003). Tingkat dan keparahan dari cedera tulang
belakang sangat berhubungan erat dengan risiko pembentukan batu kandung
kemih, terutama pada tahun pertama (Sugimura et al, 2008).
Pada penelitian sebelumnya dengan sampel 450 pasien menyebutkan
bahwa penggunaan kateterisasi intermiten dapat menurunkan secara signifikan
pembentukan batu kandung kemih, dengan risiko 0,2% lebih rendah dibandingkan
dengan pasien yang menggunakan kateter terus-menerus dengan risiko sebesar 4%
(Ord et al, 2003, Mitsui et al, 2000). Selain itu, penggunaan kateterisasi intermiten
steril dikaitkan dengan penurunan 40 kali lipat risiko rawat inap akibat batu
kandung kemih (Ord et al, 2003). Hingga saat ini kateterisasi intermiten
dianjurkan sebagai manajemen kandung kemih pada pasien-pasien Neurogenic
Bladder. (Feifer and Corcos, 2008).
2.6.2. Litotripsi
Pendekatan transuretral untuk pengobatan batu kandung kemih akhir-akhir ini
banyak digunakan karena pendekatan ini melalui saluran yang normal. Litotriptor
mekanik bisa digunakan tetapi kurang diminati karena tingginya kejadian cedera